Stroke Infark

50
STROKE INFARK DEFINISI Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat ganggu fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung sela jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Definisi strokemenurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Sedangkan definisi strokemenurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menye (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular ( cit. Lamsudin, 1998). Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal – hal yang harus kita perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah : 1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global 2. Onset yang mendadak 3. Semata –mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic atau perdarahan 4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali pen berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa denga (stroke like syndrome).

Transcript of Stroke Infark

STROKE INFARK

DEFINISI Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998). Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal hal perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah : 1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global 2. Onset yang mendadak 3. Semata mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic atau perdarahan 4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome). yang harus kita

EPIDEMOLOGI Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah 6.400.000 ( sekitar 2.500.000 pada jenis kelamin laki laki dan wanita 3.900.000 pada wanita). (NHANES 2003 06 dan NHLBI) Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 merupakan serangan

ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI) Jika dirata ratakan setiap 40 detik seseorang di Amerika Serikat terkena stroke.(AHA compution based dari data terakhir) Setiap tahun bertambah sekitar 55.000 wanita yang terkena stroke dibandingkan dengan pria.(GCNKSS, NINDS) Insidensi stroke pada pria lebih besar dari pada wanita saat usia muda namun tidak pada usia tua. Rasio insidensi stroke pria/wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25; pada usia 65 74 adalah 1,50; pada usia 75 84 adalah 1,07 dan pada usia diatas 85 tahun adalah 0,76. (ARIC dan CHS studies) Dari semua stroke, 87% merupakan stroke ischemic, 10% adalah perdarahan intracerebral, dan 3 % adalah perdarahan

subarachnoid.(GCNKSS,NINDS) Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok umur 30 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin, 1998). Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode

awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari semua penderita yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral (Widjaja, 1999). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke yang tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke perdarahan

subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah masing- masing jenis stroke tersebut (Lamsudin, 1998).

VASKULARISASI OTAK 1. Peredaran Darah Arteri Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang mempunyai 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis kiri dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-masing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri dan kanan. Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabangcabangnya disebut sistem vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-cabangnya disebut sistem karotis.1,2 Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.3

Berikut ini merupakan gambar dari peredaran darah arteri mulai dari aorta sampai ke arteri karotis interna.4

Gambar 1. Anatomi Peredaran Darah Arteri. 4

Gambar 2. Sistem Carotis. 5

Gambar 3. Vaskularisasi serebral 2 2. Anatomi Sistem Karotis Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum.6 Pada tingkat kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.7 Arteri Karotis Interna Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 7 1. Pars servikalis Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar tengkorak. 2. Pars petrosa Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.

3. Pars kavernosa Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S" yang sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa terletak berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang sampai dengan dasar prosesus klinoidesus anterior. 4. Pars serebralis Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita. Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari dahi, pangkal hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.2

Cabang-cabang arteri karotis interna beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:1,7 1. Pars petrosa Arteri karotikotimpani, memperdarahi bagian anterior dan medial dari telinga tengah. 2. Pars kavernosa Arteri kavernosa, memperdarahi hipofisis dan dinding sinus

kavernosus. Arteri hipofise, memperdarahi hipofise. Arteri semilunaris, memperdarahi ganglion semilunaris. Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater, fossa kranialis anterior. 3. Pars supraklinoid Arteri oftalmika, memperdarahi orbita, struktur wajah yang

berdekatan. Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus khoroideus, ventrikulus lateral dan bagian yang berdekatan. Arteri komunikans posterior, dengan cabang-cabang ke hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optika. Arteri ini merupakan arteri penghubung antara arteri karotis interna dan arteri serebri posterior. 4. Pada bagian akhir arteri karotis interna. Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu : Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral nukleus kaudatus, putamen dan kapsula interna. Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua sisi satu dengan lain. Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada permukaan median dan superior dan superior permukaan lateral. Arteri kallosomarginalis, Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal korpus kalosum. Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobus parietalis.

Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. : Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis. Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan bagian lateral girus orbitalis. Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arteri rolandika

(arteri sulkus sentralis). Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior, girus frontalis medius, dan girus presentralis Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus postsentralis, lobulus parietalis superior dan lobulus parietalis inferior. Arteri angularis, memperdarahi girus angularis. Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan lateral dari lobus temporalis.

