Anemia Dalam Kehamilan (Rahmat Firdaus d u - 122.022.1096)

32
REFERAT ANEMIA DALAM KEHAMILAN Oleh : Rahmat Firdaus DU 1220221096 Pembimbing: dr. Mathius S Gasong Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN OBSETRI DAN GYNEKOLOGI RUMAH SAKIT TENTARA MUHAMMAD RIDWAN MAUREKSA PERIODE 26 MEI – 2 AGUSTUS 2014 1

description

ANEMIA

Transcript of Anemia Dalam Kehamilan (Rahmat Firdaus d u - 122.022.1096)

REFERAT

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Oleh :Rahmat Firdaus DU1220221096

Pembimbing:dr. Mathius S Gasong Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN OBSETRI DAN GYNEKOLOGIRUMAH SAKIT TENTARA MUHAMMAD RIDWAN MAUREKSAPERIODE 26 MEI 2 AGUSTUS 2014FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA2014

LEMBAR PENGESAHANANEMIA PADA KEHAMILAN

Telah disetujui sebagai pemenuhan sarat ujian kepaniteraan klinik dokter muda SMF Obsetrti dan GynekologiRST Muhammad Ridwan Maureksa Jakarta

Disusun Oleh :Rahmat Firdaus DU1220221096

Purwokerto, Juli 2014Mengetahui,

dr. Mathius S Gasong Sp.OG

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangAngka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(1,2,3,4,5)Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah, dan peningkatan kematian perinatal. (1,6)Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. (7,8,9)B. Tujuana. Untuk mengetahui definisi anemia pada kehamilan, etiologi anemia, jenis anemia yang tersering, gejala dan tatalaksana anemia pada kehamilanb. Memahami prinsip tatalaksana anemia pada kehamilanC. Manfaat a. Mampu mengenali gejala anemia pada kehamilan dan melakukan tatalaksanab. Mampu memberikan edukasi yang terhadap ibu hamil dengan anemia

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIAnemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10. (1,8) Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr%.(1) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (3,9,10)

B. EPIDEMIOLOGIFrekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. (2,4)Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita anemia. (10,11)

C. PATOFISIOLOGIKehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan massa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12)Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan. (4,11,12)Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat cardiac output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung. (4,11,12)Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (4,11)Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. (12)

D. ETIOLOGIEtiologi anemia terbagi menjadi dua yaitu : 1. Didapatkan (acquired)a. Anemia defisiensi besib. Anemia megaloblastik

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein. (13)

E. GEJALA KLINIS

Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia

Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :1. Anemia ringan: adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak. 2. Anemia sedang: adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare. 3. Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh, hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)

F. DIAGNOSISUntuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang diderita. (1,3,7,14)Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:1. Anemia ringan: Hb 10 11 gr%2. Anemia sedang: Hb 7 10 gr%3. Anemia berat: Hb < 7 gr%. (1)Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan.

Kriteria anemia menurut CDC (Centers for Disease Control)Reticulocyte countMeningkatNormal atau menurunPertimbangkan :1. Kehilangan darah akut.2. Terapi zat besi yang baru.3. Anemia Hemolitik. Cek apusan darah tepi dan tingkat heptaglobin.Anemia Mikrositik, MCV 100,Pertimbangkan :1. Defisiensi As.Folat2. Defisiensi vit. B12Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim diet sebagai kemungkinan etiologi.Anemia Normositik, MCV 80-100Pertimbangkan:1. Defisiensi zat besi ringan2. Anemia disebabkan penyakit kronik. Cek fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium

G. PEMBAGIAN ANEMIA DALAM KEHAMILANBerbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak dikemukakan. Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Sekitar 75 % anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan. (4)Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. (4)1. Anemia defisiensi besiAnemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi, peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).c) Kebutuhan besi yang meningkat d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (4,12,13)Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.(4,7,9,13)Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg / hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama kehamilan. (2)Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. (12)Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). (12)Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. (2,10,12)

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi

Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang. (2,6)Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. (4)Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (15)Dosis PencegahanDiberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.

Dosis PengobatanDiberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan tingkat penyerapannya. (15)

2. Anemia megaloblastikAnemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat (pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). (4,7,10)Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh :a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilanb) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. (13) Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi. (7)Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi. (7)Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat. (4,8)Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000g/minggu selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil. (4,8,10)

H. KOMPLIKASI Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut : 1. Pengaruh Anemia terhadap Kehamilana. Abortus (keguguran)b. Persalinan prematurc. Gangguan pertumbuhan janind. Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)e. Mudah terjadi infeksif. Hiperemesis gravidarumg. Perdarahan sebelum persalinanh. Ketuban pecah dini.2. Pengaruh Anemia terhadap Persalinana. Gangguan hisb. Kala II dapat berlangsung lama dan partus lamac. Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.3. Pengaruh Anemia pada saat Nifasa. Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partumb. Memudahkan infeksi puerpueriumc. Pengeluaran ASI berkurangd. Terjadinya dekompensasi kordis.4. Pengaruh Anemia terhadap Janina. Kematian janin dalam kandunganb. Berat bayi lahir rendahc. Kelahiran dengan anemiad. Cacat bawaane. Mudah terinfeksi hingga kematian perinatalf. Inteligensi yang rendah. (1)

I. PROGNOSISPrognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum. (4,10)Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil.(4,7)

III. KESIMPULAN

Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat. (10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa Baru tahun 2011.c2011.[online].[cited on 2014 June 9th].Available from: http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-i-v-final.pdf.2. Wijanti RE, Rahmaningtyas I, Widari D. Hubungan pola makan ibu hamil trimester III dengan kejadian anemia. Dalam: Tunas-tunas riset kesehatan. Volume kedua, Nomor 2. Mei 2012.[online].[cited on 2014 June 9th].Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-4686.pdf.

3. Sutkin G, Isada NB, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In: Evans A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of Obstetrics. 7th ed. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 328, 330-1.

4. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011; p. 775-80.

5. Hanretty KP. Systemic diseases in pregnancy. In: Hanretty KP, Ramsden I, Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th ed. London: Churchill Livingstone, 2003; p. 137-8, 141.

6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on 2014 June 9th]. Available from: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44643/A06wft.pdf

7. Pernoll ML. Medical and surgical complications during pregnancy: Hematologic disorders. In: Benson & Pernolls: handbook of obstetrics & gynecology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2001; p. 435-8.

8. Weiner CP, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy. In: Reece EA, Hobbins JC, Gant NF, eds. Clinical obstetrics, the fetus & mother. 3rd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing, 2007; p. 849-51.

9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In: William obstetrics. 22nd ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, 2005; p. 1143, 1145, 1148.

10. Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, et al, eds. Obstetrics normal and problem pregnancies. 5th ed. Tennessee: Mosby Elsevier, 2007; p. 1050, 1052.

11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and gynaecology, an illustrated colour text. 1st ed. London: Churchill Livingstone, 2003; p. 32-3.

12. Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. c2012.[online]. [cited on 2014 June 9th]. Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter%20I.pdf.13. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and gynaecology. 2nd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.

14. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In: Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The Johns Hopkins: manual of gynecology and obstetrics. 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 216.15. Anonim. Suplementasi zat besi. c2011.[online]. [cited on 2014 June 9th]. Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter%20II.pdf.

3