Post on 06-Jul-2018
8/17/2019 Pertusis & Morbili
1/11
TINJAUAN PUSTAKA
PERTUSIS
I. DefinisiPertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau
batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan
II. Etiologi
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.
Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0, !" um dengan diameter
0,#!0,$ um , o%oid kokobasil, tidak bergerak, gram negati%e , tidak berspora,
berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 0&' tetapi bertahan pada suhu tendah 0!
"0&' dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita
pertusis yang kemudian ditanam pada media agar Bordet!(engou.
III. Epidemiologi
)ersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. *erupakan penyakit paling menular dengan attack rate +0!"00
pada penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus $!- tahun antara juli
sampai oktober sesudah akumulasi kelompok rentan, *enyerang semua golongan
umur yang terbanyak anak umur , "tahun, perempuan lebih sering dari laki laki,makin muda yang terkena pertusis makin berbahaya. nsiden puncak antara "!
tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun / -- , "!- tahun / #" , ! tahun /
"" , "# tahun lebih/ #- 1 2merika tahun " $3.
IV. Patolofisiologi
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia
epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa
nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag.
*ekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan,
pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.
Perlengketan dipengaruhi oleh 4H2 1 filamentous Hemoglutinin3, 5P4 1lymphositosis
promoting factor3, proten 6 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella
8/17/2019 Pertusis & Morbili
2/11
pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan
menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. 7imana 547 menghambat
migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi.
Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena 27P
1to8in mediated adenosine disphosphate3 sehingga meningkatkan pengeluaran
histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan akti%itas isulin.
9edang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan
disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah
mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan
terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos
pneumonia, H influen:ae, staphylococos aureus.
Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dankolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat %entilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. 5endir yang
terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema
dan atelektasis. ;ksudasi dapat pula sampai ke al%eolus dan menimbulkan infeksi
sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.
V. Gejala Klinis*asa inkubasi Bordetella pertusis adlah 6!# hari 1 rata rata < hari3. 9edang perjalanan
penyakit terjadi antara 6!+ minggu.
2da $ stadium Bordetella pertusis
9tadium kataral 1"!# minggu3
*enyerupai gejala ispa / rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi
konjungti%a, lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas
tidak begitu tinggi, dan droplet sangat infeksius
9tadium paroksimal atau spasmodic 1#!- minggu3
4rekwensi derajat batuk bertambah !"0 kali pengulangan batuk uat,
selama e8pirsi diikuti usaha insprasi masif yang medadak sehingga
menimbulkan bunyi melengking 1whooop3 oleh karena udara yang dihisap
melalui glotis yang menyempit. *uka merah, sianosis, mata
#
8/17/2019 Pertusis & Morbili
3/11
menonjol,lidah menjulur, lakrimasi, sali%asi, petekia diwajah, muntah
sesudah batuk paroksimal, apatis , penurunan berat badan, batuk mudah
dibangkitkan oleh stress emosiaonal dan akti%itas fisik. 2nak dapat
terberak berak dan terkencing kencing. =adang kadang pada penyakit
yang berat tampak pula perdarahan subkonjungti%a dan epistaksis.
9tadium kon%alesens 1"!# minggu3
>hoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang #!$ minggu kemudian
tetapi pada beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali.
;pisode ininakan berulang ulang untuk beberapa bulan dan sering
dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.
VI. Diagnosis
7iagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu
batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi
siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat
paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya.
Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis1 #0.000! 0000?ul3 pada akhir
stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret
nasofaring didapatkan Bordetella pertusis. 7an pemeriksaan lain adalah foto thorak
apakah terdapat infiltrate perihiler, atelektasis atau emfisema.
7iagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang
pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena
menyerupai common cold.
VII. Diagnosis banding
Pada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia bacterial, sistis
fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan
penekanan diluar trakea dan bronkus.
$
8/17/2019 Pertusis & Morbili
4/11
nfeksi Bordetella parapertusis, Bordetella bronkiseptika dan adeno%irus dapat
menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. )etapi dapat dibedakan dengan isolasi
kumam penyebab.
