ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH...

139

Transcript of ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH...

Page 1: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian
Page 2: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

i

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

KATA PENGANTAR

Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan antardaerah perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung kebijakan nasional dalam upaya pemerataan pembangunan di Indonesia. Untuk memberikan landasan dalam menentukan arah kebijakan mengurangi kesenjangan antardaerah, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat member gambaran berbagai aspek yang menunjukkan adanya kesenjangan .Aspek-aspek yang memiliki urgensi tinggi untuk dilihat pada konteks kesenjangan adalah kesenjangan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, serta aspek-aspek yang mempengaruhinya.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber yang kompeten dan pengolahan data, telah dihasilkan berbagai informasi penting yang menggambarkan adanya kesenjangan. Informasi kesenjangan yang disajikan dalam buku ini dibagi menjadi 5 (lima) bagian yang meliputi: Bagian Pertama, berisi uraian yang menjadi latar belakang penyusunan buku ini, dan penjelasan sistematika penyajian buku. Bagian Kedua, berisiuraian Metodologi dan analisis kesenjangan antardaerah, bagian ketiga berisi uraian kesejangan perekonomian antardaerah, bagian keempat, berisi uraian Kesenjangan infrastruktur Antarwilayah, bagian kelima berisi uraian kesenjangan analisis Pendapatan dan Belanja Daerah.Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari informasi yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik, PT. PLN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian/ Lembaga dan sumber data lainnya.

Informasi kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan pemahaman terhadap kondisi dan perkembangan kesenjangan di Indonesia dilihat dari beberapa aspek yang dibahas. Dengan demikian melalui informasi dari hasil analisis kesenjangan ini diharapkan dapat menjadi benchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bias diperbandingkan dengan daerah yang lain. Selanjutnya berdasarkan informasi kesenjangan antar daerah ini diharapkan dapat memberikan orientasi terhadap berbagai kebijakan dan program pengurangan kesenjangan antardaerah.

Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam penyusunan dan penerbitan buku ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak guna menyempurnakan publikasi ini pada edisi yang mendatang.

Jakarta, Desember 2012

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Max H. Pohan

Page 3: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

ii

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Page 4: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

iii

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tim Penyusun

PENGARAH: Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

PENANGGUNG JAWAB : Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D

Direktur Pengembangan Wilayah

TIM PENYUSUN : Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D, Awan Setiawan, SE, MM, ME

Yudianto, ST. MT, MPP, Rudi Alfian, SE ,Supriyadi, S.Si, MTP, M. Agung Widodo, SP, MIDEC, Septaliana Dewi Prananingtyas, SE,M.Bus.Ec

Fidelia Silvana, SP. M.Int. Ekon & F, Ika Retna Wulandary, ST. Bimo Fahrizal Arvianto, S.Si

TIM AHLI:

Bambang Waluyanto; Moch Rum Alim; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin;

Setya Rusdianto; Tri Supriyana; Nur Farida Panglipuring Tyas.

TIM PENDUKUNG:

Anna Astuti, SE, Eni Arni, Sapto Mulyono, Donny Yanuar, Cecep Supriyadi, Nuning Ariwati, Slamet Supriyanto.

Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:

Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310

Telp/Fax. (021) 3193 4195

Page 5: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

iv

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Page 6: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

v

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar isi v Daftar Tabel vii Daftar Tabel xi 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Sistematika Penyajian 2 2. METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3

2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah 3 2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional 4 2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan Berdasarkan Pola dan Struktur

Pertumbuhan Ekonomi. 6

2.2. Analisis Kesenjangan kesejahteraan Infrastruktur antarwilayah 7 2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah 8 2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. 9 9

3. KESENJANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH 13

3.1. Kesenjangan Pendapatan Regional 13 3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Perkapita Antarprovinsi. 13 3.1.2. Indeks Kesenjangan Regional 21 3.1.3. Indeks Kesenjangan Pendapatan 30

4. KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH 33

4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan 34 4.1.1. Wilayah Sumatera 35 4.1.2. Wilayah Jawa Bali 36 4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara 38 4.1.4. Wilayah Kalimantan 40 4.1.5. Wilayah Sulawesi 42 4.1.6. Wilayah Maluku dan Papua 43

4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik 46 4.2.1. Wilayah Sumatera 46 4.2.2. Wilayah Jawa – Bali 47 4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara 48 4.2.4. Wilayah Kalimantan 49 4.2.5. Wilayah Sulawesi 50 4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua 50

Page 7: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

vi

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi 51 4.3.1. Wilayah Sumatera 52 4.3.2. Wilayah Jawa – Bali 53 4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara 53 4.3.4. Wilayah Kalimantan 54 4.3.5. Wilayah Sulawesi 55 4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua 55

5. ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 57

5.1. Analisis Pendapatan Daerah 57 5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah 57 5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio) 60 5.1.3. Ruang Fiskal Daerah 63

5.2. Analisis Belanja Daerah 65

5.2.1. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah 66 5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja 69 5.2.3. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja 71 5.2.4. Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk 74 5.2.5. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk 76

5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat 79

LAMPIRAN 85

Page 8: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

vii

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

3.1. Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2005-2011 13 3.2. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di

Wilayah Sumatera 15

3.3. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali

17

3.4. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di wilayah Kalimantan

18

3.5. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi

19

3.6. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Tahun 2005 dan 2010 Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua

21

3.7. Perkembangan Disparitas Menurut Theil Indeks Tahun 2005 – 2010

22

3.8. Theil Indeks dari PDRB Perkapita (ADHB) Menurut PulauTahun 2005 dan 2010

22

3.9. Kesenjangan Theil Indeks Menurut PulauTahun 2005 dan2010 23 3.10. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi

Tahun 2005 -2010 di Wilayah Sumatera 23

3.11. CVwdan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera

24

3.12. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali

24

3.13. TheilIndeksdari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2009di Wilayah Jawa-Bali

25

3.14. CVwdan Theil indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005-2010 di Wilayah Jawa-Bali

25

3.15. CVwdan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Kalimantan

26

3.16. Theil Indeksdari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi

26

3.17. CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi

27

3.18. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara

27

3.19. CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Nusa Tenggara

28

3.20. 3.21. 3.22. 3.23 3.24.

Theil Indeks Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Papua CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Papua Perkembangan Kesenjangan Pendapatan Provinsi (GiniRasio)Tahun 2008-2012

28

29

29

29

31

Page 9: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

viii

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan JalanAntar KBI dan KTI, Tahun 2010

34

4.2. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 36 4.3. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 38 4.4. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 39 4.5. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi, Tahun 2010 41 4.6. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 43 4.7. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi, Tahun 2010 45 4.8. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 45 4.9. Perbandingan Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Antar

Wilayah Di Indonesia, Tahun 2011 46

4.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera

47

4.11. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali.

48

4.12. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.

49

4.13. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan

49

4.14. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi.

50

4.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua

51

4.16. Perbandingan Penggunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, tahun 2010

52

4.17. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sumatera

53

4.18. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan TeleponKabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Jawa Bali

53

4.19. JumlahdanPersentaseDesa/KelurahanMenurutKeberadaanTeleponKabeldanPenerimaanSinyalTelponSeluler di Wilayah Nusa Tenggara.

54

4.20. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Kalimantan

54

4.21. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sulawesi

55

4.22. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

56

5.1. Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan

59

5.2. Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah, Tahun 2011.

63

5.3. 10 Kabupaten/Kota Tertinggi dan 10 Kabupaten/Kota Terendah 65 5.4. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota

Menurut 20 Peringkat Tertinggi dan Terrendah 68

Page 10: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

ix

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

5.5. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 Peringkat Tertinggi dan Terrendah

71

5.6. Rasio Belanja Pegawai per jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota tahun 2011

73

5.7. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota 76

5.8. Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota 79 5.9. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut Umur Harapan Hidup (UHH)

82

5.10. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata Lama Sekolah

84

Page 11: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

x

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Page 12: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

xi

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

3.1.

3.2

Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas Antar provinsi, Tahun2010 Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010di Wilayah Sumatera

14

15

3.3.

3.4

Perkembangan Disparitas PDRB perkapitaProvinsi Tahun 2005-2010di Wilayah Jawa-Bali Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Kalimantan

16

18

3.5.

3.6

Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Sulawesi Perkembangan Disparitas PDRB perkapita ProvinsiTahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

19

20

4.1. Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010

34

4.2. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera

35

4.3. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera

35

4.4. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Jawa Bali

37

4.5. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 PendudukAntarProviinsi Di Wilayah Jawa-Bali

37

4.6. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

38

4.7. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

39

4.8. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Kalimantan

40

4.9. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Kalimantan

41

4.10 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Sulawesi

42

4.11 Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Sulawesi

42

4.12 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Maluku, Papua

44

4.13 Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Maluku, Papua

44

5.1. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011

58

5.2. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi

59

5.3. Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011 61 5.4. Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi 62 5.5. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2011 64 5.6. Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi,

Tahun 2011 64

5.7. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia

67

Page 13: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

xii

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

5.8. Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja Pemerintah Di Indonesia

67

5.9. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia

69

5.10. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia

70

5.11. Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Provinsi, Tahun 2007 dan 2011

72

5.12. Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi,Tahun 2007 dan 2011

73

5.13. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia

74

5.14. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia

75

5.15. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi tahun 2007 dan 2011Daerah Perkapita Pemerintah Provinsi pada tahun 2007 dan 2011

77

5.16. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi tahun 2007 dan 2011

78

5.17. Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan kesehatan.

81

5.18. Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah UrusanPendidikan

83

Page 14: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 15: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 16: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

BAB I

PENDAHULUAN

Page 17: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 18: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

1

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesenjangan antarwilayah di Indonesia tidak terlepas dari adanya keragaman potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk itu, maka penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap pengurangan kesenjangan antarwilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan.Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan tersebut perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upaya pemerataan pembangunan di Indonesia.

Kesenjangan pendapatan di suatu daerah akan menimbulkan berbagai permasalahan, seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke daerah yang lebih maju, kriminalitas, dan konflik antar masyarakat. Dalam konteks kenegaraan kesenjangan akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang kemudian akan mengancam keutuhan suatu negara. Maka dari itu, kesenjangan harus diatasi oleh pemerintah dengan mendorong daerah yang miskin untuk mampu mengejar ketertinggalan perekonomiannya terhadap daerah yang sudah kaya

Meskipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, kesenjangan antar daerah tetap harus diupayakan untuk dikurangi. Salah satu prinsip dasar yang harus dipegang para pengambil kebijakan adalah bahwa kesenjangan perekonomian antar daerah masih dapat ditoleransi sejauh tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak menciptakan ketidakmerataan pendapatan yang luar biasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, upaya melakukan redistribusi pendapatan masyarakat haruslah mendapatkan prioritas utama dibandingkan redistribusi perekonomian daerah. Satu hal lagi yang harus dilakukan dalam upaya mengurangi kesenjangan perekonomian antar daerah adalah mengurangi jarak antara daerah terkaya dengan daerah termiskin, melalui upaya khusus untuk mengangkat daerah termiskin secara signifikan.

Penyebab terjadinya kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia diantaranya dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur dan kemampuan keuangan antardaerah. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Sementara itu kesenjangan dari sisi kemampuan keuangan antardaerah dapat dilihat dari aspek jumlah pendapatan daerah, dan kualitas belanja

Page 19: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

2

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

daerah. Kedua aspek di atas memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomian daerah.

Untuk memberikan orientasi dalam memperkuat kebijakan upaya mengurangi kesenjangan tersebut, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah. Informasi yang dikembangkan dalam análisis kesenjangan ini mencakup dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal memberikan gambaran tentang keadaan di dalam tiap daerah, sedangkan dimensi eksternal menggambarkan posisi relatif keadaan daerah terhadap daerah lainnya. Dengan demikian informasi ini mengandung sifat benchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkan dengan daerah yang lain. Lebih lanjut juga diharapkan bisa diketahui corak keadaan tiap daerah atau kelompok daerah.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka Direktorat Pengembangan Wilayah berinisiatif menyusun Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah. Melalui berbagai temuan dari hasil análisis kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam penguatan perencanaan yang berbasis wilayah.

1.2. Sistematika Penyajian

Buku ini menyajikan data dan informasi yang terkait dengan kesenjangan antarwilayah, dengan lingkup informasi mengenai beberapa teori pembangunan dan kesenjangan antarwilayah, serta informasi mengenai hasil analisis kesenjangan dilihat dari perspektif perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan keuangan daerah. Rincian dari informasi tersebut disajikan dalam 6 Bab, dengan gambaran singkat dari setiap bab adalah sebagai berikut: BAB I, berisi mengenai latar belakang dari penyajian buku analisis kesenjangan antarwilayah; BAB II, berisi mengenai metodologi pendekatan untuk melihat kesenjangan antarwilayah dalam aspek perekonomian daerah, analisis kesejahteraan masyarakat, analisis kemampuan keuanganantarwilayah, serta metode penyajian kesenjangan antarwilayah. BAB III, berisi mengenai hasil analisis perekonomian daerah, BAB IV, berisi mengenai hasil analisis kesenjangan infrastryktur antardaerah, BAB V, berisi mengenai hasil analisis kesenjangan kemapuan keuangan daerah.

Page 20: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

BAB II

METODOLOGI

ANALISIS

KESENJANGAN

Page 21: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

3

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BAB 2 METOLOGI ANALISIS

KESENJANGAN ANTARWILAYAH

Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen, yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar pengertian tersebut, nalaisis kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah dan informasi adanya gap (kesenjangan) antaradaerah yang maju dan tertinggal.

Peta kesenjangan antarwilayah ini dibangun melalui pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data, sehingga dapat memberi gambaran fakta kesenjangan antarwilayah. Berdasarkan temuan fakta kesenjangan ini, selanjutnya diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan isu dan permasalahan strategis yang perlu direspon melalui kebijakan dan program pembangunan.

Bertitik tolak dari fakta kesenjangan tersebut, melalui publikasi analisis kesenjangan antarwilayah ini, akan menyajikan beberapa fakta kesenjangan antarwilayah yang meliputi:

• Kesenjangan perekonomian antarwilayah • Kesenjangan kesejahteraan antarwilayah • Kesenjangan kemampuan fiskal antarwilayah • Keseimbangan antara kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

dengan kemampuan fiskal daerah

2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah

Untuk merepresentasikan pendapatan regional, digunakan parameter output regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu, dalam hal ini kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil. Data yang digunakan ialah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota. Dalam hal ini, PDRB menunjukkan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) selama satu tahun. Data yang digunakan berasal dari regional account menurut kabupaten/kota yang mulai dipublikasikan oleh BPS secara konsisten sejak tahun 1993. Selanjutnya digunakan nilai PDRB per kapita untuk menunjukkan nilai output dibagi jumlah penduduk di area tersebut. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita berarti semakin tinggi kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain nilai PDRB per kapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah.

Page 22: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

4

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional Metode analisis kesenjangan regional dapat ditunjukkan berdasarkan

perhitungan disparitas PDRB Perkapita antarwilayah, perhitungan indeks Theil, indeks L dan CVw (CV Williamson). Indeks Theil dan L bisa didekomposisi, dimana kesenjangan total sama dengan penjumlahan dari kesenjangan ‘dalam’ grup dan kesenjangan ‘antar’ grup. Sementara yang terakhir, CVw (CV Williamson)terkenal dan populer digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.

1. Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita didekati dari angka PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto) per kapita, yaitu perhitungan PDRB di suatu kabupaten/kota dibagi oleh populasi kabupaten/kota tersebut. Formulasi untuk menghitung pendapatan per kapita adalah:

Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.

2. Perhitungan Indeks: a) Theil Indeks merupakan analisis dekomposisi regional (regional decomposition

analysis), kesenjangan “dalam” provinsi (within provinces inequality) dan ketimpangan “antar” provinsi atau between provinces inequality . Misalkan penduduk dikelompokkan secara eksklusif menurut provinsi dan kabupaten, maka indeks Theil dan L didefinisikan sebagai:

Dimana:

Yij = Total pendapatan di provinsi i, grup j

Y = Total pendapatan untuk Indonesia ( Yij)

Yij = Rata-rata pendapatan di provinsi i, grup j

Y = Rata-rata pendapatan untuk Indonesia

nij = penduduk di provinsi i, grup j

n = Total penduduk Indonesia ( nij)

KotaKabupaten/ Penduduk JumlahKotaKabupaten/ PDRBNilai

Perkapita Pendapatan =

Page 23: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Dim

Yi ani aindegruppenyan

b. C

IacWp

D

C

n

n

Y

Y

Indeks grup seb

Ketimp

mana:

adalah pendadalah jumlaeks Theil dp Ti dan Lduduk untug murni me

CVw (CV W

Indeks Wilantar wilayacoefficient Williamson penduduk, y

Dimana:

CVw =Weight

ni = Penduduk

n = Penduduk

Yi = PDRB pe

Y= Rata-rata P

Theil dan Lbagai beriku

angan total

dapatan totaah pendududan L dan

Li, penimbanuk L. TB daengukur keti

Williamson

lliamson mah berdasarkof variation(1965) mem

yang disebu

ted coefficient

k di daerah i

total

erkapita di dae

PDRB perkapi

AN

L bisa didekut:

= Ketimpan

al di provinuk di provin

didefinisikangnya adalan LB adalaimpangan k

n)

merupakan pkan PDRB pn (CV) biamperkenalk

ut CVw.. For

t of variation

erah i

ita untuk semu

 NALISIS KE

kompisisi m

ngan dalam

si, Y adalahnsi i. Tw danan sebagai ah proporsiah komponkarena perbe

pendekatan perkapita. F

asa dimana kan CV ini drmulanya ad

ua daerah

ESENJANG

menjadi kom

m grup + ket

h rata-rata pn Lw adalahrata-rata te

i pendapataen antar gredaan rataan

untuk menFormula inistandar de

dengan mendalah sebag

GAN ANTAR

mponen dala

timpangan a

pendapatan h komponenertimbang kan untuk Thrup dari indn pendapata

ngukur derajpada dasar

eviasi dibagnimbangnyaai berikut:

RWILAYAH

am grup dan

antar grup

di provinsi n dalam grukomponen heil dan pr

deks Theil dan antar pro

ajat ketimprnya sama dgi dengan ra dengan pr

5

H 2012

n antar

i, dan up dari dalam

roporsi dan L,

ovinsi.

pangan dengan rataan. roporsi

Page 24: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

6

AN

2.1

digusuatpertatauper

menpereataukeseterh

men1.D

u2. D

y3. D Tiposeba

NALISIS KE

.2. MetoPertu

Tipologunakan untutu daerah.Ptumbuhan eu nasional dkapita daer

Melaluingidentifikaekonomian u komoditienjangan an

hadap perek

Berdasandapatkan mapat membu

usaha, atau kDapat menenyang dimilikDapat menil

ologi Klassagai berikut

Rata-rata P

DR

B

Perk

apita

ESENJANGA

de Analisumbuhan

giKlassen juuk mengetah

Pada pengerekonomi daedan membanrah yang me

i Analisis asi posisi

daerah yani unggulanntarwilayah onomian na

arkan tujuamanfaat sebuat prioritakomoditi dantukan priorki terhadap ai suatu dae

en menghast.

Tinggi

Rendah

AN ANTAR

sis KesenjEkonomi

uga merupahui gambarrtian ini, Terah denganndingkan peenjadi acuan

TipologiKperekono

ng diacunyan suatu da

berdasarkaasional mau

an-tujuan tagai berikuts kebijakanaerah yang mritas kebijakperekonomerah baik da

silkan empa

Rata

Rend

KuadDaerTertelow g

KuadDaer(low gincom

 

RWILAYAH

jangan Bei.

akan salah sran tentang

TipologiKlasn pertumbuhertumbuhann atau PDB

Klassenini somian suaa, dan menaerah, jugaan posisi peupun daerah

tersebut, pt:

n daerah bermerupakan kan suatu d

mian nasionaari segi daer

at klasifikas

a-rata Pertum

dah

dran II rah Maju tetaekan (high ingrowth)

dran III rah Relatif Tegrowth and lo

me).,

H 2012

erdasarka

satu alat anpola dan strssen dilakuhan ekonomn PDRB per

per kapita (

selain dapaatu daerahngidentifikaa dapat merekonomianh yang diacu

engguna a

rdasarkan khasil analisaerah berda

al maupun drah maupun

si dengan ka

mbuhan Ekon

T

api come but

KDCg

ertinggal ow

KDBg

an Pola d

alisis ekonoruktur pertukan dengan

mi daerah yar kapita daer(secara nasi

at dapat dh dengan asi sektor, smemberi gan yang dimiunya.

analisis tipo

eunggulan ssis tipologiKasarkan posidaerah yang n sektoral.

arakteristik

nomi

Tinggi

Kuadran I Daerah CepaCepat-Tumbugrowth and hi

Kuadran IV Daerah sedanBerkembang growth but low

dan Strukt

omi regionaumbuhaneknmembandiangmenjadi rahdengan Pional).

digunakan memperh

subsektor, ambaran a

miliki suatu d

ologiKlasse

sektor, subsKlassen. isi perekono diacunya.

yang berbe

at Maju dan uh (high igh income)

ng g (high w income)

tur

alyang onomi ingkan acuan

PDRB

untuk hatikan usaha,

adanya daerah

enakan

sektor,

omian

da

Page 25: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

7

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Penjelasan dari matriks di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakankuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRBdaerah yang menjadi acuan atau secara nasional, tetapi memiliki pertumbuhan PDRBper kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerahyang menjadi acuan atau secara nasional.

3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran inimerupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebihtinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional,tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkandengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang memilikinilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRBdaerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan sekaligus pertumbuhan PDRBper kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerahyang menjadi acuan atau secara nasional.

2.2. Analisis Kesenjangan Infrastruktur Antarwilayah

Untuk melihat adanya kesenjangan infrastruktur antarwilayah, dilakukan perbandingan ketersediaan dan dukungan infrastruktur sesuai dengan jenisnya. Jenis infrastruktur yang akan menunjukkan adanya kesenjangan meliputi infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi. Indikator yang digunakan meliputi kuantitas dan kualitas dari ketersediaan infrastruktur, serta beberapa indicator yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

1. Rasio Kerapatan Jalan

Rasio kerapatan jalan ditunjukkan oleh rasio panjang jalan (Km) terhadap Luas wilayah (Km2). Rasio kerapatan jalan memiliki makna tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas antardaerah, yaitu semakin besar angka rasio kerapatan jalan maka kemudahan dalam menjangkau antardaerah yang dihubungkan oleh infrastruktur jalan disuatu wilayah semakin besar, dan sebaliknya.

2. Energi Terjual Perkapita (kWh/ Kapita)

Energi Terjual Perkapita menunjukkan energy yang terjual kepada pelanggan atau energy (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan Tinggi), TM (Tegangan Menengah) dan TR (Tegangan Rendah dibagi dengan jumlah penduduk.

Page 26: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

8

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

3. Rasio Elektrifikasi

Merupakan rasio antara jumlah rumah tangga pengguna energy listrik PLN dibagi dengan total jumlah rumah tangga (di kali 100%).

2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis keuangan diarahkan untuk mengetahui sisi pendapatam daerah dan belanja pembangunan. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi:

• Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.

• Rasio pajak Perkapita merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan suatu daerah dengan jumlah penduduknya. Tax perkapita menunjukkan kontribusi setiap penduduk pada Pendapatan suatu daerah (PAD).

• Ruang Fiskal merupakan rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang masih bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan mengurangkan seluruh pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.

• Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer. Posisi tertinggi dan terendah rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada rasio PAD

Analisis dari sisi belanja daerah, meliputi:

• Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawai maka semakin kecil pula proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai tidak langsung.

• Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah terhadap pembayaran gaji pegawai PNSD. Semakin besar rasionya maka semakin besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji

Page 27: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

9

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

pegawai daerah dan sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.

• Rasio belanja modal per total belanja. Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal sendiri ditambah belanja barang dan jasa, merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

• Rasio belanja per jumlah penduduk. Rasio belanja daerah terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita) menunjukkan seberapa besar belanja yang digunakan untuk menyejahterakan per penduduk di suatu daerah. Semakin besar nilainya, semakin besar besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu orang penduduk wilayah tersebut sehingga semakin besar kemungkinan tercapainya. Sebaliknya, semakin kecil angka rasionya, semakin kecil dana yang disediakan pemda untuk menyejahterakan penduduknya. Namun demikian, rasio ini sebaiknya juga dirinci lagi menjadi per jenis belanja perkapita sehingga akan lebih memperlihatkan kontribusi dari setiap jenis belanja sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

• Rasio belanja modal per jumlah penduduk. Rasio belanja modal perkapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio belanja modal perkapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena belanja modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan.

Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung.

2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak

homogen, yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian.Atas dasar pengertian tersebut, penyusunan profil kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah yang maju dan tertinggal.

Page 28: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

10

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Kondisi kesenjangan antarwilayah ini akan dilakukan melalui pendekatan analisis data dengan perhitungan indeks yang sudah lajim digunakan, dan dibangun melalui pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data. Penyajian dengan cara ini diharapkan akan lebih memberikan informasi yang lebih utuh baik secara kuantitatif maupun dimensi ruangnya. Dalam Profil Kesenjangan Kesejahteraan Masyarakat Antarwilayah ini lingkup unit-unit yang akan diperbandingkan dipilih sedemikian rupa sehingga akan menunjukkan:

1. Kesenjangan antarwilayah Kesenjangan bentuk ini adalah komparatif antarwilayah (kabupaten/kota) yang

disajikan dalam suatu pengamatan yang agregat terhadap seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah Indonesia.

2. Kesenjangan antarwilayah dalam kelompok terdefinitif (cluster pada integrasi spasial, provinsi, pulau, dsb.)

Dalam bentuk ini kesenjangan dilihat dalam suatu lingkup wilayah yang terdefinitif seperti kesenjangan antarwilayah dalam lingkup satu provinsi, satu pulau, dan lainnya.Misalnya kesenjangan antarwilayah(kabupaten/kota) dalam suatu provinsi, kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) di Pulau Jawa, dan sebagainya.

Untuk menggambarkan keberbandingan melalui pendekatan di atas, akan disajikan melalui format sebagai berikut:

• Grafik, berisi ilustrasi hasil pengolahan data tabular seperti perankingan kabupaten dan kota berdasarkan olahan suatu variabel. Grafik ini juga untuk menggambarkan nilai-nilai ekstrim seperti grafik 10 kabupaten/kota tertinggi dan 10 kabupaten/kota terrendah dan mengambarkan perbandingan antara kabupaten/kota tertinggi dengan kabupaten terrendah seperti grafik perbandingan 10 kabupaten/kota tertinggi dengan 10 kabupaten/kota terrendah.

• Diagram Pencar (Scatter Plot), berisi pemetaan kondisi dan kedudukan kota/kabupaten dilihat dari dua atau tiga aspek variabel yang saling terkait dan dinilai mampu memberikan makna yang lebih berarti. lihat Box 1.

Page 29: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

11

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BOKS 1.

KETERANGAN SALIB SUMBU

Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan variabel 2 dapat merupakan variabel output, outcome atau impact.

Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.

Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata variabel 1.

Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.

Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata variabel 1.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00VARIABEL 1

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

11.00

VARI

ABEL

2

Kuadran IKuadran II

Kuadran III Kuadran IV

Nilai

Rata

-rata

Varia

bel

1

Nilai Rata-rata Variabel 2

Page 30: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

12

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Page 31: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

BAB III

KESENJANGAN PEREKONOMIAN ANTARWILAYAH

Page 32: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 33: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

13

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BAB 3 KESENJANGAN EKONOMI

ANTARWILAYAH

3.1. Kesenjangan Pendapatan Regional

3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Perkapita Antarprovinsi. Distribusi nilai PDRB antar provinsi tahun 2011, menunjukkan tingkat

kesenjangan yang cukup tinggi, hal ini terlihat dari perbedaan nilai PDRK antar provinsi sejak tahun 2005 hingga 2011 nilai PDRB ADHB untuk provinsi-provinsi di Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera rata-rata mencapai 82 persen per tahun, disusul wilayah Kalimantan rata-rata sebesar 9 persen per tahun dan Wilayah Sulawesi rata-rata sekitar 4 persen per tahun. Sementara untuk Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua cukup rendah, kontribusi dari ketiga wilayah tersebut hanya sebesar sekitar 3 persen per tahun.

Tabel 3.1: Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2005-2011

Distribusi PDRB ADHB (%)

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** 2011**

Sumatera 22,11 22,15 22,74 22,91 22,69 23,10 23,54

Jawa-Bali 60,09 60,86 60,21 59,19 59,88 59,33 58,86

Kalimantan 9,99 9,49 9,38 10,37 9,21 9,16 9,55

Sulawesi 4,06 4,02 4,09 4,19 4,46 4,52 4,61

Nusa Tenggara 1,52 1,45 1,48 1,33 1,47 1,46 1,33

Maluku 0,30 0,25 0,25 0,24 0,25 0,25 0,26

Papua 1,93 1,78 1,85 1,77 2,04 2,17 1,87

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS tahun 2011 Keterangan: * : angka Sementara; **: angka sangat sementara

Page 34: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

14

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Kesenjangan perekonomian antarwilayah dapat digambarkan dari output regional berdasarkan PDRB perkapita. Kesenjangan pendapatan antar provinsi menunjukan angka cukup tinggi atau disparitas cukup tinggi, diakibatkan adanya nilai PDRB perkapita dibeberapa provinsi yang jauh lebih besar dari rata-rata PDB perkapita nasional, berdasarkan data BPS tahun 2010 PDRB perkapita tanpa migas ADHB adanya Gap yang cukup tinggi yaitu sebesar 70.204.864 antar PDRB perkapita tertinggi dan terrendah, tercatat PDRB perkapita tanpa migas terbesar mencapai 88.903.468 dan terrendah sebesar 4.995.261 rupiah per jiwa. Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi diantaranya adalah Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau, dan Kepulauan Riau, sementara provinsi dengan PDRB perkapita paling rendah, meliputi Provinsi Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku,dan Gorontalo. Tingginya PDRB perkapita di Kalimantan Timur dan Riau disebabkan wilayah tersebut memiliki sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan sumberdaya hutan. Di Kepulauan Riau disebabkan adanya Kota Batam yang merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan antar Negara. Sementara DKI Jakarta merupakan pusat kegiatan sektor industri, jasa dan perdagangan.

