TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

26
TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn.KAKV BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FK UNUD / RS SANGLAH D E N P A S A R 2018

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn.KAKV

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FK UNUD / RS SANGLAH

D E N P A S A R

2018

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

3

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR .................................................................................

i

DAFTAR ISI ................................................................................................

ii

BAB I Pendahuluan ....................................................................................... 1

BAB II Gangguan Fungsi Kognitif ……………………………...................... 2

2.1 Difinisi Kognisi…..…………………………………………….. 2

2.2 Anatomi dan Fisiologi Kognitif………………………….……... 2

2.3 Gangguan Fungsi Kognitif.………………..……………………. 4

2.4 Etiologi Gangguan Fungsi Kognitif ……………………….…… 6

2.5 Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif ….…………………..… 12

2.6 Pemeriksaan Untuk Mengetahui Gangguan Fungsi Kognitif …… 14

BAB III Obat Anestesi Umum …………………………………………….... 16

3.1 Isoflurane ……………………………………………………….. 17

3.2 Desflurane ………………………………………………………. 17

13

3.3 Sevoflurane …………………………………………………….. 18

3.4 Nitrous Oxyde …………………………………………………... 18

3.5 Propofol ……………………………………………………..….. 19

3.6 Fentanyl ………………………………………………….……… 19

BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………….……. 20

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

1

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan fungsi kognitif pasca operasi masih merupakan suatu tantangan yang harus

dipecahkan oleh para klinisi dan praktisi, walaupun telah banyak penelitian yang mencoba

mencari penyebab dari kejadian ini namun semuanya masih belum dapat menyimpulkan

penyebab pasti dari kejadian ini.

Penelitian tentang kejadian Gangguan Fungsi Kognitif Pasca operasi (POCD) telah

berkembangan sejak tahun 2000, dan secara internasional melalui International Post

Operative Cognitive Disfungtion Study –I (IPOCODS- I) yang berpusat di Eindhoven,

Netherlands dan Copenhagen, Denmark, menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

keadaan hipoksia dan hipotensi terhadap kejadian POCD. Beberapa faktor yang diduga

berperan antara lain umur, durasi anestesi, komplikasi selama operasi dan infeksi pasca

operasi diperkirakan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan fungsi

kognitif pasca operasi.

Pada tulisan ini akan coba dibahas kejadian gangguan fungsi kognitif pasca

pemberian anestesi umum, yang dirangkum dari beberapa sumber pustaka, sehingga nantinya

dapat dijadikan sebagai suatu referensi dan menambah wawasan dalam menghadapi dan

menyikapi kejadian gangguan fungsi kognitif pasca operasi.

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

2

BAB II

GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF

2.1 DEFINISI KOGNISI

Istilah kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui. (1) Kognisi

adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang

seseorang atau sesuatu. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap

pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Kapasitas atau kemampuan

kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. (2,3)

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI KOGNITIF

Salah satu yang membedakan manusia dengan mahluk lain adalah dalam fungsi luhur. Otak

manusia jauh berbeda dengan otak binatang, karena adanya korteks asosiasi yang berada pada

berbagai korteks perseptif primer. (4,5)

Untuk memahami perubahan perilaku yang terjadi pada pasien dengan penyakit, sangat

penting mengetahui anatomi dan fisiologi dari bagian-bagian otak yang menghasilkan dan

memelihara perilaku yang normal. Terdapat empat tingkatan perilaku, yaitu:

1. Pertama adalah kesadaran atau basic arousal. Fungsi ini diatur oleh Ascending

Activating System yang terdiri dari formasio retikularis, batang otak, talamus, sistem

limbik dan korteks.

2. Kedua adalah kebutuhan dasar (basic drives) dan insting hidup (survival instinct),

yang terdiri antara lain makan, tidur, mempertahankan diri dan prokreasi. Fungsi ini

diatur oleh hipotalamus dan struktur-strutur lain yang berhubungan dengan sistem

limbic, termasuk di sini adalah emosi dan memori.

3. Ketiga adalah intelektual, yaitu suatu kompleks dari kualitas manusia tingkat tinggi

yang terdiri dari proses tingkat tinggi dalam kalkulasi, berpikir abstrak, membangun

bahasa dan persepsi. Struktur utama untuk fungsi tersebut terdapat pada korteks

serebri.

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

3

4. Keempat adalah perilaku sosial dan kepribadian, suatu kompleks perilaku yang

merupakan interaksi dari semua tingkatan perilaku dan integrasi dari semua sistem di

otak.

Fungsi kognitif mempunyai empat fungsi utama yaitu: (4,5,6)

1. Fungsi reseptif, yang melibatkan kemampuan untuk menseleksi, memproses,

mengklasifikasikan dan mengintegrasikan informasi.

2. Fungsi memori dan belajar, yang maksudnya adalah mengumpulkan informasi dan

memanggil kembali.

3. Fungsi berpikir adalah mengenai organisasi dan reorganisasi informasi.

4. Fungsi ekspresif yaitu informasi-informasi yang didapat dikomunikasikan dan

dilakukan.

Otak manusia terdiri dari batang otak, dua belahan otak besar (hemisfer kanan dan kiri)

dan serebelum atau otak kecil. Masing-masing bagian atau struktur terbagi lagi dalam bagian-

bagian yang lebih rinci dan mempunyai fungsi khusus. Proses mental manusia merupakan

sistem fungsional kompleks dan tidak dapat dilokalisasi secara sempit menurut bagian otak

terbatas, tetapi berlangsung melalui partisipasi semua struktur otak, dan setiap struktur

mempunyai peranan tertentu untuk organisasi sistem fungsional tersebut. Untuk

meningkatkan kualitas otak diperlukan stimulasi khusus pula dari bagian-bagian tersebut.

Stimulasi otak pada hakikatnya adalah proses pembelajaran (learning process) dan pada

gilirannya mempengaruhi kemampuan intelektual dan kemampuan beradaptasi manusia

terhadap lingkungannya.

Otak bekerja secara keseluruhannya dengan menggunakan fungsi dari seluruh bagian.

Namun demikian, ada bagian-bagian tertentu yang mempunyai peranan menonjol dalam

proses berpikir dan bertindak tertentu. Pembagian komponen intelek/fungsi luhur menjadi 5

komponen yakni bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi didasarkan pada teori

lokalisasi dan spesialisasi bagian/fungsi otak.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

4

2.3 GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

POCD adalah gangguan halus memori, konsentrasi, dan pengolahan informasi yang berbeda

dari delirium dan demensia. Terlepas dari kenyataan bahwa POCD bukan diagnosis psikiatri

formal, istilah ini sering digunakan dalam literatur dan dianggap gangguan neurokognitif

ringan. DSM-IV menyatakan bahwa gangguan neurokognitif ringan hanya dapat didiagnosis

jika gangguan kognitif tidak memenuhi kriteria untuk tiga kondisi lain (delirium, demensia,

atau gangguan amnestic). Lebih lanjut menetapkan bahwa diagnosis gangguan neurokognitif

ringan harus dikuatkan oleh hasil pengujian menunjukkan neuropsikologi bahwa seorang

individu memiliki onset baru defisit dalam setidaknya dua bidang fungsi kognitif yang

berlangsung untuk jangka waktu minimal 2 minggu. Kriteria diagnostik ini membuat tidak

mungkin untuk secara akurat mengidentifikasi POCD selama tinggal di rumah sakit. Karena

sifat halus POCD, seringkali hanya pasien dan / atau pasangan yang mengakui timbulnya

masalah ini. Gejala bervariasi dari kehilangan memori ringan sampai ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi atau informasi proses. Harga et al. dianalisis keparahan POCD di 77 pasien

pada 3 bulan setelah operasi noncardiac dan menemukan bahwa disfungsi eksekutif (masalah

dengan kecepatan pemrosesan dan organisasi) dan dikombinasikan gangguan eksekutif /

memori dikaitkan dengan keterbatasan fungsional yang signifikan, sedangkan pasien dengan

hanya penurunan memori melakukan tidak menunjukkan gangguan fungsional. POCD pada 3

bulan setelah operasi noncardiac juga telah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas selama 8

tahun setelah operasi.

Adapun pengertian lain terhadap POCD yaitu, merupakan suatu gangguan fungsi

luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa, serta

fungsi intelektual (Freidl et all, 1996). Sementara menurut kuusisto, at all, 1992, gangguan

fungsi kognitif adalah suatu gangguan kearah demensia yang diperlihatkan dengan adanya

gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah

(problem solving). (7)

Kalsifikasi menurut waktu kejadianya dibedakan menjadi : Acut bila kejadianya

terjadi dalam waktu 1 minggu, Menengah bila kejadiannya berlangsung dalam jangka waktu

3 bulan, dan kronis jika kejadianaya berlangsung dalam waktu 1-2 tahun. (7,8)

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

5

Penilaian disfungsi kognitif pasca operasi

Tidak ada kriteria formal untuk penilaian dan diagnosis POCD. Perbedaan metodologi antara

studi termasuk variabel tes, kurangnya kelompok kontrol, kerugian yang signifikan dari

pasien selama masa tindak lanjut, dan interval tidak konsisten antara periode pengujian. Satu

publikasi melaporkan bahwa sembilan kriteria diagnostik yang berbeda yang digunakan

dalam berbagai penelitian untuk mendiagnosa POCD dan bahwa kejadian POCD bervariasi

tergantung pada definisi statistik diterapkan pada data kognitif. Kriteria diagnostik yang

konsisten untuk POCD harus dikembangkan untuk penelitian bermakna dalam gangguan

kognitif ini terjadi.penilaian dari fungsi kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara yang

sederhana dengan menggunakan alat – alat tes berupa quisioner yang ditanyakan satu persatu

terhadap pasien yang akan dibahas pada halaman berikutnya. Penilaian ini biasanya

dilakukan terhadap pasien sebelum dan setelah menjalani operasi.

Penelitian terkini tentang disfungsi kognitif pasca operasi

Penelitian prospektif besar pertama menggambarkan penurunan kognitif pasca operasi setelah

operasi noncardiac diterbitkan oleh kelompok riset multinasional pada tahun 1998. Dalam

studi ini, pasien berusia 60 tahun atau lebih, yang tengah menjalani operasi perut dan ortopedi

utama, menyelesaikan serangkaian tes psikometri sebelum operasi dan pada 1 minggu dan 3

bulan setelah operasi. Disfungsi kognitif terjadi pada 25% dari pasien di rumah sakit debit

dan 10% memiliki perubahan kognitif diukur pada 3 bulan setelah operasi. Usia lanjut adalah

satu-satunya prediktor signifikan untuk POCD pada 3 bulan setelah operasi. Menggunakan

desain penelitian yang sama, Monk et al. [2] dievaluasi dewasa dari segala usia menjalani

operasi noncardiac utama dan didiagnosis POCD di 30-40% dari pasien dewasa dari segala

usia di rumah sakit. Namun, hanya orang tua (≥60 tahun) berada pada risiko yang signifikan

(13%) untuk POCD pada 3 bulan setelah operasi. Faktor risiko independen untuk POCD pada

titik waktu ini sedang bertambahnya usia, tingkat pendidikan rendah, riwayat kecelakaan

sebelumnya cerebral vascular (CVA) tanpa gangguan residu, dan POCD di RS. Peneliti ini

juga menemukan bahwa terjadinya POCD dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian

pada tahun pertama setelah operasi.

Selama 30 tahun terakhir, ada banyak investigasi meneliti klaim asli Bedford yang

anestesi umum bertanggung jawab untuk masalah kognitif pasca operasi. Dua studi prospektif

besar dievaluasi hasil kognitif dengan daerah dibandingkan anestesi umum setelah operasi

besar [28,29]. Kedua studi termasuk kolam renang peserta besar dan diterapkan pendekatan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

6

metodologis ketat untuk menilai hasil kognitif hingga 6 bulan setelah operasi. Kedua studi

jelas menunjukkan bahwa jenis anestesi (umum dibandingkan daerah) tidak mempengaruhi

hasil kognitif jangka panjang. Namun, semua pasien yang menerima anestesi regional juga

menerima opioid intravena dan obat penenang selama prosedur bedah; tidak diketahui apakah

anestesi regional tanpa agen intravena tambahan akan meningkatkan hasil kognitif pasca

operasi. Sebuah studi baru-baru membandingkan angiografi koroner dengan obat penenang

ringan, jumlah operasi pinggul penggantian sendi dengan anestesi umum, atau koroner

bypass arteri graft (CAB) operasi di bawah anestesi umum, menemukan kejadian 16-17%

dari POCD pada 3 bulan pascaoperasi pada ketiga kelompok. Temuan ini menunjukkan

bahwa POCD mungkin independen dari sifat atau jenis prosedur bedah dan jenis anestesi [28].

2.4 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI TERJADINYA GANGGUAN FUNGSI

KOGNITIF PASCA OPERASI (POCD)

Penyebab atau etiologi terjadinya POCD masih belum dapat ditentukan dengan jelas, namun

diperkirakan dapat diakibatkan oleh karena terjadinya kerusakan dari sel otak yang

disebabkan oleh bahan-bahan racun (toxic substance), yang dapat berasal dari obat-obat

anestesi maupun karena respon tubuh terhadap tindakan pembedahan yang menyebabkan

pelapasan hormone dan mediator-mediator pro inflamasi atau keadaan hipoksia. (9)

Hipoksia dapat diakibatkan oleh arterial hipoksemia atau rendahnya perfusi yang

diakibatkan oleh rendahnya cardiac output, yang dapat menyebabkan lambatnya aliran darah,

thrombosis atau terjadinya emboli. (9)

Ada bukti yang cukup baik tentang mekanisme terjadinya POCD pasca operasi jantung

(cardiac surgery), dikatakan bahwa kerjadianya oleh karena multifactorial termasuk

microemboli. (9)

Meskipun telah banyak kemajuan dalam teknik bedah dan anestesi, operasi besar pada

populasi lanjut usia masih dapat dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan

pasca operasi (7,8,10) Disfungsi psikologis (misalnya, delirium pasca operasi atau status

confusional) dapat memberikan kontribusi terhadap morbiditas pasca operasi pada orang tua

(10,11) . Gangguan kognitif pasca operasi adalah kondisi yang ditandai oleh gangguan memori

dan konsentrasi. Selain anestesi umum, kecenderungan pasien, jenis operasi, dan faktor pasca

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

7

operasi (misalnya, analgesik opioid) juga dapat memberikan kontribusi terhadap

perkembangan penurunan kognitif pada orang tua. (10,11)

Etiologi

Beberapa factor yang diduga sebagai penyebab terjadinya gangguan fungsi kognisi pasca

operasi antara lain :

Hipotensi Intra dan Pasca Operatif

Salah satu hipotesis pada penelitian ISPOCD1 adalah terjadinya hipotensi intra dan pasca

operasi adalah sebagai salah satu factor penyebab terjadinya POCD. Hipotensi yang terjadi

dapat menyebabkan iskemia yang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognisi. Tetapi tidak

didapatkan hubungan yang jelas antara terjadinya hipotensi berat dengan terjadinya POCD.

Dikatakan bahwa kejadian hipotenssi dengan durasi 5 -10 menit selama operasi dapat

menimbulkan kejadian POCD dengan nilai MAP dibawah dari 45 – 55 mmHg. (12).

Hipoksia Intra dan Pasca Operatif

Pada penelitian ISPOCD1 pasien dimonitor dengan pulse oksimetri selama tiga hari pasca

operasi, tetapi tidak didapatkan hubungan yang jelas antara keadaan hipoksia dengan kejadian

POCD, lebih dari 3 menit otak mengalami hipoksia akan memicu terjadinya brain injury yang

akan menimbulkan kematian otak, POCD ini dapat terjadi apabila pasien dibiarkan dalam

kondisi hypoxia selama operasi selama lebih dari 30 detik. (12)

Microemboli

Terjadinya microemboli dapat menyebabkan gangguan fungsi kognisi pada operasi bedah

jantung, Meskipun dapat terjadi pada pasien tanpa cairan ditempat lain. (12,13)

Genotipe

Subyek dengan alel ε4 apolipoprotein diketahui memiliki gangguan fungsi kognisi dan

neurologis yang lebih buruk setelah cedera otak dan stroke, dan mempunyai risiko yang lebih

besar mengalami Alzeheimer’s disease. Peran genotipe apoE telah diselidiki pada 976 pasien

yang menjalani operasi besar di International Study of Post Operative Cognitive Dysfungtion

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

8

(ISPOCD2). Dalam studi ini tidak didapatkan bukti yang cukup kuat bahwa alel ε4 merupkan

faktor risiko untuk POCD.

Kortisol

Kadar kortisol pasien diperiksa untuk menunjukan efek peningkatan kadar kortisol terhadap

fungsi kognisi. Respon stres terhadapn pembedahan dapat meningkatkan kadar hormone

kortisol, tetapi hal ini tidak mempengaruhi fungsi kognisi. (12) terjadi perubahan variasi

diurnal sekresi hormone kortisol pada pasien dengan gangguan fungsi kognisi, tetapi belum

ada bukti yang jelas bahwa hal ini sebagai factor penyebab terjadinya POCD. (12)

Neuroinflamasi

Faktor neuroimplamasi diduga sebagai factor yang dapat menyebabkan kejadian POCD.

Didapatkan peningkatan level mediator-mediator pro implamasi cytokine termasuk

Interleukin-6 (IL-6) dan Prostaglandin E2 (PGE2) pada Cairan Serebrospinalis (CSF) pada

tindakan pembedahan non neuro dan non cardiac. Pada penelitian binatang didapatkan proses

implamasi pasca operasi didaerah hippocampus. Implamasi pada daerah ini akan

mengakibatkan gangguan dalam proses belajar dan gangguan memori yang merupakan

bagian dari fungsi kognisi. Meskipun proses implamasi ini dapat diakibatkan baik oleh

karena anesthesia dan tindakan pembedahan, tetapi hal ini masih belum bisa dipastikan

sebagai penyebab terjadinya POCD.(12)

Patofisiologi

Patogenesis terjadinya disfungsi kognitif pasca operasi masih belum jelas, namun beberapa

factor (factor resiko) yang diduga berpengaruh antara lain: usia (terutama pada pasien

dengan usia tua dengan kisaran umur 45 hingga diatas 50 tahun), penyalahgunaan alkohol,

kognisi dasar rendah, hipoksia, hipotensi, dan jenis operasi telah diduga memberikan

kontribusi untuk masalah ini. Pemilihan obat anestesi juga dapat mempengaruhi kognisi

pasca operasi karena tingkat residu anestesi volatile dapat menghasilkan perubahan dalam

aktivitas sistem saraf pusat.

Mekanisme yang bertanggung jawab untuk penurunan kognitif pasca operasi setelah

operasi noncardiac tidak diketahui, tetapi faktor-faktor risiko potensial dapat diklasifikasikan

ke pasien, bedah, dan kategori anestesi. Sangat mungkin bahwa penyebab POCD pada pasien

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

9

usia lanjut adalah multifaktorial dan mungkin termasuk status pra operasi kesehatan pasien,

tingkat pra operasi pasien kognisi, peristiwa perioperatif yang terkait dengan operasi itu

sendiri, dan, mungkin, efek neurotoksik dari agen anestesi. Anestesi inhalasi umum, yang

lulus mudah ke otak, yang digunakan di sebagian besar prosedur pembedahan besar. Selama

beberapa dekade, diasumsikan bahwa anestesi inhalasi yang tidak beracun dan bahwa efek

mereka dengan cepat terbalik pada akhir prosedur. Sekarang ada kekhawatiran,

bagaimanapun, bahwa anestesi inhalasi mungkin neurotoksik ke otak penuaan.

Pada tahun 2004, Eckenhoff dkk. menunjukkan bahwa konsentrasi klinis dua anestesi

inhalasi, halotan dan isofluran, meningkatkan oligomerisasi dan agregasi peptida amiloid

dalam kultur sel. Ini di-vitro Data menunjukkan bahwa paparan anestesi inhalasi dapat

meningkatkan perubahan patologis yang biasanya terlihat pada penyakit Alzheimer, terutama

pada populasi berisiko tinggi seperti orang tua. Penyelidikan selanjutnya telah menunjukkan

bahwa anestesi isoflurane mengaktifkan enzim yang disebut caspases, yang juga dapat

berkontribusi untuk pembentukan kusut neurofibrillary, fitur patologis kunci dari penyakit

Alzheimer, dan produksi beta amyloid, komponen kunci dari plak amyloid. Temuan ini telah

menyebabkan kekhawatiran bahwa inhalasi anestesi dapat mengubah otak dalam beberapa

cara yang abadi, mungkin mempercepat perjalanan penyakit Alzheimer, dan berkontribusi

untuk masalah kognitif pasca operasi pada individu cenderung. Penelitian pada manusia

belum terkait anestesi atau pembedahan untuk masalah kognitif pasca operasi dan hasil

kognitif jangka pendek tidak membaik dengan anestesi regional (yang tidak termasuk agen

anestesi inhalasi) dibandingkan dengan anestesi umum. RCT tambahan diperlukan untuk

menentukan apakah anestesi inhalasi memperburuk hasil kognitif jangka panjang pasca

operasi pada pasien yang lebih tua.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa infark serebral pra operasi atau

gangguan kognitif merupakan faktor risiko untuk masalah kognitif pasca operasi. Konsep

cadangan kognitif otak sering dikutip untuk menjelaskan mengapa individu dengan gelar

serupa dari penghinaan otak sering memiliki perbedaan yang signifikan dalam tingkat gejala

kognitif. Satz dijelaskan konsep cadangan otak, yang dapat membantu untuk menjelaskan

kerentanan terhadap masalah kognitif pasca operasi: (. Gambar 1) cadangan otak yang lebih

besar berfungsi sebagai faktor protektif, sedangkan cadangan otak kurang berfungsi sebagai

faktor kerentanan terhadap lesi atau patologi. Postulat ini dapat diterapkan dengan topik

gangguan kognitif pasca operasi. Dalam gambar, pasien A memiliki cadangan yang lebih

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

10

besar (yang dapat diukur dalam beberapa cara yaitu tingkat pendidikan, kecerdasan, ukuran

otak, lesi materi putih, dll) relatif terhadap pasien B. Kedua pasien mengalami penghinaan

perioperatif ke otak yang menghasilkan berukuran hampir sama 'lesi'. Pasien A, namun

karena cadangan kognitif, tidak menunjukkan delirium pasca operasi atau perubahan kognitif

pasca operasi dan tetap di atas ambang batas kritis untuk mengidentifikasi perubahan yang

terukur dalam hasil fungsional. Pasien B dengan cadangan kognitif pra operasi kurang,

sebaliknya, turun di bawah ambang batas kritis ini dan menunjukkan perubahan yang

signifikan dalam fungsi yang dapat bermanifestasi sebagai delirium pasca operasi atau POCD

pada periode pasca operasi.

Gambar 1. Kapasitas cadangan otak dan konsep ambang (Brain reserve capacity and

threshold concept)

Penelitian secara resmi menyelidiki peran cadangan dalam pengembangan POCD

menunjukkan bahwa pasien dengan faktor risiko vaskular pra operasi mungkin berisiko lebih

besar untuk POCD. Lund et al. dievaluasi pasien yang telah menjalani operasi bypass arteri

on-pompa koroner dan menemukan bahwa tingkat keparahan kelainan materi putih

presurgical, variabel MRI otak yang berhubungan dengan iskemia dan penyakit pembuluh

darah pembuluh kecil, diperkirakan frekuensi dari gangguan kognitif pasca operasi pada 3

bulan pascaoperasi. Maekawa dkk, menemukan bahwa lesi materi putih dan infark serebral

pada scan MRI adalah prediksi gangguan kognisi sebelum operasi jantung elektif dan

ditempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi untuk disfungsi neurologis pasca operasi.

Demikian pula, pra operasi materi putih anisotropi pecahan diperoleh melalui metode difusi

resonansi magnetik telah dikaitkan dengan delirium pasca operasi.

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa ada cara untuk mencegah

bahkan meminimalisasi terjadinya POCD, yaitu dengan cara focus akan tindakan operasi

atau anestesi alternative yang dapat dikerjakan, meliputi:

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

11

1. Anestesi umum versus anestesi regional, hasil penelitian menyatakan bahwa

postoperative cognitive outcome lebih baik pada pasien setelah dilakukan anestesi

regional daripada anestesi umum (table 41.1)

2. Perubahan pada tehnik operasi selama CABG, hasil penelitian menyatakan

postoperative cognitife outcome lebih baik jika cardiopulmonary bypass dan

cereberal emboli dapat dihindari selama proses operasi CABG berlangsung.

3. Perubahan pada managemen anestesi, penelitian ini memiliki banyak hipotesa

dengan meneliti kondisi hipotermia dan spesifik agen parmakologi ( vitamin,

fentanyl, dan agen inhalasi)

2.5 MANIFESTASI GANGGUAN KOGNITIF

Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori,

emosi, visuospasial dan kognisi.

Gangguan Bahasa

Gangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa kata.

Pasien tak dapat menyebut nama benda atau gambar yang ditunjukkan padanya

(confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama benda dalam satu

kategori (categorical naming), misalnya disuruh menyebut nama buah atau hewan dalam satu

kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfrontasi dan penamaan kategori

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

12

dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat

menyebutkan nama benda yang ditunjukkan tetapi mengalami kesulitan kalau diminta

menyebutkan nama benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai

menurun.

Gangguan Memori

Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Pada

tahap awal yang terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja

dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi

fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara

stimulus dan recall, yaitu:

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan recall hanya

beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat

(attention).

2. Memori baru (recent memory), rentang waktunya lebih lama yaitu beberapa menit,

jam, bulan bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktumya bertahun-tahun bahkan seumur

hidup.

Gangguan Emosi

Sekitar 15% pasien mengalami kesulitan melakukan kontrol terhadap ekspresi dari emosi.

Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek

langsung yang paling umum dari penyakit pada otak terhadap kepribadian adalah emosi yang

tumpul “disinhibition”, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan, dan menurunnya

sensitifitas sosial. Dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.

Gangguan Visuospasial

Gangguan ini juga sering timbul dini pada demensia. Pasien banyak lupa waktu, tidak tahu

kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering

tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara obyektif gangguan visuospasial ini

dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok

sesuai bentuk

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

13

Gangguan Kognitif

Fungsi ini yang paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama gangguan daya

abstraksinya. Ia selalu berpikir kongkrit, sehingga sukar sekali memberi makna peribahasa

dan juga daya persamaan (similarities) mengalami penurunan.

Jenis gangguan kognitif pasca operasi

Klasifikasi gangguan fungsi kognisI pasca pperasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis :

1. Delirium;

Umumnya dapat dengan mudah dikenali karena merupakan kejadian yang acut yang

ditandai dengan adanya perubahan tingkat kesadaran dan terjadinya gangguan dalam

pemusatan perhatian. Durasi kejadianya bervariasi dengan derajat keparahanya dari

ringan sampai berat.

2. Gangguan Fungsi Kongnisi Jangka Pendek (Short-term cognitive disturbance);

Kejadianya dapat timbul beberapa hari pasca operasi, kejadianya dapat dipengaruhi

oleh faktor tindakan pembedahan dan obat-obat anestesi. Hal ini dapat di nilai dengan

neuropsychological assessment, dengan penggunaan screening test Mini Mental State

Examination (MMSE).

3. Post Operative Cognitive Dysfungtion (POCD); Terjadinya kemunduran fungsi

kognisi dalam waktu beberapa minggu, bulan atau bisa lebih lama, dan memerlukan

test neuropsychological untuk verifikasi. Kejadian ini merupakan gangguan fungsi

kognisi ringan (mild cognitive disorder); yang ditandai dengan gangguan memori,

kesulitan belajar, penurunan kemampuan berkonsentrasi. Keadaan ini dapat dibedakan

dengan jelas dengan dementia, yang mana demensia merupakan suatu sindroma yang

berhubungan dengan proses penyakit yang terjadi pada otak, dengan ciri

perkembangan yang progresif, yang dapat mengenai fungsi korteks cerebri yang lebih

tinggi termasuk fungsi memori, proses berfikir, orientasi, pemahaman, kalkulasi,

kapasitas belajar, bahasa dan pengambilan keputusan. Tidak ada gangguan kesadaran

(kesadaran berkabut). Kegagalan fungsi kognisi dapat disertai dengan kemunduran

terhadap control emosi, kebiasaan social dan motivasi. (12)

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

14

2.6 DETEKSI DAN PEMERIKSAAN UNTUK MENGETAHUI ADANYA POCD

Angka insiden kejadian POCD diperkirakan antara 7% sampai dengan 26%. (12) Pada operasi

jantung (cardiac surgery), dikatakan angka insiden POCD antara 50% sampai 70% pada

minggu pertama, 30% sampai 50% pada minggu ketiga dan 20% sampai 40% pada bulan

pertama sama satu tahun pertama. (12) Penelitian dari International Study of Post-Operative

Cognitive Dysfungtion (ISPOCD), pada operasi non cardiac dengan anesthesia umum

didapatkan angka insiden POCD 25,8% setelah satu minggu dan 9,9% setelah tiga bulan. (12)

Beberapa test maupun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakan assement POCD

antara lain dengan pemeriksaan neuropsychological :

1. Mini Mental State Examination (MMSE)

Menurur Folstein et al., (1993), gangguan fungsi kognitif bisa diperiksa secara

bedside dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE). Test ini

dikerjakan dalam waktu relative singkat (5-10 menit) yang mencakup penilaian

orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Pasien

dinilai secara kuantitatif pada fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30.

Klasifikasi Penilaian menggunakan MMSE

Masih ada beberapa perbedaan pendapat diantara para ahli dalam menentukan

klasifikasi penilaian MMSE, Grunt et al, (1993) dan Folstein et al, (1993),

mendapatkan nilai normal adalah lebih besar atau sama dengan 27, sedangkan Wind,

(1994) mendapatkan nilai MMSE normal (27-30), curiga gangguan fungsi kognitif

(22-26), pasti gangguan kognitif (<21). Kukull et al., (1994), menyatakan bahwa nilai

normal MMSE adalah lebih besar atau sama dengan 27.

2. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)

Merupakan test yang didesain untuk mengukur tingkat intelligence (kecerdasan) pada

orang dewasa atau tua, saat ini telah ada refisi ke-4 dari test ini (WAIS-IV), yang

mana dapat digunakan pada anak-anak dan orang dewasa sampai usia 90 tahun.

Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) umur 3 bulan sampai

7 tahun, Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) untuk umur 6 sampai 16

tahun.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

15

Ada empat komponen utama yang dinilai dari test ini antara lain :

• Verbal Comprehension Index (VCI)

• Perceptual Reasoning Index (PRI)

• Working Memory Index (WMI)

• Processing Speed Index (PSI)

3. Short Orientation Memory Concentration Test (SOMCT), merupakan test yang di

desain untuk mendiagnosis fungsi kognitif yang berfokus pada evaluasi tingkat

orientasi, memori (daya ingat) dan konsentrasi. Test ini mengevaluasi fungsi kognitif

pasien melalui penilaian kemampuan untuk mengingat kembali (waktu, bulan, tahun

saat ini), pengulangan kalimat dan penyebutan kembali angka. Skala penilaian

menggunakan score dari 0 sampai dengan 28, dengan ketentuan bahwa semakin tinggi

score menunjukan fungsi kognitif makin baik.

4. Nursing Delirium Scale (Nu-Desc). Insiden delirium pasca operasi dievaluasi dengan

menggunakan Nursing Delirium Scale (Nu-Desc). Cara ini mudah diintegrasikan

dengan klinis praktis dalam perawatan rutin. Test ini menggunakan lima criteria

dalam menentukan skala gangguan psikomotor. Onset delirium pasca operasi

dimonitor dengan skala ini dievaluasi setiap 3 jam selama 72 jam

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

16

BAB III

ANESTESI UMUM

Anestesi Umum merupakan Suatu keadaan hilangnya kesadaran secara total yang diakibatkan

oleh obat-obat anestesi umum (intravena dan inhalasi) dan bersifat reversible.(13) Tujuan

pemberian anestesi umum yaitu tercapainya kondisi amnesia, analgesia, relaksasi otot,

hilangnya kesadaran, hypnosis dan hilangnya refleks-refleks yang mengancam.

Target organ dari obat anestesi umum :

A. Kesadaran

Mekanisme umum yang berbuhubungan dengan aspek kesadaran, dan beberapa target

organ yang mengendalikan pusat kesadaran antara lain Korteks cerebri, Thalamus dan

formation reticularis, area ini kaya akan reseptor Gamma Aminobutiric acid (GABA-

A), N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) dan Acetylcholine (Ach).

B. Amnesia

Target organya adalah Hippocampus, Amygdala dan Kortek area pre frontalis.

Implisit memori/ recalled consciously (target dari anesthesia). Eksplisit memori /

recalled consciously, dapat digunakan reseptor NMDA dan non NMDA, berespon

terhadap Neurotransmiter Glutamat dan interneuron serotoninergik

C. Immobility (relaksasi)

Target organnya adalah sensorik dan motor neurons. Berkaitan dengan reseptor

GABA-A, Glutamate reseptor untuk NMDA, Alpha Amino-5Methyl-3Hydroxy-

4Isoxazole Propionic Acid dan Kainite.

D. Analgesia

Berkaitan dengan reseptor nyeri. Blok terhadap Glutamate, reseptor GABA-A atau

(micro) reseptor pada medulla spinalis.

Toksisitas anestesi pada sistem saraf pusat diperkirakan memberikan peranan dalam

terjadinya POCD, asumsi bahwa obat anestesi secara total (completely) reversible masih

belum dapat dibuktikan. Penelitian pada binatang yang diberikan anestesi menunjukan

berbagai perubahan histologi otaknya. (12) Beberapa obat anestesi yang diberikan pada

penelitian binatang antara lain Isoflurane, Nitrous Oxide, Ketamin, Midazolam, Thiopenthal

dan Propofol menunjukan apoptosis pada nucleus thalamus dan partial korteks cerebri. (12)

Pada manusia terjadi apoptosis pada sel neuroglioma yang terekspose isoflurane, juga

didapatkan peningkatan level amyloid precursor protein, yang mana bila terjadi proses tidak

normal pada amyloid precursor protein yang disertai dengan akumulasi β amyloid protein

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

17

yang merupakan ciri dari penyakit Alzheimer’s. Penurunan dari fungsi cholinergic dijumpai

juga pada penyakit Alzheimer’s.

3.1 Isoflurane

Isoflurane adalah obat anestesi volatile yang cukup tua dan banyak digunakan dalam praktek

klinis. Efek dari isoflurane terhadap kejadian POCD telah banyak diselidiki. Pada tahun

1992, penelitian oleh Tsai et al. (14) pada pasien menjalani prosedur ortopedi elektif, dikatakan

bahwa kejadian gangguan fungsi kognisi lebih banyak didapat pada anestesi dengan

menggunakan isoflurane dibandingkan dengan desflurane. Pada penelitian El-Dawlatly hasil

yang sama juga didapatkan pada pasien yang menjalani operasi paru, bahwa pemulihan

fungsi kognitif dan psikomotor lebih cepat dan lebih lengkap pada penggunaan anestesi

sevoflurane dan desflurane dibandingkan dengan isoflurane.(15,16)

Tetapi pada penelitian Kanbak dkk. (17) pada pasien yang menjalani operasi bypass

grafting arteri koroner dengan cardiopulmonary bypass, mengungkapkan bahwa isoflurane

dikatakan lebih baik dalam pemulihan fungsi kognisi jika dibandingkan dengan desflurane

atau sevoflurane. Sedangkan Mahajan et al. (18) tidak menemukan perbedaan pemulihan

fungsi kognisi pada penggunaan anestesi isoflurane dan sevoflurane.

3.2 Desflurane

Desflurane adalah obat anestesi volatile baru dengan koefisien kelarutan gas dalam darah

rendah, yang memungkinkan perubahan yang cepat dalam kedalaman anestesi (20) Pada

pasien yang menjalani operasi paru, misalnya, munculnya efek anestesi dua kali lebih cepat

dengan desflurane dibandingkan dengan anestesi volatile lain, seperti sevoflurane atau

isoflurane (rata-rata untuk ekstubasi: 8.9 minutes, 18,0 menit dan 16,2 menit untuk

desflurane, sevoflurane dan isoflurane) (16,21,22) Oleh karena itu, pemulihan lebih cepat dengan

anestesi desflurane mungkin merupakan keuntungan terutama setelah prosedur bedah yang

panjang, memungkinkan kerja sama penuh pasien dan memfasilitasi diagnosis awal setiap

defisit neurologis potensial. Chen et al. pada penelitian komparatif studi, telah menunjukkan

bahwa pemulihan fungsi kognitif, didapatkan hasil yang mirip pada anestesi volatile dengan

desflurane dan sevoflurane pada pasien tua.

Temuan lain juga gagal mendeteksi perbedaan dalam kemunculan dan pemulihan

Fungsi kognisi pada pasien morbid obese yang menerima desflurane atau sevofluran,

Sebaliknya, jika dibandingkan dengan isoflurane, desflurane tampaknya lebih unggul, tidak

hanya dalam munculnya, tetapi juga dalam pemulihan fungsi kognitif (17). Pemulihan hingga

45 menit lebih cepat pasca operasi pada penggunaan desflurane, dan lebih sedikit gangguan

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

18

(yaitu, mengantuk, kaku, lelah atau bingung) pada pasien. Loscar dkk. (18) telah melaporkan

bahwa anestesi desflurane, bahkan ketika dilengkapi dengan opioid dan N2O, tampaknya

memberikan keunggulan klinis dibandingkan isoflurane dalam pemulihan fungsi kognisi.

3.3 Sevofluran

Sevofluran saat ini dianggap sebagai obat anestesi volatile pilihan dalam anestesi (21) Efek

dari obat ini dalam kaitannya dengan kejadian POCD telah diinvestigasi, tetapi hasilnya tidak

begitu jelas. Dalam studi mereka di pasien yang menjalani operasi bypass koroner, Kadoi dan

Goto (22) tidak menemukan hubungan antara POCD dan penggunaan agen anestesi ini.

Sebaliknya, beberapa studi pembanding volatile sevofluran, seperti desflurane dan isoflurane,

menunjukkan bahwa tampaknya dikaitkan dengan hasil kognitif yang terburuk. Pemulihan

fungsi kognitif adalah hampir sama pada penggunaan desflurane dan sevofluran pada pasien

dengan dan tanpa comorbid obesitas, dan agen anestesi ini dikaitkan dengan pemulihan lebih

cepat dibandingkan dengan anestesi dengan isoflurane (21,22,23)

Efek anestesi sevofluran pada POCD juga telah dievaluasi dan dibandingkan dengan

anesthesia intravena dengan propofol, dimana tidak didapatkan kejadian POCD pada

penggunaan sevoflurane (18). Selain itu total anestesi intravena dengan propofol /

remifentanil tidak menunjukkan manfaat lebih baik jika dibandingkan dengan sevofluran /

fentanil dalam hal pemulihan dan fungsi kognitif. Selain itu, anestesi dengan obat-obatan

menunjukkan bahwa kemunculan dan kembalinya fungsi kognitif secara signifikan lebih

cepat dibandingkan dengan sevofluran / nitrous oksida anestesi, hingga 60 menit setelah

pemberian, sedangkan sevofluran / nitrat oksida anestesi memiliki profil pemulihan yang baik

untuk ambulatory kolonoskopi, sehingga pemulihan fungsi kognitif lebih cepat, daripada

dengan kombinasi fentanil, midazolam dan propofol. Akhirnya, pada pasien usia lanjut yang

akan dilakukan hemiarthroplasty, diperlukan pemeliharaan dengan sevofluran onset anestesi

cepat tanpa depresi lebih lanjut dari fungsi kognitif postoperatif.

3.4 Nitrous oxyde

N2O adalah gas yang tidak berwarna hampir tidak berbau dan dianggap obat disosiatif yang

dapat menyebabkan analgesia, depersi SSP, derealisasi, pusing, euforia, distorsi suara dan

halusinasi ringan. N2O masih sering digunakan. N2O masih merupakan pilihan pada anestesi

umum. Zat ini adalah agen anestesi lemah, biasanya tidak digunakan sendiri selama anestesi

umum, tapi diberikan dalam kombinasi dengan volatile anestesi seperti sevofluran, desflurane

atau isoflurane. Mekanisme anestesi / hipnotis N2O tetap tidak diketahui, mekanisme yang

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

19

mendasari efek analgesik / anti nociceptive telah diketahui pada beberapa dekade terakhir.

Bukti sampai saat ini mengindikasikan bahwa N2O menginduksi pelepasan peptida opioid

dalam periaqueductal grey mater otak tengah, yang menyebabkan aktivasi dari jalur inhibisi

descenden, yang menyebabkan modulasi nyeri / pengolahan nociceptive di sumsum tulang

belakang.

Penggunaan N2O dikaitkan dengan POCD dan delirium yang merupakan perhatian

klinis penting. N2O dosis tinggi tampaknya dikaitkan dengan gangguan fungsi kognitif pada

sistem saraf pusat. Dalam praktek klinis, anestesi volatil biasanya dikombinasikan dengan

N2O dan / atau opioid, yang menyebabkan interaksi aditif antara anestesi volatile dan N2O,

tapi untuk interaksi sinergis dari anestesi volatile dengan opioid. Perkembangan delirium

pasca operasi setelah terpapar N2O memiliki kejadian serupa bila dibandingkan dengan non

exposure dengan N2O. N2O berinteraksi dengan vitamin B12, Menghasilkan penghambatan

selektif sintesis metionin, suatu enzim kunci dalam metabolism metionin dan folat. Dengan

demikian, N2O dapat mengubah satu rantai karbon dan metal pada kelompok transfer, yang

sangat penting bagi DNA. Paparan jangka panjang untuk konsentrasi tinggi N2O dapat

menyebabkan anemia megaloblastik, depresi sumsum tulang dan gangguan neurologis.

Paparan N2O dosis tinggi kurang dari 6 jam, seperti dalam clinical anestesi, dianggap tidak

berbahaya. Gangguan fungsi kognisi oleh karena kekurangan vitamin B 12 adalah jarang

didominasi oleh gangguan memori yang terisolasi dan demensia otentik berkorelasi dengan

kekurangan vitamin B12 adalah pengecualian.

3.5 Propofol

Propofol adalah obat anestesi dengan efek sedative-hipnotik yang diberikan secara intravena,

obat ini sangat luas digunakan pada neuroanestesi. Propofol intravena menyebabkan

vasodilatasi arterial sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Propofol

menyebabkan penurunan aliran darah otak dan metabolisme oksigen, namun recovery

terhadap pemberian propofol dalam waktu yang cukup panjang dikatakan baik. (21,22)

3.6 Fentanyl

Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid sentetik yang waktu paruhnya terutama

berikatan dengan reseptor μ (mu) dengan efek farmakologi yang utama adalah sebagai

analgesia yang bekerja secara sentral pada sistem saraf pusat. Fentanyl dapat menimbulkan

peningkatan toleransi nyeri pada pasien. (25,26)

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

20

BAB IV

KESIMPULAN

Penyebab atau etiologi terjadinya POCD masih belum sepenuhnya dapat ditentukan

dengan jelas, namun diperkirakan dapat diakibatkan oleh karena terjadinya kerusakan

dari sel otak yang disebabkan oleh bahan-bahan racun (toxic substance), yang dapat

berasal dari obat-obat anestesi maupun karena respon tubuh terhadap tindakan

pembedahan yang menyebabkan pelapasan hormone dan mediator-mediator pro

inflamasi atau keadaan hipoksia.

Patogenesis terjadinya disfungsi kognitif pasca operasi masih belum jelas, namun

beberapa faktor yang diduga berpengaruh antara lain : usia, penyalahgunaan alkohol,

kognisi dasar rendah, hipoksia, hipotensi, dan jenis operasi telah diduga memberikan

kontribusi untuk masalah ini. Pemilihan obat anestesi juga dapat mempengaruhi kognisi

pasca operasi karena tingkat residu anestesi volatile dapat menghasilkan perubahan dalam

aktivitas sistem saraf pusat.

Tindakan anestesi umum dengan pemberian obat-obat anestesi yang mempengaruhi

berberapa target organ sistem teruma pada sistem saraf pusat diduga salah satu factor

yang dapat meningkatkan angka morbiditas pasien dan kejadian gangguan fungsi kognitif

pasca operasi namun masih harus dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi terhadap

pengaruh obat-obat anestesi terhadap kejadian ini.

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Encarta Dictionary Tools Version 14.0.0.0603 (1993-2004). Redmon, WA : Microsoft

Encarta Program

2. Bruce Berger Ph.D. Persuasive Communication Part I. (2006) U.S. Pharmacist a

Jobson Publication

3. Sternberg, R.J. Cognitive Psychology. (2006) Belmont, CA: Thomson Wadsworth

4. Hartono B. Konsep dan pendekatan masalah kognitif pada usia lanjut: Terfokus pada

deteksi dini. Dalam: Cognitif problem in elderly. Temu Regional Neurologi Jateng-

DIY ke XIX, 2002: 1-6.

5. Purwadi T. Manajemen penderita Mild Cognitive Impairment (MCI). Simposium

Demensia. Pertemuan Ilmiah Nasional Neurogeriatri Pertama. Jakarta. 2002: 7-14.

6. Lamsudin R. Demensia vaskuler. Tinjauan aspek serebrovaskuler-patologi, kriteria,

diagnosis, epidemiologi, faktor risiko, pencegahan dan pengobatan. Berkala Neuro

Sains, 1999; vol 1 (1): 1-10.

7. Abildstrom H, Rasmussen LS, Rentowl P, dkk. Disfungsi kognitif 1-2 tahun setelah

operasi non-jantung pada orang tua Acta Anaesthesiol Scand 2000; 44:. 1246 -51

8. Abildstrom H, Christiansen M, Siersma VD dan Rasmussen LS untuk ISPOCD2

Penyidik. Apolipoprotein E genotipe dan disfungsi kognitif setelah operasi noncardiac

Anestesiologi 2004; 101:855 -61

9. Lar Rasmussen, Jan Stygall, Stantan P Newman, Capter 89. Cognitive Dysfungtion

and Other Long-Term Complication of Surgery and Anesthesia page in Miller’s

Anesthesia, seventh edition, 2010.

10. Abildstrom H, Rasmussen LS, Rentowl P, dkk. Disfungsi kognitif 1-2 tahun setelah

operasi non-jantung pada orang tua Acta Anaesthesiol Scand 2000; 44:. 1246 -51.

11. Gustafson Y, Brannstrom B, Berggren D, et al. Sebuah program geriatri-

anesthesiologic untuk mengurangi negara confusional akut pada pasien usia lanjut

dirawat karena patah tulang leher femur J Am Geriatr Soc 1991; 39:. 655 -62.

12. S.Jithoo, Cognitive Dysfunction in Anesthesia, University of Kwazulu-Natal, 17

October 2008.

13. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Anesthesia for Neurosurgery. In : Clinical

Anesthesiology, 4th ed. New York: A Lange Medical Books; 2006, 631-40.

14. Newman MF, Kirchner JL, Phillips-Bute B et al, Longitudinal Assesment of

Neurocognitive function after coronary-artery bypass surgery. N Engl J Med

2001;344: 395-402.

15. Gaudreau JD, Gagnon P, Harel F, Tremblay A, Roy MA: Fast, systematic, and

continuous delirium assessment in hospitalized patients: the nursing delirium

screening scale. J Pain Symptom Manage 2005, 29(4):368-375.

16. Katzman R, Brown T, Fuld P, Peck A, Schechter R, Schimmel H: Validation of a

short Orientation-Memory-Concentration Test of cognitive impairment. Am J

Psychiatry 1983, 140(6):734-739.

17. Radtke FM, Franck M, Schneider M, Luetz A, Seeling M, Heinz A, Wernecke KD,

Spies CD: Comparison of three scores to screen for delirium in the recovery

room. Brit J Anaesth 2008, 101(3):338-343.

18. Dunnett CW: A multiple comparison procedure for comparing several treatments

with a control. J Am Stat Ass 1955, 50(4):1096-1121.

19. Marcantonio ER, Flacker JM, Wright RJ, Resnick NM: Reducing delirium after hip

fracture: a randomized trial. J Am Geriatr Soc 2001, 49(5):516-522.

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

22

20. Farrington CP, Manning G: Test statistics and sample size formulae for

comparative binomial trials with null hypothesis of non-zero risk difference or

non-unity relative risk. Stat Med 1990, 9(12):1447-1454.

21. George J, Rockwood K: Dehydration and delirium: not a simple relationship. J

Gereontol A Biol Sci Med Sci 2004, 59(8):811-812.

22. Radtke FM, Franck M, Macguill M, Seeling M, Lütz A, Westhoff S, Neumann U,

Wernecke KD, Spies CD: Duration of fluid fasting and choice of analgesic are

modifiable factors for early postoperative delirium. Eur J Anaesthesiol 2009,

27(5):411-416.

23. Bilotta F, Caramia R, Paoloni FP, Favaro R, Araimo F, Pinto G, Rosa G: Early

postoperative cognitive recovery after remifentanil-propofol or sufentanil-

propofol anesthesia for supratentorial craniotomy: a randomized trial. Eur J

Anaesthesiol 2007, 24(2):122-127.

24. Bilotta F, Spinelli F, Centola G, Caramia R, Rosa G: A comparison of propofol and

sevoflurane anaesthesia for percutaneous trigeminal ganglion compression. Eur J

Anaesthesiol 2005, 22(3):233-235.

25. Bilotta F, Fiorani L, La Rosa I, Spinelli F, Rosa G: Cardiovascular effects of

intravenous propofol administered at two infusion rates: a transthoracic

echocardiographic study. Anaesthesia 2001, 56(3):266-271.

26. Bilotta F, Ferri F, Soriano SG, Favaro R, Annino L, Rosa G: Lidocaine pretreatment

for the prevention of propofol-induced transient motor disturbances in children

during anesthesia induction: a randomized controlled trial in children

undergoing invasive hematologic procedures. Paediatr Anaesth 2006, 16(12):1232-

1237.

27. Petersen KD, Landsfeldt U, Cold GE, Petersen CB, Mau S, Hauerberg J, Holst P,

Olsen K: Intracranial pressure and cerebral hemodynamic in patients with

cerebral tumors: a randomized prospective study of patients subjected to

craniotomy in propofol-fentanyl, isoflurane-fentanyl, or sevoflurane-fentanyl

anesthesia. Anesthesiology 2003, 98(2):329. Trescot AM, Datta S, Lee M, Hansen H:

Opioid Pharmacology. Pain Physician 2008, 11(Suppl 2):S133-S153.

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

23

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PASCA OPERASI

24

Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)