VIII. Kompli si
• 2lat pernapasan
7apat terjadi otitis media @sering pada bayiA, bronchitis,
bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus,
emfisema @dapat juga terjadi emfisema mediastinum, leher, kulit padakasus yang beratA, bronkiektasis, sedangkan tuberculosis yang sebelumnya
telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat
menyebabkan rupture al%eoli, emfisema intestisial, pnemutorak.
• 2lat pencernaan
*untah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus
rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra
abdominal, ulcus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau
tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.
• 9usunan saraf pusat
=ejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat
muntah muntah. =adang kadang terdapat kongesti dan edema otak,
mungkin pula terjadi perdarahan otak, koma, ensefalitis, hiponatremi.
• 5ain lain
7apat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan
perdarahan subkonjungti%a.
-
8/17/2019 Pertusis & Morbili
5/11
I!. Te"api
• 2ntibiotika
". ;ritromisin dengan dosis 0 mg?kgbb?hari dibagi dalam - dosis.
bat ini dpat menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam
#!< hari 1 rata rata $!- hari3 dengan demikian memperpendek
kemungkinan penyebaran infeksi. ;ritromisisn juga menyembuhkan
pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis, mencegah dan
menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk
pengobatan pertusis untuk bayi muda.
#. 2mpisilin dengan dosis "00 mg?kgbb?hari, dibagi dalam - dosis.
$. lain lain / ro%amisin, kotromoksa:ol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
• munoglobulin
Belum ada penyesuaian faham mengenai pemberian immunoglobulin
pada stadium kataralis.
• ;kspektoransia dan mukolitik
• =odein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat sekali.
• 5uminal sebagai sedati%e.
• ksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut maupun kronik.
• )erapi suportif / atasi dehidrasi, berikan nutrisi
• Betameatsol dan salbutamol untuk mencegah obstruksi bronkus,
mengurangi batuk paroksimal, mengurangi lama whoop.
!. P"ognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan
saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. 7imana
frekuensi komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai
mortalitas morbiditas yang tinggi.
8/17/2019 Pertusis & Morbili
6/11
#$R%I&I
I. Defenisi
9espsis neonatal adalah suatu sindrom klinik penyakit sistemik , disertai
bakteremiayang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
II. Epidemiologi
2ngka kejadian sepsis neonatal adalah " C "0 peer "000 kelahiran hidup, dan
mencapai "$ C #< per "000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat badan lahir D
" 00 gram. 2ngka kematian "$ C 0 terutama pada bayi prematur 1 C "0 kali
kejadian pada neonatus cukup bulan3 dan neonatus dengan penyakit berat dini. nfeksinosokomial pada bayi berat badan sangat rendah merupakan penyebab utama
tingginya kematian pada umur setelah hari .
III. Etiologi
rganisme yang tersering sebagai penyebab adalah ;scherichia coli, dan
streptococcus group B 1 yang bersama!sama bertanggung jawab atas 0 C < kasus
pada pusat!pusat kesehatan3. 7ihubungkan dengan faktor ibu dan organisme yang
diperoleh dari cairan ketuban yang terinfeksi, ketika janin melewati jalan lahir.
IV. Patofisiologi
9esuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan dalam /
9espsis dini, terjadi pada C < hari pertama, tanda distress pernapasan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau dari saluran
genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi pathogen terjadi pada periode perinatal.
Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, %irus, candida, transmisi ke
janin melalui plasenta secara hematogenik. 'ara lain masuknya mikroorganisme,
dapat melalui proses persalinan. 7engan pecahnya selaput ketuban, mikroorganisme
dalam flora %egina atau bakteri pathogen lainnya secara ascenden dapat mencapai
cairan amnion dan janin.
9epsis lambat mudah menji berat, tersering menjadi meningitis, termasuk yang timbul
sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antara manusia atau alat!
6
8/17/2019 Pertusis & Morbili
7/11
alat yang terkontaminasi. nsiden sepsis lambat sekitar C # , sedangkan
mortalitas "0 C #0 , namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah
terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yag imature.
4aktor risiko untuk terjadinya 9epsis Neonatal ialah /
Prematuritas dan berat lahir rendah
ketuban pecah dini
ibu demam pada masa peripartum dengan infeksi
cairan ketuban hijau keruh dan berbau
kehamilan kembar
V. Diagnosis
7iagnosis dini sepsis ditegakan berdasarkan gejala klinik dan terapi yang diberikan
tanpa menunggu hasil kultur. )anda dan gejala klinis sepsis neonatal tidak spesifik
dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan nafas, penyakit
metabolic, penyakit hematologik, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi
lainnya 1 misalnya infeksi ) E' F )o8oplasma Eubella 9otomegalo%irus, dan
herpers 3. Bayi yang menderita sepsis bila terdapat gejala /
5etargi, iritabel
)ampak sakit
=ulit berubah, kulit bintik!bintik tidak rata, pucat, petekie, ruam, atau ikterik
9uhu tidak stabil, hipo atau hipertermia
Perubahan metabolic hipoglikemik atau hiperglikemik, asidosis metabolic
(ejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan 1 merintih, pernapasan
cuping hidung, retraksi, takipnu3 apnu dalam #- jam pertama atau tiba!tiba
takikardi atau hipotensi.
(ejala gastrointestinalG toleransi minum yang buruk, muntah, diare, dan
kembung.
Pemeriksaan laboratorium
Hematology. 7arah rutin, termasuk hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan
hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni P*N D"+00 ?ul,
8/17/2019 Pertusis & Morbili
8/11
trombositopeni D" 0.000?ul, adanya reaktan fase akut yaitu 'EP 1konsentrasi
tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan sedang didapatkn pada
kondisi infeksi kronik 3 , 5;7.
Biakan darah atau cairan tubuh lainya 1cairan cerebrospinalis 3 serta uji
resistensi, pelaksanaan lumbal pungsi masih kontro%ersi, dianjurkan pada bayi
yang menderita kejang, kesadaran menurunm klinis tampak makin berat, dan
kultur darah positip.
Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin
Pemeriksaan apusan (ram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urine
5ain!lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit 1 natrium, kalium 3.
Pemeriksaan radiology
Pemeriksan radiology yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan
ginjal. Pemeriksaan 9(, ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi.
Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukan adanya korioamnionitis
yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.
VI. Pengobatan
Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat tajamlainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi proteksi di setiap tindakan termasuk sarung
tangan. )angan dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera cuci.
Pengobatan awal hendaknya terdiri dari ampicilin dan gentamicin atau kanamycin
secara intra%ena atau intramuscular. Pemilihan aminoglikosida dipengaruhi oleh 1"3 di
mana infeksi didapat 1#3 bagaimana kepekaan organisme gram negati%e terhadap
antibiotic pada ruangan bayi atau unit perawatan intensif bayi neoatus. nfeksi gram
negati%e yang didapatkan dari ibu atau dari masyarakat lingkungan kemungkinan
besar atau lebih peka terhadap kanamycin, sedangkan gentamysin 1 atau tobramysin
atau amikasin 3 mungkin diperlukan untuk mengatasi infeksi dalam unit perawatan
intensif bagi neonatus. Perawatan neonatus harus dilanjutkan sampai "0 C "- hari atau
paling tidak C < hari setelah respon klinis atau pada penderita tidak terbukti
keterlibatan jaringan profunda atau pembentukan abses. Biakan darah #- C -+ jam
+
8/17/2019 Pertusis & Morbili
9/11
setelah dimulainya pengobatan seharusnya memberi hasil negati%e. Pengobatan
suportif termasuk penatalaksanaan keseimbangan cairan dan elektrolit, bantuan
pernapasan, transfusi darah lengkap, transfusi leukosit, transfusi tukar, pengobatan
terhadap 7 ', bantuan tekanan darah dengan agen inotropik, seperti dopamine,
dobutamin, atu steroid dan tindakan!tindakan lain yang merupakan bantuan penting
pengobatan antibiotic.
Pengobatan komplikasi, pada pernapasan kebutuhan oksigen meningkat yang harus
dipenuhi dengan pemberian oksigen, atau dengan %entilator. =ardio%askular /
menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah syok. 'atat pemasukan
cairan dan pengeluaran urin. =adang diperlukan pemakaian dopamine atau
dubutamin. Hematology untuk 7 ' 1 trombositopeni, protrombin time memanjang,
tromboplastintime memanjang 3, sebaiknya diberikan 44P "0ml?kg, %it =, suspensitrombosit , dan kemungkinan tranfusi tukar. 9usunan saraf pusat/ bila kejang beri
fenobarbital 1 #0 mg?kgbb loading dose 3. *etabolicG monitor dan terapi hipo atau
hiperglikemik. =oreksi asidosis metabolic dengan bikarbonat dan cairn.
