Yulia Indrawati Sari Hilda Arum Nurbayyantikotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Dokumen dan...
Transcript of Yulia Indrawati Sari Hilda Arum Nurbayyantikotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Dokumen dan...
-
L A P O R A N A K H I R
A S E S M E N C E P A T I M P L E M E N T A S I P R O G R A M
N A S I O N A L P E R M B E R D A Y A A N M A S Y A R A K A T
( P N P M ) P E R K O T A A N P E R I O D E P E R P A N J A N G A N
Y u l i a I n d r a w a t i S a r i H i l d a A r u m N u r b a y y a n t i
2019
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
ii
LAPORAN AKHIR
Asesmen Cepat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Perkotaan pada Periode Perpanjangan
Juli 2019
TIM PENELITI
KOORDINATOR PENELITI
Yulia Indrawati (Indri) Sari
ASISTEN KOORDINATOR
Hilda Arum Nurbayyanti
PENELITI LAPANGAN
DI Yogyakarta Muklas Aji Setiawan Mulyana Aprilia Ambarwati Kalimantan Selatan Faisal Setianzah
Bewanti Dahani Fadhli Ilhami
Nusa Tengggara Barat Panji Ardiansyah Nofalia Nurfitriani Hilda Arum Nurbayyanti
AKATIGA – Center for Social Analysis Jl. Tubagus Ismail II No 2 Bandung 40134 | (022) 2502302 [email protected] | www.akatiga.org
mailto:[email protected]://www.akatiga.org/
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
iii
P E N G A N T A R
Laporan akhir ini disusun oleh tim peneliti AKATIGA. Pada proses penelitian AKATIGA
mendapatkan dukungan dan fasiitasi dari George Soraya, Evi Hermirasari, Kumala Sari, dan
Ratih Dewayanti dari tim Bank Dunia.
Laporan telah ditelaah oleh Isono Sadoko (peneliti senior AKATIGA). Laporan ini pertama kali
terbit dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Acep Muslim dan diedit oleh M. Irfan
Hidayatullah. Laporan ini juga mendapat masukan penting dari Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat serta Bappenas pada saat tahap presentasi draft. Kami mengucapkan
terima kasih untuk masukan-masukan tersebut.
Laporan ini tidak mungkin dapat dituntaskan tanpa kerja keras para peneliti lapangan yang
bekerja di enam kelurahan di Yogyakarta, Banjarmasin, dan Bima. Sely Martini memberikan
dukungan dengan turut melakukan supervisi tim peneliti lapangan di Bima. Kami sampaikan
banyak terima kasih kepada para koordinator kota dari program PNPM Perkotaan dan semua
fasilitator kelurahan di tingkat kelurahan yang telah memberikan dukungan sepanjang proses
penelitian. Terkahir, kami kami sangat berterima kasih atas partisipasi dan kesabaran dari para
informan yang telah menyediakan waktunya bersama tim peneliti dalam proses penggalian
data.
Penelitian ini mendapatkan dukungan dana dari Bank Dunia.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
iv
R I N G K A S A N E K S E K U T I F
Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas (PLPBK) dalam memperbaiki kondisi kawasan kumuh di perkotaan dan mengevaluasi
program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dalam mengurangi risiko
bencana banjir. PLPBK dan PRBBK merupakan program perpanjangan PNPM Perkotaan—
program pembangunan berbasis komunitas skala nasional (Community Driven Development,
atau CDD) di area perkotaan di Indonesia—setelah program PNPM Perkotaan selesai pada
2014. Program perpanjangan ini bertujuan untuk mendukung program pemerintah Indonesia
untuk mencapai tujuan “kota tanpa kawasan kumuh” pada tahun 2019. Program ini diharapkan
dapat meningkatkan kondisi kawasan kumuh dan menyediakan infrastruktur dan layanan dasar
bagi para penduduknya.
Studi difokuskan pada tiga aspek evaluasi, yaitu (i) hasil-hasil dari PLPBK dalam mendukung
penataan kawasan kumuh dan pengurangan risiko bencana untuk masyarakat sasaran; (ii)
efektivitas dari beberapa intervensi spesifik dari sudut pandang komunitas dan pemerintah
lokal; (ii) pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur PNPM Perkotaan yang dibangun pada
periode 2012-2014.
Studi ini menggunakan metode studi kasus kualitatif (qualitative case study). Penggalian data
lapangan dilakukan di enam kelurahan di Yogyakarta, Banjarmasin, dan Bima pada Februari
2019. Bima dipilih karena merupakan daerah yang rentan terhadap banjir dan secara khusus
dijadikan sebagai kasus untuk intervensi PRBBK. Untuk mengukur hasil dan efektivitas program,
penelitian ini menggunakan metode yang memungkinkan para peneliti untuk mengumpulkan
data berdasarkan sudut pandang dan pengalaman warga. Metode pengumpulan data kualitatif
(wawancara, observasi, transek, dan data sekunder) digunakan untuk mengevaluasi hasil
tangible dan intangible dari program penataan kawasan kumuh dan mitigasi bencana di area
rentan banjir serta untuk memahami faktor yang memengaruhi hasil-hasil tersebut.
Temuan-temuan penelitian ini menunjukkan bahwa program penataan kawasan kumuh
perkotaan memiliki hasil yang positif. Studi ini berkesimpulan bahwa program PLPBK telah
berhasil menangani permasalahan infrastruktur di area kumuh seperti rumah tidak layak huni
(RTLH), akses buruk, serta sanitasi dan drainase minim. Pada saat yang sama program juga telah
mendorong dimensi-dimensi intangible pada warga seperti penguatan relasi sosial, terjalinnya
hubungan sosial dengan warga di luar kawasan kumuh, serta bertambahnya pilihan-pilihan
penghidupan bagi warga. Warga di area yang telah ditata melihat bahwa program telah
meningkatkan fungsi dan pemanfaatan infrastruktur dasar. Di area-area yang diteliti, genangan
air telah berkurang, akses jalan dan konektivitas meningkat, rumah-rumah direhabilitasi, dan
polusi (sampah dan udara) menurun. Warga juga bercerita bahwa program penataan kawasan
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
v
kumuh telah meningkatkan akses mereka terhadap area-area lain di kota. Mereka juga
bercerita tentang perasaan tak lagi merasa malu tinggal di kawasan kumuh serta mengenai
meningkatnya jumlah warga luar yang datang ke daerah mereka baik untuk berkunjung
maupun hanya lewat melalui jalan yang telah diperbaiki. Selain itu, juga bercerita tentang
menurunnya jumlah tikus dan nyamuk, meningkatnya kadar kesegaran udara, naiknya peluang
untuk berusaha, serta tersedianya ruang-ruang untuk berinteraksi antarwarga.
Integrasi infrastruktur di satu kawasan telah memperluas dampak program penataan kawasan
kumuh pada aspek-aspek yang tak terlihat (intangible) dari kehidupan warga. Untuk
memaksimalkan dampak-dampak tersebut, program harus memastikan bahwa penyediaan
infrastruktur difokuskan di satu area prioritas beserta kegiatan-kegiatan yang memperindah
kawasan tersebut, serta terhubung (engaged) dengan konteks lokal. Penelitian ini
mengidentifikasi empat faktor yang memengaruhi integrasi dan implementasi integrasi
infrastruktur yang lebih baik. Keempat hal tersebut adalah (i) kebijakan PLPBK yang
memfasilitasi proses integrasi itu sendiri; (ii) kapasitas dan strategi dari aktor (pelaksana
program) dalam melakukan perencanaan dan sosialisasi program; (iii) tingkat kepercayaan dan
kolektivitas dari komunitas; (iv) lingkungan kebijakan pendukung (enabling policy environment)
yang menyediakan referensi bagi program dan kegiatan penataan kawasan kumuh.
Berbeda dengan PLPBK yang menunjukkan hasil positif dalam menangani permasalahan di
kawasan kumuh, studi ini mengungkapkan bahwa program PRBBK tidak begitu efektif dalam
mengurangi risiko banjir bandang di Bima. Di Bima, program ini memang telah berhasil dalam
mengurangi risiko banjir kecil serta dalam menangani kawasan kumuh sebagai buah dari
penyediaan infrastruktur berupa drainase dan jalan. Program ini pun telah memperkenalkan
warga pada pengetahuan baru mengenai prosedur dan rute evakuasi. Namun demikian,
program ini hanya memiliki dampak yang hanya terbatas pada penguatan kapasitas dan
resiliensi warga dalam menghadapi, beradaptasi, dan memulihkan diri dari bencana banjir. Sulit
bagi program untuk melakukan mitigasi warga dari risiko bencana banjir bandang di Bima
karena banjir tersebut disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, yaitu tingginya curah hujan,
topografi yang berupa cekungan, berkurangnya area hutan di sisi hulu, pengelolaan drainase
yang buruk, dan permasalahan tata kelola yang malah mendukung pengembangan daerah
permukiman dan perkebunan jagung di area hulu. Dalam tahap implementasi, program PRBBK
sendiri lebih banyak fokus pada penataan kawasan kumuh daripada penggunaan berbagai
langkah dan pelatihan untuk menguatkan kapasitas warga. Manajemen bencana seharusnya
tidak hanya fokus dalam tanggap darurat, tetapi juga dalam manajemen risiko secara
keseluruhan. Untuk itu, diperlukan penguatan dalam kerangka dan institusi PRBBK sedemikian
rupa sehingga program tersebut dapat merumuskan langkah yang komprehensif dalam
meningkatkan pengelolaan drainase, pembangunan bendungan, perbaikan tata kelola, evaluasi
rencana tata guna lahan dan kebijakan gubernur.
Dengan melihat aspek institusi dari pemeliharaan infrastruktur PNPM Perkotaan 2012-2014,
penelitian ini menemukan bahwa infrastruktur konektivitas dan sanitasi telah dipelihara dengan
ragam cara yang berbeda. Sementara semua jalan dan jembatan masih berfungsi dan
digunakan, lebih dari setengah MCK dan toilet telah rusak dan tidak lagi dipakai. Hal ini
disebabkan oleh kedudukan jalan sebagai infrastruktur yang lebih popular di antara para
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
vi
pegawai kelurahan. Karenanya, pemeliharaan jalan dan sistem drainase kerap dijadikan
prioritas dalam pendanaan. Sementara itu, pemeliharaan MCK memerlukan institusi komunitas
yang kuat. Dalam kondisi ketika tidak ada kepemimpinan dan kolektivitas warga, seperti terjadi
di Bima, konflik mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan infrastruktur
sanitasi bisa terjadi. Temuan ini menunjukkan bahwa pemeliharaan masih merupakan
tantangan untuk mencapai keberlanjutan infrastruktur sanitasi.
