URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI...

98
URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: ZUL AMIRUL HAQ NIM: 11140480000064 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

Transcript of URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI...

Page 1: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

ZUL AMIRUL HAQ

NIM: 11140480000064

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M

Page 2: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

ii

Page 3: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

iii

Page 4: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...
Page 5: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

v

ABSTRAK

Zul Amirul Haq, NIM: 11140480000064, ”Urgensi Tugas Koordinasi

Dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Pencegahan Dan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia”, Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M. Kelahiran Lembaga Komisi Pemberantsan

Korupsi (KPK) tidak dimaksudkan untuk menangani semua perkara korupsi dan

tidak pula ditujukan untuk memonopoli penanganan perkara korupsi. Lembaga

Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) dicita-citakan sebagai lembaga trigger

mechanism dalam penanganan kasus korupsi bagi lembaga penegak hukum yang

telah ada. Dalam kerangka inilah maka Lembaga Komisi Pemberantsan Korupsi

(KPK) memiliki tugas dibidang koordinasi dan supervisi. Pasal 6 huruf a dan b

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantsan Korupsi,

mengatur tentang Fungsi koordinasi dan suprvisi tersebut. Kedua fungsi ini

memiliki kepentingan dalam penyidikan dan penyelidikan tindak pidana korupsi.

Dengan terlibatnya tiga unsur lembaga penegak hukum yakni, Kemisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia Dan

Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Namun hingga saat ini fungsi supervisi dan

koordinasi di nilai belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh Komisi

Pemberantsan Korupsi (KPK). Dari tahun ketahun Lembaga Komisi

Pemberantsan Korupsi (KPK) memiliki target yang harus dipenuhi oleh sub

bagian koordinasi dan supervisi namun demikian bagi penyidik Kepolisian dan

Kejaksaan yang menangani kasus korupsi menilai fungsi ini masih sangat jauh

dari harapan. Hal tersebut di buktikan dengan bebeapa faktor penghambat

jalannnya tugas koordinasi dan suppervisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK). Tidak optimalnya implementasi tugas koordinasi dan supervisi tersebut

mengakibatkan dampak hukum yang dapat memperhambat pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi di negara kesatuan republik indonesia. Di

mana penulis menganalisis lebih dalam berdaarkan, beberapa hasil survei dan

wawancara dengan lembaga terkait, peraturan perundang undangan yang berlaku

kemudian di korelasikan dengan teori-teori hukum yang berkaitan dengan tugas

koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga kita dapat

mengetahui pentingnya tugas koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) yang di amanahkan oleh Peraturan perundang-undangan.

Kata Kunci : Pentingnya tugas koordinasi dan supervisi KPK.

Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H

Daftar Pustaka : 1982-2017 Tahun.

Page 6: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

vi

بسم هللا الرحمن الرحيمKATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tidak terhingga peneliti panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, inayah, ksehatan dan kemudahan

maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Salawat dan salam

semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW Rasul akhir

Zaman yang selalu membimbing umatnya menuju jalan yang di Ridhoi oleh Allah

SWT.

Selanjutnya, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi

ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena peneliti yakin tanpa

bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi peneliti untuk menyelesaikan

penelitian skripsi ini. Oleh karena itu peneliti secara khusus ingin menyampaikan

terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Selaku Dekan Fakultas Syarî’ah dan

Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarîah dan Hukum

Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Selaku Ketua Program Studi

Ilmu Hukum Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program

Studi Ilmu Hukum.

3. Dr. Al Fitra, S.H., M.Hum, Dosen Penasehat Akademik Peneliti.

4. Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, motifasi, saran dan ilmunya hingga

penelitian skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri

(UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan

‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga peneliti dapat

menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm

Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm Negeri

Page 7: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

vii

Syarîf Hidâyatullâh Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda, Ust. H. Sulaiman Bin

H. Jamaluddin (Alm) teriring do’a semoga Allah memberikan sebaik-

baiknya tempat diSurganya Allah SWT, menerima amal kebaikannya dan

mengampuni semua dosa-dosanya amin. serta ibunda Hj. Nurhayati Bin H.

Fatahullah, dan kakak-kakak tercinta Ust. Gufron , Mujiburrahman, S.Ag.

MA, Ahmad Syuyuthi, SIP. M.Hum., Munawar, Sag. M.Pd dan Fa’idatul

Ma’rifah. S.Sos. Tidak lupa pula buat kakak-kakak ipar Tercinta (Kak

Rahmah, Kak Eri, Kak Diana, Kak Intan dan Kak Uun) beserta seluruh

keponakanku tersayang. yang telah mencintai saya dengan segenap jiwa

dan raga, memberikan segala yang mereka bisa, baik dorongan,

bimbingan, do’a, kasih sayang dan keteladanan hidup, kesederhanaan dan

kejujuran yang telah mereka tanamkan serta Ridho dan dukungan

merekalah saya bisa sampai seperti ini.

8. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat peneliti

berproses dan tempat peneliti menggali nilai-nilai akademisi, dan

sekaligus tempat untuk berjuang mencapai keberhasilan.

9. Terima kasih juga kepada seluruh sahabat-sahabat tercinta, yang selama

ini setia berjuang bersama, sahabat Kusem, sahabat Berpadu dan sahabat

Kalincako yang selalu bisa menjadi motivasi dan penyemangat bagi

peneliti, yang selalu menjadi teman berbagi dan bahkan teman Berproses

yang luar biasa.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan

balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 30 Mei 2018

Peneliti

Page 8: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

vi

بسم هللا الرحمن الرحيمKATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, inayah, ksehatan dan kemudahan

maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Salawat dan salam

semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW Rasul akhir

Zaman yang selalu membimbing umatnya menuju jalan yang di Ridhoi oleh Allah

SWT.

Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi

ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa

bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Selaku Dekan Fakultas Syarî’ah dan

Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarîah dan Hukum

Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Selaku Ketua Program Studi

Ilmu Hukum Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program

Studi Ilmu Hukum.

3. Dr. Al Fitra, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.

4. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, motifasi, saran dan

ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan

lancar.

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri

(UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan

‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm

Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

Page 9: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

vii

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm Negeri

Syarîf Hidâyatullâh Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah mencintai

saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala yang mereka bisa,

baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha mereka saya bisa

sampai seperti ini.

8. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis

berproses dan tempat penulis menggali nilai-nilai akademisi, dan

sekaligus tempat untuk berjuang mencapai keberhasilan.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan

balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 30 Mei 2018

Penulis

Page 10: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................. 7

1. Identifikasi Masalah .......................................................... 7

2. Pembatasan Masalah ......................................................... 8

3. Perumusan Masalah .......................................................... 8

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................... 9

1. Secara teoritis .................................................................... 9

2. Secara praktis .................................................................... 9

D. Metode Penelitian .................................................................... 10

1. Pendekatan Penelitian ....................................................... 10

2. Jenis Penelitian ................................................................ 11

3. Data Penelitian ................................................................. 12

4. Sumber Data ..................................................................... 12

5. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ........................... 13

6. Subyek Penelitian ............................................................. 14

7. Tekhnik Pengolahan Data ................................................. 14

E. Tekhnik Penulisan .................................................................... 15

Page 11: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

ix

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual ............................................................... 17

1. Pengertian Urgensi ............................................................ 17

2. Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN) ........................... 17

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ............................ 20

4. Tugas koordinasi dan supervisi Komisi pemberantasan

korupsi (KPK) .................................................................. 25

a. Tugas koordinasi ......................................................... 25

b. Tugas supervisi ........................................................... 28

B. Kerangka teori .......................................................................... 31

1. Teori Kewenangan ............................................................ 31

2. Teori Sistem Hukum (Legal System Theory) .................... 32

3. Teori Fungsional ............................................................... 34

C. Studi (riview) terdahulu ........................................................... 34

BAB III: HUBUNGAN KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN LEMBAGA

PENEGAK HUKUM LAIN MENURUT PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

A. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

dalam pencegahan dan pemberantaan Tindak Pidana

Korupsi ........................................................................... 36

B. Wewenang Polisi Republik Indonesia dalam pencegahan

dan pemberantaan Tindak Pidana Korupsi ..................... 40

C. Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia dalam

pencegahan dan pemberantaan Tindak Pidana Korupsi. 42

D. Tugas Koordinasi dan supervisi Komisi pemberantasan

korupsi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak

pidana korupsi ................................................................ 46

Page 12: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

x

BAB IV: IMPLEMENTASI FUNGSI KOORDINASI DAN SUPERVISI

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Perkembangan pelaksanna tugas koordinasi dan supervisi

Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) ................................. 51

B. Pentingnya Tugas Koordinasi Dan Supervisi Komisi

Pemberantasan Korupsi Dengan Lembaga Penegak Hukum

Lain ........................................................................................ 55

C. Faktor penghambat pelaksanaan tugas koordinasi dan

supervisi Komisi pemberantasan Korupsi ............................ 73

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 77

B. Rekomendasi ......................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 80

Page 13: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di negara kesatuan Republik

Indonesia sudah bukan lagi fenomena baru melainkan sudah menjadi salah

satu fakta yang sudah di kenal di berbagai kalangan, dan menjadi salah satu

faktor rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin terlihat Setelah rezim otoriter

dan orde baru tumbang dengan berbagai macam praktik Korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN) yang terjadi di Negara kesatuan Republik Indonesia, hal

buruk inipun semakin berakar dan berantai dalam masyarakat serta sistem

birokrasi bangsa yang berimplikasi pada rusaknya sistem ketata negaraan baik

dari pusat hingga lapisan paling bawah.1 Hal inipun menjadi salah satu

penghambat pembenahan sistem ketatanegraan di Republik ini.

Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berawal dari bahasa latin

corruptio atau corruptus (Webster student Dictionary (1960)).2 Selanjutnya

istilah ini semakin di kenal dan di digunakan di berbagai negara, termasuk

indonesia, sebagai julukan bagi mereka yang mengambil dan merusak serta

merugikan hak-hak orang lain sebagai mana yang di atur dalam Undang-

undang. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) saat ini dianggap sebagai

prilaku dan kejadian paling buruk serta tergolong dalam gejala kemerosotan

moral, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.3 Sehingga praktik

1Fathurahmanjamil, Dkk Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (Kkn) Dalam Prespektif Hukum

dan Moral Islam, Dalam Menyikap Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme di Indonesia (Yogyakarta:

Aditya Media, 1999). h. 103.

2Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005). h. 4.

3Th Sumartana, Etika Dan Penanggulangan Korupsi Kolusi Dan Nepotisme di Era

Reformasi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1999). h. 100.

Page 14: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

2

inipun di nilai sebagai produk dan relasi sosial politik dan ekonomi yang

cacat serta tidak berpihak pada manusia lainnya.

Beberapa permasalahan yang muncul dari adanya Korupsi, kolusi

dan nepotisme (KKN), menumbuhkan Semangat pemerintah untuk

menanggulangi praktik ini. Diantaranya dengan membuat peraturan khusus

dalam mencegah dan memberantas musuh besar bangsa yang sangat

merugikan keuangan negara dan perekonomian bangsa, serta menghambat

pembangunan nasional tersebut. Langkah serius ini di ambil oleh pemerintah

demi melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah

indonesia, memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia sebagai wujud dari cita-

cita luhur banga yang tertuang dalam alinea ke empat pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945, beberapa Lembaga negara baru dikenal

dengan sebutan state auxialiary organ atau state auxialiary institutions yang

dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaga negara bantu, dalam artian

lembaga negara ini hanya sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang.4

Keberadaan suatu lembaga negara untuk dapat disebut sebagai lembaga

negara tidaklah selalu harus dibentuk atas perintah Konstitusi, melainkan juga

dapat dibentuk atas perintah Undang-undang atau bahkan peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah.5 Beberapa hal tersebut muncul di

dukung dengan adanya doktrin klasik tentang pemisahan kekuasaan negara ke

dalam tiga cabang kekuasaan kini semakin berkembang, antara lain ditandai

dengan diadopsinya lembaga dan Komisi-komisi Negara yang diberikan

4Rizky Argama, Kedudukan Lembaga Negara Bantu Dalam Sistem Ketatanegaraan

Indonesia: Analisis Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Lembaga Negara Bantu.

Skripsi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2007. h. 24.

5Anastasia Sumakul, “Hubungan Dan Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan Dalam

Menangani Tipikor”, Jurnal Lex Crimen Vol. I No. 4 (Oktober-Desember 2012) h. 94.

Page 15: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

3

kewenangan untuk melaksanakan Tugas-tugas kekuasaan di Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Lahirlah beberapa peraturan terkait pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana korupsi di Inodonesia yang di awali dengan Peraturan Militer

Nomor PRT/PM/06/1957 hingga pada masa Undang-Undang yang terbaru

dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dengan dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. 6

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi membawa kemajuan terhadap peran

pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Dalam Undang-Undang tersebut

dimuat tentang peradilan khusus tindak pidana korupsi dan mengamanatkan

tentang pembentukan badan pemberantasan korupsi. Dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

tercantum dalam Pasal 43 ayat (1), yaitu : “Dalam waktu paling lambat 2

(Dua) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.7 Merujuk akan hal tersebut

Pemerintah pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuklah Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) yang merupakan badan khusus dalam menangani kasus

korupsi dan merupakan badan “super body”. Usaha penanggulangan bentuk

kejahatan tersebut sangat diprioritaskan karena korupsi dipandang dapat

mengganggu dan menghambat pembangunan nasional, mengancam

6 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Kedua, 2007), h. 22-

23.

7 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008, Cet. Kedua), h. 28.

Page 16: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

4

keseluruhan sosial, serta merusak citra aparatur yang bersih dan berwibawa

yang pada akhirnya akan merusak kualitas manusia dan lingkungannya.8

Pembaharuan dalam bidang hukum atau peraturan perundang-

undangan memang di lakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat demi

mengikuti dinamika oerkembangan zaman yang ada dengan menghadirkan

landasan yang kuat agar kesejahteraan rakyat semakin terjaga.9 Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi di mandatkan

bahwa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas

dari pengaruh kekuasaan mana pun. Kemudian Komisi pemberantasan

Korupsi (KPK) diserahi 5 (lima) tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi, yaitu:

a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi; intansi yang berwenang adalah

termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara,

inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-

Departemen.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi.

d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Undag-undang Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) di atas

menggambarkan bahwa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi

8 Widodo Tresno N, “Korporasi Sebagai Subyek Tipikor Dan Prospeknya Bagi

Penanggulangan Korupsi Di Indo-Nesia”, Jurnal Yustitia.No. 70 Media (Januari-April 2007)

Surakarta: Fakultas Hukum UNS, h. 2.

9 A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Aandemen UUD 1945,

(Bekasi: Gramata Publishing, 2016), h. 99.

Page 17: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

5

lembaga Superbody.10

sebagaimana yang di uraikan pada Pasal 6 Bagian C,

bahwa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Perlu kita perhatika bahwa Komisi

pemberantasan Korupsi (KPK) tidak didesain untuk memonopoli penanganan

perkara korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan beberapa hal,

Pertama, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menyusun jaringan

kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada

sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi

dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. kedua, tidak memonopoli tugas

dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. ketiga, bertugas

sebagai pe-micu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam

pemberantasan korupsi (trigger mechanism); dan keempat, bertugas untuk

melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam

keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh

kepolisian dan atau kejaksaan.11

Tugas koordinasi, Supervisi, penindakan,

pencegahan dan monitoring merupakan tugas-tugas yang tidak dapat

dilepaskan satu sama lain, saling berhubungan dalam pemberantasan korupsi.

Dalam hal ini, amatan publik tentunya lebih melihat Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugas dan wewenang yang di atur dalam

Undang-Undang sebagai tugas penindakan dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi, seperti koordinasi dan supervisi tidak

begitu terlihat. Padahal tugas ini merupakan tugas utama Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mendukung institusi penegak hukum

10

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Ketatanegaraan Pascaperubahan UUD 1945 Dan

Tantangan Pembaruan Pendidikan Hukum Indonesia,” (Makalah Disampaikan Pada Seminar Dan

Lokakarya Nasional Perkembangan Ketatanegaraan Pascaperubahan UUD 1945 Dan Pembaruan

Kurikulum Pendidikan Hukum Indonesia, (Jakarta, 7 September 2004), h. 7.

11

Jeane Neltje Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Tipikor”.

Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 (Maret 2007) h. 14

Page 18: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

6

lainnya seperti Kejaksaan dan Kepolisian dalam mempercepat pemberantasan

korupsi.

Tugas koordinasi serta supervisi ini tepat mendukung dibentuknya

Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mekanisme pemicu (trigger

mechanism) badan atau institusi lainnya dalam mempercepat pemberantasan

korupsi. Sebagai koordinator, tentunya koordinasi dan supervisi juga menjadi

tugas utama yang harus di perhatikan oleh Komisi Pemberantas Korupsi.

Karena jika tugas ttersebut tidak di jalankan dengan baik maka akan

berimplikasi pada terhambatnya pencegahan dan pemberantaan tindak pidana

korusi di Indonesia.

Ironinya terdapat beberapa permasalahan baru yang berkembang di

dalam tubuh lembaga superbody tersebut, yang menuaia kritik dari

masyarakat. Melalui data terbaru yang dirilis oleh pansus angket DPR

terhadap Komisi pemberantasan Korupsi (KPK). Kedudukan Komisi

Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen seakan berjalan bebas

dan lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara serta kurang

memperhatikan apa yang sudah di atur dalam Undang-undang. Hal ini sangat

mengganggu dan berpotensi terjadinya abuse of power dalam sebuah negara

hukum dan negara demokrasi sebagaimana dirumuskan dalam

Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Jika di lihat dari sudut

pandang sistem ketata negaraan, permasalahan di atas menjadi problem baru

dalam struktur kelembagaan kita pada saat ini dan berdmpak pada tidak

berjalannya secara profesional upaya penindakan, pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi di republik ini. Berbagai tugas dan

wewenag yang di amanahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi

merupakan kewenangan yang diberikan untuk mendukung dibentuknya

Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mekanisme pemicu (trigger

Page 19: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

7

mechanism) bagi institusi lainnya dalam mempercepat pemberantasan tindak

pidana korupsi.12

Banyaknya problematika yang ada di Komisi Pemberantasan

Korupsi, menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dalam skripsi yang

berjudul ”PENTINGNYA KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INONESIA”

mengingat hal tersebut menjadi bagian penting dalam pelaksanaan

pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

a. Kurangnya koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) menjadi salah satu penghambat pemberantasan korupsi, kolusi

dan nepotisme di negri ini.

b. koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) dalam

menjalankan tugas, sebagai penyidik dan penyelidik tindak pidana

korupsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, di nilia angat urgrn

dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korups.

c. Terdapat beberapa faktor penghambat pelaksanaan tugas koordinasi

dan supervisi oleh Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) dalam

menjalankan perintah Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Piana Koruosi di antaranya lemahnya

perarturan yang berlaku dan minimnya sumberdaya Manusia yang

12

Umar Sholahuddin, “Kewenangan Supervisi Kpk Dalam Pemberantasan Korupsi Di

Daerah”, Jurnal Yustitia. Vol. 1 No. 1 (April 2007) Surabaya: Universitas Muham-Madiyah

Surabaya. H. 223.