Dosis antibioti a 'ang la(im dipe"g)na an pada ba'i neonat)s
7osis harian 1 jumlah dosis 3
Nama obat cara pemberian bayi D "minggu bayi " C - minggu
2mikasin I * " mg?kgbb 1#3 " C #0 mg?kgbb 1$32mpicilin I * "00 mg?kgbb 1#3 #00 mg?kgbb 1#3=arbenisilin I * #00 mg?kgbb 1#3 $00!-00mg?kgbb 1$!-3=loramphenicol I # mg?kgbb 1"3 0 mg?kgbb 1#3(entamysin I * mg?kgbb 1#3
8/17/2019 Pertusis & Morbili
10/11
ANA&ISA KASUS
Presentan setuju dengan diagnosis kerja neonatus cukup bulan sesuai masa
kehamilan, hiperbilirubemia, dan sepsis neonatorum, berdasarkan atas /
7idapatkan 2namnesis HPH) ibu pada tanggal - agustus 0- dan partus pada tanggal
"$ *ei 0 , maka usia gestasi adalah -0 minggu, dengan berat badan lahir $- 0 gram.
Hal di atas telah memenuhi diagnosis neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan,
karena usia gestasi aterm antara $< sampai -# minggu, dan berat badan lahir berkisar
antara # 00 C $ gram.
7ari riwayat persalinan / bayi perempuan lahir dengan section secaria atas indikasigawat janin disebabkan adanya lilitan tali pusat satu kali ditemukan pada saat
dilakukan sectio secaria, yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia. *engenai faktor risiko yang lain seperti riwayat imkompabilitas
darah, riwayat transfusi tukar, atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, yang
merupakan faktor risiko hiperbilirubinemia, presentan tidak mendapatkan informasi
tersebut dikarenakan kehamilan pertama.
Pada pemeriksaan fisik, presentan mendapatkan pada mata, scleranya ikterik, dan
pada kulit tampak ikterus kremer , yang muncul pada hari ke # kelahiran, hal ini
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar bilirubin total "$,+
mgr?dl. *enurut teori jika terjadi ikterus fisiologik, maka ikterus terlihat pada hari ke
# C $ kelahiran, dan meningkat dengan kecepatan kurang dari mg?dl?#- jam, dengan
kadar C 6 mg?dl untuk selanjutnya turun sampai kadarnya dibawah # mg?dl. )etapi
pada kasus ini bilirubin tetap meningkat pada hari ke $ kelahiran, yaitu mencapai "$,+
mgr?dl, dapat dikatakan bayi Ny.2 mengalami hiperbilirubinemia, yang disebabkan
karena bayi mempunyai faktor risiko terjadinya hiperbilirubin, yaitu fetal distress.
*engenai terapi yang diberikan, yaitu fototerapi, presentan setuju, karena fototerapi
merupakan salah satu terapi dengan komplikasi yang dapat dikatakan tidak
berbahaya, seperti tinja cair, ruam pada kulit, atau sindrom bayi perunggu, jika
dibandingkan dengan pemberian fenobarbital, yang selain mempunyai efek sedati%e,
"0
8/17/2019 Pertusis & Morbili
11/11
disamping keefektifannya yang relati%e kecil dan pemberian fenobarbital juga tidak
membantu fototerapi.
*engenai diagnosis sepsis neonatorum, dari riwayat persalinan, didapat riwayat
ketuban pecah dini, yaitu lebih dari "# jam, yang merupakan faktor risiko terjadinya
sepsis neonatus.
9edang pada pemeriksaan fisik presentan hanya mendapati ikterus, takipnue,
pernafasan cuping hidung, retraksi intercostal, yang merupakan salah satu tanda
sepsis neonatus, walaupun tidak ditemui tanda lain seperti hipo atau hipertermi,
hepatomegali, distensi usus, muntah, atau letargi. 9edang dari hasil laboratorium
didapatkan hasil 'EP yang kedua lebih dari