Gambar 4. Aliran darah arteri pada bagian interior otak 2

Gambar 5. arteri carotis interna.4

Gambar 6. Arteri otak tampak medial dan basal. 4

3. sistem vertebrobasiler

Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah keluar dari sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6 hingga C1 dan melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran atlantooccipital dan masuk kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior, ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu dengan VA dari arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary

junction untuk membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior melalui PCoA akan melengkapi sirkulus Willisi. PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11. Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan saraf kranial ke 7 dan 8. Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan merupakan sumber potensial dari aliran kolateral. Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus occipitalis. Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah intrakranial. Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat anastomose lain antara pembuluh darah ekstra dan intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina, arteri dari foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri utama yang mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri

pharyngeal, cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk anastomose antara dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan, hubungan antara carotis dan vertebrobasillar dapat terjadi.

4. Sistem Anastomose Sirkulus arteri Willisi berasal dari karotis interna dan sistem arteri vertebralis. Pada putaran ini arteri mernberikan cabang arteri komunikans posterior. Yang bergabung dengan tunggul proksimal dari arteri serebri posterior dan membentuk bersama dengan arteri ini dan arteri basilaris rostral, arkus posterior dari sirkulus Willisi Karotis interna juga memberi cabang aa. Khoroidalis anterior sebelum karotis berakhir dan terbagi menjadi aa. Serebri anterior dan media. Tunggul dari aa. Serebri anterior segera mencembung ke garis tengah dan saling berhubungan melalui arteri komunikans anterior. Jadi, arkus anterior dari sirkulus Willisi tertutup.7

Gambar 7. Sirkulus Arteriosus Willisi Dan Cabang-Cabangnya. 4

A. karotis

A. Karotikotimpani : bagian anterior dan medial telinga

interna

tengah A. kavernosa : hipofise dan dinding sinus

kavernosus A. hipofise : hipofise A. semilunaris : ganglion semilunaris A. meningea anterior : duramater, fosa kranialis anterior A. oftalmika : mata dan struktur wajah yang berdekatan. A. khoroidalis anterior : pleksus khoroideus, ventrikel lateral dan bagian yang berdekatan. A. komunikans posterior beserta cabang-cabangnya: hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optikum A. serebri anterior beserta cabang-cabangnya: korteks orbitalis, lobus frontalis pada permukaan medial dan A. karotis komunis superior, dan superior permukaan lateral, korpus kalosum, dan lobus parietalis. A. serebri media: lobus frontalis bagian lateral dan inferior termasuk area motorik 4 dan 6, dan area motorik brocca; lobus parietal termasuk korteks sensorik dan supramarginal; lobus temporalis superior dan insula- termasuk area sensorik Wernicke A. karotis eksterna Skema 1. Percabangan arteri karotis interna. 7

KLASIFIKASI Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al, 1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ali, et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain : 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) i. Stroke akibat trombosis serebri ii. Emboli serebri

iii. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin lama makin berat. d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap. 3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler a. Sistem karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b. Sistem vertebrobasiler Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

PATOFISIOLOGI ATHEROTROMBOTIK Anatomi dan histologi pembuluh darah otak Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.corotis interna dan A. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan bercabang menjadi A.cerebri media

dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum.

Gambar. Suplai arteri ke otak

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress sehingga endotel yang ada mudah terkoyak. Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-turut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris dikelilingi oleh

serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastica interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabutserabut tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan. Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.

Gambar. Penampang Pembuluh Darah

Arteriosklerosis, Aterosklerosis, trombosis dan aterotrombosis Arterioklerosis dan aterosklerosis Arterioklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi anatomi, terdapat 3 jenis arterioklerosis, yaitu: 1. Arterioklerosis, ditandai dengan pembentukan ateroma (palque di intima yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat. 2. Monckebergs medial calcific sclerosis, yang ditandai dengan kalsifikasi tunika media, dan 3. Arterosklerosis, ditandai dengan adanya proliferasi atau penebalan dinding arteri kecil dan arteriol. Karena aterosklerosis merupakan bentuk arterioklerosis yang paling sering dijumpai dan paling penting, istilah arterioklerosis dan aterosklerosis sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kelainan yang sama. Ada 3 proses biologis yang fundamentali yang berperan dalam pembentukan lesi aterosklerosis, yaitu: 1. proliferasi sel oto polos di tunika intima, pengumpulan makrofag dan limfosit 2. pembentukan matriks jaringan ikat yang terdiri dari kolagen, serat-serat elastin dan proteoglikan 3. akumulasi lemak terutama dalam bentuk kolesterol bebas dan esternya, baik dalam sel maupun dalam jaringan sekitarnya