Page 20: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

8

melakukan penyidikan dan penyelidiakan terhadap indikasi tindak

pidana korupsi yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pembataan Masalah

Penulisan ini terfokuskan pada titik permasalahan, dimana

peneliti hanya menfokuskan penulisan karya tulis ilmiah ini dalam

perspektif hubungan antara komisi pemberantasan korupsi, kepolisian,

dan kejaksaan dalam menjalankan tugas koordinasi dan supervisi dalam

hal penyidikan dan penyelidikan yang berkaitan dengan pencegahan dan

pemberantasan timdak pidanan korupsi di Negara kesatuan Republik

Indonesia, dalam penulisan ini juga di uraikan hal-hal yang menjadi

faktor penghambat bagi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

menjalankan tugas koordinasi dan supervisi.

3. Perumusan Masalah

Berdaarkan latar belakang di atas maka penulis membatasi

penelitian ini ke dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana urgensi Tugas koordinasi dan supervisi komisi

pemberantasan korupsi yang di atur dalam Undang-Undang Nomor

30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi ?

b. Bagaimana hubungan Komisi Pemberantaan Korupsi dengan

lembaga penegak hukum lain dalam menjalankan tugas Koordinasi

Dan Supervisi ?

c. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas

Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantaan Korupsi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

tujuan yang dapat dihasilkan dalam penulisan ini sebagai berikut:

Page 21: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

9

a. Untuk mengetahui sistem koordinasi dan supervisi komisi

pemberantasan korupsi yang di atur dalam Undang-Undang Nomor

30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana

korupsi.

b. Untuk mengetahui hubungan Komisi Pemberantaan Korupsi

dengan lembaga penegak hukum lain dalam menjalankan tugas

Koordinasi Dan Supervisi.

c. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas

Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantaan Korupsi.

2. Manfaat penelitian

a. Secara teoritis

Menambah pemahaman dan keilmuan terhadap isu-isu aktual

terkini dalam konsep ketatanegaraan Republik Indonesia dan

semakin menambah wawasan dan pengrtahuan terhadap dialektika

kinerja aparatur negara dalam menjalankan tugas dan wewenang

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk dapat di sesuaikan

dengan keadaan perkembangan zaman yang ada, sehingga peneliti

dapat memberikan argumentasi terhadap isu-isu yang berkembang di

negara kesatuan Republik Indonesia.

b. Secara praktis

Memberikan pemahaman secara rinci komperhensif kepada

para pembaca, bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki

semangat dalam memberantas dan mencegah tindak pidana korupsi

yang selama ini merusak kehidupan berbangsa dan bernegara demi

menjawab cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam alinea ke

empat pembukaan UUD 1945.

Page 22: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

10

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif

yuridis dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Hal ini

disebabkan karena penelitian ini berupaya untuk menggambarkan arti

penting koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

dalam mencegah dan memberantas korupsi.

Dalam rangka menghadirkan dan menciptakan karya tulis ilmiah

yang kritis dan kontekstual maka dalam penelitian ini peulis

menggunakan pendekatan melalui :

a. Pendekatan normatif, yaitu teknis penulisan melalui hukum

doktiner yang dilakukan dalam penelitian untuk medapat dasar

pemikiran, dalam perumusan konsep yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku buku hukum,

buku-buku teori penemuan hukum,13

artikel-artikel dan jurnal yang

ada hubunganya dengan pembahasan skripsi ini.

b. Pendekatan yuridis, yaitu dengan memberikan landasan normative

sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia yang

menjadi landasan dalam pelaksanaan Tugas koordinasi dan

supevisi Komisi pemberantasan korupsi. Kemudia

mengkorelasikannya dengan pendekatan filsafat hukum.

c. Pendekatan sosio histiris, yaitu dengan cara menganalisis secara

mendalam Tugas supervisi yang di berikan kepada tindak pidana

korupsi, dengan meliahat tujuanutama di bentuknya komisi

pemberantasankorupsi dan bagaimana dampak yang akan tejadi

jika Tugas tersebut tidak di jalankan sesuaidengan tujuann yang di

cita-citakan.

13

Sutrisno Hadi, Metodologi Reaserch (Yagyakarta: Andi Offset, 1990) h. 9.

Page 23: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

11

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini

ialah diskriptif kualitatif dan analisis isi (content analysis), Analisis data

diskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis koordinasi dan

supervisi penyidikan KPK sebagai gerbang pemberantasan tindak pidana

korupsi di negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut David, P. Wilian yang dikutip oleh M. Yahya Mansur.

Secara triminologi penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan

dengan setting yang alami dilapangan dalam masyarakat bukan dalam

laboraturium, menggunakan metode alami (bisa observasi, interview,

fikiran, bacaan, dan tulisan) dengan cara-cara yang alami dan sasaran

penelitian kualitatif dianggap sebagai subjek yang ditempatkan sebagai

sumber informasi.14

Dalam hal ini peneliti akan menganalisa lebih dalam

terkait dengan arti penting Tugas koordinasi dan supervisi Komisi

Pembaerantasan Korupsi sebagai lembaga pencegah dan pemberantas

korupsi dalam menjalankan tugas, Tugas dan wewenang yang di

amanhakan oleh Undang-Undang, yang nantinya akan peneliti coba

kaitkan dengan berbagai teori pemerintahan yang baik dan benar dan

konsep kerja sama antar lembaga penegak hukum.

Kemudian dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan

metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk mendapatkan

sumber dan data yang akurat sehingga dapat mendukung penulisan karya

ilmiah ini. Dalam penulisan ini pembahasan umum yang di sajikan

berupa teori yang berkaitan dengan pembahasan dan penulisan karya

ilmiah ini, Setelah data terkumpul langkah selanjutnya menganalisis

secara kualitatif dengan analisis deduktif, dalam menggunakan proses

pendekatan kebenaran umum mengenai suatu fenomena kemudian

14

M.Yahya Mansur, Penelitian Kualitatif Kajian Konseling (Surabaya: Biro Penerbit

Fakultas Dakwah Iain Sunan Ampel Surabaya, 1993), h. 3.

Page 24: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

12

menggeneralisasi kebenaran tersebut pada suatu peristiwa tertentu yang

berciri sama dengan peristiwa yang bersangkutan

3. Data Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer berupa ungkapan-ung-kapan verbal (kata-

kata) yang didapat dari informan/narasumber berdasarkan hasil

wawancara dan ybformasi yang dipilih dalam penelitian ini yakni berupa

kata-kata tertulis dari berbagai sumber,15 dan data sekunder berupa

udang-undang, peraturan lainya dan juga beberapa peraturan yang

berkaitan serta dari berbagi pemikiran para pakar hukum sebagai sumber

informasi, untuk menganalisa data sehingga penulisan ini dapat

memberikan solusi kongkrit bagi permasalahan yang sedang di analisis.

4. Sumber Data.

Dalam penelitian ini ada beberpa sumber data yang di gunakan:

a. Data sekunder: Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder berupa

peraturan perundang-undangandi anataranya Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi dasar hukum

pencegahan dan pembeantasan tindak pidana korupsi di indonesia.

b. Data primer: bahan primer di gunakan sebgai pendukung dan

pelengkap data sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara

dengan lembaga terkait, studi kepustakaan (library research) dari

buku, artikel, dokumen, dan karya-karya ilmiah yang terkait dengan

penelitian ini. buku buku hukum, buku-buku teori penemuan hukum,

15

Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurnalistik (Jakarta: Galia

Indonesia, 1999), Cet. Iv, h. 99.

Page 25: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

13

pendapat para pakar dan ahli yang memiliki relevansi dengan

penulisan skripsi

c. Bahan Hukum tersier: berupa sumber-sumber yang digunakan

sebagai pelengkap dari bahan sekunder dan bahan primer di

anataranya, kamus, ensiklopedi dan sumber-sumber sejenis yang

diakakses melalui Internet.16

5. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tipe dan jenis penelitian yang digunakan yakni

penelitian secara normatif yuridis, maka pendekatan yang dilakukan

adalah melalui observasi, dan komunilasi/wawancara dengan pihak

terkait seperti halnya Komisi Pemberantaan Tindak pidana Korupsi,

Kepolisian Republim Indonesia Dan Kejaksaan Republik Indonesia,

kemudian di korelasikan dengan pendekatan perundang-undangan

(statute approach), pendekatan historis (historical approach) serta

pendekatan konseptual (conceptual approach).17

Pendekatan perundang-

undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan denga

fokus pembahasan dalam penelitian ini, di antaranya penulis akan

melakukan analisis melalui, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

menjadi dasar komosi pemberantasan korupsi dalam menjalankan Tugas

koordinas dan supervisi. Sedangkan pendekatan historis digunakan untuk

memahami bagaimana sejarah terbentuknya komisi pemberntaan korupsi

dan bagaimana tujuan awal pembentukan lembaga tesebut yang

kemudian dikorelasikan dengan perkembangan tindak pidanan korupsi di

indonesia.

16

Soerjono Syarif, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 34.

17

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Pt. Rineka

Cipta, 2006), h. .231.

Page 26: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

14

6. Subyek Penelitian.

Subyek penelitian yang akan di jadikan sebagai bahan analisis

dalam penulisanini ialah, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun hal lain yang akan di jadikan Sebagai bahan penunjang dan

bahan pelengkap penulisan karya ilmiah ini di dasarkan atas beberapa

aspek penelitian untuk mendapatkan sumber data dan informasi yang

akurat, yang kemudian digali dan di analisis untuk menemukan titik

terang terhadap permasalahan yang sedang di alami.

Adapun beberapa sumber data yang nantinya akan di jadikan

sebagai bahan pelengkap dalam penulisan ini di antaranya di dapat

melalui sumber kepustakaan dan wawancara serta kunjungan secara ke

lembaga terkait seperti, Komisi Pembrantas Korupsi, kepolisian

Republok Indonesia dan juga kejaksaan agaung Republik Indonesi,

karena ketiga lembaga inilah yang memiliki wewenang untuk melakukan

penindakan terhadap kasus tindak pidana korupsi di indonesia.

Berdaarkan amanah Undang-undang.

7. Tekhnik Pengolahan Data

Dalam penulisan ini Pengolahan data digunakan metode content

analitis (analisis isi). Untuk lebih memudahkan dalam proses

penggarapan penelitian ini, maka perlu juga kiranya menjelaskan tentang

pengertian analisis isi. Analisis isi adalah pemerosesan dalam data ilmiah

Page 27: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

15

dengan tujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru dari

fakta yang di sajikan.18

Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan,

aturan perundnag-undangan berupa, Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ,

artikel, buku-buku diurai dan dihubungkan sedemikian rupa. Sehingga

disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab masalah

yang telah dirumuskan. Selanjutnya semua bahan dan data dianalisa

secara deduktif, yaitu melalui suatu bentuk penalaran yang berpangkal

dari satu posisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini

(self-evident) dan berakhir suatu pengetahuan baru yang bersifat

khusus.19

Sehingga penulisan ini berdasarkan sumber kajian yang jelas

dan akurat.

E. Tekhnik Penulisan

Metode yang diginakan dalam penulisan skripsi ini adalah

berdasarkan pada buku pedoman panduan penyusunan skripsi dan karya tulis

ilmiah yang telah diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. adapun sistematika penulisanya

adalah sebagai berikut:

BAB I : Dalam Bab Berisikan pendahuluan yang menguraikan latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

18

Klaus Kripendoff, Analisis Isi Pengantar Teori Dan Metodologi (Jakarta: Rajawali

Press, 1991), h. 15.

19

Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Pt. Raja

Grafindo, 2003), h. 4.

Page 28: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

16

BAB II : Pada Bab ini, akan diuraikan dua pokok pembahasan yang

mendukung penulisan skripsi ini, di antaranya pembahaan

terkait kajian teoritis, yakni teori-teori yang berkaitan dengan

pembahasan yang tertuang dalam tulisan ini, kerangka

Konseptual yang menggambarkan secara rinci konsep yang

menjadi acuan dalam penulisan ini, yang kemudian diuraikan

ke dalam beberapa sub bab. Selanjutnya akan dijelaskan terkait

riview (tinjauan ulang) studi terdahulu, agar tidak ada

persaman terhadap materi muatan dan pembahasan dalam

skripsi ini dengan apa yang di tulis oleh pihak lain.

BAB III: Pada bab ini terlebih dahulu akan di uraian tentang profil

lmbaga terkait yang di jadikan bahan penelitian dalam

penulisan kariya ilmiah ini. selanjutnya peneliti akan fokus

untuk menguraikan beberapa data yang berhubungan erat

denagan apa yang menjadi titik fokus pembahasan dalam

tulisan ini.

BAB IV: Pada bab ini peneliti mencoba menguraikan hasil analisis dari

sumber data yang di dapat untuk menilai bagaimana Arti

penting dan pelaksanaan Tugas koordinasi dan supervisi

Komisi pembeantasan korupsi di negara kesatuan republik

indonesia berdasarkan tugas, dan wewenagn yang di

amanahkan oleh peraturan perundang-undangan.

BAB V: Pada bagaian penutup penulisan ini berisikan kesimpulan dari

apa yang sudah diuraikan dari Bab I – IV yang kemudian di

lanjutkan dengan solusi dan rekomendasi untuk semakin

memperkuat kinerja Komisi pemberantasan korupsi dalam

menjalankan tugas, Tugas dan wewenang sebagai tonggak

utama terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

korupsi di negara kesatuan Republik Indonesia.

Page 29: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

1. Pengertian Urgensi

Urgensi berasal dari bahasa latin yaitu Urgere yang diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia berarti hal-hal yang harus diperhatikan ketika sedang

melakukan sesuatu karena hal tersebut bersifat penting. Secara etimologi kata

“urgensi” diberikan arti sebagai “keharusan mendesak”, hal sangat penting.1

Urgensi pun mimilik makna lain yakni mendorong. Istilah urgensi merujuk

pada sesuatu yang mendorong kita, yang memaksa kita untuk menyelesaikan

sebuah pekerjaan. Dengan demikian, jika ada suatu masalah harus segera

ditindak lanjuti. Maka dapat di taraik kesimpulan bahwa kata urgensi

merupakan hal yang perlu di perhatikan dlam melakukan dan menjalankan

sesuatu agar hal tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan,

karna yang di jalankan merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan

dengan sukses atau tidaknya terwujudnya tujuan yang sudah di tentukan.

2. Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN)

Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN) tergolong dalam salah satu

tindakan melanggar hukum yang sangat merugikan negara dan meberikan

dampak serius bagi kalangan masyarakat, dikarenakan KKN merupakan

tindakan yang menguntungkun suatu pihak tertentu yang memiliki kekuasaan

berlebih sehingga orang-orang kecil dan jujur akan dirugikan.

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “coruptio” atau “corruptus”

yang berarti kerusakan atau kebobrokan.2 awal mulanya pemahaman korupsi

oleh masyarakat mempergunakan bahan kamus, yang berasal dari bahasa

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, ( Jakarta: Balai Pustaka, Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan Ri, 1989), h. 1110

2 Aditjondro G.J, “Tarik Tambang Wacana Korupsi Bidang Neoriberalisme Atau Ujung

Tombak Demokratisasi”, Jurnal Wacana Edisi 14 Tahun Iii 2002, Yogyakarta Insist Press, h. 8.

Page 30: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

18

Yunani latin yakni “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk,

curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar

normanorma agama materiil, mental dan hukum.3 Aktualisasi makna dari

tindakan ini di anggap sebagai perbuatan yang sungguh merenggut nila-nilai

kesejahteraan masyarakat.

Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan

dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan

kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat

pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku

tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap sebagai

pelanggaran hukum dan tindakan tersebut adalah tercela.4 Pandangan tentang

Korupsi masih ambivalen hanya disebut dapat dihukum apa tidak dan sebagai

perbuatan tercela. Sedangkan makna Korupsi dalam kamus Ilmiah Populer

mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan/ penyalahgunaan jabatan

untuk kepentingan diri. Pemalsuan Beberapa pengertian korupsi menurut John

A. Gardiner dan David J. Olson sebagaimana yang dikutip oleh Martiman

Prodjohamidjojo antara lain: Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti

penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan

kerugian keuangan pada negara. 5

Kolusi atau collusion menurut Osborn’s Laur Dictionary (1983)

ditulis :

“The arragement of two ferson, apparently in a hostile positions or having

conflicting interests, to some act in order to injure a third ferson, or

deceive a court ”.

3 Wahyudi Kumoro Tomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik (Yokgyakarta: Pustaka Pelajar,

2005), h. 5

4 Achnmad Ali, Keterpurukan Hukumdi Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), h.

22.

5 T. Mulya Lubis, Judicial Coruption, Jalan Tak Ada Ujung, Kompas: 30 November

2017, h. 7.

Page 31: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

19

sedangkan menurut canadian law dictionary, Kolusi adalah:

“The making of an agreement with another for the purpose of

perpetrating a fraud, or engaging in illegal activity while having an illegal

end in mind”. 6

kedua hal di atas memilik makna bahwa kolusi merupakan tindakan

persekongkolan, persekutuan, atau permufakatan untuk urusan yang tidak baik.

Pengertian ini muncul mengingat kolusi berasal dari bahasa Latin collusio yang

artinya persekongkolan untuk melakukan perbuatan tidak baik.

Nepotisme berasal dari istilah bahasa Inggris “Nepotism” yang secara

umum mengandung pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan

keluarganya/kelompok/golongan untuk diangkat dan atau diberikan jalan

menjadi pejabat negara atau sejenisnya.7 Dengan demikian nepotisme

merupakan suatau perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara

subyektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam

bentuk apapun bagi keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan

atau jabatan tertentu.8

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menurut standart yang

digunakan untuk memberikan pengertian tindak pidana korupsi secara

peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun

1999 Pasal 1 ayat 3,4,5 dengan penjabaran :

a. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang - undangan yang mengatur tindak pidana korupsi.

b. Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum atau

penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain

yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.

6 Yves Meny Dan Andrew Knapp, Government And Politics In Western Europe: Britain,

France, Italy, Ermany, 3rd Edition (Oxford: Oxford University Press, 1998), h. 281.

7 Aditjondro G.J, Tarik Tambang Wacana Korupsi Bidang Neoriberalisme Atau Ujung

Tombak Demokratisasi. h. 9.

8 Wahyudi Kumoro Tomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik. . . h. 11.

Page 32: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

20

c. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara

melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau

kronnya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Beberapa unsur-unsur tindak pidana korupsi antara lain: 9 perbuatan

melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara. Jenis tindak pidana korupsi di antaranya,

adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan

dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi

pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai

negeri/penyelenggara negara). Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme (KKN) adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi

kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang

tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pada akhirnya dengan melihat semua dampak dampak,dan

penyebab Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), bisa disimpulkan bahwa

Korupsi, Kolusidan Nepotisme (KKN), adalah "benalu sosial" .10

yang

merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap

jalannya pemerintahan dan pembangunan negara.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Salah satu lembaga negara baru yang dibentuk pada era reformasi di

Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini

dibentuk sebagai salah satu bagian dari agenda pemberantasan korupsi yang

merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan

di Indonesia.11

Berdasarkan hierarki perundang-undangan, maka landasan

9 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008, Cet. Kedua), h. 28.

10

Baharuddin Lopa, Permaslahan Pembinan Dan Penegakan Hukum Di Republik

Indonesia. ( Jakarta: Bulan Bintang, 1997). h. 45.