Evaluasi ini juga menyarankan beberapa area tempat program penataan kawasan kumuh dapat
ditingkatkan untuk memastikan terjadinya integrasi infrastruktur dan memaksimalkan
dampaknya baik secara tangible maupun intangible. Beberapa di antara poin rekomendasi yang
diajukan adalah bahwa program seharusnya memperhatikan empat syarat kebijakan dalam
implementasi program yang terdiri dari, (i) integrasi infrastuktur di satu kawasan prioritas; (ii)
kemampuan dan strategi aktor pelaksana dalam menyesuaikan standar penataan kawasan
kumuh dari Kementerian PUPR dengan konteks lokal; (iii) strategi sosialisasi dan partisipasi yang
lebih baik untuk pelaksanaan proyek rehabilitasi perumahan; (iv) reformasi ketidakpastian
hukum (legal); (v) dalam kondisi di mana social capital tidak ada atau lemah, perlu adanya
fasilitasi di semua tingkatan untuk memunculkan kolektivitas di antara warga dan antara warga
setempat dengan warga luar. Studi ini juga memperingati bahwa meningkatnya harga lahan
dan akomodasi terjadi sebagai konsekuensi dari program penataan kawasan kumuh. Program
ini diharapkan menemukan solusi dengan risiko tersebut, karena peningkatan harga ini dapat
menyingkirkan rumah-rumah tangga miskin dan pendatang dari area yang sudah ditangani
(upgraded).
Pada akhirnya, laporan ini menyajikan kasus-kasus mengenai hasil positif dari keberhasilan
program pananganan kawasan kumuh di tiga kota di Indonesia. Temuan-temuan ini
mendukung solusi untuk mengatasi masalah kawasan kumuh dengan menangani kekumuhan
tersebut, bukan dengan menghancurkannya. Program penataan kawasan kumuh memberikan
kesempatan untuk warga di kawasan tersebut untuk mendapatkan akses atas infrastruktur dan
untuk dapat hidup dalam lingkungan yang layak dan ini pada gilirannya memainkan peran yang
penting dalam perekonomian dan kehidupan perkotaan secara keseluruhan.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
vii
D A F T A R I S I
PENGANTAR _______________________________________________________________ iii
RINGKASAN EKSEKUTIF _______________________________________________________ iv
DAFTAR ISI _______________________________________________________________ vii
DAFTAR GAMBAR ___________________________________________________________ ix
DAFTAR TABEL _____________________________________________________________ x
DAFTAR KOTAK _____________________________________________________________ x
DAFTAR SINGKATAN _________________________________________________________ xi
GLOSARIUM ______________________________________________________________ xii
BAB 1
PENDAHULUAN _____________________________________________________________ 1
1.1 Latar Belakang _________________________________________________________ 1
1.2 Tujuan dan Pertanyaan Penelitian _________________________________________ 2
1.3 Metode ______________________________________________________________ 3
1.3.1 Indikator __________________________________________________________ 3
1.3.2 Studi Kasus Kualitatif (Qualitative Case Studies) ___________________________ 5
1.4 Struktur Laporan _______________________________________________________ 9
BAB 2
EFEK PROGRAM PENATAAN KAWASAN KUMUH __________________________________ 10
2.1. Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur ____________________________________ 10
2.1.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun pada Program PNPM
Perkotaan Periode Perpanjangan __________________________________________ 10
2.1.2 Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan oleh Warga ___________________ 12
2.1.3 Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak digunakan dengan Baik __________ 21
2.2 Integrasi Infrastruktur dan Hasil-Hasil yang Bersifat Intangible __________________ 25
2.2.1 Integrasi Infrastruktur ______________________________________________ 25
2.2.3 Efek Negatif Infrastruktur yang Terintegrasi terhadap Hubungan Sosial dan Harga
Akomodasi ___________________________________________________________ 32
BAB 3 PROSES DAN MEKANISME ______________________________________________ 35
3.1 Faktor yang Memengaruhi Fungsi Infrastruktur ______________________________ 35
3.2 Faktor Pendorong Integrasi Infrastruktur Lebih Baik __________________________ 37
3.2.1 Desain Penataan Kawasan Kumuh _____________________________________ 37
3.2.2 Pelaksanaan Program Penataan _______________________________________ 39
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
viii
3.2.3 Institusi Masyarakat yang Kuat _______________________________________ 42
3.2.4 Konteks Lingkungan Kebijakan Pendukung ______________________________ 43
3.3 Hambatan dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Terintegrasi dan Berfungsi dengan
Baik ___________________________________________________________________ 44
BAB 4
PENGARUH PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRBBK) DI BIMA _____________ 48
4.1 Permasalahan Banjir dari Perspektif Warga _________________________________ 48
4.2 Efek Program PRBBK dalam Mengurangi Risiko Bencana Banjir __________________ 50
4.3 Hambatan dalam Mewujudkan Intervensi PRBBK _____________________________ 53
BAB 5
PEMANFAATAN DAN PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR YANG DIBANGUN PNPM PERKOTAAN
2012-2014________________________________________________________________ 57
5.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun PNPM Perkotaan Periode 2012-
2014 __________________________________________________________________ 59
5.2 Institusi Pemeliharaan__________________________________________________ 64
BAB 6
SIMPULAN DAN REKOMENDASI _______________________________________________ 67
6.1. Simpulan ___________________________________________________________ 67
6.2. Rekomendasi ________________________________________________________ 70
REFERENSI ________________________________________________________________ 75
LAMPIRAN
EFEK PROGRAM PENATAAN KAWASAN KUMUH DALAM MENGUATKAN DIMENSI INTANGIBLE
KEHIDUPAN WARGA DI YOGYAKARTA __________________________________________ 77
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
ix
D A F T A R G A M B A R
Gambar 1 Lokasi Studi Kasus __________________________________________________ 6
Gambar 2 Kondisi jalan permukiman dan gang setelah intervensi program di Yogyakarta (kiri)
dan Bima (kanan) _________________________________________________ 13
Gambar 3 Proses perbaikan jalan permukiman di Alalak Selatan, Banjarmasin ___________ 14
Gambar 4 Setelah saluran drainase ditutup, warga menggunakan bagian atas drainase untuk
menyimpan pot-pot bunga. _________________________________________ 18
Gambar 5. Kondisi jalan sebelum dan sesudah hujan _______________________________ 19
Gambar 6 Limbah air menjadi lebih bersih di Gowongan, Yogyakarta __________________ 20
Gambar 7 Kondisi toilet sebelum dan sesudah program ____________________________ 21
Gambar 8 Gerobak sampah yang tidak digunakan di Banjarmasin _____________________ 25
Gambar 9 Tong sampah yang tidak digunakan di Yogyakarta _________________________ 25
Gambar 10 Area yang belum dan sudah ditata di Kampung Suryatmajan _______________ 28
Gambar 11 Area yang belum dan sudah ditata di Kampung Alalak Selatan ______________ 28
Gambar 12 Anak-anak bermain riang di PCG _____________________________________ 30
Gambar 13 Contoh konsep penataan wilayah kumuh di satu area prioritas di Gowongan dan
Alalak Selatan ____________________________________________________ 38
Gambar 14 Salah satu bentuk adaptasi penduduk adalah untuk mengamankan semua
peralatan yang diperlukan dalam kasus banjir ___________________________ 50
Gambar 15 Jalan sebelum dan setelah intervensi PRBBK yang ditujukan untuk memperbaiki
akses dalam proses evakuasi dalam situasi bencana di kelurahan Santi________ 52
Gambar 16 MCK yang sering digunakan di Yogyakarta ______________________________ 62
Gambar 17 MCK ditutup oleh rumah tangga terdekat di Bima ________________________ 64
Gambar 18 Jalan yang telah direhabilitasi di Banjarmasin menggunakan dana Jaring Asmara 65
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
x
D A F T A R T A B E L
Tabel 1 Lokasi Penelitian ______________________________________________________ 7
Tabel 2 Data Ringkas Mengenai Penggunaan Infrastruktur __________________________ 11
Table 3 Lokasi penelitian (area prioritas dan non area prioritas) ______________________ 27
Tabel 4 Infrastruktur PRBBK di kelurahan Pane dan Santi____________________________ 51
Tabel 5 Fungsi dan pemanfaatan infrastruktur yang dibangun pada periode PNPM 2012-2014
__________________________________________________________________ 58
Tabel 6 Kategori penggunaan infrastruktur yang dibangun pada masa PNPM 2012-2014 ___ 59
Table 7 Penggunaan MCK yang dibangun PNPM Urban 2012-2014 ____________________ 61
D A F T A R K O T A K
Kotak 1 Berjalan dengan nyaman di Suryatmajan __________________________________ 15
Kotak 2 Menjaga anak-anak juga merupakan tugas suami ___________________________ 30
Kotak 3 Efek pada Mata Pencaharian ___________________________________________ 31
Kotak 4 MCK bersih kami ____________________________________________________ 62
Kotak 5 Pemilik tanah, petugas pemeliharaan yang bertanggung jawab ________________ 65
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
xi
D A F T A R S I N G K A T A N
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
APE Area Permainan Edukasi
BBWS Balai Besar Wilayah Sungai
Bappenas Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
Bappeda Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BKM Badan Keswadayaan Masyarakat
BOP Biaya Operasional
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
CDD Community Driven Development atau Pembangunan Berbasis Pemberdayaan
Komunitas
DED Desain Rekayasa Detail
Faskel Fasilitator Kelurahan
HGB Hak Guna Bangunan
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
Jaras Jaring Aspirasi Masyarakat
Korkot Koordinator Kota
KSM Kelompok Swadaya Masyarakat
LPMK Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
M3K Mundur, Munggah (naik), dan Madep (menghadap)
MCK Mandi, Cuci, Kakus
MIS Management Information System atau Sistem Informasi Manajeman
OPD Organisasi Perangkat Daerah
PCG Pedestrian Code Gumreget
Perkim Dinas Perumahan dan Permukiman
PLPBK Pembangunan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Pokja PKP Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman
PRBBK Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas
PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
RDTR Rencana Detail Tata Ruang
RPLP Rencana Penataan Lingkungan Perumahan
RAB Rencana Anggaran dan Biaya
RT Rukun Tetangga
RTP Ruang Terbuka Publik
RW Rukun Warga
SAH Saluran Air Hujan
SAL Saluran Air Limbah
SK Surat Keputusan
SOP Standar Operasional dan Prosedur
TAPP Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif
TIPP Tim Inti Perencanaan Partisipatif
TPS Tempat Pembuangan Sementara
TSBK Tim Siaga Bencana Kelurahan
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
xii
G L O S A R I U M
Community Development Pengembangan komunitas
Enabling Policy Environment Lingkungan kebijakan yang mendukung
Engaged Terhubung
Exit Strategy Strategi keluar (saat program usai)
Intangible Efek lanjutan yang tidak mudah terlihat secara nyata dari infrastruktur
yang berpengaruh terhadap beragam dimensi dari kehidupan warga
penerima manfaat, seperti ekonomi dan sosial
Jimpitan Iuran swadaya
Laundry Penatu
Merchandise Barang dagangan
Online Daring
Outcome Capaian
Public Paces Ruang publik
Recovery Pemulihan
Showcase Program pengembangan permukiman tambahan yang didanai
pemerintah pusat untuk menciptakan praktik-praktik baik dari program
Site Plan Rencana tapak
Social Capital Modal sosial
Social Relations Hubungan sosial
Tangible Efek langsung dan nyata terlihat seperti yang diharapkan oleh program
seperti pengurangan genangan air, pengurangan polusi, dan
peningkatakan konektivitas
Titian Ulin Jalan di atas sungai yang terbuat dari kayu Ulin
Upgraded Ditingakatkan/ditata
Urban Planning Perencanaan kota
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
i
Talud River bank retaining wall
Titian Ulin Road along the river made by ulin wood or similar with wooden footbridge
Tukang Construction Workers
Warung Kiosk
B A B 1
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 90-an, pembangunan berbasis komunitas atau Community Driven Development
(CDD) telah muncul sebagai bentuk pembangunan lokal dan partisipatif yang paling populer
(Binswanger-Mkhize et. al., 2010). CDD merupakan pendekatan partisipatif dan
terdesentralisasi dalam pengurangan kemiskinan yang bertujuan untuk memberikan akses dan
kontrol kelompok masyarakat terhadap dana-dana pembangunan. Berhubungan dengan hal
tersebut, di Indonesia, pada tahun 2007 pemerintah meluncurkan program andalan untuk
mengurangi kemiskinan dan penguatan komunitas di perkotaan dalam bentuk Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan (PNPM Perkotaan). PNPM Perkotaan bertujuan
untuk memastikan kelompok miskin di perkotaan, tepatnya di kelurahan-kelurahan,
memperoleh manfaat dari peningkatan kualitas tata kelola lokal dan peningkatan kualitas
kehidupan secara umum. Program penguatan masyarakat perkotaan, khususnya kelompok
miskin ini, dicapai melalui penguatan kapasitas, penyediaan sumber daya (resources) dan dana
kelurahan, serta kemitraan pembangunan antara komunitas dengan para pemangku
kepentingan. Program ini meliputi sekira 11.000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.
