Word Anemia
-
Upload
wahyu-caesar-ramdani -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of Word Anemia
ANEMIA
REFERATANEMIA
OlehAditya JhenevelPembimbing : dr. Camelia Khoirun Nissa, Sp.PDFAKULTAS KESEHATAN DAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTABAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD SEKARWANGIANEMIA
Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah: NOKELOMPOKKRITERIA ANEMIA
1.Laki-laki dewasa< 13 g/dl
2.Wanita dewasa tidak hamil< 12 g/dl
3.Wanita hamil< 11 g/dl
Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
NoMorfologi SelKeteranganJenis Anemia
1.Anemia makrositik - normokromikBentuk eritrosit yang besar dengan konsentrasi hemoglobin yang normal Anemia Pernisiosa
Anemia defisiensi folat
2.Anemia mikrositik - hipokromikBentuk eritrosit yang kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang menurun Anemia defisiensi besi
Anemia sideroblastik
Thalasemia
3.Anemia normositik - normokromikPenghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin Anemia aplastik
Anemia posthemoragik
Anemia hemolitik
Anemia Sickle Cell
Anemia pada penyakit kronis
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).
1. HipoproliferatifHipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.
Defisiensi besiInflamasi
Fe serumRendahRendah
TIBCTinggiNormal atau rendah
Saturasi transferinRendahRendah
Feritin serumRendahNormal atau tinggi
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:1. Complete Blood Count (CBC)A. Eritrosit
a. Hemoglobin (N : 12-16 gr/dl ; : 14-18 gr/dl)b. Hematokrit (N : 37-47% ; : 42-52%)B. Indeks eritrosit
a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 90 + 8 fl)
b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 30 + 3 pg)
c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10
Hematokrit
(N: 33 + 2%)C. Leukosit (N : 4500 11.000/mm3)D. Trombosit (N : 150.000 450.000/mm3)2. Sediaan Apus Darah Tepia. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27mol/liter )b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 mol/liter)c. Feritin Serum ( N : 30 mol/liter ; : 100 mol/liter)5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
E/G ratio
Morfologi sel
Pewarnaan Fe
b. Biopsi
Selularitas
Morfologi
I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia)
II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam. III. Hitung Retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi.
Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.
RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)
Faktor koreksi untuk:
Ht 35% : 1,5Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan
IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.V. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).Anemia Defisiensi BesiAnemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain:
Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C).
Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui.
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang, menometrorraghia, hematuria, atau hemaptoe. A. Gejala Anemia defisiensi besi
Digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1. Gejala Umum anemia (anemic syndrome)
Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia defisiensi besi penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom ini tidak terlalu mencolok.
2. Gejala khas defisiensi besi, antaralain:
Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal)
Atrofi papil lidah
Cheilosis (stomatitis angularis)
Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi pembentukan web
Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidria
Kumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi papil lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly.
3. Gejala akibat penyakit dasar
Misalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colonB. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1. Kadar hemoglobin dan indek eritrosit:
Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung lama
Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinya defisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (sel cincin, sel pensil, sel target)
2. Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari: Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada pukul 8-10 pagi.
3. Penurunan kadar feritin serum
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia defisiensi besi yang paling kuat, cukup reliabel dan praktis. Angka serum feritin yang normal belum dapat menyingkirkan diagnosa defisiensi besi, namun feritin serum >100 mg/dl sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi.
4. Peningkatan protoporfirin eritrosit
Angka normalnya 100 mg/dl menunjukkan adanya defisiensi besi.
5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 g/dl), dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis.
6. Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil yang meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya. Terdapat pula mikronormoblas (sitoplasma sedikit dan bentuk tidak teratur. Pengecatan sumsum tulang dengan Prussian blue merupakan gold standar diagnosis defisiensi besi yang akan memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas yang mengandung granula feritin pada sitoplasmanya, normal 40-60%).
7. Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan feses, barium enema, colon in loop, dll.
C. DiagnosisTiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan diagnosa:
anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV