Morbili Sent

39
BAB III TINJAUAN PUSTAKA MORBILI 3.1. Definisi Morbili, campak, atau rubeola adalah suatu penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus morbili, yang pada umumnya menyerang anak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penyebaran infeksi terjadi melalui perantara droplet. (3, 4) 3.2. Epidemiologi Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) morbili menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). (3) Angka kejadian morbili di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun, demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa (wabah) tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita morbili adalah 12 tahun Transmisi morbili terjadi melalui udara, kontak langsung

description

Morbili Sent

Transcript of Morbili Sent

Page 1: Morbili Sent

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

MORBILI

3.1. Definisi

Morbili, campak, atau rubeola adalah suatu penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus

morbili, yang pada umumnya menyerang anak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat

menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.

Penyebaran infeksi terjadi melalui perantara droplet.(3, 4)

3.2. Epidemiologi

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) morbili menduduki

tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5

dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).(3)

Angka kejadian morbili di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi

sekitar 3000-4000 per tahun, demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa

(wabah) tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate

telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita morbili adalah

12 tahun Transmisi morbili terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet

dari penderita dengan gejala yang minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat

menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam

muncul.(4, 5)

Biasanya penyakit ini muncul pada masa anak-anak dan kemudian menyebabkan

kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah menderita morbili akan

mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai usia 4–6 bulan dan setelah

itu kekebalan akan berkurang, sehingga bayi dapat menderita morbili. Bila ibu belum

penah menderita morbili, maka bayi yang dilahirkan tidak akan memiliki kekebalan

terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah dilahirkan. Bila seorang wanita

Page 2: Morbili Sent

menderita morbili pada usia kehamilan 1 atau 2 bulan, kemungkinan 50 % akan mengalami

abortus, sedangkan jika menderita morbili pada trimester I, II, atau III, maka ibu tersebut

mungkin akan melahirkan anak dengan kelainan bawaan, berat badan lahir rendah (BBLR)

atau lahir mati ataupun anak akan meninggal sebelum usia 1 tahun.(6, 7)

Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa morbili di Indonesia ditemukan

sepanjang tahun. Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi morbili di Indonesia timbul

secaara tidak terautr. Di daerah perkotaan epidemi morbili terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah

terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap morbili, yaitu di daerah dengan populasi

balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui

bahwa morbili menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah

terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah

bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).(3)

Menurut kelompok umur, kasus morbili yang rawat inap di rumah sakit selama kurun

waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur

balita dengan perincian 17,6% berumur <1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur

2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun, dan 8,2% berumur 4 tahun.(3)

3.3. Etiologi

Etiologi atau penyebab dari penyakit morbili adalah virus RNA dari famili

Paramixoviridae, genus Morbilivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Virus tetap

aktif minimal dalam 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu dalam pengawetan beku,

minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35˚C, dan beberapa hari dalam suhu 0˚C.

Virus tidak aktif pada pH rendah. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5 sampai 10 hari,

terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi di dalam

sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.(3, 6)

Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang

kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak

dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari

Page 3: Morbili Sent

bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA). Pada selubung luar seringkali

terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai

hemaglutinin.(3)

Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila

berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan

kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 °C waktu paruh usianya

2 jam, sedangkan pada suhu 56 °C hanya 1 jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan

dalam keadaan dingin. Pada suhu -70 °C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5

tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6 °C, dapat hidup selama 5 bulan.

Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan

dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.(3)

Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak, maka virus morbili termasuk

mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam

20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus morbili juga

sensitive terhadap 0,01% betapropiacetone – pada suhu 37 °C dalam 2 jam, ia akan

kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam

formalin 1/4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan

antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigenik.(3)

Virus morbili dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi primer

digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus morbili lebih lambat

daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari.(3)

Virus morbili menyebabkan dua perubahan tipe sitopatik. Perubahan sitopatik

yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang sehingga

sitoplasma dari banyak sel akan saling bercampur dan membentuk anyaman dengan

pengumpulan 40 nucleus di tengah. Inclusion bodies tampak pada kedua sitoplasma dan

intinya. Efek sitopatik yang kedua menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan dari

polygonal menjadi bentuk gelondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan lebih membias

daripada sel normal dan jika dicat menunjukkan inclusion bodies yang berada di dalam inti.(3)

Page 4: Morbili Sent

Penyebaran virus maksimal adalah dengan droplet selama masa prodromal (stadium

kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.