11

Mahmuddin Muslim, 2004, Jalan Panjang Menuju Kptpk, Gerakan Rakyat Anti

Korupsi (Gerak) Indonesia, Jakarta, h. 33

Page 33: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

21

yuridis pembentukan dan pemberian wewenang merupakan ketentuan dari

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, dan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, komisi ini pun sah

didirikan dan memiliki legitimasi untuk menjalankan tugasnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah lembaga negara

yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan

bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.12

Hal tersebut dinyatakan pada Pasal

3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah

lembaga negara bantu yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Walaupun memiliki independensi dan kebebasan dalam melaksanakan

tugas dan kewenangannya, namun KPK tetap bergantung kepada cabang

kekuasaan lain dalam hal yang berkaitan dengan perangkat keanggotaannya.

Dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa “pimpinan KPK

yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua, yang semuanya merangkap

sebagai anggota, dipilih oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan

oleh Presiden”.

KPK juga memiliki hubungan kedudukan yang khusus dengan

kekuasaan yudikatif, setidaknya untuk jangka waktu hingga dua tahun ke

depan karena Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan pembentukan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang bertugas dan berwenang

memeriksa serta memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan

oleh KPK.

12

Jeremy Pope, 2003, Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional,

Transparency International Indonesia Dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 177.

Page 34: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

22

KPK sendiri dibentuk dengan latar belakang bahwa upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan hingga sekarang

belum dapat dilaksanakan secara optimal. Terlebih Lembaga negara bantu

adalah lembaga yang dalam pelaksanaan Tugasnya tidak memposisikan diri

sebagai salah satu dari tiga lembaga kekuasaan sesuai trias politica.13

Banyak

istilah untuk menyebut jenis lembaga baru ini, antara lain state auxiliary

institutions atau state auxiliary organs yang berarti institusi atau organ negara

penunjang, kemudian ada pula yang menyebutnya lembaga negara sampiran,

lembaga negara independen, ataupun komisi negara.14

Dasar pemikiran terbentuknya lembaga negara bantu adalah karena

teori klasik trias politica yang membagi Tugas kelembagaan menjadi Tugas

legislatif, eksekutif dan yudikatif sudah tidak dapat lagi digunakan untuk

menganalisis relasi kekuasaan antar lembaga negara. Di Indonesia,

kecenderungan munculnya lembaga-lembaga negara baru terjadi sebagai

konsekuensi dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang D Negara RI

Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa kelahiran lembaga-

lembaga negara baru dalam berbagai bentuk merupakan sebuah konsekuensi

logis dari sebuah negara demokrasi modern yang ingin secara lebih sempurna

menjalankan prinsip check and balances.

Hadirnya bebeapa lembaga negara baru, juga karena tekanan internal

yang di Indonesia berupa kuatnya reformasi politik, hukum, dan sistem

kemasyarakatan secara politis dan hukum telah menyebabkan dekosentrasi

kekuasaan negara dan reposisi atau restrukturisasi dalam sistem

ketatanegaraan. Secara eksternal berupa fenomena gerakan arus global pasar

13

Oemar Seno Adji, Undang-Undang Pemberantaan Tindak Pidana Korupsi

Penerapannya Dalam Hukum Pidana Pengembangan, (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 29.

14

Rizky Argama, Kedudukan Lembaga Negara Bantu Dalam Sistem Ketatanegaraan

Republik Indonesia : Analisis Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Lembaga

Negara Bantu, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok 2007, h. 127.

Page 35: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

23

bebas, demokratisasi, dan gerakan hak asasi manusia internasional.15

Komisi

Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disebut KPK merupakan lembaga

Superbody yang dibentuk sebagai lembaga independen, transparan dan

akuntabel. Profesionalisme, etika berstandar tinggi dan integritas para

komisioner dari lembaga tersebut membuat masyarakat percaya kepada

lembaga yang berdiri sejak tahun 2003 tersebut. Lahirnya lembaga tersebut di

harapkan menjadi tonggak pemberantasan tindak pidana korupsi di negara

Kesatuan Republik Indonesia agar Negri ini bersih dri Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme.

Di tengah carut marutnya kinerja jajaran kepolisian dan kejaksaan

dalam menangani kasus-kasus korupsi, keberadaan (eksistensi) KPK harus

tetap dipertahankan. Sebab, menyelamatkan KPK sama artinya dengan

menyelamatkan negara dari kehancuran, oleh karena itu KPK tidak boleh

kehabisan semangat (spirit) dan motivasi/ dorongan (stimulant) memberantas

korupsi agar tidak berkembang menjadi tindak pidana yang bersifat sistemik. 16

Dengan ini KPK dihadirkan hanya menangani kasus korupsi yang

memenuhi kriteria tersebut sehingga kewenangannya pun terbatas. Walaupun

pada pasal lain di tentukan bahwa KPK dapat mengambil alih perkara yang

ditangani aparat penegak hukum lainnya dengan beberapa alasan, salah satunya

adalah dengan alasan penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur

korupsi. Perlu diketahui bahwa salah satu tantangan terbesar penegak hukum

adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik kepada hukum dan

aparat penegak hukum. Salah satu upaya yang harus dilakukan khusunya di

bidang peradilan pidana adalah menerapkan konsep sistem peradilan pidana

15

Refly Harun, Dkk, Menjaga Denyut Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah

Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Pers, 2010), h. 60-61.

16

James E. Alt And David Dreyer Lassen, 2010, Enforcement And Public

Corruption:Evidence From Us States, Epru Working Paper Series, (Di Terjemahkan Oleh Ida

Indriyana Dalam Jurnal Mimbar Hukum Universitas Ugm), h. 1.

Page 36: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

24

terpadu (Integrated criminal justice system/ ICJS).17

Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) di Indonesia, jauh lebih luas wewenangnya bahkan menjadi

super body karena dalam hal penyidikan delik korupsi lembaga ini lebih tinggi

dari Jaksa Agung, karena dapat mengambil alih perkara dari kejaksaan bahkan

mensupervisi lembaga Kejaksaan dan Kepolisian dalam penyidikan delik

korupsi walaupun dalam praktiknya tidak mampu dilakukan.

Perlu kita perhatikan amanah pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar

1945 bahwa Kedudukan indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

merupakan salah satu ciri dan identitas bangsa yang memberikan jaminan

kepada para penegak hukum untuk menjalankan peradilan guna menegakan

hukum dan keadilan.18

Maka Dalam pemberantasan korupsi, jelas bahwa

pembuat Undang-Undang membentuk KPK sebagai lembaga negara yang

berdiri sendiri, bahkan dapat disebut sebagai “super body” di atas sub sistem

dalam sistem peradilan pidana yang sudah eksis yaitu kepolisian dan

kejaksaan. KPK mempunyai organisasi yang terpisah dengan dukungan

pembiayaan dan personil yang terpisah dari kepolisian maupun kejaksaan.

KPK mengangkat dan memberhentikan penyelidik, penyidik, dan penuntut

umum sendiri, lepas dari kepolisian maupun kejaksaan. Sebagai “super body”

dalam system peradilan pidana, KPK diberi tugas koordinasi dan supervisi

terhadap kepolisian dan kejaksaan dalam melaksanakan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi. Dalam hubungan ini KPK dapat

meminta laporan dari kepolisian dan kejaksaan: KPK dapat mengambil alih

penyidikan atau penuntutan yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau

kejaksaan.

Dari sisi aturan sistem peradilan pidana terpadu memerlukan

keterpaduan, keselarasan dan sinkronisasi. Seperti yang dikemukakan Muladi,

bahwa makna sistem peradilan pidana terpadu (Integrated criminal justice

17

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional Dan

Internasional ( Jakarta: Rajawali Pers 2005), h. 54.

18

A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

h. 100.

Page 37: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

25

system/ ICJS) adalah sinkronisasi dan keselarasan yang dapat dibedakan dalam

hal, pertama Sinkronisasi Struktural yaitu keserempakan dan keselarasan

dalam rangka hubungan antar lembaga penegak hukum. Kedua sinkronisasi

Substansial yaitu keserempakan dan keselarasan yang bersifat vertical

horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif. Ketiga, sinkronisasi kultural

yaitu keserempakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan, sikap-sikap

dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan

pidana (criminal justice system).19

4. Tugas koordinasi dan supervisi Komisi pemberantasan korupsi (KPK)

a. Tugas koordinasi

Malayu S.P Hasibuan berpendapat bahwa: “Koordinasi adalah

kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan

unsurunsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam

mencapai tujuan organisasi.20

Undang-Undang KPK tidak memberikan

definisi khusus mengenai koordinasi. Bila merujuk draf Penjelasan Pasal 6

Undang-Undang KPK, yang dimaksud dengan koordinasi adalah bahwa

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK memberikan

pengarahan, pedoman, petunjuk, atau melakukan kerjasama dengan instansi

terkait dengan kegiatan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam

melaksanakan pelayanan publik berpotensi korupsi.21

Jika dihubungkan

dengan wewenang KPK dalam pelaksanaan koordinasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 Undang-Undang KPK, defenisi di atas sangat relevan.

Sehingga sekalipun tidak dimuat dalam Undamg-Undang KPK, tidak keliru

juga bila defenisi tersebut menjadi rujukan dalam membahas tugas

koordinasi KPK. Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan

19

Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia, 2014), h. 59.

20

Malayu S.P Hasibunan, Manajemen Dasar, Pengertian, Dan Masalah, Edisi Revisi

(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 85.

21

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008, Cet. Kedua), h. 28.

Page 38: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

26

dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen-

departemen atau bidang-bidang Tugasonal) pada suatu organisasi untuk

mencapai tujuan secara efisien dan efektif.22

Lahirnya tugas koordinasi KPK tidak terlepas dari tekat pembuat

Undang-Undang untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kondisi dimana

pembentukan suatu lembaga baru berakibat mandulnya peranan lembaga

penegak hukum lainnya.23

Bila KPK diberikan tugas yang persis sama

dengan lembaga penegak hukum lain tanpa ada pembedaan, tentunya akan

terjadi tupang tindih kewenangan yang dapat memandulkan salah satu

lembaga.

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of

Management yang dikutip Handayaningrat, Koordinasi adalah mengimbangi

dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang

cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan

dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.24

Lembaga penegakan hukum dibentuk, harus ada spesifikasi tugas yang

diberikan padanya. Hal ini ditujukan agar (1) tidak terjadi tumpang tindih

kewenangan; (2) lembaga yang satu tidak mereduksi keberadaan yang lain,

melainkan harus saling mendukung; (3) jangan sampai terjadi konflik atau

tarik menarik kewenangan. Dalam hal ini, spesifikasi tugas KPK adalah

melakukan koordinasi dan supervisi.

Khusus untuk tugas koordinasi dalam pemberantasan korupsi dapat

dimaknai bahwa KPK merupakan koordinator dalam pemberantasan

korupsi. Merujuk Pasal 7 Undang-Undang KPK, KPK menjadi koordinator

22

T. Hani Handoko, Manajemen Edisi Kedua, Bpfe, (Yogyakarta, 2003), h. 195.

23

Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia, Pemandangan Umum Atas Rancangan

Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta 11 September

2016, h. 4.

24

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Administrasi Dan Management (Jakarta:

Gunung Agung, 2002), h. 54.

Page 39: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

27

untuk (1) penindakan tindak pidana korupsi, dan (2) mencegah terjadinya

tindak pidana korupsi. Pertama, dalam hal penindakan, KPK mengkoordinir

proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.

Dalam hal ini, penindakan seluruh tindak pidana korupsi oleh kepolisian dan

kejaksaan mesti berada dibawah koordinasi KPK. Bahkan dalam proses

pembahasan Undang-Undang KPK sempat terbersit usulan dari Fraksi

Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) agar diterapkannya kebijakan satu pintu

(one gate policy) dimana kewenangan penyidikan dipercayakan pada KPK

dan selanjutnya KPK-lah yang menetapkan keterlibatan kepolisian dan atau

kejaksaan.25

Dalam konteks mengkoordinir proses penindakan, KPK

berwenang untuk meminta informasi tentang seluruh kegiatan penindakan

tindak pidana korupsi kepada instansi kepolisian dan kejaksaan. Lebih-lebih

lagi bila penindakan itu dilakukan terhadap tindak pidana korupsi

sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang KPK, yaitu :

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang

lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah).

Kedua, dalam melakukan pencegahan, KPK mengkoordinasikan

dengan berbagai instansi terkait mengenai pencegahan terjadinya tindak

pidana korupsi. Instansi terkait disini tidak hanya kepolisian dan kejaksaan

saja, melain juga termasuk institusi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan

lembaga/badan lainnya. Dalam hal ini, KPK dapat menyusun jaringan kerja

25

Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Pandangan Umum Mengenai Rancangan

Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 21 September

2016, h. 2

Page 40: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

28

(networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai

"counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat

dilaksanakan secara efisien dan efektif.

Sekalipun bertindak sebagai koordinator dalam penindakan dan

pencegahan tindak pidana korupsi, KPK bukanlah sebuah lembaga super

body. Sebagaimana disampaikan Fraksi Golkar dalam pandangan umumnya

ketika membahas Undang-Undang KPK bahwa KPK tidak menjadi super

dan permanent body, melainkan menjadi pendorong dan penuntas proses

pemberantasan tindak pidana korupsi.26

Keberadan KPK adalah untuk

mendorong agar institusi-institusi penegak hukum yang ada tapi “lumpuh”

atau belum berTugas sebagaimana adanya, kelak menjadi sebuah institusi

penegak hukum yang mampu dan berTugas kembali seperti apa yang

diharapkan publik.

b. Tugas supervisi

Sebagai salah satu dari Tugas manajemen, pengertian supervisi telah

berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi

adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan

terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian

apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang

bersifat langsung guna mengatasinya.27

Sama halnya dengan tugas koordinasi, Undang-Undang KPK juga

tidak memberikan defenisi khusus bagi tugas supervisi. Defenisi supervisi

hanya ditemukan dalam Draf Penjelasan Undang-Undang KPK. Dalam Draf

Penjelasan tersebut dikatakan bahwa supervisi adalah tindakan pemantauan,

pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang

menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan

26

Fraksi Partai Golongan. Pandangan Umum Mengenai Rancangan Undang-Undang

Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 21 September 2016, h. 6.

27

Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta: Binarupa Aksara, Edisi

Ketiga, 1996) h, 54.

Page 41: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

29

tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan

publik berpotensi korupsi.

Supervisi merupakan salah satu tugas KPK sebagaimana diatur

dalam Pasal 6 huruf b. Undang-Undang KPK, yang menyatakan bahwa

KPK mempunyai tugas supervisi terhadap instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan

tugas tersebut, KPK diberikan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal

8 Undang-Undang KPK, yaitu :

a. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap

instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan

dengan pemberantasan korupsi, dan instansi yang melaksanakan

pelayanan publik;

b. Dalam menjalankan tugas supervisi, KPK juga berwenang untuk

mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap koruptor yang

sedang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan.

Dalam konteks melakukan tugas pengawasan di atas, tentunya

keberadaan KPK adalah sebagai watchdog terhadap lembaga pemberantasan

tindak korupsi yang telah ada, baik kepolisian, kejaksaan dan lembaga

lainnya. Dalam pelaksanaan pengawasan, KPK dapat melakukan

penganbilalihan perkara dari institusi kepolisian dan kejaksaan.

Hal tersebut tegas dinyatakan dalam Pasal 8 Ayat (2) Undang-

Undang KPK yang menyatakan bahwa

“dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),

“Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih

penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang

sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.”

Pengambilalihan sebuah perkara dari kejaksaan dan kepolisian dapat

dilakukan KPK bila terdapat kondisi atau alasan tertentu.

Alasan tersebut mengacu kepada apa yang diatur dalam Pasal 9

Undang-Undang KPK, yaitu :

Page 42: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

30

a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak

ditindaklanjuti;

b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau

tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi

pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan

dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,

penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan

dapat dipertanggungjawabkan.

Enam alasan di atas dapat dikelompok menjadi dua bagian, yaitu:

pertama, KPK dapat mengambil alih perkara bila kepolisian dan kejaksaan

dinilai tidak mampu melaksanakannya. Ketidakmampuan tersebut bisa saja

disebabkan hambatan internal lembaga terkait atau bisa juga karena adanya

intervensi kekuasaan eksekutif terhadap kepolisian dan kejaksaan. Kedua,

KPK dapat mengambil alih perkara karena kepolisian dan kejaksaan dinilai

tidak mau menjalankan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Karena dengan di patuhinya norma hukum oleh para penegak

hukum inilah yang menjadikan hukum itu berjalan sesuai dengan apa yang

di harapkan.

Ketidakmauan bisa saja karena alasan penanganannya mengandung

unsur korupsi atau dapat juga karena secara internal tidak ada niat baik

untuk menindaklanjuti perkara tertentu. Bila dua alasan tersebut terjadi,

maka KPK dapat melaksanakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam

Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang KPK. Namun bila KPK menilai kepolisian

dan kejaksaan dapat menjalankan penindakan perkara korupsi, maka KPK

hanya akan melakukan supervisi, yaitu memastikan proses hukum yang

dijalankan sesuai dengan aturan hukum dan strategi pemberantasan korupsi.

Page 43: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

31

B. Kerangka Teori

1. Teori Kewenangan

Menurut Joseph Raz, dalam hal mengapresiasi hukum positif justru

lebih berorientasi pada otoritas atau kewenangan.28

Menurutnya Suatu

pendekatan yang lebih menjanjikan terhadap kenormatifan hukum yang

dikemukakan dalam teori Joseph Raz tentang otoritas (kewenangan), yang

juga dihubungkan dengan teori tentang kenormatifan hukum, sehingga

menghasilkan kesimpulan penting yang berkaitan dengan kondisi validitas

hukum. Pokok pemikiran yang mendasar dari argumen Joseph Raz adalah

bahwa hukum merupakan sebuah lembaga sosial otoritatif.

Joseph Raz beranggapan bahwa, hukum adalah kewenangan de facto.

Maka dari itu, keberadaan hukum yang diciptakan atau Undang-Undang

sebagai produk hukum harus dibuat oleh lembaga yang memiliki otoritas atau

kewenangan yang sah.29

Diantara perundang-undangan yang menjadi

landasan hukum terkait keberadaan lembaga komisi pemberantasan tindak

pidana korupsi (KPK) yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang secara

substansional mengatur kewenangan, tugas dan Tugas KPK dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi di indonesia.30

Dan pengaturan tentang

kewenangan monitoring yaitu pasal 6 huruf (e), dan pasal 14 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Lingkup kewenangan dan Tugas yang diemban KPK, merupakan

legitimasi hukum atas nama kekuasaan negara, seperti halnya lingkup

28

Sudirman Said Dan Nizar Suhendra, Korupsi Dan Masyarakat Indonesia Dalam

Mencuri Uang Rakyat, 16 Kajian Korupsi Di Indonesia, Dari Puncak Sampai Dasar (Jakarta:

Yayaan Aksara, 2011), h. 97.

29

Joseph Raz, P. Dalam Syaiful Ahmad Dinar, Kpk & Korupsi (Dalam Studi Kasus),

Cintya Press, Jakarta : 2012, h. 69.

30

Syaiful Ahmad Dinar, Kpk & Korupsi, (Jakarta : Cintya Press 2012), h. 68.

Page 44: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

32

kewenangan administrasi negara yang diberikan peranan kepada bidang

kekuasaan eksekutif, bidang kekuasaan yudikatif, serta bidang kekuasaan

legislatif yang secara umum keseluruhan sumberdaya penyelenggaraan

administrasi ketatanegaraan maupun administrasi ketata pemerintahan

tersebut lazim disebut sebagai aparatur negara.31

Hal tersebut dapat kita lihat

dari tugas dan wewemamg yamg di mamdatkan kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Teori Sistem Hukum (Legal System Theory)

Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur atau

elemen yang saling berinteraksi satu sama lain, dalam sistem tidak

menghendaki adanya konflik antar unsur-unsur yang ada dalam sistem, kalau

sampai terjadi konflik, maka akan segera diselesaikan oleh sistem tersebut.32

Lawrence M.Friedman berpendapat bahwa sistem hukum senantiasa

mengandung tiga komponen yaitu: Structure, Substance, dan Legal Culture.33

Di mana ketiga unsur tersebut menjadi pisau analisis untuk menilai dan

melihat kinerja hukum, apakah hukum dan implementasinya sudah sesuai

dengan strutur hukum yang ada, substansi dan materi muatan hukum yang di

bentuk dan budaya hukum yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Mengenai Structure, Lawrence M.Friedman mengatakan sebagai

berikut: Struktur, dalam sistem hukum merupakan kerangka, yang merupakan

bagian yang bertahan paling lama yang memberikan bentuk tertentu dan

batasan keseluruhan sistem hukum. Struktur sistem hukum terdiri dari unsur-

unsur yang sejenis, misalnya institusi penegak hukum yang memiliki

kewenangan penyidikan dan penuntutan sebagai pihak lembaga yang diberi

wewenang menerapkan hukum, secara struktural menyangkut mengenai

31

Syaiful Ahmad Dinar, Kpk Dan Korupsi . . . 69.

32

Teguh Prasetyo, Filsafat, Teori, Dan Ilmu Hukum:Pemikiran Menuju Masyarakat Yang

Berkeadilan Dan Bermartabat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 311.

33

Lawrence M.Friedman, Dalam Syaiful Ahmad Dinar, Kpk & Korupsi (Dalam Studi

Kasus), h. 76.

Page 45: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

33

lingkup kekuasaan atau batas-batas kewenangan. Unsur struktur, dapat

dikaitkan dengan lembaga pembuat Undang-Undang, atau lembaga lain yang

diberi wewenang untuk menerapkan hukum dan penegakan hukum.

Komponen berikut dari sistem hukum adalah “Substansi” menurut

Lawrence M.Friedman : Substansi hukum, merupakan bentuk nyata yang

dihasilkan oleh sistem hukum, baik berupa norma, dan pola prilaku

masyarakat, yang dikenal dengan sebutan “hukum”, serta merupakan tuntutan

yang harus dipenuhi dalam suatu sistem hukum. Bahwa produk hukum

sekunder maupun primer guna pemberantasan tindak pidana korupsi harus

dilaksanakan secara tegas dan normatif, termasuk sanksi yang harus

diberlakukan jika terjadi pelanggaran. Komponen ketiga dari sistem hukum

adalah legal culture atau budaya hukum, menurut Lawrence M.Friedman:

Budaya hukum merupakan nilai-nilai dari masyarkat terhadap hukum,

memegang peranan penting untuk dapat mengarahkan perkembangan sistem

hukum, karena itu berkenaan dengan persepsi- persepsi, nilai-nilai, ide-ide,

dan pengharapan masyarakat terhadap hukum.

Hukum akan berperan dengan baik manakala ketiga aspek subsistem

yaitu struktur, substansi dan budaya hukum itu saling berinteraksi, saling

kontrol dan memainkan peranan sesuai dengan tugasnya, sehingga hukum

akan berjalan secara serasi dan seimbang, sesuai dengan Tugasnya. Ibarat

seekor ikan, ia akan hidup dengan baik manakala ditunjang oleh kualitas air

kolam yang baik dan makanan yang baik pula. Apabila ketiga subsistem

hukum tidak bertugas dengan baik, maka akan muncul problem dalam upaya

memtugaskan hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan

masyarakat itu sendiri.34

Maka ketiga konsep hukum inilah yang di harapkan

berjalan dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat di negara Kesatuan

Republik Indonesia.

34

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dan Pembangunan (Kumpulan

Karya Tulis ( Bandung: Alumni, 2003), h. 3.

Page 46: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

34

3. Teori Tugasional

Menurut J. Ter Heide, berdasarkan ajaran teori Tugasonal, bahwa

berTugasnya hukum dapat dipahami sebagai pengartikulasian (produksi/hasil)

suatu hubungan yang ajeg itu disajikan dengan rumus “B: FPE”. Artinya

bahwa prilaku yuris, hakim, pembentuk Undang-Undang (B) berada dalam

suatu hubungan yang ajeg (F) terhadap disatu pihak berbagai kaidah hukum

(P) dilain pihak lingkungan-lingkungan konkret.35

Dalam pemanfaatan teori

hukum Tugasonal ini, telaahnya lebih terfokus pada keterkaitan kewenangan

dan Tugas suatu institusi (KPK), seperti yang dikehendaki undang-undang.

Apabila kita menganalisis teori ini, hukum dilihat dari aspek Tugas

atau kegunaanya. Para yuris, hakim, pembentuk Undang-Undang dalam

menjalankan peranya masing-masing harus memberikan mamfaat atau

kegunaan bagi masyarakat banyak.36

KPK, sebagai salah satu lembaga

penegak hukum, yang diperintah oleh Undang- Undang, menjadi subjek

sekaligus objek dalam suatu struktur birokrasi sistem peradilan pidana

terpadu.37

C. Tinjauan (riview) studi terdahulu

1. Skripsi Tentang Tinjauan Umum Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) Sebagai Lembaga Negara Dalam Ketatanegaraan

Indonesia Di Susun Oleh Ahmad Busroh Universitas Jendral Soedirman

tahun 2012, skripsi ini membahas secara umum tugas dan wewenang

Komisi Pemberabtasan korupsi, dalam pembahasannya hanya

menguraikan pengertian Tugas koordinasi dan supervisi Komisi

pemberantasan Korupsi secara Umum. Perbedaan dengan peneliti adalah,

35

H. Salim Hs, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012),

h. 73.

36

H. Salim Hs, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum . . . h. 22.

37

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1998), h. 28.

Page 47: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

35

di mana peneliti menjelaskan beberapa faktor penghambat pelaksanaan

Tugas koordinasi dan superfisi Komisi pemberantaan Korupsi dan

bagaimana dampak yang terjadi jika Tugas koordinasi dan supervisi tidak

di jalankan sesuai peraturan perundang-Undangan.

2. Jurnal Yang Di Tulis Oleh Hibnu Nugroho Dengan Judul Efektivitas

Tugas Koordinasi Dan Supervisi Dalam Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korups, dalam tulisannya

membahas mengenai pelaksanaan Tugas koordinasi dan supervisi KPK

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf a dan b Undang-Undang No. 30

tahun 2002. Perbedaab dengan peneliti adalah, di mana peneliti lebih

menjelskan secara spesifik terkait kejasama pemberantaan korupsi antara

Komisi pemberantaan korupsi, kepolisian dan kejaksaan.

3. Jurnal yang di tulis oleh Fitriah, tulisan ini menjelaskan bagaimana

hubungan kerja yang sebenarnya antara Komisi Pemberantaan Korupsi

dan lembaga penegak hukum lainya dalam hal pencegahan dan

pemberantasan korupsi. Perbedaan dengan peneliti, di mana peneliti lebih

memberikan penjelasan dan penjabaran yang jelas tentang lembaga

penegak hukum apa saja yang memiliki hubungan kuat dengan Komisi

pemberantasan korupsi dalam mencegah dan memberantas tindak pidana

Korupsi.

4. Jurnal yang di tulis oleh Syahrul dengan Judul Koordinasi Dan Supervisi

Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Mencegah Dan Memberantas

Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, tulisan ini fokus pada

konsep ideal koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi berdasarkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi. Perbedaan dengan peneliti di mana penelti menggali Tugas

koordinasi dan Supervisi tidak elain dalam Undang-Undang

pemberantasan dan Undang-Undang kepolisian republik indonesia dan

Undang-Undang kejaksaan republik indonesia.

Page 48: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

36

BAB III

HUBUNGAN KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN LEMBAGA PENEGAK

HUKUM LAIN MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Hukum di buat dan di bentuk untuk di jalankan bukan untuk di

kesampingkan apa lagi tidak di jalankan berdasarkan norma yang tertuang di

dalam hukum tersebut.1 Karna jika hukum hadir hanya sekedar untuk di baca

namun tidak untuk di taati maka norma hukum tersebut akan menjadi usang dan

keluar dari tujuan pembentukannya. Berdasarkan konsep negara hukum di

Indonesia, unsur-unsur Lembaga Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

baik wadah, struktur, dan mekanisme kerjanya mengacu pada aturan hukum yang

berlaku, dan hal ini harus dipahami dan dipatuhi oleh setiap pemegang peran

lembaga pemberantasan korupsi juga masyarakat luas.2 Secara kesisteman

lembaga hukum pemberantasan korupsi terdiri dari:

a. peran penyelidikan dan penyidikan.

b. peran pembelaan hukum bagi terdakwa.

c. peran penuntutan.

d. peran peradilan.

e. peran eksekutor dan pelaksanaan hukuman.

f. peran pengembalian kekayaan negara yang dikorupsi. Untuk jelasnya.

A. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan

dan pemberantaan Tindak Pidana Korupsi.

Melalui Unang-Undang Khusus yang di bentuk oleh pemerintah yakni

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

tindak pidana Korupsi, KPK di amanahkan dengan 5 (lima) tugas :

1 Achmad Ali, Menguak Tafsir Hukum, Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis, (Jakarta:

Candra Pratama, 1996), h. 34.

2 Barda Nawawi Arief, Beberapaaspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998, Cet. Pertama), h. 44.

Page 49: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

37

pertama, melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua, melakukan

supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi. Ketiga, Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Keempat, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

Tugas yang kelima, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan monitor

terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Selain melakukan 5 (lima) tugas, Komisi Pemberantasan Korupsi juga

memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain :

a. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang

menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai

terjadinya tindak pidana korupsi.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau

memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan

dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.

c. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden

Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

dan Badan Pemeriksa Keuangan.

d. Menegakkan sumpah jabatan. Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan

wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi.

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan

Korupsi sebagaimana yang diamanatkan di Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002, sebagai pendukung pelaksanaan tugas-tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: Dalam

melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,

Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:

a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi.

b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi kepada instansi yang terkait.

Page 50: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

38

c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait.

d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi. Wewenang lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 12, 13,

dan 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

Hukum di tegakan berdasarkan asas-asas yang sudah di susun secara

sistematis dan kompleks oleh para penegak hukum, agar hukum dapat

berjalan berdasarkan ranah yang sudah di tentukan, sehingga hukum hadir

memberikan dampak perubahan bagi kehidupan masyarakat.3 Dalam

menjalankan tugas dan wewengangnya Komisi pemberantaan korupsi wajib

memperhatikan asas-asas yang telah di amahkan dalam Undang-Undang di

antaranya :

a. Kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan

dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan

wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;

b. Keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan

tugas dan Tugasnya;

c. Akuntabilitas yaitu ass yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

d. Kepentingan yaitu adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;

e. Proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara

tugas, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban Komisi

Pemberantasan Korupsi. Dalam rangka menjalankan tugas dan

kewenangannya, KPK harus senantiasa berpedoman pada asas-asas

tersebut. Hal ini dikarenakan asas-asas tersebut menjiwai setiap

pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK.

3 Salman Maggalatung, Prinsip-Prinsip, Spremasi Hukum, Keadilan Dan Hak Asasi

Manusia Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Anggota Ikapi Fokus Grahamedia, 2006), h. 9.

Page 51: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

39

Komisi Pemberantasan Korupsi seperti lembaga lainnya juga

memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan tujuannya dalam rangka

mencapai kehendak konstitusi yakni mensejahterakan rakyat.4 Secara garis

besar wewenang KPK dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disimpulkan dengan rincian;

wewenang yang menjadi tugas KPK, hak-hak dalam melakukan wewenang,

wewenang yang berkaitan dengan teknik pelaksanaan tugas dan lain-lain.

Khusus KPK, tidak memiliki wewenang mengeluarkan surat perintah

penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) perkara korupsi. Penangnanan

perkara korupsi oleh KPK harus tuntas dan jelas, untuk itu KPK dibekali

dengan kewenangan yang luas untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada.

KPK dapat bekerja sama dengan lembaga penegak hukum negara lain

berdasarkan perjanjian internasional atau peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Apabila penyelidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup:

Penyelidik melaporkan kepada KPK dalam kurun waktu 7 hari kemudian

KPK melakukan penyidikan sendiri atau melimpahkan kepada penyidik polisi

atau penyidik kejaksaan. Kepolisian atau Kejaksaan wajib berkoordinasi dan

melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK. Apabila penyelidik KPK

tidak menemukan bukti permulaan yang cukup maka hal pertama yang dapat

di lakukan, Penyelidik melaporkan kepada KPK dan kedua, KPK

menghentikan penyelidikan.

Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik KPK dapat

melakukan penyitaan terhadap alat bukti atau barang yang diduga terkait

korupsi, tanpa seijin Ketua PN Penyitaan disertai berita acara penyitaan yang

salinannya diberikan kepada tersangka atau keluarganya.

4 Sudirman Said Dan Nizar Suhendra, Korupsi Dan Masyarakat Indonesia Dalam

Mencuri Uang Rakyat, 16 Kajian Korupsi Di Indonesia, Dari Puncak Sampai Dasar (Jakarta:

Yayaan Aksara, 20011), h. 97.

Page 52: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

40

B. Wewenang Polisi Republik Indonesia dalam pencegahan dan

pemberantaan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Pasal 14 huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. “Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua

pihak tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dengan hukum acara

pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.

Terkait dengan kewenangan penyidik Polisi Republik Indonesia

dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

wewenang kepolisian dalam proses pidana antara lain diatur dalam Pasal 16

yang menyebutkan bahwa wewenang tersebut antara lain :

a. Melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyelidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahakan berkas perkara kepada Penuntut Umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak

atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka

untuk melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidik kepada penyidik PNS serta

menerima hasil penyidikan penyidik PNS umtuk diserahkan kepada

Penuntut Umum;

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Proses penanganan perkara korupsi oleh penyidik POLRI

menggunakan prosedur sebagaimana perkara tindak pidana umum,

yaitu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

Page 53: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

41

Setiap penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian selalu

ditindaklanjuti dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)

kepada penuntut umum, kemudian penuntut umum melakukan prapenuntutan,

meneliti kelengkapan berkas perkara baik formal maupun materiilnya dan

memberi petunjuk. Karna hukum yang di maknai sebagai suatu penetapan

prioritas tujuan yang hendak di capai dengan mempergunakan hukum sebagai

sarana dan petunjuk.5

Proses penuntutan ke pengadilan dilakukan oleh Jaksa Penuntut

Umum. Hukum acara yang digunakan dalam tindak pidana korupsi adalah

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kecuali

ditentukan lain oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Menurut Wiryono, penyelidik dan penyidik dari institusi POLRI

masih mempunyai kewenagan melakukan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

dengan alasan sebagai berikut:

a. Ketentuan yang dapat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30

tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sifatnya adalah

membatasi kewenangan dari komisi Pemberantasan Korupsi

melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi.

b. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa

penyelidik dan penyidik dari instansi POLRI tidak mempunyai

5 Soerjono Soekanto dan Mustofa Bdullah, Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta: Rajawali

Press, 1987), h. 242.

Page 54: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

42

kewenangan lagi melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana korupsi.

c. Ketentuan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menentukan pengaturan

pemberantasan korupsi KPK dengan Kepolisian.

C. Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia dalam pencegahan dan

pemberantaan Tindak Pidana Korupsi

Salah satu Tugas Jaksa sebagai aparatur negara dalam proses

penegakan hukum dan keadilan adalah dengan senantiasa bertindak

berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan,

dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan

keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagai upaya untuk menciptakan

kondisi masyarakat yang tentram dan tertib.6 Pada Pasal 1 butir 1 Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaaan Republik Indonesia

ditentukan bahwa jaksa adalah Tugasonal yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang

lain berdasarkan Undang-Undang.

Kejaksaan Republik Indonesia di tunjuk sebagai lembaga negara

pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus

bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penegak hukum di

Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena setiap lembaga penegak hukum

dituntut lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, dan

penegakkan hak asasi manusia, maka dengan salah satu amanah yang di

berikan pada Kejaksaan Republik Indonesia untuk pemberantasan korupsi,

kolusi, dan nepotisme (KKN), oleh karena itu Kejaksaan Republik Indonesia

6 Piotr Staompka, Sosiologi Perubahan Sosial (The Sociology Of Social Change), di

terjemahkan oleh Alinandan (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 23.

Page 55: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

43

Harus terhindar dari hal-hal buruk di atas, yang bersifat menghilangkan

keadilan dan memperhambat proses penegakan.

Menurut Evi Hartanti, Jaksa sebagai penuntut umum dalam perkara

pidana harus mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan

penyidik dari permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan

berdasarkan hukum. Jaksa akan mempertanggungjawabkan semua perlakuan

terhadap terdakwa itu mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa

perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya apakah penuntutannya yang dilakukan

oleh Jaksa itu sah dan benar atau tidak menurut hukum,sehingga benar-benar

rasa keadilan masyarakat dipenuhi. Hukum di bangun dan di bentuk haruslah

mampu berorientasi pada kebaikan yang akan hadir dimasa depan ( for word

looking).7 Oleh karena itu hukum harus bisa menjadi pendorong sekaligus

pelopor bagi kebaikan yang akan di capai di masa yang akan datang seta

memberikan rasa keadilan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Dengan demikian kinerja yang baik yang hadir dari penegak

hukum tersebut dapat di rasakan oleh masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia Pasal 30 menjelaskan:

1. Di bidang pidana kejaksaaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. Melaksanakan penuntutan

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

b. Melakukan pemgawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas

bersyarat;

c. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

Undang-Undang;

7 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta:Putra Grafika, Cet, Ke empat,

2013), h.7.

Page 56: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

44

d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

2. Di bidang perdata dan tata usaha negara,

Kejaksaan dengan kuasa khususnya dapat bertindak baik di dalam

maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Wewenang kejaksaan sebelum berlakunya ketentuan Undang- Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana masih mempunyai

kewenangan melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara pidana

disamping melaksanakan tugas penuntutan Undang-Undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981

Nomor 76, TLN No.3209) tanggal 31 Desember 1981 mengakibatkan

perubahan fundamental di dalam sistem peradilan pidana, yang berakibat

pada perubahan fundamental di dalam sistem penyidikan.

Perubahan ini merupakan perubahan yang paling mendasar berupa

hilangnya wewenang penyidikan Kejaksaan yang semula diatur oleh HIR

maupun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok

Kejaksaan Republik Indonesia. Saat itu masih disisakan kepada Kejaksaan

mengenai “Kewenangan penyidik lanjutan”, namun kewenangan tersebut

hilang dari tugas kejaksaan. Dengan lahirnya KUHAP melepas wewenang

penyidikan dari instansi Kejaksaan dan sepenuhnya diserahkan kepada

POLRI. “Dengan berlakunya KUHAP wewenang penyidikan hanya

dibebankan kepada POLRI sebagai penyidik tunggal. Akan tetapi dengan

adanya ketentuan Pasal 284 ayat (2) masih memperkenankan penyidik lain

selain POLRI yaitu Jaksa untuk melakukan penyidikan bagi pelaku tindak

pidana tertentu, diantaranya tindak pidana korupsi”.8

8 Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktik (Bandung: Mandar Maju,

2001), h. 138.

Page 57: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

45

Dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa Dalam waktu

dua tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, maka terhadap semua

perkara diberlakukan ketentuan Undang- Undang ini, dengan pengecualian

untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana

tersebut pada Undang- Undang tertentu sampai ada perubahan dan atau

dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dalam penjelasan Pasal tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan “Ketentuan khusus acara pidana” sebagaimana tersebut pada

Undang-Undang adalah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut

pada:

a. Undang-Undang tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan

Tindak Pidana Ekonomi (Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun

1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana

Ekonomi).

b. Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi). Untuk menciptakan kesatuan pendapat

mengenai makna dari Pasal 284 ayat (2) KUHAP tersebut,

dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan KUHAP.

Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan KUHAP disebutkan “Penyidik menurut ketentuan

khusus acara pidana sebagai mana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2)

Kitab Undang-undang Hkukum Acara Pidana dilaksanakan oleh

Penyidik, Jaksa dan Pejabat yang berwenang lainnya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa “wewenang penyidik

tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh Undang-Undang

tertentu dilakukan oleh Penyidik, Jaksa, dan Pejabat Penyidik yang

Page 58: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

46

berwenang lainnya untuk ditunjuk berdasarkan Undang-Undang yang

berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Jadi, dengan berlakunya KUHAP dimana ditetapkan bahwa

tugastugas penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada pejabat penyidik

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP, maka Kejaksaan tidak lagi

berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara tindak

pidana umum. Namun demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat

(2) KUHAP jo Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan KUHAP, Jaksa berwenang melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana tertentu ( Tindak pidana khusus).

D. Tugas Koordinasi dan supervisi Komisi pemberantasan korupsi dalam

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi

Menurut ajaran bentham, hubungan hukum yang sehat adalah

hubungan hukum yang memiliki legitimasi atau keabsahan yang logis etis

dan estetis dalam bidang hukum secara yuridis.9 Dalam artian bahwa

hubungan hukum tersebut di awali oleh adanya sebab akibat dan latar

belakang, hingga keberaadaan sebuah lembaga yang sudah melerati

berbagai prosedur hukum yang benar. Hubungan Tugasonal dan koordinatif

antara Kejaksaan dan Kepolisian dengan KPK dapat dilihat dengan jelas

dalam penjabaran Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi seperti telah disebut di atas. Dalam pasal

tersebut terlihat betapa besar peran, tugas dan wewenang dari KPK dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selanjutnya, mengenai hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Umum

dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi, KPK:

a. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan

memperlakukan institusi yang telah ada sebagai “counterpartner”

9 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum . . . h.18.

Page 59: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

47

yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan

secara efisien dan efektif;

b. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan;

c. BerTugas sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah

ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism);

b. BerTugas untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang

telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas

dan wewenang penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan

(superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau

kejaksaan.

Dari penjelasan umum ini, maka disimpulkan bahwa komisi harus

menjadikan Kepolisian maupun Kejaksaan sebagai counter partner yang

kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien

dan efektif. Hal ini dapat dipahami mengingat keberadaan KPK tidak

sampai pada daerah-daerah terutama Kabupaten dan Kotamadya. Apabila

KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sendiri akan

mengakibatkan timbulnya berbagai kesulitan serta pembengkakan

pembiayaan yang sangat besar. Sehingga untuk penyidikan dan penuntutan

dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi secara teknis

dan praktis dengan tetap bekerjasama dan supervisi oleh KPK.

Hubungan Tugasional antara KPK dengan Kejaksaan dan/atau

Kepolisian akan tetap memberikan peran yang besar kepada kedua lembaga

terdahulu itu untuk melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Di sinilah peran hukum sebagai as a tool social of control bagi para penegak

hukum dalam menjalankan apa yang di amanahkan leh peraturan

perundang-undangan agara apa yang di jalankan dan di laksanakan tidak

keluar dan bahkan tidak bertentangan dengan norma hukum yang ada.10

Sebagai sebuah lembaga pemberantas korupsi, KPK memiliki tugas dan

wewenang yang sangat powerful, karena memiliki kewenangan istimewa

10

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan

Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1970), h. 12.

Page 60: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

48

dalam memberantas korupsi.11

Kewenangan ini tidak dimiliki (atau haya

sebagian saja dimiliki) oleh lembaga-lembaga penegak hukum lainnya.

Misalnya, KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Kewenangan ini sangat powerful, karena melampui kewenangan yang

dimiliki oleh Kejaksaan dan Polri.

Selain itu, KPK sering disebut sebagai lembaga superbody, karena

merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang untuk

memimpin lembaga-lembaga penegak hukum lainnya dalam penanganan

perkara-perkara korupsi.12

Selain itu koordinasi dan supervisi yang

melengkapi KPK dapat mendukung KPK sebagai mekanisme pemicu dan

pemberdaya (Trigger mechanism) terhadap institusi yang telah ada

sebelumnya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Sebagaimana terdapat dalam penjelasan Undang-Undang KPK:

a. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan

memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang

kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara

efisien dan efektif;

b. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan;

c. Bertugas sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada

dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism);

d. BerTugas untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang

telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan

wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody)

yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan

Dalam melaksanakan koordinasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 huruf a, bahwa KPK mempunyai beberapa kewenangan seperti dalam

Pasal 7 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002:

a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi;

11

Ramelan, Penerapan Konsep Dan Pengertian Turut Serta Dalam Perkara Tindak

Pidana Korupsi, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran Bandung, 2002. h. 3.

12

Zainal Abidin Dan A Gimmy Prathama Siswadi, Psikologi Korupsi, (Bandung:

PTRemaja Rosdakarya, 2009), h. 51.

Page 61: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

49

b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi;

c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait;

d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi Dari pasal diatas maka KPK berada diposisi sebagai

koordinator, oleh karena itu Polri memiliki kewajiban untuk

koordinasi dan melaporkan perkara kepada KPK.

Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang

menyatakan bahwa PPNS berada dibawah koordinsi dan pengawasan Polri.

Bahwa KPK seharusnya dapat dikategorikan sebagai PPNS. Kemudian

dalam Undang-Undang KPK membuat pengecualian tersendiri, untuk

menegaskan kembali bahwa KPK tidak berada dibawah koordinasi Polri,

dan menyatakan bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (2) KUHAP tidak berlaku.

Hukum dihadirkan dengan tujuan sebagai alah satu stanfart of

conduct.13

Yang dapat di makanai sebagai sandaran atau ukuran nilai dan

tingkah laku yang harus di taati oleh penegak hukum dalam melaukan suatu

nubungan kerja antara yang satu dengan yang lainya. Kerja sama dan saling

mengawasi melibatkan penyidik, penuntut umum, hakim, tersangka atau

terdakwa, atau penasehat hukumnya dan aparat rutan atau aparat lembaga

pemasyarakatan. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KPK “Dalam

melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,

Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan,

penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan

wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi,

dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik”

Komisi Pemberantasan Korupsi juga berwenang untuk mengambil alih

penyidikan atau penuntutan, dalam ayat (2) Dalam melaksanakan wewenang

13

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum . . .h. 3.

Page 62: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

50

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap

pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau

kejaksaan Nrgara Kestuan Republik Indonesia”

Pengambil alihan perkara oleh KPK, maka Polri wajib menyerahkan

tersangka dan seluruh berkas dan serta bukti yang telah ditemukan

sebelumnya kepada KPK, pasal 8 ayat (3) “Dalam hal Komisi

Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan,

kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas

perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya

permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi” Lihat pula penjelasan Pasal 12

ayat (1) Pelimpahan penyelidikan dan penyidikan serta penyerahan

tersangka, berkas dan alat bukti dilimpahkan dengan membuat dan

menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan

kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut

beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun tidak serta merta

KPK dapat melakukan pengambil alihan, harus terdapat alasan-alasan yang

kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 :

a. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak

lanjuti

b. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau

tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan

c. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku

tindak pidana korupsi yang sesungguhnya

d. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi

e. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan

dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif atau Keadaan lain yang

menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak

pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. f. Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

“Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik

atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang

sedang ditangani”.

Page 63: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

51

BAB IV

IMPLEMENTASI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Perkembangan pelaksanna Tugas koordinasi dan supervisi Komisi

Pemberantaan Korupsi (KPK)

Dalam literatur hukum dikenal ungkapan ‘justice delayed, justice

denied’1 nampaknya ungkapan ini masih mengena pada sistem hukum acara

di Indonesia yang masih lamban dan kurang efisien. Di antara penyebabnya

adalah belum terwujudnya koordinasi yang harmoni antara lembaga hukum

yang menanganinya. Efektifitas hukum dalam rangka pemberantasan tindak

pidana korupsi diperlukan adanya koordinasi antar lembaga hukum

pemberantasan korupsi, sebab apabila terjadi buntunya hubungan koordinasi

antar peran satu dengan lainnya akan berakibat tidak lancarnya proses

penyelesaian perkara.

Dalam kondisi lintas atar lembaga dan antar kewenangan koordinasi

antar lembaga hukum pemberantasan korupsi tentunya juga harus

memperhatikan pengaruh dari adanya kualifikasi lintas antar lembaga dan

antar kewenangan yang punya landasan hukum masing-masing itu jangan

sampai berdampak negatif terhadap harmonisasi koordinasi antar lembaga

yang dapat mengganggu efektifitas tugas dan Tugas lembaga secara

kesisteman. Fakta dilapangan masih menunjukkan bahwa masing-masing

lembaga terlalu berkonsentrasi pada kewenangan masing-masing, sehingga

koordinasi dan superfisi antar lembaga hukum pemberantasan korupsi belum

optimal.2 Koordinasi yang ada baru sekitar teknis pelaksanaan tugas di

lapangan.

1 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:

Rajawali Press, 2008), h. 45.

2 Laporan Kajian Dan Survei:Optimalisasi Peran KPK Dalam Pemberantaan Korupsi,

Oleh Tim Kajian Dan Survei Akademisi Independen, Jakarta 11 Agustus-22 September 2017.

Page 64: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

52

Sebagai contoh adalah koordinasi KPK, Kepolisian dan Kejaksaan

dalam hal penyelidikan dan penyidikan. Koordinasi pihak kepolisian

memberikan laporan dugaan korupsi ke KPK. Dari tembusan ini KPK

mempelajari laporan tersebut dengan tanggapan berupa bahwa dugaan itu

dapat diteruskan oleh polisi atau dioper oleh KPK bila undang-undang

menentukannya demikian. Melalui koordinasi seperti ini akan saling

mengetahui mengenai penyelesaian perkara apa proses sudah berjalan atau

belum, untuk yang sudah berproses akan dapat diketahui sampai di mana

proses tersebut berjalan.

Untuk hal yang lebih jauh yaitu dalam kesatuan sistem dalam

pencapai tujuan dari pemidanaan tindak pidana korupsi belum ada

koordinasi. Apa sih sebenarnya idealisme hukum yang hendak dicapai oleh

pemberantasan tindak pidana korupsi.3 Tujuan akhir dari koordinasi lembaga

hukum pemberantasan tindak pidana korupsi adalah terbebasnya keuangan

negara dari praktik korupsi, yang tentunya secara sistemik menghendaki

hubungan keterkaitan secara Tugasional antara lembaga hukum

pemberantasan korupsi sehingga dapat bertugas secara optimal untuk

pemberantasan korupsi.

Pernah ada lembaga koordinasi yang disebut Mahkamah kejaksaan

dan kepolisian tetapi sekarang lembaga ini sudah tidak ada, lembaga

koordinasi lainnya yang masih ada sekarang adalah Menko Politik Hukum

dan Keamanan yang tugas pokoknya untuk mengkoordinasikan politik

hukum dan keamanan. Men Polhukam dibentuk dalam rangka membantu

Presiden untuk strategi dan kebijakan koordinasi politik hukum dan

keamanan. Lembaga ini sebetulnya sangat strategis untak dapat

memprakarsai terwujudnya koordinasi lembaga hukum pemberantasan

korusi.

3 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1998), h. 28.

Page 65: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

53

Tetapi apakah lembaga ini mampu menembus kewenangan

kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan dalam rangka koordinasi Tugas

lembaga-lembaga dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Nyatanya

masih juga belum optimal. Lembaga yang punya kewenangan koordinasi

dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi juga adalah Komisi

Pemberantasan Tindak pidana Korupsi (KPK). Koordinasi yang dilakukan

oleh KPK terbatas pada tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Untuk melengkapi kekurangan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi

maka untuk koordinasi dalam hal pemeriksaan di pengadilan dibentuklah

Pengadilan Tipikor.

Pengadilan Tipikor adalah pengadilan yang juga berada dilingkungan

Peradilan Umum. Pengadilan Tipikor adalah pengadilan yang khusus untuk

menangani perkara pidana korupsi, pengadilan Tipikor berwenang untuk

memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang dilakukan di luar

wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.4

Keistimewaan dari Pengadilan Tipikor ini dapat dilihat dari persyaratan

untuk menjadi hakim Pengadilan Tipikor yang demikian ketatnya. Di antara

persyaratannya adalah bahwa yang diangkat menjadi hakim Tipikor adalah

hakim yang sudah berpengalaman menjadi hakim sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) tahun, berpengalaman mengadili tindak pidana korupsi, cakap dan

memiliki integritas moral yang tinggi selama menjalankan tugasnya, dan

tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin. Sebetulnya dengan KPK dan

ditambah Peradilan Tipikor sudah ada kemajuan kearah koordinasi antar

lembaga pemberantasan korupsi, tetapi nyatanya belum optimal untuk

pemberantasan tindak pidana korupsi.

Tanpa mengurangi upaya KPK untuk pemberantasan korupsi.

Realitas sosial menunjukkan bahwa praktik korupsi masih merajalela dan

belum dapat diatasi untuk itu koordinasi lembaga pemberantasan korupsi

4 Barda Nawawi Arief, Beberapaaspek Kebijakan Dan Pengembangan Hukum Pidana

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998, Cet. Pertama), h. 44.

Page 66: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

54

perlu diperluas dan diperketat lagi mekanisme kerjanya sehingga betul-betul

efektif. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dari segi lembaga

maupun kewenangannya belum cukup untuk memberantas praktik korupsi

yang berkembang saat ini.

Karena itu koordinasi seluruh lembaga pemberantasan tindak pidana

korupsi harus mengintegrasikan diri baik dalam visi maupun misinya untuk

efektivitas pemberantasan tindak pidana korupsi.5 Sikap mengandalkan

pemberantasan tindak pidana korupsi hanya pada KPK akan berakibat KPK

terlalu over pekerjaan dan di sisi lain ada kesan bahwa lembaga lainnya

dibiarkan untuk santai. Apapun permasalahannya setiap lembaga harus

diposisikan sebagai lembaga yang proporsional dan mahir dalam

pelaksanaan tupoksinya. Kalau nyata-nyata belum optimal maka harus

diadakan revitalisasi agar semua lembaga hukum pemberantasan korupsi

meningkat kemampuan daya kerjanya. Untuk itu harus diposisikan bahwa

setiap lembaga siap dan efektif dalam tugas dan Tugasnya masing-masing

yang secara koordinasi paham betul apa yang menjadi visi dan apa yang perlu

dilakukan antar lembaga dan antar kewenangan untuk pemberantasan tindak

pidana korupsi. Sehingga sifat inovatif dan semangat kebersamaan tiap

lembaga untuk pemberantasan korupsi tumbuh dan tetap terpelihara. Sistem

lembaga hukum pemberantasan korupsi hendaknya terkait pula dengan

sistem pengawasan penggunaan keuangan negara yang di dalamnya meliputi

peran BPK dan BPKP.

Melalui lembaga-lembaga pengawasan penggunaan keuangan

negara ada kecenderungan untuk memperoleh temuan-temuan tentang

penyelewengan atau praktik korupsi yang akan sangat efektif untuk

mengungkap praktik korupsi di lembaga pemerintahan juga di BUMN.

Dengan temuan yang berhasil diungkap oleh lembaga-lembaga pengawas

penggunaan uang negara biasanya alat-alat buktinya betul-betul akurat dan

5 Juniadi Soewartojo, Korupsi Pola Kegiatan Da Penindakannya Serta Peran

Pengawasan Dalam Penanggulangannya (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 5.

Page 67: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

55

sulit dibantah. Karena pihak BPK dan BPKP punya kewenangan langsung

untuk Tugas pengawasan penggunaan keuangan negara terhadap instansi-

instansi pemerintah juga BUMN. Tetapi nampaknya koordinasi antara

lembaga pengawas penggunaan keuangan negara dan lembaga hukum

pemberantasan tindak pidana korupsi belum terjalin secara optimal. Sehingga

banyak temuan-temuan lembaga pengawasan penggunaan keuangan negara

yang tidak ada tindak lanjutnya.

B. Pentingnya Tugas Koordinasi Dan Supervisi Komisi Pemberantasan

Korupsi Dengan Lembaga Penegak Hukum Lain.

Para penegak hukum seharusnya paham betul arti pentingnya tugas

yang dibebankan padanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan

sama sekali tidak dapat diinterpensi oleh kekuatan apapun yang dapat

merusak citranya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang ditugaskan

untuk pemberantasan tindak pidana korupsi.6 Apakah para pemegang peran

tersebut mempunyai kesadaran untuk penerapan good governance, itu semua

tergantung pada niat dan moral mereka semua, yang kongkritnya akan

tercermin dari perilaku dan hasil kerja mereka. Masyarakat akan menilai, dan

penilaian ini akan besar pengaruhnya terhadap kualitas budaya hukum

masyarakat.

Realitas menunjukkan bahwa berdasarkan fenomena-fenomena

yang muncul kepermukaan lembaga yudikatif adalah cabang kekuasaan yang

masih lemah dalam sistem ketatanegaran di Indonesia. Lembaga yudikatif

yang walaupun telah dilaksanakan sistem satu atap di mana peradilan segi

administratifnya telah menyatu dengan Mahkamah Agung tetapi nyatanya

belum optimal dalam Tugasnya sebagai ‘internal built in control’, masih ada

kesan kuat bahwa lembaga yudikatif masih rapuh dan rentan dari pengaruh

interpensi kekuatan dari luar.

6 Oemar Seno Adji, Undang-Undang Pemberantaan Tindak Pidana Korupsi

Penerapannya Dalam Hukum Pidana Pengembangan, (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 29.

Page 68: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

56

Peningkatan kualitas kinerja lembaga hendaknya tidak tergantung

kepada besarnya gaji tetapi hendaknya lebih difokuskan pada tanggung

jawab lembaga untuk melaksanakan visi dan misinya. Sekarang ini gaji

pejabat KPK jauh lebih besar dari gaji kepolisian, perbedaan gaji ini secara

psikis tentu ada pengaruh terhadap semangat untuk mendukung propesional

pelaksanaan tugas. Tetapi hendaknya tidak mengurangi semangat lembaga

penegak hukum lainnya. Motivasi pelaksanaan tugas sebaiknya langsung

pada tuntutan konsistensi aparat untuk dapat melaksanakan good

governance. Pilar good governance bukan hanya bersih, transparan, dan

bertanggung jawab saja, karena tiga pilar dimaksudkan hanyalah pilar yang

sifatnya pasif, untuk mendorong peningkatan dan majunya kehidupan

masyarakat perlu ditambah dengan pilar yang bersifat dinamis yaitu dengan

pilar responsif, sigap, solid, fleksibel, terintegrasi, dan inovatif. 7

Pilar-pilar ini berarti bahwa good governance tidak hanya untuk

menjamin tercapainya sistem pemerintahan yang bersih saja tetapi juga

pemerintahan yang punya kemampuan untuk peningkatan kesejahteraan

rakyat.8 Dengan bebas dari korupsi saja tentu akan meningkatkan pendapatan

negara dan kesejahteraan rakyat, karena kekayaan alam Indonesia sangat

kaya tanpa diolahpun sudah dapat menghasilkan. Dengan kontrak kerja sama

perusahaan asing Pemerintah Indonesia dari penggalian kekayaan alamnya

sudah dapat mengeruk keuntungan banyak. Apalagi bila disertai kemampuan

menggerakan pilar-pilar dinamisnya tentu akan lebih cepat untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat.