Pada 2015, PNPM Perkotaan mengalihkan fokusnya untuk mendukung program pemerintah
dan untuk mencapai visi “kota tanpa kumuh” pada 2019. Bank Dunia mendukung
pengembangan dan impelementasi inisiatif pemerintah ini melalui program National Slum
Pembangunan Jembatan di Santi. Foto oleh Nofalia N.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
2
Upgrading Program (NSUP 2016-2020). Program ini menyediakan dana (block grant) untuk
meningkatkan akses kelompok miskin perkotaan atas layanan dan infrastruktur, terutama
melalui program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) di beberapa
kota yang memiliki akses yang relatif buruk atas layanan-layanan dasar. Skema ini
memungkinkan komunitas di area-area terpilih untuk memprioritaskan dana infrastruktur yang
secara langsung berhubungan dengan pengurangan kekumuhan di area tersebut. Dukungan
Bank Dunia difokuskan pada program penataan permukiman dengan menyediakan program
penguatan kapasitas (pelatihan untuk konsultan, fasilitator, dan warga penerima manfaat),
penyediaan bantuan teknis (menghubungkan dengan konsultan dan fasilitator yang telah ada
serta dengan beberapa perencana kota tambahan di level kota dan kelurahan). Program ini juga
menyediakan tambahan dana untuk beberapa kelurahan terpilih.
Pada awal 2017, Bank Dunia memperluas dukungannya dengan menyediakan dana tambahan
untuk rehabilitasi dan rekonstruksi 23 kelurahan yang terkena dampak banjir bandang di Kota
Bima. Proyek ini menggunakan skema program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis
Komunitas (PRBBK) yang memiliki kerangka pengembangan kapasitas dan institusi pengelolaan
risiko bencana. Dalam PRBBK, aspek pengurangan risiko bencana (PRB) harus disertakan ke
dalam perencanaan kelurahan (Rencana Penataan Lingkungan Permukiman [RPLP]). Selain itu,
PRBBK juga menyediakan instrumen seperti peta dan profil risiko, desain resilien, serta
memastikan meningkatnya kapasitas dan resiliensi dari warga yang tinggal di area dengan risiko
banjir bandang dalam menghadapi bencana tersebut.
Penelitian ini menelaah data-data empiris hasil program penataan kawasan kumuh dan
pengurangan risiko bencana dari sudut pandang penerima manfaat dan pemerintah lokal guna
meningkatkan kualitas desain dan implementasi program dari intervensi lanjutan program
PNPM Perkotaan periode 2015-2018. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengevaluasi
keberlanjutan PNPM Perkotaan reguler pada periode 2012-2014.
1.2 Tujuan dan Pertanyaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi intervensi lanjutan dari kegiatan-kegiatan
program PNPM Perkotaan. Evaluasi tersebut meliputi hasil program (apa), evaluasi mekanisme
pencapaian hasil-hasil tersebut dengan memperhatikan aspek efektivitas intervensinya
(bagaimana), dan evaluasi dimensi institusi dari intervensi-intervensi yang dilakukan dari sudut
pandang warga dan pemerintah lokal.
Terkait ini, tujuan dari studi ini meliputi beberapa poin berikut:
(a) Hasil dari intervensi lanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan (PLPBK) dan
pengurangan risiko bencana (PRBBK) pada kelompok sasaran.
(b) Efektivitas dari intervensi-intervensi tertentu dari sudut pandang warga dan pemerintah
lokal khususnya di lokasi yang menerima program PLPBK dan PRBBK.
(c) Pemanfaatan dan pemeliharan infrastruktur yang dibangun pada periode 2012-2014.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
3
Secara khusus studi ini diharapkan dapat menjawab tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa hasil dari intervensi-intervensi lanjutan terhadap kelompok target dari sisi penataan
kawasan kumuh dan pengurangan risiko bencana?
2. Bagaimana intervensi-intervensi tertentu dapat memenuhi harapan kelompok target dari
sisi pengembangan kawasan (PLPBK) dan pengurangan risiko bencana (PRBBK)?
3. Bagaimana kualitas pemanfaatan dan pemeliharan infrastruktur setelah program PNPM
ditutup, khususnya pada insfrastruktur yang dibangun pada 2012-2014?
1.3 Metode
1.3.1 Indikator
Dalam menjawab pertanyaan pertama, studi ini menelisik hasil program dari segi keberfungsian
(functionality) infrastruktur dan efeknya bagi kehidupan penerima manfaat. Kami
mendefinisikan keberfungsian sebagai hasil tangible (tangible result), yaitu efek langsung dan
terlihat nyata seperti yang diharapkan oleh program seperti pengurangan genangan air,
pengurangan polusi, dan peningkatakan konektivitas. Selain itu, terdapat pula hasil yang
intangible di antaranya efek lanjutan yang tidak mudah terlihat secara nyata dari infrastruktur
yang berpengaruh terhadap beragam dimensi dari kehidupan warga penerima manfaat. Salah
satu bentuk hasil intangible tersebut adalah efek terhadap kehidupan sosial dan ekonomi dari
warga penerima manfaat.
Studi ini, dengan demikian, tidak mengevaluasi aspek kualitas teknis dari infrastruktur.
Penelitian ini juga tidak meneliti kondisi struktur fisik dari infrastruktur seperti kekuatan dari
bangunan, material yang dipakai, komponen-komponen struktur, dan kondisi bangunan secara
keseluruhan (misalnya munculnya retakan).
Hasil tangible dapat dilihat dari keberfungsian dan penggunaan infrastruktur. Keberfungsian
dalam hal ini didefinisikan sebagai evaluasi mengenai fungsi suatu infrastruktur bekerja seperti
seharusnya dan ini mungkin terjadi ketika bagian-bagian atau keseluruhan sistem bangunan
bekerja seperti diharapkan. Infrastruktur untuk pengolahan limbah rumah tangga, misalnya,
akan bekerja dengan baik jika infrastruktur tersebut berhasil mengurangi polusi sampah yang
biasanya diindikasikan dengan penurunan bau dan pengolahan limbah menjadi cairan yang
lebih aman bagi lingkungan. Infrastruktur jalan berfungsi manakala jalan tersebut aman untuk
digunakan (jalan tidak berlubang) dan tidak becek, serta membuka akses warga. Toilet
dikategorikan berfungsi ketika dapat digunakan untuk mandi dan buang hajat, tidak mampat,
ada penerangan, dan ketersediaan air.
Namun demikian, infrastruktur yang berfungsi dengan baik tidak selalu berarti digunakan oleh
warga. Karenanya, hasil tangible dari suatu infrastruktur juga diukur dari penggunaan
infrastruktur tersebut. Penggunaan ini dapat dilihat melalui asesmen terhadap akses dari
kelompok target infrastruktur yang meliputi regularitas dari warga dalam menggunakan
infrastruktur dan mengevaluasi seberapa jauh infrastruktur tersebut menyediakan akses dasar
yang diperlukan oleh warga. Evaluasi tersebut juga meliputi kesesuaian infrastruktur yang
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
4
dibangun dengan kondisi dan kebutuhan lokal warga sekitar. Warga akan menggunakan suatu
infrastruktur jika ia sesuai dengan konteks kehidupan lokal mereka.
Tidak semua infrastruktur yang dibangun dapat diukur secara jelas dari segi penggunaannya.
Pengukuran atas penggunaan infrastruktur dapat dilakukan pada beberapa infrastruktur
seperti jalan, toilet umum, dan fasilitas umum. Infrastruktur drainase dan pengolahan limbah
rumah tangga, sebagai contoh, sulit untuk dilihat siapa saja yang benar-benar
menggunakannya. Kedua tipe infrastruktur tersebut hanya dapat diukur dari sisi fungsinya.
Adapun hasil-hasil intangible didefinisikan sebagai efek lanjutan dari pemanfaatan infrastruktur
terhadap aspek lebih luas dari kehidupan warga penerima manfaat. Penelitian ini
mengeksplorasi efek dari infrastruktur dari segi relasi sosial, strategi penghidupan, dan
perasaan warga sebagai bagian dari komunitas kota yang lebih luas. Aspek yang terakhir ini
merupakan asesmen khusus atas efek infrastruktur penataan kawasan kumuh terhadap
integrasi warga di kawasan kumuh dengan warga luar. Lora dkk. (2008) menekankan
pentingnya pelibatan aspek ini dalam melakukan evaluasi atas program-program penataan
kawasan kumuh. Hidup di kawasan kumuh dapat membuat warga merasa berbeda atau kurang
dibandingkan dengan warga lain di kota. Dalam hal ini, suatu program dapat dikatakan berhasil
bila program tersebut berpengaruh positif terhadap integrasi sosial warga setempat dengan
warga luar. Karena itu, penelitian ini juga mengevaluasi efek program terhadap relasi sosial dan
menginvestigasi efek program ini dalam peningkatan kepercayaan dan ikatan sosial di antara
warga penerima manfaat, serta antara warga penerima manfaat dengan nonpenerima
manfaat.