Seseorang yang terinfeksi virus morbili menular pada hari ke 9-10 setelah pemajanan

(mulai fase prodromal), pada beberapa kasus dapat terjadi hari ke 7. Tindakan pencegahan

isolasi terutama di rumah sakit atau instisusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 setelah

pemajanan sampai hari ke 5 setelah timbul ruam.(6)

3.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Penularan morbili terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala

klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat

minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas

maupun berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening

regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sel mononuklear, kemudian mencapai

kelenjar getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan

dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang

terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan

limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif

membelah.(3)

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,

tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke

dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran

nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. (3)

Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva,

akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus

dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi

klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput

konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses perandangan pada

sistem saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak

Page 5: Morbili Sent

tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak

Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. (3)

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14

sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.

Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. (3)

Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara

mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh dikulit. Penelitian dengan

imunoflouresens dan histologik menunjukkan adanya antigen morbili dan diduga terjadi

suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan

memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,

dan lain-lain.(3)

3.5. Patologi

Infeksi morbili menyebabkan nekrosis epitel saluran napas dan adanya infiltrat limfositik

yang menyertainya. Morbili menyebabkan terjadinya vaskulitis pembuluh darah kecil pada

kulit dan membran mukosa oral. Histologi dari ruam dan eksantema menunjukkan adanya

edema intraselular dan diskeratosis yang berhubngan dengan pembentukaan sel raksasa

epidermal sinsitial dengan nukleus mencapai 26 nukleus. Partikel virus telah diidentikfikasi

berada dalam sel raksasa ini. Pada jaringan limforetikular, hiperplasia limfoid tampak

menonjol. Bergabungnya sel yang telah terinfeksi menyebabkkan terbentuknya sel raksasa

multinukleus, yang disebut dengan sel raksasa Warthin-Finkeldey, yang merupakan tanda

ptognomonik dari morbili, dengan gambaran nukleus mencapai 100 nukleus dan badan

inklusi intrasitoplasma dan intranuklear.(8)

Page 6: Morbili Sent

Sel Warthin-Finkeldey dari Jaringan Paru-Paru

3.6. Manifestasi klinis

Morbili terdiri dari empat fase, yaitu periode inkubasi, prodromal, eksantematosa, dan

konvalesens (recovery).(8)

1. Fase inkubasi

Masa inkubasi berkisar antara 14-21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu

inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17-21 hari.

Selama masa inkubasi, virus morbili bermigrasi ke nodus limfatikus regional.

Viremia primer terjadi ketika virus menyebar ke sistem retikuloendotelial.

Viremia sekunder menyebarkan virus ke permukaan tubuh.(8, 9)

2. Fase prodromal

Gejala prodromal muncul ketika terjadi viremia sekunder yang berkaitan dengan

nekrosis epitel dan pembentukan sel raksasa di jaringan tubuh.

Fase prodromal berlangsung selama 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu

demam tinggi dapat mencapai 105o F (40,6oC) yang dapat berlangsung selama 3-4

hari, anoreksia, malaise, batuk, nyeri tenggorokan, fotofobia, konjungivitis, dan

coryza.

Menjelang akhir fase prodromal, 24-48 jam sebelum timbul eksantema, timbul

bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai.

Lesi ini dideskripsi oleh Koplik pada tahun 1986 sebagai suatu bintik berwarna

Page 7: Morbili Sent

putih kelabu, sebesar ujung jarum dengan diameter sekitar 1 mm, dikelilingi oleh

eritema, dan berlokasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang

ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Timbulnya bercak Koplik hanya

berlangsung sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan

biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.(9, 10, 11)

3. Fase erupsi

Berlangsung selama 5-10 hari. Gejala pada fase prodromal seperti coryza dan

batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan

palatum mole.

Kemudian terjadi ruam eritematosa yang berbentuk makulopapular-papula

disertai meningkatnya suhu badan. Di antara makulopapular terdapat kulit yang

normal. Setelah munculnya ruam, biasanya bercak Koplik telah menghilang.