Melalui terminologi teori kesisteman, apa yang diidentikan sebagai

unsur dari sistem adalah „peran yang Tugasional‟ , apa yang diidentikan

sebagai bahan masukan adalah ‘input’, apa yang diidentikan rangkaian

7 Survei Yang Di Lakukan Oleh ICW Terhdap Tiga Lembaga Negara, Yaitu: Kemisi

Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia Dan Kejaksaan Republik Indonesia, Sabtu

26, Ferbruari, 2018.

8 Ramelan, Penerapan Konsep Dan Pengertian Turut Serta Dalam Perkara Tindak

Pidana Korupsi, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran Bandung, 2002. h. 3.

Page 69: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

57

proses transformasinya adalah ‘troughput’, sedangkan yang diidentikan

produk keluarannya adalah ‘out put’.9 Pemberantasan tindak pidana korupsi

dengan dikonsepsikan sebagai sistem, pada hakikatnya adalah wujud dari

Hukum Acara Pidana dalam rangka pemberantasan korupsi. Maka yang

dipahami menjadi unsurnya adalah peran keseluruhan dari lembaga

pemberantasan tindak pidana korupsi untuk mempertahankan eksistensi

ketentuan Hukum Pidana Materiil (Materieel Strafrecht), untuk mencari,

menemukan, dan mendapatkan kebenaran materiil atau yang sesungguhnya.

Berdasarkan hal ini yang dipahami menjadi inputnya adalah

dakwaan terhadap adanya tindak pidana korupsi, yang dipahami adalah

aktivitas dari setiap lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi, dan yang

dipahami sebagai outputnya adalah putusan pengadilan, eksekusi putusan,

dan pengembalian kekayaan negara yang dikorupsi. Secara kesisteman

lembaga hukum pemberantasan korupsi akan efektif dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi bila mereka dapat mencapai tujuan hukum pidana,

seperti diuraikan dalam pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana adalah: “Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-

tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran selengkap-

lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum

acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah

pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum

danselanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna

menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan

apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.10

Untuk lengkapnya

9 Soetandyo Wignjosoebroto., “Kearah Reformasi Sistem Peradilan Indonesia”,

Disampaikan Pada Seminar Tentang Reformasi Sistem Peradilan Dalam Penegakan Hukum Di

Indonesia Pada Tanggal 3-4 April 2007 Di Palembang, Diselenggarakan BPHN Dep. Hukum Dan

Hak Asasi Manusia Bekerja Sama Dengan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dan Kanwil

Hukum Dan HAM RI Provinsi Sumatera Selatan.

10

Departemen Kehakiman RI, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (Jakarta: Departermen Kehakiman RI, 1982), h. 1.

Page 70: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

58

tentu termasuk di dalamnya juga pelaksanaan tentang bagaimana proses

mengembalikan kekayaan negara yang telah dikorupsi.

Berbagai cara untuk efektifnya rangkaian langkah-langkah

pelaksanaan acara pidana pemberantasan korupsi tersebut harus ada

sinkronisasi antara yang didakwakan dengan putusan pidana, eksekusi

putusan, dan pengembalian kekayaan negara. Sinkronisasi dimaksudkan

dapat diwujudkan bila terjalin koordinasi antara unsur lembaga

pemberantasan tindak pidana korupsi yang terdiri dari; peran penyelidikan

dan penyidikan; peran pembelaan hukum bagi terdakwa; peran penuntutan;

peran pemeriksaan di pengadilan; peran eksekusi/pelaksanaan pidana

korupsi; dan peran pengembalian kekayaan negara yang dikorupsi.

Kompleksitas kejahatan korupsi mustahil dapat dicari jalan

keluarnya hanya dengan pendekatan parsial. Dalam ketentuan hukum

internasional, selain korupsi sebagai kejahatan luar biasa akibat adanya

penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) yang telah menggoyahkan

sendi-sendi kehidupan bernegara.11

Juga kejahatan korupsi menjadi sangat

sulit diberantas karena muara utamanya berada pada instutusi penegak

hukum.

“..Hasil Survey Lembaga Transparansi Internasional (TI), mengungkapkan

bahwa Lembaga-lembaga vertikal, (Polisi, Peradilan, Pajak, Imigrasi, Bea

Cukai, Militer, dan lainlain), masih dipersepsikan sangat korup. Menurut

versi TI, bahwa lembaga peradilan merupakan lembaga paling tinggi

tingkat inisiatif meminta suap (100%), disusul Bea Cukai (95%), Imigrasi

(90%), BPN (84%), Polisi (78%) dan Pajak (76%)..”12

Korupsi merupakan fenomena yang tak terelakan, dibanyak negara

di Asia, termasuk Indonesia. Begitu merajalela sehingga disinyalir tindak

pidana ini merambah baik disektor publik dan swasta, dari tingkat pusat

11

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008, Cet. Kedua), h. 28.

12

Survei Yang Di Lakukan ICW Terhdap Tiga Lembaga Negara, Yaitu: Kemisi

Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia Dan Kejaksaan Republik Indonesia, Sabtu

26, Ferbruari, 2018.

Page 71: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

59

hingga pelosok.13

Tahun 2015-20017 skor Indonesia masih sangat rendah

(skor < 3,0) dalam upaya pemberantasan korupsi. Berarti upaya

pemberantasan korupsi belum berjalan efektif. Faktor kegagalan

pemberantasan korupsi di Indonesia, dapat disebabkan beberapa hal sebagai

berikut.14

Pertama, belum adanya dukungan politik secara menyeluruh; kedua,

penerapan hukum terhadap pelaku korupsi kurang efektif, ambigu bahkan

disinyalir dalam proses peradilan korupsi terdapat adanya mafia hukum yang

”bermain”; ketiga, upaya pemberantasan korupsi belum fokus, banyak

tekanan, tidak ada prioritas dan tidak didukung oleh struktur birokrasi antar

lembaga peradilan yang memadai; keempat, lembaga anti korupsi masih

dianggap sebagai organisasi yang tidak efektif dan efisien serta tidak sesuai

harapan masyarakat; dan kelima, lembaga peradilan sering terlibat konflik

kepentingan dengan lembaga pemerintah lainnya, misalnya ijin presiden bagi

pelaku korupsi dari kalangan birokrat pemerintah menjadi penghambat

penanganan koupsi secara cepat dan efektif. Korupsi menimbulkan efek

negatif, salah satunya adalah efek transmutasi.

Efek ini merupakan implikasi psikologis terhadap kejahatan korupsi

di mana orang menganggap bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan

yang menguntungkan sehingga orang berlomba untuk melakukannya. Efek

inilah yang tampaknya masih menggejala di kalangan sebagian aparatur

pemerintah kita saat ini, walaupun keberadaannya sangat terselubung.15

Kedudukan KPK sebagai institusi hukum yang strategis memiliki

kewenangan lebih kredible dan profesional karena dalam menjalankan

13

Carolina, “Sistem Anti Korupsi: Suatu Studi Komparatif Di Indonesia, Hongkong,

Singapura, Dan Thailand”. Jurnal In Festasi Vol. 8 No. 1 Juni 2012, h. 108.

14

Achmad Badjuri, “Peranan KPK Sebagai Lembaga Anti Korupsi Di Indonesia”, Jurnal

Bisnis Dan Ekonomi (JBE) Vol. 18, No. 1 Maret 2011, Purwokerto: FE UNSOED, h. 86.

15

Encep Syarief Nurdin, “Membangun Tata Kelola Pemerintah Yang Baik (Good

Governance) Dan Pemberantasan Korupsi”. Jurnal Negarawan No. 18 Edisi Januari-April 2010.

Jakarta: Sekretariat Negara RI, h. 108.

Page 72: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

60

tugasnya KPK independen, bebas dari pengaruh pihak manapun.

Independensi KPK lebih banyak dinilai oleh tersedianya mekanisme yang

transparan untuk menilai kinerja KPK yang bersangkutan, sehingga dapat

menjaga agar Tugasnya tidak bias; pemilihan pimpinan KPK menggunakan

prosedur yang demokratis, transparan dan objektif; dan Pimpinan KPK yang

terpilih dikenal sebagai orang dengan integritas yang baik dan telah teruji.

Seluruh KPK yang telah teruji independensinya terbukti mampu memberikan

hasil yang amat baik dalam pemberantasan korupsi di negaranya.16

Kelahiran

KPK memang ditujukan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan

korupsi, sehingga lembaga ini dibekali dengan “senjata” berupa kewenangan

yang melebihi lembaga penegak hukum lain yang telah ada sebelumnya

namun dipandang belum mempunyai kemampuan maksimal dalam

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kewenangan KPK yang melebihi penegak hukum yang lain adalah

sebagaimana diatur pada Pasal 6, yaitu: Pertama, kordinasi dengan instansi

yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; kedua,

supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan

korupsi; ketiga, melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi; keempat, melakukan tindakan pencegahan

tindak pidana korupsi; dan kelima, melakukan monitor terhadap

penyelenggaraan pemerintahan negara. KPK sebagai lembaga yang

independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, dibentuk agar

menjalankan tugas dan Tugas sesuai dengan tujuannya yaitu meningkatkan

daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korusi

(Pasal 3 dan Pasal 4). Untuk itu, KPK harus berlandaskan asas-asas yang

diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan,

akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

16

Fitria, “Eksistensi KPK Sebagai Lembaga Penunjang Dalam Sistem Ketatanegaraan

Indonesia”, Jurnal NESTOR. Vol. 2 No. 2 Tahun 2012. Pontianak: Magister Hukum UNTAN, h.

321.

Page 73: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

61

KPK memiliki kewenangan yang sangat luas termasuk kewenangan

melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam kerangka pemberantasan

tindak pidana korupsi. Pasal 6 huruf a Undang-Undang nomor 30 tahun 2002

menyebutkan bahwa KPK mempunyai tugas koordinasi dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Saat ini

instansi/lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan menangani

tindak pidana korupsi adalah Kepolisian dan Kejaksaan.17

Oleh sebab itu pada tahapan penegakan hukum yang harus dijalani

dalam proses penanganan tindak pidana korupsi seperti pada tahapan

penyidikan maka KPK memiliki hak untuk berkoordinasi dengan lembaga

penegak hukum yang sedang menangani. Pelaksanaan koordinasi tersebut

meliputi juga koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan republik indonesia,

Inspektorat pada kementrian, atau lembaga pemerintah non kementerian.

Dualisme sistem penyidikan ini di satu sisi menimbulkan kompetisi yang

positif namun disi lain juga menimbulkan rasa tidak percaya diri pada

lembaga yang kinerjanya kurang maksimal. Di samping itu agar tidak terjadi

tumpang tindih kewenangan.18

perlu dilakukan secara hati- hati. Untuk itulah

tugas supervisi dimiliki oleh KPK.

Berdasarkan tugas supervisi tersebut, KPK mempunyai wewenang

yang diatur Pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau

penelahaan terhadap isntansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang

berkaitan dengan pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam

melaksanakan pelayanan publik. Dalam melaksanakan wewenang tersebut,

KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap

pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian

atau kejaksaan. Kewenangan supervisi oleh KPK juga dimaksudkan pula

untuk meminimalisir penyalahgunaan kewenangan polisi dan jaksa dalam

17

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi . . . h, 28.

18

Hibnu Nugroho, “Rekonstruksi Wewenang Penyidik Dalam Perkara Tipikor (Kajian

Wewenang Polisi Dalam Penyidikan Tipikor)”, Jurnal Media Hukum, Vol. 16 No. 3 Desember

2009, Yogyakarta: FH UMY.

Page 74: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

62

melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dapat dibaca

dalam konsideran Undang-Undang KPK yang menyebutkan bahwa lembaga

pemerintah yang menangani perkara tindak pi-dana korupsi belum berTugas

maksimal, untuk itu perlu kehadiran lembaga lain yang bisa menangani secara

efektif, efisien, profesional dan berkesinambungan.19

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 telah mengantisipasi

kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kewenangan itu, dengan

memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan atau

penuntutan dalam hal atau dengan beberapa alasan. Pertama, laporan

masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti; kedua,

proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau

tertundatunda tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan; ketiga,

penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak

pidana korupsi yang sesungguhnya; keempat, penanganan tindak pidana

korupsi mengandung korupsi; kelima, hambatan penanganan tindak pidana

korupsi karena campur tangan dari pihak eksternal misalnya eksekutif,

yudikatif, atau legislatif; dan keenam, keadaan lain yang menurut

pertimbangan Kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi

sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 9).

“..Laporan Penelitian tentang Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui

Tugas Koordinasi dan Supervisi yang dilakukan oleh ICW, disebutkan

alasan-alasan pengambilalihan dapat dikatagorikan menjadi dua. Pertama

KPK dapat mengambil alih perkara bila kepolisian dan kejaksaan dinilai

tidak mampu melaksanakannya. Ketidakmampuan tersebut bisa saja

disebabkan hambatan internal lembaga terkait atau bisa juga karena

adanya intervensi kekuasaan eksekutif terhadap kepolisian dan kejaksaan.

Kedua, KPK dapat mengambil alih perkara karena kepolisian dan

kejaksaan dinilai tidak mau menjalankan tugasnya sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku..”

Ketidakmauan bisa saja karena alasan penanganannya mengandung

unsur korupsi atau dapat juga karena secara internal tidak ada niat baik untuk

19

Jeane Neltje Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Tipikor”.

Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 Maret 2007, h. 14.

Page 75: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

63

menindaklanjuti perkara tertentu. Penjelasan Undang-Undang KPK

disebutkan bahwa KPK memiliki tugas koordinasi dan supervisi, KPK tidak

didesain untuk memonopoli penanganan perkara korupsi.20

Dengan

pengaturan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan beberapa

hal. Pertama, KPK dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat

dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang

kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien

dan efektif; kedua, tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan; ketiga, berTugas sebagai pemicu dan

pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger

mechanism); dan keempat, berTugas untuk melakukan supervisi dan

memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat

mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/ atau

kejaksaan. Pelaksanakan Tugas koordinasi dan supervisi KPK melakukannya

terhadap berbagai lembaga, baik instansi penegak hukum (kejaksaan dan

kepolisian) dan instansi pengawas Tugasonal pemerintah (Inspektorat

Jenderal, BPKP, dan Bawasda) dengan mengoptimalkan peran dan Tugasnya

tugas koordinasi terutama dilakukan terhadap penanganan perkara tindak

pidana korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan (bolak balik perkara).

Sebelum supervisi masih proses penyidikan, setelah supervisi masih

perlu pendalaman terhadap perbuatan melawan hukum dari para pihak.

Bentuk kegiatan rutin yang dilakukan dalam koordinasi dengan penegak

hukum lain yang disebutkan dalam Laporan Tahunan KPK 2017 adalah

penerimaan pelaporan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP),

sedangkan supervisi dilakukan dengan menerima permintaan pengembangan

penyidikan gelar perkara, analisis bersama maupun pelimpahan perkara.

Bagian Koordinasi dan supervisi (Korsup) pendindakan KPK mendorong

SDMnya untuk melaksanakan tugasnya tersebut di daerah, dengan cara dalam

20

Oemar Seno Adji, Undang-Undang Pemberantaan Tindak Pidana Korupsi

Penerapannya Dalam Hukum Pidana Pengembangan, (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 29.

Page 76: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

64

kurun waktu satu bulan harus menyelesaikan tugas korsup di satu provinsi. Di

lapangan SDM KPK harus terjun sampai ke tingkat Polres.

Tugas yang dilaksanakan tidak hanya melakukan pengecekan SPDP,

namun juga Terkait tugas Koordinasi dan Supervisi KPK ini, ICW pernah

memberikan catatan khusus terhadap KPK. Dalam dokumen rekomendasi

ICW tentang Road Map KPK 20015-2017 yang diterbitkan Maret 2008,

terdapat delapan bagan masalah yang menjadi titik penting untuk

pembenahan KPK. Khusus pada bagian Koordinasi dan Supervisi, terdapat

enam catatan kritis, yaitu:

a. Mekanisme koordinasi dan supervisi belum cukup jelas;

b. Koordinasi dan Supervisi dilakukan berbasis kasus, bukan pada kinerja

(kelembagaan,-pen)

c. Sedikitnya kasus korupsi yang diambil alih oleh KPK

d. KPK belum mampu membendung terbitnya SP3 dan SKPP di

Kepolisian dan Kejaksaan

e. KPK belum memiliki sistem informasi penanganan perkara korupsi di

Kepolisian dan Kejaksaan; dan,

f. KPK belum memiliki sumber daya khusus (kelembagaan,-pen) untuk

bidang Koordinasi dan Supervisi.

Melakukan kerja sama operasi bidang penyelidikan dan penyidikan

bersama. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber selaku panitiak

khusus hak angket KPK di DPR RI, di peroleh keterangan bahwa belum

terhadap penjabaran yang konkrit tentang tugas supervisi terhadap penyidikan

Tipikor oleh KPK di Polda Jawa Tengah. Oleh karena itu supervisi bisa

diartikan menjadi supervisi kinerja atau supervisi kesatuan. Tahun 2012, KPK

pernah melakukan supervisi. Pada waktu itu yang dilakukan adalah berupa

gelar perkara untuk melakukan “sharing” dalam penanganan suatu perkara

korupsi.

Akan tetapi pada saat supervisi tersebut pihak KPK hanya

mendengarkan gelar perkara tetapi tidak memberi putusan apapun terhadap

perkara tersebUndang-Undang t, misal akan diteruskan, dihentikan atau

memeberi masukan terhadap kasus di maksud. Kriteria perkara yang

Page 77: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

65

disupervisi oleh KPK adalah kasus korupsi tersebut menjadi perhatian

masyarakat, yaitu KPK menerima pengaduan dari masyarakat, berdasarkan

pengaduan tersebut KPK melakukan supervisi terhadap penyidikan. Hanya

saja tetap belum ada kepastian apakah yang disupervisi tersebut proses

penyidikannya ataukah mekanisme penyidikan.

Menurutnya koordinasi dan supervisi sangat penting untuk dilakukan

karena untuk mencari titik temu pada saat dijumpai ada kebuntuan dalam

penanganan suatu kasus korupsi. Tugas supervisi yang sebenarnya sangat

baik hingga saat ini tidak efektif karena supervisi dilakukan atas laporan

masyarakat bukan atas inisiatif KPK sendiri. Idealnya supervisi dibuat berupa

program kerja supervisi dan koordinasi tahunan (PKPT), sehingga dalam

pelaksanaannya KPK yang secara aktif melakukan supervisi dan koordinasi.

Karna dalam mengaplikasikan kaidah hukum, hendaknya harus ada dukungan

yang kuat dari norma hukum yang sistematik dan petugas yang memahami

kewenangan yang sudah diamanahkan dengan tegas di dalam peraturan

perundang-undangan yang sudah di buat oleh pemerintah.21

Berdasarkan sejumlah temuan dan hasil analisis yang di lakukan oleh

panitia khusus hak angket KPK di DPR RI menemukan beberapa hal di

antaranya : 22

a. Tidak singkronnya norma dalam Undang-Undang KPK;

b. Kelembagaan koordinasi dan supervisi yang belum ada di KPK,

Kepolisian dan Kejaksaan; dan,

c. Hambatan teknis di lapangan yang meliputi: persoalan kepangkatan

penyidik, ego sektoral, dan mafia hukum.

Seperti yang diuraikan di atas, Pasal 6 Undang-Undang KPK

menempatkan kewenangan Koordinasi dan Supervisi lebih prioritas

dibanding kewenangan penindakan (penyelidikan, penyidikan dan penuntutan

21

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Putra Grafika, Cet, Ke Empat,

2013), h.15.

22

Laporan Kajian Dan Survei:Optimalisasi Peran KPK Dalam Pemberantaan Korupsi,

Oleh Tim Kajian Dan Survei Akademisi Independen, Jakarta 11 Agustus-22 September 2017.

Page 78: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

66

korupsi). Dari latar belakang pembentukan Undang-Undang KPK pun,

kebutuhan penguatan institusi Kepolisian, Kejaksaan dan perbaikan sistem

seharusnya menempatkan KPK sebagai institusi yang fokus dan prioritas

kepada kewenangan ini. Akan tetapi, semangat yang ada pada Pasal 6

Undang-Undang KPK ternyata tidak didukung secara utuh oleh bagian lain di

undangundang ini. Baik Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang KPK,

Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen dan

Sumber Daya Manusia KPK, dan Keputusan Ketua KPK Nomor: Kep-

07/P.KPK/02/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK tidak

memberikan tempat dan porsi yang besar pada kelembagaan. Menurut barda

nawawi arief, kualitas sumberdaya manusia di bidang pembangunan dan

penegakan hukum berkaitan erat dengan kualitas kinerja dan implementasi

hukum yang di jalankan.23

Oleh karena itu, jkka kita melihat dari sudut

pandang sumberdaya manusia dalam lembaga Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) saat ini menuntut perlu adanya reevaluasi, reorientasi dan

reformasi di bidang sumberdaya manusia itu sendiri.

Koordinasi dan supervisi dalam diskusi ahli yang dilakukan pada

proses penelitian ini, mantan pimpinan KPK yang diundang, Ery Riyana

Hardjapamengkas juga menyebutkan perihal inkonsistensi regulasi tersebut.24

Bab IV Undang-Undang KPK yang mengatur tentang tempat kedudukan,

tanggung jawab dan susunan organisasi yang terdiri dari sepuluh pasal tidak

menyebutkan satu bagian/jabatan pun yang secara khusus dibuat untuk

pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi tersebut. Padahal, jika dilihat

secara normatif, kewenangan KPK untuk melaksanakan koordinasi dan

supervisi adalah sebuah kewenangan yang sangat luas. Hal ini

berkonsekuensi pada sulitnya menempatkan pejabat atau staff yang secara

khusus melaksanakan kewenangan koordinasi dan supervisi tersebut. Namun,

23

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 26.

24

Ramelan, Penerapan Konsep Dan Pengertian Turut Serta Dalam Perkara Tindak

Pidana Korupsi, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran Bandung, 2002. h. 3.

Page 79: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

67

jika dicermati, KPK sudah melakukan koordinasi dan supervisi sejak awal

pembentukannya, meskipun masih dilaksanakan secara kasuistis. Masih

dalam Bab IV Undang-Undang KPK, Pasal 26 yang secara khusus mengurai

struktur kelembagaan KPK yang meliputi Pimpinan KPK, 4 bidang

(Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Bidang Pengawasan

Internal dan pengaduan masyarakat), 4 subbidang pencegahan, 3 subbidang

penindakan, 3 subbidang informasi dan data, dua subbidang pengawasan

internal dan pengaduan masyarakat, dan struktur Satuan Tugas yang dapat

dibentuk di subbidang bagian penindakan.

Kemudian, Pasal 27 Undang-Undang KPK mengatur tentang adanya

struktur Sekretaris Jenderal untuk membantu pelaksanaan tugas KPK. Dari

dua pasal ini, tidak ditemukan Bidang, Subbidang, Satuan Tugas, atau

struktur lainnya yang secara eksplisit membawahi pelaksanaan tugas KPK

untuk Koordinasi dan Supervisi pemberantasan korupsi. Namun, memang

tidak pernah akan ada undang-undang yang sempurna. Karena itu, meskipun

ada persoalan dalam Undang-Undang KPK, pelaksanaan tugas koordinasi dan

supervisi tetap harus berjalan. Untuk menjawab kelemahan Undang-Undang

tersebut, KPK melakukan koordinasi dan supervisi secara tersebar di

sejumlah bidang dan subbidang.

Kelemahan ini bukan tidak disadari oleh KPK. Dalam dokumen

rencana Strategik KPK 2010-2016 KPK sebenarnya sudah menetapkan 4

kebijakan dalam penentuan prioritas pelaksanaan tugasnya, yaitu: terkait

dengan tugas dan Kebijakan di bidang Koordinasi dan Supervisi

a. Menindaklanjuti MoU yang sudah dibuat bersama Polri dan

Kejaksaan dengan tindakan nyata di lapangan

1) Mengadakan pertemuan rutin dengan Polri dan Kejaksaan

2) Mengevaluasi penanganan kasus korupsi

b. Mendorong penanganan kasus korupsi ke daerah (Polda dan Kajati)

dengan alternatif tindakan:

Page 80: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

68

1) Diserahkan sepenuhnya sesuai kewenangan Polri dan Jaksa

2) Digunakan kewenangan KPK, namun dilaksanakan oleh Polri

dan Jaksa

c. Memantau penanganan kasus korupsi oleh Polri dan Kejaksaan

1) Secara administratif

2) Check on the spot

d. Mengambil alih penanganan kasus yang krusial dan tidak dapat

ditangani oleh Polri dan Kejaksaan.

1) Kebijakan di Bidang penindakan

2) Kebijakan pencegahan

3) Kebijakan di bidang pengawasan terhadap penyelenggaraaan

negara

Menindaklanjuti rencana strategik tersebut, di tahun 2010 akhirnya

KPK membentuk sebuah Unit Khusus Koordinasi dan Supervisi yang

dijalankan oleh 4 orang. Artinya, sejak keberadaan KPK di tahun 2003, unit

khusus yang menjalankan kewenangan Pasal 6 huruf a dan b Undang-Undang

KPK tersebut baru dibentuk di tahun 2009. Keberadaan Unit Khusus inipun

dinilai belum cukup kuat untuk mewadahi pelaksanaan tugas koordinasi dan

supervisi yang sangat luas dan lebih berat bahkan dibanding tugas di bidang

penindakan sekalipun. Karena nilai keluarbiasaan KPK sebagai institusi yang

hadir ditengah kegagalan institusi lama dalam pemberantasan korupsi terletak

pada tugas koordinasi dan supervisi ini. Sebutan KPK sebagai superbody pun,

seperti dijelaskan dalam bagian Penjelasan Umum Undang-Undang KPK

terletak pada kewenangan melakukan supervisi dan memantau institusi yang

telah ada yang dalam keadaan tertentu dapat melakukan pengambilalihan

penanganan kasus korupsi.

Pembentukan Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi ini diatur di

Peraturan KPK Nomor 03 tahun 2010, tanggal 23 Februari 2010. Pada pasal

16 Unit Kerja yang dipimpin oleh Koordinator Unit Kerja yang

Page 81: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

69

bertanggungjawab pada Deputi Penindakan menjalankan 10 Tugas. Dalam

pelaksanaan tugasnya, unit ini dapat membentuk Satuan Tugas sesuai dengan

kebutuhan dalam pelaksanaan kewenangan koordinasi dan supervisi KPK.

Peraturan KPK No. 03/2010 merupakan perubahan dari Peraturan

KPK Nomor Per-08/01/XII 2008 tentang Organisasi dan Tata Kelola (Ortala)

KPK. Seperti diketahui, dalam Ortala KPK sebelumnya, belum ditemukan

Unit Kerja khusus di bidang koordinasi dan supervisi KPK. Pembentukan

unit kerja ini tentu dapat dilihat sebagai sebuah kemajuan di KPK, meskipun

dalam penerapannya, kedudukan dan kelembagaan koordinasi dan supervisi

yang hanya setingkat Unit Kerja dinilai tidak seimbang dengan besarnya

tuntutan, ruang lingkup kerja, dan bahkan prioritas tugas yang diberikan

Undang-Undang pada KPK seperti diatur di Pasal 6 huruf (a) dan (b)

Undang-Undang KPK, yang bahkan menempatkan tugas koordinasi dan

supervisi lebih dulu dibanding penindakan. Jika Bidang Penindakan

dijalankan dalam sebuah Deputi yang spesifik untuk menjalankan tugas KPK

di Pasal 6 huruf (c), maka sudah sepatutnya untuk pelaksanaan tugas

Koordinasi dan Supervisi pun seharusnya dibentuk kelembagaan yang

setingkat dengan Deputi. Akan tetapi, seperti sudah dijelaskan sebelumnya,

hal ini belum diatur di Pasal 26 dan 27 Undang-Undang KPK. Meskipun

demikian, bukan berarti KPK tidak dapat membentuk kelembagaan khusus

untuk menjalankan tugas strategis koordinasi dan supervisi tersebut.

Berdasarkan hasil diskusi ahli yang dilakukan selama penelitian ini,

dengan menggunakan Pasal 6 huruf (a) dan (b) dan Pasal 25 ayat (1) huruf (a)

Undang-Undang KPK, sebenarnya Pimpinan KPK dapat membuat sebuah

kebijakan dan tata kerja organisasi yang sesuai dengan mengenai pelaksanaan

tugas dan wewenang KPK, termasuk tugas untuk Koordinasi dan Supervisi.

Seperti diuraikan diatas, kendala soal kelembagaan koordinasi dan supervisi

tidak hanya terjadi di KPK, akan tetapi juga di Kepolisian dan Kejaksaan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sejauh ini belum ditemukan

Page 82: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

70

kelembagaan khusus yang didisain sebagai unit khusus yang mengurusi

koordinasi dan supervisi.

Selama ini koordinasi dijalankan oleh Liasion Officer atau LO yang

ditunjuk secara perorangan di Kepolisian dan Kejaksaan. LO tersebut

biasanya adalah penyidik atau penuntut yang sebelumnya pernah bertugas di

KPK. Dalam struktur organisasi Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim

Polri yang diatur di Peraturan Kapolri nomor Perkap/IX/2010, September

2010 tidak ditemukan sebuah kelembagaan yang spesifik untuk melaksanakan

tugas koordinasi dan supervisi ini. Direktur TIndak Pidana Korupsi

memimpin empat sub-direktorat, dan masing-masing sub-direktorat

memimpin lima Kepala Unit. Struktur ini tampaknya diterapkan sama dengan

direktorat lainnya di Mabes Polri dengan variasi jumlah sub-direktorat sesuai

dengan kebutuhan masing-masing direktorat. Dalam konsep dan kerangka

kerja koordinasi dan supervisi dalam pemberantasan korupsi, disarankan

Kepolisian dan Kejaksaan mempunyai kelembagaan khusus di Bareskrim

Mabes Polri dan Kejaksaan Agung yang berTugas ke dalam dan ke luar.

Tugas ke dalam adalah untuk menjalankan supervisi internal antara

Mabes Polri dengan Polda dan Polres untuk dalam menjalankan tugas

memberantas korupsi, sedangkan Tugas keluar adalah untuk berkoordinasi

dengan KPK dan Kejaksaan. Demikian juga dengan Kejaksaan Agung, yang

disarankan membentuk kelembagaan spesifik yang dapat berada di bagian

Pidana Khusus Kejaksaan Agung. F. Hambatan di Lapangan Hambatan lain

dalam pelaksanaan tugas koordinasi supervisi cenderung bersifat kasuistis.

Kepangkatan yang berbeda antara pihak yang mensupervisi (KPK) dengan

pihak yang disupervisi (Polda dan Kajati) seringkali membuat pelaksanaan

Tugas ini tidak efektif. Bahkan, di tataran tertentu ego-sektoral masih muncul

ketika KPK menjalankan tugasnya baik di Jakarta dan Daerah.

Dari sejumlah kegiatan diskusi dan seminar yang diikuti dengan tema

pemberantasan korupsi, masih sering terucap dari pihak Polri dan Jaksa,

Page 83: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

71

bahwa ada keberatan jika lembaga baru seperti KPK kemudian bisa menjadi

lebih tinggi dan mengatur “kakak-kakaknya” di kepolisian dan kejaksaan. 35

Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena lama kelamaan justru akan

mempertajam konflik laten antar institusi, dan memperlebar jurang

koordinasi. Dalam paradigma pemberantasan korupsi yang harus dilakukan

secara bersama-sama dan kerjasama lintas institusional, dibutuhkan sebuah

sikap kepemimpinan yang jelas dan terang benderan di masing-masing

institusi, baik oleh Kapolri ataupun Kejaksaan Agung. Sehingga, ke depan,

pelaksanaan koordinasi dan supervisi KPK disarankan lebih menekankan

pada kerjasama kelembagaan, yakni antara KPK dengan Mabes Polri, KPK

dengan Kejaksaan Agung, ataupun ketiga lembaga secara bersamaan. Dengan

demikian, kalaupun masih ada resistensi personal di Jakarta ataupun daerah,

maka mekanisme yang berlaku adalah mekanisme internal masing-masing

institusi penegak hukum. Setiap anggota Polri misalnya, tentu wajib

mematuhi aturan hukum dan kebijakan yang sudah diambil oleh

pimpinannya.

Sebaliknya ada sanksi jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Dengan

dasar hukum Peraturan Kapolri ataupun Peraturan Jaksa Agung,

pembentukan kelembagaan internal Polri dan Kejaksaan, kewajiban anggota

Kejaksaan dan Polri, serta sanksi adminsitratif terhadap pihak-pihak yang

tidak mematuhi aturan tersebut perlu diatur. Hal ini diharapkan bisa

meminimalisir konflik-konflik dan hambatan pelaksanaan tugas koordinasi

dan supervisi di lapangan. Kenyataan lain yang ditemukan dalam pelaksanaan

tugas ini adalah ketidakpatuhan dalam melaporkan SPDP.Bandingkan antara

SPDP yang dilaporkan pada KPK oleh Kepolisian dan Kejaksaan dengan

laporan tahunan masing-masing lembaga tentang penanganan kasus korupsi.

Mekanisme koordinasi antara KPK dengan kejaksaan dan kepolisian

sebagaimana disepakati pada masa koordinasi tahun 2008 kiranya belum

memadai untuk mengkoordinasikan langkah bersama pemberantasan korupsi.

Koordinasi dalam bentuk tukar informasi, pertemuan, laporan kegiatan dan

Page 84: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

72

adanya permintaan pemberitahuan pengambilan perkara tidak cukup bagi

KPK dalam memberikan pengarahan, pedoman, petunjuk atau melakukan

kerjasama dengan kejaksaan dan kepolisian. Oleh karena itu, diperlukan

formulasi baru mekanisme koordinasi KPK dengan kepolisian dan kejaksaan.

Hal itu ditujukan supaya koordinasi yang dimaksud Undang-Undang KPK

dapat terlaksana dengan baik.

Usaha pemberantasan korupsi jelas tidak mudah. Kesulitan itu terlihat

semakin rumit, karena korupsi kelihatan benar-benar telah menjadi budaya

pada berbagai level masyarakat. Meski demikian, berbagai upaya tetap

dilakukan, sehingga secara bertahap korupsi setidak- tidaknya bisa dikurangi,

oleh sebab itu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK

mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK) dan Pengadilan Khusus Korupsi. Pembentukan dua institusi ini

merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan legislatif

dalam Pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, dalam pelaksanaannya

ternyata tidak semudah yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan.

Karena dalam praktik, baik yang sudah terjadi atau baru diprediksikan akan

terjadi.

Pelaksanaan kerja pemberantasan Korupsi terbentur banyak

permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain adalah hubungan koordinasi

antara KPK dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan sebagai sub sistem dari

Peradilan pidana. Tugas Koordinasi dan supervisi masih menjadi Tugas

sekunder dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejatinya Tugas Korsup

merupakan Tugas utama yang menjadi tujuan kelahiran lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi, karena korupsi terkait dengan masalah dan ruang

gerak yang cukup luas..25

25

Ifrani, “Grey Area Tipikor Dengan Tindak Pidana Perbankan”, Jurnal Konstitusi. Vol.

8 No 6 Desember 2011, h. 994.

Page 85: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

73

C. Faktor penghambat pelaksanaan Tugas koordinasi dan supervisi Komisi

pemberantasan Korupsi.

Soerjono soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap

implementasinya senantiasa akan di jumpai faktor-faktor penyebab terjadinya

keterhambatan baik yang berasal dari dalam masyarakat atau dari luar

masyarakat (pemerintah dan penegak hukum).26

Karna yag lebih penting ialah

identifikasi terhadap faktor-aktor tersebut yang menjadi penghambat

terjadinya perubahan dan bahakan menghalangiya.

Terlaksananya ketentuan perundangan terkait beberapa faktor yang

saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto.27

bahwa keberhasilan penegakan

hukum tidaklah semata-mata menyangkut ditegakkannya hukum yang

berlaku, namun sangat tergantung pula dari beberapa faktor. Pertama,

hukumnya, yaitu undang-undang harus dibuat mengikuti asas-asas yang

berlaku seperti misalnya undang-undang tidak berlaku surut, undang-undang

yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum;

undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi pula; undang-undang yang berlaku belakangan

membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu, undang-undang tidak

dapat diganggu-gugat.

Lawrence M.Friedmanpun memberikan oandangan, bahwa tegak dan

jalaanya hukum sesuai norma yang tertuang di dalamnya dapat di lihat dari

beberapa aspek di antaranya, struktur kukum, pola yang menunjukan

bagamana norma hukum itu di jalankan dengan baik berdaarkan ketentuan-

ketentuan formalnya, struktur inipun menunjukan bagaimana para pembuat

26

Soerjono Soekanto, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, (Jakarta: Bina Aksara,

1993), h. 17.

27

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta:

Rajawali Press, 2008), h. 5-8.

Page 86: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

74

hukum, pengadilan dan instansi-instansi lainya berjalan dan di jalankan,

selanjutmya di lihat dai substansi hukum yang di hadirkan, yakni peraturan-

peraturan yang di gunakan oleh para penegak hukum saat menjalankan tugas

penegakan, selanjutnya ada kultur hukum, hal ini menjadi hal yang amat

sangat penting dalam impleentasi kinerja para penegak hukum, karena hal ini

menjadi tolak ukur bagi masyarakat dan penegak hukum dalam

menyelesaikan perkara.28

Demikian pula pembuatan undang-undang haruslah memenuhi syarat

filosofis/ideologis, syarat yuridisi dan syarat sosio-logis, maksudnya undang-

undang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara dan undang-

undang dibuat haruslah menurut ketentuan yang mengatur kewenangan

pembuat undang-undang sebagaimana diatur dalam konstitusi negara, serta

undang-undang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

masyarakat di mana undang-undang tersebut diberlakukan. Kedua, penegak

hukum, yaitu pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam bidang

penegakan hukum yang mencakup law enforcement dan peace maintenance.29

Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan

perannya masing-masing yang telah diatur dalam peraturan perundangan.

Dalam menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan mengutamakan keadilan

dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan masyarakat serta dipercaya

oleh semua pihak termasuk semua anggota masyarakat. Ketiga, sarana atau

fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas tersebut

mencakup tenaga manusia yang telah terdidik dan terampil, organisasi yang

baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan sebagainya.

Ketersediaan sarana dan fasilitas yang memadai merupakan suatu

keharusan bagi keberhasilan penegakan hukum. Keempat, masyarakat, yakni

28

Achmad Ali, Menguak Tafsir Hukum, Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis, (Jakarta:

Candra Pratama, 1996), h. 213.

29

Ramelan, Penerapan Konsep Dan Pengertian Turut Serta Dalam Perkara Tindak

Pidana Korupsi, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran Bandung, 2002. h. 3.

Page 87: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

75

masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.30

Maksudnya warga masyarakat harus mengetahui dan memahami hukum yang

berlaku, serta mentaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadarn akan

penting dan perlunya hukum bagi kehidupan masyarakat. Kelima,

kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.31

Dalam hal ini kebudayaan

mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana

merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik

sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari kelima

faktor tersebut di atas bila dihubungkan dengan permasalahan yang ada maka

tampak faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Tugas

koordinasi dan supervisi oleh KPK terhadap penyidikan tipikor di daerah

sangat erat kaitannya dengan faktor pertama, kedua dan ketiga yaitu faktor

hukumnya, faktor penegak hukum dan faktor sarana atau fasilitas. Faktor

hukum yang dimaksud disini adalah Tugas-Tugas penyidikan tipikor yang

masih diatur dalam aturan yang tegas dalam pelaksanaan Tugas Korsup ini.

Tugas koordinasi dan supervisi masih menjadi Tugas sekunder dari

KPK. Sejatinya Tugas koordinasi dan supervisi merupakan Tugas utama yang

menjadi tujuan kelahiran lembaga KPK, namun hingga saat ini dukungan

legislasi masih sangat minim. Korupsi terkait dengan masalah dan ruang

gerak yang cukup luas. Oleh karena itu, apabila upaya penanggulangan ingin

ditempuh lewat penegakan hukum, maka harus pula dilakukan analisis dan

pembenahan integral terhadap semua peraturan perundangan yang terkait.32

Hal ini tentu juga harus dilakukan bagi kemajuan pelaksanaan Tugas Korsup

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1998), h. 28.

31

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum. . . h. 29.

32

Ifrani, “Grey Area Tipikor Dengan Tindak Pidana Perbankan”, Jurnal Konstitusi. Vol.

8 No 6 Desember 2011, h. 994.

Page 88: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

76

penydikan oleh KPK. Faktor penegak hukum dalam pelaksanaan koordinasi

dan supervisi menjadi penyebab yang menjadikan Tugas Korsup KPK belum

memadai pelaksanaannya. Dari sudut pandang KPK, Tugas koordinasi dan

supervisi diakui telah dijalankan dan mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dari tahun ke tahun namun dari sisi penyidik baik penyidik Polri

maupun penyidik kejaksaan Tugas ini masih belum sesuai harapan. Bahkan

dikatakan Tugas ini dijalankan hanya apabila ada laporan dari masyarakat.

Menurut ICW kendala teknis dilapangan yang berhubungan dengan Tugas

Korsup meliputi persoalan kepangkatan penyidik dan ego sektoral.33

Ego

sektor muncul akibat penyidikan terhadap tipikor dapat dilakukan oleh

beberapa lembaga penyidik. Dalam struktur kelembagaan KPK tugas

koordinasi dan supervisi diemban oleh sebuah unit, yaitu unit koordinasi dan

supervisi yang berada dibawah deputi bidang pe-nindakan. Sehingga walapun

Tugas koordinasi dan supervisi merupakan Tugas yang penting dan signifikan

namun dalam struktur kelembagaan KPK tidak diletakan secara terpisah

sebagaimana bidang pencegahan, penindakan, informasi dan data,

pengawasan dan Sekretaris Jenderal. Kondisi ini berhubungan langsung

dengan faktor ketiga yaitu faktor sarana atau fasilitas yang mendukung

penegakan hukum.

Sarana atau fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang telah

terdidik dan terampil. Secara umum jumlah SDM yang dimiliki KPK terbatas

apabila dibandingkan dengan beban tugas yang besar. Laporan tahunan KPK

2016 menyebutkan bahwa problema terbesar KPK, sejatinya adalah

minimnya jumlah SDM yang dimiliki. Personel KPK yang berjumlah 700-an

orang, misalnya, sangat tidak berimbang dengan tugas berat dan cakupannya

yang begitu luas yang diemban KPK. Tingkat perkara yang cukup tinggi dan

merata terjadi hampir diseluruh Indonesia menjadi tantangan yang cukup

berat bagi KPK.

33

Hasil Survei Yang Di Lakukan Oleh ICW Januari-Desember 2017 Dari 1674

Responden.

Page 89: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk

mengakhiri pembahasan dalam skripsi ini, peneliti memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk koordinasi dan supervisi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal

6 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 belum

dilakukan sebagaimana yang diharapkan. berupa mengkoordinasikan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,

mentapkan sistem pelaporan, meminta informasi tentang kegiatan

pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait,

melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dan

meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi. Adapun bentuk supervisi yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi ialah dengan melakukan pengawasan,

penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas

dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak

pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan

publik dan berwenang juga mengambil alih penyidikan atau

penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang

dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

2. Mandat pokok yang dimiliki KPK ialah Pertama, melaksanakan

tugas-tugas penindakan yang juga menjadi kewenangan lembaga

penegak hukum lainnya. Tugas ini dikerjakan dalam rangka

memenuhi harapan masyarakat agar para koruptor dihukum. Kedua,

tugas yang jauh lebih penting, yaitu bagaimana Komisi

Pemberantasan Korupsi mengkoordinir sekaligus mensupervisi

Page 90: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

78

lembaga-lembaga penegak hukum yang ada agar menjadi lembaga

yang kuat dan mampu menjalankan tugas penegakan hukum dengan

baik. Koordinasi dan supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan

Korupsi juga mencakup mengambil langkah-langkah untuk

mendorong dilakukannya percepatan reformasi di tubuh kejaksaan dan

kepolisian. Sehingga pemberantasan korupsi tidak dapat digantungkan

semata-mata pada penindakan tersangka oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi melainkan Semangat kerja pemberantasan korupsi juga harus

ditularkan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada institusi penegak

hukum lainnya. Sebab, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi

sesuai dengan semangat pembentukannya adalah dalam rangka

mengisi kosongan kepercayaan masyarakat pada lembaga penegak

hukum yang ada termasuk kepolisian dan kejaksaan.

3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan Tugas koordinasi dan supervisi

penyidikan tipikor ada pada faktor hukum, faktor penegak hukum dan

faktor prasarana berupa masih kurangnya jumlah sumber daya

manusia Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertugas dibidang

Korsup, sehingga tugas Korsup yang mencakup wilayah negara

Repubilik Indonesia masih belum dapat dilaksanakan secara

maksimal.

B. Rekomendasi.

1. Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan

direkomendasikan untuk membentuk Sentra Koordinasi

Pemberantasan Korupsi Terpadu (SKPKT). Pembentukan SKPKT ini

bertujuan agar kerjasama antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dapat

dilakukan dengan standar kelembagaan yang sama. Hal ini menjawab

persoalan pelaksanaan Tugas koordinasi dan supervisi selama ini yang

dilakukan secara kasuistis dan berkomunikasi melalui Liasion Officer

atau LO di Kepolisian dan Kejaksaan. Akan tetapi, SKPKT ini harus

didukung juga dengan manajemen dan sistem pencatatan penanganan

Page 91: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

79

kasus korupsi yang baik di KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Hal

tersebut dapat di tuangkan dalam MOU tentang optimalisasi

pemberantasn tindak pidana korupsi antara Komisi Pemberantasan

Korupsi, Kepolisian dan kejaksaan, Mmperkuat jalinan koordinasi

antara Komisi Pemberantasan Korupsi Polri dan kejaksaan

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

2. Tugas koordinasi dan supervisi seharusnya di tempatkan bidang

tersendiri setingkat deputi dalam struktur Komisi Pemberantasan

Korupsi, tidak seperti saat ini yang hanya menjadi sub bagian bidang

penindakan. Mengingat Tugas koordinasi dan supervisi memegang

peran yang sangat strategis terutama dalam penanganan tindak pidana

korpusi.

3. Perlu adanya penambahan sumber daya manusia yang menangani

koordinasi dan supervisi pada lembaga Komisi Pemberantasan

Korupsi. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat dalam praktek

dilapangan Tugas koordinasi dan supervisi belum sesuai dengan yang

diharapkan oleh lembaga penyidik kepolisian maupun penyidikan

kejaksaan. Sehingga Masalah perebutan untuk melakukan

penyelidikan maupun penyidikan perkara korupsi antara Komisi

Pemberantasan Korupsi, Polri dan kejaksaan dapat diminimalisir,

maka tindakan pencegahan dan pemberantasan koupsi di Indonesia

dapat berjalan dengan lancar dan pelaku korupsi dapat diadili dengan

tepat.

Page 92: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

80

DAFTRA PUSTAKA

BUKU:

Abidin, Zainal dan A Gimmy Prathama siswadi, Psikologi Korupsi, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2008.

Adji, Oemar seno, Undang-undang pemberantaan tindak pidana korupsi

penerapannya dalam hukum pidana pengembangan, jakarta: erlangga,

1985.

Ali, Achmad, menguak tafsir hukum, suatu kajian filosofis dan sosiologis,

(jakarta: candra pratama, 1996.

___________, keterpurukan Hukum di indonesia, jakarta: ghalia indonesia 2001.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.

Raja Grafindo, 2003

Arief, Barda nawawi, beberapaaspek kebijakan dan pengembangan hukum

pidana, cet. Pertama, bandung: citra aditya bakti, 1998.

__________________, bunga rampai kebijakan hukum pidana, bandung: citra

aditya bakti, 1998.

__________________, masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan

kejahatan, bandung: citra aditya bakti, 2001.

Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Cet. Ketiga, , Jakarta:

Binarupa Aksara, 1996.

Chaerudin, dan Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadilah, Strategi Pencegahan &

Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Rifka Aditama, Bandung:

arya nadata, 2008.

Departemen Kehakiman RI, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana, Jakarta: Departermen Kehakiman RI, 1982.

Dinar, Ahmad Syaiful, KPK & Korupsi, Jakarta: Cintya Press, 2012,

__________________, KPK & Korupsi (Dalam Studi Kasus), jakarta:sinar

grafika, 2003.

E, James Alt and David Dreyer Lassen, 2010 , Enforcement and Public

Corruption:Evidence from US States, EPRU Working Paper Series.

Page 93: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

81

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta:2007.

Fathurahman jamil, dkk “korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam prespektif

nukum dan moral islam, dalam menyikap korupsi. kolusi dan nepotisme

di indonesia, yogyakarta: aditya media 1999.

G.J, Aditjondro, tarik tambang wacana korupsi bidang neoriberalisme atau ujung

tombak demokratisasi, jakarta: sinar grafika, 20000.

Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.

Handayaningrat, Soewarno, Pengantar Studi Administrasi dan Management,

Jakarta: Gunung Agung, 2002.

Harun, Refly dkk, Menjaga Denyut Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah

Konstitusi, , Jakarta: Konstitusi Pers, 2010.

Hs, H. Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,

2012.

Ifrani, “Grey Area Tipikor dengan Tindak Pidana Perbankan”, Jurnal Konstitusi.

Vol. 8 No 6 Desember 2011.

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional,

Transparency International Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2003.

Klaus, Kripendoff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodolog. Jakarta Rajawali

Press, 1991.

Kumoro, Wahyudi tomo, akuntabilitas birokrasi publik, yokgyakarta, pustaka

pelajar, 2005.

Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dan Pembangunan, Bandung:

Alumni, 2003.

____________________, fungsi dan perkembangan hukum dalam pembangunan

Nasional, Bandung: Bina Cipta, 1970.

Lopa, Baharuddin, permaslahan pembinan dan penegakan hukum di republik

indonesia, jakarta: bulan bintang, 1997.

Mansur, M.Yahya, Penelitian kualitatif Kajian Konseling, Surabaya : Biro

Penerbit Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1993.

Page 94: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

82

Maggalatung, A. Salman, desain kelembagaan negara pasca aandemen UUD

1945, bekasi: Gramata Publishing.

__________________ prinsip-prinsip, spremasi hukum, keadilan dan Hak Asasi

manusia dalam perspektif hukum islam, jakarta: anggota IKAPI Fokus

Grahamedia, 2006.

Manan, Abdul, aspek-aspek pengubah hukum, jakarta: Putra grafika, Cet, ke

empat, 2013.

Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia, 2014.

Muslim, Mahmuddin, Jalan Panjang Menuju KPTPK, Gerakan Rakyat Anti

Korupsi (GeRAK) Indonesia, Jakarta: aditya mulya, 2004.

Prasetyo, Teguh, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum:Pemikiran Menuju Masyarakat

yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurnalistik, cet. Iv.

Jakarta: Galia Indonesia, 1999.

S.P Hasibunan, Malayu Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi

Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Said, Sudirman dan nizar suhendra, korupsi dan masyarakat indonesia dalam

mencuri uang rakyat, 16 kajian korupsi di indonesia, dari puncak sampai

dasar, jakarta: yayaan aksara, 20011.

Salam, Faisal, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktik, Bandung: Mandar

Maju, 2001.

Soekanto, Soerjono, dan mustofa bdullah, hukum dalam masyarakat, jakarta:

Rajawali Press, 1987.

_________________ Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta: Rajawali Press, 2008.

_________________ pendekatan sosiologis terhadap hukum, .jakarta: Bina

aksara, 1993.

Soerjono Syarif, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2006.

Aoewartojo, Juniadi. korupsi pola kegiatan da penindakannya serta peran

pengawasan dalam penanggulangannya, jakarta: balai pustaka, 1998.

Page 95: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

83

Staompka, Piotr. sosiologi perubahan sosial (the sociology of social change), di

terjemahkan oleh alinandan, jakarta: prenada media, 2004.

Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006.

Sutrisno Hadi, Metodologi Reaserch, Yagyakarta: Andi Offset, 1990.

T. Handoko, Hani Manajemen Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta, 2003.

Th, sumartana, etika dan penanggulangan korupsi kolusidan nepotisme di a

reormasi, yogyakarta: aditya media, 1999.

Wiyono, R. pembahasan Undang-undang tindak pidana korupsi, Cet. Kedua,

jakarta: sinar grafika, 2008.

JURNAL:

Aditjondro, G.J, tarik tambang wacana korupsi bidang neoriberalisme atau ujung

tombak demokratisasi, jurnal wacana edid 14 tahun III 2002, Yogyakarta

INSIST Press.

Badjuri, Achmad “Peranan KPK Sebagai Lembaga Anti Korupsi di Indonesia”,

Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol. 18, No. 1 Maret 2011,

Purwokerto: FE UNSOED.

Carolina, “Sistem Anti Korupsi: Suatu Studi Komparatif di Indonesia, Hongkong,

Singapura, dan Thailand”. Jurnal In Festasi Vol. 8 No. 1 Juni 2012.

Efendi, Marwan, pengadilan tindak pidana korupsi, lakakarya anti korupsi bagi

jurnal, surabaya, Vol. 11 No. 1 Juni 2014.

Fitria, “Eksistensi KPK Sebagai Lembaga Penunjang dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal NESTOR. Vol. 2 No. 2 Tahun 2012.

Pontianak: Magister Hukum UNTAN.

Jeane, Neltje Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum

Tipikor”. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 Maret 2007.

Neltje, Jeane Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum

Tipikor”. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 Maret 2007,

Page 96: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

84

Nugroho, Hibnu “Rekonstruksi Wewenang Penyidik Dalam Perkara Tipikor

(Kajian Wewenang Polisi Dalam Penyidikan Tipikor)”, Jurnal Media

Hukum, Vol. 16 No. 3 Desember 2009, Yogyakarta: FH UMY.

Sumakul, Anastasia, “Hubungan dan Kewenangan KPK Dan Kejaksaan Dalam

Menangani Tipikor”. Jurnal Lex Crimen Vol. I No. 4 Oktober-Desember

2012.

Syarief, Encep Nurdin, “Membangun Tata Kelola Pemerintah yang baik (Good

Governance) dan Pemberantasan Korupsi”. Jurnal Negarawan No. 18

Edisi Januari-April 2010. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Umar, Sholahuddin, ”Kewenangan Supervisi KPK Dalam Pemberantasan Korupsi

di Daerah”, Jurnal Yustitia. Vol. 1 No. 1 April 2007. Surabaya:

Universitas Muham-madiyah Surabaya.

Widodo, Tresno N, “Korporasi Sebagai Subyek Tipikor dan Prospeknya Bagi

Penanggulangan Korupsi di Indo-nesia”, Jurnal Yustitia.No. 70 Media

Januari-April 2007. Surakarta: FH UNS.

Yves, Meny dan Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe:

Britain, France, Italy,ermany, 3rd edition, (Oxford: Oxford University

Press, 1998).

SURVEI:

Survei yang di lakukan terhdap tiga lembaga negara, yaitu: Kemisi Pemberantasan

korupsi, kepolisian Republik indonesia dan kejaksaan republik indonesia,

sabtu 26, Ferbruari, 2018.

Laporan kajian dan survei:optimalisasi Peran KPK dalam pemberantaan Korupsi,

oleh Tim kajian dan survei akademisi Independen, jakarta 11 agustus-22

september 2017.

Laporn Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia, Pemandangan Umum atas

Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Jakarta 11 September 2001.

Page 97: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

85

SKRIPSI :

Argama, Rizky, “Kedudukan Lembaga Negara Bantu dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, Analisis Kedudukan Komisi

Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu”, Skripsi,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok 2007.

Ramelan, penerapan konsep dan pengertian turut serta dalam perkara tindak

pidana korupsi, skripsi, universitas padjajaran bandung, 2002.

SURAT KABAR dan SEMINAR:

Mulya ,T. Lubis, Judicial Coruption, jalan tak ada ujung, KOMPAS: 30

November 2015.

Soetandyo Wignjosoebroto., “Kearah Reformasi Sistem Peradilan Indonesia”,

disampaikan pada Seminar Tentang Reformasi Sistem Peradilan

Dalam Penegakan Hukum di Indonesia pada tanggal 3-4 April 2007 di

Palembang, diselenggarakan BPHN Dep. Hukum dan Hak.

INTERNET:

http://www.antikorupsi.org/pansusu-angketkpk diakses pada 22 desember 2017,

pukul 15:30 WIB.

KAMUS:

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, jakarta: Balai Pustaka, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1989.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Keputusan Ketua KPK Nomor: Kep-07/P.KPK/02/2004 tentang Organisasi dan

Tata Kerja KPK.

Peraturan KPK Nomor 03 tahun 2010, Tentang Pembentukan Unit Kerja

Koordinasi dan Supervisi.

peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kejaksaan

Republik Indonesia

Page 98: URGENSI TUGAS KOORDINASI DAN SUPERVISI KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43193/1/ZUL...urgensi tugas koordinasi dan supervisi ...

86

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaaan Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.