Post on 18-Feb-2016
MEKANISME ADAPTASI SEL
ORGANISASI SEL Sel normal dan hidup memberikan reaksi terhadap
tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Bila tekanan itu terlalu berat, struktur dan fungsi sel
cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit, dinyatakan sebagai “normal”.
Bila batas kemampuan adaptasi tersebut dilampaui, akan terjadi jejas atau bahkan kematian sel.
Reaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan: (1) menyesuaikan diri, (2) terjadi jejas yang dapat pulih kembali (reversibel) atau (3) mati.
SEBAB-SEBAB JEJAS, KEMATIAN DAN ADAPTASI SEL Golongan merugikan yang mempengaruhi fungsi sel
adalah: (1) hipoksi, (2) bahan kimia dan obat, (3) agen fisika, (4) agen mikrobiologi, (5) mekanisme imun, (6) cacat genetika, (7) ketidakseimbangan nutrisi, dan (8) penuaan.
PATOGENESIS HIPOKSIA Kekurangan oksigen mendasari patogenesis
jejas pada iskemi, dan oksigen yang tereduksi parsial, juga merupakan perantara penting kematian sel.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA SEL YANG CEDERA SUBLETAL Peningkatan pertumbuhan: Hipertrofi dan
Hiperplasi. Fisiologis (misalnya pembesaran payudara pada waktu
hamil) atau patologis (misalnya pembesaran prostat pada pria umur lanjut).
Hipertrofi: pembesaran ukuran sel tanpa pembelahan sel. Hiperplasia: penambahan jumlah sel dengan mitosis.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA SEL YANG CEDERA SUBLETAL Berkurangnya pertumbuhan: Atrofi.
Atrofi: mengecilnya ukuran suatu organ atau sel. Atrofi: organ dapat karena berkurangnya besar dan atau
jumlah sel atau keduanya. Atrofi dapat fisiologis (atrofi usus post-menopause). Atrofi patologis dapat disebabkan berkurangnya fungsi
(misalnya pada kelumpuhan kaki), hilangnya persarafan, berkurangnya pasokan darah atau oksigen, kekurangan makanan atau hormon yang tidak mencukupi.
Berkurangnya pertumbuhan: Hipoplasia. Hipoplasia: kegagalan perkembangan / pembentukan
organ. Kegagalan morfogenesis.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA SEL YANG CEDERA SUBLETAL Anomali pada organogenesis. Agenesis (aplasia): kegagalan pada pembentukan organ
atau struktur di dalamnya. Atresia: kegagalan pembentukan lumen yang umumnya
terbentuk pada struktur tubulus. Hipoplasia: kegagalan organ untuk mencapai ukuran
normalnya. Kegagalan diferensiasi (dysgenesis): kegagalan
diferensiasi pada organ normal atau tetap pada struktur primitif embrio.
Ektopia (heterotopia): pertumbuhan jaringan dewasa pada tempat yang salah/tidak semestinya.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA SEL YANG CEDERA SUBLETAL Kelainan diferensiasi dan pertumbuhan: Metaplasia.
Transformasi satu jenis sel dewasa yang mengalami diferensiasi ke bentuk lain. Dapat mengalami perubahan selanjutnya secara tidak langsung menjadi
neoplasia melalui displasia. Kelainan diferensiasi dan pertumbuhan: Displasia. Kelainan diferensiasi dan pertumbuhan: Neoplasia.
Neoplasia, ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal, tidak terkoordinasi dan berlebihan.
Tetap berlanjut walaupun rangsang awal dihilangkan. Berhubungan dengan perubahan genetik. Sel neoplastik mempengaruhi sifat sel normal melalui produksi hormon dan faktor
tumbuh.
KEMATIAN SEL
NEKROSIS/KEMATIAN SEL Akibat jejas yang paling ekstrim ialah kematian sel
(cellular death). Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum/setempat.
Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup disebut nekrosis. Nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus menerus (kontinu). Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis.
NEKROSIS/KEMATIAN SEL Nekrosis dapat disebabkan oleh:
Iskhemia Agen biologik Agen kimia Agen fisik Kerentanan (hypersensitivity)
KEMATIAN SOMATIK DAN PERUBAHAN POSTMORTEM Seseorang dikatakan mati bila jantung tidak
berdenyut dan pernafasan berhenti. Mendatarnya electroencephalogram (EEG) berarti berhentinya fungsi otak dan merupakan tanda pasti kematian.
Pada kematian tubuh terjadi serangkaian perubahan yang dipengaruhi oleh suhu sekitar, suhu tubuh pada saat kematian dan adanya infeksi.
KEMATIAN SOMATIK DAN PERUBAHAN POSTMORTEM Perubahan-perubahan lanjut setelah
kematian tubuh: Algor mortis (perubahan suhu badan) Rigor mortis (kaku mayat) Livor mortis (lebam mayat) Pembekuan darah Pembusukan (putrefaction) dan autolisis
Algor mortis Suhu badan menjadi kurang lebih sama
dengan suhu sekitarnya setelah kematian. Perubahan ini terjadi karena metabolisme
yang terhenti.
Rigor mortis Sesudah 2-3 jam setelah kematian akan terjadi kaku mayat,
yang disebabkan oleh karena otot-otot menjadi kaku akibat aglutinasi dan presipitasi protein pada otot-otot.
Dimulai pada otot-otot involunter, diikuti otot-otot volunter kecil seperti sekitar leher dan kepala kemudian akhirnya ke seluruh otot tubuh.
Kaku mayat menetap sampai 24 jam, kemudian akan melemas seiring dengan terjadinya pembusukan.
Proses kaku mayat dipercepat oleh aktifitas yang tinggi, suhu ruangan tinggi. Diperlambat oleh infeksi berat dan suhu ruangan rendah.
Livor mortis Perubahan warna terjadi karena sel-sel
darah mengalami hemolisis dan darah turun ke tempat rendah sesuai gravitasi.
Akibatnya, lebam mayat ditemukan pada bagian terbawah dari sikap tubuh manusia pada saat kematian.
Pembekuan darah Terjadi segera setelah manusia meninggal. Beku darah yang terjadi setelah orang
meninggal disebut postmortem clot, warna merah, elastik atau seperti agar-agar (cruor clot).
Pembusukan Akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh,
jaringan mengalami autodigestion. Makin tinggi diferensiasi jaringan, makin
cepat autolisis. Jaringan penyokong relatif lebih awet. Pembusukan terjadi akibat masuknya kuman
saprofitik (berasal dari usus), terbentuk gas H2S dan jaringan sekitar usus tampak kehijauan.