Ruam mula-mula timbul di belakang telinga, di bagian lateral tengkuk, sepanjang

rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal,

dan muka bengkak. Dalam tiga hari ruam menyebar ke anggota bawah (kranial-

kaudal) dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Ruam ini bertahan antara 5-7

hari.

Ruam Makulopapular Morbili

Page 8: Morbili Sent

Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian

belakang, splenomegali, diare, dan muntah. Variasi lain adalah black measles,

yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus

digestivus.

Demam biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah timbulnya ruam.

Apabila masih terdapat demam lebih dari 3-4 hari setelah timbulnya ruam, maka

kemungkinan pasien mengalami komplikasi.(10)( ika fkui 2007).(9)

4. Fase konvalesens

Pada fase konvalesens, gejala-gejala pada fase prodromal mulai menghilang,

erupsi kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi

yang akan menghilang sendiri dengan sempurna setelah 2–3 minggu. Selain

hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering ditemukan pada kulit yang bersisik.

Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada

penyakit–penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang

tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada

komplikasi.(10, 11)

3.7. Diagnosis

Diagnosis klinis dan managemen morbili biasanya ditegakkan dari presentasi klinis pasien

tanpa menunggu adanya hasil pemeriksaan penunjang. Selain itu, tindakan pengendalian

juga harus segera dilakukan tanpa menunggu adanya hasil pemeriksaan laboratorium

mengingat penyakit ini sangat menular dari transmisi virus melalui droplet baik dengan

batuk, bersin, maupun kontak langsung dengan sekresi yang telah terinfeksi atau kontak

personal yang erat.(9)

Diagnosis juga perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama

dan jelas. Sebagai contoh, pada pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai

berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada

kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare berkelanjutan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

Page 9: Morbili Sent

diagnosis morbili dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang hanya

sekedar membantu.(3)

Anamnesis

Morbili merupakan infeksi serius yang ditandai dengan demam inggi, enanthema,

batuk, coryza, konjungtivitis, dan eksantema yang tampak menonjol. Setelah

periode inkubasi selama 8-12 hari, fase prodromal dimulai dengan demam ringan

yang diikuti dengan konjungtivitis yang disertai fotofobia, coryza, betuk yang

menonjol, dan demam yang semakin meningkat.(8)

Gejala bertambah dalam 2-4 hari sampai munculnya ruam. Ruam dimulai dari

dahi (di sekitar batas tumbuh rambut depan), di belakang telinga, dan leher bagian

atas, kemudian merluas ke batang tubuh dan ekstremitas, mencapai telapak tangan

dan kaki pada 50% kasus. Eksantema cepat menjadi konfluens pada daerah wajah

dan tubuh bagian atas.(8)

Pemeriksaan fisik

Diagnosis klinis akan sangat mudah ditegakkan apabila ditemukan suatu

enanthema yang disebut dengan bercak Koplik yang merupakan tanda

patognomonik dari morbili yang tampak pada hari 1-4 sebelum timbulnya ruam.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, awalnya bercak ini tampak seperti lesi

merah dengan bercak putih kebiruan di tengahnya. Bercak ini terdapat di mukosa

bukal dekat premolar, tetapi dapat menyebar ke bibir, palatum durum, dan gusi.

Selain itu bercak ini juga dapat diemukan pada lipatan konjungtiva dan mukosa

vagina.(8)

Page 10: Morbili Sent

Bercak Koplik

Pemeriksaan Penunjang

Temuan laboratoris utama pada fase akut berupa leukopenia dengan jumlah

hitung jenis limfosit yang berkurang dibandingkan dengan neutrofil. Pada morbili

yang tidak disertai infeksi bakteri, LED dan c-reaktif protein dalam batas normal.

Temuan laboratoris lain yang dapat ditemukan adalah trombositopenia dan

peningkatan transaminase hepar. (8, 9)

Selain itu, dapat juga dilakukan konfirmasi serologis ELISA dengan

mengidentifikasi antibodi IgM dalam serum yang direkomendasikan oleh WHO

sebagai standar pengawasan morbili. Antibodi IgM muncul 1-2 hari setelah onset

ruam dan tetap dapat terdeteksi selama kurang lebih sebulan. Tetapi, apabila

serum diambil <72 jam sebelum terjadinya ruam, maka antibodi morbili akan

didapatkan negative dan harus dilakukan pengambilan specimen ulang.

Konfirmasi serologis dapat juga dilakukan dengan demonstrasi kenaikan antibody

IgG sebanyak 4 kali pada specimen fase akut dan konvalesnes.(8, 9)

Metode diagnostik lain yang dapat dilakukan antara lain netralisasi, fiksasi

komplemen, mikroskop imunofluoresens, isolasi virus, identifikasi antigen atau

RNA virus morbili pada jaringan yang terinfeksi dengan menggunakan RT-PCR

(reverse transcription polymerase chain reaction). Virus morbili dapat dideteksi

pada swab nasofaring, urine, atau darah setelah onset munculnya ruam dengan

PCR.(9)

Apabila terdapat komplikasi, dapat dilakukan pemeriksaan: (13)

Ensefalopati :pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah,

dan dan analisa gas darah

Page 11: Morbili Sent

Enteritis : feses lengkap

Bronkopneumonia :pemeriksaan foto dada dan analisa gas darah

3.8. Diagnosis Banding

Morbili merupakan kelompok penyakit eksantema, yaitu suatu penyakit yang

bermanifestasi sebagai erupsi difus pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik

yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Penyakit eksantema sebagian besar disebabkan oleh

virus dan bentuk mnorfologiknya mirip antara yang satu dengan yang lainnya. Morbili

termasuk penyakit eksantema akut dengan gambaran erupsi makulopapular. Kelompok

penyakit dengan erupsi makulopapular digolongkan menjadi dua jenis, yaitu dengan

gambaran ruam makulopapular yang terdistribusi sentral dan ruam makulopapular yang

terdistribusi perifer.(1, 2)

Kelompok penyakit dengan ruam makulopapular yang terdistribusi sentral merupaka

penyakit dimana ruam muncul dari daerah kepala, leher, kemudian menyebar ke seluruh

tubuh atau ke perifer, umumnya berkaitan dengan penyakit campak, rubella, roseola

(exanthema subitum), atau ruam yang berhubungan dengan obat.(2)

1. Rubella

Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,

konjungtivitis ringan, coryza, nyeri tenggorokan, batuk dan limfadenopati. Gejala

coryza, konjungtivitis, dan batuk pada rubella langsung menghilang pada saat

ruam muncul. Gejala prodromal pada rubeola lebih ringan dibandingkan dengan

gejala prodromal pada morbili. Demam berkisar 38oC –38,7oC. Biasanya timbul

dan menghilang bersamaan dengan ruam kulit. Enantema pada rubela

(Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodromal sampai satu hari setelah

timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah muda,

tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda

patognomonik.(1, 2)

Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus

suboksipital, retroaurikular atau suboksipital. Eksantema berupa makulopapular,

Page 12: Morbili Sent

eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di muka dan menyebar ke bawah

dengan cepat (leher, badan, dan ekstremitas). Ruam pada akhir hari pertama mulai

merata di badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan

pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas

sedangkan di tempat lain mulai menghilang. Ruam pada rubella hanya bertahan

selama tiga hari.(1, 2)

Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah

timbulnya ruam. Sedangkan secara serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga

timbulnya ruam.(1)

Ruam pada Rubela

2. Roseola (exanthema subitum)

Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-

40,6oC, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat coryza, konjungtivitis

dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu

normal disertai timbulnya ruam. Ruam tampak pertama kali di punggung dan

Page 13: Morbili Sent

menyebar ke leher, ekstremitas atas muka, da ektremitas bawah. Ruam berwarna

merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip dengan lesi

rubela. Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam.

Ruam hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.(1)

3. Erupsi akibat pemakaian obat

Reaksi karena pemakaian obat dapat bermanifestasi ke kulit menjadi berbagai

macam bentuk efloresensi dan tidak terdapat predileksi khusus maupun teerbatas

pada usia tertentu. Erupsi eksantematosa biasanya berkaitan dengan pemakaian

penisilin atau sefalosporin. Ruam muncul pada minggu pertama setelah konsumsi

obat dan menghilang dalam waktu beberapa hari setelah konsumsi obat

dihentikan. Erupsi akibat pemakaian obat mungkin sulit dibedakan dengan

eksantema karena infeksi virus, tapi pada erupsi karena pemakaian obat dapat

ditemukan ruam yang lebih eritematosa dan disertai rasa yang lebih gatal

dibandingkan pada eksantema karena infeksi virus.(12)

