Yulia Indrawati Sari Hilda Arum Nurbayyantikotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Dokumen dan...

95
LAPORAN AKHIR ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PERMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN Yulia Indrawati Sari Hilda Arum Nurbayyanti 2019

Transcript of Yulia Indrawati Sari Hilda Arum Nurbayyantikotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Dokumen dan...

  • L A P O R A N A K H I R

    A S E S M E N C E P A T I M P L E M E N T A S I P R O G R A M

    N A S I O N A L P E R M B E R D A Y A A N M A S Y A R A K A T

    ( P N P M ) P E R K O T A A N P E R I O D E P E R P A N J A N G A N

    Y u l i a I n d r a w a t i S a r i H i l d a A r u m N u r b a y y a n t i

    2019

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    ii

    LAPORAN AKHIR

    Asesmen Cepat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

    Perkotaan pada Periode Perpanjangan

    Juli 2019

    TIM PENELITI

    KOORDINATOR PENELITI

    Yulia Indrawati (Indri) Sari

    ASISTEN KOORDINATOR

    Hilda Arum Nurbayyanti

    PENELITI LAPANGAN

    DI Yogyakarta Muklas Aji Setiawan Mulyana Aprilia Ambarwati Kalimantan Selatan Faisal Setianzah

    Bewanti Dahani Fadhli Ilhami

    Nusa Tengggara Barat Panji Ardiansyah Nofalia Nurfitriani Hilda Arum Nurbayyanti

    AKATIGA – Center for Social Analysis Jl. Tubagus Ismail II No 2 Bandung 40134 | (022) 2502302 [email protected] | www.akatiga.org

    mailto:[email protected]://www.akatiga.org/

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    iii

    P E N G A N T A R

    Laporan akhir ini disusun oleh tim peneliti AKATIGA. Pada proses penelitian AKATIGA

    mendapatkan dukungan dan fasiitasi dari George Soraya, Evi Hermirasari, Kumala Sari, dan

    Ratih Dewayanti dari tim Bank Dunia.

    Laporan telah ditelaah oleh Isono Sadoko (peneliti senior AKATIGA). Laporan ini pertama kali

    terbit dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Acep Muslim dan diedit oleh M. Irfan

    Hidayatullah. Laporan ini juga mendapat masukan penting dari Kementerian Pekerjaan Umum

    dan Perumahan Rakyat serta Bappenas pada saat tahap presentasi draft. Kami mengucapkan

    terima kasih untuk masukan-masukan tersebut.

    Laporan ini tidak mungkin dapat dituntaskan tanpa kerja keras para peneliti lapangan yang

    bekerja di enam kelurahan di Yogyakarta, Banjarmasin, dan Bima. Sely Martini memberikan

    dukungan dengan turut melakukan supervisi tim peneliti lapangan di Bima. Kami sampaikan

    banyak terima kasih kepada para koordinator kota dari program PNPM Perkotaan dan semua

    fasilitator kelurahan di tingkat kelurahan yang telah memberikan dukungan sepanjang proses

    penelitian. Terkahir, kami kami sangat berterima kasih atas partisipasi dan kesabaran dari para

    informan yang telah menyediakan waktunya bersama tim peneliti dalam proses penggalian

    data.

    Penelitian ini mendapatkan dukungan dana dari Bank Dunia.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    iv

    R I N G K A S A N E K S E K U T I F

    Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis

    Komunitas (PLPBK) dalam memperbaiki kondisi kawasan kumuh di perkotaan dan mengevaluasi

    program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dalam mengurangi risiko

    bencana banjir. PLPBK dan PRBBK merupakan program perpanjangan PNPM Perkotaan—

    program pembangunan berbasis komunitas skala nasional (Community Driven Development,

    atau CDD) di area perkotaan di Indonesia—setelah program PNPM Perkotaan selesai pada

    2014. Program perpanjangan ini bertujuan untuk mendukung program pemerintah Indonesia

    untuk mencapai tujuan “kota tanpa kawasan kumuh” pada tahun 2019. Program ini diharapkan

    dapat meningkatkan kondisi kawasan kumuh dan menyediakan infrastruktur dan layanan dasar

    bagi para penduduknya.

    Studi difokuskan pada tiga aspek evaluasi, yaitu (i) hasil-hasil dari PLPBK dalam mendukung

    penataan kawasan kumuh dan pengurangan risiko bencana untuk masyarakat sasaran; (ii)

    efektivitas dari beberapa intervensi spesifik dari sudut pandang komunitas dan pemerintah

    lokal; (ii) pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur PNPM Perkotaan yang dibangun pada

    periode 2012-2014.

    Studi ini menggunakan metode studi kasus kualitatif (qualitative case study). Penggalian data

    lapangan dilakukan di enam kelurahan di Yogyakarta, Banjarmasin, dan Bima pada Februari

    2019. Bima dipilih karena merupakan daerah yang rentan terhadap banjir dan secara khusus

    dijadikan sebagai kasus untuk intervensi PRBBK. Untuk mengukur hasil dan efektivitas program,

    penelitian ini menggunakan metode yang memungkinkan para peneliti untuk mengumpulkan

    data berdasarkan sudut pandang dan pengalaman warga. Metode pengumpulan data kualitatif

    (wawancara, observasi, transek, dan data sekunder) digunakan untuk mengevaluasi hasil

    tangible dan intangible dari program penataan kawasan kumuh dan mitigasi bencana di area

    rentan banjir serta untuk memahami faktor yang memengaruhi hasil-hasil tersebut.

    Temuan-temuan penelitian ini menunjukkan bahwa program penataan kawasan kumuh

    perkotaan memiliki hasil yang positif. Studi ini berkesimpulan bahwa program PLPBK telah

    berhasil menangani permasalahan infrastruktur di area kumuh seperti rumah tidak layak huni

    (RTLH), akses buruk, serta sanitasi dan drainase minim. Pada saat yang sama program juga telah

    mendorong dimensi-dimensi intangible pada warga seperti penguatan relasi sosial, terjalinnya

    hubungan sosial dengan warga di luar kawasan kumuh, serta bertambahnya pilihan-pilihan

    penghidupan bagi warga. Warga di area yang telah ditata melihat bahwa program telah

    meningkatkan fungsi dan pemanfaatan infrastruktur dasar. Di area-area yang diteliti, genangan

    air telah berkurang, akses jalan dan konektivitas meningkat, rumah-rumah direhabilitasi, dan

    polusi (sampah dan udara) menurun. Warga juga bercerita bahwa program penataan kawasan

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    v

    kumuh telah meningkatkan akses mereka terhadap area-area lain di kota. Mereka juga

    bercerita tentang perasaan tak lagi merasa malu tinggal di kawasan kumuh serta mengenai

    meningkatnya jumlah warga luar yang datang ke daerah mereka baik untuk berkunjung

    maupun hanya lewat melalui jalan yang telah diperbaiki. Selain itu, juga bercerita tentang

    menurunnya jumlah tikus dan nyamuk, meningkatnya kadar kesegaran udara, naiknya peluang

    untuk berusaha, serta tersedianya ruang-ruang untuk berinteraksi antarwarga.

    Integrasi infrastruktur di satu kawasan telah memperluas dampak program penataan kawasan

    kumuh pada aspek-aspek yang tak terlihat (intangible) dari kehidupan warga. Untuk

    memaksimalkan dampak-dampak tersebut, program harus memastikan bahwa penyediaan

    infrastruktur difokuskan di satu area prioritas beserta kegiatan-kegiatan yang memperindah

    kawasan tersebut, serta terhubung (engaged) dengan konteks lokal. Penelitian ini

    mengidentifikasi empat faktor yang memengaruhi integrasi dan implementasi integrasi

    infrastruktur yang lebih baik. Keempat hal tersebut adalah (i) kebijakan PLPBK yang

    memfasilitasi proses integrasi itu sendiri; (ii) kapasitas dan strategi dari aktor (pelaksana

    program) dalam melakukan perencanaan dan sosialisasi program; (iii) tingkat kepercayaan dan

    kolektivitas dari komunitas; (iv) lingkungan kebijakan pendukung (enabling policy environment)

    yang menyediakan referensi bagi program dan kegiatan penataan kawasan kumuh.

    Berbeda dengan PLPBK yang menunjukkan hasil positif dalam menangani permasalahan di

    kawasan kumuh, studi ini mengungkapkan bahwa program PRBBK tidak begitu efektif dalam

    mengurangi risiko banjir bandang di Bima. Di Bima, program ini memang telah berhasil dalam

    mengurangi risiko banjir kecil serta dalam menangani kawasan kumuh sebagai buah dari

    penyediaan infrastruktur berupa drainase dan jalan. Program ini pun telah memperkenalkan

    warga pada pengetahuan baru mengenai prosedur dan rute evakuasi. Namun demikian,

    program ini hanya memiliki dampak yang hanya terbatas pada penguatan kapasitas dan

    resiliensi warga dalam menghadapi, beradaptasi, dan memulihkan diri dari bencana banjir. Sulit

    bagi program untuk melakukan mitigasi warga dari risiko bencana banjir bandang di Bima

    karena banjir tersebut disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, yaitu tingginya curah hujan,

    topografi yang berupa cekungan, berkurangnya area hutan di sisi hulu, pengelolaan drainase

    yang buruk, dan permasalahan tata kelola yang malah mendukung pengembangan daerah

    permukiman dan perkebunan jagung di area hulu. Dalam tahap implementasi, program PRBBK

    sendiri lebih banyak fokus pada penataan kawasan kumuh daripada penggunaan berbagai

    langkah dan pelatihan untuk menguatkan kapasitas warga. Manajemen bencana seharusnya

    tidak hanya fokus dalam tanggap darurat, tetapi juga dalam manajemen risiko secara

    keseluruhan. Untuk itu, diperlukan penguatan dalam kerangka dan institusi PRBBK sedemikian

    rupa sehingga program tersebut dapat merumuskan langkah yang komprehensif dalam

    meningkatkan pengelolaan drainase, pembangunan bendungan, perbaikan tata kelola, evaluasi

    rencana tata guna lahan dan kebijakan gubernur.

    Dengan melihat aspek institusi dari pemeliharaan infrastruktur PNPM Perkotaan 2012-2014,

    penelitian ini menemukan bahwa infrastruktur konektivitas dan sanitasi telah dipelihara dengan

    ragam cara yang berbeda. Sementara semua jalan dan jembatan masih berfungsi dan

    digunakan, lebih dari setengah MCK dan toilet telah rusak dan tidak lagi dipakai. Hal ini

    disebabkan oleh kedudukan jalan sebagai infrastruktur yang lebih popular di antara para

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    vi

    pegawai kelurahan. Karenanya, pemeliharaan jalan dan sistem drainase kerap dijadikan

    prioritas dalam pendanaan. Sementara itu, pemeliharaan MCK memerlukan institusi komunitas

    yang kuat. Dalam kondisi ketika tidak ada kepemimpinan dan kolektivitas warga, seperti terjadi

    di Bima, konflik mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan infrastruktur

    sanitasi bisa terjadi. Temuan ini menunjukkan bahwa pemeliharaan masih merupakan

    tantangan untuk mencapai keberlanjutan infrastruktur sanitasi.