Perkembangan tingkat kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Sumatera dalam kurun waktu 2005-2010 (Gambar 3.2). Tingkat kesenjangan dibeberapa provinsi senderung mengalami penurunan, yakni di Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Lampung. Sementara kesenjangan di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat, Kep. Bangka Belitung menunjukan kesenjangan yang semakin meningkat.

Gambar 3.1: Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa

Migas Antarprovinsi, Tahun 2010

Sumber: Data PDRB, Data BPS

Page 35: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

15

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 3-2:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010

di Wilayah Sumatera

Sementara berdasarkan Tabel 3.2, terlihat tingkat perbandingan disparitas

menurut PDRB perkapiat tahun 2005 dan 2010 antarprovinsi di lingkup pulau, disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan Riau yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Sementara disparitas terrendah di tunjukan dengan rendahnya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut, disparitas terrendah terdapat di Provinsi Lampung dan Bengkulu.

Tabel 3.2. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera

Wilayah Tahun Disparitas (ribu Rp) Keterangan

Max. Min. Perubahan Tertinggi Terendah

Aceh 2005 15,207 3,411 11,796 Lhokseumawe, Nagan Raya,

Banda Aceh Simeulue, Aceh Singkil,

Kota Subulusallam

2010** 62.109 5.191 56.919 Kota Banda Aceh, Kota Lhoksumawe, Aceh Utara

Kota Subulussalam, Simelue, Aceh Singkil

Sumatera Utara 2005 24,163 4,474 19,689

Kab.Asahan, Deli Serdang, Kota Tanjung Balai, Kota

Binjai

Pakpak Bharat dan Tapanuli Tengah

2010** 44.136 7.023 37.113 Batu Bara, Kota Medan, Labuhan Batu Selatan

Nias Barat, Padang Lawas, Tapanuli Selatan

Sumatera Barat 2005 16,555 5,375 11,180 Kota Padang, Kota

Pariaman, Kota Swah Lunto Pesisir Selatan, Solok

Selatan, Pasaman

2010** 29.496 9.759 19.737 Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto

Solok Selatan, Pesisir Selatan, Pasaman

R i a u 2005 28,887 11,78 17,107 Pelalawan, Siak, Kuantan

Singingi Kampar, Kota Dumai

2010** 157.709 24.798 132.911 Bengkalis, Siak, Rokan Hilir

Rokan Hulu, Indragiri Hilir, Kampar

J a m b i

2005 10,658 4,551 6,107 Tanjung Jabung Barat, Kota Jambi, Kerinci Tebo dan Muaro Jambi

2010** 43.946 8.797 35.149 Tanjung Jabung Timur,

Tanjung Jabung Barat, Kota Sungai Penuh

Tebo, Merangin, Muaro Jambi

Sumatera Selatan 2005 12,856 4,325 8,531 Kota Palembang, Musi Banyuasin

Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering

Ulu Selatan

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung

Page 36: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

16

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Wilayah Tahun Disparitas (ribu Rp) Keterangan

Max. Min. Perubahan Tertinggi Terendah

2010** 50.546 8.789 41.757 Musi Banyuasin, Kota Palembang, Muara Enim

OKU Timur, OKU Selatan, Empat Lawang

Bengkulu 2005 10,148 2,761 7,387 Kota Bengkulu, Rejang

Lebong, Kepahiang Kaur, Seluma

2010** 14.560 4.333 10.227 Kota Bengkulu, Rejang Lebong, Kepahing

Seluma, Kaur, Bengkulu Utara

Lampung 2005 8,561 3,69 4,871

Kota Bandar Lampung, Tulang Bawang, Lampung

Utara

Way Kanan, Lampung Barat

2010** 22.043 6.744 15.299 Kota Bandar Lampung, Mesuji, Tulang Bawang

Lampung Barat, Way Kanan, Pringsewu

Bangka Belitung 2005 22,533 10,139 12,394 Bangka Barat, Belitung

Timur, Bangka Tengah Bangka, Bangka Selatan

2010** 34.286 16.554 17.732 Bangka Barat, Belitung Timur, Bangka Tengah

Bangka, Kota Pangkal Pinang, Belitung

Kepulauan Riau 2005 42,043 7,397 34,646 Kota Batam, Kab.Bintan,

Kota Tanjung Pinang Lingga

2010** 72.296 11.852 60.444 Kepulauan Anambas, Natuna, Kota Batam

Lingga, Karimun, Kota Tanjung Pinang

Sumber: BPS Thaun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara

Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Jawa-Bali(Gambar 3.3). Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi secara umummengalami penurunan menurun dalam tiga tahun terkahir, namun di Provinsi DKI Jakarta dan DI. Yogyakarta cenderung meningkat.

Gambar 3-3:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010

di Wilayah Jawa-Bali

Kondisi disparitas PDRB perkapita setiap provinsi antara tahun 2005 dan 2010

(Tabel 3.3), jika diperbandingkan tingkat disparitas tahun 2010 antarprovinsi di lingkup pulau, disparitas tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Pada tahun 2010 tercatat PDRB perkapita tertinggi di Provinsi DKI Jakarta adalah di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan. Sementara di Jawa Timur PDRB perkapita tertinggi di Kota Kediri, Kota Surabaya, dan Kota Malang. Sementara disparitas terrendah di Provinsi Bali dan D.I Yogyakarta (Tabel 3.3).

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Bali

Page 37: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

17

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.3. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali

Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah

DKI Jakarta

2005 126,766 10,305 116,461 Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan

Jakarta Barat, Kep Seribu

2010** 251.814 54.563 197.251 Jakarta Pusat, Kep. Seribu, Jakarta Utara

Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan

Jawa Barat

2005 28,336 4,395 23,941 Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Cimahi

Majalengka, Tasikmalaya, Kuningan

2010** 37.077 7.636 29.440 Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung

Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur

Jawa Tengah

2005 26,275 2,717 23,558 Kudus, Kota Semarang, Cilacap

Kebumen, Tegal, Gerobogan

2010** 56.681 4.966 51.715 Cilacap, Kudus, Kota Semarang

Grobogan, Wonosobo, Blora

DI Yogyakarta

2005 15,495 5,55 9,945 Kota Yogyakarta, Kab. Sleman

Kulon Progo, Bantul

2010** 30.306 9.121 21.184 Kota Yogyakarta, Sleman

Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo

Jawa Timur

2005 121,228 3,245 117,983 Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang

Trenggalek, Pamekasan, Pacitan

2010** 213.205 6.177 207.028 Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang

Pamekasan, Pacitan, Sampang

Banten

2005 39,971 4,209 35,762 Kota Tanggerang, Banten

Lebak, Kab. Tangerang

2010** 59.557 6.456 53.101 Kota Cilegon, Kota Tangerang, Tangerang

Lebak, Pandeglang, Serang

B a l i

2005 17,981 5,852 12,129 Kab. Badung, Kota Denpasar

Bangli, Karang Asem

2010** 27.473 10.432 17.041 Badung, Klungkung, Denpasar

Karangasem, Bangli, Tabanan

Sumber: BPS Tahun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara

Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Kalimantan (Gambar 3.4). Perkembangan tingkat kesenjangan beberapa provinsi di Wilayah Kalimantan mengalami penurunan dalam tiga tahun terkahir, yakni di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat cenderung meningkat.

Page 38: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

18

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 3-4:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010

di Wilayah Kalimantan.

Perkembangan disparitas PDRB perkapita seluruh provinsi antara tahun 2005

dan 2010, menunjukan kecenderungan semakin melebar. Disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Provinsi dengan tingkat disparitas rendah adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di wilayah

Kalimantan

Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan

Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah

Kalimantan Barat 2005 13,752 3,532 10,22 Kota Pontianak, Kab. Pontianak, Kota

Singkawang

Sekadu, Melawi

2010** 22.543 5.359 17.185 Kota Pontianak, Kubu Raya, Ketapang

Melawai, Sekadau, Landak

Kalimantan Tengah 2005 19,809 6,417 13,392 Kab. Sukamara, Murung Raya,

Seruyan

Gunung Mas, Kapuas, Pulang

Pisau 2010** 23.298 10.806 12.492 Sukamara, Murung

Raya, Kotawaringin Timur

Pulang Pisang, Gunung Mas,

Kapuas Kalimantan Selatan 2005 19,662 4,187 15,475 Kota Baru, Tanah

Bambu, Balangan Hulu Sungai tengah, Hulu Sungai Utara

2010** 32.836 7.102 25.734 Kota Baru, Tabalong, Tanah Bumbu

Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai

Tengah, Banjar Baru Kalimantan Timur 2005 68,499 8,224 60,275 Kutai Timur, Kota

Bontang, Kab. Berau Nunukan, Penajam

Paser Utara

2010** 369.510 20.453 349.057 Kota Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai

Timur

Penajam Paser Utara, Bulungan,

Tana Tidung Sumber: BPS Thaun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Page 39: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

19

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Sulawesi (Gambar 3.5). Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi di Wilayah Sulawesi secara keseluruhan menurun dalam tiga tahun terkahir. Namun tingkat kesenjangan di Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada tahun 2010 dibandingkan kondisi tahun 2009.

Gambar 3-5:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010

di Wilayah Sulawesi.

Perkembangan disparitas PDRB perkapita seluruh provinsi di Wilayah Sulawesi

antara tahun 2005 dan 2010, rata-rata menunjukan kecenderungan semakin melebar, dimana selisis PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terrendah di seluruh provinsi rata-rata meningkat dibandingkan tahun 2005.Tingkat disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi. Sementara disparitas terrendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010

di Wilayah Sulawesi

Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan

Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah

Sulawesi Utara

2005 14,298 5,212 9,086 Kota Bitung, Kota Manado,

Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud,

Bolaang Mangondow

2010** 29.043 8.151 20.892 Kota Manado, Kota Boitung,

Minahasa Tenggara,

Bolaang Mangondow Selatan, Bolaang

Mangondow, Kepulauan Talaud

Sulawesi Tengah

2005 9,768 3,191 6,577 Kota Palu, Parigi Moutong

Buol, Banggai Kepulauan, Tojo Una una

2010** 18.133 8.601 9.533 Kota Palu, Morowali, Parigi

Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una, Buol

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)

Sulawesi Utara

Gorontalo

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Barat

Sulawesi Tenggara

Page 40: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

20

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan

Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah

Moutong

Sulawesi Selatan

2005 24,274 3,124 21,15 Luwu Timur, Kota Makasar,

Pangkajene

Tana Toraja, Gowa, Jeneponto

2010** 34.289 4.729 29.560 Luwu Timur, Kota Makasar,

Pangkejene Kepulauan

Kota Pare-Pare, Wajo, Jeneponto

Sulawesi Tenggara

2005 11,116 3,248 7,868 Kolaka, Kolaka Utara, Kota

Kendari

Wakatobi, Buton

2010** 19.935 7.535 12.400 Konewa Utara, Kolaka, Kendari

Buton, Bombana, Wakatobi

Gorontalo 2005 4,725 2,764 1,961 Pahuwato, Kota Gorontalo

Gorontalo, Bone Bolango

2010** 9.367 5.595 3.772 Pahuwoto, Kota Gorontalo, Bone

Bolango

Gorontalo Utara, Boalemo, Gorontalo

Sulawesi Barat

2005 6,149 3,779 2,37 Mamuju Utara, Mamasa

Polewali Mandar

2010** 12.351 8.467 3.883 Mamuju Utara, Mamuju, Majene

Polewali Mandar, Mamasa

Sumber: BPS Thaun 2010, Keterangan: **) angka sangat sementara

Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita provinsi-provinsi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Gambar 3.6). Jika diperbandingkan antarprovinsi, tingkat kesenjangan paling tinggi, yakni di Provinsi Papua. Pola kesenjangan di Provinsi Papua dalam lima tahun terkahir cenderung menurun. Sementara perkembangan kesenjangan provinsi lainya relatif tidak berubah dalam lima tahun terakhir.

Gambar 3-6:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010

di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Di wilayah Maluku, Nustra, dan Papua perkembangan disparitas PDRB

perkapita setiap provinsi antara tahun 2005 dan 2009 rata-rata menunjukan kecenderungan semakin melebar. Hal ini terlihat dari gap PDRB perkapita di seluruh

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

1 2 3 4 5 6

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Maluku

Maluku Utara

Papua

Papua Barat

Page 41: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

21

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

provinsi meningkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2005. Tingkat disparitas PDRB perkapita tertinggi terdapat di Provinsi Papua dan Provinsi Nusa Tenggara Barat, sementara disparitas terrendah di Provinsi Maluku dan Nusa Tenggaara Timur. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada (Tabel 3.6.)

Tabel 3.6. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Tahun 2005 dan 2010Menurut Provinsidi

Wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.

Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan

Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah

Nusa Tenggara Barat

2005 99,512 2,974 96,538 Sumbawa Barat, Mataram, Dompu

Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah

2010** 156.251 5.394 150.857 Sumbawa Barat, Kota Mataram, Dompu

Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Barat

Nusa Tenggara Timur

2005 9,623 1,968 7,655 Sumba Barat, Kota Kupang, Ngada

Lembata, Manggarai

2010** 13.927 3.229 10.697 Kota Kupang, Kupang, Ngada

Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Lembata

Maluku 2005 7,764 1,908 5,856 Kota Ambon, Maluku Tenggara Barat,

Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Seram

Bagian Timur

2010** 10.390 2.789 7.601 Kota Ambon, Maluku Barat Daya, Maluku

Tengah Barat

Seram Bagian Timur, Buru, Maluku Tengah

Maluku Utara

2005 6,635 2,226 4,409 Halmahera Tengah, Halmahera Timur,

Halmahera Barat, Kep Sula

2010** 31.570 3.624 27.947 Halmahera Tengah, Halmahera Timur,

Kota Ternate

Halmahera Barat, Pulau Morotai, Kepulauan Sula

Papua Barat

2005 11,759 4,48 4,227.94 Kaimana, Sorong, Fakfak, Teluk Bintuni

Sorong Selatan, Teluk Wondama

2010** 90.863 5.626 85.237 Teluk Bintuni, Sorong, Raja Ampat

Maybrat, Tambrauw, Sorong Selatan

Papua 2005 254141 935 253206 Mimika, Boven Digul, Kota Jayapura

Asmat, Pegunungan Bintan, Yahukimo

2010** 324.716 2.016 322.700 Mimika, Kota Jayapura, Boven

Digoel

Nduga, Lanny Jaya, Yahukimo

Sumber: BPS Thaun 2008 Keterangan: **) angka sangat sementara

3.1.2. Indeks Kesenjangan Regional

Pengukuran kesenjangan regional melalui pendekatan indeks akan digunakan berdasarkan analisis Theil indeks, dan CVw (CV Williamson). Indeks Theil dan L bisa didekomposisi, dimana ketimpangan total sama dengan penjumlahan dari ketimpangan ‘dalam’ grup dan ketimpangan ‘antar’ grup. Sementara yang terakhir, CVw digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.

Page 42: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

22

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.7 : Perkembangan Disparitas Menurut Theil Indeks Tahun 2005 - 2010.

Tipe Kesenjangan 2005 2006 2007 2008 2009* 2010**

T-within prov 0.191 0.189 0.186 0.179 0.182 0,197 T-between prov 0.206 0.206 0.207 0.216 0.218 0,208 Total 0.397 0.395 0.393 0.395 0.400 0,405 T-within prov (%) 48.10 47.80 47.44 45.39 45.54 48,55 T-between prov (%) 51.90 52.20 52.56 54.61 54.46 51,45

Sumber: BPS tahun 2011 Keterangan: * : angka Sementara; **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah diukur dengan Theil Indeks dari PDRB perkapita dalam kurun waktu 2005-2010, menunjukan tingkat ketimpangan antar wilayah di Indonesia semakin meningkat. Jika didekomposisi tingkat ketimpangan antar wilayah lebih besar di akibatkan oleh besarnya kontribusi dari ketimpangan antar provinsi (between provinces inequality) dibandingkan ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality), dimana pada tahun 2010 ketimpangan “antar” provinsi menyumbang sekitar 51,45 persen terhadap ketimpangan total, dan ketimpangan “dalam” provinsi menyumbang sekitar 48,55 persen.Sementara untuk ketimpangan dalam provinsi dari 2005-2008 cenderung meningkat, namun dalam tiga tahun terakhir ketimpangan dalam provinsi cenderung meningkat. Ketimpangan “dalam” provinsi berarti ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam masing-masing provinsi.

Tabel 3.8 :

Theil Indeks dari PDRB Perkapita (ADHB) Menuru Pulau Tahun 2005 dan 2010

Theil Indeks 2005 2010** T % T %

inequality antarkab/kota 0,246 50,05 0,196 45,64 inequality antarprovinsi 0,208 42,44 0,204 47,54 inequality antarwilayah 0,037 7,51 0,029 6,82 Total inequality 0,491 100,00 0,429 100,00 Sumber: BPS tahun 2011 diolah 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Jika diperbandingkan tingkat kesenjangan wilayah pulau antara tahun 2005 dan tahun 2010 (Tabel 3.9), menunjukan tingkat kesenjangan di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua cenderung menurun, namun untuk Kalimantan meningkat. Untuk kesenjangan nasional juga menunjukan adanya penurunan, dimana nilai CVw tahun 2010 sebesar 0,81 lebih rendah dibandingkan nilai CVw tahun 2005 (0,82). Tingkat kesenjangan antarpulau tahun 2010 paling tinggi yaitu di Wilayah Jawa-Bali dengan CVw sebesar 0,71, sebaliknya kondisi kesenjangan paling rendah di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan CVw sebesar 0,11.

Page 43: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

23

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.9: Kesenjangan Theil Indeks Menurut Pulau Tahun 2005 dan 2010.

Pulau 2005 2010**

T-Whitin T-Between T-Total T-Whitin T-Between T-Total

SUMATERA 0,131 0,030 0,161 0,137 0,032 0,169

JAWA-BALI 0,224 0,133 0,357 0,235 0,139 0,373

KALIMANTAN 0,438 0,044 0,482 0,355 0,032 0,386

SULAWESI 0,017 0,001 0,018 0,015 0,001 0,015

NUSTRA 0,029 0,000 0,029 0,048 0,001 0,049

MALUKU 0,005 0,000 0,005 0,000 0,000 0,000

PAPUA 0,030 0,001 0,030 0,001 0,000 0,001 Sumber: Diolah Bappenas, Data PDRB Kab/kota BPS Tahun 2010/2011 Keterangan: **: angka sangat sementara

Kondisi ketimpangan di Wilayah Sumatera antara 2005 dan 2010

kecenderungan meningkat (Tabel 3.10), tingkat ketimpangan di Wilayah Sumatera tahun 2010 lebih besar diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi (within (provinces inequality)dibandingkan ketimpangan antarprovinsi. Ketimpangan dalam provinsi menyumbang sekitar 81 persen, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sekitar 19 persen.

Tabel 3.10.

Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 -2010 di Wilayah Sumatera

Indeks 2005 2010** Theil-Whitin 0,131 0,137 Theil-Between 0,030 0,032 Theil-Total 0,161 0,169 Theil-Whitin (%) 81,60 81,00 Theil-Between (%) 18,40 19,00 Theil-Total (%) 100,00 100,00

Sumber: Data BPS tahun 2010, diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Tingkat ketimpangan provinsi di Wilayah Sumatera antar tahun 2005 dan 2010,

rata-rata diakibatkan tingginya tingkat ketimpangan dalam provinsi. Kondisi ketimpangan di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan Tingkat ketimpangan pada tahun 2010 cenderung menurun dibandingkan tahun 2005, sementara tingkat ketimpangan di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, dan Lampung cenderung meningka. Ketimpangan dalam provinsi tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Selatan.(Tabel 3.11).

Page 44: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

24

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.11:

CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera Provinsi WI intra prov 2005 2010

2005 2010** T-Whitin

T-Between

T-Total

T-Whitin T-Between

T-Total

Aceh 0.411 0,47 0,33 0,01 0,34 0,15 0,00 0,15 Sumatera Utara 0.445 0,49 0,11 0,01 0,12 0,12 0,01 0,13 Sumatera Barat 0.371 0,33 0,06 0,00 0,06 0,05 0,00 0,05 Riau 0.300 0,29 0,16 0,01 0,17 0,16 0,01 0,17 Kepulauan Riau 0.507 0,37 0,13 0,00 0,13 0,07 0,00 0,07 Jambi 0.259 0,26 0,07 0,00 0,07 0,10 0,00 0,10 Sumatera Selatan 0.384 0,41 0,20 0,01 0,21 0,17 0,01 0,18 Bangka Belitung 0.309 0,3 0,04 0,00 0,04 0,03 0,00 0,03 Bengkulu 0.399 0,38 0,08 0,00 0,08 0,08 0,00 0,08 Lampung 0.264 0,32 0,03 0,00 0,03 0,05 0,00 0,05

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2011 Keterangan: **: angka sangat sementara

Kondisi ketimpangan di Wilayah Jawa-Bali antara 2005 dan 2010 kecenderungan meningkat (Tabel 3.12), tingkat ketimpangan di Wilayah Jawa-Bali tahun 2010 lebih besar diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi(within (provinces inequality)dibandingkan ketimpanganantarprovinsi. Ketimpangan dalam provinsi menyumbang sebesar 62,88 persen, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sebesar 37,12 persen.

Tabel 3.12:

Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali

Indeks 2005 2010**

Theil-Whitin 0,224 0,235 Theil-Between 0,133 0,139 Theil-Total 0,357 0,373 Theil-Whitin (%) 62,72 62,88 Theil-Between (%) 37,28 37,12 Theil-Total (%) 100,00 100,00

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2011 Keterangan: **: angka sangat sementara

Tingkat ketimpangan provinsi di Jawa-Bali antar tahun 2005 dan 2010, ketimpangan dalam provinsi setiap provinsi rata-rata kecenderungan menurun, kecuali untuk DKI Jakarta dan DI Yogyakarta cenderung meningkat. Ketimpangan dalam provinsi tebesar adalah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. (Tabel 3.13).

Page 45: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

25

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.13:

CVw dan Theil indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Jawa-Bali

Provinsi WI intra prov 2005 2010**

2005 2010** T-Whitin T-Between T-Total

T-Whitin

T-Between

T-Total

DKI Jakarta 0.576 0,63 0,13 0,02 0,15 0,15 0,03 0,17

Jawa Barat 0.620 0,56 0,14 0,02 0,17 0,13 0,02 0,15

Banten 0.811 6,07 0,24 0,01 0,25 0,24 0,01 0,25

Jawa Tengah 0.757 0,71 0,34 0,03 0,37 0,33 0,03 0,35

DI Yogyakarta 0.425 0,49 0,08 0,00 0,08 0,09 0,00 0,09

Jawa Timur 1.245 1,19 0,40 0,06 0,45 0,38 0,06 0,43

Bali 0.392 0,34 0,07 0,00 0,07 0,05 0,00 0,05

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Kondisi ketimpangan di Wilayah Kalimantan antar tahun 2005 dan 2010 kecenderungan menurun. Ketimpangan wilayah di Kalimantan lebih diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antarprovinsi(between provinces inequality), dimana ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 menyumbang rata-rata 91,79 persen terhadap ketimpangan wilayah di Kalimantan, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sebesar 8,21 persen. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antarprovinsi dan ketimpangan dalam provinsi terbesar adalah Provinsi Kalimantan Timur.

Tabel 3.14: Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005-2010 di Kalimantan

Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,4382 0,3547 Theil-Between 0,0439 0,0317 Theil-Total 0,482 0,386 Theil-Whitin (%) 90,89 91,79 Theil-Between (%) 9,11 8,21 Theil-Total (%) 100,00 100,00

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi di Wilayah Kalimantan antara tahun 2005 dan 2010 menurut Indeks Willianson rata-rata menurun, kecuali Provinsi Kalimantan Timur meningkat. Perbandingan ketimpangan within provinces inequality di Wilayah Kalimantan, Kalimantan Timur memiliki tingkat ketimpangan dalam provinsi paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya (Tabel 3.15).

Page 46: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

26

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.15: CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010

di Wilayah Kalimantan Provinsi WI intra prov 2005 2010**

2005 2010** T-Whitin

T-Between

T-Total

T-Whitin

T-Between

T-Total

Kalimantan Barat 0.335 0,24 0,05 0,00 0,05 0,06 0,00 0,06 Kalimantan Tengah 0.262 0,17 0,03 0,00 0,04 0,01 0,00 0,01 Kalimantan Selatan 0.432 0,43 0,10 0,00 0,10 0,09 0,00 0,09 Kalimantan Timur 0.479 0,56 0,51 0,03 0,55 0,32 0,02 0,34

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Kondisi ketimpangan wilayah di Sulawesi antara tahun 2005-2010 cenderung semakin menurun. Ketimpangan wilayah di Sulawesi antara tahun 2005 – 2010, ketimpangan di wilayah Sulawesi lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Dimana ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 95,59 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Sulawesi. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Sulawesi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 3.16: Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010

di Wilayah Sulawesi

Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0173 0,0145 Theil-Between 0,0007 0,0007 Theil-Total 0,018 0,015 Theil-Whitin (%) 96,01 95,59 Theil-Between (%) 3,99 4,41 Theil-Total (%) 100,00 100,00 Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Sulawesi antara 2005 dan 2010 cenderung menurun.

Namun tingkat ketimpangan masing-masing provinsi within provinces inequality untuk semua provinsi di Wilayah Sulawesi cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010, kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Ketimpangan within provinces inequality provinsi Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan Provinsi lainnya.

Page 47: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

27

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.17:

CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi

Provinsi WI intra prov 2005 2010**

2005 2010** T-Whitin

T-Between

T-Total

T-Whitin

T-Between

T-Total

Sulawesi Utara 0.372 0,44 0,07 0,00 0,07 0,09 0,00 0,09 Gorontalo 0.232 0,19 0,03 0,00 0,03 0,02 0,00 0,02 Sulawesi Tengah 0.225 0,21 0,03 0,00 0,03 0,03 0,00 0,03 Sulawesi Selatan 0.621 0,38 0,16 0,00 0,16 0,13 0,00 0,13 Sulawesi Barat 0.160 0,13 0,01 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 Sulawesi Tenggara 0.390 0,34 0,07 0,00 0,08 0,06 0,00 0,06

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Nusa Tenggara antara dari tahun 2005 hingga 2010cenderung meningkat. Ketimpangan di wilayah Nusa Tenggara lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 98,52 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Nusa Tenggara. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Nusa Tenggara adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Tabel 3.18:

Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara

Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0287 0,0485 Theil-Between 0,0004 0,0007 Theil-Total 0,029 0,049 Theil-Whitin (%) 98,47 98,52 Theil-Between (%) 1,53 1,48 Theil-Total (%) 100,00 100,00

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan**: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Nusa Tenggara antara 2005 dan 2010 cenderung meningkat. Namun tingkat ketimpangan masing-masing provinsi within provinces inequality untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010.Ketimpangan within provinces inequality provinsi Nusa Tenggara Barat lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Page 48: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

28

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.19: CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010

di Wilayah Nusa Tenggara. Provinsi WI intra prov 2005 2010**

2005 2010** T-Whitin

T-Between

T-Total

T-Whitin

T-Between

T-Total

Nusa Tenggara Barat 2.303 2,17 0,76 0,01 0,77 0,73 0,01 0,73 Nusa Tenggara Timur 0.505 0,43 0,10 0,00 0,10 0,08 0,00 0,08

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Kepulauan Maluku antara dari tahun 2005 hingga

2010cenderung menurun. Ketimpangan di wilayah Kepulauan Maluku lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 99,74 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Maluku. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Kep. Maluku adalah Provinsi Maluku.

Tabel 3.20: Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku

Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0054 0,0003 Theil-Between 0,0000 0,0000 Theil-Total 0,005 0,000 Theil-Whitin (%) 99,72 99,74 Theil-Between (%) 0,28 0,26 Theil-Total (%) 100,00 100,00 Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolaha Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Kep. Maluku antara 2005 dan 2010 cenderung

menurun, hal yang sama ditunjukan dengan ketimpangan within provinces inequality di Provinsi Maluku dan Maluku Utara cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Ketimpangan within provinces inequality provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan Provinsi Maluku Utara.

Page 49: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

29

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3.21: CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Maluku

Provinsi WI intra prov 2005 2010** 2005 2010** T-

Whitin T-

Between T-

Total T-

Whitin T-

Between T-

Total Maluku 0.570 0,53 0,13 0,00 0,13 0,12 0,00 0,12 Maluku Utara 0.271 0,25 0,03 0,00 0,03 0,03 0,00 0,03

Sumber: Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Papua antara dari tahun 2005 hingga 2010cenderung menurun.Ketimpangan di wilayah Papua lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi dibandingkan ketimpangan antar provinsi, ketimpanganb dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 97,87 persen terhadap ketimpangan wilayah di Papua.Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Papua adalah Provinsi Papua.

Tabel 3.22: Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Papua

Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0295 0,0008 Theil-Between 0,0006 0,0000 Theil-Total 0,030 0,001 Theil-Whitin (%) 98,05 97,87 Theil-Between (%) 1,95 2,13 Theil-Total (%) 100,00 100,00

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Ketimpangan wilayah di Papua antara 2005 dan 2010 cenderung menurun, hal yang sama ditunjukan tingkat ketimpangan dalam provinsi di Papua dan Papua Barat cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010.Ketimpangan within provinces inequality provinsi Papua lebih tinggi dibandingkan Provinsi Papua Barat.