3.9. Tatalaksana

Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen

nutrisi, dan antibiotic yang diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikovulsan apabila

terjadi kjang, serta pemberian vitamin A.(13)

Indikasi rawat inap:(13)

hiperpireksia

dehidrasi

kejang

asupan oral sulit

adanya komplikasi

Indikasi pemberian vitamin A:(8)

Anak usia 6 bulan-2 tahun yang dirawat karena morbili dan komplikasinya

(misalnya batuk disertai sesak napas, pneumonia, dan diare)

Page 14: Morbili Sent

Anak usia lebih dari 6 bulan dengan campak yang sudah mendapatkan

suplemen vitamin A dan memiliki faktor resiko sebagai berikut

Imunodefisiensi

Bukti klinis defisiensi vitamin A

Gangguan absorbs intestinal

Malnutrisi sedang sampai berat

Dalam waktu dekat baru imigrasi dari daerah yang tinggi angka mortalitas

yang disebabkan oleh morbili.

3.9.1. Campak tanpa komplikasi(13, 14, 15)

Pada umumnya tidak memerlukan rawat inap, tetapi apabila ada indikasi rawat inap,

pasien dirawat di ruang isolasi dan tirah baring. Apabila tidak dirawat minta ibu

untuk membawa anaknya kembali dalam waktu dua hari untk melihat luka pada

mulut dan sakit mata anak sembh, atau apabila terdapat tanda bahaya.

Tatalaksana:

Vitamin A

Tanyakan apakah anak sudah mendapatkan vitamin A atau belum pada bulan

Agusus dan Februari. Apabila belum berikan vitamin A dengan dosis menurut

umur sebagai berikut.

Dosis

Pemberian Vitamin A Berdasarkan Usia(15)

Jika demam, berikan parasetamol.

Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai, jenis makanan disesuaikan

dengan tingkat kesadaran pasien dan ada-tidaknya komplikasi.

Perawatan mata :untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih

tidak memerlukan pengobatan

Page 15: Morbili Sent

Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang

telah direbus dalam air mendidih atau lap bersih yang direndam

dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol atau

tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan

salep steroid

Perawatan mulut : jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptic bila pasien

dapat berkumur.

3.9.2. Campak dengan komplikasi(13, 14)

Campak dengan tanda bahaya meliputi salah satu dari gejala sebagai berikut:

Kesadaran menurun atau kejang

Pneumonia

Dehidrasi karena diare

Gizi buruk

Otitis media akut

Kekeruhan pada kornea

Luka pada mulut yang dalam atau luas

Anak-anak dengan campak yang disertai dengan komplikasi memerlukan perawatan

di rumah sakit.

Tatalaksana:

Vitamin A

Berikan vitamin A secara oral pada semua anak. Jika anak mennjukkan gejala

pada mata akibat kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A

diberikan 3 kali, yaitu pada hari pertama, kedua, dan 2-4 minggu setelah dosisi

kedua.

Otitis media akut

a. Karena penyebab tersering adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus

influenza, dan Moraxella catharrhalis, berikan amoksisilin dosis 15 mg/

Page 16: Morbili Sent

kgBB/ kali, 3 kali sehari atau kotrimoksazol oral dosis 24 mg/ kgBB/ kali, 2

kali sehari selama 7-10 hari

b. Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu cara

mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain atau tissue

kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk membersihkan telinga 3 kali

sehari hingga tidak ada lagi nanah yang keluar.

c. Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apapun ke dalam telinga anak, kecuali

jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan

dengan meneteskan lartan garam normal. Larang anak untuk berenang atau

memasukkan air ke dalam telinga

Ensefalopati atau ensefalitis:

a. Kloramfenikol dosis 75 mg/kg/hari dan ampisilin 100 mg/kg/hari selama 7-10

hari

b. Kortikosteroid: deksametason 1 mg/kg/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5

mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian

lebih dari 5 hari dilakukan tapering off)

c. Jumlah cairan dikurangi menjadi ¾ kebutuhan serta koreksi terhadap

gangguan elektrolit

Bronkopneumonia:

a. Kloramfenikol dosis seperti tertera di atas dan ampisilin 100 mg/kg/hari

selama 7-10 hari.

b. Oksigen 2 liter/menit.

c. Koreksi gangguan analisis gas darah dan elektrolit.