Gambar . Proses Atherosklerosis

Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga Infark miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap. Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pada daerah subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan 1 mm atau berbentuk guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara mokroskopis, fatty streak ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam cell) di daerah subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan lemak kemudian mengalami kematian inti sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun dipercaya sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous plaque. Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena merupakan sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering dijumpai di aorta abdominalis, arteri coronaria, a. popitea, aorta descendens, a.karotis interna dan pembuluh darah yang menyusun circulus willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna keabun/pucat. Secara mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel busa dan jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi debris sel dan kristal kolesterol.

Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel otot polos dalam matriks jaringan ikat. Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan fibrous plaque ini adalah: 1. kalsifiaksi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur dan mudah pecah. 2. ulserasi pada permukaan plaque, yang dapat menyebabkan kaskade agregasi trombosit yang pada akhirnya dapat membentuk trombus yang akan menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan gangguan aliran darah. 3. pada pembuluh darah yang besar, bagian dari ateroma yang terlepas dapat menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah, 4. ruptur endotel atau kapiler yang memperdarahi plaque, yang dapat menyebabkan perdarahan didalam plaque, dan 5. penekanan plaque terhadap tunika media yang dapat meyebabkn terjadinya atropi dan berkurangnya jaringan elastis sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya aneurisma.

Gambar. Manifestasi akibat plaque fibrosis pada pembuluh darah Trombosis, trombogenesis dan trombolisis. Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah (hemostasis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke daerah distal peyumbatan. Dalam keadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika ada cedera pada pembuluh darah. Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan pelepasan komponenkomponen darah kedalam matriks ekstraseluler yang kemudian akan

menyebabkan trombosit mengalami agregasi dan akhirnya akan mengaktifkan proses pembekuan darah ditempat terjadinya cedera tersebut dan berakhir dengan pembentukan fibrin yang menstabilkan tempat cedera. Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan terjadinya pembentukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga endotel kembali utuh dan kembali bersifat non trombogenik.

Gambar. Mekanisme hemostasis

Pada plaque aterosklerosis, proses trombosis yang terjadi-karena sebab yang belum diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque aterosklerosis mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk pembentukan trombus. Fibrin yang terbentuk di plaque tersebut menyebabkan ukuran trombus yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga lebih mempersempit lumen pembuluh darah. Ada beberapa kelainan dalam tubuh yang menyebabkan kecendrungan untuk terjadinya tombosis yitu kelainan genetis, aterosklerosis, kanker dan auto antibodi. Kelainana genetis yang menyebabkan seseorang jadi lebih mudah mengalami trombosis adalah antara lain defisiensi zat-zat inhibitor koagulasi intravskuler seperti antitrombin III, protein S dan protein C. Sedangkan pada aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga karena adanya ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan vasokontriksi. Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar kolestrol plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan trombogenik dan efek vasokontriksi. Trombogenesis terjadi pada tempat dimana terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik dan diakhiri dengan

pembentukan fibrin. Pada jalur intrinsik faktor XII (faktor Hageman) berubah mejadi faktor XIIa. Selanjutnya faktor XIIa mengubah faktor XI menjadi faktor XIa. Kejadian ini terjadi pada permukaan endotel. Sedangkan proses berikut terjadi pada permukaan sel trombosit. Faktor Xia yang berbentuk akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa dan pada gilirannya faktor IXa mengubah faktor X menjadi faktor Xa. Perubahan faktor X menjadi Xa dapat diaktifkan melalui jalur ekstrinsik. Jalur ini teraktifkan jika terjadi kerusakan jaringan. Pelepasan tromboplastin jaringan (faktor III) dari jaringan yang rusak bersama-sama dengan faktor VII dan ion Ca- 2 mengaktifkan faktor X. aktivasi faktor X melalui jalur ekstrinsik membutuhkan waktu beberapa detik; sedangkan yang melalui jalur intrinsik membutuhkan waktu beberapa menit. Faktor Xa bersama-sama dengan faktor V, ion Ca-2 fospolipid yang ada pada sel trombosit mengaktifkan faktor II (prottombin) dan mengubahnya menjadi trombin. Trombin yang berbentuk dilepaskan dari sel trombosit dan kemudian mengubah faktor I (fibrinogen) menjadi fibrin. Fibrin yang terbentuk kemudian mengalami stabilisasi secara kimia sehingga relatif tidak dapat dipengaruhi aksi proteolisis yang dilakukan oleh plasmin.