    Evaluasi ini juga menyarankan beberapa area tempat program penataan kawasan kumuh dapat

    ditingkatkan untuk memastikan terjadinya integrasi infrastruktur dan memaksimalkan

    dampaknya baik secara tangible maupun intangible. Beberapa di antara poin rekomendasi yang

    diajukan adalah bahwa program seharusnya memperhatikan empat syarat kebijakan dalam

    implementasi program yang terdiri dari, (i) integrasi infrastuktur di satu kawasan prioritas; (ii)

    kemampuan dan strategi aktor pelaksana dalam menyesuaikan standar penataan kawasan

    kumuh dari Kementerian PUPR dengan konteks lokal; (iii) strategi sosialisasi dan partisipasi yang

    lebih baik untuk pelaksanaan proyek rehabilitasi perumahan; (iv) reformasi ketidakpastian

    hukum (legal); (v) dalam kondisi di mana social capital tidak ada atau lemah, perlu adanya

    fasilitasi di semua tingkatan untuk memunculkan kolektivitas di antara warga dan antara warga

    setempat dengan warga luar. Studi ini juga memperingati bahwa meningkatnya harga lahan

    dan akomodasi terjadi sebagai konsekuensi dari program penataan kawasan kumuh. Program

    ini diharapkan menemukan solusi dengan risiko tersebut, karena peningkatan harga ini dapat

    menyingkirkan rumah-rumah tangga miskin dan pendatang dari area yang sudah ditangani

    (upgraded).

    Pada akhirnya, laporan ini menyajikan kasus-kasus mengenai hasil positif dari keberhasilan

    program pananganan kawasan kumuh di tiga kota di Indonesia. Temuan-temuan ini

    mendukung solusi untuk mengatasi masalah kawasan kumuh dengan menangani kekumuhan

    tersebut, bukan dengan menghancurkannya. Program penataan kawasan kumuh memberikan

    kesempatan untuk warga di kawasan tersebut untuk mendapatkan akses atas infrastruktur dan

    untuk dapat hidup dalam lingkungan yang layak dan ini pada gilirannya memainkan peran yang

    penting dalam perekonomian dan kehidupan perkotaan secara keseluruhan.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    vii

    D A F T A R I S I

    PENGANTAR _______________________________________________________________ iii

    RINGKASAN EKSEKUTIF _______________________________________________________ iv

    DAFTAR ISI _______________________________________________________________ vii

    DAFTAR GAMBAR ___________________________________________________________ ix

    DAFTAR TABEL _____________________________________________________________ x

    DAFTAR KOTAK _____________________________________________________________ x

    DAFTAR SINGKATAN _________________________________________________________ xi

    GLOSARIUM ______________________________________________________________ xii

    BAB 1

    PENDAHULUAN _____________________________________________________________ 1

    1.1 Latar Belakang _________________________________________________________ 1

    1.2 Tujuan dan Pertanyaan Penelitian _________________________________________ 2

    1.3 Metode ______________________________________________________________ 3

    1.3.1 Indikator __________________________________________________________ 3

    1.3.2 Studi Kasus Kualitatif (Qualitative Case Studies) ___________________________ 5

    1.4 Struktur Laporan _______________________________________________________ 9

    BAB 2

    EFEK PROGRAM PENATAAN KAWASAN KUMUH __________________________________ 10

    2.1. Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur ____________________________________ 10

    2.1.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun pada Program PNPM

    Perkotaan Periode Perpanjangan __________________________________________ 10

    2.1.2 Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan oleh Warga ___________________ 12

    2.1.3 Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak digunakan dengan Baik __________ 21

    2.2 Integrasi Infrastruktur dan Hasil-Hasil yang Bersifat Intangible __________________ 25

    2.2.1 Integrasi Infrastruktur ______________________________________________ 25

    2.2.3 Efek Negatif Infrastruktur yang Terintegrasi terhadap Hubungan Sosial dan Harga

    Akomodasi ___________________________________________________________ 32

    BAB 3 PROSES DAN MEKANISME ______________________________________________ 35

    3.1 Faktor yang Memengaruhi Fungsi Infrastruktur ______________________________ 35

    3.2 Faktor Pendorong Integrasi Infrastruktur Lebih Baik __________________________ 37

    3.2.1 Desain Penataan Kawasan Kumuh _____________________________________ 37

    3.2.2 Pelaksanaan Program Penataan _______________________________________ 39

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    viii

    3.2.3 Institusi Masyarakat yang Kuat _______________________________________ 42

    3.2.4 Konteks Lingkungan Kebijakan Pendukung ______________________________ 43

    3.3 Hambatan dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Terintegrasi dan Berfungsi dengan

    Baik ___________________________________________________________________ 44

    BAB 4

    PENGARUH PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRBBK) DI BIMA _____________ 48

    4.1 Permasalahan Banjir dari Perspektif Warga _________________________________ 48

    4.2 Efek Program PRBBK dalam Mengurangi Risiko Bencana Banjir __________________ 50

    4.3 Hambatan dalam Mewujudkan Intervensi PRBBK _____________________________ 53

    BAB 5

    PEMANFAATAN DAN PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR YANG DIBANGUN PNPM PERKOTAAN

    2012-2014________________________________________________________________ 57

    5.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun PNPM Perkotaan Periode 2012-

    2014 __________________________________________________________________ 59

    5.2 Institusi Pemeliharaan__________________________________________________ 64

    BAB 6

    SIMPULAN DAN REKOMENDASI _______________________________________________ 67

    6.1. Simpulan ___________________________________________________________ 67

    6.2. Rekomendasi ________________________________________________________ 70

    REFERENSI ________________________________________________________________ 75

    LAMPIRAN

    EFEK PROGRAM PENATAAN KAWASAN KUMUH DALAM MENGUATKAN DIMENSI INTANGIBLE

    KEHIDUPAN WARGA DI YOGYAKARTA __________________________________________ 77

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    ix

    D A F T A R G A M B A R

    Gambar 1 Lokasi Studi Kasus __________________________________________________ 6

    Gambar 2 Kondisi jalan permukiman dan gang setelah intervensi program di Yogyakarta (kiri)

    dan Bima (kanan) _________________________________________________ 13

    Gambar 3 Proses perbaikan jalan permukiman di Alalak Selatan, Banjarmasin ___________ 14

    Gambar 4 Setelah saluran drainase ditutup, warga menggunakan bagian atas drainase untuk

    menyimpan pot-pot bunga. _________________________________________ 18

    Gambar 5. Kondisi jalan sebelum dan sesudah hujan _______________________________ 19

    Gambar 6 Limbah air menjadi lebih bersih di Gowongan, Yogyakarta __________________ 20

    Gambar 7 Kondisi toilet sebelum dan sesudah program ____________________________ 21

    Gambar 8 Gerobak sampah yang tidak digunakan di Banjarmasin _____________________ 25

    Gambar 9 Tong sampah yang tidak digunakan di Yogyakarta _________________________ 25

    Gambar 10 Area yang belum dan sudah ditata di Kampung Suryatmajan _______________ 28

    Gambar 11 Area yang belum dan sudah ditata di Kampung Alalak Selatan ______________ 28

    Gambar 12 Anak-anak bermain riang di PCG _____________________________________ 30

    Gambar 13 Contoh konsep penataan wilayah kumuh di satu area prioritas di Gowongan dan

    Alalak Selatan ____________________________________________________ 38

    Gambar 14 Salah satu bentuk adaptasi penduduk adalah untuk mengamankan semua

    peralatan yang diperlukan dalam kasus banjir ___________________________ 50

    Gambar 15 Jalan sebelum dan setelah intervensi PRBBK yang ditujukan untuk memperbaiki

    akses dalam proses evakuasi dalam situasi bencana di kelurahan Santi________ 52

    Gambar 16 MCK yang sering digunakan di Yogyakarta ______________________________ 62

    Gambar 17 MCK ditutup oleh rumah tangga terdekat di Bima ________________________ 64

    Gambar 18 Jalan yang telah direhabilitasi di Banjarmasin menggunakan dana Jaring Asmara 65

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    x

    D A F T A R T A B E L

    Tabel 1 Lokasi Penelitian ______________________________________________________ 7

    Tabel 2 Data Ringkas Mengenai Penggunaan Infrastruktur __________________________ 11

    Table 3 Lokasi penelitian (area prioritas dan non area prioritas) ______________________ 27

    Tabel 4 Infrastruktur PRBBK di kelurahan Pane dan Santi____________________________ 51

    Tabel 5 Fungsi dan pemanfaatan infrastruktur yang dibangun pada periode PNPM 2012-2014

    __________________________________________________________________ 58

    Tabel 6 Kategori penggunaan infrastruktur yang dibangun pada masa PNPM 2012-2014 ___ 59

    Table 7 Penggunaan MCK yang dibangun PNPM Urban 2012-2014 ____________________ 61

    D A F T A R K O T A K

    Kotak 1 Berjalan dengan nyaman di Suryatmajan __________________________________ 15

    Kotak 2 Menjaga anak-anak juga merupakan tugas suami ___________________________ 30

    Kotak 3 Efek pada Mata Pencaharian ___________________________________________ 31

    Kotak 4 MCK bersih kami ____________________________________________________ 62

    Kotak 5 Pemilik tanah, petugas pemeliharaan yang bertanggung jawab ________________ 65

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    xi

    D A F T A R S I N G K A T A N

    ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

    APE Area Permainan Edukasi

    BBWS Balai Besar Wilayah Sungai

    Bappenas Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional

    Bappeda Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

    BKM Badan Keswadayaan Masyarakat

    BOP Biaya Operasional

    BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    CDD Community Driven Development atau Pembangunan Berbasis Pemberdayaan

    Komunitas

    DED Desain Rekayasa Detail

    Faskel Fasilitator Kelurahan

    HGB Hak Guna Bangunan

    IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah

    Jaras Jaring Aspirasi Masyarakat

    Korkot Koordinator Kota

    KSM Kelompok Swadaya Masyarakat

    LPMK Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

    M3K Mundur, Munggah (naik), dan Madep (menghadap)

    MCK Mandi, Cuci, Kakus

    MIS Management Information System atau Sistem Informasi Manajeman

    OPD Organisasi Perangkat Daerah

    PCG Pedestrian Code Gumreget

    Perkim Dinas Perumahan dan Permukiman

    PLPBK Pembangunan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas

    PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

    Pokja PKP Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman

    PRBBK Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

    PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    RDTR Rencana Detail Tata Ruang

    RPLP Rencana Penataan Lingkungan Perumahan

    RAB Rencana Anggaran dan Biaya

    RT Rukun Tetangga

    RTP Ruang Terbuka Publik

    RW Rukun Warga

    SAH Saluran Air Hujan

    SAL Saluran Air Limbah

    SK Surat Keputusan

    SOP Standar Operasional dan Prosedur

    TAPP Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif

    TIPP Tim Inti Perencanaan Partisipatif

    TPS Tempat Pembuangan Sementara

    TSBK Tim Siaga Bencana Kelurahan

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    xii

    G L O S A R I U M

    Community Development Pengembangan komunitas

    Enabling Policy Environment Lingkungan kebijakan yang mendukung

    Engaged Terhubung

    Exit Strategy Strategi keluar (saat program usai)