Dalam mengevaluasi pemanfaatan infrastruktur, penelitian ini berfokus pada distribusi akses,
mengidentifikasi pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak dari infrastruktur yang
dibangun. Hal ini dilakukan dengan meneliti kelompok warga mana saja yang mendapatkan
manfaat paling banyak dari infrastruktur yang dibangun baik dari sisi gender, usia, dan status
sosial ekonomi.
Dalam menjawab pertanyaan kedua, kami mengevaluasi tiga faktor penting yang mendorong
munculnya hasil-hasil dari program. Ketiganya adalah desain dan implementasi program,
konteks institusi warga, dan lingkungan kebijakan pendukung/penghambat (local government).
(a) Lebih jauh, asesmen atas kualitas intervensi proyek terdiri dari evaluasi atas kualitas (i)
PLPBK dan PRBBK, yang meliputi evaluasi atas beberapa instrumen perencanaan khusus;
dan (ii) implementasi proyek yang meliputi manajemen proyek, partisipasi warga,
akuntabilitas, dan kapasitas fasilitator dan pelaksana program pada level kelurahan.
Pelaksana program pada level kelurahan terdiri dari BKM, KSM, dan TIPP1.
1 BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebuah entitas legal di tingkat kelurahan untuk mengelola program PNPM di area perkotaan. Anggota BKM dipilih oleh warga. Setiap kelurahan memiliki satu BKM. Setelah terbentuk, BKM kemudian membentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) untuk secara spesifik membangun beberapa tipe infrastruktur di area permukiman tertentu. Sebagai catatan, penelitian ini tidak meneliti kinerja KSM yang juga mengelola kredit mikro. TIPP (Tim Inti Perencanaan Partisipatif), sementara itu, bertanggung jawab untuk mengumpulkan data tentang profil suatu
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
5
(b) Aspek penting kedua dari mekanisme adalah konteks institusi lokal. Hal ini meliputi
kepemimpinan warga, kapasitas dalam pengorganisasian dan aksi kolektif, dan
kondisi/latar belakang sosial dan ekonomi warga.
(c) Peran pemerintah lokal (PU dan Bappeda) dan kebijakan di tingkat kota pun penting dalam
menangani masalah-masalah yang dialami warga di kawasan kumuh serta di area risiko
bencana yang secara langsung berkaitan dengan proyek dari sisi perencanaan,
pelaksanaan, dan keberlanjutan. Fokus pertanyaan dalam hal ini adalah apakah mereka
mendukung atau menghambat program intervensi secara keseluruhan?
Pertanyaan ketiga dari penelitan ini berkaitan dengan pemeliharaan dan keberlanjutan
infrastruktur yang dibangun pada periode 2012-2014. Dalam hal ini, pemeliharaan merupakan
bagian yang menantang dari program yang sangat menentukan keberlanjutan infrastruktur
yang dibangun. Dalam menjawab pertanyaan ini, penelitian ini berfokus pada dua poin utama,
yaitu pemanfaatan (utilization) infrastruktur (setelah program berakhir di 2014) dan peran
warga dalam pemeliharaan infrastruktur.
(a) Dari sisi penggunaan, penelitian ini menggunakan baseline data PNPM yang menyediakan
daftar infrastruktur. Daftar tersebut memandu para peneliti lapangan untuk melakukan
penggalian data mendalam untuk menemukan infrastruktur yang masih berfungsi dan yang
rusak dan tak lagi digunakan. Untuk infrastruktur yang masih berfungsi, observasi lebih jauh
dilakukan untuk melihat pemanfaatan, termasuk juga regularitas dalam pemanfaatan
tersebut, dan sejauh mana infrastruktur itu menyediakan kebutuhan dasar bagi warga.
(b) Pada infrastruktur yang berfungsi, penelitian ini juga mengevaluasi peran warga dalam
memelihara infrastruktur, termasuk keberlanjutan institusi warga dan kapasitas warga
untuk memanfaatkan dan memelihara infrastruktur.
1.3.2 Studi Kasus Kualitatif (Qualitative Case Studies)
Kerangka studi untuk mengevaluasi efek dari intervensi lanjutan di area perkotaan terhadap
kehidupan penerima manfaat memerlukan metode yang memungkinkan peneliti untuk
mengumpulkan data mengenai perspektif dan pengalaman dari sisi warga penerima manfaat.
Penelitian ini, karenanya, menggunakan metode studi kasus kualitatif untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas. Pendekatan ini memungkinkan kami untuk
mengembangkan deskripsi tekstual yang kaya dan mendalam tentang bukti bahwa penerima
manfaat merasakan manfaat dari program, efek yang mereka rasakan, serta pendapat mereka
tentang program tersebut.
masyarakat dan menyusun rencana spasial kelurahan atau RPLP (Rencana Penataan Lingkungan Perumahan).
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
6
1.3.2.1 Lokasi Penelitian
Sesuai dengan saran yang disampaikan dalam kerangka acuan (TOR), studi ini dilakukan di tiga
kota (dua kelurahan di tiap kota), yaitu Banjarmasin, Yogyakarta, dan Bima. Di Banjarmasin dan
Yogyakarta, kami memilih dua kelurahan berdasarkan kriteria: proporsi rumah tangga miskin,
tipe intervensi (PLPBK dan showcase)2, dan ragam infrastruktur yang dibangun. Sementara itu,
di Bima, pemilihan kelurahan didasarkan pada proporsi jumlah rumah tangga miskin dan
frekuensi terjadinya bencana.
Penelitian ini menggunakan data dari database program atau sistem informasi manajemen
(management information system, MIS) yang disediakan oleh program sebagai basis data untuk
memilih calon-calon kelurahan. Finalisasi pemilihan dua kelurahan di tiap kota dilakukan
setelah proses validasi di lapangan.
Berdasarkan kriteria dan proses, studi ini memilih enam kelurahan berikut ini: Gowongan dan
Suryatmajan di Yogyakarta, Alalak Selatan dan Melayu di Banjarmasin, serta Santi dan Pane di
Bima.
Gambar 1 Lokasi Studi Kasus
2 PLPBK merupakan skema penataan kawasan kumuh berbasis komunitas yang didanai oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat menentukan kelurahan-kelurahan yang menerima program PLPBK. Showcase adalah program pengembangan permukiman tambahan yang didanai pemerintah pusat untuk menciptakan praktik-praktik baik dari program. Lokasi dari intervensi program ini pun ditentukan oleh pemerintah pusat.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
7
Menimbang keterbatasan waktu dan anggaran, di setiap kelurahan yang dipilih, studi ini
memilih kembali area-area yang menerima tipe dan skema proyek infrastruktur yang berbeda.
Detail informasi tentang lokasi penelitian dirangkum dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Lokasi Penelitian
No Lokasi Kelurahan Kota Skema Intervensi Tahun
1 PLPBK Gowongan Gowongan Yogyakarta Scale-up PLPBK 2015-
2016
2 Showcase Gowongan Showcase 2018
3 Suryatmajan Suryatmajan Scale-up PLPBK 2015
4 Showcase Alalak Selatan Alalak Selatan
Banjarmasin Showcase 2018
5 PLPBK Lanjutan Alalak Selatan Scale-up PLPBK 2015
6 (Anggaran Sisa) Showcase
Alalak Selatan
Showcase 2018
7 Kampung Melayu Melayu Kolaborasi 2016
8 Pane 2017 Pane Bima PRBBK 2017
9 Pane 2018 PRBBK 2018
10 Santi 2017 Santi PRBBK 2017
11 Santi 2018 PRBBK 2018
1.3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pertama adalah transek. Transek (transect walk) merupakan penelurusan (jalan kaki)
sistematis di wilayah studi atau proyek yang dilakukan bersama dengan warga lokal untuk
mengeksplorasi kondisi infrastruktur-infrastruktur yang dibangun—melalui observasi,
bertanya, mendengarkan, melihat, dan membuat diagram transek. Penelitian ini menggunakan
transect walk untuk mendapatkan gambaran awal mengenai area yang diteliti. Metode ini juga
digunakan untuk mendeskripsikan dan menunjukkan lokasi dan distribusi infrastruktur. Transek
dilakukan pada fase awal pengumpulan data lapangan.
Metode kedua adalah observasi. Metode ini digunakan untuk mengalami dan mengamati secara
langsung keberfungsian dan pemanfaatan infrastruktur. Peneliti mengobservasi lokasi dan
infrastruktur yang dibangun pada waktu yang berbeda untuk melihat frekuensi akses atau
penggunaan infrastruktur dan pengguna infrastruktur tersebut.
Metode ketiga adalah wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai metode
utama dalam pengumpulan data. Wawancara kualitatif umumnya diartikan sebagai percakapan
dengan tujuan dan metode yang bersifat fleksibel. Wawancara memberikan kesempatan bagi
pewawancara untuk secara spontan, tetapi natural menyelidiki isu-isu yang dicari. Secara
khusus, studi ini menggunakan tiga jenis wawancara.
(a) Wawancara dengan informan kunci. Metode ini digunakan untuk menangkap informasi
awal mengenai program yang dilaksanakan. Informan kunci yang diwawancarai meliputi
pejabat pemerintah daerah, lurah, fasilitator, dan tokoh masyarakat setempat. Secara
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
8
khusus, peneliti mewawancara koodinator BKM dan fasilitator untuk menggali data
mengenai gambaran secara keseluruhan dari pelaksanaan program, untuk mendapatkan
gambaran tentang proses program tersebut menghasilkan capaian (outcome), serta
mengidentifikasi tantangan dan peluang yang dihadapi. Pada tingkat masyarakat, peneliti
mewawancara tokoh masyarakat (termasuk ketua RT/RW) untuk mendapatkan informasi
menyeluruh mengenai pemanfaatan infrastruktur, distribusi akses atas infrastruktur di
antara warga, dan kapasitas warga serta institusi yang membentuk dan mendorong
pemanfaatan (dan kemudian capaian) infrastruktur. Wawancara pada level masyarakat
juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai partispasi masyarakat,
transparansi, serta akuntabilitas (program) pada tingkat kelurahan.
(b) Wawancara dengan warga di area program (yang ditata) dan di luar area program.
Wawancara terutama dilakukan dengan warga di area-area yang sudah diintervensi
(upgraded) untuk mendapatkan informasi mengenai pengalaman mereka dalam
menggunakan infrastruktur, pengalaman selama proses implementasi program, dan
efeknya. Efek dari program rehabilitasi permukiman ini dijabarkan dari sisi keamanan,
hubungan sosial, dan kebanggaan (perasaan menjadi bagian dari masyarakat perkotaan
yang lebih luas dan perasaan menjadi warga yang mirip dengan warga kota lainnya) serta
untuk menggali data mengenai pengalaman mereka selama proses implementasi program
penataan kawasan kumuh. Kelompok masyarakat yang diwawancara berasal dari beragam
latar belakang termasuk (a) mereka yang memiliki/tidak memiliki akses terhadap
infrastruktur; (b) ragam akses atas ragam infrastruktur; (c) kelompok masyarakat yang
mengakses infrastruktur yang dilihat dari sisi gender, usia, dan status sosial ekonomi.