Tabel 3.23: CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Papua

Provinsi WI intra prov 2005 2010** 2005 2010** T-

Whitin T-

Between T-

Total T-

Whitin T-

Between T-

Total Papua 2.678 2,45 1,48282 0,02 1,51 1,32 0,02 1,35 Papua Barat 0.213 0,19 0,17449 0,00 0,18 0,33 0,00 0,34

Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara

Page 50: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

30

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

3.1.3. Indeks Kesenjangan Pendapatan

Tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di Indonesia dalam periode 2008-2012 kecenderungan kesenjangan tingkat pendapatan meningkat, hal ini ditunjukan dengan indeks Gini dari tahun 2008 hingga 2012 semakin meningkat. Pada tahun 2012 tercatat Indeks Gini sebesar 0,41 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sementara untuk perkembangan Indeks Gini masing-masing provinsi pada tahun 2008-2012, secara keseluruhan dapat dikategorikan rendah dan berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat, hal ini menunjukan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan di setiap provinsi rata-rata semakin tinggi. Di Wilayah Sumatera, tercatat lima provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau, sementara kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung kecenderungan semakin menurun. Wilayah Jawa-Bali, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Bali, sementara kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Banten kecenderungan semakin menurun. Wilayah Kalimantan, tercatat pada Provinsi Kalimantan Selatan memiliki Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, sementara untuk provinsi lainnya pada tahun 2012 berfluktuatif dan untuk Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sulawesi, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Sementara tingkat kesenjangan pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat cenderung menurun. Wilayah Nusa Tenggara-Maluku-Papua, tercatat tingkat kesenjangan pendapatan di provinsi Papua dan Papua Barat meningkat setiap tahunnya, namun sebaliknya perkembangan kesenjangan pendapatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung semakin menurun.

Jika diperbandingkan indeks Gini antarprovinsi dan nasional tahun 2012, tercatat bahwa Provinsi Papua Barat, Papua, Gorontalo, dan D.I. Yogyakarta, tingkat kesenjangan pendapatan pada provinsi tersebut lebih tinggi dibandinhgkan provinsi laiinya dan rata-rata berada di atas Indeks Gini Nasional.

Page 51: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

31

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 3-24:

Perkembangan Kesenjangan Pendapatan Provinsi (Gini Rasio)Tahun 2008-2012.

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 0.27 0.29 0.30 0.33 0.32 Sumatera Utara 0.31 0.32 0.35 0.35 0.33 Sumatera Barat 0.29 0.30 0.33 0.35 0.36 Riau 0.31 0.33 0.33 0.36 0.40 Jambi 0.28 0.27 0.30 0.34 0.34 Sumatera Selatan 0.30 0.30 0.34 0.34 0.40 Kepulauan Bangka Belitung 0.26 0.29 0.30 0.30 0.29 Kepulauan Riau 0.30 0.29 0.29 0.32 0.35 Bengkulu 0.33 0.30 0.37 0.36 0.35 Lampung 0.35 0.35 0.36 0.37 0.36 DKI Jakarta 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42 Jawa Barat 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41 Jawa Tengah 0.31 0.32 0.34 0.38 0.38 DI Yogyakarta 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43 Jawa Timur 0.33 0.33 0.34 0.37 0.36 Banten 0.34 0.37 0.42 0.40 0.39 Bali 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43 Kalimantan Barat 0.31 0.32 0.37 0.40 0.38 Kalimantan Tengah 0.29 0.29 0.30 0.34 0.33 Kalimantan Selatan 0.33 0.35 0.37 0.37 0.38 Kalimantan Timur 0.34 0.38 0.37 0.38 0.36 Sulawesi Utara 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43 Sulawesi Tengah 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40 Sulawesi Selatan 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41 Sulawesi Tenggara 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40 Gorontalo 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44 Sulawesi Barat 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31 Nusa Tenggara Barat 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35 Nusa Tenggara Timur 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36 Maluku 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38 Maluku Utara 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34 Papua Barat 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43 Papua 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44 Indonesia 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS

Page 52: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

32

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Page 53: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

BAB IV

KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH

Page 54: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 55: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

33

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BAB 4 KESENJANGAN INFRASTRUKTUR

ANTARWILAYAH

Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan. Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.

Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya akan memudahkan para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan interaksi dan komunikasi antardaerah dan dunia global.

Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/ Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan penentu factor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktiviyas suatu daerah.

Kinerja Indonesia dalam hal infrastruktur relatif rendah bila dibandingkan dengan Negara-negara tetangganya. The Global Copetitiveveness Report 2010-2011 (The World Economis Forum, 2010) menunjukkan bahwa kinerja infrastruktur Indonesia amat rendah. Dari 139 negara yang dikaji, Indonesua menempati peringkat 90 untuk aspek infrastruktur secara keseluruhan, sementara Malaysia dan Thailand masing-masingberada pada peringkat 27 dan 46. Dalam hal kualitas jalan, peringkat Indonesia adalah 84, jauh lebih rendah daripada Malaysia (peringkat 21) dan Thailand (36). Demikian juga halnya dengan kualitas listrik, Indonesia menempati peringkat 97, sementara Malaysia 40 dan Thailand 42.

Kesenjangan infrastruktur di Indonesia sangat nyata dihadapi antar Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarwilayah Pulau, serta antar provinsi. Kesenjangan infrastruktur tersebut diantaranya dapat ditunjukkan dari ketersediaan infrastruktur jalan, energy listrik dan telekomunikasi.

Page 56: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

34

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan. Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan antar KBI dan KTI dapat

ditunjukkan melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan pada setiap luas wilayah 1 Km2. Rasio kerapatan jalan di KBI mencapai 0,46 Km/Km2, sementara KTI 0,15 Km/Km2. Perbedaan yang cukup nyata dari kerapatan jalan di kedua kawasan tersebut, disebabkan panjang jalan di KBI meliputi 59 persen dari total panjang jalan di Indonesia, sementara luasan wilayahnya hanya meliputi 32 persen.

Tabel 4.1:

Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI, Tahun 2010

KAWASAN INDONESIA

Panjang Jalan Luas Wilayah Rasio Kerapatan

Jalan (Km/Km2)

(Km) % (Km) %

KBI 281.128 59 616.012 32 0,46 KTI 197.540 41 1.294.920 68 0,15 TOTAL 478.668 100 1.910.931 100 0,25

Sumber: Hasil Pengolahan data Bina Marga, Kementerian PU.

Kerapatan pada tingkat antarwilayah pulau, Jawa Bali memiliki karapatan tertinggi (0,89 Km/Km2), sementara terrendah di wilayah Papua yang hanya mencapai 0,06 Km/Km2. Kerapatan di wilayah KTI tertinggi berada di wilayah Sulawesi (0,43 Km/Km2, lebih tinggi dari kerapatan jalan di wilayah Sumatera yang berada di KBI.

Gambar 4.1:

Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010

Sumber: Hasil Pengolahan data Ditjen Bina Marga, Kementerian PU.

0.34

0.89

0.40

0.10

0.43

0.16 0.06

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

- 20,000 40,000 60,000 80,000

100,000 120,000 140,000 160,000 180,000

Km

Km/km2)

Panjang Jalan (Km)

Kerapatan Jalan (Km/Km2)

Page 57: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

35

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.1.1. Wilayah Sumatera

Kerapatan jalan di wilayah Sumatera sebesar 0,34 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,55 Km/Km², dan terrendah di provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,18 Km/Km².

Gambar 4.2: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan kerapatan tertinggi (43,18 unit/Km), dan berada di atas rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Bengkulu sebesar 10,58 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sumatera menunjukkan nilai rasio lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan kebutuhan penduduk terhadap infrastrukur jalan masih dibawah rata-rata nasional, khususnya di Provinsi Aceh dan Bengkulu.

Gambar 4.3:

Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

2079

5

3544

8

2076

3

2345

0

1037

2

1663

5

7811

1700

3

4526

4523

0.36

0.49 0.49

0.27 0.21 0.18

0.39 0.49

0.28

0.55

0.34 0.25

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

010,00020,00030,00040,000

Km

Km/Km2

Total Panjang Jalan(Km)

Kerapatan Jalan(Km/Km2)

11.

98

21.

75

16.

15

27.

68

35.

41

33.

81

10.

58

11.

05

43.

18

35.

49

22.

07

33.

42

4.63

2.73

4.28 4.23 3.35

2.23

4.55

2.23

3.70

2.69 3.19

2.01

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

Uni

t/Km

Km/1000 Orang

Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)

Page 58: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

36

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Utara yaitu meliputi panjang 556 Km (25,02% dari total panjang jalan), dengan komposisi 46,72 persen Rusak Ringan dan 53,28 persen Rusak Berat. Berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang 69,22 Km (20,73%), dengan komposisi sebesar 15,88 persen Rusak Ringan dan 84,12 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitungyaitu sepanjang 1,28 Km atau 0,25 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 85,94 persen Rusak Ringan dan 14,06 persen Rusak Berat.

Tabel 4.2: Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

PROVINSI Panjang

Jalan Nasional

(Km)

KUALITAS JALAN NASIONAL Panjang Jalan Mantap Panjang Jalan Tidak

Mantap Komposisi Jalan

Tidak Mantap (Km) % (Km) % % Rusak

Ringan % Rusak

Berat Aceh 1.803,36 1.667,56 92,47 135,80 7,53 33,63 66,37

Sumatera Utara 2.224,51 1.667,91 74,98 556,60 25,02 46,72 53,28

Sumatera Barat 1.212,88 1.103,21 90,96 109,67 9,04 76,46 23,55

Riau 1.082,12 954,77 88,23 127,35 11,77 62,39 37,61

Kepulauan Riau 333,99 264,77 79,27 69,22 20,73 15,88 84,12

Jambi 936,48 824,23 88,01 112,25 11,99 68,73 31,27

Bengkulu 782,87 728,67 93,08 54,20 6,92 55,61 44,39

Sumatera Selatan 1.418,38 1.400,49 98,74 17,89 1,26 85,69 14,31

Bangka Belitung 509,59 508,31 99,75 1,28 0,25 85,94 14,06

Lampung 1.159,57 1.017,22 87,72 142,35 12,28 70,64 29,36

SUMATERA 11.463,75 10.137,14 88,43 1.326,61 11,57 53,09 46,91

INDONESIA 38 .189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72 Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga

(Status 18 Agustus 2010) 4.1.2. Wilayah Jawa Bali

Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Jawa Bali sebesar 0,89 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 9,65 Km/Km², dan terrendah di provinsi Banten sebesar 0,67 Km/Km².

Page 59: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

37

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 4.4: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Jawa Bali

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk

setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kerapatan tertinggi (550,49 unit/Km), dan menduduki peringkat kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Banten sebesar 27,88 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali berada dibawah nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan dukungan infrastruktur jalan bagi mobilitas penduduk.

Gambar 4.5: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar

Proviinsi Di Wilayah Jawa Bali

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi

terdapat di Provinsi DI. Yogyakarta dan Banten masing-masing sebesar 25 persen dan 25,67 persen.Kondisi Jalan tidak mantap di DI. Yogyakarta sebesar 99,66 persen Rusak Ringan, sementara di Provinsi Banten sebesar 60,61 persen dan 39,38 persen rusak berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terrendah terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,59 persen, dengan komposisi 87,39 persen Rusak Ringan dan 12,61 persen Rusak Berat.

6409

2580

3

2920

3

4753

3985

4

6474

7306

9.65

0.73 0.89 1.52

0.83 0.67 1.26 0.89

0.25

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000Km

Km/Km2

Total Panjang Jalan (Km)

Kerapatan Jalan (Km/Km2) 4

6.34

31.

24

85.

68

37.

60

27.

88

106

.22

70.

94

33.

42 0.67 0.60

0.90 1.37

1.06 0.61

1.88

0.85

2.01

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

- 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00

Uni

t/Km

Km/1000 Orang

Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)

Page 60: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

38

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.3:

Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

PROVINSI Panjang Jalan

Nasional (Km)

KUALITAS JALAN Panjang Jalan

Mantap Panjang Jalan Tidak Mantap

Komposisi Jalan Tidak Mantap

(Km) % (Km) % % Rusak Ringan

% Rusak Berat

DKI Jakarta**) 142,65 138,44 97,05 4,21 2,95 97,62 2,38 Banten 476,49 354,16 74,33 122,33 25,67 60,61 39,39 Jawa Barat 1.341,05 1.226,60 91,47 114,45 8,53 85,59 14,41 Jawa Tengah 1.390,58 1.334,76 95,99 55,82 4,01 95,16 4,84 D.I. Yogyakarta 223,16 165,14 74,00 58,02 26,00 99,66 0,34 Jawa Timur 1.995,30 1.963,58 98,41 31,72 1,59 87,39 12,61 Bali 535,18 502,49 93,89 32,69 6,11 48,73 51,27 JAWA + BALI 6.104,41 5.685,17 93,13 419,24 6,87 78,90 21,10 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72

MonitoringData IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan

kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Nusa Tenggara sebesar 0,40 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan di Provinsi NTT dan NTB sebesar 0,40 Km/Km².

Gambar 4.6: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah

Nusa Tenggara

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi NTB menunjukkan kerapatan lebih tinggi disbanding NTT, namun masih berada di bawah rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), Provinsi NTB menunjukkan dukungan infrastruktur jalan untuk kebutuhan mobilitas penduduk lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTT.

7,43

4

19,6

40

0.40 0.40 0.40

0.25

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

0

10000

20000

30000

NusaTenggara

Barat

NusaTenggara

Timur

NUSATENGGARA

NASIONAL

Km Km/Km2

Total Panjang Jalan (Km)Kerapatan Jalan (Km/Km2)

Page 61: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

39

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 4.7: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar

Proviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi

terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 16,26 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 38,31 persen Rusak Ringan dan 61,69 persen Rusak Berat.Sementara panjang jalan tidak mantap sebagian besar berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sepanjang 150,57 Km dengan komposisi 79,83 persen rusak ringan dan 20,17 persen rusak berat.

Tabel4.4: Kondisi JalanNasionalTidakMantapantarprovinsi,Tahun 2010

Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness TahunAnggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

31.

90

12.

24

17.

64

33.

42

1.65

4.19

2.95

2.01

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

NusaTenggara

Barat

NusaTenggara

Timur

NUSATENGGARA

NASIONAL

Uni

t/Km

Km/1000 Orang

Rasio Jumlah Kendaraan Roda4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)

PROVINSI PanjangJalanNasional (Km)

KUALITAS JALAN

PanjangJalanMantap PanjangJalanTidakMantap KomposisiJalanTidakMantap

(Km) % (Km) % % RusakRingan

% RusakBerat

Nusa Tenggara Barat

623,90 522,44 83,74 101,46 16,26 38,31 61,69

Nusa Tenggara Timur

1.406,68 1.256,11 89,30 150,57 10,70 79,83 20,17

NUSA TENGGARA

2.030,58 1.778,55 87,59 252,03 12,41 63,12 36,88

INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72

Page 62: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

40

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.1.4. Wilayah Kalimantan Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan

kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Kalimantan sebesar 0,10 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,28 Km/Km², dan terrendah di provinsi Kalimantan Timur sebesar 0,06 Km/Km².

Gambar 4.8: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi

Di Wilayah Kalimantan

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan kerapatan tertinggi (43,32 unit/Km), lebih tinggi dari kerapatan nasional (33,42 unit/Km). Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 22,48 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Kalimantan berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan dukungan infrastruktur jalan terhadapkebutuhan mobilitas penduduk lebih rendah dibanding nasional, hal ini dapat disebabkan adanya dukungan jalur transportasi sungai, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

1500

7

1434

4

1094

3

1249

9

0.10 0.09

0.28

0.06 0.10

0.25

- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

0

5000

10000

15000

20000

Km Km/Km2

Total Panjang Jalan (Km)Kerapatan Jalan (Km/Km2)

Page 63: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Sum

ProvjalanBersepadan tereperspers

Sum

Unit/Km

KalimanKalimanKalimanKalimanKALIMINDONE

Rasio Jumla

mber: Hasil Pen

Kualita

vinsi Kalimn), dengan ikutnya di anjang 573,

91,56 perendah terdapsen dari totasen Rusak B

Ko

mber: MonitoDirektor

 ‐

 20.00

 40.00

 60.00

 80.00

 100.00

Unit/Km

PROVINSI

ntan Barat ntan Tengah ntan Timur ntan Selatan

MANTAN ESIA

ah Kendaraan

ngolahan Data

as jalan NasmantanBarat

komposisiProvinsi

,97 Km (34rsen Rusakpat di Provial panjang jBerat.

ondisi Jalan

oring Data IRratJenderalB

31.15 

22.48 

9.40 

6.86 

Panjang JNasiona

(Km)

1.661.662.11 866.31

38.18

AN

n Roda-4 PeProviinsi

a BPS, 2012.

sional antartyaitu melipi 66,6 persKalimantan

4,43%), denk Berat. Seinsi Kalimaalan, denga

nNasionalTi

RMS BerdasBinaMarga (S

36.90 

43.32 

3.02  3.52 

alan al P

(K

66,43 1.066,95 1.08,17 1.7

66,08 7,63 4.7

89,43 31.5

 NALISIS KE

Gambar 4.er Km, dan P

Di Wilayah

rprovinsi, japuti panjangen Rusak R

n Tengah ngan kompoementara k

antan Selataan komposis

Tabel 4.5dakMantap

sarkan Rough(Status 18 Ag

32.87 

33.42 

3.83 

2.01 

Panjang JalaMantap

Km)

054,36 092,98 782,09 840,52 769,95 522,09

ESENJANG

.9: anjang JalanKalimantan

alan Tidak Mg 612,07 KmRingan dandengan pa

osisi sebesakondisi jalaan, yaitu sepsi 88,81 per

: p Antarprov

hness Tahungustus 2010)

 ‐

 2.00

 4.00

 6.00

 8.00

 10.00 Km

KUALIan P

T

% (K

3,27 61 5,57 57

84,13 3397,05 275,50 1.5482,54 6.66

GAN ANTAR

n Per 1000 Pe

Mantap tertm (36,73% dn 33,4 persnjang jalan

ar 8,44 persean Nasionapanjang 25,rsen Rusak R

insi,Tahun 2

Anggaran 2

m/1000 Orang

Rasio JumRoda 4 deJalan (Uni

Rasio  PanJumlah PeOrang)

ITAS JALANanjang Jalaidak Manta

Km) %

12,07 3673,97 3436,08 1525,56 247,68 2467,34 17

RWILAYAH

enduduk Ant

tinggi terdadari total pasen Rusak n Tidak Men Rusak R

al Tidak M,56 Km atauRingan dan

2010

2010.

g

mlah Kendaraaengan Panjangit/Km)

njang jalan deenduduk (Km/

N an ap

KoJala

M% %

RusaRinga

6,73 66,64,43 8,45,87 75,82,95 88,84,50 47,47,46 48,2

41

H 2012

tar

apat di anjang Berat.

Mantap Ringan Mantap u 2,95

n 11,19

ang

ngan/1000

omposisi an Tidak

Mantap

ak an

% Rusak Berat

60 33,40 44 91,56 87 24,13 81 11,19 41 52,59 28 51,72

Page 64: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

42

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.1.5. Wilayah Sulawesi

Kerapatan jalan di wilayah Sulawesi sebesar 0,43 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,70 Km/Km², dan terrendah di provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,28 Km/Km².

Gambar 4.10: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sulawesi

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Gorontalo menunjukkan kerapatan tertinggi (32,54 unit/Km), dan menduduki peringkat kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 7,94 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sulawesi berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

Gambar 4.11: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar

Proviinsi Di Wilayah Sulawesi

Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU

7195

1832

9

3268

1

1083

1

4464

7423

0.52

0.30

0.70

0.28 0.40 0.44 0.43

0.25

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80

05000

100001500020000250003000035000

Km Km/Km2

Total Panjang Jalan (Km)

Kerapatan Jalan (Km/Km2)

29.

53

16.

56

18.

78

14.

47

32.

54

7.9

4

18.

42 3

3.42

10.69 8.68

4.07 4.85 4.29 6.41

4.66 2.01

- 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

- 20.00 40.00 60.00 80.00

100.00

Uni

t/Km

Km/1000 Orang

Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan PanjangJalan (Unit/Km)

Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)

Page 65: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

ProvjalanBer390persdi Pjalan

PRO

Sulawesi

Gorontal

Sulawesi

Sulawesi

Sulawesi

Sulawesi

SULAW

INDONE

Sumb

4.1

keratertiprovKmKerKm

Kualita

vinsi Sulawn), dengan ikutnya di P

0,21 Km (36sen Rusak BProvinsi Gon, dengan k

Ko

OVINSI

i Utara

lo

i Tengah

i Barat

i Selatan

i Tenggara

WESI

ESIA

ber : Monitor BinaMa

.6. Wil

Kerapatapatan jalaninggi terdapvinsi Maluk

m/Km², lebihrapatan jalan

m/Km², dan t

as jalan NaswesiBaratya

komposisi Provinsi Su6,58%), denBerat. Semeorontalo yaikomposisi 6

ondisi Jalan

PanjanJalan

Nasion(Km)

2.160,

571,

1.718,

1.397,

1.066,

511,

7.426,

38.189,

ring Data IRMarga (Status 18

ayah Mal

tan jalan dn tingkat napat di Provku sebesar 0h rendah dn antarprovterrendah di

AN

sional antaraitu meliput

43,43 persulawesi Selangan kompoentara konditu sepanjan0,68 persen

nNasionalTi

ng n al

PanjM

(Km

,97 1.913

,99 547

,34 1.487

,00 876

,65 676

,89 478

,84 5.981

,43 31.522

MS Berdasark8 Agustus 201

luku dan

di wilayah Masional sebevinsi Maluk0,15 Km/Km

dari kerapatvinsi, tertingi provinsi P

 NALISIS KE

rprovinsi, jati panjang 5sen Rusak Ratan denganosisi sebesardisi jalan Nang 24,39 Kn Rusak Rin

Tabel 4.6dakMantap

jang Jalan Mantap

m) %

3,82 88,5

7,60 95,74

7,84 86,5

6,86 62,7

6,44 63,42

8,89 93,5

1,45 80,54

2,09 82,54

kan Roughness10)

Papua

Maluku sebesar 0,25 K

ku Utara sem². Kerapattan jalan tiggi terdapatapua sebesa

ESENJANG

alan Tidak M520,14 Km Ringan dan

n panjang jar 13,86 persasional Tida

Km atau 4,2ngan dan 39

: p Antarprov

KUALIT

PanjaTidak

(Km)

6 247,15

4 24,39

9 230,50

7 520,14

2 390,21

5 33,00

4 1.445,39

4 6.667,34

s Tahun Angg

besar 0,16 Km/Km². Keebesar 0,18tan jalan di ngkat nasiot di Provinsar 0,05 Km/

GAN ANTAR

Mantap tert(37,23% d

n 56,57 perslan Tidak Msen Rusak Rak Mantap 26 persen d,32 persen R

insi,Tahun 2

TAS JALAN

ang Jalan k Mantap

%

5 11,44

9 4,26

0 13,41

4 37,23

1 36,58

0 6,45

9 19,46

4 17,46

aran 2010. D

Km/Km², lerapatan jal Km/Km², wilayah Pa

onal sebesasi Papua Ba/Km².

RWILAYAH

tinggi terdadari total parsen Rusak Mantap sepaRingan danterendah te

dari total paRusak Bera

2010

N

KompoTidak

% RusakRi

ngan 4 47,05

6 60,68

1 61,28

3 43,43

8 13,86

5 48,48

6 39,32

6 48,28

Direktorat Jend

lebih rendalan antarprodan terrend

apua sebesaar 0,25 Kmarat sebesa

43

H 2012

apat di anjang Berat.

anjang 86,14

erdapat anjang at.

osisi Jalan Mantap

% RusakB

erat 52,95

39,32

38,72

56,57

86,14

51,52

60,68

51,72

deral

ah dari ovinsi, dah di ar 0,06

m/Km². ar 0,08

Page 66: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

44

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 4.12: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Maluku

dan Papua

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, setiap provinsi di wilayah Maluku dan Papua masih lebih rendah dibanding dengan kerapatan kendaraan rata-rata secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,72 unit/Km. Hal ini disebabkan kondisi geografis wilayah merupakan kepulauan dan tingginya mobilitas penduduk yang menggunakan sarana transportasi laut. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Maluku dan Papua berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Papua Barat..

Gambar 4.13: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar

Proviinsi Di Wilayah Maluku dan Papua

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

7216

5698

7301

1653

5

0.15 0.18

0.08 0.05

0.16

0.06

0.25

- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

0

5000

10000

15000

20000

Km Km/Km2

Total Panjang Jalan (Km)

Kerapatan Jalan (Km/Km2)

8.4

1

0.7

2

1.4

8

9.6

7

5.0

2

7.1

6

33.

42

4.71 5.49

9.60

5.84 5.02

6.63

2.01

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

Uni

t/Km

Km/1000 Orang

Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan PanjangJalan (Unit/Km)

Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)

Page 67: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

45

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di

Provinsi Malukuyaitu meliputi panjang 220,63 Km (16,72% dari total panjang jalan), dengan komposisi 74,60 persen Rusak Ringan dan 25,40 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap di Provinsi Maluku Utara adalah sepanjang 61,59 Km atau 10,15 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 51,42 persen Rusak Ringan dan 48,58 persen Rusak Berat.

Tabel4.7:

Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Provinsi Papuayaitu meliputi panjang 965,49 Km (49,33% dari total panjang jalan), dengan komposisi 47,57 persen Rusak Ringan dan 52,43 persen Rusak Berat.Sementara di Provinsi Papua Baratmemiliki panjang jalan Tidak Mantap sepanjang 428,68 Km (44,50%), dengan komposisi sebesar 15,64 persen Rusak Ringan dan 84,37 persen Rusak Berat.

Tabel4.8: Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

PROVINSI Panjang Jalan

Nasional (Km)

KUALITAS JALAN Panjang Jalan

Mantap Panjang Jalan Tidak Mantap

Komposisi Jalan Tidak Mantap

(Km) % (Km) % % Rusak Ringan

% Rusak Berat

Maluku 1.319,23 1.098,60 83,28 220,63 16,72 74,60 25,40 Maluku Utara 606,69 545,10 89,85 61,59 10,15 51,42 48,58 MALUKU 1.925,92 1.643,70 85,35 282,22 14,65 69,54 30,46 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72

PROVINSI Panjang Jalan

Nasional (Km)

KUALITAS JALAN

Panjang Jalan Mantap

Panjang Jalan Tidak Mantap

Komposisi Jalan Tidak Mantap

(Km) % (Km) % % Rusak Ringan

% Rusak Berat

Papua 1.957,07 991,58 50,67 965,49 49,33 47,57 52,43 Papua Barat 963,23 534,55 55,50 428,68 44,50 15,64 84,37 PAPUA 2.920,30 1.526,13 52,26 1.394,17 47,74 37,75 62,25 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72

Page 68: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

46

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik

Kesenjangan ketersediaan infrastruktur energy listrik antar KBI dan KTI dapat ditunjukkan melalui indikator Total KWh Jual, Rasio Elektrifikasi, dan KWh Jual Perkapita. Di wilayah KBI memiliki jumlah KWh jual mencapai 143.832.982 KWh (91%) atau sebesar 742,7 KWh/kapita. Sementara di wilayah KTI hanya mencapai 14.159.164 KWh (9%) atau sebesar 298,3 KWh/kapita. Sementara berdasarkan rasio eleltrifikasi. wilayah KBI sudah mencapai 74 persen, sementara KTI baru mencapai 58,1 persen.

Tabel 4.9: Perbandingan Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Antar Wilayah Di Indonesia,

Tahun 2011 WILAYAH Jumlah Pelanggan kWh Jual Rasio

Elektrifikasi (%)

kWh jual/kapita

RT % kWh % Sumatera 8.407.689 19,7 23.015.992 14,6 68,6 446,3 Jawa Bali 28.066.341 65,9 120.816.990 76,5 75,8 850,3 Nusa Tenggara 912.186 2,1 1.324.083 0,8 41,5 141,8 Kalimantan 2.113.628 5,0 5.828.978 3,7 64,8 414,3 Sulawesi 2.510.172 5,9 5.636.868 3,6 65,6 319,8 Maluku 329.053 0,8 541.344 0,3 58,4 205,0 Papua 238.473 0,6 827.892 0,5 36,8 218,5 KBI 36.474.030 85,7 143.832.982 91,0 74,0 742,7 KTI 6.103.512 14,3 14.159.164 9,0 58,1 298,3 INDONESIA 42.577.542 100,0 157.992.146 100,0 71,2 655,2 Sumber: Hasil Pengolahan Data PLN 2011

4.2.1. Wilayah Sumatera

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 58 persen (wilayah Bangka Belitung), sedangkan terrendah sebesar 10 persen (wilayah Sumatera Utara dan PT. PLN Batam). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Aceh sebesar 87,76 persen, dan terrendah di wilayah Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu sebesar 56,68 persen, sementara terrendah menurut provinsi adalah di Provinsi Jambu sebesar 32,74 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi terjadi di Pprovinsi Kepulauan Riau sebesar 24,47 persen, dan terrendah di PT. PLN Batam sebesar -9,62 persen.

Page 69: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

47

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.10: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik

Perkapita di Wilayah Sumatera. Satuan PLN/Provinsi

Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita

2009 2011 Laju (%)

2009 2011 ∆ (11-09)

2009 2011 ∆ (11-09)

Wilayah Aceh 853.659 951.165 11 87,76 87,21 -0,55 292,53 343,54 51,01

Wilayah Sumatera Utara 2.290.474

2.511.003 10 76,81 80,11 3,3 460,2 548,84 88,64

Wilayah Sumatera Barat 775.637 860.130 11 67,21 76,21 9 415,6 489,82 74,22

Wilayah Riau 575.003 778.161 35 40,59 57,39 16,8 361,47 436,38 74,91

- Riau 479.841 655.068 37 38,88 54,8 15,92 336,58 411,42 74,84

- Kepulauan Riau 95.162 123.093 29 52,17 76,64 24,47 541,41 620,1 78,69

Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu

1.369.350

1.726.583 26 49,13 56,68 7,55 310,23 360,67 50,44

- Sumatera Selatan 947.325 1.197.649 26 56,11 65,18 9,07 367,57 390,19 22,62

- Jambi 206.414 258.184 25 29,9 32,74 2,84 209,9 332,55 122,65

- Bengkulu 215.611 270.750 26 52,74 64,48 11,74 232,39 283,41 51,02

Wilayah Bangka Belitung 127.830 202.340 58 45,56 66,18 20,62 350,36 424,33 73,97

Wilayah Lampung 877.400 1.182.013 35 47,75 61,88 14,13 270,16 315,38 45,22

PT PLN Batam 178.888 196.294 10 78,76 69,14 -9,62 1.659,21 1.534,30 -124,91

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.2. Wilayah Jawa Bali

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 16 persen (Provinsi Baten), sedangkan terrendah sebesar 7 persen (Provinsi DI. Yogyakarta). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 103,52 persen, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar 55,27 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 13,09 persen, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar -13,89 persen.