    Intangible Efek lanjutan yang tidak mudah terlihat secara nyata dari infrastruktur

    yang berpengaruh terhadap beragam dimensi dari kehidupan warga

    penerima manfaat, seperti ekonomi dan sosial

    Jimpitan Iuran swadaya

    Laundry Penatu

    Merchandise Barang dagangan

    Online Daring

    Outcome Capaian

    Public Paces Ruang publik

    Recovery Pemulihan

    Showcase Program pengembangan permukiman tambahan yang didanai

    pemerintah pusat untuk menciptakan praktik-praktik baik dari program

    Site Plan Rencana tapak

    Social Capital Modal sosial

    Social Relations Hubungan sosial

    Tangible Efek langsung dan nyata terlihat seperti yang diharapkan oleh program

    seperti pengurangan genangan air, pengurangan polusi, dan

    peningkatakan konektivitas

    Titian Ulin Jalan di atas sungai yang terbuat dari kayu Ulin

    Upgraded Ditingakatkan/ditata

    Urban Planning Perencanaan kota

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    i

    Talud River bank retaining wall

    Titian Ulin Road along the river made by ulin wood or similar with wooden footbridge

    Tukang Construction Workers

    Warung Kiosk

    B A B 1

    P E N D A H U L U A N

    1.1 Latar Belakang

    Sejak tahun 90-an, pembangunan berbasis komunitas atau Community Driven Development

    (CDD) telah muncul sebagai bentuk pembangunan lokal dan partisipatif yang paling populer

    (Binswanger-Mkhize et. al., 2010). CDD merupakan pendekatan partisipatif dan

    terdesentralisasi dalam pengurangan kemiskinan yang bertujuan untuk memberikan akses dan

    kontrol kelompok masyarakat terhadap dana-dana pembangunan. Berhubungan dengan hal

    tersebut, di Indonesia, pada tahun 2007 pemerintah meluncurkan program andalan untuk

    mengurangi kemiskinan dan penguatan komunitas di perkotaan dalam bentuk Program

    Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan (PNPM Perkotaan). PNPM Perkotaan bertujuan

    untuk memastikan kelompok miskin di perkotaan, tepatnya di kelurahan-kelurahan,

    memperoleh manfaat dari peningkatan kualitas tata kelola lokal dan peningkatan kualitas

    kehidupan secara umum. Program penguatan masyarakat perkotaan, khususnya kelompok

    miskin ini, dicapai melalui penguatan kapasitas, penyediaan sumber daya (resources) dan dana

    kelurahan, serta kemitraan pembangunan antara komunitas dengan para pemangku

    kepentingan. Program ini meliputi sekira 11.000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.

    Pada 2015, PNPM Perkotaan mengalihkan fokusnya untuk mendukung program pemerintah

    dan untuk mencapai visi “kota tanpa kumuh” pada 2019. Bank Dunia mendukung

    pengembangan dan impelementasi inisiatif pemerintah ini melalui program National Slum

    Pembangunan Jembatan di Santi. Foto oleh Nofalia N.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    2

    Upgrading Program (NSUP 2016-2020). Program ini menyediakan dana (block grant) untuk

    meningkatkan akses kelompok miskin perkotaan atas layanan dan infrastruktur, terutama

    melalui program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) di beberapa

    kota yang memiliki akses yang relatif buruk atas layanan-layanan dasar. Skema ini

    memungkinkan komunitas di area-area terpilih untuk memprioritaskan dana infrastruktur yang

    secara langsung berhubungan dengan pengurangan kekumuhan di area tersebut. Dukungan

    Bank Dunia difokuskan pada program penataan permukiman dengan menyediakan program

    penguatan kapasitas (pelatihan untuk konsultan, fasilitator, dan warga penerima manfaat),

    penyediaan bantuan teknis (menghubungkan dengan konsultan dan fasilitator yang telah ada

    serta dengan beberapa perencana kota tambahan di level kota dan kelurahan). Program ini juga

    menyediakan tambahan dana untuk beberapa kelurahan terpilih.

    Pada awal 2017, Bank Dunia memperluas dukungannya dengan menyediakan dana tambahan

    untuk rehabilitasi dan rekonstruksi 23 kelurahan yang terkena dampak banjir bandang di Kota

    Bima. Proyek ini menggunakan skema program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis

    Komunitas (PRBBK) yang memiliki kerangka pengembangan kapasitas dan institusi pengelolaan

    risiko bencana. Dalam PRBBK, aspek pengurangan risiko bencana (PRB) harus disertakan ke

    dalam perencanaan kelurahan (Rencana Penataan Lingkungan Permukiman [RPLP]). Selain itu,

    PRBBK juga menyediakan instrumen seperti peta dan profil risiko, desain resilien, serta

    memastikan meningkatnya kapasitas dan resiliensi dari warga yang tinggal di area dengan risiko

    banjir bandang dalam menghadapi bencana tersebut.

    Penelitian ini menelaah data-data empiris hasil program penataan kawasan kumuh dan

    pengurangan risiko bencana dari sudut pandang penerima manfaat dan pemerintah lokal guna

    meningkatkan kualitas desain dan implementasi program dari intervensi lanjutan program

    PNPM Perkotaan periode 2015-2018. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengevaluasi

    keberlanjutan PNPM Perkotaan reguler pada periode 2012-2014.

    1.2 Tujuan dan Pertanyaan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi intervensi lanjutan dari kegiatan-kegiatan

    program PNPM Perkotaan. Evaluasi tersebut meliputi hasil program (apa), evaluasi mekanisme

    pencapaian hasil-hasil tersebut dengan memperhatikan aspek efektivitas intervensinya

    (bagaimana), dan evaluasi dimensi institusi dari intervensi-intervensi yang dilakukan dari sudut

    pandang warga dan pemerintah lokal.

    Terkait ini, tujuan dari studi ini meliputi beberapa poin berikut:

    (a) Hasil dari intervensi lanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan (PLPBK) dan

    pengurangan risiko bencana (PRBBK) pada kelompok sasaran.

    (b) Efektivitas dari intervensi-intervensi tertentu dari sudut pandang warga dan pemerintah

    lokal khususnya di lokasi yang menerima program PLPBK dan PRBBK.

    (c) Pemanfaatan dan pemeliharan infrastruktur yang dibangun pada periode 2012-2014.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    3

    Secara khusus studi ini diharapkan dapat menjawab tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:

    1. Apa hasil dari intervensi-intervensi lanjutan terhadap kelompok target dari sisi penataan

    kawasan kumuh dan pengurangan risiko bencana?

    2. Bagaimana intervensi-intervensi tertentu dapat memenuhi harapan kelompok target dari

    sisi pengembangan kawasan (PLPBK) dan pengurangan risiko bencana (PRBBK)?

    3. Bagaimana kualitas pemanfaatan dan pemeliharan infrastruktur setelah program PNPM

    ditutup, khususnya pada insfrastruktur yang dibangun pada 2012-2014?

    1.3 Metode

    1.3.1 Indikator

    Dalam menjawab pertanyaan pertama, studi ini menelisik hasil program dari segi keberfungsian

    (functionality) infrastruktur dan efeknya bagi kehidupan penerima manfaat. Kami

    mendefinisikan keberfungsian sebagai hasil tangible (tangible result), yaitu efek langsung dan

    terlihat nyata seperti yang diharapkan oleh program seperti pengurangan genangan air,

    pengurangan polusi, dan peningkatakan konektivitas. Selain itu, terdapat pula hasil yang

    intangible di antaranya efek lanjutan yang tidak mudah terlihat secara nyata dari infrastruktur

    yang berpengaruh terhadap beragam dimensi dari kehidupan warga penerima manfaat. Salah

    satu bentuk hasil intangible tersebut adalah efek terhadap kehidupan sosial dan ekonomi dari

    warga penerima manfaat.

    Studi ini, dengan demikian, tidak mengevaluasi aspek kualitas teknis dari infrastruktur.

    Penelitian ini juga tidak meneliti kondisi struktur fisik dari infrastruktur seperti kekuatan dari

    bangunan, material yang dipakai, komponen-komponen struktur, dan kondisi bangunan secara

    keseluruhan (misalnya munculnya retakan).

    Hasil tangible dapat dilihat dari keberfungsian dan penggunaan infrastruktur. Keberfungsian

    dalam hal ini didefinisikan sebagai evaluasi mengenai fungsi suatu infrastruktur bekerja seperti

    seharusnya dan ini mungkin terjadi ketika bagian-bagian atau keseluruhan sistem bangunan

    bekerja seperti diharapkan. Infrastruktur untuk pengolahan limbah rumah tangga, misalnya,

    akan bekerja dengan baik jika infrastruktur tersebut berhasil mengurangi polusi sampah yang

    biasanya diindikasikan dengan penurunan bau dan pengolahan limbah menjadi cairan yang

    lebih aman bagi lingkungan. Infrastruktur jalan berfungsi manakala jalan tersebut aman untuk

    digunakan (jalan tidak berlubang) dan tidak becek, serta membuka akses warga. Toilet

    dikategorikan berfungsi ketika dapat digunakan untuk mandi dan buang hajat, tidak mampat,

    ada penerangan, dan ketersediaan air.

    Namun demikian, infrastruktur yang berfungsi dengan baik tidak selalu berarti digunakan oleh

    warga. Karenanya, hasil tangible dari suatu infrastruktur juga diukur dari penggunaan

    infrastruktur tersebut. Penggunaan ini dapat dilihat melalui asesmen terhadap akses dari

    kelompok target infrastruktur yang meliputi regularitas dari warga dalam menggunakan

    infrastruktur dan mengevaluasi seberapa jauh infrastruktur tersebut menyediakan akses dasar

    yang diperlukan oleh warga. Evaluasi tersebut juga meliputi kesesuaian infrastruktur yang

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    4

    dibangun dengan kondisi dan kebutuhan lokal warga sekitar. Warga akan menggunakan suatu

    infrastruktur jika ia sesuai dengan konteks kehidupan lokal mereka.

    Tidak semua infrastruktur yang dibangun dapat diukur secara jelas dari segi penggunaannya.

    Pengukuran atas penggunaan infrastruktur dapat dilakukan pada beberapa infrastruktur

    seperti jalan, toilet umum, dan fasilitas umum. Infrastruktur drainase dan pengolahan limbah

    rumah tangga, sebagai contoh, sulit untuk dilihat siapa saja yang benar-benar

    menggunakannya. Kedua tipe infrastruktur tersebut hanya dapat diukur dari sisi fungsinya.

    Adapun hasil-hasil intangible didefinisikan sebagai efek lanjutan dari pemanfaatan infrastruktur

    terhadap aspek lebih luas dari kehidupan warga penerima manfaat. Penelitian ini

    mengeksplorasi efek dari infrastruktur dari segi relasi sosial, strategi penghidupan, dan

    perasaan warga sebagai bagian dari komunitas kota yang lebih luas. Aspek yang terakhir ini

    merupakan asesmen khusus atas efek infrastruktur penataan kawasan kumuh terhadap

    integrasi warga di kawasan kumuh dengan warga luar. Lora dkk. (2008) menekankan

    pentingnya pelibatan aspek ini dalam melakukan evaluasi atas program-program penataan

    kawasan kumuh. Hidup di kawasan kumuh dapat membuat warga merasa berbeda atau kurang

    dibandingkan dengan warga lain di kota. Dalam hal ini, suatu program dapat dikatakan berhasil

    bila program tersebut berpengaruh positif terhadap integrasi sosial warga setempat dengan

    warga luar. Karena itu, penelitian ini juga mengevaluasi efek program terhadap relasi sosial dan

    menginvestigasi efek program ini dalam peningkatan kepercayaan dan ikatan sosial di antara

    warga penerima manfaat, serta antara warga penerima manfaat dengan nonpenerima

    manfaat.

    Dalam mengevaluasi pemanfaatan infrastruktur, penelitian ini berfokus pada distribusi akses,

    mengidentifikasi pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak dari infrastruktur yang

    dibangun. Hal ini dilakukan dengan meneliti kelompok warga mana saja yang mendapatkan

    manfaat paling banyak dari infrastruktur yang dibangun baik dari sisi gender, usia, dan status

    sosial ekonomi.

    Dalam menjawab pertanyaan kedua, kami mengevaluasi tiga faktor penting yang mendorong

    munculnya hasil-hasil dari program. Ketiganya adalah desain dan implementasi program,

    konteks institusi warga, dan lingkungan kebijakan pendukung/penghambat (local government).

    (a) Lebih jauh, asesmen atas kualitas intervensi proyek terdiri dari evaluasi atas kualitas (i)

    PLPBK dan PRBBK, yang meliputi evaluasi atas beberapa instrumen perencanaan khusus;

    dan (ii) implementasi proyek yang meliputi manajemen proyek, partisipasi warga,

    akuntabilitas, dan kapasitas fasilitator dan pelaksana program pada level kelurahan.

    Pelaksana program pada level kelurahan terdiri dari BKM, KSM, dan TIPP1.

    1 BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebuah entitas legal di tingkat kelurahan untuk mengelola program PNPM di area perkotaan. Anggota BKM dipilih oleh warga. Setiap kelurahan memiliki satu BKM. Setelah terbentuk, BKM kemudian membentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) untuk secara spesifik membangun beberapa tipe infrastruktur di area permukiman tertentu. Sebagai catatan, penelitian ini tidak meneliti kinerja KSM yang juga mengelola kredit mikro. TIPP (Tim Inti Perencanaan Partisipatif), sementara itu, bertanggung jawab untuk mengumpulkan data tentang profil suatu

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    5

    (b) Aspek penting kedua dari mekanisme adalah konteks institusi lokal. Hal ini meliputi

    kepemimpinan warga, kapasitas dalam pengorganisasian dan aksi kolektif, dan

    kondisi/latar belakang sosial dan ekonomi warga.

    (c) Peran pemerintah lokal (PU dan Bappeda) dan kebijakan di tingkat kota pun penting dalam

    menangani masalah-masalah yang dialami warga di kawasan kumuh serta di area risiko

    bencana yang secara langsung berkaitan dengan proyek dari sisi perencanaan,

    pelaksanaan, dan keberlanjutan. Fokus pertanyaan dalam hal ini adalah apakah mereka

    mendukung atau menghambat program intervensi secara keseluruhan?

    Pertanyaan ketiga dari penelitan ini berkaitan dengan pemeliharaan dan keberlanjutan

    infrastruktur yang dibangun pada periode 2012-2014. Dalam hal ini, pemeliharaan merupakan

    bagian yang menantang dari program yang sangat menentukan keberlanjutan infrastruktur

    yang dibangun. Dalam menjawab pertanyaan ini, penelitian ini berfokus pada dua poin utama,

    yaitu pemanfaatan (utilization) infrastruktur (setelah program berakhir di 2014) dan peran

    warga dalam pemeliharaan infrastruktur.

    (a) Dari sisi penggunaan, penelitian ini menggunakan baseline data PNPM yang menyediakan

    daftar infrastruktur. Daftar tersebut memandu para peneliti lapangan untuk melakukan

    penggalian data mendalam untuk menemukan infrastruktur yang masih berfungsi dan yang

    rusak dan tak lagi digunakan. Untuk infrastruktur yang masih berfungsi, observasi lebih jauh

    dilakukan untuk melihat pemanfaatan, termasuk juga regularitas dalam pemanfaatan

    tersebut, dan sejauh mana infrastruktur itu menyediakan kebutuhan dasar bagi warga.

    (b) Pada infrastruktur yang berfungsi, penelitian ini juga mengevaluasi peran warga dalam

    memelihara infrastruktur, termasuk keberlanjutan institusi warga dan kapasitas warga

    untuk memanfaatkan dan memelihara infrastruktur.

    1.3.2 Studi Kasus Kualitatif (Qualitative Case Studies)

    Kerangka studi untuk mengevaluasi efek dari intervensi lanjutan di area perkotaan terhadap

    kehidupan penerima manfaat memerlukan metode yang memungkinkan peneliti untuk

    mengumpulkan data mengenai perspektif dan pengalaman dari sisi warga penerima manfaat.

    Penelitian ini, karenanya, menggunakan metode studi kasus kualitatif untuk menjawab

    pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas. Pendekatan ini memungkinkan kami untuk

    mengembangkan deskripsi tekstual yang kaya dan mendalam tentang bukti bahwa penerima

    manfaat merasakan manfaat dari program, efek yang mereka rasakan, serta pendapat mereka

    tentang program tersebut.

    masyarakat dan menyusun rencana spasial kelurahan atau RPLP (Rencana Penataan Lingkungan Perumahan).

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    6

    1.3.2.1 Lokasi Penelitian

    Sesuai dengan saran yang disampaikan dalam kerangka acuan (TOR), studi ini dilakukan di tiga

    kota (dua kelurahan di tiap kota), yaitu Banjarmasin, Yogyakarta, dan Bima. Di Banjarmasin dan

    Yogyakarta, kami memilih dua kelurahan berdasarkan kriteria: proporsi rumah tangga miskin,

    tipe intervensi (PLPBK dan showcase)2, dan ragam infrastruktur yang dibangun. Sementara itu,

    di Bima, pemilihan kelurahan didasarkan pada proporsi jumlah rumah tangga miskin dan

    frekuensi terjadinya bencana.

    Penelitian ini menggunakan data dari database program atau sistem informasi manajemen

    (management information system, MIS) yang disediakan oleh program sebagai basis data untuk

    memilih calon-calon kelurahan. Finalisasi pemilihan dua kelurahan di tiap kota dilakukan

    setelah proses validasi di lapangan.

    Berdasarkan kriteria dan proses, studi ini memilih enam kelurahan berikut ini: Gowongan dan

    Suryatmajan di Yogyakarta, Alalak Selatan dan Melayu di Banjarmasin, serta Santi dan Pane di

    Bima.

    Gambar 1 Lokasi Studi Kasus

    2 PLPBK merupakan skema penataan kawasan kumuh berbasis komunitas yang didanai oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat menentukan kelurahan-kelurahan yang menerima program PLPBK. Showcase adalah program pengembangan permukiman tambahan yang didanai pemerintah pusat untuk menciptakan praktik-praktik baik dari program. Lokasi dari intervensi program ini pun ditentukan oleh pemerintah pusat.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    7

    Menimbang keterbatasan waktu dan anggaran, di setiap kelurahan yang dipilih, studi ini

    memilih kembali area-area yang menerima tipe dan skema proyek infrastruktur yang berbeda.

    Detail informasi tentang lokasi penelitian dirangkum dalam Tabel 1 di bawah ini.

    Tabel 1 Lokasi Penelitian

    No Lokasi Kelurahan Kota Skema Intervensi Tahun

    1 PLPBK Gowongan Gowongan Yogyakarta Scale-up PLPBK 2015-

    2016

    2 Showcase Gowongan Showcase 2018

    3 Suryatmajan Suryatmajan Scale-up PLPBK 2015

    4 Showcase Alalak Selatan Alalak Selatan

    Banjarmasin Showcase 2018

    5 PLPBK Lanjutan Alalak Selatan Scale-up PLPBK 2015

    6 (Anggaran Sisa) Showcase

    Alalak Selatan

    Showcase 2018

    7 Kampung Melayu Melayu Kolaborasi 2016

    8 Pane 2017 Pane Bima PRBBK 2017

    9 Pane 2018 PRBBK 2018

    10 Santi 2017 Santi PRBBK 2017

    11 Santi 2018 PRBBK 2018

    1.3.2.2 Metode Pengumpulan Data

    Metode pertama adalah transek. Transek (transect walk) merupakan penelurusan (jalan kaki)

    sistematis di wilayah studi atau proyek yang dilakukan bersama dengan warga lokal untuk

    mengeksplorasi kondisi infrastruktur-infrastruktur yang dibangun—melalui observasi,

    bertanya, mendengarkan, melihat, dan membuat diagram transek. Penelitian ini menggunakan

    transect walk untuk mendapatkan gambaran awal mengenai area yang diteliti. Metode ini juga

    digunakan untuk mendeskripsikan dan menunjukkan lokasi dan distribusi infrastruktur. Transek

    dilakukan pada fase awal pengumpulan data lapangan.

    Metode kedua adalah observasi. Metode ini digunakan untuk mengalami dan mengamati secara

    langsung keberfungsian dan pemanfaatan infrastruktur. Peneliti mengobservasi lokasi dan

    infrastruktur yang dibangun pada waktu yang berbeda untuk melihat frekuensi akses atau

    penggunaan infrastruktur dan pengguna infrastruktur tersebut.

    Metode ketiga adalah wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai metode

    utama dalam pengumpulan data. Wawancara kualitatif umumnya diartikan sebagai percakapan

    dengan tujuan dan metode yang bersifat fleksibel. Wawancara memberikan kesempatan bagi

    pewawancara untuk secara spontan, tetapi natural menyelidiki isu-isu yang dicari. Secara

    khusus, studi ini menggunakan tiga jenis wawancara.

    (a) Wawancara dengan informan kunci. Metode ini digunakan untuk menangkap informasi

    awal mengenai program yang dilaksanakan. Informan kunci yang diwawancarai meliputi

    pejabat pemerintah daerah, lurah, fasilitator, dan tokoh masyarakat setempat. Secara

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    8

    khusus, peneliti mewawancara koodinator BKM dan fasilitator untuk menggali data

    mengenai gambaran secara keseluruhan dari pelaksanaan program, untuk mendapatkan

    gambaran tentang proses program tersebut menghasilkan capaian (outcome), serta

    mengidentifikasi tantangan dan peluang yang dihadapi. Pada tingkat masyarakat, peneliti

    mewawancara tokoh masyarakat (termasuk ketua RT/RW) untuk mendapatkan informasi

    menyeluruh mengenai pemanfaatan infrastruktur, distribusi akses atas infrastruktur di

    antara warga, dan kapasitas warga serta institusi yang membentuk dan mendorong

    pemanfaatan (dan kemudian capaian) infrastruktur. Wawancara pada level masyarakat

    juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai partispasi masyarakat,

    transparansi, serta akuntabilitas (program) pada tingkat kelurahan.

    (b) Wawancara dengan warga di area program (yang ditata) dan di luar area program.

    Wawancara terutama dilakukan dengan warga di area-area yang sudah diintervensi

    (upgraded) untuk mendapatkan informasi mengenai pengalaman mereka dalam

    menggunakan infrastruktur, pengalaman selama proses implementasi program, dan

    efeknya. Efek dari program rehabilitasi permukiman ini dijabarkan dari sisi keamanan,

    hubungan sosial, dan kebanggaan (perasaan menjadi bagian dari masyarakat perkotaan

    yang lebih luas dan perasaan menjadi warga yang mirip dengan warga kota lainnya) serta

    untuk menggali data mengenai pengalaman mereka selama proses implementasi program

    penataan kawasan kumuh. Kelompok masyarakat yang diwawancara berasal dari beragam

    latar belakang termasuk (a) mereka yang memiliki/tidak memiliki akses terhadap

    infrastruktur; (b) ragam akses atas ragam infrastruktur; (c) kelompok masyarakat yang

    mengakses infrastruktur yang dilihat dari sisi gender, usia, dan status sosial ekonomi.