Gambar. Proses pembekuan darah

Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan menghambat proses trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparan sulfat yang terdapat pada permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin mengubah trombin menjadi protein C yang mengaktofkan sistim fibrinolisis dengan faktor V dan VIII serta merangsang aktifator plasminogen dari sel endotel. Sedangkan herparan sulfat yang terdapat dipermukaan sel endotel yang utuh mencegah trombogenesis dengan caramengikat antitrombin III (ATEIII) yang beredar dalam darah.

Pengahancuran trombus membutuhkan beberapa enzim yaitu: 1. plasminogen yang beredar dalam darah

2. aktifator plasminogen dalam jaringan (tissue type plasminogen activator, tPA), 3. mengahambat palsmin dan tPA tPA dihasikan oleh trauma lokal, dan faktor-faktor neurohumoral yang pada akhirnya menyebabkan penghancuran fibirn menjadi fibrin degenaration produc (FDP). FDP ini akan menghambat perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Plasmin juga menghidrolisis protrombin, faktor V, VIII dan XII. Aktivitas plasmin dihambat secara alami oleh anti plasmin yang terdapat dalam darah.

Aterogenesis Sel sel yang berperan dalam aterogenesis Endotel Endotel merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh jaringan pembuluh darah. Di arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan tak terputus dan merupakan barrier utama antara elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Hubungan antar selnya melalui tight junction & gap junction. Transportasi zat melalui mekanisme endositosis. Pada endotel kapiler dijumpai adanya terowongan transendotelial namun fungsinya dalam transport makromolekul belum jelas. Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk transportasi zat, terutama saat sel endotel mengalami cedera. Sifat-sifat endotel antara lain: Sangat selektif permiebel Bersifat nontrombogenik Metaboliemenya sangat aktif Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasokolato seperti prostasiklin dan EDRF,maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, faktor VW danlain lain, faktor VIII.

Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen tipe 4 dan molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan mungkin berfungsi sebagai filter. Pada permukaan endotel terdapat reseptor- reseptor untuk berbagai macam molekul, diantaranya untuk LDL, GF, dan mungkin untuk beberapa jenis zat lain. Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis adalah kemampuan memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL endotel mengalami oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke subintima. LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus di permukaan makrofag yang disebut scavenger redeptor. LDL tersebut kemudian ditelan oleh makrofag dan membentuk sel busa (foam cell). Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat anti trombotik sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade koagulasi. Namun pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel sel ini akan mensintesis danmensekresikan faktor-faktor yang bersifat protrombotik. Sitikon merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi,yang merangsang pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar dalam darah untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan 2, VCAM-1, yang merupakan regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang mengalami gangguan. Efek non trombogenik pada sel endotel terjadi karena: Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2 (prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat agregsi trombosit Juga menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sabagai vasodilator terjuat yang pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factor) Menghasilkan zat fibrinolotik, termasuk plasminogen

Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:

Faktor von Wilebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin, angiotensin converting enzyme dan pDGF

Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dansecara dinamis menjaga homeostosis pembuluh darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya. Sel otot polos Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada aterosklerosis. Sel ini disebut sel mesenkin yang multi fungsi. Dulu diduga hanya berfungsi untuk berkontraksi saja, umum belakangan diketahui bahwa sel ini mempunyai fungsi lain yaitu: Mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi. Kontraksi ini dipengaruhi oleh epinefrin dan angiotensin (vasokonstriktor) serta prostasiklin dan EDRF (vasodilator) Mensintesa dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan Mengandung reseptor berafinitas tinggi terhadap ligan-ligan tertentu, antara lain LDL, insulin, stimulator pertumbuhan seperti PDGF dan inhibitor pertumbuhan seperti transforming growth factor beta (TFG-) Bila dibiakkan dalam kultur jaringan, dapat dijumpai dua fenotip sel otot polos, yaitu fenotipe kontraktif dan sintetik. Fenotipe kontraktil mengandung miofibril yang terdiri dari aktin dan miosin dalam jumlah banyak. Tipe ini tak bereaksi terhadap zat-zat mitogen seperti PDGF. Sedangkan fenotipe sintetik terjadi jika sel otot polos distimulasi terus. Sel-sel tersebut akan kehilangan miofibrilnya dan membentuk retikulum endoplasma kasar danbadan golgi dalam jumlahbanyak. Sel otot polos fenotipe sintetik berkemampuan untuk membentuk protein protein, termasuk makromolekul pembentuk matriks jaringan ikat. Ke-2 fenotipe Ini terdapat di kultur jaringan dan juga di dinding arteri invivo Untuk terjadinya perubahan fenotip dari tipe kontraktil ke sintetik, sel otot polos harus bermigrasi ke tunika intima. Sel otot polos yang sudah bermigrasi dan berubah fenotipe bukan hanya bereaksi terhadap zat mitogen (PDGF dan lain - lain) , tetapi juga dapat menstimulasi dirinya sendiri dan sel-sel lain disekelilingya.

Trombosit Merupakan sel yang berperan penting dalam kaskade pembekuan darah. Sel ini berdiameter 1-5 mikron, jumlah 150-400 ribu/ml,usianya 10 hari. Dalam keadaan normal, selama beredar trombosit tidak saling menempel satu sama lain dan juga tidak akan menempel pada permukaan sel endotel. Namun jika terdapat kerusakan sel endotel, trombosit akan segera beragregasi. Agregasi ini menyebabkan trombosit mengeluarkan kandungannya, antara lain PDGF, sitokin, enzim proteolitik, ADP, serotin, histamin, anti heparin, trombomodulin danepinefrin. Agregasi trombosit Akan mengaktifkan fosfolipase A2, yang akan bekerja pada permukaan trombosit untuk mengkatalisis pelepasan asam arakidonat, yang oleh endoperoksidase akan diubah menjadi prostaglandin peroksida siklik (PGG2 dan PGH2). PGG2 oleh tromboksian sintetase diubah menjadi tromboksan (TxA2), sedangkan PGH2 menjadi PGE2. selain itu dari asam arakidonat dibentuk juga leukotrien yang dapat mengikatkan respon inflamasi.

Sel Makrofag Saat terjadi cedera endotel, monosit yang beredar dalam pembuluh dara tertarik oleh zat kemotraktan yang dihasilkan oleh endotel sehingga monosit terangsang ke lapisan yang selanjutnay bertindak sebagai scavenger cell (sel pengangkut sampah) untuk membuang zat yang tidak berguna dengan cara fagositosis dan hidrolisis sintaseluler. Selain itu makrofag dapat mensintesis dan mensekresi bermacam zat di antaranya interleukin, leukotrien dan anion superoksida yang dapat berefek toksik terhadap sel lain. Sel ini juga dapat mensintesis sedikitnya 6 macam faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, interleukin, fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF- dan MCSF. Akibat dari kemampuan sel ini, makrofag dianggap sebagai sel yang memegang kunci untuk pembentukan jaringan ikat yang terbentuk pada proses

inflamasi kronis dan juga menjadi sumber sel busa yang banyak dijumpai pada lesi aterosklerosis. Limfosit T Limfosit T jenis CD8+ dan CD4+ ditemukan pada semua stadium lesi aterosklerosis. Karena sel-sel tersebut merupakan sel yang biasa dijumpai pada respon imun seluler, diduga pembentukan lesi aterosklerosis merupakan proses inflamasi, atau malah diduga merupakan respon atoimun. Antigen yang berperan dalam aterogenesis sampai saat ini belum dapat diidentifikasi. Ross (1999) mengemukakan bahwa kemungkinan besar antigen tersebut adalah LDL teroksidasi (ox-LDL).