Page 70: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

48

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.11:

Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali.

Satuan PLN/Provinsi

Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 ∆ (11-

09) 2009 2011 ∆ (11-

09)

Dist. Jawa Timur 64,73 73,66 8,93 564,77 637,28 72,51

Dist. Jawa Tengah dan Yogyakarta

69,92 78,75 8,83 414,78 478,44 63,66

- Jawa Tengah 69,85 78,91 9,06 407,59 472,29 64,7

- D.I. Yogyakarta 70,54 77,43 6,89 482,27 535,52 53,25

Dist. Jawa Barat dan Banten 66,85 68,73 1,88 755,42 826,26 70,84

- Jawa Barat 66,63 70,47 3,84 683,82 776,9 93,08

- Banten 69,16 55,27 -13,89 1.326,02 1.176,07 -149,95

Dist. Jakarta Raya dan Tangerang

90,43 103,52 13,09 2.102,29 2.419,10 316,81

J a w a 69,48 76,02 6,54 755,21 851,38 96,17

Distribusi Bali 72,77 68,63 -4,14 785,31 811,12 25,81

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 2.419,10 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi DI. Yogyakarta sebesar 535,52 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 316,81 kWh/kapita dan terrendah di Provinsi Banten yang berkurang sebesar 149,95 kWh/kapita.

4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 69 persen di NTB dan 53 persen di NTT. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di wilayah NTB sebesar 47,2 persen, dan di wilayah NTT sebesar 34,52 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah NTB sebesar 17,92 persen, dan terrendah di wilayah NTT sebesar 11,71 persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah NTB sebesar 184,17 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah NTT sebesar 101,63 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah NTB sebesar 28,8 kWh/kapita dan terrendah di wilayah NTT sebesar 18,79 kWh/kapita.

Page 71: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

49

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.12:

Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.

Satuan PLN/Provinsi

Pelanggan Rumah Tangga (RT)

Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita

2009 2011 Laju (%)

2009 2011 ∆ (11-09)

2009 2011 ∆ (11-09)

Wilayah Nusa Tenggara Barat

336.805 569.042 69 29,28 47,2 17,92 155,37 184,17 28,8

Wilayah Nusa Tenggara Timur

224.869 343.144 53 22,81 34,52 11,71 82,84 101,63 18,79

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.4. Wilayah Kalimantan

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 38 persen di PT.PLN Tarakan, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 17 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 73,95 persen, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 52,97 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Kalimantan Barat sebesar 14,54 persen, dan terrendah di wilayah Kalimantan Timur sebesar 4,46 persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah PT.PLN Tarakan sebesar 601,28 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 288,91 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Kalimantan Barat sebesar 56,37 kWh/kapita dan terrendah di wilayah PT.PLN Tarakan sebesar 16,87 kWh/kapita.

Tabel 4.13:

Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan.

Satuan PLN/Provinsi

Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 Laju

(%) 2009 2011 ∆

(11-09) 2009 2011 ∆

(11-09)

Wilayah Kalimantan Barat 486.764 589.263 21 50,32 64,86 14,54 267,56 323,93 56,37 Wilayah Kalsel dan Kalteng 832.531 997.163 20 57,89 66,4 8,51 316,89 356,09 39,2 - Kalimantan Selatan 609.802 711.010 17 66,06 73,95 7,89 357,6 397 39,4 - Kalimantan Tengah 222.729 286.153 28 43,25 52,97 9,72 248,66 288,91 40,25 Wilayah Kalimantan Timur 408.307 494.266 21 57,02 61,48 4,46 579,12 601,28 22,16 PT PLN Tarakan 23.905 32.936 38 57,3 67,14 9,84 857,95 874,82 16,87

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

Page 72: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

50

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.2.5. Wilayah Sulawesi

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 30 persen di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 14 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 77,99 persen, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 33,56 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Gorontalo sebesar 27,29 persen, dan terrendah di wilayah Sulawesi Barat sebesar -2,43 persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 429,59 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 127,4 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 69,25 kWh/kapita dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 23,55 kWh/kapita.

Tabel 4.14: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik

Perkapita di Wilayah Sulawesi.

Satuan PLN/Provinsi

Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 Laju

(%) 2009 2011 ∆

(11-09) 2009 2011 ∆

(11-09)

Wilayah Sulut, Sulteng dan Gorontalo

735.828 879.626 20 51,43 69,66 18,23 249,45 297,45 48

- Sulawesi Utara 361.559 424.321 17 61,22 77,99 16,77 360,34 429,59 69,25 - Gorontalo 100.356 119.934 20 40,09 67,38 27,29 191,7 222,53 30,83 - Sulawesi Tengah 273.913 335.371 22 46,45 62,03 15,58 172,7 214,07 41,37 Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar

1.401.300 1.630.546 16 55,88 63,59 7,71 286,01 331,41 45,4

- Sulawesi Selatan 1.131.868 1.289.257 14 62,97 71,97 9 342,69 400,02 57,33 - Sulawesi Tenggara 183.727 238.932 30 38,91 51,08 12,17 164,47 193,55 29,08 - Sulawesi Barat 85.705 102.357 19 35,99 33,56 -2,43 103,85 127,4 23,55

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 18 persen di Maluku dan 14 persen di Maluku Utara. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Maluku sebesar 61,8 persen, dan di Maluku Utara sebesar 53,48 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 7,03 persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Maluku sebesar 213.49 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah Maluku Utara sebesar 192,43 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 32,74 kWh/kapita.

Page 73: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

51

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.15:

Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua.

Satuan PLN/Provinsi

Pelanggan Rumah Tangga (RT)

Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita

2009 2011 Laju (%)

2009 2011 ∆ (11-09)

2009 2011 ∆ (11-09)

Wilayah Maluku dan Maluku Utara

279.407 329.053 18 56,29 58,45 2,16 182,74 205 22,26

- Maluku 182.849 207.846 14 63,37 61,8 -1,57 199,52 213,49 13,97 - Maluku Utara 96.558 121.207 26 46,45 53,48 7,03 159,69 192,43 32,74 Wilayah Papua 187.598 238.473 27 27,9 36,79 8,89 232,79 218,47 -14,32 - Papua 148.631 30,79 174,25

- Papua Barat 89.842 54,29 386,54

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di wilayah Papua selama periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 27 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Papua Barat sebesar 54,29 persen, dan di Provinsi Papua sebesar 30,79 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi di wilayah Papua dalam periode 2009-2011, meningkat sebesar 8,89 persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Papua Barat sebesar 386,54 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah Papua sebesar 174,25 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011 di wilayah Papua, menurun sebesar 14,32 kWh/kapita.

4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi

Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung interaksi sosial dan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan perkembangan teknologi, disamping penggunaan Telpon Kabel juga telah marak digunakan Telepon Seluler hingga sampai di perdesaan. Namun demikian, distribusi infrastruktur telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang belum memperoleh pelayanan Telpon Kabel, atau belum mampu menjangkau sinyal telepon seluler. Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Manara Telepon Seluler di sekitar wilayah tersebut.

Kesenjangan dalam penggunaan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi antar KBI dan KTI dapat dilihat dari indikator jumlah desa/kelurahan yang terjangkau pelayanan telpon kabel, dan penerimaan sinyal telepon genggam atau Hand Phone (HP). Pada tahun 2010, Persentase desa/kelurahan yang ada di wilayah KBI telah mencapai 35 persen, sementara di wilayah KTI baru mencapai 13 persen. Sementara untuk penerimaan sinyal kuat, wilayah KBI telah mencapai 78,5 persen dari total desa, sementara di KTI baru mencapai 49 persen.

Page 74: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

52

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.16: Perbandingan Penggunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, tahun 2010

WILAYAH Ada Pelanggan Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat

∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Sumatera 3884 16,0 6197 25,6 17091 70,6 Jawa Bali 13901 53,6 3512 13,5 22291 85,9 Nusa Tenggara 531 13,1 1340 33,1 2382 58,8 Kalimantan 881 12,7 2170 31,2 3896 56,0 Sulawesi 1966 19,7 2938 29,4 5879 58,9 Maluku 177 8,4 567 27,0 793 37,7 Papua 148 2,8 548 10,2 1006 18,8 KBI 17785 35,5 9709 19,4 39382 78,5 KTI 3703 13,0 7563 26,6 13956 49,0 INDONESIA 21488 27,3 17272 22,0 53338 67,9

Sumber Podes, 2011 (BPS)

4.3.1. Wilayah Sumatera

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi di wilayah Sumatera, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.026 desa (17,7%), sementara berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 37,9 persen. Berdasarkan desa/kelurahan di wilayah Sumatera yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen, namun diantaranya terdapat 25,6 persen yang menerima sinyal lemah.

Tabel 4.17: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan

Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sumatera

PROVINSI Ada Pelanggan

Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Aceh 714 11,0 1486 22,9 4803 74,1 6289 97,0 Sumatera Utara 1026 17,7 1520 26,2 3891 67,1 5411 93,3 Sumatera Barat 391 37,9 236 22,8 751 72,7 1014 98,2 Riau 210 12,7 430 26,0 1172 70,8 1602 96,8 Jambi 180 13,1 397 28,9 918 66,9 1315 95,8 Sumatera Selatan 480 15,1 994 31,2 2119 66,5 3113 97,7 Bengkulu 215 14,2 376 24,9 1097 72,7 1473 97,6 Lampung 469 19,0 645 26,2 1762 71,5 2407 97,7 Kep. Bangka Belitung 99 27,4 41 11,4 318 88,1 359 99,4 Kepulauan Riau 100 28,3 72 20,4 260 73,7 332 94,1 SUMATERA 3.884 16,0 6.197 25,6 17.091 70,6 23.315 96,3

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

Page 75: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

53

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.3.2. Wilayah Jawa-Bali

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi di wilayah Jawa Bali, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur sebanyak 5.605 desa (65,9%), sementara berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 97,8 persen. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai hamper 100 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat 13,2 persen yang masih menerima sinyal lemah.

Tabel 4.18: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan

Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Jawa Bali.

PROVINSI Ada Pelanggan Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP

Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa %

D.K.I. Jakarta 261 97,8 - 267 100,0 267 100,0

Jawa Barat 3434 58,2 579 9,8 5282 89,4 5861 99,3

Jawa Tengah 3364 39,2 1193 13,9 7356 85,8 8549 99,7

D.I. Yogyakarta 229 52,3 39 8,9 398 90,9 437 99,8

Jawa Timur 5605 65,9 1406 16,5 7041 82,8 8447 99,4

Banten 577 37,6 244 15,9 1285 83,7 1529 99,6

Bali 431 60,2 51 7,1 662 92,5 713 99,6

JAWA-BALI 13.901 53,6 3.512 13,5 22.291 85,9 25.803 99,5

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di NTB sebanyak 283 desa/kelurahan (26,1%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat (1.340 desa/kelurahan) atau 33,1 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah NTT yang mencapai 41,3 persen.

Page 76: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

54

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.19:

Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Nusa Tenggara.

PROVINSI Ada Pelanggan

Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP Jumlah Desa/kel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa

% ∑ Desa

% ∑ Desa

% ∑ Desa

%

Nusa Tenggara Barat 283 26,1 115 10,6 926 85,4 1041 96,0 1084 Nusa Tenggara Timur 248 8,4 1225 41,3 1456 49,1 2681 90,4 2966 NUSTRA 531 13,1 1.340 33,1 2.382 58,8 3.722 91,9 4.050

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.4. Wilayah Kalimantan

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Kalimantan Selatan sebanyak 374 desa/kelurahan (18,7%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 80 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat (2,170 desa/kelurahan) atau 31,2 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Kalimantan tengah yang mencapai 40,9 persen.

Tabel 4.20:

Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Kalimantan.

PROVINSI Ada Pelanggan

Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP

Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa

% ∑ Desa

% ∑ Desa % ∑ Desa

%

Kalimantan Barat 188 9,6 673 34,2 928 47,2 1601 81,4

Kalimantan Tengah 84 5,5 625 40,9 625 40,9 1250 81,8

Kalimantan Selatan 374 18,7 423 21,2 1513 75,7 1936 96,8

Kalimantan Timur 235 16,0 449 30,6 830 56,7 1279 87,3

KALIMANTAN 881 12,7 2.170 31,2 3.896 56,0 6.066 87,2

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

Page 77: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

55

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

4.3.5. Wilayah Sulawesi

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Sulawesi Selatan sebanyak 853 desa/kelurahan (28,6%), dan menurut persentasenya adalah di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 35,1 persen. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat, jumlah desa/kelurahan terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan (94,7%) dan terrendah di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 78,3 persen. Persentase desa/kelurahan dengan penerimaan sinya lemah, terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 37 persen.

Tabel 4.21:

Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sulawesi

PROVINSI Ada Pelanggan

Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Sulawesi Utara 595 35,1 415 24,5 1149 67,9 1564 92,4 Sulawesi Tengah 162 8,9 484 26,7 938 51,7 1422 78,3 Sulawesi Selatan 853 28,6 891 29,9 1934 64,9 2825 94,7 Sulawesi Tenggara 138 6,5 683 32,2 1130 53,3 1813 85,5 Gorontalo 171 23,4 229 31,3 445 60,9 674 92,2 Sulawesi Barat 47 7,4 236 37,0 283 44,4 519 81,3 SULAWESI 1.966 19,7 2.938 29,4 5.879 58,9 8.817 88,3

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Maluku Utara sebanyak 95 desa/kelurahan (8,8%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 64,7 persen, namun diantaranya terdapat (567desa/kelurahan) atau 27 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Maluku Utara yang mencapai 29,8 persen.

Page 78: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

56

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 4.22:

Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler

PROVINSI Ada Pelanggan

Telpon Kabel

Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

∑ Desa

% ∑ Desa

% ∑ Desa

% ∑ Desa

%

Maluku 82 8,0 245 23,9 387 37,8 632 61,7 Maluku Utara 95 8,8 322 29,8 406 37,6 728 67,5 MALUKU 177 8,4 567 27,0 793 37,7 1.360 64,7 Papua Barat 60 4,2 206 14,3 301 20,9 507 35,2 Papua 88 2,2 342 8,7 705 18,0 1047 26,7 PAPUA 148 2,8 548 10,2 1.006 18,8 1.554 29,0

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Papua sebanyak 88 desa/kelurahan, dan menurut persentasenya adalah sebesar 4,2 persen di Provinsi Papua Barat. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 89,9 persen, namun diantaranya terdapat (17.272 desa/kelurahan) atau 22 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Papua Barat yang mencapai 14,3 persen.

Page 79: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

BAB V

ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Page 80: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 81: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

57

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

BAB 5 ANALISIS PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH

5.1. Analisis Pendapatan Daerah APBD dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan

kemampuan pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang diikuti dengan pemerataan pembangunan. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Selanjutnya melalui belanja yang berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian, kenyataan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan publik, selalu terjadi kendala penganggaran, yang tercermin dari banyaknya kebutuhan yang dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Dengan demikian, prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala penganggaran. Terkait dengan hal tersebut, melalui analisis keuangan APBD diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dalam memotret kondisi keuangan APBD baik dari sisi pendapatan dan belanja.

Disisi pendapatan, analisis kesehatan keuangan APBD akan melihat aspek kemandirian daerah dan ruang fiskal (fiscal space), sementara dari sisi belanja daerah akan meliputi rasio belanja pegawai terhadap total belanja, rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja, rasio belanja modal per total belanja, dan rasio belanja modal per jumlah penduduk. Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi analisis rasio kemandirian daerah, Tax Effort, Tax perkapita, serta ruang fiskal (fiscal space).

5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah

Rasio kemandirian ditunjukkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan. Semakin besar angka rasio PAD, maka kemandirian daerah semakin besar, dan sekaligus memiliki rasio transfer yang rendah. Penghitungannya dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu daerahi kemudian membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah yang sama.

Page 82: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

58

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi

Perkembangan rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan dibanding dengan Rasio PAD pada tahun 2007, kecuali untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, dan Bengkulu. Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Jawa Timur sebesar 76,87 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 2,92 persen Sementara itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan antarprovinsi yang berada di atas rata-rata antarprovinsi (50,07%), meliputi sebanyak 10 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1:

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi

Perkembangan rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi pada tahun 2007 dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan, kecuali untuk Provinsi Kalimantan Selatan dan Riau. Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Riau sebesar 26,07 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 2,60 persen Sementara itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan yang berada di atas rata-rata kabupaten/kota se-provinsi (8,55%), meliputi sebanyak 8 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.2.

Page 83: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

59

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.2:

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Untuk Tingkat Kabupaten dan Kota

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 77,24 persen sementara rasio terrendah di Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat sebesar 0,04 persen dan Kabupaten Deiyai Provinsi Papua sebesar 0.10 persen. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sumatera. Sementara untuk Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di Provinsi papua dan Papua Barat. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio PAD terhadap total pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel. 5.1:

Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan.

N0 20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERRENDAH

20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERTINGGI

PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA

PAD/APBD (%)

PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA

PAD/APBD (%)

1 PAPUA BARAT Maybrat 0,04 BALI Badung 77,24

2 PAPUA Deiyai 0,10 JAWA TIMUR Kota Surabaya 53,87

3 PAPUA BARAT Tambrauw 0,11 SUMATERA UTARA Kota Medan 31,57

4 PAPUA Puncak 0,17 KEPULAUAN RIAU Karimun 30,91

5 PAPUA Intan Jaya 0,18 BALI Kota Denpasar 30,69

6 PAPUA Yalimo 0,21 KEPULAUAN RIAU Kota Batam 27,32

7 PAPUA Membramo Raya 0,24 BANTEN Kota Cilegon 26,98

Page 84: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

60

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

N0 20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERRENDAH

20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERTINGGI

PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA

PAD/APBD (%)

PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA

PAD/APBD (%)

8 PAPUA Mamberamo Tengah 0,24 D I YOGYAKARTA Kota Yogyakarta 25,44

9 PAPUA Dogiyai 0,34 JAWA TENGAH Kota Semarang 24,94

10 NTT Sabu Raijua 0,44 JAWA BARAT Kota Bekasi 24,81

11 LAMPUNG Tulang Bawang Barat 0,54 JAWA TIMUR Sidoarjo 23,63

12 MALUKU UTARA Pulau Morotai 0,60 JAWA BARAT Kota Bandung 23,49

13 PAPUA Supiori 0,61 MALUKU UTARA Halmahera Utara 22,58

14 LAMPUNG Mesuji 0,61 BANTEN Tangerang 21,94

15 SUMATERA UTARA Nias Utara 0,61 JAWA BARAT Bekasi 21,51

16 SUMATERA UTARA Nias Barat 0,67 JAWA TENGAH Kota Tegal 21,44

17 SULAWESI UTARA Bolaang Mongondow Timur

0,86 BANTEN Kota Tangerang Selatan

21,43

18 PAPUA Nduga 0,89 BANTEN Kota Tangerang 21,40

19 SULAWESI TENGAH Sigi 0,89 SULAWESI SELATAN

Kota Makassar 21,00

20 SULAWESI UTARA Minahasa Tenggara 0,90 BALI Gianyar 19,72

5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio)

Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan membantu kita dalam menganalisis secara sederhana hubungan antara pajak daerah wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang potensial serta sektor ekonomi yang terkait, dan menilai kondisi suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah lain.

Rasio Pajak Pemerintah Provinsi

Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun 2007, kecuali untuk Provinsi Sulawesi Tengah. Rasio Pajak tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Bali 4 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 0,9 persen Tingginya angka rasio pajak tersebut disebabkan angka pembaginya, yaitu PDRB-nya rendah, kemudian rendahnya rasio tersebut disebabkan karena penerimaan pajak daerah yang sangat rendah. Sementara itu Rasio pajak antarprovinsi yang berada di atas rata-rata antarprovinsi (2,3%) meliputi 13 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.3.

Page 85: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

61

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.3:

Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011

Rasio PajakPemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan diseluruh provinsi dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun 2007. Rasio pajak pemkab dan pemkot se-Provinsi Bali menunjukkan angka yang paling tinggi yaitu sebesar 5,05 persen Penyebab tingginya rasio tersebut adalah tingginya pajak daerah pemkab dan pemkot se-provinsi tersebut berasal dari sektor pariwisata yang mencapai hingga 51 persen. Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat pada pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Riau, yaitu sebesar 0,28 persen Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh rendahnya potensi penerimaan pajak daerah. Potensi penerimaan pajak yang tinggi di Provinsi Riau adalah dari sektor pertambangan yang merupakan sumber penerimaan Negara yang selanjutnya akan menjadi sumber pendapatan bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) yang dalam rasio ini tidak dihitung. Provinsi-provinsi yang memiliki Rasio pajak di atas rata-rata antarprovinsi (50,07%), meliputi 13 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.4.

Page 86: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

62

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.4:

Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota

Rasio Pajak untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 15,94 persen, sementara rasio terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar 0,004 persen dan Kabupaten Sorongi Provinsi Papua sebesar 0,03 persen Tingginya kontribusi pajak di Kabupaten Badung sebagian besar bersumber dari Pajak Hotel dan Restoran yang mencapai 84 persen dari total pajak yang diterima daerah. Sementara relatif tingginya Rasio pajak di Kota Tomohon lebih disebabkan oleh rendahnya nilai PDRB kota tersebut. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio pajak pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sulawesi. Sementara untuk Rasio Pajak pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Kalimantan dan Papua. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio Pajak, dapat dilihatpada Tabel 5.2.

Page 87: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

63

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel. 5.2:

Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah, Tahun 2011

20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak tertinggi 20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak terrendah

No Provinsi kabupaten/kota (%) Provinsi kabupaten/kota (%)

1 BALI Badung 15.94 PAPUA Puncak 0.00

2 SULAWESI UTARA Kota Tomohon 14.28 PAPUA BARAT Sorong 0.03

3 KEPULAUAN RIAU Karimun 6.76 LAMPUNG Mesuji 0.03

4 SULAWESI TENGGARA

Buton Utara 4.27 SUMATERA UTARA Nias Utara 0.04

5 BANTEN Kota Tangerang Selatan 3.96 KALIMANTAN TIMUR Kutai Timur 0.04

6 BALI Kota Denpasar 3.79 SUMATERA UTARA Nias 0.05

7 KEPULAUAN RIAU Kepulauan Riau 3.23 KALIMANTAN TIMUR Pasir 0.06

8 NUSA TENGGARA BARAT

Lombok Barat 3.00 KALIMANTAN TIMUR Kutai 0.06

9 BALI Gianyar 2.85 KALIMANTAN SELATAN

Balangan 0.07

10 JAWA BARAT Kota Bogor 2.57 PAPUA Deiyai 0.07

11 GORONTALO Kota Gorontalo 2.41 SULAWESI UTARA Manado 0.07

12 SULAWESI SELATAN Maros 2.36 JAMBI Tanjung Jabung Timur 0.07

13 MALUKU UTARA Kota Ternate 2.14 SUMATERA UTARA Batu Bara 0.07

14 JAWA BARAT Kota Depok 2.10 RIAU Rokan Hilir 0.08

15 JAWA BARAT Kota Bekasi 2.02 JAWA TIMUR Kota Kediri 0.08

16 JAWA TIMUR Kota Surabaya 1.93 PAPUA Dogiyai 0.08

17 KALIMANTAN BARAT Kayong Utara 1.82 KALIMANTAN TIMUR Kota Bontang 0.08

18 D I YOGYAKARTA Kota Yogyakarta 1.81 PAPUA Waropen 0.09

19 MALUKU Maluku Tenggara 1.79 KALIMANTAN BARAT

Bengkayang 0.09

20 D I YOGYAKARTA Sleman 1.78 SULAWESI TENGGARA

Konawe Utara 0.09

5.1.3. Ruang Fiskal Daerah

Perencanaan dan penganggaran yang dituangkan dalam APBD suatu daerah memegang peranan sangat penting. Pemerintah daerah diharapkan memiliki terobosan untuk memanfaatkan ruang fiskal yang ada guna memacu pertumbuhan ekonomi. Ruang fiskal diperoleh dari pendapatan umum setelah dikurang pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga. Efektivitas penggunaan anggaran di suatu daerah juga menunjang terciptanya ruang fiskal yang cukup memberi ruang dalam pembangunan suatu daerah.

Ruang fiscal antarprovinsi, menunjukkan Pemprov. Papua Barat memiliki ruang fiskal yang tertinggi yaitu sebesar 93,7 persen hal ini dapat disebabkan dana transfer

Page 88: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

64

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

yang besar yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, sedangkan Pemprov. NTT mempunyai ruang fiskal yang terendah yaitu sebesar 64,4 persen. Hal ini dapat disebabkan karena pendapatan daerah yang rendah, disisi lain pendapatan DAU sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Gambaran selengkapnya tentang ruang fiskal masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2011

Rata-rata Ruang fiskal seluruh pemkab dan pemkot pada suatu provinsi dapat digambarkan pada grafik 5.6. Dari hasil analisis ini, rata-rata ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi Papua yaitu sebesar 70,95 persen Tingginya angka ini dapat disebabkan oleh pendapatan yang tidak dibatasi penggunaanya yang didominasi oleh sektor pertambangan dan migas serta sektor kehutanan. Adapun ruang fiskal terendah terdapat pada kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Bali, yaitu sebesar 34,70 persen Rendahnya angka ini disebabkan tingginya pendapatan yang bersifat earmarked serta belanja wajib, khususnya belanja pegawai.

Gambar 5.6: Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2011

Page 89: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

65

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota

Ruang fiskal untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Membramo Raya Provinsi Papua dengan Ruang Fiskal sebesar 86,6 persen, dan Ruang fiskal terrendah di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp. 24,4 persen dan Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah sebesar 25,1 persen Berdasarkan pemeringkatan nilai Ruang Fiskal pada 10 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur. Sementara untuk Tax Ratio pada 10 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa-Bali dan sebagian Sumatera. Rincian untuk sepuluh (10) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Tax Ratio, dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3.

10 Kabupaten/Kota tertinggi dan 10 Kabupaten/Kota Terrendah Menurut Ruang Fiskal

N0 RUANG FISKAL TERRENDAH RUANG FISKAL TERTINGGI

PROV KABUPATEN DAN KOTA

(%) PROV KABUPATEN DAN KOTA

(%)

1 SUMATERA BARAT Agam 24.4 PAPUA Membramo Raya 86.6

2 JAWA TENGAH Karanganyar 25.1 PAPUA BARAT Kaimana 84.8

3 SUMATERA UTARA Simalungun 26.4 PAPUA Puncak 84.7

4 BALI Kota Denpasar 26.5 PAPUA BARAT Teluk Bintuni 84.4

5 JAWA TENGAH Kebumen 26.6 PAPUA Sarmi 84.0

6 JAWA TENGAH Klaten 27.7 KALIMANTAN TIMUR Kota Bontang 83.6

7 D I YOGYAKARTA Gunung Kidul 28.7 PAPUA Supiori 83.6

8 SUMATERA BARAT Tanah Datar 28.8 PAPUA Waropen 83.1

9 JAWA TIMUR Ngawi 29.6 PAPUA Intan Jaya 82.2

10 JAWA TENGAH Sragen 29.6 PAPUA Mamberamo Tengah 80.8

5.2. Analisis Belanja Daerah

Belanja daerah merupakan gambaran alokasi anggaran untuk melaksanakan program/kegiatan dan pembiayaan Pembangunan. Pembangunan dimaksud meliputi berbagai program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pembangunan di berbagai sector, termasuk untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan demikian, belanja yang berkualitas diharapkan dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Page 90: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

66

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Melalui Profil Belanja daerah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas belanja berdasarkan pendekatan rasio antar beberapa komponen penting belanja daerah. Komponen penting tersebut akan dilihat dari indikator sebagai berikut:

1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. 2. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. 3. Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk. 4. Rasio belanja modal terhadap total belanja. 5. Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk.

5.2.1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja

Rasio belanja pegawai terhadap total belanja dapat memberikan indikasi terhadap porsi belanja pegawai/ di luar belanja pegawai yang khususnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawaimaka semakin kecil pula proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai tidak langsung.

Rasio belanja pegawai terhadap total belanja Pemerintah Provinsi.

Rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di Indonesia pada tahun 2007 rata-rata sebesar 24,1 persen meningkat menjadi sebesar 24,7 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2011, sebanyak 13 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 20 provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan rasio sebesar 38,2 persen sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemprov Papua Barat yang sebesar 9,1 persen Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menurun tajam dari 45,2 persen pada tahun 2007 menjadi 22,9 persen pada tahun 2011. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Page 91: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

67

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.7: Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di

Indonesia

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi.

Rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia pada tahun 2007 rata-rata sebesar 42,6 Persen, meningkat menjadi sebesar 51,1 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2011, sebanyak 14 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 18 provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi masih memiliki rasio belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah DI. Yogyakarta dengan rasio sebesar 66,9 persen sedangkan rasio belanja pegawai terkecil adalah pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Timur sebesar 31,9 persen Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-masing pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8: Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja Pemerintah

Di Indonesia

Page 92: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

68

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja pegawai untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah dengan Rasio Belanja sebesar 75,5 persen, dan Rasio Belanja terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar Rp. 16,1 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera,. Sementara untuk Rasio belanja pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja pegawai tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya pagawai, sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk sedikit. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio belanja, dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4: Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 Peringkat

Tertinggi dan Terrendah.

no 20 Peringkat Rasio belanja pegawai (langsung + tidak langsung) terrendah

30 Peringkat Rasio belanja pegawai (langsung + tidak langsung) tertinggi

Prov Kab/Kota Rasio (%)

Prov Kab/Kota Rasio (%)

1 PAPUA PUNCAK 16,1 JAWA TENGAH KARANGANYAR 75,5

2 KALIMANTAN TIMUR

TANA TIDUNG 17,9 MALUKU KOTA AMBON 73,4

3 PAPUA MAMBERAMO RAYA

19,0 SUMATERA BARAT AGAM 72,0

4 KALIMANTAN TIMUR

PENAJAM PASER UTARA

19,2 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 71,9

5 PAPUA SUPIORI 19,5 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 71,4

6 PAPUA SARMI 20,1 ACEH BIREUEN 71,1

7 PAPUA INTAN JAYA 20,3 JAWA BARAT KUNINGAN 70,8

8 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 22,9 D I YOGYAKARTA BANTUL 70,7

9 PAPUA BARAT TAMBRAUW 23,4 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 70,7

10 KALIMANTAN TIMUR

KOTA BONTANG 23,5 JAWA TENGAH PEMALANG 70,2

11 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 23,6 JAWA TENGAH PURWOREJO 70,0

12 KALIMANTAN TIMUR

MALINAU 24,0 JAWA TENGAH SRAGEN 69,9

13 PAPUA BOVEN DIGOEL 24,8 SUMATERA UTARA KOTA PADANG SIDEMPUAN

69,9

14 KEPULAUAN RIAU NATUNA 25,0 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 69,7

15 KALIMANTAN TENGAH

SERUYAN 25,1 JAWA TENGAH KLATEN 69,7

16 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR

25,1 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA

69,5

17 PAPUA BARAT KAIMANA 25,7 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 68,6

18 PAPUA MAMBERAMO TENGAH

25,8 GORONTALO GORONTALO 68,5

19 PAPUA NDUGA 26,3 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TENGAH 68,4

20 PAPUA YALIMO 26,9 JAWA TIMUR NGAWI 68,4

Page 93: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

69

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja.

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah terhadap pembayaran gaji pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Semakin besar rasionya maka semakin besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji pegawai daerah dan sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah Provinsi

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2007 sebesar 17,1 persen meningkat menjadi 20,2 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2011, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 18 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) relatif tinggi. Sulawesi Utara memiliki rasio tertinggi sebesar 32,4 persen, sedangkan yang terrendah, adalah Pemprov Papua Barat, memiliki rasio sebesar 6,0 persen Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menurun tajam dari 38,8 persen pada tahun 2007 menjadi 19,5 persen pada tahun 2011. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9.

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia

Page 94: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

70

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi.

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2007 sebesar 34,9 persen meningkat menjadi 45,9 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2011, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 17 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi masih memiliki rasio belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) relatif tinggi. Kabupaten dan kota se-Provinsi DI. Yogyakarta memiliki rasio tertinggi sebesar 60,7 persen sedangkan yang terrendah, adalah Kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Timur, memiliki rasio sebesar 24,2 persen Peningkatan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh setiap provinsi. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.10 .

Gambar 5.10.

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD) Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja pegawai tidak langsung atau untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah dengan Rasio Belanja sebesar 72,2 persen , dan Rasio Belanja terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar Rp. 11,8 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, belanja untuk PNSD sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera,. Sementara untuk Rasio belanja terrendah sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten

Page 95: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

71

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja PNSD tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya PNSD, sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk sedikit memiliki jumlah PNSD yang sedikit pula. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja PNSD, dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5: Rasio Belanja Pegawai (PNSD) Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota

No 20 PERINGKAT RASIO BELANJA PEGAWAI UNTUK PNSD TERRENDAH

20 PERINGKAT RASIO BELANJA PEGAWAI UNTUK PNSD TERRENDAH

Prov Kab/Kota % Prov Kab/Kota % 1 PAPUA PUNCAK 11,8 JAWA TENGAH KARANGANYAR 72,2

2 PAPUA MAMBERAMO RAYA 13,4 MALUKU KOTA AMBON 72,1

3 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 14,5 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 70,2

4 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER UTARA

14,7 SUMATERA BARAT AGAM 69,1

5 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 15,0 JAWA BARAT KUNINGAN 67,8

6 PAPUA BARAT KAIMANA 15,1 JAWA TENGAH KLATEN 67,2

7 PAPUA SUPIORI 16,0 SULAWESI UTARA MINAHASA 66,8

8 PAPUA SARMI 16,0 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 66,5

9 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 16,8 JAWA TENGAH SRAGEN 66,5

10 PAPUA WAROPEN 17,0 Aceh BIREUEN 66,3

11 PAPUA INTAN JAYA 17,9 JAWA TIMUR NGAWI 66,2

12 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 17,9 JAWA TENGAH PURWOREJO 66,2

13 KEPULAUAN RIAU NATUNA 18,3 JAWA TENGAH PEMALANG 66,1

14 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 18,4 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 66,0

15 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 18,6 JAWA TENGAH BOYOLALI 66,0

16 PAPUA BOVEN DIGOEL 19,0 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 65,5

17 PAPUA MAMBERAMO TENGAH

19,3 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 65,5

18 PAPUA BARAT TAMBRAUW 20,4 D I YOGYAKARTA BANTUL 65,5

19 PAPUA MAPPI 20,5 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TENGAH 65,4

20 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 21,0 BALI TABANAN 65,3

5.2.3. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Jumlah Penduduk.

Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) seharusnya menunjukkan seberapa besar belanja pegawai yang digunakan untuk memberikan pelayanan per penduduk di suatu daerah. Semakin besar nilainya, seharusnya semakin besar besar pelayanan yang diberikan kepada penduduk wilayah tersebut. Namun hal ini dapat memiliki makna berbedajika tingginya belanja pegawai

Page 96: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

72

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

tidak diikuti dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan hal ini lebih menunjukkan pemborosan anggaran pembangunan.Sehingga tingginya belanja pegawai belum tentu sejalan dengan orientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi.

Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) pada tahun 2007 sebesar Rp.65.011 perkapita, meningkat menjadi Rp.132.796 perkapita pada tahun 2011. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Sebanyak 22 pemprov. memiliki rasio belanja pegawai perkapita di atas rata-rata, dan hanya sisanya memiliki rasio belanja pegawai perkapita di bawah rata-rata. Pemerintah Provinsi yang mempunyai rasio belanja pegawai perkapita tertinggi adalah di Pemprov. DKI Jakarta sebesar Rp. 1,013 juta, sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai perkapita terrendah adalah Pemprov. Jawa Tengah dengan rasio sebesar Rp. 42.935.

Gambar 5.11: Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Provinsi, Tahun 2007 dan 2011.

Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) untuk pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 475.325 perkapita, meningkat menjadi Rp. 831.180 perkapita pada tahun 2011. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Sebanyak 27 provinsi memiliki rasio belanja pegawai perkapita di atas rata-rata, dan hanya sisanya memiliki rasio belanja pegawai perkapita di bawah rata-rata. Pemerintah Pemkab/Pemkot se-provinsi yang mempunyai rasio belanja pegawai perkapita tertinggi adalah di Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 3,027 juta, sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai perkapita terrendah adalah Pemkab/Pemkot di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 478.985.

Page 97: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

73

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.12: Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi,

Tahun 2007 dan 2011.

Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita), nilai tertinggi terdapat di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 14.73 juta, sementara nilai terrendah di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. Rp. 263.509. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pegawai pada 20 kabupaten/kota tertinggi dan terrendah, memperlihatkan bahwa kabupaten dan kota di sebagian besar wilayah timur Indonesia memiliki rasio tertinggi, sedangkan kabupaten dan kota di wilayah Pulau Jawa memiliki rasio yang terendah. Hal ini disebabkan oleh karena kabupaten dan kota di wilayah timur Indonesia jumlah penduduknya masih sedikit sedangkan pendapatan daerahnya relatif tinggi. Sebaliknya kabupaten dan kota yang berada di pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar dan pendapatan daerah yang terbatas. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja pegawai perkapita, dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6:

Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota tahun 2011

No. Rasio belanja perkapita (20 Kab/Kota) Terrendah

Rasio belanja perkapita (20 Kab/Kota) Tertinggi

Prov Kab/Kota Rp. Prov Kab/Kota Rp. 1 JAWA BARAT BOGOR 263.509 PAPUA BARAT TAMBRAUW 14.729.298 2 BANTEN TANGERANG 321.867 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 12.989.937 3 JAWA BARAT KOTA DEPOK 323.527 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS 8.867.963 4 JAWA BARAT BEKASI 325.789 ACEH KOTA SABANG 7.370.612 5 BANTEN KOTA TANGSEL 382.245 PAPUA SUPIORI 6.491.785 6 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 383.985 PAPUA MAMBERAMO RAYA 6.389.336 7 JAWA TIMUR MALANG 389.499 PAPUA WAROPEN 5.954.303 8 NTT SUMBA TENGAH 396.910 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON 5.927.789 9 JAWA BARAT SUKABUMI 398.744 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 5.144.670 10 JAWA BARAT KOTA BEKASI 401.318 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 5.069.005 11 JAWA BARAT BANDUNG 413.014 PAPUA BARAT MAYBRAT 4.652.630 12 JAWA BARAT CIANJUR 416.051 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 4.572.894 13 JAWA BARAT KARAWANG 420.488 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 4.452.688

Page 98: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

74

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

14 JAWA TIMUR JEMBER 436.103 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 4.352.060 15 JAWA TIMUR SIDOARJO 442.679 PAPUA ASMAT 4.342.009 16 JAWA TENGAH BREBES 466.383 PAPUA BARAT SORONG 4.294.630 17 JAWA BARAT CIREBON 484.628 PAPUA BARAT FAKFAK 4.254.638 18 JAWA TIMUR SAMPANG 488.621 KEPULAUAN RIAU NATUNA 4.165.741 19 JAWA TIMUR PASURUAN 491.255 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG 3.932.344 20 BANTEN SERANG 500.276 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH LUNTO 3.791.900

5.2.4. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja.

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Provinsi. Rasio belanja modal pemerintah provinsi terhadap total belanja daerahnya pada

tahun 2007 sebesar 24,9 persen menurun menjadi 20,7 persen. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011, sebanyak 19 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 14 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja modal relatif rendah. Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung memiliki rasio tertinggi sebesar 39,8 persen sedangkan yang terrendah, adalah Pemprov Jawa Tengah memiliki rasio sebesar 7,1 Persen. Selama periode 2007-2011, sebagian besar pemerintah provinsi mengalami penurunan rasio modal dibanding total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.13.

Gambar 5.13: Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia

Page 99: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

75

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi.

Rasio belanja modal pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi terhadap total belanja daerahnya pada tahun 2007 sebesar 32,4 Persen menurun menjadi 22,5 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011, Sebanyak 16 provinsi memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan 16 provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap belanja pegawai yang lebih kecil dari rata-rata. Pemerintah kabupaten dan kota di Prov. Kalimantan Timur memiliki rasio belanja modal yang terbesar yaitu sebesar 38,0 persen sedangkan pemerintah kabupaten dan kota di Prov. DI Yogyakarta memiliki rasio terkecil yaitu 11,00 persen Selama periode 2007-2011, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi mengalami penurunan rasio modal terhadap total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.14.

Gambar 5.14

Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia

Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja modal pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur dengan Rasio Belanja sebesar 57,4 persen, dan Rasio Belanja terrendah di Koya Den Pasar Provinsi Bali sebesar Rp. 5,8 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, persentase belanja modal tertinggi sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia Timur. Sementara untuk Rasio belanja modal terrendah sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Bali. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja modal tinggi tersebut, berbanding terbalik dengan rasio

Page 100: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

76

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

belanja pegawai. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7.

Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota

No 20 PERINGKAT RASIO BELANJA MODAL TERRENDAH 20 PERINGKAT RASIO BELANJA MODAL TERTINGGI

Prov KABUPATEN DAN KOTA

% Prov KABUPATEN DAN KOTA

%

1 BALI KOTA DENPASAR 5,8 KALIMANTAN TIMUR

PENAJAM PASER UTARA

57,4

2 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG

6,4 KALIMANTAN TIMUR

TANA TIDUNG 57,4

3 Aceh KOTA BANDA ACEH 6,8 PAPUA INTAN JAYA 53,9

4 JAWA TENGAH KARANGANYAR 7,9 PAPUA PUNCAK 52,6

5 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA 8,0 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA 50,4

6 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA

8,0 PAPUA BARAT TAMBRAUW 50,2

7 JAWA BARAT KUNINGAN 9,2 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 49,5

8 BALI TABANAN 9,2 PAPUA NDUGA 49,0

9 JAWA TENGAH PURBALINGGA 9,3 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR 48,4

10 JAWA TENGAH BATANG 9,4 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR

46,9

11 JAWA TENGAH SRAGEN 9,5 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 46,0

12 JAWA TENGAH PEMALANG 9,6 RIAU ROKAN HILIR 45,7

13 JAWA TENGAH SUKOHARJO 9,6 KALIMANTAN TIMUR

KOTA BONTANG 45,5

14 BENGKULU KOTA BENGKULU 9,7 KALIMANTAN TIMUR

NUNUKAN 45,4

15 JAWA TIMUR JOMBANG 9,9 KALIMANTAN TIMUR

MALINAU 45,4

16 JAWA BARAT SUMEDANG 10,0 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH 45,0

17 D I YOGYAKARTA BANTUL 10,0 PAPUA MAMBERAMO RAYA 44,9

18 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 10,1 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 44,9

19 NUSA TENGGARA TIMUR

SIKKA 10,1 PAPUA DEIYAI 44,8

20 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 10,1 GORONTALO GORONTALO UTARA 44,8

5.2.5. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk.

Rasio belanja modal perkapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio belanja modal perkapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena belanja modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya, khususnya untuk pembangunan infrastruktur.

Page 101: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

77

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi.

Rasio Belanja Modal perkapita pemerintah provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 67,3 ribu/kapita meningkat menjadi 111,4 Ribu/kapita pada tahun 2011. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk di atas rata-rata

nasional yaitu sebanyak 17 provinsi dan sebanyak 16 provinsi yang memiliki rasio di bawah rata-rata nasional. Pemerintah Provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita tertinggi adalah Pemprov. DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp. 839 ribu/kapita sedangkan yang terrendah adalah Pemprov.Jawa Tengah Rp. 13,2 ribu/kapita.

Gambar 5.15.

Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi tahun 2007 dan 2011.

Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi.

Rasio Belanja Modal perkapita pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 361 ribu/kapita meningkat menjadi 367 Ribu/kapita pada tahun 2011. Pemkab dan Pemkot Se-Provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita lebih tinggi dari rata-rata sebanyak 23 provinsi, sedang yang dibawah rata-rata sebanyak 9 provinsi. Pemkab dan Pemkot se-Prov. Papua Barat memiliki rasio belanja modal perkapita tertinggi yaitu sebesar Rp.2,6 juta perkapita, sedangkan yang terrendah adalah Pemkab dan Pemkot se-Prov. DI Yogyakarta dengan rasio Rp. 142,7 ribu perkapita.

Page 102: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

78

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.16: Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi tahun

2007 dan 2011

Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja Modal daerah terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita), nilai tertinggi terdapat di Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp. 41.517.416, sementara nilai terrendah di Kota Den Pasar Provinsi Bali sebesar Rp. 75.356.Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi dan terrendah, memperlihatkan pola yang sama dengan rasio belanja perkapita, bahwa kabupaten dan kota di sebagian besar wilayah timur Indonesia memiliki rasio tertinggi, sedangkan kabupaten dan kota di wilayah Pulau Jawa memiliki rasio yang terendah. Hal ini disebabkan oleh karena kabupaten dan kota di wilayah timur Indonesia jumlah penduduknya masih sedikit sedangkan pendapatan daerahnya relatif tinggi. Sebaliknya kabupaten dan kota yang berada di pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar dan pendapatan daerah yang terbatas. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Page 103: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

79

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel 5.8: Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota

No. Rasio Belanja Perkapita (20 Kab/Kota) Terrendah Rasio Belanja Perkapita (20 Kab/Kota) Tertinggi

Prov Kab/Kota Rp. Prov Kab/Kota Rp.

1 BALI KOTA DENPASAR 75.356 KALIMANTAN TIMUR

TANA TIDUNG 41.517.416

2 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG

76.665 PAPUA BARAT TAMBRAUW 31.598.953

3 JAWA TENGAH KARANGANYAR 87.248 PAPUA MAMBERAMO RAYA 15.131.630

4 JAWA BARAT BANDUNG 87.283 PAPUA SUPIORI 14.577.500

5 JAWA TIMUR JOMBANG 89.583 KALIMANTAN TIMUR

MALINAU 9.576.291

6 JAWA BARAT SUKABUMI 90.370 PAPUA INTAN JAYA 8.211.849

7 JAWA BARAT TASIKMALAYA 90.696 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS

7.559.539

8 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA 91.059 PAPUA WAROPEN 7.120.969

9 JAWA TENGAH PURBALINGGA 96.650 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 7.042.880

10 D I YOGYAKARTA

BANTUL 99.760 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 7.000.803

11 JAWA BARAT KUNINGAN 101.086 PAPUA SARMI 6.868.817

12 D I YOGYAKARTA

SLEMAN 101.346 KALIMANTAN TIMUR

PENAJAM PASER UTARA

5.835.063

13 JAWA TENGAH BATANG 102.677 PAPUA BOVEN DIGOEL 5.492.622

14 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 103.127 PAPUA BARAT MAYBRAT 5.233.470

15 JAWA BARAT CIANJUR 106.079 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 5.233.431

16 JAWA TENGAH SUKOHARJO 107.478 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH 4.828.850

17 JAWA TENGAH PATI 107.765 KEPULAUAN RIAU NATUNA 4.803.238

18 JAWA BARAT SUMEDANG 107.841 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 4.784.694

19 JAWA BARAT GARUT 113.761 PAPUA YALIMO 4.685.726

20 BANTEN PANDEGLANG 113.792 PAPUA PUNCAK 4.539.343

5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat.

Infomasi perimbangan kondisi keuangan daerah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran dan kinerja kemampuan keuangan daerah terhadap peningkatan kondisi sosial masyarakat. Gambaran terhadap kondisi sosial masyarakat ini akan dijelaskan dari aspek pendidikan dan kesehatan, yaitu dengan berdasarkan indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Umur Harapan Hidup (UHH). Untuk melihat kondisi keuangan daerah dapat diperkirakan dengan menggunakan struktur APBD menurut urusan, yaitu untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

Page 104: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

80

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang tersedia, yaitu untuk indikator kesehatan dan pendidikan menggunakan data yang bersumber dari BPS, dan data struktur APBD yang bersumber dari DJPK (Kementerian Keuangan). Rata-rata belanja untuk urusan pendidikan dan kesehatan dihitung dari total belanja dari pemerintah provinsi ditambah dengan belanja dari pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi. Dengan demikian, informasi ini akan menggambarkan kondisi perimbangan pada agregat provinsi.

Pada Gambar 5.17, tampak perimbangan Umur Harapan Hidup dengan belanja pemerintah urusan kesehatan. Pada Kuadran I, sebanyak 5 provinsi yang berada pada kelompok Umur Harapan Hidup di atas rata-rata nasional dan dukungan belanja pemerintah urusan kesehatan juga berada di atas rata-rata nasional. Provinsi tersebut meliputi: Provinsi Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan adanya keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan kesehatan yang sudah berada di atas rata-rata nasional.

Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk urusan kesehatan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu sebanyak 9 provinsi. Rincian provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5.20. dan Tabel 5.10.

Page 105: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

81

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Gambar 5.17. Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan kesehatan.

Keterangan:

Kuadran I : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di bawah rata-rata provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan masih belum optimal, walaupun kondisi kesehatan masyarakat sudah berada di atas rata nasional. Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah. Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di atas rata-rata provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan untuk melakukan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah.

800000.00600000.00400000.00200000.000.00

Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Perkapita, tahun 2007-2010 (Rp/Kapita)

74.00

72.00

70.00

68.00

66.00

64.00

62.00

Usia

Har

apan

Hid

up ta

hun

2010

(Tah

un)

PapuaPapua Barat

Maluku Utara

MalukuSulawesi Barat

Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi Utara

Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat

NTT

NTB

Bali

Banten

Jawa Timur

Dl Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kep. RiauKep. Bangka BelitungLampung

Bengkulu

Jambi

Riau

Sumatera BaratAceh

Kuadran I Kuadran II

Kuadran III Kuadran

Page 106: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

82

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel. 5.9. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Ueusan Kesehatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut Umur Harapan Hidup

(UHH). N0 PROVINSI Rata2 Belanja

Menurut urusan Kesehatan ‘07-‘10

(Rp./Kapita)

UHH 2010 kuadran (1) Vs (2)

(0) (1) (2) (3) 1 Aceh 476.997 68,70 IV 2 Sumatera Utara 146.788 69,50 II 3 Sumatera Barat 248.397 69,50 II 4 Riau 244.418 71,40 II 5 Jambi 246.600 69,10 III 6 Sumatera Selatan 204.723 69,60 II 7 Bengkulu 382.845 69,90 I 8 Lampung 111.088 69,50 II 9 Kep. Bangka Belitung 674.055 68,90 IV 10 Kep. Riau 418.179 69,80 I 11 DKI Jakarta 294.043 73,20 II 12 Jawa Barat 82.103 68,20 III 13 Jawa Tengah 126.808 71,40 II 14 Dl Yogyakarta 154.236 73,22 II 15 Jawa Timur 136.283 69,60 II 16 Banten 94.821 64,90 III 17 Bali 240.110 70,72 II 18 Nusa Tenggara Barat 155.998 62,11 III 19 Nusa Tenggara Timur 206.306 67,50 III 20 Kalimantan Barat 228.628 66,60 III 21 Kalimantan Tengah 373.238 71,20 I 22 Kalimantan Selatan 336.147 63,81 IV 23 Kalimantan Timur 650.860 71,20 I 24 Sulawesi Utara 220.171 72,22 II 25 Sulawesi Tengah 180.550 66,60 III 26 Sulawesi Selatan 435.456 70,00 I 27 Sulawesi Tenggara 461.125 67,80 IV 28 Gorontalo 216.813 66,81 III 29 Sulawesi Barat 210.231 67,80 III 30 Maluku 320.034 67,40 IV 31 Maluku Utara 363.805 66,01 IV 32 Papua Barat 875.987 68,51 IV 33 Papua 777.977 68,60 IV RATA-RATA PROVINSI 311.995 69,43

Pada Gambar 5.18, menunjukkan perimbangan antara pencapaian Rata-rata lama sekolah dengan belanja pemerintah urusan pendidikan. Pada Kuadran I, sebanyak 11 provinsi yang berada pada kelompok Rata-rata Lama Sekolah di atas rata-rata nasional dan memiliki dukungan belanja pemerintah urusan pendidikan juga berada di atas rata-rata nasional. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan adanya

Page 107: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

83

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan pendidikan yang sudah berada di atas rata-rata nasional.

Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk urusan pendidikan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu sebanyak 8 provinsi. Rincian provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5.21. dan Tabel 5.10

Gambar 5.18: Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah Urusan Pendidikan.

Keterangan:

Kuadran I : Rata-rata Belanja urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan masyarakat. Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) berada di bawah rata-rata provinsi dan RLS Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan masih belum optimal, walaupun kondisi pendidikan masyarakat sudah berada di atas rata nasional. Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah. Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di atas rata-rata provinsi dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan untuk melakukan perbaikan kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah.

1500000.001250000.001000000.00750000.00500000.00250000.00

Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Perkapita, tahun 2007-2011 (Rp/Kapita)

12.00

10.00

8.00

6.00

4.00

Rat

a-ra

ta L

ama

Seko

lah

(RLS

) tah

un 2

011

(Tah

un)

Papua

Papua Barat

Maluku Utara

Maluku

Sulawesi BaratGorontalo

Sulawesi Tenggara

Sulawesi SelatanSulawesi Tengah

Sulawesi UtaraKalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan BaratNTTNTB

Bali

Banten

Jawa Timur

Dl Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

DKI Jakarta

Kep. Riau

Kep. Bangka Belitung

LampungBengkulu

Jambi

Riau

Sumatera Barat

Sumatera UtaraAceh

Page 108: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

84

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

Tabel. 5.10. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata Lama Sekolah.

No Provinsi Rata2 Belanja urusan Pendidikan ‘07-‘11

(Rp./Kapita)

RLS 2011 kuadran (1) Vs (2)

(0) (1) (2) (3) 1 Aceh 1.111.010 8,80 I 2 Sumatera Utara 471.855 8,80 II 3 Sumatera Barat 760.279 8,40 I 4 Riau 782.251 8,60 I 5 Jambi 681.016 9,70 II 6 Sumatera Selatan 540.985 8,00 II 7 Bengkulu 728.320 7,80 IV 8 Lampung 422.716 7,50 III 9 Kep. Bangka Belitung 1.151.102 8,30 I 10 Kep. Riau 977.241 7,70 IV 11 DKI Jakarta 890.651 10,40 I 12 Jawa Barat 296.102 7,90 II 13 Jawa Tengah 398.655 8,40 II 14 Dl Yogyakarta 548.403 7,20 III 15 Jawa Timur 336.768 9,10 II 16 Banten 273.519 7,30 III 17 Bali 662.249 8,30 II 18 Nusa Tenggara Barat 451.006 6,90 III 19 Nusa Tenggara Timur 544.617 6,80 III 20 Kalimantan Barat 536.350 6,80 III 21 Kalimantan Tengah 965.901 8,00 I 22 Kalimantan Selatan 738.733 7,60 IV 23 Kalimantan Timur 1.227.845 9,10 I 24 Sulawesi Utara 791.363 8,90 I 25 Sulawesi Tengah 427.213 8,00 II 26 Sulawesi Selatan 1.181.944 7,70 IV 27 Sulawesi Tenggara 1.085.702 8,20 I 28 Gorontalo 534.202 7,30 III 29 Sulawesi Barat 531.094 7,00 III 30 Maluku 799.672 8,70 I 31 Maluku Utara 662.084 8,20 II 32 Papua Barat 1.415.724 8,80 I 33 Papua 1.057.507 5,80 IV

RATA-RATA PROVINSI 726.790 7,90

Page 109: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

LAMPIRAN

Page 110: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

 

 

Page 111: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

85

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

LAMPIRAN

INDIKATOR KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH MENURUT APBD TAHUN 2011 NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak

daerah/ Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

1 ACEH SIMEULUE 11.290 0,36 59,79 2,69 94,35 2 ACEH ACEH SINGKIL 26.778 0,57 51,85 3,85 90,60 3 ACEH ACEH SELATAN 23.142 0,35 38,85 4,37 88,55 4 ACEH ACEH TENGGARA 39.933 0,96 52,08 4,41 92,42 5 ACEH ACEH TIMUR 14.237 0,21 44,73 8,21 89,18 6 ACEH ACEH TENGAH 20.036 0,30 42,57 4,19 93,31 7 ACEH ACEH BARAT 66.204 0,91 37,17 6,34 88,51 8 ACEH ACEH BESAR 55.845 0,78 38,87 7,10 82,73 9 ACEH PIDIE 18.599 0,41 34,51 4,64 92,47

10 ACEH BIREUEN 24.660 0,36 32,44 8,26 89,86 11 ACEH ACEH UTARA 22.128 0,28 45,86 5,53 89,55 12 ACEH ACEH BARAT DAYA 21.780 0,41 53,46 6,06 91,91 13 ACEH GAYO LUES 21.008 0,39 62,03 3,08 92,54 14 ACEH ACEH TAMIANG 43.517 0,84 50,19 5,75 92,57 15 ACEH NAGAN RAYA 62.419 0,90 47,41 5,54 91,83 16 ACEH ACEH JAYA 52.024 1,45 55,37 3,84 94,06 17 ACEH BENER MERIAH 13.232 0,22 44,33 4,77 89,82 18 ACEH PIDIE JAYA 29.005 0,59 48,17 3,25 95,06 19 ACEH KOTA BANDA ACEH 122.117 0,89 39,75 9,56 81,27 20 ACEH KOTA SABANG 143.325 1,77 45,37 4,59 93,66 21 ACEH KOTA LANGSA 48.218 0,81 44,73 6,00 92,07 22 ACEH KOTA

LHOKSEUMAWE 95.589 0,39 49,63 6,75 88,91

23 ACEH KOTA SUBULUSSALAM

37.363 0,96 65,00 3,15 92,96

24 SUMATERA UTARA NIAS 1.992 0,05 60,91 3,04 95,03 25 SUMATERA UTARA MANDAILING NATAL 23.349 0,47 40,99 4,00 91,57 26 SUMATERA UTARA TAPANULI SELATAN 44.710 0,66 46,94 6,36 85,14 27 SUMATERA UTARA TAPANULI TENGAH 15.748 0,41 43,49 3,07 91,07 28 SUMATERA UTARA TAPANULI UTARA 10.485 0,18 43,78 2,17 92,59 29 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 24.644 0,24 35,44 2,81 90,56 30 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU 47.486 0,60 47,81 7,80 86,23 31 SUMATERA UTARA ASAHAN 18.369 0,23 46,38 3,37 90,12 32 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 32.887 0,48 26,39 5,81 89,37 33 SUMATERA UTARA DAIRI 7.767 0,10 33,77 3,09 93,65 34 SUMATERA UTARA KARO 39.246 0,41 30,38 4,89 91,24 35 SUMATERA UTARA DELI SERDANG 140.793 1,74 48,54 18,10 74,01 36 SUMATERA UTARA LANGKAT 19.527 0,26 39,90 3,57 92,64

Page 112: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

86

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

37 SUMATERA UTARA NIAS SELATAN 12.023 0,28 52,70 2,19 95,67 38 SUMATERA UTARA HUMBANG

HASUNDUTAN 32.343 0,55 47,05 4,06 90,43

39 SUMATERA UTARA PAKPAK BHARAT 16.686 0,41 55,96 1,88 95,32 40 SUMATERA UTARA SAMOSIR 26.410 0,30 50,77 5,22 84,83 41 SUMATERA UTARA SERDANG BEDAGAI 29.695 0,39 48,08 4,75 89,90 42 SUMATERA UTARA BATU BARA 14.540 0,07 60,30 3,02 91,32 43 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS

UTARA 27.418 0,78 58,24 3,79 88,01

44 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS 25.200 0,76 56,15 4,60 90,34 45 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU

SELATAN 11.661 0,11 55,23 2,43 93,57

46 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU UTARA

13.900 0,15 54,56 1,62 95,47

47 SUMATERA UTARA NIAS UTARA 1.350 0,04 70,93 0,61 96,43 48 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 9.779 0,32 75,48 0,67 92,98 49 SUMATERA UTARA KOTA SIBOLGA 39.098 0,45 55,57 4,60 93,82 50 SUMATERA UTARA KOTA TANJUNG

BALAI 28.861 0,32 47,94 5,91 84,25

51 SUMATERA UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR

78.042 0,90 38,21 7,51 88,54

52 SUMATERA UTARA KOTA TEBING TINGGI

54.798 0,68 39,96 7,87 88,80

53 SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 261.073 1,53 51,51 31,57 56,50 54 SUMATERA UTARA KOTA BINJAI 73.674 0,90 40,32 6,81 86,94 55 SUMATERA UTARA KOTA PADANG