    (c) Wawancara kelompok masyarakat. Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi

    mengenai program penataan kawasan kumuh dari sudut pandang warga secara kolektif.

    Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi secara keseluruhan

    mengenai program rehabilitasi dari sisi akses atas layanan dasar (infrastruktur) dan

    kepuasan mereka sebagai masyarakat penerima manfaat program. Studi ini juga

    menggunakan metode ini untuk mengklarifikasi proses perihal cara hasil-hasil tertentu

    dicapai oleh program berdasarkan perspektif warga secara kolektif. Untuk menghindari

    dominasi beberapa orang dalam kelompok, studi ini melakukan wawancara kelompok

    secara terpisah terutama antara kelompok perempuan dan laki-laki.

    Menimbang bahwa studi evaluasi ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil dan efektivitas dari

    program PNPM Perkotaan pada periode perpanjangan, dalam studi ini kami pun menggunakan

    pendekatan sebelum dan sesudah (program) dalam mendesain pertanyaan-pertanyaan

    wawancara. Lebih jauh, dalam melakukan wawancara tentang hasil dan mekanisme, penelitian

    ini memisahkan hasil program periode 2015-2018 (periode perpanjangan) dan sebelum 2015

    (2012-2014).

    Untuk memastikan validitas metode, kami melakukan triangulasi dari sisi metode dan sumber

    informasi. Para peneliti menelisik jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sama dengan

    menggunakan metode yang berbeda: observasi, wawancara, dan penggalian data sekunder.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    9

    Para peneliti juga mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sama pada beberapa

    informan yang berbeda (warga, pejabat di pemerintah lokal, dan di antara warga itu sendiri).

    Peneliti lapangan kami terdiri dari para peneliti yang memiliki pengalaman dalam melakukan

    studi kualitatif dengan kombinasi gender serta latar belakang pendidikan dan pengalaman dari

    sisi sosial dan perencaaan kota. Setiap tim terdiri dari tiga peneliti yang melakukan penggalian

    data di dua kelurahan di satu kota. Data lapangan dikumpulkan selama 18 hari, dari 4 sampai

    22 Februari 2019. Secara total, tim kami melakukan wawancara dengan 144 informan dari

    berbagai latar belakang gender, kelompok (petugas/pejabat, informan kunci, warga di area

    program, dan warga di luar area program). Terdapat 65 informan perempuan dan 79 informan

    laki-laki yang diwawancara di enam kelurahan.

    1.4 Struktur Laporan

    Laporan ini dibagi ke dalam enam bab. Bab pertama mendeskripsikan latar belakang, tujuan,

    dan metode penelitan.

    Bab kedua menjelaskan temuan dari penelitian dalam menjawab pertanyaan penelitian

    pertama. Bab ini mendiskusikan fungsi infrastruktur dan efek dari hasil program PLPBK

    terhadap dimensi intangible dari kehidupan warga seperti hubungan sosial dan integrasi

    mereka dengan warga di luar kawasan kumuh. Ia juga meliputi efek positif dan negatif dari

    dimensi intangible ini terhadap kehidupan warga.

    Bab tiga menjelaskan cara beberapa hasil dari program itu dicapai. Bab ini menjelaskan proses

    dan mekanisme program PLPBK di tiga level, yaitu program, institusi warga, dan lingkungan

    kebijakan pendukung (enabling policy environments).

    Bab empat mendiskusikan efek dari program pengurangan risiko bencana (PRBBK) dalam

    mengurangi risiko bencana banjir yang dialami warga di kota Bima. Hal ini meliputi terbatasnya

    efek program dalam membangun kapasitas dan resiliensi warga di daerah terdampak banjir

    dalam melakukan mitigasi bencana. Bab ini juga mendiskusikan proses mekanisme PRBBK yang

    menghasilkan dampak yang hanya terbatas pada membangun kapasitas warga dalam

    manajemen risiko bencana.

    Bab lima fokus pada evaluasi atas pemeliharaan infrastruktur yang dibangun pada periode

    2012-2014. Bagian ini juga mengidentifikasi beberapa infrastruktur yang banyak digunakan,

    yang kurang digunakan, atau bahkan tidak digunakan sama sekali. Bagian ini menekankan

    bagaimana institusi warga dapat berkontribusi pada pencapaian hasil yang berbeda terhadap

    keberfungsian dan pemanfaatan infrastruktur.

    Bab terakhir adalah review atas keseluruhan pertanyaan penelitian dan menyampaikan

    kesimpulan mengenai hasil dari program dan proses pencapaian hasil tersebut. Bagian ini juga

    menyajikan beberapa isu dan saran untuk meningkatkan program.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    10

    B A B 2

    E F E K P R O G R A M P E N A T A A N K A W A S A N

    K U M U H

    Bab kedua ini mendiskusikan temuan-temuan penelitian yang menjawab pertanyaan pertama

    tentang fungsi dan pemanfaatan infrastruktur penataan kawasan kumuh dari perspektif warga

    di area yang telah diintervensi. Bab ini juga mengelaborasi efek lebih jauh dari pemanfaatan

    infrastruktur terhadap dimensi intangible dari kehidupan warga. Bagian pertama bab ini

    menjelaskan temuan dari sisi fungsi dan pemanfaatan infrastruktur yang dibangun untuk

    pengurangan genangan air dan polusi serta dalam peningkatan akses dan konektivitas warga

    (dimensi tangible). Bagian kedua mendiskusikan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi

    serta efek positif dan negatif dari pembangunan infrastruktur di satu area prioritas terhadap

    dimensi intangible dari kehidupan warga di area intervensi program.

    2.1. Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur

    2.1.1 Fungsi dan Pemanfaatan Infrastruktur yang Dibangun pada Program PNPM

    Perkotaan Periode Perpanjangan

    Di semua lokasi studi, warga menggunakan dana dari program untuk membangun infrastruktur

    yang relatif sama yang terdiri dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL), perbaikan jalan, serta

    rehabilitasi drainase dan saluran limbah, penyediaan MCK, dan rehabilitasi rumah-rumah

    warga. Kegiatan terakhir dapat ditemukan di Yogyakarta dan Banjarmasin.

    Infrastruktur-infrastruktur tersebut ada yang dibangun secara terintegrasi di satu area prioritas,

    ada pula yang dibangun tersebar di beberapa area. Infrastruktur yang dibangun di satu area

    Area yang ditata di Alalak Selatan. Foto oleh Faisal S.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    11

    prioritas memiliki efek lanjutan yang akan dijelaskan pada bagian 2.2. Bagian ini akan fokus

    pada efek tangible dari infrastruktur baik yang dibangun secara terintegrasi maupun yang

    tersebar di beberapa area.

    Secara umum, penelitian ini menemukan dua kategori infrastruktur yaitu infrastruktur yang (i)

    berfungsi dan digunakan dengan baik; serta (ii) infrastruktur yang tidak berfungsi dan/atau

    tidak digunakan semestinya (lihat Tabel 2). Suatu infrastruktur masuk pada kategori pertama

    ketika infrastruktur berfungsi dan (jika berada dalam kondisi layak) dimanfaatkan secara reguler

    oleh warga. Infrastruktur pada kategori kedua adalah infrastruktur yang tidak digunakan oleh

    warga karena ia tidak berfungsi atau karena alasan lain. Keberfungsian suatu infrastruktur

    berkaitan dengan kerusakan sebagian atau keseluruhan dari bangunan atau sistem yang tidak

    berjalan seperti yang diharapkan. Misalnya, tidak tersedianya air pada toilet yang sudah

    dibangun. Isu-isu lain berkaitan dengan faktor-faktor lebih luas yang ada pada warga atau

    perencanaan program yang berujung pada tidak atau kurang digunakannya infrastruktur yang

    dibangun.

    Studi evaluasi ini menemukan fakta bahwa program telah berhasil meningkatkan akses jalan dan

    konektivitas, merehabilitasi drainase, saluran limbah, dan sanitasi. Infrastruktur-infrastruktur ini

    bukan hanya berfungsi dengan baik tapi juga digunakan oleh warga. Namun, program ternyata

    belum berhasil meningkatkan akses warga terhadap sistem pengelolaan sampah dan terhadap

    area publik (public spaces) yang memadai. Warga tidak menggunakan area publik, taman,

    gudang, dan gerobak sampah. Penjelasan lebih jauh mengenai fungsi dan penggunaan

    infrastruktur, termasuk mengenai siapa saja yang mengaksesnya, akan dielaborasi pada bagian

    berikutnya.

    Tabel 2 Data Ringkas Mengenai Penggunaan Infrastruktur

    No Infrastruktur Lokasi Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan Warga

    Lokasi Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak Digunakan

    1 Jalan di permukiman (jalan di pinggir sungai, titian ulin, dan gang)

    Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)

    Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)

    Kampung Melayu (PLPBK 2015-2016 dan kolaborasi 2016)

    Alalak Selatan (PLPBK 2015-2016 dan dana sisa Showcase 2018)

    Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    Alalak Selatan (Showcase 2018)

    2 Drainase Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan showcase 2018)

    Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)

    Alalak Selatan (Showcase 2018)

    Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    12

    No Infrastruktur Lokasi Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan Warga

    Lokasi Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak Digunakan

    3 IPAL Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)

    Pane (PRBBK 2017)

    Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)

    Alalak Selatan (Showcase 2018)

    Pane (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    4 MCK/WC Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)

    Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)

    Alalak Selatan (Showcase 2018 dan dana sisa Showcase 2018)

    Santi (PRBBK 2017)

    5 Septic tank Alalak Selatan (dana sisa program Showcase)

    Santi (PRBBK 2017 dan PRBBK 2018)

    6 Pipa air bersih Santi (PRBBK 2017)

    7 Sumber air bersih Pane (PRBBK 2017)

    8 Pagar Kampung Melayu (PLPBK 2015-2016 dan Kolaborasi 2016)

    9 Talud Pane (PRBBK 2017 and PRBBK 2018)

    10 Gerobak sampah Alalak Selatan (PLPBK 2015-2016)

    Gowongan (Showcase 2018)

    11 Sumur resapan Pane (PRBBK 2017)

    12 Ruang terbuka hijau Gowongan (PLPBK 2015-2016 dan Showcase 2018)

    13 Balai pertemuan Suryatmajan (PLPBK 2015-2016)

    2.1.2 Infrastruktur yang Berfungsi dan Digunakan oleh Warga

    2.1.2.1 Peningkatan Fungsi dan Penggunaan Jalan Permukiman

    Salah satu jenis infrastruktur yang paling populer yang dibangun oleh program PNPM reguler

    adalah perluasan dan perbaikan jalan. Infrastruktur ini juga sama populernya dalam program

    PNPM periode perpanjangan. Dana dari program juga digunakan untuk memelihara dan

    memperbaiki jalan-jalan gang di permukiman termasuk pembangunan jalan baru, pelebaran,

    dan perbaikan jalan dengan menggunakan cor, serta membangun jalan permukiman dari kayu,

    dan perbaikan jalan menggunakan paving blok. Di area bantaran sungai seperti Alalak Selatan

    (Banjarmasin), dan Gowongan dan Suryatmajan (Yogyakarta), Pembangunan jalan dilakukan

    dengan cara memperlebar jalan yang memotong permukiman warga. Jalan-jalan di

    permukiman dinaikkan sehingga lebih tinggi dari pemukaan air sungai dan diratakan baik

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    13

    dengan semen (cor), kayu, aspal, maupun paving blok. Perbaikan jalan juga disertai dengan

    kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan tampilan visual dari jalan tesebut melalui pembuatan

    lukisan/ \gambar dan mural baik di jalan maupun di dinding dan pagar sepanjang jalan yang

    dibangun (lihat Gambar 2). Kegiatan ini biasa disebut dengan mempercantik (beutifikasi).