Masalah pada mata:

a. Konjungtivitis ringan tanpa adanya pus tidak perlu diobati

b. Jika ada pus, bersihkan mata dengan kain bersih yang dibasahi dengan air

bersih. Setelah itu berikan salep mata tetrasiklin 3 kali sehari selama 7 hari.

Jangan gunakan salep yang mengandung steroid.

c. Jika tidak ada perbaikan, rujuk.

Luka pada mulut:

Page 17: Morbili Sent

a. Jika ada luka pada mulut, mintalah ibu untuk membersihkan mulut anak

dengan menggunakan air bersih yang diberi sedikit garam, minimal 4 kali

sehari.

b. Berikan gentian violet 0,25% pada luka di mulut setelah dibersihkan

c. Jika luka di mulut menyebabkan berkurangnya asupan makanan, anak

mungkin memerlukan makanan melalui NGT (nasogastric tube).

Jika demam, berikan parasetamol.

3.10. Pencegahan

Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi aktif. Imunisasi Campak di Indonesia

termasuk imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan

saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI).

Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15

bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan

pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena

transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak.(3, 16)

Page 18: Morbili Sent

Rekomendasi Imunisasi Campak (8)

Page 19: Morbili Sent

Selain melalui imunisasi aktif, pencegahan dapat juga dilakukan dengan imunisasi pasif

denagn pemberian immunoglobulin. Immunoglobulin (IG) dapat diberikan secara

intramuskuler untuk mencegah atau memodifikasi campak pada orang yang rentan dalam

waktu 6 hari setelah terpapar. Dosis yang dianjurkan biasa adalah 0,25 mL/ kg diberikan

intramuskuler, anak immunocompromised harus menerima 0,5 mL/ kg intramuskular (dosis

maksimum dalam contoh baik adalah 15 mL). IG diindikasikan untuk kelompok orang yang

rentan atau kontak dekat dengan pasien campak, khususnya pada anak usia < 1 tahun, wanita

hamil, dan orang-orang yang immunocompromised. IG tidak diindikasikan untuk kelompok

orang yang telah menerima 1 dosis vaksin pada usia 12 bulan atau lebih kecuali mereka

immunocompromised.(16)

Intravenous Immune Globulin (IGIV) umumnya mengandung antibodi campak di sekitar

konsentrasi yang sama per gram protein sebagai IG, meskipun konsentrasi dapat bervariasi

tergantung produsen yang memproduksi immunoglobulin tersebut. Untuk pasien yang

menerima IGIV teratur, dosis biasa 400 mg/ kg harus memadai untuk profilaksis campak

setelah pajanan yang terjadi dalam 3 minggu setelah menerima IGIV.

Untuk anak-anak yang menerima IG untuk modifikasi atau pencegahan campak setelah

paparan, vaksin campak (jika tidak kontraindikasi) harus diberikan 5 bulan (jika dosisnya

adalah 0,25 mL/ kg) atau 6 bulan (jika dosisnya adalah 0,5 mL / kg) setelah pemberian IG,

asalkan anak setidaknya anak berusia 12 bulan. Interval antara pemberian IGIV atau produk

biologis lainnya yang mengandung vaksin bervariasi.

Page 20: Morbili Sent
Page 21: Morbili Sent

Interval Waktun yang Disarankan antara Pemberian Imunoglobulin dan Produk Biologis Lain (8)

3.11. Komplikasi

Kejang demam

Kejang demam dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat

ruam keluar.(3)

Laringitis akut

Laringitis akut muncul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran napas, yang

bertambah berat pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres

pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik.(3)

Otitis media

Otitis media merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada morbili. Agen

penyebab dari otitis media pada campak tidak berbeda dengan anak lain yang juga

menderita otitis media akut (OMA) tanpa campak, maka terapi antibiotik diperlukan

pada kasus seperti ini. Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti

Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang–

kadang ditemukan juga Haemophylus influenza, Escheria coli, Proteus vulgaris, dan

Pseudomonas aerugenosa. Haemophylus influenza sering ditemukan pada anak yang

berusia di bawah 5 tahun. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di

nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya

mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan

antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena

fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah

terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran nafas atas.

Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, semakin besar

kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena

tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.(3, 6)

Bronkopneumonia

Page 22: Morbili Sent

Bronkopneumonia merupakan komplikasi yang umum ditemui pada campak. Dapat

disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.

Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak

dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misalnya tuberkulosis),

leukemia dan lain–lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan

pencegahan. Gambaran pada foto toraks yang sering dijumpai adalah hiperinflasi,

infiltrat perihiler, atau bintik–bintik perihiler, dan penebalan hilus. Konsolidasi

sekunder atau efusi pleura juga dapat dijumpai. Bronkopneumonia ditandai dengan

batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi basah halus. Pada saat suhu

turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan hilang, kecuali batuk yang

masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada

saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga

adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang

telah dirusak oleh virus.(3, 17)

Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat erjadi pada semua kasus campak, ditandai dengan adanya mata

merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang–kadang terjadi

infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi

konjungtiva pada hari–hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan

terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula

timbul ulkus kornea.(3)(17)

Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan

mental, neuritis optika dan ensefalitis.(3)

Ensefalitis

Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita

morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili

hidup (ensefalitis morbili akut), pada penderita yang sedang mendapat pengobatan

imunosupresif (immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute

sclerosing panencephalitis (SSPE). Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium

eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kematian

Page 23: Morbili Sent

ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah

vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.(3)

Subacute sclerosing panencephalitis

SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit

ini merupakan komplikasi kronis dari morbili, berjalan progresif dan fatal, dapat

ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba–

tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalanan klinis

lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6-9 bulan setelah terjadi

gejala pertama. Meskipun demikan remisi spontan masih dapat terjadi.

Pada tahap awal (stage I) biasanya gejala terlewatkan karena ringannya dan singkatnya

gejala yang muncul. Demam, sakit kepala, dan gejala lain ensefalitis tidak ditemukan.

Pada tahap kedua ditandai adanya mioklonus massif. Keadaan ini berkaitan dengan

adanya proses inflamasi yang meluas ke struktur otak yang lebih dalam, termasuk

ganglia basalis. Gerakan involunter dan hentakan mioklonik yang berulang dimulai

pada kelompok otot tunggal tetapi juga member jalan terjadinya hentakan dan spasme

massif yang melibatkan otot aksial dan apendikular. Kesadaran tetap dipertahankan.

Pada tahap ketiga, gerakan involunter menghilang dan digantikan dengan koreoatetosis,

imobilitas, distonia, dan rigiditas yang terjadi akibat destruksi pusat terdalam dari

ganglia basalis. Sensorium memburuk kea rah demensia, stupor, kemudian koma.

Tahap keempat ditandai dengan hilangnya pusat penting yang menunjang pernapasan,

denyut jantung, dan tekanan darah. Lambat laun akan terjadi kematian.

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti bahwa virus morbili memegang peranan

dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum usia 2 tahun,

sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7-13 tahun setelah menderita morbili. SSPE yang

terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira–kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan

menderita SSPE setelah vaksinasi morbili sekitar 0,5–1,1 tiap 10 juta populasi,

sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2–9,7 tiap 10 juta populasi.

Diagnosis SSPE dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis minial salah satu dari

temuan: (1) antibodi morbili yang terdeteksi di LCS (liquor cerebrospinal); (2) temuan

elektroensefalografik; (3) temuan histologis tipikal dan/atau isolasi virus atau antigen

virus pada jaringan otak yang diperoleh dari biopsi atau pemeriksaan postmortem.(3, 8, 17)

Page 24: Morbili Sent

Ensefalomielitis diseminata akuta (pasca vaksinasi atau pasca infeksi)

Ensefalitis diseminata akuta walaupun jarang terjadi, tetapi merupakan gangguan

demielinisasi lain yang patut disebutkan karena penyakit ini pada dasarnya dapat

dicegah. Penyakit ini merupakan suatu mielitis atau ensefalitis akut dengan perjalanan

yang bervariasi dan ditandai dengan gejala-gejala yang merupakan indikasi kerusakan

pada substansia alba otak atau medula spinalis. Gambaran patologis berupa

demielinisasi sirkumskripta yang banyak terdapat pada daerah perivaskular. Sekitar 1

minggu sesudah campak, dapat timbul gejala-gejala neurologik secara cepat berupa

sakit kepala, mengantuk, stupor, kelumpuhan otot mata dan seringkali disertai lesi

transversal medula spinalis sehingga keempat anggota badan (tungkai dan lengan)

mengalami paralisis flaksid. Tingkat paralisis seringkali bervariasi.