SIDEMPUAN 34.175 0,70 38,01 4,73 90,48

56 SUMATERA UTARA KOTA GUNUNGSITOLI

11.711 0,17 56,84 1,24 96,76

57 SUMATERA BARAT KEPULAUAN MENTAWAI

8.242 0,12 62,36 5,93 92,15

58 SUMATERA BARAT PESISIR SELATAN 14.329 0,29 40,54 3,58 91,79 59 SUMATERA BARAT SOLOK 15.954 0,26 33,83 5,23 91,84 60 SUMATERA BARAT SIJUNJUNG 17.479 0,26 35,74 5,51 82,35 61 SUMATERA BARAT TANAH DATAR 13.388 0,17 28,76 7,65 89,70 62 SUMATERA BARAT PADANG PARIAMAN 33.627 0,45 30,73 4,25 81,96 63 SUMATERA BARAT AGAM 20.284 0,30 24,38 5,35 92,01 64 SUMATERA BARAT LIMA PULUH KOTA 11.730 0,14 37,07 3,16 93,42 65 SUMATERA BARAT PASAMAN 14.885 0,28 39,98 4,37 92,71 66 SUMATERA BARAT SOLOK SELATAN 24.918 0,55 51,76 4,06 89,95 67 SUMATERA BARAT DHARMAS RAYA 43.890 0,73 57,54 9,05 86,53 68 SUMATERA BARAT PASAMAN BARAT 19.678 0,27 41,75 5,40 91,83 69 SUMATERA BARAT KOTA PADANG 116.176 0,81 33,33 13,04 79,47 70 SUMATERA BARAT KOTA SOLOK 30.998 0,35 44,21 6,81 87,31 71 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH

LUNTO 46.682 0,51 46,45 7,91 87,68

72 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG

52.651 0,59 55,15 8,39 89,30

73 SUMATERA BARAT KOTA BUKITTINGGI 149.746 1,62 41,20 12,00 86,76

Page 113: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

87

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

74 SUMATERA BARAT KOTA PAYAKUMBUH

48.272 0,65 40,09 11,25 86,10

75 SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 32.799 0,36 40,54 3,85 94,49 76 RIAU KUANTAN SINGINGI 13.884 0,13 51,01 3,55 93,18 77 RIAU INDRAGIRI HULU 23.220 0,20 51,78 2,88 93,60 78 RIAU INDRAGIRI HILIR 14.215 0,14 55,12 3,24 92,04 79 RIAU PELALAWAN 19.266 0,18 61,55 4,30 91,23 80 RIAU SIAK 102.959 0,28 67,72 13,04 84,05 81 RIAU KAMPAR 16.789 0,13 51,51 6,04 91,19 82 RIAU ROKAN HULU 9.909 0,17 65,45 2,85 93,57 83 RIAU BENGKALIS 61.224 0,11 61,16 6,74 91,92 84 RIAU ROKAN HILIR 15.820 0,08 72,48 6,93 87,68 85 RIAU KEPULAUAN

MERANTI 22.123 0,18 66,63 2,00 95,65

86 RIAU KOTA PEKANBARU 143.953 1,43 57,43 14,99 75,18 87 RIAU KOTA DUMAI 71.939 0,49 60,09 9,69 71,70 88 JAMBI KERINCI 18.786 0,38 45,16 4,98 92,94 89 JAMBI MERANGIN 18.996 0,53 55,39 5,80 90,62 90 JAMBI SAROLANGUN 20.508 0,41 58,88 3,46 93,48 91 JAMBI BATANG HARI 28.407 0,57 50,92 4,66 92,80 92 JAMBI MUARO JAMBI 21.469 0,63 47,14 3,43 94,20 93 JAMBI TANJUNG JABUNG

TIMUR 8.551 0,07 59,27 2,98 92,19

94 JAMBI TANJUNG JABUNG BARAT

10.457 0,13 52,38 3,53 93,59

95 JAMBI TEBO 15.551 0,51 59,84 3,50 93,59 96 JAMBI BUNGO 27.877 0,66 44,50 7,58 84,94 97 JAMBI KOTA JAMBI 86.602 1,34 39,19 10,22 85,34 98 JAMBI KOTA SUNGAI

PENUH 35.775 0,54 51,63 2,39 93,67

99 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU

39.051 0,45 54,98 5,70 85,99

100 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR

10.410 0,23 54,86 3,54 93,18

101 SUMATERA SELATAN MUARA ENIM 21.822 0,18 57,75 5,40 90,42 102 SUMATERA SELATAN LAHAT 32.435 0,44 45,48 6,00 88,50 103 SUMATERA SELATAN MUSI RAWAS 16.247 0,23 67,26 6,11 91,32 104 SUMATERA SELATAN MUSI BANYUASIN 23.197 0,11 71,94 2,91 93,16 105 SUMATERA SELATAN BANYU ASIN 16.944 0,27 55,86 2,74 94,49 106 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING

ULU SELATAN 15.893 0,40 58,92 2,19 88,63

107 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU TIMUR

7.000 0,18 57,20 3,29 92,98

108 SUMATERA SELATAN OGAN ILIR 16.015 0,35 54,49 2,15 93,21 109 SUMATERA SELATAN EMPAT LAWANG 16.299 0,38 68,56 2,04 93,82 110 SUMATERA SELATAN KOTA PALEMBANG 100.716 0,81 45,11 15,52 74,38

Page 114: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

88

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

111 SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH 47.150 0,55 59,82 4,64 87,73 112 SUMATERA SELATAN KOTA PAGAR ALAM 14.217 0,30 60,81 4,06 91,20 113 SUMATERA SELATAN KOTA

LUBUKLINGGAU 32.346 0,57 65,02 5,29 81,15

114 BENGKULU BENGKULU SELATAN

19.601 0,49 35,49 3,34 94,91

115 BENGKULU REJANG LEBONG 18.182 0,26 47,51 5,49 92,72 116 BENGKULU BENGKULU UTARA 11.074 0,35 44,42 4,85 93,19 117 BENGKULU KAUR 14.858 0,65 48,90 2,13 95,27 118 BENGKULU SELUMA 18.221 0,89 51,59 1,73 73,49 119 BENGKULU MUKOMUKO 32.391 0,86 58,81 4,52 93,45 120 BENGKULU LEBONG 12.231 0,24 57,30 2,61 95,63 121 BENGKULU KEPAHIANG 18.618 0,31 46,88 3,94 81,66 122 BENGKULU BENGKULU TENGAH 7.329 0,19 54,72 0,96 88,22 123 BENGKULU KOTA BENGKULU 79.795 1,16 38,48 8,29 88,81 124 LAMPUNG LAMPUNG BARAT 6.564 0,18 45,23 2,35 86,72 125 LAMPUNG TANGGAMUS 9.169 0,21 49,45 1,77 76,43 126 LAMPUNG LAMPUNG SELATAN 15.832 0,33 47,12 6,21 87,96 127 LAMPUNG LAMPUNG TIMUR 7.907 0,17 35,75 2,15 95,45 128 LAMPUNG LAMPUNG TENGAH 17.432 0,33 35,89 3,12 93,99 129 LAMPUNG LAMPUNG UTARA 10.655 0,18 41,82 1,42 93,19 130 LAMPUNG WAY KANAN 18.674 0,54 45,96 2,70 85,21 131 LAMPUNG TULANGBAWANG 7.816 0,14 57,40 3,51 81,33 132 LAMPUNG PESAWARAN 8.023 0,19 48,03 1,46 96,12 133 LAMPUNG PRINGSEWU 8.922 0,23 41,22 2,95 89,85 134 LAMPUNG MESUJI 2.138 0,03 71,27 0,61 94,65 135 LAMPUNG TULANG BAWANG

BARAT 5.177 0,12 63,73 0,54 85,37

136 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG

85.972 1,16 38,12 11,31 83,50

137 LAMPUNG KOTA METRO 30.883 0,80 43,68 6,43 86,91 138 KEP. BANGKA

BELITUNG BANGKA 39.231 0,54 57,28 7,70 86,22

139 KEP. BANGKA BELITUNG

BELITUNG 90.789 1,13 56,87 10,91 83,38

140 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA BARAT 14.355 0,10 55,30 6,26 88,49

141 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA TENGAH 40.316 0,50 55,34 5,66 87,58

142 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA SELATAN 9.274 0,12 61,61 3,72 91,50

143 KEP. BANGKA BELITUNG

BELITUNG TIMUR 102.840 1,24 55,68 9,00 87,33

144 KEP. BANGKA BELITUNG

KOTA PANGKAL PINANG

109.265 1,48 49,92 10,70 80,32

145 KEPULAUAN RIAU KARIMUN 649.029 6,76 51,95 30,91 58,03 146 KEPULAUAN RIAU BINTAN 706.765 3,23 56,87 19,67 69,13 147 KEPULAUAN RIAU NATUNA 41.361 0,19 76,91 2,29 92,10

Page 115: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

89

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

148 KEPULAUAN RIAU LINGGA 28.988 0,42 68,26 2,40 90,85 149 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN

ANAMBAS 56.628 0,22 63,25 2,07 94,21

150 KEPULAUAN RIAU KOTA BATAM 300.592 1,01 59,70 27,32 70,19 151 KEPULAUAN RIAU KOTA TANJUNG

PINANG 178.661 1,32 55,99 11,29 82,05

152 DKI JAKARTA KEPULAUAN SERIBU - - 153 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA

SELATAN - -

154 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA TIMUR

- -

155 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA PUSAT

- -

156 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA BARAT

- -

157 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA UTARA

- -

158 JAWA BARAT BOGOR 65.663 0,96 61,68 17,75 68,67 159 JAWA BARAT SUKABUMI 19.401 0,53 46,90 7,99 85,87 160 JAWA BARAT CIANJUR 16.725 0,44 43,85 8,55 88,78 161 JAWA BARAT BANDUNG 30.752 0,45 38,55 10,62 82,99 162 JAWA BARAT GARUT 6.202 0,13 41,61 6,25 87,48 163 JAWA BARAT TASIKMALAYA 8.119 0,25 29,78 3,82 93,76 164 JAWA BARAT CIAMIS 7.295 0,15 33,48 4,31 92,48 165 JAWA BARAT KUNINGAN 14.089 0,37 30,75 7,00 88,51 166 JAWA BARAT CIREBON 18.137 0,46 47,11 10,47 79,13 167 JAWA BARAT MAJALENGKA 8.487 0,22 39,38 6,68 84,93 168 JAWA BARAT SUMEDANG 37.998 0,74 37,29 11,95 81,12 169 JAWA BARAT INDRAMAYU 13.711 0,15 39,77 7,15 88,44 170 JAWA BARAT SUBANG 18.154 0,36 46,34 6,37 86,61 171 JAWA BARAT PURWAKARTA 51.753 0,61 44,08 9,73 78,17 172 JAWA BARAT KARAWANG 46.272 0,45 56,57 11,77 79,23 173 JAWA BARAT BEKASI 84.286 0,40 49,99 21,51 69,90 174 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 36.070 0,67 46,12 7,39 86,60 175 JAWA BARAT KOTA BOGOR 129.323 2,57 45,79 18,86 72,85 176 JAWA BARAT KOTA SUKABUMI 34.154 0,53 50,29 15,23 78,78 177 JAWA BARAT KOTA BANDUNG 204.927 1,55 56,85 23,49 58,48 178 JAWA BARAT KOTA CIREBON 118.140 0,67 54,27 15,18 67,97 179 JAWA BARAT KOTA BEKASI 134.119 2,02 58,21 24,81 57,90 180 JAWA BARAT KOTA DEPOK 78.733 2,10 59,40 19,36 67,03 181 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 67.545 0,56 41,70 17,43 77,39 182 JAWA BARAT KOTA

TASIKMALAYA 26.641 0,44 33,76 13,10 81,95

183 JAWA BARAT KOTA BANJAR 13.353 0,31 49,33 11,57 84,72 184 JAWA TENGAH CILACAP 28.076 0,19 40,91 12,35 80,86 185 JAWA TENGAH BANYUMAS 24.513 0,82 38,57 11,93 82,44

Page 116: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

90

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

186 JAWA TENGAH PURBALINGGA 20.180 0,68 41,12 10,60 79,05 187 JAWA TENGAH BANJARNEGARA 10.727 0,32 36,88 6,12 84,58 188 JAWA TENGAH KEBUMEN 12.271 0,48 26,58 5,99 81,64 189 JAWA TENGAH PURWOREJO 13.272 0,31 29,89 7,51 87,73 190 JAWA TENGAH WONOSOBO 8.148 0,33 46,32 6,97 81,76 191 JAWA TENGAH MAGELANG 23.849 0,68 35,43 8,30 86,62 192 JAWA TENGAH BOYOLALI 18.408 0,40 29,90 7,83 87,47 193 JAWA TENGAH KLATEN 21.734 0,51 27,72 5,38 87,96 194 JAWA TENGAH SUKOHARJO 35.284 0,58 36,78 8,07 85,42 195 JAWA TENGAH WONOGIRI 8.527 0,26 30,62 5,94 89,13 196 JAWA TENGAH KARANGANYAR 29.698 0,44 25,14 9,49 84,80 197 JAWA TENGAH SRAGEN 20.390 0,57 29,61 8,35 85,79 198 JAWA TENGAH GROBOGAN 10.352 0,42 41,10 6,34 88,31 199 JAWA TENGAH BLORA 12.163 0,46 39,40 6,21 89,06 200 JAWA TENGAH REMBANG 22.499 0,58 43,56 10,55 80,97 201 JAWA TENGAH PATI 16.729 0,44 36,28 10,42 83,14 202 JAWA TENGAH KUDUS 36.200 0,22 43,81 11,05 80,30 203 JAWA TENGAH JEPARA 21.234 0,55 45,57 10,00 77,59 204 JAWA TENGAH DEMAK 18.805 0,66 46,13 7,00 82,06 205 JAWA TENGAH SEMARANG 43.451 0,73 40,62 14,22 78,28 206 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 9.743 0,29 35,92 8,07 84,53 207 JAWA TENGAH KENDAL 23.275 0,39 41,63 8,93 78,53 208 JAWA TENGAH BATANG 17.300 0,52 32,58 7,32 87,53 209 JAWA TENGAH PEKALONGAN 15.346 0,40 34,64 8,77 86,87 210 JAWA TENGAH PEMALANG 11.026 0,40 32,43 7,40 86,57 211 JAWA TENGAH TEGAL 16.385 0,63 41,14 7,54 86,13 212 JAWA TENGAH BREBES 9.868 0,31 40,79 6,62 88,13 213 JAWA TENGAH KOTA MAGELANG 59.132 0,63 43,68 12,62 81,65 214 JAWA TENGAH KOTA SURAKARTA 182.000 1,78 41,56 15,86 75,87 215 JAWA TENGAH KOTA SALATIGA 92.466 1,73 39,54 14,53 79,01 216 JAWA TENGAH KOTA SEMARANG 177.098 1,29 48,38 24,94 61,04 217 JAWA TENGAH KOTA PEKALONGAN 65.778 0,89 47,59 11,85 80,84 218 JAWA TENGAH KOTA TEGAL 67.458 1,26 46,88 21,44 70,84 219 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 10.857 0,24 30,30 7,57 86,64 220 D I YOGYAKARTA BANTUL 31.544 0,72 33,35 11,86 78,55 221 D I YOGYAKARTA GUNUNG KIDUL 10.554 0,21 28,69 4,98 90,66 222 D I YOGYAKARTA SLEMAN 103.832 1,78 38,16 19,35 72,44 223 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA 257.060 1,81 44,30 25,44 65,35 224 JAWA TIMUR PACITAN 10.781 0,38 29,73 4,90 91,03

Page 117: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

91

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

225 JAWA TIMUR PONOROGO 13.390 0,34 31,87 5,00 89,90 226 JAWA TIMUR TRENGGALEK 11.133 0,24 32,60 7,04 88,04 227 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 15.523 0,20 31,21 8,45 84,18 228 JAWA TIMUR BLITAR 11.777 0,23 35,25 5,95 89,18 229 JAWA TIMUR KEDIRI 14.168 0,28 31,33 5,40 90,40 230 JAWA TIMUR MALANG 14.563 0,24 46,13 7,74 85,57 231 JAWA TIMUR LUMAJANG 17.715 0,28 41,48 7,52 87,30 232 JAWA TIMUR JEMBER 18.673 0,38 46,83 10,33 84,00 233 JAWA TIMUR BANYUWANGI 15.075 0,21 31,15 7,54 87,19 234 JAWA TIMUR BONDOWOSO 6.977 0,16 34,33 7,05 89,75 235 JAWA TIMUR SITUBONDO 15.174 0,28 43,20 6,32 86,57 236 JAWA TIMUR PROBOLINGGO 12.647 0,21 45,02 4,74 88,90 237 JAWA TIMUR PASURUAN 50.425 1,12 42,39 9,81 83,39 238 JAWA TIMUR SIDOARJO 106.447 0,79 52,98 23,63 66,28 239 JAWA TIMUR MOJOKERTO 38.500 0,50 37,14 8,92 81,99 240 JAWA TIMUR JOMBANG 15.637 0,30 36,12 10,40 83,75 241 JAWA TIMUR NGANJUK 12.313 0,24 38,03 8,70 86,68 242 JAWA TIMUR MADIUN 15.739 0,34 37,51 5,78 88,02 243 JAWA TIMUR MAGETAN 15.073 0,29 36,26 7,03 86,84 244 JAWA TIMUR NGAWI 13.106 0,34 29,61 3,59 80,02 245 JAWA TIMUR BOJONEGORO 19.898 0,30 46,14 6,99 88,62 246 JAWA TIMUR TUBAN 38.911 0,51 35,81 9,29 86,63 247 JAWA TIMUR LAMONGAN 17.260 0,33 39,22 8,81 84,16 248 JAWA TIMUR GRESIK 84.751 0,58 51,05 19,60 74,62 249 JAWA TIMUR BANGKALAN 11.458 0,30 48,04 4,27 87,63 250 JAWA TIMUR SAMPANG 6.528 0,20 42,38 5,83 90,57 251 JAWA TIMUR PAMEKASAN 9.314 0,34 47,07 5,19 84,89 252 JAWA TIMUR SUMENEP 6.393 0,13 38,50 4,56 92,09 253 JAWA TIMUR KOTA KEDIRI 65.030 0,08 45,25 13,26 81,38 254 JAWA TIMUR KOTA BLITAR 37.804 0,51 49,09 11,30 78,43 255 JAWA TIMUR KOTA MALANG 125.844 0,73 44,14 16,04 72,31 256 JAWA TIMUR KOTA

PROBOLINGGO 44.274 0,47 49,45 10,43 81,67

257 JAWA TIMUR KOTA PASURUAN 37.509 0,63 47,65 7,28 86,86 258 JAWA TIMUR KOTA MOJOKERTO 85.236 0,83 59,40 8,42 77,40 259 JAWA TIMUR KOTA MADIUN 86.675 0,70 31,51 8,38 85,86 260 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA 611.664 1,93 60,61 53,87 33,49 261 JAWA TIMUR KOTA BATU 98.773 1,32 52,97 7,13 84,62 262 BANTEN PANDEGLANG 4.991 0,13 33,40 5,26 90,64 263 BANTEN LEBAK 7.956 0,24 47,72 7,44 88,16

Page 118: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

92

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

264 BANTEN TANGERANG 71.044 1,09 57,72 21,94 53,61 265 BANTEN SERANG 47.948 0,94 48,00 13,70 76,56 266 BANTEN KOTA TANGERANG 145.217 0,89 48,96 21,40 63,05 267 BANTEN KOTA CILEGON 356.419 1,10 53,87 26,98 62,87 268 BANTEN KOTA SERANG 26.827 0,54 43,70 5,11 86,38 269 BANTEN KOTA TANGERANG

SELATAN 164.894 3,96 64,87 21,43 59,57

270 BALI JEMBRANA 54.905 0,83 39,21 7,50 82,79 271 BALI TABANAN 59.649 1,01 29,77 14,91 76,35 272 BALI BADUNG

1.726.394

15,94 43,08 77,24 19,39

273 BALI GIANYAR 204.932 2,85 35,49 19,72 62,25 274 BALI KLUNGKUNG 24.108 0,31 32,85 7,07 83,33 275 BALI BANGLI 19.843 0,39 39,29 4,23 85,44 276 BALI KARANG ASEM 74.383 1,61 32,62 8,34 81,87 277 BALI BULELENG 47.362 0,85 33,47 9,97 81,73 278 BALI KOTA DENPASAR 274.541 3,79 26,48 30,69 50,74 279 NUSA TENGGARA

BARAT LOMBOK BARAT 88.420 3,00 44,55 13,84 83,02

280 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TENGAH 21.359 0,83 34,26 7,42 90,03

281 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TIMUR 5.859 0,22 35,75 4,96 92,32

282 NUSA TENGGARA BARAT

SUMBAWA 22.556 0,51 43,96 6,31 91,28

283 NUSA TENGGARA BARAT

DOMPU 9.066 0,21 36,54 5,09 92,12

284 NUSA TENGGARA BARAT

BIMA 5.538 0,16 37,80 5,65 79,29

285 NUSA TENGGARA BARAT

SUMBAWA BARAT 102.366 0,21 69,73 18,94 61,07

286 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK UTARA 52.042 1,60 57,30 4,80 91,28

287 NUSA TENGGARA BARAT

KOTA MATARAM 75.086 1,38 35,35 9,47 83,73

288 NUSA TENGGARA BARAT

KOTA BIMA 32.009 0,99 40,64 2,83 93,54

289 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA BARAT 22.869 0,84 64,49 6,38 92,43

290 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA TIMUR 14.136 0,45 45,60 6,42 92,52

291 NUSA TENGGARA TIMUR

KUPANG 6.266 0,19 43,86 6,17 93,00

292 NUSA TENGGARA TIMUR

TIMOR TENGAH SELATAN

9.272 0,43 44,20 4,42 94,88

293 NUSA TENGGARA TIMUR

TIMOR TENGAH UTARA

18.119 0,83 51,09 8,15 90,75

294 NUSA TENGGARA TIMUR

BELU 21.273 0,73 38,28 8,38 90,27

295 NUSA TENGGARA TIMUR

ALOR 11.290 0,50 49,37 3,88 95,40

296 NUSA TENGGARA TIMUR

LEMBATA 18.763 1,45 47,61 4,07 95,04

297 NUSA TENGGARA TIMUR

FLORES TIMUR 10.632 0,40 43,86 4,54 94,72

Page 119: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

93

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

298 NUSA TENGGARA TIMUR

SIKKA 13.914 0,49 44,61 5,59 93,52

299 NUSA TENGGARA TIMUR

ENDE 34.214 1,12 43,32 4,86 94,11

300 NUSA TENGGARA TIMUR

NGADA 18.398 0,65 54,00 5,70 93,39

301 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI 11.448 0,56 49,09 6,32 89,84

302 NUSA TENGGARA TIMUR

ROTE NDAO 21.914 0,76 53,78 5,05 94,09

303 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI BARAT 24.115 1,31 60,51 5,87 93,26

304 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA TENGAH 18.484 1,47 69,28 4,08 94,93

305 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA BARAT DAYA

5.233 0,30 61,58 2,98 96,43

306 NUSA TENGGARA TIMUR

NAGEKEO 11.235 0,48 60,19 4,01 94,78

307 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI TIMUR 9.372 0,61 63,72 3,42 95,26

308 NUSA TENGGARA TIMUR

SABU RAIJUA 5.235 0,26 65,81 0,44 99,04

309 NUSA TENGGARA TIMUR

KOTA KUPANG 54.254 0,79 36,14 9,90 87,29

310 KALIMANTAN BARAT SAMBAS 11.167 0,19 44,75 3,92 93,56 311 KALIMANTAN BARAT BENGKAYANG 4.645 0,09 56,24 2,46 94,08 312 KALIMANTAN BARAT LANDAK 5.801 0,12 63,55 1,08 81,38 313 KALIMANTAN BARAT PONTIANAK 28.020 0,54 42,65 3,83 92,76 314 KALIMANTAN BARAT SANGGAU 21.803 0,33 49,03 3,97 93,70 315 KALIMANTAN BARAT KETAPANG 18.580 0,28 66,33 4,21 93,04 316 KALIMANTAN BARAT SINTANG 6.150 0,11 53,81 3,78 94,58 317 KALIMANTAN BARAT KAPUAS HULU 4.951 0,09 67,37 1,59 97,87 318 KALIMANTAN BARAT SEKADAU 20.236 0,55 65,33 4,63 92,59 319 KALIMANTAN BARAT MELAWI 16.786 0,56 57,66 3,78 89,68 320 KALIMANTAN BARAT KAYONG UTARA 82.908 1,82 73,74 4,09 92,86 321 KALIMANTAN BARAT KUBU RAYA 35.255 0,36 54,67 3,95 79,98 322 KALIMANTAN BARAT KOTA PONTIANAK 174.301 1,46 47,95 15,51 72,27 323 KALIMANTAN BARAT KOTA SINGKAWANG 59.038 0,89 47,30 7,10 88,43 324 KALIMANTAN TENGAH KOTAWARINGIN

BARAT 45.488 0,41 54,06 7,15 87,06

325 KALIMANTAN TENGAH KOTAWARINGIN TIMUR

39.343 0,49 53,26 8,15 87,26

326 KALIMANTAN TENGAH KAPUAS 13.765 0,21 44,78 2,99 93,83 327 KALIMANTAN TENGAH BARITO SELATAN 32.773 0,42 51,37 3,36 94,27 328 KALIMANTAN TENGAH BARITO UTARA 14.285 0,16 54,45 4,04 93,85 329 KALIMANTAN TENGAH SUKAMARA 12.113 0,09 72,87 3,94 94,05 330 KALIMANTAN TENGAH LAMANDAU 36.996 0,40 69,76 3,12 94,72 331 KALIMANTAN TENGAH SERUYAN 18.147 0,25 74,71 3,07 94,85 332 KALIMANTAN TENGAH KATINGAN 12.007 0,14 61,92 4,26 92,91 333 KALIMANTAN TENGAH PULANG PISAU 53.822 0,87 53,67 3,32 94,79

Page 120: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

94

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

334 KALIMANTAN TENGAH GUNUNG MAS 46.582 0,66 57,55 4,02 85,53 335 KALIMANTAN TENGAH BARITO TIMUR 21.433 0,31 53,87 2,99 92,13 336 KALIMANTAN TENGAH MURUNG RAYA 11.976 0,12 63,55 3,73 94,80 337 KALIMANTAN TENGAH KOTA PALANGKA

RAYA 102.140 1,44 34,10 7,86 86,47

338 KALIMANTAN SELATAN TANAH LAUT 13.951 0,18 36,87 5,45 85,09 339 KALIMANTAN SELATAN KOTA BARU 81.420 0,48 48,72 8,74 79,42 340 KALIMANTAN SELATAN BANJAR 34.289 0,52 47,35 6,26 85,05 341 KALIMANTAN SELATAN BARITO KUALA 12.889 0,18 50,68 3,12 93,87 342 KALIMANTAN SELATAN TAPIN 39.010 0,65 55,78 4,28 78,14 343 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI

SELATAN 27.353 0,54 38,65 7,26 86,32

344 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI TENGAH

13.571 0,30 40,86 5,52 89,41

345 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI UTARA

17.126 0,41 45,75 4,34 82,51

346 KALIMANTAN SELATAN TABALONG 51.924 0,38 56,09 4,84 87,60 347 KALIMANTAN SELATAN TANAH BUMBU 23.036 0,19 56,43 2,80 77,65 348 KALIMANTAN SELATAN BALANGAN 8.562 0,07 57,71 3,86 74,41 349 KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJARMASIN 109.864 1,42 43,79 12,64 75,43 350 KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJAR BARU 78.893 1,65 47,44 8,66 81,99 351 KALIMANTAN TIMUR PASIR 14.264 0,06 58,43 5,58 79,60 352 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 105.640 0,54 79,05 4,98 85,78 353 KALIMANTAN TIMUR KUTAI

KARTANEGARA 27.172 0,06 75,34 3,14 86,95

354 KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR 23.764 0,04 71,03 1,67 87,67 355 KALIMANTAN TIMUR BERAU 79.880 0,39 58,97 10,38 84,43 356 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 11.692 0,11 79,01 6,63 86,46 357 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 19.006 0,20 51,41 5,78 83,28 358 KALIMANTAN TIMUR NUNUKAN 24.472 0,24 75,17 4,59 92,21 359 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER

UTARA 13.665 0,10 77,50 3,64 83,38

360 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG - - 78,04 2,49 93,97 361 KALIMANTAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN 395.340 1,36 73,82 17,65 66,74 362 KALIMANTAN TIMUR KOTA SAMARINDA 119.375 0,74 60,97 10,57 68,28 363 KALIMANTAN TIMUR KOTA TARAKAN 87.397 0,64 52,38 10,94 76,62 364 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 134.264 0,08 83,58 4,18 87,68 365 SULAWESI UTARA BOLAANG

MONGONDOW 11.024 0,23 46,46 1,70 96,83

366 SULAWESI UTARA MINAHASA 27.447 0,40 31,48 3,01 95,55 367 SULAWESI UTARA KEPULAUAN

SANGIHE 26.412 0,45 39,37 5,33 93,20

368 SULAWESI UTARA KEPULAUAN TALAUD

13.749 0,27 49,61 1,83 96,56

369 SULAWESI UTARA MINAHASA SELATAN

12.280 0,18 42,20 1,98 96,12

370 SULAWESI UTARA MINAHASA UTARA 21.141 0,30 44,26 3,22 94,01

Page 121: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

95

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

371 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW UTARA

9.021 0,17 68,28 1,36 95,17

372 SULAWESI UTARA SIAU TAGULANDANG BIARO

16.865 0,51 60,89 2,94 95,84

373 SULAWESI UTARA MINAHASA TENGGARA

15.884 0,12 58,70 0,90 96,48

374 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW SELATAN

55.346 1,17 64,09 2,08 96,04

375 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR

10.761 0,18 68,11 0,86 83,09

376 SULAWESI UTARA KOTA MANADO 9.434 0,07 49,73 2,28 95,90 377 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 57.325 0,49 34,88 5,56 91,74 378 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON

1.034.958

14,28 38,54 16,43 76,24

379 SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU

15.773 0,36 48,66 1,82 96,53

380 SULAWESI TENGAH BANGGAI KEPULAUAN

18.791 0,44 55,01 2,29 96,57

381 SULAWESI TENGAH BANGGAI 20.844 0,34 39,87 3,22 95,08 382 SULAWESI TENGAH MOROWALI 40.131 0,47 54,66 7,54 90,83 383 SULAWESI TENGAH POSO 19.094 0,36 36,72 4,38 93,86 384 SULAWESI TENGAH DONGGALA 47.810 0,78 50,41 2,88 95,61 385 SULAWESI TENGAH TOLI-TOLI 16.545 0,27 47,60 4,65 93,68 386 SULAWESI TENGAH BUOL 19.972 0,42 53,45 2,83 92,19 387 SULAWESI TENGAH PARIGI MOUTONG 7.675 0,11 49,75 1,81 95,65 388 SULAWESI TENGAH TOJO UNA-UNA 20.015 0,55 55,15 4,25 91,55 389 SULAWESI TENGAH SIGI 6.743 0,09 53,37 0,89 96,03 390 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 68.138 0,83 33,13 12,06 84,75 391 SULAWESI SELATAN KEPULAUAN

SELAYAR 14.347 0,38 58,36 3,97 92,19

392 SULAWESI SELATAN BULUKUMBA 29.812 0,68 40,78 8,57 87,22 393 SULAWESI SELATAN BANTAENG 12.379 0,29 45,14 3,99 92,50 394 SULAWESI SELATAN JENEPONTO 7.954 0,31 47,92 3,74 91,90 395 SULAWESI SELATAN TAKALAR 8.865 0,26 39,34 7,03 89,00 396 SULAWESI SELATAN GOWA 19.757 0,68 35,58 7,00 85,30 397 SULAWESI SELATAN SINJAI 10.898 0,23 40,02 2,64 88,24 398 SULAWESI SELATAN MAROS 85.212 2,36 45,24 8,41 81,73 399 SULAWESI SELATAN PANGKAJENE DAN

KEPULAUAN 138.071 1,68 44,66 11,42 85,93

400 SULAWESI SELATAN BARRU 26.336 0,60 44,69 3,41 90,94 401 SULAWESI SELATAN BONE 14.485 0,32 39,10 6,09 87,37 402 SULAWESI SELATAN SOPPENG 15.425 0,29 38,23 3,54 93,48 403 SULAWESI SELATAN WAJO 20.309 0,32 45,92 6,80 88,45 404 SULAWESI SELATAN SIDENRENG

RAPPANG 16.100 0,29 49,56 7,18 87,63

Page 122: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

96

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

405 SULAWESI SELATAN PINRANG 12.903 0,18 43,48 5,92 89,43 406 SULAWESI SELATAN ENREKANG 9.482 0,24 50,51 4,01 92,79 407 SULAWESI SELATAN LUWU 12.001 0,24 47,59 3,52 93,00 408 SULAWESI SELATAN TANA TORAJA 9.685 0,32 45,19 5,48 86,31 409 SULAWESI SELATAN LUWU UTARA 14.790 0,28 49,40 6,31 89,33 410 SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR 151.436 0,75 60,83 11,23 72,74 411 SULAWESI SELATAN TORAJA UTARA 10.387 0,33 47,52 2,13 88,28 412 SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR 178.385 1,47 52,68 21,00 66,15 413 SULAWESI SELATAN KOTA PAREPARE 67.221 1,13 51,00 9,56 83,19 414 SULAWESI SELATAN KOTA PALOPO 49.670 0,79 46,40 7,47 88,97 415 SULAWESI TENGGARA BUTON 14.032 0,51 37,48 2,85 95,50 416 SULAWESI TENGGARA MUNA 11.310 0,27 35,54 3,07 95,44 417 SULAWESI TENGGARA KONAWE 10.848 0,29 42,69 3,03 94,73 418 SULAWESI TENGGARA KOLAKA 21.577 0,23 47,90 12,38 83,73 419 SULAWESI TENGGARA KONAWE SELATAN 6.825 0,18 52,03 3,07 95,72 420 SULAWESI TENGGARA BOMBANA 11.671 0,39 54,65 3,66 94,88 421 SULAWESI TENGGARA WAKATOBI 25.481 0,91 61,04 3,79 94,58 422 SULAWESI TENGGARA KOLAKA UTARA 10.590 0,15 67,87 4,77 94,16 423 SULAWESI TENGGARA BUTON UTARA 5.846 4,27 70,60 1,75 87,62 424 SULAWESI TENGGARA KONAWE UTARA 302.039 0,09 71,17 18,49 76,89 425 SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI 107.629 1,56 33,06 13,84 73,02 426 SULAWESI TENGGARA KOTA BAU-BAU 28.615 0,51 44,49 4,23 92,92 427 GORONTALO BOALEMO 14.816 0,57 51,84 3,60 95,16 428 GORONTALO GORONTALO 7.919 0,33 32,94 5,37 92,87 429 GORONTALO POHUWATO 19.696 0,49 54,06 3,69 95,05 430 GORONTALO BONE BOLANGO 12.638 0,64 50,73 4,17 94,51 431 GORONTALO GORONTALO UTARA 26.160 1,28 64,42 3,17 95,44 432 GORONTALO KOTA GORONTALO 80.449 2,41 38,92 12,98 81,43 433 SULAWESI BARAT MAJENE 11.663 0,29 40,68 2,58 96,10 434 SULAWESI BARAT POLEWALI MANDAR 9.025 0,58 41,54 4,83 93,32 435 SULAWESI BARAT MAMASA 10.984 0,11 46,73 2,05 97,15 436 SULAWESI BARAT MAMUJU 23.625 0,58 56,08 4,65 93,88 437 SULAWESI BARAT MAMUJU UTARA 13.653 0,26 54,47 1,72 97,33 438 MALUKU MALUKU TENGGARA

BARAT 9.066 0,33 55,55 6,14 93,39

439 MALUKU MALUKU TENGGARA 41.214 1,79 49,59 5,94 92,90 440 MALUKU MALUKU TENGAH 11.612 0,68 35,42 2,59 96,78 441 MALUKU BURU 15.384 0,95 66,75 1,68 97,63 442 MALUKU KEPULAUAN ARU 35.809 1,44 64,88 3,74 83,69 443 MALUKU SERAM BAGIAN

BARAT 28.001 1,44 62,57 3,07 95,83

Page 123: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

97

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

444 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR

24.984 1,69 69,91 1,93 70,56

445 MALUKU MALUKU BARAT DAYA

5.515 0,20 61,19 1,28 95,71

446 MALUKU BURU SELATAN 27.948 1,23 72,65 1,58 95,56 447 MALUKU KOTA AMBON 85.742 1,58 29,72 7,44 88,70 448 MALUKU KOTA TUAL 17.734 0,69 67,18 1,23 97,28 449 MALUKU UTARA HALMAHERA BARAT 14.937 0,66 43,99 1,72 97,73 450 MALUKU UTARA HALMAHERA

TENGAH 28.966 0,53 64,16 2,55 97,19

451 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA 12.866 0,51 71,48 5,68 93,58 452 MALUKU UTARA HALMAHERA

SELATAN 5.703 0,20 61,00 6,02 88,86

453 MALUKU UTARA HALMAHERA UTARA 25.414 1,04 68,02 22,58 77,02 454 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 9.829 0,28 72,57 10,66 89,21 455 MALUKU UTARA PULAU MOROTAI 7.181 0,36 72,47 0,60 95,73 456 MALUKU UTARA KOTA TERNATE 69.465 2,14 44,90 5,85 91,43 457 MALUKU UTARA KOTA TIDORE

KEPULAUAN 25.801 0,87 50,13 2,15 97,30

458 PAPUA BARAT FAKFAK 17.455 0,18 61,07 4,22 95,37 459 PAPUA BARAT KAIMANA 13.313 0,16 84,81 1,14 87,16 460 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 92.417 1,35 80,62 1,17 97,89 461 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 227.290 0,56 84,41 5,31 93,90 462 PAPUA BARAT MANOKWARI 39.366 0,62 54,74 2,63 92,67 463 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 13.087 0,28 73,89 1,63 89,46 464 PAPUA BARAT SORONG 7.165 0,03 57,20 2,30 97,40 465 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 16.142 0,13 68,00 2,76 97,14 466 PAPUA BARAT TAMBRAUW - - 78,14 0,11 99,89 467 PAPUA BARAT MAYBRAT - - 69,63 0,04 99,96 468 PAPUA BARAT KOTA SORONG 21.246 0,26 50,80 4,65 93,28 469 PAPUA MERAUKE 41.823 0,54 62,37 8,05 91,10 470 PAPUA JAYAWIJAYA 8.588 0,32 65,77 3,73 95,65 471 PAPUA JAYAPURA 26.317 0,32 54,95 2,88 96,67 472 PAPUA NABIRE 27.733 0,40 59,96 2,44 96,74 473 PAPUA YAPEN WAROPEN 12.055 0,27 56,92 1,66 97,76 474 PAPUA BIAK NUMFOR 21.100 0,30 51,25 3,66 90,21 475 PAPUA PANIAI 2.033 0,17 66,07 1,14 98,40 476 PAPUA PUNCAK JAYA 2.529 0,11 74,69 2,34 91,24 477 PAPUA MIMIKA 386.454 0,66 75,29 11,34 87,09 478 PAPUA BOVEN DIGOEL 19.538 0,22 80,30 1,22 95,94 479 PAPUA MAPPI 39.951 1,10 79,60 1,87 97,85 480 PAPUA ASMAT 3.029 0,10 66,46 2,22 97,54 481 PAPUA YAHUKIMO 4.540 0,42 62,09 2,26 97,58

Page 124: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

98

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/

Kap

Tax Effort

Se-Provinsi,

2011

Ruang Fiskal

Rasio Kemandirian

Rasio Transfer

482 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG

6.113 0,16 76,84 1,17 98,01

483 PAPUA TOLIKARA - - 71,34 1,17 98,41 484 PAPUA SARMI 33.272 0,45 83,97 0,96 98,64 485 PAPUA KEEROM 15.519 0,21 73,05 2,37 96,37 486 PAPUA WAROPEN 4.671 0,09 83,05 0,96 98,58 487 PAPUA SUPIORI 10.268 0,13 83,55 0,61 89,49 488 PAPUA MAMBERAMO RAYA - - 86,63 0,24 99,42 489 PAPUA NDUGA 3.795 0,41 72,86 0,89 98,44 490 PAPUA LANNY JAYA 1.885 0,17 69,52 1,01 97,16 491 PAPUA MAMBERAMO

TENGAH - - 80,78 0,24 99,76

492 PAPUA YALIMO - - 71,55 0,21 99,37 493 PAPUA PUNCAK 91 0,00 84,74 0,17 99,55 494 PAPUA DOGIYAI 2.432 0,08 58,89 0,34 99,66 495 PAPUA INTAN JAYA - - 82,15 0,18 98,72 496 PAPUA DEIYAI 1.207 0,07 71,50 0,10 99,81 497 PAPUA KOTA JAYAPURA 107.555 0,82 51,53 8,39 85,32

RATA-RATA KABU/KOTA

56.558 0,62 50,19 8,55 85,00

Page 125: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

99

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

INDIKATOR KOMPONEN BELANJA DAERAH MENURUT APBD TAHUN 2011

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

1 ACEH SIMEULUE 56,0 46,4 20,4 3.988.478 811.994

2 ACEH ACEH SINGKIL 53,2 43,5 17,7 3.627.160 641.218

3 ACEH ACEH SELATAN 63,6 59,2 17,5 2.692.201 470.831

4 ACEH ACEH TENGGARA 52,0 46,8 18,5 2.685.287 496.064

5 ACEH ACEH TIMUR 63,4 56,1 13,6 1.943.833 263.407

6 ACEH ACEH TENGAH 60,1 55,9 21,1 3.186.003 673.039

7 ACEH ACEH BARAT 64,2 60,1 15,5 2.948.618 457.316

8 ACEH ACEH BESAR 62,2 58,6 13,2 1.979.768 262.115

9 ACEH PIDIE 64,5 62,0 12,7 1.983.265 252.689

10 ACEH BIREUEN 71,1 66,3 13,7 1.912.303 261.048

11 ACEH ACEH UTARA 54,0 47,1 19,5 2.051.936 400.254

12 ACEH ACEH BARAT DAYA

51,2 45,0 24,9 3.356.504 837.329

13 ACEH GAYO LUES 42,5 36,2 19,3 5.268.583 1.014.984

14 ACEH ACEH TAMIANG 59,3 48,4 10,9 2.034.865 221.596

15 ACEH NAGAN RAYA 59,0 48,0 15,4 3.562.624 549.242

16 ACEH ACEH JAYA 52,5 41,5 26,2 5.569.821 1.458.321

17 ACEH BENER MERIAH 56,0 51,6 18,6 3.517.656 655.415

18 ACEH PIDIE JAYA 55,4 52,0 18,1 2.642.843 477.455

19 ACEH KOTA BANDA ACEH

67,5 60,4 6,8 2.652.403 180.247

20 ACEH KOTA SABANG 52,6 46,9 21,2 14.011.288

2.971.482

21 ACEH KOTA LANGSA 66,9 53,6 16,6 2.816.214 468.890

22 ACEH KOTA LHOKSEUMAWE

55,3 49,1 14,2 2.683.861 380.436

23 ACEH KOTA SUBULUSSALAM

41,8 33,5 27,3 4.215.660 1.149.347

24 SUMATERA UTARA NIAS 37,3 33,2 38,7 2.968.896 1.148.324

25 SUMATERA UTARA MANDAILING NATAL

64,5 59,0 13,0 1.545.158 200.454

26 SUMATERA UTARA TAPANULI SELATAN

57,0 53,8 22,6 2.185.415 494.720

27 SUMATERA UTARA TAPANULI TENGAH

57,9 54,7 22,8 1.806.308 411.139

28 SUMATERA UTARA TAPANULI UTARA 55,3 51,7 17,5 2.334.812 407.534

29 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 68,6 65,5 15,6 2.414.978 376.343

30 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU 58,8 51,4 20,2 1.532.768 309.674

31 SUMATERA UTARA ASAHAN 58,5 52,7 17,9 1.201.946 215.233

32 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 71,9 70,2 15,6 1.285.536 200.919

33 SUMATERA UTARA DAIRI 65,9 63,0 13,8 1.820.376 251.444

34 SUMATERA UTARA KARO 64,7 60,5 18,9 2.058.177 388.893

35 SUMATERA UTARA DELI SERDANG 54,3 51,0 20,7 930.911 193.079

Page 126: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

100

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

36 SUMATERA UTARA LANGKAT 60,7 56,4 17,2 1.190.569 204.354

37 SUMATERA UTARA NIAS SELATAN 47,3 41,3 23,0 1.807.749 415.774

38 SUMATERA UTARA HUMBANG HASUNDUTAN

55,5 51,7 22,3 2.641.207 587.973

39 SUMATERA UTARA PAKPAK BHARAT 43,2 40,8 22,7 7.160.392 1.624.407

40 SUMATERA UTARA SAMOSIR 53,2 46,0 22,6 3.523.404 794.877

41 SUMATERA UTARA SERDANG BEDAGAI

57,2 54,7 18,2 1.200.456 219.076

42 SUMATERA UTARA BATU BARA 45,1 38,4 28,0 1.488.923 416.793

43 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS UTARA

44,1 40,6 33,3 1.827.404 607.988

44 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS 40,5 36,0 35,3 2.044.834 721.045

45 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU SELATAN

45,1 38,1 29,4 1.719.084 505.224

46 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU UTARA

49,7 44,2 21,3 1.496.285 319.125

47 SUMATERA UTARA NIAS UTARA 34,1 26,6 39,6 2.799.499 1.107.885

48 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 29,0 22,7 49,5 3.819.103 1.891.696

49 SUMATERA UTARA KOTA SIBOLGA 48,0 42,5 26,1 4.804.586 1.256.348

50 SUMATERA UTARA KOTA TANJUNG BALAI

54,1 50,5 20,9 2.499.077 521.613

51 SUMATERA UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR

65,7 59,1 17,9 2.584.332 462.325

52 SUMATERA UTARA KOTA TEBING TINGGI

55,5 51,5 17,4 2.854.180 498.012

53 SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 52,4 43,2 18,4 1.397.491 256.750

54 SUMATERA UTARA KOTA BINJAI 65,1 58,5 17,2 2.010.171 344.872

55 SUMATERA UTARA KOTA PADANG SIDEMPUAN

69,9 60,8 12,4 2.223.212 274.969

56 SUMATERA UTARA KOTA GUNUNGSITOLI

43,9 40,6 41,4 2.720.488 1.126.750

57 SUMATERA BARAT KEPULAUAN MENTAWAI

34,9 28,0 31,2 7.761.530 2.424.510

58 SUMATERA BARAT PESISIR SELATAN 57,8 55,7 15,9 1.749.056 277.858

59 SUMATERA BARAT SOLOK 63,9 62,4 15,4 1.872.927 289.000

60 SUMATERA BARAT SIJUNJUNG 52,5 47,2 23,4 2.748.131 642.489

61 SUMATERA BARAT TANAH DATAR 66,0 62,0 16,7 1.877.657 313.921

62 SUMATERA BARAT PADANG PARIAMAN

67,2 64,3 16,3 1.861.175 302.596

63 SUMATERA BARAT AGAM 72,0 69,1 11,7 1.576.667 184.430

64 SUMATERA BARAT LIMA PULUH KOTA

62,1 58,8 18,1 1.959.256 354.027

65 SUMATERA BARAT PASAMAN 59,6 57,4 18,3 2.081.078 380.933

66 SUMATERA BARAT SOLOK SELATAN 47,5 44,2 28,5 2.834.856 806.745

67 SUMATERA BARAT DHARMAS RAYA 45,1 39,5 31,7 2.803.517 888.252

68 SUMATERA BARAT PASAMAN BARAT 57,7 54,3 19,0 1.599.725 304.337

69 SUMATERA BARAT KOTA PADANG 64,2 61,0 13,2 1.457.882 192.228

Page 127: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

101

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

70 SUMATERA BARAT KOTA SOLOK 47,8 43,6 16,8 6.778.927 1.137.362

71 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH LUNTO

53,0 48,0 21,9 7.153.798 1.566.183

72 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG

47,2 38,9 22,3 7.532.755 1.677.131

73 SUMATERA BARAT KOTA BUKITTINGGI

57,2 48,6 20,2 3.875.212 783.546

74 SUMATERA BARAT KOTA PAYAKUMBUH

64,0 55,3 15,7 3.269.935 513.565

75 SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 50,2 46,6 26,2 5.413.530 1.418.333

76 RIAU KUANTAN SINGINGI

53,9 48,2 16,0 3.058.266 490.081

77 RIAU INDRAGIRI HULU 58,3 47,3 14,6 2.332.282 340.830

78 RIAU INDRAGIRI HILIR 46,0 41,7 25,2 1.925.982 485.707

79 RIAU PELALAWAN 35,7 30,2 31,4 3.519.687 1.105.154

80 RIAU SIAK 33,8 25,6 34,3 4.812.055 1.649.273

81 RIAU KAMPAR 47,9 40,9 25,3 2.527.860 640.261

82 RIAU ROKAN HULU 44,6 36,5 20,6 1.951.702 401.898

83 RIAU BENGKALIS 31,4 25,7 37,1 6.350.270 2.354.118

84 RIAU ROKAN HILIR 28,8 21,7 45,7 3.711.918 1.694.957

85 RIAU KEPULAUAN MERANTI

38,6 30,9 32,4 5.205.854 1.686.908

86 RIAU KOTA PEKANBARU

57,3 43,0 19,5 1.660.193 323.523

87 RIAU KOTA DUMAI 49,6 40,0 21,9 3.167.785 692.606

88 JAMBI KERINCI 51,8 47,0 23,3 2.746.413 638.648

89 JAMBI MERANGIN 49,6 42,1 27,1 1.945.707 528.053

90 JAMBI SAROLANGUN 49,8 40,6 24,7 2.537.460 625.484

91 JAMBI BATANG HARI 55,9 49,0 19,1 2.442.721 465.584

92 JAMBI MUARO JAMBI 54,3 50,7 22,8 1.920.753 438.615

93 JAMBI TANJUNG JABUNG TIMUR

36,9 33,3 40,1 3.381.422 1.357.286

94 JAMBI TANJUNG JABUNG BARAT

43,5 38,8 33,1 2.799.105 927.486

95 JAMBI TEBO 44,8 41,0 37,1 1.918.515 711.588

96 JAMBI BUNGO 58,3 52,7 20,7 2.179.366 451.557

97 JAMBI KOTA JAMBI 63,0 57,9 14,7 1.500.022 219.813

98 JAMBI KOTA SUNGAI PENUH

46,2 40,6 34,0 5.649.538 1.918.173

99 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU

47,4 44,5 25,5 2.185.085 558.099

100 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR

46,5 44,1 19,5 1.488.688 289.993

101 SUMATERA SELATAN MUARA ENIM 44,4 40,5 26,6 1.654.131 440.456

102 SUMATERA SELATAN LAHAT 58,1 54,2 19,8 2.328.729 461.895

103 SUMATERA SELATAN MUSI RAWAS 42,7 36,2 28,2 2.039.259 575.729

104 SUMATERA SELATAN MUSI BANYUASIN 32,8 26,4 38,8 3.491.032 1.354.781

Page 128: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

102

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

105 SUMATERA SELATAN BANYU ASIN 47,3 43,3 25,9 1.406.500 364.696

106 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU SELATAN

41,7 39,1 38,9 1.977.164 768.949

107 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU TIMUR

45,9 43,4 25,7 1.301.216 334.065

108 SUMATERA SELATAN OGAN ILIR 57,2 54,8 23,7 1.594.706 378.629

109 SUMATERA SELATAN EMPAT LAWANG 36,4 32,6 30,6 2.334.270 713.749

110 SUMATERA SELATAN KOTA PALEMBANG

59,2 54,8 16,4 1.148.802 188.720

111 SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH

45,4 41,4 22,9 3.099.330 710.706

112 SUMATERA SELATAN KOTA PAGAR ALAM

41,0 37,5 30,8 3.871.378 1.192.782

113 SUMATERA SELATAN KOTA LUBUKLINGGAU

41,0 35,1 32,8 2.818.576 923.860

114 BENGKULU BENGKULU SELATAN

66,2 60,1 14,6 3.221.296 469.182

115 BENGKULU REJANG LEBONG 54,6 50,3 21,2 2.369.054 501.775

116 BENGKULU BENGKULU UTARA

58,4 52,8 17,2 2.080.531 358.314

117 BENGKULU KAUR 51,2 45,4 20,4 3.296.278 673.271

118 BENGKULU SELUMA 50,9 47,1 29,8 2.903.831 865.434

119 BENGKULU MUKOMUKO 54,3 42,7 19,8 2.696.468 532.762

120 BENGKULU LEBONG 47,9 40,2 26,4 3.861.257 1.020.641

121 BENGKULU KEPAHIANG 46,4 41,4 30,1 3.222.240 969.278

122 BENGKULU BENGKULU TENGAH

46,2 41,1 28,8 4.399.370 1.267.888

123 BENGKULU KOTA BENGKULU 66,7 61,4 9,7 1.824.444 176.730

124 LAMPUNG LAMPUNG BARAT 50,6 47,2 21,3 1.614.585 343.972

125 LAMPUNG TANGGAMUS 53,5 50,8 22,7 1.358.006 308.737

126 LAMPUNG LAMPUNG SELATAN

56,8 53,2 16,8 1.027.668 172.745

127 LAMPUNG LAMPUNG TIMUR 62,5 57,8 10,6 1.086.327 114.732

128 LAMPUNG LAMPUNG TENGAH

64,7 61,2 16,2 1.080.233 174.898

129 LAMPUNG LAMPUNG UTARA 62,3 57,7 19,2 1.465.397 280.944

130 LAMPUNG WAY KANAN 53,7 48,7 19,4 1.448.995 281.732

131 LAMPUNG TULANGBAWANG 47,2 42,5 24,9 1.611.922 400.709

132 LAMPUNG PESAWARAN 53,3 49,8 24,5 1.520.159 371.961

133 LAMPUNG PRINGSEWU 60,4 57,1 18,5 1.591.526 294.492

134 LAMPUNG MESUJI 31,6 27,0 32,9 2.175.372 716.113

135 LAMPUNG TULANG BAWANG BARAT

39,7 34,6 37,9 1.766.248 668.715

136 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG

65,9 61,0 6,4 1.200.670 76.665

137 LAMPUNG KOTA METRO 58,6 53,9 19,8 3.195.227 632.267

138 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA 49,4 41,3 21,0 2.075.741 435.324

Page 129: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

103

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

139 KEP. BANGKA BELITUNG

BELITUNG 46,2 38,3 27,7 3.355.392 927.867

140 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA BARAT 46,0 37,9 25,9 2.493.951 645.448

141 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA TENGAH 46,6 40,8 21,1 2.520.285 530.805

142 KEP. BANGKA BELITUNG

BANGKA SELATAN

47,7 37,1 20,4 2.417.736 492.057

143 KEP. BANGKA BELITUNG

BELITUNG TIMUR 43,4 34,1 30,4 4.835.822 1.472.182

144 KEP. BANGKA BELITUNG

KOTA PANGKAL PINANG

56,0 48,6 20,6 2.647.447 545.474

145 KEPULAUAN RIAU KARIMUN 40,7 31,5 21,5 4.120.335 885.008

146 KEPULAUAN RIAU BINTAN 44,0 35,9 21,4 4.974.951 1.063.266

147 KEPULAUAN RIAU NATUNA 25,0 18,3 28,8 16.649.399

4.803.238

148 KEPULAUAN RIAU LINGGA 35,3 24,6 25,7 7.783.877 2.003.749

149 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS

34,7 25,8 29,6 25.575.736

7.559.539

150 KEPULAUAN RIAU KOTA BATAM 47,8 35,7 22,0 1.520.874 334.188

151 KEPULAUAN RIAU KOTA TANJUNG PINANG

43,6 36,4 23,0 3.750.017 861.357

152 DKI JAKARTA KEPULAUAN SERIBU

153 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA SELATAN

154 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA TIMUR

155 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA PUSAT

156 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA BARAT

157 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA UTARA

158 JAWA BARAT BOGOR 39,3 34,8 25,8 670.193 172.724

159 JAWA BARAT SUKABUMI 52,9 47,4 12,0 753.507 90.370

160 JAWA BARAT CIANJUR 56,3 52,6 14,4 738.705 106.079

161 JAWA BARAT BANDUNG 55,8 53,0 11,8 739.575 87.283

162 JAWA BARAT GARUT 61,0 55,1 13,5 840.419 113.761

163 JAWA BARAT TASIKMALAYA 66,4 63,5 11,5 792.094 90.696

164 JAWA BARAT CIAMIS 64,5 62,1 13,3 888.894 118.439

165 JAWA BARAT KUNINGAN 70,8 67,8 9,2 1.101.483 101.086

166 JAWA BARAT CIREBON 57,2 50,5 13,6 846.704 115.432

167 JAWA BARAT MAJALENGKA 65,3 59,4 13,5 1.068.132 144.000

168 JAWA BARAT SUMEDANG 68,1 61,7 10,0 1.077.784 107.841

169 JAWA BARAT INDRAMAYU 59,1 55,3 18,5 947.385 175.142

170 JAWA BARAT SUBANG 57,4 53,6 16,2 894.223 144.846

171 JAWA BARAT PURWAKARTA 59,8 55,0 19,6 1.257.675 246.088

172 JAWA BARAT KARAWANG 45,2 36,9 19,2 929.475 178.714

Page 130: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

104

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

173 JAWA BARAT BEKASI 44,5 41,7 27,5 732.220 201.241

174 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 49,8 46,6 15,7 770.561 120.770

175 JAWA BARAT KOTA BOGOR 56,0 50,3 13,1 1.091.008 142.604

176 JAWA BARAT KOTA SUKABUMI 54,7 47,6 12,4 2.030.720 251.266

177 JAWA BARAT KOTA BANDUNG 42,6 38,9 26,0 1.193.541 310.344

178 JAWA BARAT KOTA CIREBON 50,3 45,1 16,7 2.598.266 433.589

179 JAWA BARAT KOTA BEKASI 49,2 41,0 17,3 816.373 141.618

180 JAWA BARAT KOTA DEPOK 40,9 33,1 26,2 790.155 207.231

181 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 59,4 50,6 10,1 1.281.417 129.988

182 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA

69,5 63,5 8,0 1.134.962 91.059

183 JAWA BARAT KOTA BANJAR 52,4 45,2 20,5 2.285.627 469.507

184 JAWA TENGAH CILACAP 63,2 56,8 14,7 825.098 121.512

185 JAWA TENGAH BANYUMAS 62,4 58,0 16,6 985.265 163.805

186 JAWA TENGAH PURBALINGGA 59,3 57,3 9,3 1.041.117 96.650

187 JAWA TENGAH BANJARNEGARA 61,9 60,4 14,8 1.180.152 174.313

188 JAWA TENGAH KEBUMEN 68,4 64,8 12,6 995.100 125.503

189 JAWA TENGAH PURWOREJO 70,0 66,2 11,1 1.359.139 151.367

190 JAWA TENGAH WONOSOBO 51,9 51,1 15,6 1.183.983 184.371

191 JAWA TENGAH MAGELANG 60,9 58,7 13,3 989.308 131.448

192 JAWA TENGAH BOYOLALI 67,0 66,0 12,8 1.185.709 151.868

193 JAWA TENGAH KLATEN 69,7 67,2 12,0 1.150.283 137.834

194 JAWA TENGAH SUKOHARJO 65,6 60,3 9,6 1.115.623 107.478

195 JAWA TENGAH WONOGIRI 66,9 64,7 12,4 1.204.090 149.456

196 JAWA TENGAH KARANGANYAR 75,5 72,2 7,9 1.108.229 87.248

197 JAWA TENGAH SRAGEN 69,9 66,5 9,5 1.217.064 115.168

198 JAWA TENGAH GROBOGAN 59,0 54,6 16,0 880.787 141.306

199 JAWA TENGAH BLORA 59,5 55,4 20,0 1.234.899 246.590

200 JAWA TENGAH REMBANG 59,6 53,4 19,6 1.354.318 266.001

201 JAWA TENGAH PATI 59,7 56,5 11,0 981.627 107.765

202 JAWA TENGAH KUDUS 54,8 52,5 16,8 1.249.789 209.481

203 JAWA TENGAH JEPARA 54,7 51,4 18,5 941.831 174.537

204 JAWA TENGAH DEMAK 53,5 50,0 19,3 985.428 189.987

205 JAWA TENGAH SEMARANG 63,5 59,6 13,8 1.013.053 139.661

206 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 66,7 63,3 10,1 1.025.739 103.127