    Gambar 2 Kondisi jalan permukiman dan gang setelah intervensi program di Yogyakarta (kiri) dan Bima (kanan)

    Foto oleh Yulia Indri Sari (kiri) and Nofalia N. (kanan)

    Berdasarkan observasi dan wawancara dengan para pengguna jalan, kami menemukan bahwa program telah berhasil meningkatkan kondisi jalan dan membuatnya berfungsi lebih baik. Sebelum perbaikan, kondisinya sangat buruk; jalan tersebut hanya berupa jalan berlumpur, titian kayu yang sudah lapuk, jalan yang berlubang atau terkikis yang membuatnya tidak nyaman dan tidak aman untuk digunakan. Beberapa jalan memiliki posisi lebih rendah dari saluran air sehingga ketika hujan tergenang, berlumpur, dan kotor. Perbaikan jalan di Alalak Selatan, misalnya, dilakukan dengan cara memperlebar dan meratakan jalan menggunakan paving blok, sehingga membuat jalan lebih rata dan tidak berlumpur ketika hujan. Pengguna jalan mengatakan bahwa sekarang mereka merasa lebih nyaman menggunakan jalan tersebut. Contoh tahapan perbaikan kondisi jalan dapat dilhat pada Gambar 3.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    14

    Gambar 3 Proses perbaikan jalan permukiman di Alalak Selatan, Banjarmasin

    Foto diambil dari dokumentasi fasilitator kelurahan, Banjarmasin

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    15

    Perbaikan fungsi jalan diikuti dengan penggunaan

    jalan yang lebih baik. Program ini telah berhasil

    membuka akses jalan untuk pengguna yang lebih

    luas—terutama pengguna sepeda motor dan mobil

    yang tinggal di area permukiman maupun mereka

    yang berasal dari luar. Perbaikan jalan tidak hanya

    menghubungkan antarsatu RT dengan RT lainnya,

    tapi juga membuka akses warga ke kota. Di Santi

    (Bima) dan Gowongan (Yogyakarta), pembangunan

    jalan selebar 2,5-3 meter telah membuka akses baru

    bagi pengguna kendaraan bermotor menuju jalan

    protokol. Sebelumnya, warga mengalami kesulitan

    untuk mengakses jalan tersebut dengan

    menggunakan kendaraan. Sekarang, jalan tersebut

    telah digunakan secara luas oleh warga (jalan kaki)

    maupun pengguna kendaraan. Di Banjarmasin,

    pembangunan jalan terutama ditujukan untuk

    menghubungkan satu RT dan RT lain dengan

    menggunakan sepeda motor.

    Warga di Gowongan, Yogyakarta, secara khusus

    merasakan manfaat dari perbaikan jalan dari segi

    meningkatnya konektivitas tempat mereka tinggal

    dengan area lain yang lebih luas. Dana PLPBK 2015-

    2016 telah berhasil membuka akses bagi warga yang

    tinggal di bantaran sungai menuju jalan utama (Jalan

    Kleringan) yang mengarah ke pusat kota (Malioboro)

    dan menuju beberapa pusat layanan publik seperti

    puskemas, sekolah, serta pertokoan. Jalan tersebut

    juga telah membuka akses bagi para pengguna

    sepeda motor dan mobil menuju ke area bantaran

    sungai. Sebelum jalan tersebut diperbaiki, warga

    harus melalui jalur yang curam menuju ke pusat

    kota. Becak apalagi motor tidak bisa masuk ke area

    bantaran sugai karena jalur sepanjang bantaran

    sungai masih sempit (lebar kurang dari satu meter).

    Karenanya, pada saat itu, sangat sulit bagi warga

    untuk membawa barang dagangan mereka

    (merchandise) ke daerah Malioboro untuk dijual.

    Program PNPM Perpanjangan, dalam hal ini, telah

    membantu memenuhi kebutuhan warga atas jalan

    yang lebih lebar. Sekarang, warga dapat dengan

    mudah membawa barang dagangan mereka

    (merchandise) ke area Malioboro, mereka pun dapat

    membeli peralatan rumah tangga dengan ukuran

    Kotak 1: Berjalan dengan nyaman di

    Suryatmajan

    Di Suryatmajan, sebelum adanya program

    penataan, jalan di permukiman hanya

    memiliki lebar satu sampai satu setengah

    meter dengan permukaan paving blok yang

    rusak. Banyak warga menggunakan jalan ini

    sebagai ‘dapur’ di mana mereka mencuci dan

    menyimpan peralatan dapur sehingga

    membuat jalan menjadi kian sempit, kotor,

    dan tidak nyaman digunakan.

    Melalui program PNPM Perpanjangan, jalan di

    permukiman di sepanjang pinggiran sungai

    yang dikenal dengan Pedrestrian Code

    Gumreget (PCG), diperlebar menjadi tiga

    meter dengan memangkas beberapa rumah

    yang ada di pinggir jalan. Selain itu,

    permukaan jalan dinaikan setinggi sekitar 60

    cm untuk menyesuaikan dengan ketinggian

    talud. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki

    fungsi saluran pembuatan limbah cair ke

    sungai. Sebelumnya, posisi pipa pembungan

    lebih tinggi dari permukaan jalan sehingga

    mengakibatkan munculnya genangan air.

    Permukaan PCG dibuat dari batu candi

    sementara pagar pembatas setinggi 1.5 meter

    dibuat dari material seperti marmer. Sisi

    kanan dan kiri jalan dihias dengan pot-pot

    bunga; beberapa ornament lain juga dipasang

    untuk meningkatkan kesan artisitk di

    sepanjang PCG. Di sana terdapat pula dua

    spot untuk swafoto (selfie).

    Warga sepakat untuk menggunakan PCG

    hanya bagi para pejalan kaki dan tidak

    memperbolehkan kendaraan bermotor untuk

    lewat. Berdasarkan observasi dan interview

    dengan warga, area PCG ramai digunakan

    oleh warga terutama di pagi dan sore hari.

    Pada pagi hari, para pamnula berjalan di area

    dan di sore hari anak-anak ramai bermain di

    sana. Orang-orang yang berkumpul di PCG

    berasal dari area program dan luar are

    program.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    16

    relatif besar seperti lemari dan kulkas. Jalan yang sudah diperbaiki pun telah membuka peluang

    bagi para pelaku usaha transportasi online—para penjual makanan bisa menggunakan layanan

    pengiriman barang berbasis aplikasi untuk mengirimkan barang dagangan (atau barang-barang

    lainnya) mereka.

    Perbaikan jalan di kelurahan Suryatmajan, Yogyakarta, telah membuka akses yang lebih baik

    terutama bagi para orang tua dan anak-anak. Kelompok-kelompok rentan ini mendapatkan

    manfaat lebih dari perbaikan jalan. Jalan yang telah diperbaiki ditujukan hanya untuk pejalan

    kaki saja dan waga pun bersepakat untuk tidak mengizinkan para pengguna sepeda motor

    untuk menggunakan jalan tersebut. Manfaat jalan bagi para orang tua (manula) dan anak-anak

    dapat dilihat di Kotak 1.

    Peningkatan fungsi jalan telah meningkatkan keamanan para pejalan kaki. Peningkatan yang

    dimaksud terutama dirasakan oleh warga di Kampung Melayu, Banjarmasin. Setelah perbaikan

    titian ulin dan pemasangan pagar di bantaran sungai, warga menjadi merasa lebih aman ketika

    mereka berjalan atau mengendari sepeda motor di titian tersebut. Sebelum dilakukan

    perbaikan, titian ulin telah rusak cukup parah, beberapa bagian permukaan kayunya

    mengelupas, dan beberapa paku bahkan menonjol di permukaan yang kerap melukai warga

    dan anak-anak yang lewat di titian tersebut. Para pejalan kaki dan pengguna sepeda motor yang

    melewati jalan tersebut harus sangat berhati-hati karena bisa saja mereka terjatuh dan terluka.

    Selain itu, pemasangan pagar di sepanjang titian sangat bermanfaat bagi kemanan anak-anak

    ketika mereka bermain di bantaran sungai. Pagar tesebut menjadi pembatas yang mencegah

    para pengguna jalan agar tidak terjatuh ke sungai.

    2.1.2.2 Perbaikan Jaringan Drainase

    Perbaikan jalan biasanya disertai dengan perbaikan saluran air sehingga sistem drainase pun

    menjadi lebih baik lagi. Penelitian ini menemukan fakta bahwa program telah berhasil

    memperbaiki jaringan drainase yang dapat dilihat dari berkurangnya genangan air ketika hujan

    turun.

    Sebelum perbaikan dilakukan, warga mengatakan banyak masalah pada saluran drainase

    terutama ketika hujan lebat turun atau (di Banjarmasin) ketika sungai meluap. Warga biasanya

    menceritakan masalah darainase ini dengan menggambarkan kondisi yang kotor dan

    berlumpur di sekitar area permukiman, banyak genangan air, dan ketika hujan turun, air surut

    sangat lambat. Pada saat itu, air hujan tidak bisa dibuang langsung ke sungai karena drainase

    mampat atau terbendung oleh aliran sungai yang pada akhirnya menghasilkan genangan air di

    area permukiman. Ketika hujan turun lebat, limpasan air dapat menggenangi area permukiman

    bahkan masuk ke rumah-rumah warga. Di Banjarmasin, masalah genangan air bukan hanya

    disebabkan oleh hujan, tetapi terutama disebabkan oleh air sungai yang pasang yang terjadi

    setiap petang. Limpasan air biasanya membawa banyak sampah dari sungai ke jalanan.

    Secara umum, setelah perbaikan dilakukan, warga di area intervensi program mengatakan

    bahwa saat hujan lebat turun, jalan-jalan di permukiman tidak lagi tergenang dan berlumpur.

    Jalan tetap kering, aman, dan nyaman untuk digunakan. Air hujan yang turun dapat langsung

    memasuki saluran air dan mengalir lancar menuju sungai. Ketika hujan, air pun surut dengan

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    17

    cepat. Efek dari rehabilitasi saluran air kerap digambarkan oleh warga dengan

    membandingkannya dengan waktu sebelum dilakukan perbaikan. “Dulu ketika hujan, jalan

    menjadi basah, berlumpur, dan tidak enak dilihat; tapi sekarang, air mengalir dengan lancar.

    Bagus”.

    Secara khusus, di Yogyakarta, program telah berhasil meningkatkan kondisi jaringan drainase

    dengan memisahkan saluran air hujan (SAH) dengan saluran air limbah (SAL), mengganti pipa-

    pipa dengan pipa-pipa yang lebih lebar, menata ulang kemiringan saluran air dan hubungan

    antarsaluran yang melewati rumah-rumah warga. Perbaikan juga telah berhasil mengurangi

    genangan air bahkan ketika hujan lebat turun selama lebih dari tiga jam.

    Di Bima, dana program digunakan untuk memperlebar saluran drainase dan menutup saluran

    untuk menghindari masuknya sampah ke saluran air. Perbaikan ini telah berhasil mengurangi

    genangan air ketika hujan. Sebelumnya, air limbah dari rumah warga menggenang di halaman

    karena saluran air yang terlalu kecil, permukaan yang terbuka (sehingga sampah masuk), serta

    saluran yang mampat. Selain itu, karena rumah-rumah warga posisinya lebih rendah dari jalan,

    ketika hujan turun, air hujan kerap menggenang di halaman rumah warga dan menciptakan

    genangan-gengangan air yang membuat warga merasa sangat tidak nyaman. Dalam kondisi

    tersebut, warga harus membersihkan drainase menggunakan tongkat kayu panjang untuk

    membuat air mengalir lebih cepat. Ojek dan pedagang keliling enggan untuk masuk ke area

    tersebut karena mereka sudah tahu bahwa area tersebut kotor dan berlumpur.

    Lebih jauh, di Bima, program menggunakan sistem drainase tertutup dan ini berhasil

    memperbaiki tampilan visual dari permukiman warga. Selain itu, pagar dan dinding sekitar

    permukiman pun dicat warna-warna yang menarik. Warga pun menyimpan bunga di sekitarnya

    (lihat Gambar 4).

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    18

    Gambar 4 Setelah saluran drainase ditutup, warga menggunakan bagian atas drainase untuk menyimpan pot-pot bunga.

    Foto oleh Panji Ardiansyah

    Di Banjarmasin, genangan air bukan hanya disebabkan oleh hujan, tetapi juga oleh pasang air

    sungai. Karenanya, perbaikan drainase dilakukan dengan cara menaikkan tinggi permukaan

    jalan dan jembatan sekitar 20 cm di atas permukaan sungai. Berdasarkan observasi dan

    wawancara dengan warga, perbaikan ini telah berhasil mengatasi masalah air pasang. Saat ini,

    tidak ada lagi genangan air di jalan (Gambar 5).

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    19

    Gambar 5. Kondisi jalan sebelum dan sesudah hujan

    Foto oleh Bewanti Dahani

    2.1.2.3 Peningkatan Fungsi dan Pemanfaatan Instalasi Pengolah Limbah dan MCK

    Pada semua kasus yang diteliti, dana PNPM digunakan untuk memperbaiki sistem pengolahan

    air limbah rumah tangga (dan dengan demikian membantu mengurangi polusi air) melalui

    penyediaan instalasi pengolah limbah seperti biofilter septic tank dan pemasangan pipa

    pembuangan. Instalasi pengolah limbah berfungsi untuk mengolah limbah rumah tangga dari

    bentuk padat dan bau menjadi air yang lebih bersih dan tidak bau sehingga tidak berdampak

    buruk bagi lingkungan.

    Penelitian ini menemukan fakta bahwa di semua kasus yang diteliti penyediaan instalasi pengolah

    limbah telah berfungsi dengan baik dalam mengurangi polusi yang disebabkan oleh limbah

    rumah tangga yang berasal dari toilet. Sebelum tersedianya pengolah limbah cair, warga

    biasanya membuang limbah toilet, baik dalam bentuk padat maupun cair, melalui saluran

    drainase yang buruk (salurannya kecil dan terbuka) atau membuangnya langsung ke sungai.

    Pada saat itu, warga mengatakan bahwa saluran pembuangan sering mampat, kondisi sungai

    kotor dengan limbah padat dari toilet, dan sangat bau. Salah seorang warga misalnya

    mengatakan, “Dulu di sini sangat bau (menunjuk ke arah area dekat sungai), sekarang tidak

    lagi, Anda tidak mencium bau kotoran lagi”. Berdasarkan wawancara dan observasi, meskipun

    bau tersebut tidak seluruhnya hilang, instalasi pengolah limbah telah mengurangi polusi di

    sungai karena sebelum dibuang, limbah telah melalui proses penyaringan sehingga limbah

    berbentuk air yang relatif jernih (Gambar 6).

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    20

    Gambar 6 Limbah air menjadi lebih bersih di Gowongan, Yogyakarta

    Foto oleh Aprilia Ambarwati

    Perbaikan sistem pengolahan limbah cair juga disertai dengan penyediaan atau renovasi MCK—

    baik yang semi komunal maupun milik individu—di Yogyakarta (Gowongan dan Suryatmajan)

    dan Banjarmasin (Alalak Selatan). Namun, MCK tidak dibangun di semua lokasi studi, terutama

    di Bima. Di Bima, hanya ada satu MCK yang diperbaiki pada 2017 berhubung fasilitas tersebut

    telah rusak sebagai dampak perbaikan jalan. Kebanyakan MCK dibangun menggunakan dana

    PNPM Perkotaan periode sebelumnya. Di Yogyakarta, MCK digunakan bersama-sama oleh

    beberapa keluarga. Di Banjarmasin, MCK merupakan WC milik perseorangan—dengan septic

    tank yang dipakai secara komunal—dan terutama digunakan untuk mandi dan toilet.

    Studi ini menemukan perbedaan aspek fungsi dari MCK antara MCK di Yogyakarta dan di

    Banjarmasin. Berdasarkan observasi, MCK di Yogyakarta memiliki kondisi relatif bagus dan

    berfungsi dengan baik. Terdapat ruangan yang terpisah untuk mencuci dan dan untuk

    mandi/toilet. Pencahayaan pun berfungsi dengan baik. Air tersedia dan dapat digunakan.

    Lantainya pun tidak licin, yang menunjukkan bahwa toilet tersebut dipelihara dengan baik oleh

    penggunanya. Sementara itu, toilet di Banjarmasin memilik masalah dari segi fungsinya karena

    ia tidak dilengkapi dengan penyediaan air bersih. Ketika hendak menggunakan toilet, warga

    harus mengambil air dari Sungai Jeruju dan membawanya ke toilet.

    Studi ini juga menemukan kenyataan bahwa semua MCK komunal di Yogyakarta digunakan

    secara reguler oleh para penerima manfaat. Di Yogyakarta, warga yang tinggal di sekitar MCK

    secara rutin menggunakan MCK untuk mandi, mencuci, dan buang hajat. Toliet-toilet tersebut

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    21

    biasanya ramai di waktu pagi dan malam. Di waktu pagi, para perempuan menggunakan MCK

    untuk mencuci pakaian dan mencuci peralatan dapur. Warga di sana juga memiliki peraturan

    yang jelas dalam hal pemeliharaan MCK. Beberapa pengguna memilih untuk membersihkan

    MCK sendiri, setiap rumah tangga membersihkan MCK sekali dalam sepekan. Sebagian lain

    memilih untuk membayar seseorang untuk membersihkan MCK. Penjelasan lebih jauh tentang

    aspek pemeliharan MCK didiskusikan pada Bab 5.

    Hal seperti ini juga terjadi di Banjarmasin. Meskipun air tidak tersedia, warga menggunakan

    toilet berdasarkan fungsinya. Dahulu, warga hanya memiliki toilet yang dapat dikatakan

    darurat. Toilet ini tidak memiliki area pembuangan khusus, bentuknya hanya berupa lubang

    tepat di atas sungai. Ketika warga buang hajat, atau kencing, kotoran atau air kencing akan

    langsung jatuh ke sungai dalam bentuk apa adanya. Ketika warga selesai buang hajat, lubang

    kecil itu akan ditutup oleh sebuah potongan papan. Pembangunan toilet pribadi telah membuat

    warga lebih nyaman. Selain itu, bentuk bangunannya pun lebih baik, permanen, dan dicat rapi

    sehingga terlihat lebih cantik (Gambar 7). Keberadaan toilet seperti ini menjadi suatu

    kebanggaan tersendiri bagi para penerima manfaat karena kebanyakan warga di area mereka

    tinggal tidak memiliki toilet sebaik yang mereka punya (akan dijelaskan lebih jauh pada bagian

    2.2.2).

    Gambar 7 Kondisi toilet sebelum dan sesudah program

    Foto oleh Faisal Setianzah

    2.1.3 Infrastruktur yang Tidak Berfungsi dan Tidak digunakan dengan Baik

    Pada bagian sebelumnya kami telah menjelaskan tipe-tipe infrastruktur—jalan, drainase, dan

    sanitasi—yang berfungsi dengan baik. Infrastruktur tersebut ternyata bukan hanya berfungsi

    dengan baik, tetapi juga digunakan secara rutin oleh para penerima manfaat. Bagian ini akan

    menjelaskan temuan penelitian terkait dua kategori infrastruktur yang tidak digunakan dengan

    baik.

    Kategori pertama adalah infrastruktur yang secara umum berfungsi dan digunakan oleh warga

    seperti dijelaskan di bagian 2.1.2 di atas. Namun, keberadaannya telah menciptakan efek yang

    tidak diinginkan terhadap para penerima manfaat. Efek tersebut dapat dihindari seandainya pada

    saat perencanaan dan desain proyek secara lebih berhati-hati memerhatikan praktik atau

    kebiasan warga lokal.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    22

    Dalam kategori ini, kami mengidentifikasi lima isu seperti diuraikan di bawah ini.

    1. Perbaikan jalan yang membuka akses bagi pengguna sepeda motor tidak

    mempertimbangkan aspek keselamatan para pengguna jalan lain, terutama orang tua dan

    anak-anak. Fungsi jalan permukiman adalah untuk meningkatkan konektivitas dari area di

    semua lokasi studi. Namun demikian, jalan tersebut tidak dilengkapi dengan tanda atau

    marka untuk para pengendara kendaraan bermotor. Di Gowongan, Yogyakarta, motor yang

    berlalu-lalang membuat banyak ibu-ibu khawatir dengan keselamatan anak-anak mereka.

    Mereka cemas karena kadang-kadang para pengendar motor memacu kendaraannya

    dengan kencang sehingga mengancam keselamatan anak-anak yang sedang berjalan atau

    bermain di sana. Pagar di jalan inspeksi di Kelurahan Santi, Bima, juga membahayakan bagi

    anak-anak (Gambar 8). Terdapat celah yang cukup lebar di antara batang pagar yang

    memungkinkan balita atau anak-anak melewatinya jatuh ke sungai.

    2. Infrastruktur titian ulin di Alalak Selatan telah menyebabkan masalah sampah yang,

    menurut penuturan warga, bisa diatasi dengan membangun siring daripada titian ulin. Area

    Alalak Selatan, terutama di RT yang dilewati oleh sungai Barito, selalu mengalami pasang

    Foto oleh Nofalia Nurfitriani

    Gambar 8. Jalan Inspeksi di Kelurahan Santi

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    23

    dan surut air sungai. Biasanya, pasang datang di sore hari selama sekitar satu sampai dua

    jam; pasang yang lebih besar datang di waktu lama selama tiga sampai empat jam.

    Terdapat pula pasang tahunan di bulan Desember dengan tinggi air yang bisa mencapai

    betis orang dewasa. Puncak pasang ini biasanya berlangsung lebih lama daripada pasang

    yang terjadi harian. Salah satu dampak dari pasang dan surut ini adalah masalah sampah.

    Ketika air surut, sampah-sampah yang terbawa dari sungai berserakan di bawah rumah-

    rumah warga dan sebagian lain berserakan di jalan utama. Menurut penuturan warga,

    pembangunan titian ulin telah memperparah masalah sampah ini karena pada waktu

    pasang banyak sampah terbawa ke darat dan tersangkut di sana. Warga berpikir bahwa

    yang mereka butuhkan adalah siring yang akan menjadi penghalang dari air sungai sehingga

    ketika pasang terjadi sampah-sampah tidak akan tersangkut di rumah atau berserakan di

    jalanan.