(c) Wawancara kelompok masyarakat. Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai program penataan kawasan kumuh dari sudut pandang warga secara kolektif.
Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi secara keseluruhan
mengenai program rehabilitasi dari sisi akses atas layanan dasar (infrastruktur) dan
kepuasan mereka sebagai masyarakat penerima manfaat program. Studi ini juga
menggunakan metode ini untuk mengklarifikasi proses perihal cara hasil-hasil tertentu
dicapai oleh program berdasarkan perspektif warga secara kolektif. Untuk menghindari
dominasi beberapa orang dalam kelompok, studi ini melakukan wawancara kelompok
secara terpisah terutama antara kelompok perempuan dan laki-laki.
Menimbang bahwa studi evaluasi ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil dan efektivitas dari
program PNPM Perkotaan pada periode perpanjangan, dalam studi ini kami pun menggunakan
pendekatan sebelum dan sesudah (program) dalam mendesain pertanyaan-pertanyaan
wawancara. Lebih jauh, dalam melakukan wawancara tentang hasil dan mekanisme, penelitian
ini memisahkan hasil program periode 2015-2018 (periode perpanjangan) dan sebelum 2015
(2012-2014).
Untuk memastikan validitas metode, kami melakukan triangulasi dari sisi metode dan sumber
informasi. Para peneliti menelisik jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sama dengan
menggunakan metode yang berbeda: observasi, wawancara, dan penggalian data sekunder.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
9
Para peneliti juga mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sama pada beberapa
informan yang berbeda (warga, pejabat di pemerintah lokal, dan di antara warga itu sendiri).
Peneliti lapangan kami terdiri dari para peneliti yang memiliki pengalaman dalam melakukan
studi kualitatif dengan kombinasi gender serta latar belakang pendidikan dan pengalaman dari
sisi sosial dan perencaaan kota. Setiap tim terdiri dari tiga peneliti yang melakukan penggalian
data di dua kelurahan di satu kota. Data lapangan dikumpulkan selama 18 hari, dari 4 sampai
22 Februari 2019. Secara total, tim kami melakukan wawancara dengan 144 informan dari
berbagai latar belakang gender, kelompok (petugas/pejabat, informan kunci, warga di area
program, dan warga di luar area program). Terdapat 65 informan perempuan dan 79 informan
laki-laki yang diwawancara di enam kelurahan.
1.4 Struktur Laporan
Laporan ini dibagi ke dalam enam bab. Bab pertama mendeskripsikan latar belakang, tujuan,
dan metode penelitan.
Bab kedua menjelaskan temuan dari penelitian dalam menjawab pertanyaan penelitian
pertama. Bab ini mendiskusikan fungsi infrastruktur dan efek dari hasil program PLPBK
terhadap dimensi intangible dari kehidupan warga seperti hubungan sosial dan integrasi
mereka dengan warga di luar kawasan kumuh. Ia juga meliputi efek positif dan negatif dari
dimensi intangible ini terhadap kehidupan warga.
Bab tiga menjelaskan cara beberapa hasil dari program itu dicapai. Bab ini menjelaskan proses
dan mekanisme program PLPBK di tiga level, yaitu program, institusi warga, dan lingkungan
kebijakan pendukung (enabling policy environments).
Bab empat mendiskusikan efek dari program pengurangan risiko bencana (PRBBK) dalam
mengurangi risiko bencana banjir yang dialami warga di kota Bima. Hal ini meliputi terbatasnya
efek program dalam membangun kapasitas dan resiliensi warga di daerah terdampak banjir
dalam melakukan mitigasi bencana. Bab ini juga mendiskusikan proses mekanisme PRBBK yang
menghasilkan dampak yang hanya terbatas pada membangun kapasitas warga dalam
manajemen risiko bencana.
Bab lima fokus pada evaluasi atas pemeliharaan infrastruktur yang dibangun pada periode
2012-2014. Bagian ini juga mengidentifikasi beberapa infrastruktur yang banyak digunakan,
yang kurang digunakan, atau bahkan tidak digunakan sama sekali. Bagian ini menekankan
bagaimana institusi warga dapat berkontribusi pada pencapaian hasil yang berbeda terhadap
keberfungsian dan pemanfaatan infrastruktur.
Bab terakhir adalah review atas keseluruhan pertanyaan penelitian dan menyampaikan
kesimpulan mengenai hasil dari program dan proses pencapaian hasil tersebut. Bagian ini juga
menyajikan beberapa isu dan saran untuk meningkatkan program.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
10
B A B 2
E F E K P R O G R A M P E N A T A A N K A W A S A N
K U M U H
Bab kedua ini mendiskusikan temuan-temuan penelitian yang menjawab pertanyaan pertama
tentang fungsi dan pemanfaatan infrastruktur penataan kawasan kumuh dari perspektif warga
di area yang telah diintervensi. Bab ini juga mengelaborasi efek lebih jauh dari pemanfaatan
infrastruktur terhadap dimensi intangible dari kehidupan warga. Bagian pertama bab ini
menjelaskan temuan dari sisi fungsi dan pemanfaatan infrastruktur yang dibangun untuk
pengurangan genangan air dan polusi serta dalam peningkatan akses dan konektivitas warga
(dimensi tangible). Bagian kedua mendiskusikan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi
serta efek positif dan negatif dari pembangunan infrastruktur di satu area prioritas terhadap
dimensi intangible dari kehidupan warga di area intervensi program.
2.1. Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur
2.1.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun pada Program PNPM
Perkotaan Periode Perpanjangan
Di semua lokasi studi, warga menggunakan dana dari program untuk membangun infrastruktur
yang relatif sama yang terdiri dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL), perbaikan jalan, serta
rehabilitasi drainase dan saluran limbah, penyediaan MCK, dan rehabilitasi rumah-rumah
warga. Kegiatan terakhir dapat ditemukan di Yogyakarta dan Banjarmasin.
Infrastruktur-infrastruktur tersebut ada yang dibangun secara terintegrasi di satu area prioritas,
ada pula yang dibangun tersebar di beberapa area. Infrastruktur yang dibangun di satu area
Area yang ditata di Alalak Selatan. Foto oleh Faisal S.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
11
prioritas memiliki efek lanjutan yang akan dijelaskan pada bagian 2.2. Bagian ini akan fokus
pada efek tangible dari infrastruktur baik yang dibangun secara terintegrasi maupun yang
tersebar di beberapa area.
Secara umum, penelitian ini menemukan dua kategori infrastruktur yaitu infrastruktur yang (i)
berfungsi dan digunakan dengan baik; serta (ii) infrastruktur yang tidak berfungsi dan/atau
tidak digunakan semestinya (lihat Tabel 2). Suatu infrastruktur masuk pada kategori pertama
ketika infrastruktur berfungsi dan (jika berada dalam kondisi layak) dimanfaatkan secara reguler
oleh warga. Infrastruktur pada kategori kedua adalah infrastruktur yang tidak digunakan oleh
warga karena ia tidak berfungsi atau karena alasan lain. Keberfungsian suatu infrastruktur
berkaitan dengan kerusakan sebagian atau keseluruhan dari bangunan atau sistem yang tidak
berjalan seperti yang diharapkan. Misalnya, tidak tersedianya air pada toilet yang sudah
dibangun. Isu-isu lain berkaitan dengan faktor-faktor lebih luas yang ada pada warga atau
perencanaan program yang berujung pada tidak atau kurang digunakannya infrastruktur yang
dibangun.
Studi evaluasi ini menemukan fakta bahwa program telah berhasil meningkatkan akses jalan dan
konektivitas, merehabilitasi drainase, saluran limbah, dan sanitasi. Infrastruktur-infrastruktur ini
bukan hanya berfungsi dengan baik tapi juga digunakan oleh warga. Namun, program ternyata
belum berhasil meningkatkan akses warga terhadap sistem pengelolaan sampah dan terhadap
area publik (public spaces) yang memadai. Warga tidak menggunakan area publik, taman,
gudang, dan gerobak sampah. Penjelasan lebih jauh mengenai fungsi dan penggunaan
infrastruktur, termasuk mengenai siapa saja yang mengaksesnya, akan dielaborasi pada bagian
berikutnya.
Tabel 2 Data Ringkas Mengenai Penggunaan Infrastruktur
No Infrastruktur Lokasi Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan Warga
Lokasi Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak Digunakan
1 Jalan di permukiman (jalan di pinggir sungai, titian ulin, dan gang)
Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)
Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)
Kampung Melayu (PLPBK 2015-2016 dan kolaborasi 2016)
Alalak Selatan (PLPBK 2015-2016 dan dana sisa Showcase 2018)
Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
Alalak Selatan (Showcase 2018)
2 Drainase Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan showcase 2018)
Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)
Alalak Selatan (Showcase 2018)
Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
12
No Infrastruktur Lokasi Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan Warga
Lokasi Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak Digunakan
3 IPAL Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)
Pane (PRBBK 2017)
Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)
Alalak Selatan (Showcase 2018)
Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
4 MCK/WC Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)
Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)
Alalak Selatan (Showcase 2018 dan dana sisa Showcase 2018)
Santi (PRBBK 2017)
5 Septic tank Alalak Selatan (dana sisa program Showcase)
Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)
6 Pipa air bersih Santi (PRBBK 2017)
7 Sumber air bersih Pane (PRBBK 2017)
8 Pagar Kampung Melayu (PLPBK 2015-2016 dan Kolaborasi 2016)
9 Talud Pane (PRBBK 2017 and PRBBK 2018)
10 Gerobak sampah Alalak Selatan (PLPBK 2015-2016)
Gowongan (Showcase 2018)
11 Sumur resapan Pane (PRBBK 2017)
12 Ruang terbuka hijau Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)
13 Balai pertemuan Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)
2.1.2 Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan oleh Warga
2.1.2.1 Peningkatan Fungsi dan Penggunaan Jalan Permukiman
Salah satu jenis infrastruktur yang paling populer yang dibangun oleh program PNPM reguler
adalah perluasan dan perbaikan jalan. Infrastruktur ini juga sama populernya dalam program
PNPM periode perpanjangan. Dana dari program juga digunakan untuk memelihara dan
memperbaiki jalan-jalan gang di permukiman termasuk pembangunan jalan baru, pelebaran,
dan perbaikan jalan dengan menggunakan cor, serta membangun jalan permukiman dari kayu,
dan perbaikan jalan menggunakan paving blok. Di area bantaran sungai seperti Alalak Selatan
(Banjarmasin), dan Gowongan dan Suryatmajan (Yogyakarta), Pembangunan jalan dilakukan
dengan cara memperlebar jalan yang memotong permukiman warga. Jalan-jalan di
permukiman dinaikkan sehingga lebih tinggi dari pemukaan air sungai dan diratakan baik
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
13
dengan semen (cor), kayu, aspal, maupun paving blok. Perbaikan jalan juga disertai dengan
kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan tampilan visual dari jalan tesebut melalui pembuatan
lukisan/ \gambar dan mural baik di jalan maupun di dinding dan pagar sepanjang jalan yang
dibangun (lihat Gambar 2). Kegiatan ini biasa disebut dengan mempercantik (beutifikasi).