207 JAWA TENGAH KENDAL 57,7 55,1 17,9 1.128.708 201.905

208 JAWA TENGAH BATANG 67,9 63,9 9,4 1.087.459 102.677

209 JAWA TENGAH PEKALONGAN 66,1 63,0 10,7 1.071.847 114.871

210 JAWA TENGAH PEMALANG 70,2 66,1 9,6 785.425 75.316

211 JAWA TENGAH TEGAL 62,4 58,0 15,5 809.847 125.485

Page 131: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

105

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

212 JAWA TENGAH BREBES 56,6 54,0 16,4 823.939 135.187

213 JAWA TENGAH KOTA MAGELANG 59,0 52,5 14,2 3.956.047 562.300

214 JAWA TENGAH KOTA SURAKARTA

56,9 54,0 23,0 2.141.068 492.497

215 JAWA TENGAH KOTA SALATIGA 59,6 54,5 18,2 2.802.896 510.387

216 JAWA TENGAH KOTA SEMARANG 49,9 43,7 16,7 1.298.922 217.386

217 JAWA TENGAH KOTA PEKALONGAN

55,9 49,0 16,0 1.686.702 269.653

218 JAWA TENGAH KOTA TEGAL 51,4 44,9 18,7 2.162.677 405.097

219 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 70,7 66,5 11,3 1.754.553 198.249

220 D I YOGYAKARTA BANTUL 70,7 65,5 10,0 996.584 99.760

221 D I YOGYAKARTA GUNUNG KIDUL 67,7 64,7 15,4 1.376.628 211.941

222 D I YOGYAKARTA SLEMAN 66,3 59,0 10,3 981.891 101.346

223 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA

60,2 49,4 8,0 2.289.527 183.600

224 JAWA TIMUR PACITAN 67,7 65,2 13,1 1.393.934 182.211

225 JAWA TIMUR PONOROGO 67,4 64,9 13,5 1.295.122 174.402

226 JAWA TIMUR TRENGGALEK 65,9 62,5 10,6 1.380.964 145.933

227 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 67,3 66,0 12,3 1.076.121 132.822

228 JAWA TIMUR BLITAR 66,2 62,6 13,8 1.036.576 142.642

229 JAWA TIMUR KEDIRI 62,3 59,3 18,9 850.872 161.110

230 JAWA TIMUR MALANG 52,3 48,2 19,2 744.755 143.160

231 JAWA TIMUR LUMAJANG 56,3 53,1 17,2 1.107.707 190.029

232 JAWA TIMUR JEMBER 56,1 51,2 15,7 777.564 121.931

233 JAWA TIMUR BANYUWANGI 60,9 59,8 16,4 895.347 146.631

234 JAWA TIMUR BONDOWOSO 65,4 62,2 14,4 1.023.892 147.707

235 JAWA TIMUR SITUBONDO 57,4 52,7 17,6 1.337.456 235.772

236 JAWA TIMUR PROBOLINGGO 56,7 52,7 19,3 957.206 184.526

237 JAWA TIMUR PASURUAN 52,5 50,0 15,9 935.009 148.886

238 JAWA TIMUR SIDOARJO 47,1 42,2 16,8 939.414 158.131

239 JAWA TIMUR MOJOKERTO 64,3 59,0 18,8 917.995 172.624

240 JAWA TIMUR JOMBANG 61,3 58,9 9,9 905.179 89.583

241 JAWA TIMUR NGANJUK 59,8 56,9 15,0 1.036.415 155.529

242 JAWA TIMUR MADIUN 60,3 57,4 20,5 1.416.490 290.471

243 JAWA TIMUR MAGETAN 61,4 58,3 16,5 1.385.299 228.545

244 JAWA TIMUR NGAWI 68,4 66,2 16,1 1.273.001 205.483

245 JAWA TIMUR BOJONEGORO 55,4 51,5 15,4 1.141.603 175.617

246 JAWA TIMUR TUBAN 59,2 57,8 20,8 985.574 204.597

247 JAWA TIMUR LAMONGAN 60,2 58,4 15,2 1.029.513 156.952

248 JAWA TIMUR GRESIK 52,8 47,1 12,2 1.043.034 127.278

249 JAWA TIMUR BANGKALAN 51,7 46,0 30,3 1.273.309 386.386

Page 132: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

106

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

250 JAWA TIMUR SAMPANG 57,2 53,3 18,8 853.795 160.190

251 JAWA TIMUR PAMEKASAN 49,2 47,4 24,7 1.234.737 304.639

252 JAWA TIMUR SUMENEP 60,8 58,5 14,0 1.048.089 147.072

253 JAWA TIMUR KOTA KEDIRI 59,9 52,9 13,0 2.564.184 332.523

254 JAWA TIMUR KOTA BLITAR 50,0 48,1 19,3 3.411.412 657.220

255 JAWA TIMUR KOTA MALANG 58,6 53,1 14,6 1.232.317 179.982

256 JAWA TIMUR KOTA PROBOLINGGO

55,2 46,7 16,7 2.671.630 445.225

257 JAWA TIMUR KOTA PASURUAN 57,0 48,4 16,2 2.432.212 394.725

258 JAWA TIMUR KOTA MOJOKERTO

41,4 33,2 22,5 3.547.087 799.333

259 JAWA TIMUR KOTA MADIUN 66,8 63,2 13,9 2.878.627 400.078

260 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA 37,8 30,0 24,6 1.878.549 462.931

261 JAWA TIMUR KOTA BATU 48,8 43,5 24,8 2.368.768 588.438

262 BANTEN PANDEGLANG 66,8 62,8 13,0 875.589 113.792

263 BANTEN LEBAK 52,4 49,9 23,3 962.876 224.686

264 BANTEN TANGERANG 44,4 37,8 26,7 725.064 193.452

265 BANTEN SERANG 56,2 50,3 20,5 890.416 182.332

266 BANTEN KOTA TANGERANG

59,2 42,9 21,6 948.893 204.652

267 BANTEN KOTA CILEGON 54,5 46,3 15,9 2.078.837 330.461

268 BANTEN KOTA SERANG 58,0 53,5 21,7 1.026.937 223.123

269 BANTEN KOTA TANGERANG SELATAN

39,2 32,2 28,6 974.778 278.330

270 BALI JEMBRANA 57,6 56,6 12,3 2.193.980 268.965

271 BALI TABANAN 66,2 65,3 9,2 1.941.049 179.516

272 BALI BADUNG 51,3 49,1 11,6 2.764.717 319.864

273 BALI GIANYAR 63,6 60,1 13,4 1.837.007 245.303

274 BALI KLUNGKUNG 61,8 59,7 16,2 3.000.246 485.532

275 BALI BANGLI 58,8 55,6 19,4 2.634.938 511.575

276 BALI KARANG ASEM 64,0 62,2 13,0 1.822.326 235.992

277 BALI BULELENG 63,2 60,9 12,7 1.659.799 211.071

278 BALI KOTA DENPASAR 59,0 56,3 5,8 1.303.385 75.356

279 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK BARAT 58,0 55,7 18,1 1.370.586 248.051

280 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TENGAH 68,4 65,4 13,4 1.051.111 140.568

281 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK TIMUR 62,3 60,5 20,1 1.015.742 203.666

282 NUSA TENGGARA BARAT

SUMBAWA 57,8 52,5 19,8 1.788.559 354.973

283 NUSA TENGGARA BARAT

DOMPU 64,2 60,1 14,4 2.406.728 347.281

284 NUSA TENGGARA BARAT

BIMA 63,8 59,7 18,8 1.806.985 340.587

Page 133: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

107

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

285 NUSA TENGGARA BARAT

SUMBAWA BARAT

33,4 30,3 39,7 5.645.884 2.242.595

286 NUSA TENGGARA BARAT

LOMBOK UTARA 42,9 39,2 30,8 1.911.670 588.163

287 NUSA TENGGARA BARAT

KOTA MATARAM 64,2 58,6 16,2 1.519.980 246.864

288 NUSA TENGGARA BARAT

KOTA BIMA 59,5 55,6 20,9 3.016.103 629.425

289 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA BARAT 42,7 33,6 28,8 3.075.492 886.149

290 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA TIMUR 53,2 48,6 20,4 2.491.601 508.821

291 NUSA TENGGARA TIMUR

KUPANG 48,0 44,4 21,8 2.370.819 516.101

292 NUSA TENGGARA TIMUR

TIMOR TENGAH SELATAN

55,1 50,0 23,8 1.608.851 383.631

293 NUSA TENGGARA TIMUR

TIMOR TENGAH UTARA

50,7 45,3 20,4 2.248.824 457.991

294 NUSA TENGGARA TIMUR

BELU 64,0 59,0 12,9 1.656.376 213.320

295 NUSA TENGGARA TIMUR

ALOR 52,7 48,3 19,6 2.630.454 515.703

296 NUSA TENGGARA TIMUR

LEMBATA 51,7 48,4 17,2 3.320.547 570.173

297 NUSA TENGGARA TIMUR

FLORES TIMUR 54,9 52,6 14,7 2.312.053 340.866

298 NUSA TENGGARA TIMUR

SIKKA 56,4 53,7 10,1 1.724.781 174.424

299 NUSA TENGGARA TIMUR

ENDE 59,9 56,9 16,5 2.046.716 337.503

300 NUSA TENGGARA TIMUR

NGADA 42,9 40,0 28,0 3.003.255 840.128

301 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI 52,6 48,2 28,7 1.748.035 502.524

302 NUSA TENGGARA TIMUR

ROTE NDAO 48,0 41,2 22,8 3.070.749 700.798

303 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI BARAT

43,4 38,2 27,6 6.627.229 1.831.749

304 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA BARAT DAYA

43,1 37,2 29,8 1.709.703 509.366

305 NUSA TENGGARA TIMUR

SUMBA TENGAH 34,3 27,2 38,9 1.156.478 450.343

306 NUSA TENGGARA TIMUR

NAGEKEO 45,5 38,0 25,1 2.677.671 670.859

307 NUSA TENGGARA TIMUR

MANGGARAI TIMUR

38,7 35,5 39,6 1.661.478 657.717

308 NUSA TENGGARA TIMUR

SABU RAIJUA 34,4 32,8 40,7 3.857.833 1.568.317

309 NUSA TENGGARA TIMUR

KOTA KUPANG 66,0 61,3 14,5 1.658.925 240.026

310 KALIMANTAN BARAT SAMBAS 53,4 50,8 21,4 1.673.191 358.448

311 KALIMANTAN BARAT BENGKAYANG 44,9 40,4 24,0 2.456.911 589.005

312 KALIMANTAN BARAT LANDAK 46,6 39,5 23,3 1.810.441 421.009

313 KALIMANTAN BARAT PONTIANAK 59,7 56,4 20,7 2.007.294 414.548

314 KALIMANTAN BARAT SANGGAU 50,4 47,4 21,5 1.919.207 412.649

Page 134: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

108

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

315 KALIMANTAN BARAT KETAPANG 39,2 32,3 31,4 2.197.574 690.352

316 KALIMANTAN BARAT SINTANG 45,3 41,6 18,8 2.210.377 414.900

317 KALIMANTAN BARAT KAPUAS HULU 33,2 30,6 35,8 3.679.484 1.317.714

318 KALIMANTAN BARAT SEKADAU 38,4 34,6 28,8 2.270.386 653.634

319 KALIMANTAN BARAT MELAWI 49,6 40,8 26,9 2.682.554 722.563

320 KALIMANTAN BARAT KAYONG UTARA 32,7 24,6 36,8 4.088.547 1.505.706

321 KALIMANTAN BARAT KUBU RAYA 44,9 42,0 28,1 1.509.784 424.678

322 KALIMANTAN BARAT KOTA PONTIANAK

57,8 51,0 21,3 1.554.165 331.770

323 KALIMANTAN BARAT KOTA SINGKAWANG

57,1 51,7 25,7 2.634.338 677.431

324 KALIMANTAN TENGAH

KOTAWARINGIN BARAT

48,3 44,7 28,6 2.524.126 722.397

325 KALIMANTAN TENGAH

KOTAWARINGIN TIMUR

49,3 44,5 24,6 2.149.013 529.629

326 KALIMANTAN TENGAH

KAPUAS 56,1 52,8 26,5 2.523.937 669.988

327 KALIMANTAN TENGAH

BARITO SELATAN 50,2 47,1 24,1 4.415.522 1.066.108

328 KALIMANTAN TENGAH

BARITO UTARA 47,1 42,5 26,5 4.700.188 1.245.012

329 KALIMANTAN TENGAH

SUKAMARA 28,6 24,0 39,8 9.144.962 3.641.051

330 KALIMANTAN TENGAH

LAMANDAU 33,3 28,9 40,4 7.142.638 2.884.152

331 KALIMANTAN TENGAH

SERUYAN 25,1 21,5 37,9 5.025.305 1.904.933

332 KALIMANTAN TENGAH

KATINGAN 35,4 30,8 30,2 4.842.199 1.461.758

333 KALIMANTAN TENGAH

PULANG PISAU 46,4 44,7 35,2 3.853.556 1.356.914

334 KALIMANTAN TENGAH

GUNUNG MAS 39,7 37,9 38,4 5.874.513 2.253.598

335 KALIMANTAN TENGAH

BARITO TIMUR 45,3 40,3 21,7 5.041.072 1.095.449

336 KALIMANTAN TENGAH

MURUNG RAYA 40,5 33,6 35,4 6.666.606 2.359.906

337 KALIMANTAN TENGAH

KOTA PALANGKA RAYA

66,8 63,6 13,2 2.673.987 354.159

338 KALIMANTAN SELATAN

TANAH LAUT 55,8 49,1 16,5 2.276.158 375.868

339 KALIMANTAN SELATAN

KOTA BARU 43,5 38,2 31,9 3.403.504 1.086.130

340 KALIMANTAN SELATAN

BANJAR 54,4 49,2 22,4 1.666.359 372.791

341 KALIMANTAN SELATAN

BARITO KUALA 50,1 47,8 25,2 2.096.519 527.281

342 KALIMANTAN SELATAN

TAPIN 41,7 39,6 35,3 4.049.263 1.429.371

343 KALIMANTAN SELATAN

HULU SUNGAI SELATAN

60,3 57,2 20,6 2.758.453 568.890

344 KALIMANTAN SELATAN

HULU SUNGAI TENGAH

57,0 53,1 26,0 2.622.638 680.719

345 KALIMANTAN HULU SUNGAI 52,0 48,3 22,5 3.253.598 732.113

Page 135: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

109

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

SELATAN UTARA

346 KALIMANTAN SELATAN

TABALONG 46,3 39,6 28,7 4.611.750 1.321.450

347 KALIMANTAN SELATAN

TANAH BUMBU 41,0 29,2 27,4 3.122.274 856.645

348 KALIMANTAN SELATAN

BALANGAN 34,6 31,4 38,2 5.569.328 2.128.304

349 KALIMANTAN SELATAN

KOTA BANJARMASIN

54,2 49,8 20,4 1.492.833 303.970

350 KALIMANTAN SELATAN

KOTA BANJAR BARU

57,0 50,8 19,6 2.238.169 438.476

351 KALIMANTAN TIMUR PASIR 40,7 33,8 30,0 5.571.778 1.672.864

352 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 32,3 17,9 40,1 9.148.025 3.666.694

353 KALIMANTAN TIMUR KUTAI KARTANEGARA

29,3 22,1 37,4 7.391.721 2.768.097

354 KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR 28,9 23,1 33,6 8.856.438 2.979.512

355 KALIMANTAN TIMUR BERAU 35,9 29,3 34,8 8.279.917 2.884.422

356 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 24,0 18,4 45,4 21.098.713

9.576.291

357 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 38,3 33,4 34,2 11.625.262

3.979.203

358 KALIMANTAN TIMUR NUNUKAN 29,8 21,8 45,4 7.746.949 3.518.483

359 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER UTARA

19,2 14,7 57,4 10.169.358

5.835.063

360 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 17,9 14,5 57,4 72.382.106

41.517.416

361 KALIMANTAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN

30,8 23,9 27,4 3.213.826 880.432

362 KALIMANTAN TIMUR KOTA SAMARINDA

64,7 41,9 17,8 2.114.182 376.974

363 KALIMANTAN TIMUR KOTA TARAKAN 33,4 29,8 38,0 7.023.883 2.669.710

364 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 23,5 16,8 45,5 9.945.323 4.522.748

365 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW

58,2 50,8 20,5 2.257.334 463.323

366 SULAWESI UTARA MINAHASA 68,4 66,8 17,8 1.885.877 335.398

367 SULAWESI UTARA KEPULAUAN SANGIHE

60,0 57,5 16,2 3.622.169 585.275

368 SULAWESI UTARA KEPULAUAN TALAUD

52,2 50,4 20,3 4.589.841 931.087

369 SULAWESI UTARA MINAHASA SELATAN

61,7 57,8 13,8 2.089.544 289.385

370 SULAWESI UTARA MINAHASA UTARA

58,9 54,4 20,6 2.139.063 440.367

371 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW UTARA

32,2 28,9 40,3 6.022.158 2.424.656

372 SULAWESI UTARA MINAHASA TENGGARA

39,2 35,0 34,5 6.207.406 2.142.908

373 SULAWESI UTARA SIAU TAGULANDANG BIARO

41,1 35,0 36,0 4.219.134 1.518.418

374 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW

38,6 32,5 34,4 5.142.894 1.770.252

Page 136: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

110

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

SELATAN

375 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR

32,5 26,0 46,9 5.461.405 2.564.112

376 SULAWESI UTARA KOTA MANADO 59,4 51,7 20,8 844.952 175.478

377 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 69,7 62,3 14,5 2.215.944 322.115

378 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON 67,6 61,6 18,4 8.767.215 1.609.267

379 SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU

54,1 48,1 26,8 3.155.218 844.376

380 SULAWESI TENGAH BANGGAI KEPULAUAN

48,7 45,4 32,3 2.526.840 815.647

381 SULAWESI TENGAH BANGGAI 59,4 58,5 19,6 2.060.281 404.720

382 SULAWESI TENGAH MOROWALI 52,7 48,9 23,4 2.852.905 667.256

383 SULAWESI TENGAH POSO 66,7 63,1 12,5 2.656.697 333.014

384 SULAWESI TENGAH DONGGALA 52,1 47,7 24,2 2.236.756 541.958

385 SULAWESI TENGAH TOLI-TOLI 54,1 50,3 21,6 2.322.978 502.382

386 SULAWESI TENGAH BUOL 49,9 43,8 27,2 3.696.503 1.004.854

387 SULAWESI TENGAH PARIGI MOUTONG 55,0 50,3 21,8 1.352.642 294.669

388 SULAWESI TENGAH TOJO UNA-UNA 45,5 39,5 29,8 3.354.756 1.000.055

389 SULAWESI TENGAH SIGI 50,2 45,9 25,1 2.354.605 590.356

390 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 71,4 65,5 11,8 1.913.934 226.022

391 SULAWESI SELATAN KEPULAUAN SELAYAR

50,0 41,8 23,1 3.862.294 893.754

392 SULAWESI SELATAN BULUKUMBA 63,7 58,3 21,0 1.786.316 375.277

393 SULAWESI SELATAN BANTAENG 63,9 58,1 15,9 2.026.296 323.114

394 SULAWESI SELATAN JENEPONTO 64,0 50,6 20,0 1.603.104 320.892

395 SULAWESI SELATAN TAKALAR 59,2 56,9 16,9 1.979.926 334.117

396 SULAWESI SELATAN GOWA 64,8 61,4 14,3 1.087.041 155.517

397 SULAWESI SELATAN SINJAI 57,4 53,3 17,1 2.325.350 398.439

398 SULAWESI SELATAN MAROS 58,0 55,3 16,8 1.793.503 300.516

399 SULAWESI SELATAN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

61,4 56,9 21,4 2.106.367 449.943

400 SULAWESI SELATAN BARRU 54,6 50,3 30,2 3.191.229 965.262

401 SULAWESI SELATAN BONE 59,0 57,6 19,3 1.271.793 245.690

402 SULAWESI SELATAN SOPPENG 63,0 59,0 19,0 2.570.964 487.706

403 SULAWESI SELATAN WAJO 53,0 50,2 27,6 1.966.723 542.057

404 SULAWESI SELATAN SIDENRENG RAPPANG

49,9 45,6 28,6 2.669.302 762.741

405 SULAWESI SELATAN PINRANG 60,4 57,8 19,3 1.771.180 341.985

406 SULAWESI SELATAN ENREKANG 56,6 49,0 20,2 2.669.592 538.896

407 SULAWESI SELATAN LUWU 55,4 52,0 13,4 1.649.120 221.300

408 SULAWESI SELATAN TANA TORAJA 54,9 49,5 22,9 2.196.764 502.859

409 SULAWESI SELATAN LUWU UTARA 50,9 49,2 19,5 1.973.620 385.769

Page 137: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

111

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

410 SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR 43,0 37,8 31,1 2.496.125 775.280

411 SULAWESI SELATAN TORAJA UTARA 53,4 50,7 23,5 1.976.296 465.045

412 SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR 57,7 44,7 11,9 1.186.292 140.755

413 SULAWESI SELATAN KOTA PAREPARE 49,0 44,4 28,7 4.450.397 1.277.619

414 SULAWESI SELATAN KOTA PALOPO 58,2 52,7 21,0 3.233.747 678.341

415 SULAWESI TENGGARA

BUTON 62,4 60,1 19,6 2.075.668 407.567

416 SULAWESI TENGGARA

MUNA 62,9 61,5 21,9 2.463.937 540.485

417 SULAWESI TENGGARA

KONAWE 58,0 54,7 17,9 2.618.933 469.494

418 SULAWESI TENGGARA

KOLAKA 61,3 55,8 18,1 1.909.030 345.631

419 SULAWESI TENGGARA

KONAWE SELATAN

50,9 48,4 24,2 1.927.462 467.382

420 SULAWESI TENGGARA

BOMBANA 53,3 45,7 19,7 2.613.610 514.949

421 SULAWESI TENGGARA

WAKATOBI 45,6 38,8 26,4 4.186.041 1.104.748

422 SULAWESI TENGGARA

KOLAKA UTARA 37,7 31,4 31,6 6.745.380 2.133.118

423 SULAWESI TENGGARA

KONAWE UTARA 35,6 27,7 38,4 3.933.117 1.509.516

424 SULAWESI TENGGARA

BUTON UTARA 29,7 26,1 40,8 6.989.616 2.850.058

425 SULAWESI TENGGARA

KOTA KENDARI 61,2 57,0 22,3 2.521.731 563.588

426 SULAWESI TENGGARA

KOTA BAU-BAU 56,5 53,3 21,9 3.281.506 717.245

427 GORONTALO BOALEMO 55,9 45,8 22,6 2.937.651 663.801

428 GORONTALO GORONTALO 68,5 64,2 18,3 1.662.490 303.421

429 GORONTALO POHUWATO 49,5 45,5 22,9 3.228.093 739.377

430 GORONTALO BONE BOLANGO 52,0 47,3 26,1 2.773.202 724.474

431 GORONTALO GORONTALO UTARA

35,6 30,7 44,8 3.763.642 1.684.367

432 GORONTALO KOTA GORONTALO

65,6 57,8 20,2 3.091.243 623.620

433 SULAWESI BARAT MAJENE 62,4 58,8 16,7 2.727.041 455.038

434 SULAWESI BARAT POLEWALI MANDAR

57,8 55,5 18,4 1.663.304 306.174

435 SULAWESI BARAT MAMASA 53,0 50,2 17,6 2.956.645 520.061

436 SULAWESI BARAT MAMUJU 50,8 43,5 28,2 2.031.303 572.521

437 SULAWESI BARAT MAMUJU UTARA 46,9 43,2 27,6 2.828.247 780.928

438 MALUKU MALUKU TENGGARA BARAT

49,3 45,5 23,6 4.560.553 1.074.798

439 MALUKU MALUKU TENGGARA

53,4 46,1 22,6 4.162.125 938.711

440 MALUKU MALUKU TENGAH 64,4 62,3 20,5 2.281.308 467.355

441 MALUKU BURU 39,0 33,0 35,4 4.605.804 1.632.440

Page 138: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

112

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

442 MALUKU KEPULAUAN ARU 28,9 23,3 34,6 5.548.886 1.918.497

443 MALUKU SERAM BAGIAN BARAT

48,6 42,0 16,4 2.640.654 434.059

444 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR

31,2 27,4 48,4 6.070.922 2.938.743

445 MALUKU MALUKU BARAT DAYA

40,2 35,3 26,3 5.916.587 1.554.300

446 MALUKU BURU SELATAN 33,0 25,5 30,2 5.712.598 1.724.755

447 MALUKU KOTA AMBON 73,4 72,1 13,7 1.816.691 249.655

448 MALUKU KOTA TUAL 31,5 26,3 39,7 5.793.899 2.302.580

449 MALUKU UTARA HALMAHERA BARAT

58,1 56,4 18,1 3.594.363 651.640

450 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH

32,5 29,1 45,0 10.732.871

4.828.850

451 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA

29,0 24,8 50,4 4.535.609 2.286.041

452 MALUKU UTARA HALMAHERA SELATAN

51,3 36,5 24,2 2.556.721 618.970

453 MALUKU UTARA HALMAHERA UTARA

36,6 32,2 36,5 3.167.718 1.157.052

454 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR

25,1 21,0 44,9 7.526.747 3.375.793

455 MALUKU UTARA PULAU MOROTAI 27,3 23,0 36,6 5.723.654 2.096.113

456 MALUKU UTARA KOTA TERNATE 63,1 52,8 17,8 2.865.938 509.874

457 MALUKU UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN

52,6 49,3 19,5 4.439.864 865.572

458 PAPUA BARAT FAKFAK 42,9 38,4 30,7 9.915.807 3.044.679

459 PAPUA BARAT KAIMANA 25,7 15,1 24,0 12.606.250

3.024.067

460 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA

23,6 18,6 37,9 18.470.632

7.000.803

461 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 22,9 15,0 46,0 15.322.334

7.042.880

462 PAPUA BARAT MANOKWARI 52,6 46,2 12,9 3.880.418 500.852

463 PAPUA BARAT SORONG SELATAN

32,4 25,8 37,1 14.098.419

5.233.431

464 PAPUA BARAT SORONG 51,1 47,6 21,9 8.396.482 1.839.118

465 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 34,5 32,0 32,1 14.913.975

4.784.694

466 PAPUA BARAT TAMBRAUW 23,4 20,4 50,2 62.924.518

31.598.953

467 PAPUA BARAT MAYBRAT 35,3 31,2 39,8 13.163.634

5.233.470

468 PAPUA BARAT KOTA SORONG 52,5 50,3 22,0 2.464.205 543.148

469 PAPUA MERAUKE 38,9 34,2 33,8 6.187.675 2.088.681

470 PAPUA JAYAWIJAYA 37,4 33,5 31,6 3.426.930 1.083.930

471 PAPUA JAYAPURA 50,8 44,8 18,3 5.132.274 937.045

472 PAPUA NABIRE 52,4 41,8 24,9 4.563.438 1.138.300

473 PAPUA YAPEN WAROPEN 50,0 43,8 20,0 5.722.386 1.143.752

474 PAPUA BIAK NUMFOR 52,9 48,9 22,1 4.511.031 995.882

Page 139: ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis... · METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3 2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian

113

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012

NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai

(Langsung + Tidak

Langsung)

Rasio Belanja Pegawai

Tidak Langsung

Rasio Belanja Modal

Belanja Perkapita

Belanja Modal

Perkapita

475 PAPUA PANIAI 41,3 32,6 30,4 4.152.474 1.260.799

476 PAPUA PUNCAK JAYA 34,6 25,4 31,4 6.263.907 1.968.933

477 PAPUA MIMIKA 31,5 24,8 18,2 7.094.354 1.293.633

478 PAPUA BOVEN DIGOEL 24,8 19,0 39,5 13.890.421

5.492.622

479 PAPUA MAPPI 29,9 20,5 30,3 7.941.467 2.407.392

480 PAPUA ASMAT 44,2 34,5 19,0 9.827.274 1.870.913

481 PAPUA YAHUKIMO 35,3 33,2 19,4 4.330.297 840.316

482 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG

38,3 24,2 29,1 10.272.788

2.990.178

483 PAPUA TOLIKARA 34,4 28,8 31,3 5.677.245 1.778.874

484 PAPUA SARMI 20,1 16,0 37,5 18.309.949

6.868.817

485 PAPUA KEEROM 31,3 26,1 23,8 10.466.342

2.489.539

486 PAPUA WAROPEN 30,4 17,0 36,4 19.557.753

7.120.969

487 PAPUA SUPIORI 19,5 16,0 43,8 33.290.090

14.577.500

488 PAPUA MAMBERAMO RAYA

19,0 13,4 44,9 33.694.387

15.131.630

489 PAPUA NDUGA 26,3 24,7 49,0 7.755.658 3.800.314

490 PAPUA LANNY JAYA 28,0 25,7 39,8 3.893.793 1.550.301

491 PAPUA MAMBERAMO TENGAH

25,8 19,3 39,4 10.414.050

4.104.772

492 PAPUA YALIMO 26,9 23,8 42,0 11.160.437

4.685.726

493 PAPUA PUNCAK 16,1 11,8 52,6 8.626.639 4.539.343

494 PAPUA DOGIYAI 44,1 39,2 24,9 4.722.096 1.177.266

495 PAPUA INTAN JAYA 20,3 17,9 53,9 15.227.244

8.211.849

496 PAPUA DEIYAI 31,0 28,6 44,8 7.343.185 3.290.458

497 PAPUA KOTA JAYAPURA 52,0 47,3 14,7 2.651.901 390.222

RATA-RATA KAB/LOTA

51,1 45,9 22,5 1.626.630 366.692