Ensefalomielitis pasca infeksi terjadi sesudah infeksi virus, terutama campak, yaitu

pada satu dari 1000 kasus. Angka kematian mencapai 10 hingga 20%, dan sekitar 50%

di antara mereka yang dapat bertahan akan mengalami kerusakan neurologik.(3)

Penyulit lain diantaranya adalah aktivasi tuberkulosis, enteritis, miokarditis, adenitis

servikal, purpura trombositopenik, aktivasi tuberculosis, emfisema subkutan, gangguan

gizi, infeksi piogenik pada kulit serta pada ibu hamil dapat terjadi abortus, prematur dan

kelainan kongenital pada bayi.(3, 8)

3.12. Prognosis

Pada awal abad ke 20, angka kematian akibat morbili bervariasi antara 2000-10000

atau sekitar 10 kematian per 1000 kasus morbili. Dengan adanya peningkatan pelayanan

kesehatan dan terapi antimikroba, nutrisi yang lebih baik, pengurangan kepadatan, angka

kematian akibat morbili berkurang menjadi 1 kematian per 1000 kasus. Antara tahun 1982

dan 2002, CDC mengestimasikan terjadi 259 kematian akibat morbili di US, dengan rasio

kematian berbanding kasus 2,5-2,8 per 1000 kasus morbili. Pneumonia dan ensefalitis

adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus yang fatal, serta kondisi

imunodefisiensi juga ditemukan pada 14-16% kematian.(8)

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Morbili Sent

1. Rahayu T, Tumbelaka AR. Sari pediatri: Gambaran klinis penyakit eksantema akut pada

anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002. p. 104-7, 109

2. Ismoedjiyanto. Demam dan ruam di daerah tropik. Surabaya: Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Universitas Airlangga; 2011. p. 150-3

3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi & pediatri tropis:

campak. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. p.109-18

4. Sastroasmoro S, Bondan, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani B, et all. Panduan

Pelayanan medis departemen ilmu penyakit anak. Jakarta: RSUP Nasional dr.

Ciptomangunkusumo; 2007. p.150-2

5. Katz SL. Measles. In: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ,

Apt L, et all, Editors. Rudolph’s pediatrics. 21st ed. USA: McGraw-Hill; 2003. p. 576-89

6. Mason WH, Behrman RE, Kliegman RM. Measles. In: Wahab AS, Editor. Nelson ilmu

kesehatan anak volume 2. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 1068-71

7. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. p.

417-418

8. Mason WH. Measles. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, Editors.

Nelson textboon of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 1090-8

9. Batirel A, Doganay M. clinical approach to skin eruption and measles: a mini review. J

Gen Pract. 2013; 1: 118

10. Staf Pengajar FKUI. Ilmu kesehatan anak 2. 9th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000. p.

624–8

11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2007. p. 189-93

Page 26: Morbili Sent

12. McKinnon HD, Howard T. evaluating the febrile patient with rash. Am fam physician.

2000 Aug 15; 62(4): 804-816

13. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Campak. In: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris

NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, Editors. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: IDAI;

2009. p. 33-5

14. World health organization. Campak. In: Tim Adaptasi Indonesia, Editor. Buku saku

pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2008. p. 180-3

15. World Health Organization. WHO guidelines for epidemic preparedness and response to

measles outbreaks. Geneva: WHO; 1999. p. 11-5, 18

16. Hay WW, Levin MJ, SOndheimer J, Detreding RR. Current pediatric diagnosis &

treatment. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2009. p. 1163-1165

17. Rampengan TH, Laurentz IR. penyakit infeksi tropik pada anak. 2nd ed. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2008. p. 109-21

18. Dyne PL. Pediatrics Measles. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/802691-overview Accessed on June 20th. 2014

19. Lewis LS. Roseola Infantum. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/803804-overview Accessed on June 20th, 2014