Gambar 2 Kondisi jalan permukiman dan gang setelah intervensi program di Yogyakarta (kiri) dan Bima (kanan)
Foto oleh Yulia Indri Sari (kiri) and Nofalia N. (kanan)
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan para pengguna jalan, kami menemukan bahwa program telah berhasil meningkatkan kondisi jalan dan membuatnya berfungsi lebih baik. Sebelum perbaikan, kondisinya sangat buruk; jalan tersebut hanya berupa jalan berlumpur, titian kayu yang sudah lapuk, jalan yang berlubang atau terkikis yang membuatnya tidak nyaman dan tidak aman untuk digunakan. Beberapa jalan memiliki posisi lebih rendah dari saluran air sehingga ketika hujan tergenang, berlumpur, dan kotor. Perbaikan jalan di Alalak Selatan, misalnya, dilakukan dengan cara memperlebar dan meratakan jalan menggunakan paving blok, sehingga membuat jalan lebih rata dan tidak berlumpur ketika hujan. Pengguna jalan mengatakan bahwa sekarang mereka merasa lebih nyaman menggunakan jalan tersebut. Contoh tahapan perbaikan kondisi jalan dapat dilhat pada Gambar 3.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
14
Gambar 3 Proses perbaikan jalan permukiman di Alalak Selatan, Banjarmasin
Foto diambil dari dokumentasi fasilitator kelurahan, Banjarmasin
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
15
Perbaikan fungsi jalan diikuti dengan penggunaan
jalan yang lebih baik. Program ini telah berhasil
membuka akses jalan untuk pengguna yang lebih
luas—terutama pengguna sepeda motor dan mobil
yang tinggal di area permukiman maupun mereka
yang berasal dari luar. Perbaikan jalan tidak hanya
menghubungkan antarsatu RT dengan RT lainnya,
tapi juga membuka akses warga ke kota. Di Santi
(Bima) dan Gowongan (Yogyakarta), pembangunan
jalan selebar 2,5-3 meter telah membuka akses baru
bagi pengguna kendaraan bermotor menuju jalan
protokol. Sebelumnya, warga mengalami kesulitan
untuk mengakses jalan tersebut dengan
menggunakan kendaraan. Sekarang, jalan tersebut
telah digunakan secara luas oleh warga (jalan kaki)
maupun pengguna kendaraan. Di Banjarmasin,
pembangunan jalan terutama ditujukan untuk
menghubungkan satu RT dan RT lain dengan
menggunakan sepeda motor.
Warga di Gowongan, Yogyakarta, secara khusus
merasakan manfaat dari perbaikan jalan dari segi
meningkatnya konektivitas tempat mereka tinggal
dengan area lain yang lebih luas. Dana PLPBK 2015-
2016 telah berhasil membuka akses bagi warga yang
tinggal di bantaran sungai menuju jalan utama (Jalan
Kleringan) yang mengarah ke pusat kota (Malioboro)
dan menuju beberapa pusat layanan publik seperti
puskemas, sekolah, serta pertokoan. Jalan tersebut
juga telah membuka akses bagi para pengguna
sepeda motor dan mobil menuju ke area bantaran
sungai. Sebelum jalan tersebut diperbaiki, warga
harus melalui jalur yang curam menuju ke pusat
kota. Becak apalagi motor tidak bisa masuk ke area
bantaran sugai karena jalur sepanjang bantaran
sungai masih sempit (lebar kurang dari satu meter).
Karenanya, pada saat itu, sangat sulit bagi warga
untuk membawa barang dagangan mereka
(merchandise) ke daerah Malioboro untuk dijual.
Program PNPM Perpanjangan, dalam hal ini, telah
membantu memenuhi kebutuhan warga atas jalan
yang lebih lebar. Sekarang, warga dapat dengan
mudah membawa barang dagangan mereka
(merchandise) ke area Malioboro, mereka pun dapat
membeli peralatan rumah tangga dengan ukuran
Kotak 1: Berjalan dengan nyaman di
Suryatmajan
Di Suryatmajan, sebelum adanya program
penataan, jalan di permukiman hanya
memiliki lebar satu sampai satu setengah
meter dengan permukaan paving blok yang
rusak. Banyak warga menggunakan jalan ini
sebagai ‘dapur’ di mana mereka mencuci dan
menyimpan peralatan dapur sehingga
membuat jalan menjadi kian sempit, kotor,
dan tidak nyaman digunakan.
Melalui program PNPM Perpanjangan, jalan di
permukiman di sepanjang pinggiran sungai
yang dikenal dengan Pedrestrian Code
Gumreget (PCG), diperlebar menjadi tiga
meter dengan memangkas beberapa rumah
yang ada di pinggir jalan. Selain itu,
permukaan jalan dinaikan setinggi sekitar 60
cm untuk menyesuaikan dengan ketinggian
talud. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki
fungsi saluran pembuatan limbah cair ke
sungai. Sebelumnya, posisi pipa pembungan
lebih tinggi dari permukaan jalan sehingga
mengakibatkan munculnya genangan air.
Permukaan PCG dibuat dari batu candi
sementara pagar pembatas setinggi 1.5 meter
dibuat dari material seperti marmer. Sisi
kanan dan kiri jalan dihias dengan pot-pot
bunga; beberapa ornament lain juga dipasang
untuk meningkatkan kesan artisitk di
sepanjang PCG. Di sana terdapat pula dua
spot untuk swafoto (selfie).
Warga sepakat untuk menggunakan PCG
hanya bagi para pejalan kaki dan tidak
memperbolehkan kendaraan bermotor untuk
lewat. Berdasarkan observasi dan interview
dengan warga, area PCG ramai digunakan
oleh warga terutama di pagi dan sore hari.
Pada pagi hari, para pamnula berjalan di area
dan di sore hari anak-anak ramai bermain di
sana. Orang-orang yang berkumpul di PCG
berasal dari area program dan luar are
program.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
16
relatif besar seperti lemari dan kulkas. Jalan yang sudah diperbaiki pun telah membuka peluang
bagi para pelaku usaha transportasi online—para penjual makanan bisa menggunakan layanan
pengiriman barang berbasis aplikasi untuk mengirimkan barang dagangan (atau barang-barang
lainnya) mereka.
Perbaikan jalan di kelurahan Suryatmajan, Yogyakarta, telah membuka akses yang lebih baik
terutama bagi para orang tua dan anak-anak. Kelompok-kelompok rentan ini mendapatkan
manfaat lebih dari perbaikan jalan. Jalan yang telah diperbaiki ditujukan hanya untuk pejalan
kaki saja dan waga pun bersepakat untuk tidak mengizinkan para pengguna sepeda motor
untuk menggunakan jalan tersebut. Manfaat jalan bagi para orang tua (manula) dan anak-anak
dapat dilihat di Kotak 1.
Peningkatan fungsi jalan telah meningkatkan keamanan para pejalan kaki. Peningkatan yang
dimaksud terutama dirasakan oleh warga di Kampung Melayu, Banjarmasin. Setelah perbaikan
titian ulin dan pemasangan pagar di bantaran sungai, warga menjadi merasa lebih aman ketika
mereka berjalan atau mengendari sepeda motor di titian tersebut. Sebelum dilakukan
perbaikan, titian ulin telah rusak cukup parah, beberapa bagian permukaan kayunya
mengelupas, dan beberapa paku bahkan menonjol di permukaan yang kerap melukai warga
dan anak-anak yang lewat di titian tersebut. Para pejalan kaki dan pengguna sepeda motor yang
melewati jalan tersebut harus sangat berhati-hati karena bisa saja mereka terjatuh dan terluka.
Selain itu, pemasangan pagar di sepanjang titian sangat bermanfaat bagi kemanan anak-anak
ketika mereka bermain di bantaran sungai. Pagar tesebut menjadi pembatas yang mencegah
para pengguna jalan agar tidak terjatuh ke sungai.
2.1.2.2 Perbaikan Jaringan Drainase
Perbaikan jalan biasanya disertai dengan perbaikan saluran air sehingga sistem drainase pun
menjadi lebih baik lagi. Penelitian ini menemukan fakta bahwa program telah berhasil
memperbaiki jaringan drainase yang dapat dilihat dari berkurangnya genangan air ketika hujan
turun.
Sebelum perbaikan dilakukan, warga mengatakan banyak masalah pada saluran drainase
terutama ketika hujan lebat turun atau (di Banjarmasin) ketika sungai meluap. Warga biasanya
menceritakan masalah darainase ini dengan menggambarkan kondisi yang kotor dan
berlumpur di sekitar area permukiman, banyak genangan air, dan ketika hujan turun, air surut
sangat lambat. Pada saat itu, air hujan tidak bisa dibuang langsung ke sungai karena drainase
mampat atau terbendung oleh aliran sungai yang pada akhirnya menghasilkan genangan air di
area permukiman. Ketika hujan turun lebat, limpasan air dapat menggenangi area permukiman
bahkan masuk ke rumah-rumah warga. Di Banjarmasin, masalah genangan air bukan hanya
disebabkan oleh hujan, tetapi terutama disebabkan oleh air sungai yang pasang yang terjadi
setiap petang. Limpasan air biasanya membawa banyak sampah dari sungai ke jalanan.
Secara umum, setelah perbaikan dilakukan, warga di area intervensi program mengatakan
bahwa saat hujan lebat turun, jalan-jalan di permukiman tidak lagi tergenang dan berlumpur.
Jalan tetap kering, aman, dan nyaman untuk digunakan. Air hujan yang turun dapat langsung
memasuki saluran air dan mengalir lancar menuju sungai. Ketika hujan, air pun surut dengan
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
17
cepat. Efek dari rehabilitasi saluran air kerap digambarkan oleh warga dengan
membandingkannya dengan waktu sebelum dilakukan perbaikan. “Dulu ketika hujan, jalan
menjadi basah, berlumpur, dan tidak enak dilihat; tapi sekarang, air mengalir dengan lancar.
Bagus”.
Secara khusus, di Yogyakarta, program telah berhasil meningkatkan kondisi jaringan drainase
dengan memisahkan saluran air hujan (SAH) dengan saluran air limbah (SAL), mengganti pipa-
pipa dengan pipa-pipa yang lebih lebar, menata ulang kemiringan saluran air dan hubungan
antarsaluran yang melewati rumah-rumah warga. Perbaikan juga telah berhasil mengurangi
genangan air bahkan ketika hujan lebat turun selama lebih dari tiga jam.
Di Bima, dana program digunakan untuk memperlebar saluran drainase dan menutup saluran
untuk menghindari masuknya sampah ke saluran air. Perbaikan ini telah berhasil mengurangi
genangan air ketika hujan. Sebelumnya, air limbah dari rumah warga menggenang di halaman
karena saluran air yang terlalu kecil, permukaan yang terbuka (sehingga sampah masuk), serta
saluran yang mampat. Selain itu, karena rumah-rumah warga posisinya lebih rendah dari jalan,
ketika hujan turun, air hujan kerap menggenang di halaman rumah warga dan menciptakan
genangan-gengangan air yang membuat warga merasa sangat tidak nyaman. Dalam kondisi
tersebut, warga harus membersihkan drainase menggunakan tongkat kayu panjang untuk
membuat air mengalir lebih cepat. Ojek dan pedagang keliling enggan untuk masuk ke area
tersebut karena mereka sudah tahu bahwa area tersebut kotor dan berlumpur.
Lebih jauh, di Bima, program menggunakan sistem drainase tertutup dan ini berhasil
memperbaiki tampilan visual dari permukiman warga. Selain itu, pagar dan dinding sekitar
permukiman pun dicat warna-warna yang menarik. Warga pun menyimpan bunga di sekitarnya
(lihat Gambar 4).
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
18
Gambar 4 Setelah saluran drainase ditutup, warga menggunakan bagian atas drainase untuk menyimpan pot-pot bunga.
Foto oleh Panji Ardiansyah
Di Banjarmasin, genangan air bukan hanya disebabkan oleh hujan, tetapi juga oleh pasang air
sungai. Karenanya, perbaikan drainase dilakukan dengan cara menaikkan tinggi permukaan
jalan dan jembatan sekitar 20 cm di atas permukaan sungai. Berdasarkan observasi dan
wawancara dengan warga, perbaikan ini telah berhasil mengatasi masalah air pasang. Saat ini,
tidak ada lagi genangan air di jalan (Gambar 5).
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
19
Gambar 5. Kondisi jalan sebelum dan sesudah hujan
Foto oleh Bewanti Dahani
2.1.2.3 Peningkatan Fungsi dan Pemanfaatan Instalasi Pengolah Limbah dan MCK
Pada semua kasus yang diteliti, dana PNPM digunakan untuk memperbaiki sistem pengolahan
air limbah rumah tangga (dan dengan demikian membantu mengurangi polusi air) melalui
penyediaan instalasi pengolah limbah seperti biofilter septic tank dan pemasangan pipa
pembuangan. Instalasi pengolah limbah berfungsi untuk mengolah limbah rumah tangga dari
bentuk padat dan bau menjadi air yang lebih bersih dan tidak bau sehingga tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
Penelitian ini menemukan fakta bahwa di semua kasus yang diteliti penyediaan instalasi pengolah
limbah telah berfungsi dengan baik dalam mengurangi polusi yang disebabkan oleh limbah
rumah tangga yang berasal dari toilet. Sebelum tersedianya pengolah limbah cair, warga
biasanya membuang limbah toilet, baik dalam bentuk padat maupun cair, melalui saluran
drainase yang buruk (salurannya kecil dan terbuka) atau membuangnya langsung ke sungai.
Pada saat itu, warga mengatakan bahwa saluran pembuangan sering mampat, kondisi sungai
kotor dengan limbah padat dari toilet, dan sangat bau. Salah seorang warga misalnya
mengatakan, “Dulu di sini sangat bau (menunjuk ke arah area dekat sungai), sekarang tidak
lagi, Anda tidak mencium bau kotoran lagi”. Berdasarkan wawancara dan observasi, meskipun
bau tersebut tidak seluruhnya hilang, instalasi pengolah limbah telah mengurangi polusi di
sungai karena sebelum dibuang, limbah telah melalui proses penyaringan sehingga limbah
berbentuk air yang relatif jernih (Gambar 6).
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
20
Gambar 6 Limbah air menjadi lebih bersih di Gowongan, Yogyakarta
Foto oleh Aprilia Ambarwati
Perbaikan sistem pengolahan limbah cair juga disertai dengan penyediaan atau renovasi MCK—
baik yang semi komunal maupun milik individu—di Yogyakarta (Gowongan dan Suryatmajan)
dan Banjarmasin (Alalak Selatan). Namun, MCK tidak dibangun di semua lokasi studi, terutama
di Bima. Di Bima, hanya ada satu MCK yang diperbaiki pada 2017 berhubung fasilitas tersebut
telah rusak sebagai dampak perbaikan jalan. Kebanyakan MCK dibangun menggunakan dana
PNPM Perkotaan periode sebelumnya. Di Yogyakarta, MCK digunakan bersama-sama oleh
beberapa keluarga. Di Banjarmasin, MCK merupakan WC milik perseorangan—dengan septic
tank yang dipakai secara komunal—dan terutama digunakan untuk mandi dan toilet.
Studi ini menemukan perbedaan aspek fungsi dari MCK antara MCK di Yogyakarta dan di
Banjarmasin. Berdasarkan observasi, MCK di Yogyakarta memiliki kondisi relatif bagus dan
berfungsi dengan baik. Terdapat ruangan yang terpisah untuk mencuci dan dan untuk
mandi/toilet. Pencahayaan pun berfungsi dengan baik. Air tersedia dan dapat digunakan.
Lantainya pun tidak licin, yang menunjukkan bahwa toilet tersebut dipelihara dengan baik oleh
penggunanya. Sementara itu, toilet di Banjarmasin memilik masalah dari segi fungsinya karena
ia tidak dilengkapi dengan penyediaan air bersih. Ketika hendak menggunakan toilet, warga
harus mengambil air dari Sungai Jeruju dan membawanya ke toilet.
Studi ini juga menemukan kenyataan bahwa semua MCK komunal di Yogyakarta digunakan
secara reguler oleh para penerima manfaat. Di Yogyakarta, warga yang tinggal di sekitar MCK
secara rutin menggunakan MCK untuk mandi, mencuci, dan buang hajat. Toliet-toilet tersebut
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
21
biasanya ramai di waktu pagi dan malam. Di waktu pagi, para perempuan menggunakan MCK
untuk mencuci pakaian dan mencuci peralatan dapur. Warga di sana juga memiliki peraturan
yang jelas dalam hal pemeliharaan MCK. Beberapa pengguna memilih untuk membersihkan
MCK sendiri, setiap rumah tangga membersihkan MCK sekali dalam sepekan. Sebagian lain
memilih untuk membayar seseorang untuk membersihkan MCK. Penjelasan lebih jauh tentang
aspek pemeliharan MCK didiskusikan pada Bab 5.
Hal seperti ini juga terjadi di Banjarmasin. Meskipun air tidak tersedia, warga menggunakan
toilet berdasarkan fungsinya. Dahulu, warga hanya memiliki toilet yang dapat dikatakan
darurat. Toilet ini tidak memiliki area pembuangan khusus, bentuknya hanya berupa lubang
tepat di atas sungai. Ketika warga buang hajat, atau kencing, kotoran atau air kencing akan
langsung jatuh ke sungai dalam bentuk apa adanya. Ketika warga selesai buang hajat, lubang
kecil itu akan ditutup oleh sebuah potongan papan. Pembangunan toilet pribadi telah membuat
warga lebih nyaman. Selain itu, bentuk bangunannya pun lebih baik, permanen, dan dicat rapi
sehingga terlihat lebih cantik (Gambar 7). Keberadaan toilet seperti ini menjadi suatu
kebanggaan tersendiri bagi para penerima manfaat karena kebanyakan warga di area mereka
tinggal tidak memiliki toilet sebaik yang mereka punya (akan dijelaskan lebih jauh pada bagian
2.2.2).
Gambar 7 Kondisi toilet sebelum dan sesudah program
Foto oleh Faisal Setianzah
2.1.3 Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak digunakan dengan Baik
Pada bagian sebelumnya kami telah menjelaskan tipe-tipe infrastruktur—jalan, drainase, dan
sanitasi—yang berfungsi dengan baik. Infrastruktur tersebut ternyata bukan hanya berfungsi
dengan baik, tetapi juga digunakan secara rutin oleh para penerima manfaat. Bagian ini akan
menjelaskan temuan penelitian terkait dua kategori infrastruktur yang tidak digunakan dengan
baik.
Kategori pertama adalah infrastruktur yang secara umum berfungsi dan digunakan oleh warga
seperti dijelaskan di bagian 2.1.2 di atas. Namun, keberadaannya telah menciptakan efek yang
tidak diinginkan terhadap para penerima manfaat. Efek tersebut dapat dihindari seandainya pada
saat perencanaan dan desain proyek secara lebih berhati-hati memerhatikan praktik atau
kebiasan warga lokal.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
22
Dalam kategori ini, kami mengidentifikasi lima isu seperti diuraikan di bawah ini.
1. Perbaikan jalan yang membuka akses bagi pengguna sepeda motor tidak
mempertimbangkan aspek keselamatan para pengguna jalan lain, terutama orang tua dan
anak-anak. Fungsi jalan permukiman adalah untuk meningkatkan konektivitas dari area di
semua lokasi studi. Namun demikian, jalan tersebut tidak dilengkapi dengan tanda atau
marka untuk para pengendara kendaraan bermotor. Di Gowongan, Yogyakarta, motor yang
berlalu-lalang membuat banyak ibu-ibu khawatir dengan keselamatan anak-anak mereka.
Mereka cemas karena kadang-kadang para pengendar motor memacu kendaraannya
dengan kencang sehingga mengancam keselamatan anak-anak yang sedang berjalan atau
bermain di sana. Pagar di jalan inspeksi di Kelurahan Santi, Bima, juga membahayakan bagi
anak-anak (Gambar 8). Terdapat celah yang cukup lebar di antara batang pagar yang
memungkinkan balita atau anak-anak melewatinya jatuh ke sungai.
2. Infrastruktur titian ulin di Alalak Selatan telah menyebabkan masalah sampah yang,
menurut penuturan warga, bisa diatasi dengan membangun siring daripada titian ulin. Area
Alalak Selatan, terutama di RT yang dilewati oleh sungai Barito, selalu mengalami pasang
Foto oleh Nofalia Nurfitriani
Gambar 8. Jalan Inspeksi di Kelurahan Santi
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
23
dan surut air sungai. Biasanya, pasang datang di sore hari selama sekitar satu sampai dua
jam; pasang yang lebih besar datang di waktu lama selama tiga sampai empat jam.
Terdapat pula pasang tahunan di bulan Desember dengan tinggi air yang bisa mencapai
betis orang dewasa. Puncak pasang ini biasanya berlangsung lebih lama daripada pasang
yang terjadi harian. Salah satu dampak dari pasang dan surut ini adalah masalah sampah.
Ketika air surut, sampah-sampah yang terbawa dari sungai berserakan di bawah rumah-
rumah warga dan sebagian lain berserakan di jalan utama. Menurut penuturan warga,
pembangunan titian ulin telah memperparah masalah sampah ini karena pada waktu
pasang banyak sampah terbawa ke darat dan tersangkut di sana. Warga berpikir bahwa
yang mereka butuhkan adalah siring yang akan menjadi penghalang dari air sungai sehingga
ketika pasang terjadi sampah-sampah tidak akan tersangkut di rumah atau berserakan di
jalanan.
3. Titian ulin telah memunculkan beban baru bagi perempuan karena mereka menjadi
kesulitan ketika mengambil air di sungai—mereka juga harus berjalan lebih jauh untuk
mendapatkan air. Sebelumnya, di waktu pasang, warga bisa mengambil air langsung dari
belakang rumah mereka dan mengangkutnya ke tempat penampungan yang juga berada
di belakang rumah. Namun, setelah titian ulin dibangun, mengambil air dari sungai menjadi
lebih sulit dilakukan karena posisi titian lebih tinggi daripada tinggi air ketika pasang. Hanya
terdapat satu lokasi pengambilan air yang tersisa (dengan tangga) tempat warga dapat
mengambil air dari sungai.
4. Pembangunan infrastruktur sanitasi tidak disertai dengan penyediaan air bersih. Dari
semua toilet yang dibangun di Gowongan, Suryatmajan, dan Alalak Selatan, hanya toilet di
Alalak Selatan yang tidak dilengkapi dengan fasilitas air bersih. Sistem biofilter septic tank
dipilih dengan mempertimbangkan sungai sebagai tempat pembuangan akhir. Namun,
fasilitator dan BKM nampaknya tidak mempertimbangkan penyediaan air bersih untuk
toilet. Baru-baru ini, warga menggunakan air dari sungai untuk menyiram toilet.
5. Ketinggian septic tank di Alalak Selatan tidak mempertimbangkan naiknya permukaan air
sungai ketika pasang. Keberadaan septic tank dan toilet memang telah mengurangi volume
limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Namun, posisi dan konstruksinya tidak
mempertimbangkan pasang tahunan yang selalu melanda area tersebut. Akibatnya, ketika
pasang tinggi, air membanjiri septic tank dan menghasilkan bau tak sedap.
Kategori kedua adalah infrastruktur yang tidak digunakan, dan karenanya, infrastruktur tersebut
kondisinya terus memburuk. Masalah ini terjadi karena proyek tidak mempertimbangkan
kebutuhan dan kemampuan dari institusi lokal dalam menggunakan infrastruktur yang dibangun.
Salah satu contoh dari kategori infrastruktur ini adalah balai pertemuan dan ruang terbuka
publik (RTP) di Gowongan dan Suryatmajan, Yogyakarta. Di Suryatmajan, terdapat tiga fasilitas
yang tidak berfungsi dengan baik yaitu RTP dan dua balai pertemuan. RTP berlokasi di gerbang
kelurahan yang relatif jauh dari area permukiman warga. Pada awalnya, fasilitas ini ditujukan
sebagai tempat belajar anak-anak (Area Permainan Anak atau APE) yang dilengkapi dengan
sarana pendidikan terbuka seperti ayunan, seluncuran, dan panjatan untuk anak-anak.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
24
Terdapat pula meja, kursi, rak buku, dan fasilitas lainnya. Sayangnya, RTP tersebut tidak
dipelihara dengan baik. Sampah berserakan di mana-mana, buku-buku berserakan di ruangan,
dan area tesebut kini ditumbuhi oleh rerumputan. Pagarnya pun selalu tertutup. RTP ini tidak
digunakan karena lokasinya cukup jauh dari permukiman warga dan anak-anak lebih memilih
bermain dan belajar di area pedestrian. Sama halnya, balai pertemuan atau balai umum dikenal
sebagai pos monitoring dan patrol banjir, pun terlihat kumuh tak terawat. Balai ini sangat jarang
digunakan karena warga memilih untuk berkumpul di area pedestrian. Bangunan tersebut kini
beralih fungsi menjadi gudang penyimpanan barang-barang RW seperti meja dan kursi.
Masalah serupa juga terjadi pada kasus fasilitas ruang terbuka hijau (RTH), yang kerap disebut
sebagai taman di Gowongan, Yogyakarta. Taman-taman kecil di Gowongan, secara berurutan
dibangun pada 2015 (PLPBK 2015-2016) dan 2018 (Showcase 2018), tidak memiliki fungsi dan
kegunaan yang jelas. Berdarasarkan observasi kami, ukuran dari dua taman tersebut begitu
kecil, hanya ditanami oleh bunga-bunga dan beberapa tanaman lain yang tidak rindang. Taman
yang dibangun pada 2015 tersebut telah ditinggalkan begitu saja tanpa pemeliharaan dan saat
ini kondisinya terlihat memprihatinkan. Dua taman tersebut nampak hanya sebagai penghias
yang ditempelkan di area program. Menurut pelaksana, taman tersebut dibangun untuk
memenuhi persyaratan tersedianya ruang publik terbuka dan untuk menurunkan indikator
kekumuhan.
Gerobak dan tong sampah tidak digunakan sama sekali. Sebagai contoh, delapan gerobak
sampah di sepuluh RT di Alalak Selatan, Banjarmasin, tidak gunakan sama sekali (Gambar 9).
KSM juga tidak mendorong pengelolaan sampah pada tingkat kelurahan. Pada akhirnya,
gerobak-gerobak tersebut dibiarkan tak terpakai. Baru-baru ini, warga meminta bantuan dari
pemulung untuk membuang sampah mereka ke tempat penampungan sampah yang berlokasi
cukup jauh dari permukiman mereka. Setiap kali pemulung mengambil sampah, warga
membayar mereka Rp2.500-Rp3.000. Selain itu, beberapa warga lain membakar sampah
mereka di belakang rumah atau bahkan melemparkannya begitu saja ke sungai.
Penyediaan tong sampah dengan tiga kategori—plastik, rongsokan, dan dedaunan—di
Gowongan, Yogyakarta, pun tidak berfungsi dengan baik. Nampak jelas bahwa tong-tong
sampah tersebut tidak pernah digunakan secara baik dan saat ini kondisinya rusak (gambar 10).
Penyediaan tong sampah yang telah terkategorisasi dapat dilihat hanya sebagai tempelan atau
formalitas semata dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan program. Penyediaan tong-
tong sampah ini tidak disertai dengan program penguatan kapasitas warga untuk memilah
sampah dan membuangnya berdasarkan tipe masing-masing. Hal ini sulit dilakukan terutama
karena pola pengelolaan sampah ini belum dilakukan bahkan pada level kota sekalipun.
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
25
Gambar 8 Gerobak sampah yang tidak digunakan di Banjarmasin
Foto oleh Faisal Setianzah
Gambar 9 Tong sampah yang tidak digunakan di Yogyakarta
Foto oleh Yulia Indri Sari
2.2 Integrasi Infrastruktur dan Hasil-Hasil yang Bersifat
Intangible
Seperti telah diuraikan secara ringkas di atas, penelitian ini menemukan fakta bahwa tidak
semua infrastruktur dibangun di satu area prioritas. Beberapa infrastruktur masih dibangun
secara tersebar di beberapa lokasi. Penelitian ini juga menemukan kenyataan bahwa
infrastruktur yang dibangun di satu area prioritas yang mengindikasikan integrasi infrastruktur
yang lebih baik terbukti memiliki efek lebih jauh yang bersifat intangible bagi kehidupan warga.
Dalam hal ini, intervensi program telah meningkatkan rasa bangga warga yang tinggal di daerah
kumuh (yang telah direhabilitasi), menguatkan ikatan sosial, meningkatkan kesehatan
lingkungan, serta menyediakan tambahan pilihan penghidupan bagi warga yang tinggal di sana.
Namun demikian, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa efek yang tak diinginkan dari
program terutama yang berkaitan dengan munculnya potensi konflik antara warga di area
program dengan warga di luar area program. Efek serius lainnya adalah potensi peningkatan
harga-harga yang dapat meminggirkan kelompok-kelompok miskin yang tinggal di area
tersebut.
Bagian ini akan dimulai dengan penjelasan tentang integrasi infrastruktur. Setelah itu, akan
diikuti dengan uraian tentang temuan-temuan positif maupun negatif dari penggunaan
infrastruktur dan efek dari keberadaan infrastruktur yang dibangun terhadap dimensi
intangible kehidupan warga.
2.2.1 Integrasi Infrastruktur
Integrasi berbagai jenis infrastruktur. Berbeda dengan PNPM Perkotaan reguler yang ditujukan
untuk menurunkan kemiskinan, PNPM Perkotaan periode perpanjangan ditujukan untuk
menata kawasan kumuh. Program perpanjangan ini menangani area kumuh melalui
pembangunan beragam infrastruktur secara terintegrasi di satu area prioritas. Melalui skema
PLPBK, beragam infrastruktur yang secara fungsi berkaitan satu sama lain dibangun di satu area
-
ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN
26
prioritas. Sementara itu, PNPM reguler, kebanyakan mengalokasikan dananya untuk
membangun beragam infrastruktur yang tersebar di beberapa RT di satu kelurahan.
Infrastruktur yang terintegrasi dibangun di tujuh di antara sebelas lokasi studi (Tabel 3). Di tujuh
lokasi tersebut, beragam pembangunan dan perbaikan infrastruktur—pengolahan limbah
rumah tangga, pelebaran dan perbaikan jalan, pembangunan pagar di bantaran sungai,
perbaikan sistem drainase, penyediaan MCK, rehabilitasi rumah dari warga terdampak, dan
pembangunan ruang terbuka publik—dibangun di satu area prioritas. Pembangunan
infrastruktur juga disertai dengan kegiatan lain dengan tujuan untuk mempercantik area
melalui pengecatan dinding di area prioritas dengan warna-warna menarik, membuat hiasan-
hiasan yang menarik para pengunjung (termasuk dari luar), dan mendekorasi jalan-jalan
permukiman.
Dibanding dengan wilayah lain, integrasi infrastruktur dilakukan paling baik di Yogyakarta. Di
kota ini, pembangunan dan pengembangan area prioritas sepanjang Kali Code dilakukan
melalui aktivitas berikut: pelebaran dan pembangunan jalan baru (jalan inspeksi) antara sungai
dan area permukiman; rehabilitasi rumah-rumah dari warga yang terdampak pembangunan
infrastruktur (misalnya karena pelebaran jalan) melalui konsep M3K (mundur, munggah,
madep kali)3; pembangunan pagar dan tanggul di bantaran sungai, pembuatan saluran terpisah
untuk saluran limbah dan saluran air hujan, pembuatan septic tank biofilter di bawah jalan
inspeksi, pembuatan taman, gudang, serta penyediaan fasilitas sanitasi. Rehabilitasi
permukiman juga dilakukan melalui pengecatan, pembuatan mural, dan pemasangan beragam
aksesoris untuk dijadikan spot untuk swafoto (selfie). Terdapat pula konsep yang jelas dari
pengembangan area ini untuk menarik para pengunjung sekaligus sebagai tempat ketika warga
bertemu satu sama lain.
Meskipun tidak sebaik di Yogyakarta, program PNPM masa perpanjangan di Alalak Selatan,
Banjarmasin, juga sudah terintegrasi. Program telah membangu