    3. Titian ulin telah memunculkan beban baru bagi perempuan karena mereka menjadi

    kesulitan ketika mengambil air di sungai—mereka juga harus berjalan lebih jauh untuk

    mendapatkan air. Sebelumnya, di waktu pasang, warga bisa mengambil air langsung dari

    belakang rumah mereka dan mengangkutnya ke tempat penampungan yang juga berada

    di belakang rumah. Namun, setelah titian ulin dibangun, mengambil air dari sungai menjadi

    lebih sulit dilakukan karena posisi titian lebih tinggi daripada tinggi air ketika pasang. Hanya

    terdapat satu lokasi pengambilan air yang tersisa (dengan tangga) tempat warga dapat

    mengambil air dari sungai.

    4. Pembangunan infrastruktur sanitasi tidak disertai dengan penyediaan air bersih. Dari

    semua toilet yang dibangun di Gowongan, Suryatmajan, dan Alalak Selatan, hanya toilet di

    Alalak Selatan yang tidak dilengkapi dengan fasilitas air bersih. Sistem biofilter septic tank

    dipilih dengan mempertimbangkan sungai sebagai tempat pembuangan akhir. Namun,

    fasilitator dan BKM nampaknya tidak mempertimbangkan penyediaan air bersih untuk

    toilet. Baru-baru ini, warga menggunakan air dari sungai untuk menyiram toilet.

    5. Ketinggian septic tank di Alalak Selatan tidak mempertimbangkan naiknya permukaan air

    sungai ketika pasang. Keberadaan septic tank dan toilet memang telah mengurangi volume

    limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Namun, posisi dan konstruksinya tidak

    mempertimbangkan pasang tahunan yang selalu melanda area tersebut. Akibatnya, ketika

    pasang tinggi, air membanjiri septic tank dan menghasilkan bau tak sedap.

    Kategori kedua adalah infrastruktur yang tidak digunakan, dan karenanya, infrastruktur tersebut

    kondisinya terus memburuk. Masalah ini terjadi karena proyek tidak mempertimbangkan

    kebutuhan dan kemampuan dari institusi lokal dalam menggunakan infrastruktur yang dibangun.

    Salah satu contoh dari kategori infrastruktur ini adalah balai pertemuan dan ruang terbuka

    publik (RTP) di Gowongan dan Suryatmajan, Yogyakarta. Di Suryatmajan, terdapat tiga fasilitas

    yang tidak berfungsi dengan baik yaitu RTP dan dua balai pertemuan. RTP berlokasi di gerbang

    kelurahan yang relatif jauh dari area permukiman warga. Pada awalnya, fasilitas ini ditujukan

    sebagai tempat belajar anak-anak (Area Permainan Anak atau APE) yang dilengkapi dengan

    sarana pendidikan terbuka seperti ayunan, seluncuran, dan panjatan untuk anak-anak.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    24

    Terdapat pula meja, kursi, rak buku, dan fasilitas lainnya. Sayangnya, RTP tersebut tidak

    dipelihara dengan baik. Sampah berserakan di mana-mana, buku-buku berserakan di ruangan,

    dan area tesebut kini ditumbuhi oleh rerumputan. Pagarnya pun selalu tertutup. RTP ini tidak

    digunakan karena lokasinya cukup jauh dari permukiman warga dan anak-anak lebih memilih

    bermain dan belajar di area pedestrian. Sama halnya, balai pertemuan atau balai umum dikenal

    sebagai pos monitoring dan patrol banjir, pun terlihat kumuh tak terawat. Balai ini sangat jarang

    digunakan karena warga memilih untuk berkumpul di area pedestrian. Bangunan tersebut kini

    beralih fungsi menjadi gudang penyimpanan barang-barang RW seperti meja dan kursi.

    Masalah serupa juga terjadi pada kasus fasilitas ruang terbuka hijau (RTH), yang kerap disebut

    sebagai taman di Gowongan, Yogyakarta. Taman-taman kecil di Gowongan, secara berurutan

    dibangun pada 2015 (PLPBK 2015-2016) dan 2018 (Showcase 2018), tidak memiliki fungsi dan

    kegunaan yang jelas. Berdarasarkan observasi kami, ukuran dari dua taman tersebut begitu

    kecil, hanya ditanami oleh bunga-bunga dan beberapa tanaman lain yang tidak rindang. Taman

    yang dibangun pada 2015 tersebut telah ditinggalkan begitu saja tanpa pemeliharaan dan saat

    ini kondisinya terlihat memprihatinkan. Dua taman tersebut nampak hanya sebagai penghias

    yang ditempelkan di area program. Menurut pelaksana, taman tersebut dibangun untuk

    memenuhi persyaratan tersedianya ruang publik terbuka dan untuk menurunkan indikator

    kekumuhan.

    Gerobak dan tong sampah tidak digunakan sama sekali. Sebagai contoh, delapan gerobak

    sampah di sepuluh RT di Alalak Selatan, Banjarmasin, tidak gunakan sama sekali (Gambar 9).

    KSM juga tidak mendorong pengelolaan sampah pada tingkat kelurahan. Pada akhirnya,

    gerobak-gerobak tersebut dibiarkan tak terpakai. Baru-baru ini, warga meminta bantuan dari

    pemulung untuk membuang sampah mereka ke tempat penampungan sampah yang berlokasi

    cukup jauh dari permukiman mereka. Setiap kali pemulung mengambil sampah, warga

    membayar mereka Rp2.500-Rp3.000. Selain itu, beberapa warga lain membakar sampah

    mereka di belakang rumah atau bahkan melemparkannya begitu saja ke sungai.

    Penyediaan tong sampah dengan tiga kategori—plastik, rongsokan, dan dedaunan—di

    Gowongan, Yogyakarta, pun tidak berfungsi dengan baik. Nampak jelas bahwa tong-tong

    sampah tersebut tidak pernah digunakan secara baik dan saat ini kondisinya rusak (gambar 10).

    Penyediaan tong sampah yang telah terkategorisasi dapat dilihat hanya sebagai tempelan atau

    formalitas semata dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan program. Penyediaan tong-

    tong sampah ini tidak disertai dengan program penguatan kapasitas warga untuk memilah

    sampah dan membuangnya berdasarkan tipe masing-masing. Hal ini sulit dilakukan terutama

    karena pola pengelolaan sampah ini belum dilakukan bahkan pada level kota sekalipun.

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    25

    Gambar 8 Gerobak sampah yang tidak digunakan di Banjarmasin

    Foto oleh Faisal Setianzah

    Gambar 9 Tong sampah yang tidak digunakan di Yogyakarta

    Foto oleh Yulia Indri Sari

    2.2 Integrasi Infrastruktur dan Hasil-Hasil yang Bersifat

    Intangible

    Seperti telah diuraikan secara ringkas di atas, penelitian ini menemukan fakta bahwa tidak

    semua infrastruktur dibangun di satu area prioritas. Beberapa infrastruktur masih dibangun

    secara tersebar di beberapa lokasi. Penelitian ini juga menemukan kenyataan bahwa

    infrastruktur yang dibangun di satu area prioritas yang mengindikasikan integrasi infrastruktur

    yang lebih baik terbukti memiliki efek lebih jauh yang bersifat intangible bagi kehidupan warga.

    Dalam hal ini, intervensi program telah meningkatkan rasa bangga warga yang tinggal di daerah

    kumuh (yang telah direhabilitasi), menguatkan ikatan sosial, meningkatkan kesehatan

    lingkungan, serta menyediakan tambahan pilihan penghidupan bagi warga yang tinggal di sana.

    Namun demikian, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa efek yang tak diinginkan dari

    program terutama yang berkaitan dengan munculnya potensi konflik antara warga di area

    program dengan warga di luar area program. Efek serius lainnya adalah potensi peningkatan

    harga-harga yang dapat meminggirkan kelompok-kelompok miskin yang tinggal di area

    tersebut.

    Bagian ini akan dimulai dengan penjelasan tentang integrasi infrastruktur. Setelah itu, akan

    diikuti dengan uraian tentang temuan-temuan positif maupun negatif dari penggunaan

    infrastruktur dan efek dari keberadaan infrastruktur yang dibangun terhadap dimensi

    intangible kehidupan warga.

    2.2.1 Integrasi Infrastruktur

    Integrasi berbagai jenis infrastruktur. Berbeda dengan PNPM Perkotaan reguler yang ditujukan

    untuk menurunkan kemiskinan, PNPM Perkotaan periode perpanjangan ditujukan untuk

    menata kawasan kumuh. Program perpanjangan ini menangani area kumuh melalui

    pembangunan beragam infrastruktur secara terintegrasi di satu area prioritas. Melalui skema

    PLPBK, beragam infrastruktur yang secara fungsi berkaitan satu sama lain dibangun di satu area

  • ASESMEN CEPAT IMPLEMENTASI PNPM PERKOTAAN PERIODE PERPANJANGAN

    26

    prioritas. Sementara itu, PNPM reguler, kebanyakan mengalokasikan dananya untuk

    membangun beragam infrastruktur yang tersebar di beberapa RT di satu kelurahan.

    Infrastruktur yang terintegrasi dibangun di tujuh di antara sebelas lokasi studi (Tabel 3). Di tujuh

    lokasi tersebut, beragam pembangunan dan perbaikan infrastruktur—pengolahan limbah

    rumah tangga, pelebaran dan perbaikan jalan, pembangunan pagar di bantaran sungai,

    perbaikan sistem drainase, penyediaan MCK, rehabilitasi rumah dari warga terdampak, dan

    pembangunan ruang terbuka publik—dibangun di satu area prioritas. Pembangunan

    infrastruktur juga disertai dengan kegiatan lain dengan tujuan untuk mempercantik area

    melalui pengecatan dinding di area prioritas dengan warna-warna menarik, membuat hiasan-

    hiasan yang menarik para pengunjung (termasuk dari luar), dan mendekorasi jalan-jalan

    permukiman.

    Dibanding dengan wilayah lain, integrasi infrastruktur dilakukan paling baik di Yogyakarta. Di

    kota ini, pembangunan dan pengembangan area prioritas sepanjang Kali Code dilakukan

    melalui aktivitas berikut: pelebaran dan pembangunan jalan baru (jalan inspeksi) antara sungai

    dan area permukiman; rehabilitasi rumah-rumah dari warga yang terdampak pembangunan

    infrastruktur (misalnya karena pelebaran jalan) melalui konsep M3K (mundur, munggah,

    madep kali)3; pembangunan pagar dan tanggul di bantaran sungai, pembuatan saluran terpisah

    untuk saluran limbah dan saluran air hujan, pembuatan septic tank biofilter di bawah jalan

    inspeksi, pembuatan taman, gudang, serta penyediaan fasilitas sanitasi. Rehabilitasi

    permukiman juga dilakukan melalui pengecatan, pembuatan mural, dan pemasangan beragam

    aksesoris untuk dijadikan spot untuk swafoto (selfie). Terdapat pula konsep yang jelas dari

    pengembangan area ini untuk menarik para pengunjung sekaligus sebagai tempat ketika warga

    bertemu satu sama lain.

    Meskipun tidak sebaik di Yogyakarta, program PNPM masa perpanjangan di Alalak Selatan,

    Banjarmasin, juga sudah terintegrasi. Program telah membangu