Hipotesis Aterogenesis Terdapat 3 hipotesis aterogenesis, yaitu hipotesis respon terhadap cedera (respon to injury hypotehsis), hipotesis lipoprotein (lipogenik) dan hipotesis monoklonal. Yang banyak dianut saat ini adalah hipotesis yang pertama. Menurut hipotesis ini, proses aterosklerosis berawal dari kerusakan / cedera (injury) sel endotel. Cedera sel endotel ini dapat disebabkan oleh sebab mekanik (tekanan darah dalam pembuluh dara), metabolik (hiperhomosisteinemi), imunologis (aterogenesis setelah pencangkokan ginjal) atau akibat adanya zat-zat baig yang datang dari luar seperti LDL, atau zat-zat yang disekresikan oleh endotel sendiri, makrofag dan/atau trombosit. Manifestasi cedera sel endotel dapat bermacam-macam,antara lain disfungsi sel yang menyebabkan gangguan permeabilitas endotel serta pelepasan zat vasoaktif danfaktor pertumbuhan atau berkurangnya sifat nontrombogenik permukaan endotel. Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel karena peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi kronik ini juga menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam darah dan juga mungkin trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan meningkatnya adhesi monosit ke dinding endotel. Monosit yang menempel pada

sel endotel ini kemudian menyusup di antara sel endotel dan mengambil tempat di daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi scavenger celi dan berubah bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan membersihkan lemak terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus yang disebut reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang merupakan cikal bakal fatty streak. Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan kerusakan endotel bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat yang bersifat toksik dan juga metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi dan anion superoksida. Semuanya ini dapat menyebabkan kerusakan / gangguan fungsi endotel berrtambah Makrofag dapat mensintesis dan mensekresi paling tidak 4 jenis faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, PGF, EGF-like factor dan TGF . Keempat faktor pertumbuhan merupakan zat mitogen yang kuat dan dapat merangsang migrasi dan proliferasi fibroblas serta sel otot polos yang pada akhirnya dapat menyebabkan pembentukan jaringan ikat baru. Dari ke empat faktor tersebut, PDGF memegang peranan yang paling penting karena efek kemotaktik dan mitogeniknya terhadap sel otot polos. Selain itu sitokin ygdihasilkan juga merangsang rangkaian reaksi yang menyebabkan trombosit dan monosit menempel pada tempat cedera. Jika sel endotel rusak, dan jaringan ikat subendotel terpapar, trombosit yang beredar dalam pembuluh dara akan terangsang untuk beragregasi membentuk satu trombus mural. Selanjutnya hal ini akan merangsang trombosit yang beragregasi tersebut untuk mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan seperti yang diproduksi dan disekresikan oleh makrofag. Sebagai tambahan, sel-sel otot polos yang bermigrasi dan berubah fenotipe dari kontraktil menjadi sekrotik akan juga mengeluarkan sejenis PDGF jika dibiakkan di kultur jaringan. Jika hal ini terjadi juga secara in vivo, sel-sel otot polos yang ada juga berperan serta dalam pengembangan lesi aterosklerosis Sesuai teori ini, jika proses cedera yang dialami sel endotel berhenti, maka sel endotel dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan lesi yang sudah terbentuk dapat mengalami regresi. Sebaliknya jika cedera itu terjadi berulang-ulang atau terus

menerus selama beberapa tahun. Lesi awal yang terbentuk akan terus berkembang dan dapat menimbulkan gangguan klinis. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa kontrol faktor resiko menjadi sangat penting untuk pencegahan kejadian aterosklerosis. Faktor resiko aterosklerosis Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham, Massachusets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor resiko mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Selain itu dikenal juga faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalas malasan (sedentary life style) dan stres. Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa 5 faktor mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya gejala klinis PJK, gagal jantung, adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial fibrilasi. Sedangkan kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara statistik sangat bermakna untuk kejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian stroke aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke dalam faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan kenaikan kadar fibrinogen darah. Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang menyebabkan aterosklerosis: Hipertensi Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh

seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis. Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri, namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran darah arterial. Hiperlipidemi Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi berhubungan dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol terbukti merupakan komponen utama dalam plak aterosklerosis. Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL, sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan kolesterol. Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orang orang dengan kadar kolesteral total 40 batang sehari) mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi. Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C

g. Pemeriksaan penunjang

EKG Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap 1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA. Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam. Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun.

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,

komplikasi ortopedik dan fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia. Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi. Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil. Rehabilitasi Edukasi keluarga. Discharge planning.

TERAPI STROKE ISKEMIK Terapi Umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (