Stenosis Mitral
description
Transcript of Stenosis Mitral
Stenosis mitral
Definisi dan etiologi stenosis mitral Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.1 Penyebab stenosis mitral paling sering
demam rematik, penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis,
mukopolisakaridosis dan kelainan bawaan.
Tabel 1 Etiologi stenosis mitral
2.
Patogenesis stenosis mitralRematik karditis akut adalah pankarditis yang melibatkan perikardium, miokardium, dan
endokardium. Daerah dengan iklim sedang serta negara maju interval terjadinya rematik karditis
dengan munculnya stenosis mitral berkisar antara 10-20 tahun. Negara tropis, subtropis dan
negara-negara berkembang interval dapat lebih pendek. Tanda khas dari rematik karditis akut
adalah aschoff nodule. Lesi paling sering pada rematik endokarditis adalah mitral valvulitis.
Katup mitral mengalami vegetasi pada garis penutupan katup dan korda. Stenosis mitral biasanya
terjadi akibat episode berulang dari karditis yang diikuti dengan penyembuhan dan ditandai
dengan deposisi jaringan fibrosa.9 Stenosis mitral terjadi akibat dari fusi dari komisura, kuspis,
korda atau kombinasi dari ketiganya. Hasil akhir katup yang mengalami deformitas terjadi
fibrosis dan kalsifikasi. Lesi tersebut akan berlanjut dengan fusi dari komisura, kontraktur dan
penebalan dari leaflets katup. Korda mengalami pemendekan dan fusi. Kombinasi ini akan
menyebabkan penyempitan dari orifice katup mitral yang membatasi aliran darah dari LA (Left
Atrium) dan LV (Left Ventricle).3,6
Patofisiologi stenosis mitral
Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4 sampai 6 cm2. Adanya obstruksi yang
signifikan, misalnya, jika orifisium kurang lebih kurang dari 2 cm2, darah dapat mengalir dari
atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradien tekanan atrioventrikel kiri yang
meningkat secara abnormal, tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup mitral
berkurang sampai 1 cm2, tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk
mempertahankan curah jantung (cardiac output) yang normal. Tekanan atrium kiri yang
meningkat, selanjutnya, meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonalis, yang mengurangi
daya kembang (compliance) paru dan menyebabkan dispnea pada waktu pengerahan tenaga
(exertional dyspnea, dyspnea d’ effort). Serangan pertama dispnea biasanya dicetuskan oleh
kejadian klinis yang meningkatkan kecepatan aliran darah melalui orifisium mitral, yang
selanjutnya mengakibatkan elevasi tekanan atrium kiri. Untuk menilai beratnya obstruksi,
penting untuk mengukur gradien tekanan transvalvuler maupun kecepatan aliran. Gradien
tekanan bergantung tidak hanya pada curah jantung tapi juga denyut jantung. Kenaikan denyut
jantung memperpendek diastolik secara proporsional lebih daripada sistolik dan mengurangi
waktu yang tersedia untuk aliran yang melalui katup mitral. Oleh karena itu, pada setiap tingkat
curah jantung tertentu, takikardia menambah tekanan gradien transvalvuler dan selanjutnya
meningkatkan tekanan atrium kiri.
Tekanan diastolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja; penyakit katup aorta, hipertensi
sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung iskemik yang terjadi secara bersamaan dan
mungkin kerusakan sisa yang ditimbulkan oleh miokarditis reumatik kadang-kadang
bertanggung jawab terhadap kenaikan yang menunjukan fungsi ventrikel kiri yang terganggu
dan/atau menurunkan daya kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri, seperti yang
ditunjukan dalam berkurangnya fraksi ejeksi dan kecepatan memendek serabut yang
mengelilingi, terjadi pada sekitar seperempat pasien dengan stenosis mitral berat, sebagai akibat
berkurangnya preload kronik dan luasnya jaringan parut dari katup ke dalam miokardium yang
berdekatan.
Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata dan pulmonal artery
wedge pressure biasanya meningkat,denyut tekanan menunjukan kontraksi atrium yang menonjol
dan tekanan bertahap menurun setelah pembukaan katup mitral. Pada pasien dengan stenosis
mitral ringan sampai sedang tanpa peningkatan resistensi vaskuler paru, tekanan arteri
pulmonalis mungkin mendekati batas atas normal pada waktu istirahat dan meningkat seiring
dengan exercise. Pada stenosis mitral berat dan kapan saja ketika resistensi vaskuler paru naik,
tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan ketika pasien sedang istirahat, dan pada kasus
ekstrim dapat melebihi tekanan arterial sistemik. Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan
tekanan arteri pulmonalis selanjutnya terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri
pulmonalis melebihi kira-kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau pada keadaan
dengan lesi yang mengenai sisi kiri jantung, peningkatan afterload ventrikel kanan menghalangi
pengosongan ruangan ini, sehingga tekanan diastolik akhir dan volume ventrikel kanan biasanya
meningkat sebagai mekanisme kompensasi.10
2.1.4 Klasifikasi stenosis mitral
Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat sesuai dengan mitral
valve area (MVA).
Tabel 3. Klasifikasi stenosis mitral
2.1.5 Gejala dan tanda stenosis mitral
Gejala yang lazim dirasakan oleh pasien dengan stenosis mitral adalah cepat lelah, sesak nafas
bila aktivitas (dyspnea d’ effort) yang makin lama makin berat. Pada stenosis mitral yang berat,
keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam keadaan
istirahat sambil berbaring (orthopnea).
Irama jantung berdebar terkadang juga dapat didengar apabila terdapat fibrilasi atrium. Keadaan
lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat pecahnya kapiler pulmonalis karena
tingginya tekanan arteri pulmonalis; keluhan ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat
TBC, apalagi pasien stenosis mitral berat biasanya kurus. Pasien stenosis mitral juga kadang baru
diketahui setelah terkena stroke, terutama bila ada fibrilasi atrium yang mempermudah
terbentuknya trombus di atrium kiri dan kemudian lepas menyumbat pembuluh darah otak
Table 4. Gejala stenosis mitral
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang merah keunguan akibat
curah jantung yang rendah, tekanan vena jugularis yang meningkat akibat gagal ventrikel kanan.
Kasus yang lanjut dapat terjadi sianosis perifer. Denyut apikal tidak bergeser ke lateral, dorongan
kontraksi ventrikel kanan pada bagian parasternal dapat dirasakan akibat dari adanya hipertensi
arteri pulmonalis. Auskultasi dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya terjadi bila
pergerakan katup mitral masih dapat fleksibel. Bila sudah terdapat kalsifikasi dan atau penebalan
pada katup mitral, S1 akan melemah. S2 (P2) akan mengeras sebagai akibat adanya hipertensi
arteri pulmonalis. Opening snap terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel kiri
yang mendadak berhenti, opening snap terjadi setelah tekanan ventrikel kiri jatuh di bawah
tekanan atrium kiri pada diastolik awal. Jika tekanan atrium kiri tinggi seperti pada stenosis
mitral berat, opening snap terdengar lebih awal. Opening snap tidak terdengar pada kasus dengan
kekakuan, fibrotik, atau kalsifikasi daun katup. Bising diastolik bersifat low-pitched, rumbling
dan dekresendo, makin berat stenosis mitral makin lama bisingnya. Tanda auskultasi stenosis
mitral yang terpenting untuk menyokong beratnya stenosis adalah A2-OS interval yang pendek
dan lamanya rumble diastolik.
Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral didapatkan pembesaran
segmen pulmonal, pembesaran atrium kiri, karina bronkus yang melebar dan bisa didapatkan
gambaran hipertensi vena pulmonalis, serta efusi pleura.
Ekokardiografi pada stenosis mitral Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk membantu menegakan diagnosis
stenosis mitral adalah dengan metode noninvasif ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan
metoda yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Two dimensional
color Doppler flow echocardiographic imaging dan Doppler echocardiography memberikan
informasi yang kritis, mencakup perkiraan atau penilaian perbedaan transvalvuler dan ukuran
orifisium mitral, adanya regurgitasi mitral serta tingkat keparahan yang menyertai stenosis
mitral, luasnya restriksi daun-daun katup, tebalnya daun katup dan derajat distorsi aparatus
subvalvuler. 13
Ekokardiografi juga memberikan penilaian ukuran ruang-ruang jantung, perkiraan tekanan arteri
pulmonalis dan indikasi mengenai adanya regurgitasi trikuspid dan pulmonal serta derajat
keparahannya yang terkadang menyertai kejadian stenosis mitral.
ElektrokardiografiPada pasien dengan stenosis mitral sedang sampai parah, EKG dapat menunjukkan tanda-tanda
pembesaran atrium kiri (durasi gelombang P di lead II> 0,12 detik, gelombang P sumbu 45 ke -
30 ditandai komponen negatif terminal ke gelombang P di V1 [1 mm lebar dan 1 mm
mendalam]) dan, umumnya, fibrilasi atrium. Sebuah QRS berarti sumbu di bidang frontal lebih
besar dari 80 dan rasio lebih besar dari 1 R-to-S dalam memimpin V1 menunjukkan adanya
hipertrofi ventrikel kanan. Sebagai keparahan meningkat hipertensi pulmonal, QRS berarti
sumbu di pesawat bergerak frontal ke arah kanan
Radiografi
Pasien dengan MS hemodinamik signifikan hampir selalu memiliki bukti pembesaran
atrium kiri pada pandangan lateral dan oblik anterior kiri. Pembesaran arteri paru, ventrikel
kanan, dan atrium kanan (serta atrium kiri) umumnya terjadi pada pasien dengan MS berat..
Mitral Stenosis akan memperlihatkan pembesaran bayangan jantung dikarenakan tingginya
tekanan atrium kiri. Awalnya rheumatic Mitral Stenosis didistribusikan oleh atrium kiri ke arteri
pulmonaris lalu lobus bagian atas dari paru-paru. Kemudian arteri pulmonaris membesar seiring
dengan terjadinya hipertensi pada arteri pulmonaris. Pada foto thorax akan tampak membesar
atrium kiri, ventrikel kanan dan cabang-cabang dari arteri pulmonalis
Tata Laksana
Perawatan Medis
Manajemen medis MS terutama diarahkan berikut: (1) pencegahan demam rematik
berulang, (2) pencegahan dan pengobatan komplikasi MS, dan (3) perkembangan pemantauan
penyakit untuk memungkinkan intervensi pada titik waktu yang optimal. Pasien dengan MS yang
disebabkan oleh penyakit jantung rematik harus menerima penisilin profilaksis untuk beta-
hemolitik infeksi streptokokus untuk mencegah demam rematik berulang,
Terapi antikoagulan diindikasikan untuk pencegahan emboli sistemik pada pasien MS
dengan AF (persisten atau paroxysmal) dengan emboli sebelumnya (bahkan jika dalam ritme
sinus), dan didapatkan trombus atrium kiri.
Pasien tanpa gejala dengan ringan sampai sedang penyakit katup mitral rematik harus
memiliki pemeriksaan sejarah dan fisik setiap tahunnya, dengan echocardiography setiap 3
sampai 5 tahun untuk stenosis ringan, setiap 1 sampai 2 tahun untuk stenosis moderat, dan setiap
tahun untuk stenosis yang parah. Evaluasi lebih sering sesuai untuk setiap perubahan dalam
tanda-tanda atau gejala. Semua pasien dengan MS yang signifikan harus disarankan untuk
menghindari pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang berat.
Pada pasien dengan MS berat, dengan gejala persisten setelah intervensi atau ketika
intervensi tidak mungkin, terapi medis dengan diuretik oral dan pembatasan asupan natrium
dapat meningkatkan gejala. Glikosida digitalis tidak mengubah hemodinamik dan biasanya tidak
bermanfaat bagi pasien dengan MS dan ritme sinus, tetapi obat ini nilai dalam memperlambat
laju ventrikel pada pasien dengan AF dan dalam merawat pasien dengan sisi kanan gagal
jantung.
Hemoptisis dikelola oleh langkah-langkah yang dirancang untuk mengurangi tekanan
vena paru, termasuk sedasi, asumsi dari posisi tegak, dan diuresis agresif. Beta-blocking agen
dan tingkat perlambatan-antagonis kalsium dapat meningkatkan kapasitas latihan dengan
mengurangi denyut jantung pada pasien dengan irama sinus, terutama pada pasien dengan AF.
Pengobatan Aritmia
AF merupakan komplikasi yang sering dari MS parah. Manajemen AF untuk pasien
dengan MS mirip dengan manajemen untuk AF dari setiap penyebab. Namun, biasanya lebih
sulit untuk memulihkan dan mempertahankan ritme sinus karena overload tekanan atrium kiri
dalam hubungannya dengan efek dari proses rematik pada jaringan atrium dan sistem
melakukan.
Pengobatan langsung AF meliputi pemberian heparin intravena diikuti oleh warfarin oral.
Tingkat ventrikel harus diperlambat, sebagaimana dinyatakan dalam American College of
Cardiology / American Heart Association (ACC / AHA) pedoman untuk pengelolaan AF,
awalnya dengan beta blocker intravena atau nondihydropyridine antagonis saluran kalsium,
diikuti dengan panjang- tingkat jangka kontrol dengan dosis oral agen ini. Ketika obat ini tidak
efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau amiodarone dapat
dipertimbangkan. Digoxin saja untuk jangka panjang pengelolaan AF dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan disfungsi LV bersamaan atau gaya hidup.
Upaya yang harus dilakukan untuk membangun kembali ritme sinus dengan kombinasi
pengobatan farmakologis dan kardioversi. Jika kardioversi direncanakan pada pasien yang telah
memiliki AF selama lebih dari 24 jam sebelum prosedur, antikoagulasi dengan warfarin selama
lebih dari 3 minggu ditunjukkan. Atau, jika hasil TEE tidak menunjukkan trombus atrium,
kardioversi langsung bisa dilakukan asalkan pasien secara efektif dengan antikoagulan heparin
intravena sebelum dan selama prosedur, dan dengan warfarin kronis sesudahnya. Paroksismal
AF dan konversi berulang, spontan atau diinduksi, membawa risiko embolisasi.
Pada pasien yang tidak dapat diubah atau dipertahankan dalam ritme sinus, digitalis harus
digunakan untuk mempertahankan tingkat ventrikel saat istirahat di sekitar 60 denyut / menit.
Jika hal ini tidak mungkin, dosis kecil agen beta-blocking, seperti atenolol (25 mg sehari) atau
metoprolol (50 sampai 100 mg sehari), dapat ditambahkan. Beta blockers sangat membantu
dalam mencegah respon ventrikel yang cepat yang berkembang saat beraktivitas. Cardioversions
ulangi beberapa tidak diindikasikan jika pasien gagal mempertahankan ritme sinus sedangkan
pada dosis yang memadai dari suatu antiarrhythmic.
Pasien dengan AF kronis yang menjalani perbaikan atau penggantian bedah MV MV
dapat menjalani prosedur maze (operasi kompartemen atrium). Lebih dari 80% dari pasien yang
menjalani prosedur ini dapat dipertahankan dalam ritme sinus pasca operasi dan dapat kembali
fungsi atrium normal, termasuk. tingkat keberhasilan yang memuaskan pada mereka dengan
pembesaran atrium kiri yang signifikan. Intervensi dini dengan perkutan valvotomi dapat
mencegah perkembangan AF. [120]
.1. Mitral valvotomi
Percutaneous Balloon Mitral Valvotomi
Pasien dengan MS ringan sampai sedang yang tidak menunjukkan gejala sering tetap
demikian selama bertahun-tahun, dan hasil klinis mirip dengan usia-cocok pasien normal.
Namun, MS parah atau gejala dikaitkan dengan miskin hasil jangka panjang jika stenosis tidak
lega mekanis. Percutaneous BMV adalah prosedur pilihan untuk pengobatan MS sehingga
intervensi bedah sekarang disediakan untuk pasien yang memerlukan intervensi dan tidak
kandidat untuk prosedur perkutan.
BMV dianjurkan untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat MS (yaitu, area katup
mitral <1 cm2/m2 luas permukaan tubuh [BSA] atau <1,5 cm2 di berukuran normal dewasa) dan
dengan morfologi katup menguntungkan, tidak ada atau MR ringan, dan tidak ada bukti trombus
atrium kiri. Bahkan gejala-gejala ringan, seperti penurunan halus dalam toleransi latihan,
merupakan indikasi untuk intervensi karena prosedur mengurangi gejala dan meningkatkan hasil
jangka panjang dengan risiko rendah prosedural. Selain itu, BMV direkomendasikan untuk
pasien tanpa gejala dengan sedang sampai parah ketika MS obstruksi katup mitral telah
mengakibatkan hipertensi pulmonal dengan tekanan sistolik paru lebih besar dari 50 mm Hg
pada saat istirahat atau 60 mm Hg dengan olahraga.
GAMBAR 5. Strategi Manajemen untuk pasien dengan stenosis mitral. F / U = tindak lanjut, LA
= kiri atrium, MVA = daerah katup mitral, PAP = arteri tekanan sistolik paru, PBMV = perkutan
balon valvotomi mitral.
(Dimodifikasi dari Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, et al: ACC/AHA 2006 guidelines
for the management of patients with valvular heart disease: A report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines [writing committee
to revise the 1998 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease].
Circulation 114:e84, 2006)
Pada pasien mitral stenosis simptomatik (area katup < 1,5 cm2 atau 1,7-1,8 cm2 pada
kasus khusus) diindikasikan tindakan intervensi.adapaun jenis - jenis tindakan intervensi adalah:
a. Intervensi non bedah yaitu Percutaneus Mitral Balloon Valvulotomy (PMBV)Indikasi dilakukannya PMBV adalah :
IndikasiKelas EBM
1. Pasien simptomatik klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral sedang
atau berat dengan area < 1,5 cm2, morfologi katup memenuhi syarat
untuk valvotomi balon, tanpa adanya thrombus atrium kiri atau
regurgitasi mitral sedang-berat.
2. Pasien asimptomatik dengan gradasi sedang-berat (area < 1,5 cm2),
morfologi katup memenuhi syarat dengan hipertensi pulmonal, tanpa
adanya thrombus atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat.
3. Pasien dengan klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral sedang atau
berat dengan area < 1,5 cm2, katup tidak pliable disertai kalsifikasi
dengan resiko tinggi operasi, tanpa adanya thrombus atrium kiri atau
regurgitasi mitral sedang-berat.
4. Pasien asimptomatik dengan gradasi sedang-berat (area < 1,5 cm2),
morfologi katup memenuhi syarat untuk valvotomi balon, disertai
onset atrial fibrilasi yang baru, , tanpa adanya thrombus atrium kiri
atau regurgitasi mitral sedang-berat.
5. Klasifikasi NYHA III-IV, gradasi sedang berat area < 1,5 cm2, katup
kaku disertai kalsifikasi dan resiko rendah untuk operasi.
6. Pasien dengan stenosis mitral ringan
I
II a
II a
II b
II b
III
BMV juga masuk akal untuk pasien bergejala yang berisiko tinggi untuk operasi, bahkan
ketika morfologi katup tidak ideal, termasuk pasien dengan restenosis setelah BMV sebelumnya
atau commissurotomy sebelumnya yang tidak cocok untuk operasi karena resiko yang sangat
tinggi. Ini termasuk pasien lemah sangat tua, pasien dengan penyakit jantung iskemik yang berat
terkait, pasien yang MS rumit oleh penyakit paru, ginjal, atau neoplastik, wanita usia subur di
antaranya pengganti MV tidak diinginkan, dan wanita hamil dengan MS.
Prosedur dari PMBV adalah dengan memasukkan balon kateter melalui vena femoralis
kanan menuju atrium kiri melalui atrial septum, kemudian sesampainya di orifisium katup mitral,
balon dikembangkan sehingga katup mitral melebar dan aliran darah kembali lancar.
Kontraindikasi PMBV :
Area katup mitral > 1,5 cm2, trombus di atrial kiri, regurgitasi mitral derajat sedang atau
lebih, kalsifikasi berat bikomisura, tanpa ada fusi komisura, bersamaan dengan kelainan katup
aorta berat, kombinasi stenosis/regurgitasi berat tricuspid, PJK yang memerlukan bedah pintas
koroner.
BMV dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan moderat untuk AF MS dan baru-onset
parah dan orang-orang dengan MS ringan ketika hipertensi pulmonal signifikan hadir (lihat
Gambar. 66-23). Dalam kelompok terakhir, ada kemungkinan bahwa obstruksi katup adalah
penyebab hipertensi paru, bahkan ketika keparahan stenosis tidak memenuhi kriteria katup
daerah untuk obstruksi parah.
Teknik ini terdiri dari perkutan memajukan kateter balon apung kecil di septum interatrial
(setelah pungsi transseptal), memperbesar pembukaan, memajukan (23 - sampai 25-mm) besar
berbentuk jam pasir balon (balon Inoue), dan menggembungkan itu dalam lubang (Gambar 66-
24) [121] Atau, dua lebih kecil (15 - sampai 20-mm). side by side balon melintasi lubang mitral
dapat digunakan. Teknik ketiga melibatkan retrograde, pelebaran nontransseptal dari katup
mitral, di mana balon diposisikan di katup mitral menggunakan kawat pemandu steerable.
Pemisahan commissural dan fraktur kalsium nodular tampaknya mekanisme yang
bertanggung jawab untuk perbaikan dalam fungsi katup. Dalam beberapa seri, hasil
hemodinamik BMV telah menguntungkan (Gambar 66-25), dengan pengurangan gradien
tekanan transmitral dari rata-rata sekitar 18 sampai 6 mm Hg (lihat Bab. 59), (kecil rata-rata, 20
%) peningkatan curah jantung, dan dua kali lipat rata-rata daerah katup mitral dihitung, dari 1
sampai 2 cm2 [113-115] Hasil. terutama mengesankan pada pasien muda tanpa penebalan katup
berat atau kalsifikasi (lihat Gambar. 66-19) . Resistensi pembuluh darah paru Peningkatan
menurun dengan cepat, meskipun biasanya tidak sepenuhnya. Angka kematian dilaporkan telah
berkisar dari 1% sampai 2%.
Komplikasi termasuk emboli serebral dan perforasi jantung, masing-masing sekitar 1%
dari pasien, dan pengembangan MR cukup parah memerlukan operasi di lain 2% (sekitar 15%
lebih rendah berkembang, tapi masih tidak diinginkan, derajat MR). Sekitar 5% dari pasien yang
tersisa dengan cacat kecil septum atrium sisa, tapi ini menutup atau menurun dalam ukuran di
sebagian besar. Jarang, cacat cukup besar untuk menyebabkan sisi kanan gagal jantung,
komplikasi ini paling sering terlihat dalam hubungannya dengan valvotomi mitral berhasil.
Kemungkinan manfaat hemodinamik dan risiko komplikasi dengan BMV diperkirakan
oleh fitur anatomi katup stenosed. Katup menebal kaku dengan fibrosis Subvalvular luas dan
kalsifikasi menyebabkan hasil suboptimal. Salah satu sistem penilaian echocardiographic
membagi pasien menjadi tiga kelompok-mereka yang lentur yang, daun katup anterior
noncalcified dan penyakit chordal kecil (kelompok 1), noncalcified daun katup mereka yang
lentur yang, anterior tapi dengan penebalan chordal dan shortening (<10 mm panjang, kelompok
2) , dan orang-orang dengan bukti fluoroscopic kalsifikasi dari setiap tingkat aparat katup
(kelompok 3). Event-free survival pada 3 tahun yang tertinggi untuk kelompok 1 (89%)
dibandingkan dengan kelompok 2 (78%) atau kelompok 3. (65%).
Dengan sistem penilaian alternatif echocardiographic., kekakuan leaflet, brosur
penebalan, kalsifikasi katup, dan penyakit Subvalvular masing-masing mencetak gol dari 0
sampai 4. Sebuah skor 8 atau rendah biasanya dikaitkan dengan akibat langsung dan jangka
panjang yang sangat baik, sedangkan skor melebihi 8 berhubungan dengan hasil kurang
mengesankan, termasuk risiko pengembangan MR. Kalsifikasi commissural juga merupakan
prediktor dari hasil yang buruk.
TEE harus dilakukan sesaat sebelum BMV untuk mengecualikan thrombus atrium kiri
dan mengkonfirmasi bahwa MR tidak sedang atau berat. TEE juga sesuai untuk evaluasi
keparahan MS dan morfologi katup mitral bila gambar transtorakal suboptimal, namun aparat
chordal kurang baik divisualisasikan dibandingkan dengan pencitraan transthoracic. Selama
prosedur, echocardiography transthoracic, transesophageal, atau intracardiac digunakan untuk
memantau penempatan kateter dan balon, menilai hasil hemodinamik setelah inflasi masing-
masing, dan mendeteksi komplikasi seperti MR.
Pada pasien dengan temuan anatomi yang sesuai, hasil jangka panjang yang
menguntungkan, dengan tingkat kelangsungan hidup yang sangat baik tanpa cacat fungsional
atau kebutuhan untuk operasi atau mengulangi BMV. Sebuah uji coba secara acak prospektif di
mana pasien dengan MS berat secara acak untuk menjalani BMV, ditutup bedah valvotomi, atau
valvotomi bedah terbuka memiliki hasil klinis yang serupa dengan BMV dan teknik bedah
terbuka yang unggul hasil bedah valvotomi tertutup.
Setelah 7 tahun, daerah katup mitral adalah setara di BMV dan kelompok bedah terbuka,
baik secara signifikan lebih besar dibandingkan pada kelompok valvotomi tertutup. Dalam studi
lain acak yang mencakup pasien yang lebih tua dengan morfologi katup kurang menguntungkan,
dibandingkan dengan bedah terbuka commissurotomy, pasien secara acak BMV mengalami
peningkatan yang lebih kecil di daerah katup dan kemungkinan lebih tinggi dari restenosis (28%
versus 18% pada 4 tahun). Hasil yang sangat baik juga telah dilaporkan pada anak-anak dan
remaja di negara berkembang, di mana pasien cenderung lebih muda. Pasien-pasien muda
biasanya memiliki katup lentur, yang ideal untuk BMV.
.2. Bedah Valvotomi
Tiga pendekatan operasi yang tersedia untuk pengobatan MS rematik: (1) valvotomi
mitral tertutup menggunakan pendekatan transatrial atau transventricular, (2) terbuka valvotomi
(yaitu, valvotomi dilakukan di bawah penglihatan langsung dengan bantuan cardiopulmonary
bypass, yang dapat dikombinasikan dengan teknik perbaikan lainnya, seperti reseksi leaflet,
prosedur chordal, dan annuloplasty saat MR hadir, dan (3) MV pengganti Intervensi bedah
untuk MS dianjurkan untuk pasien dengan MS berat dan gejala yang signifikan (NYHA kelas. III
atau IV) ketika BMV tidak tersedia, BMV merupakan kontraindikasi karena beratnya thrombus
atrium kiri atau sedang sampai parah MR, atau ketika katup kalsifikasi dan risiko bedah dapat
diterima. Pendekatan bedah disukai adalah katup perbaikan (terbuka valvotomi , dengan atau
tanpa prosedur tambahan) bila memungkinkan. Operasi juga masuk akal untuk pasien dengan
MS berat dan hipertensi pulmonal berat ketika BMV tidak mungkin dan dapat dipertimbangkan
untuk pasien dengan moderat untuk MS berat dengan kejadian emboli berulang meskipun
antikoagulasi.
TABLE -- Approaches to Mechanical Relief of Mitral Stenosis
Closed Mitral Valvotomi
Valvotomi mitral tertutup jarang digunakan di Amerika Serikat saat ini, yang telah
digantikan oleh BMV, yang lebih efektif pada pasien yang adalah kandidat untuk valvotomi
mitral tertutup. Valvotomi mitral tertutup lebih populer di negara-negara berkembang, di mana
biaya operasi jantung terbuka dan bahkan kateter balon untuk BMV merupakan faktor penting
dan di mana pasien dengan MS yang lebih muda dan karena itu memiliki katup lebih lentur.
Namun, bahkan di negara-negara, valvotomi mitral tertutup sedang digantikan oleh BMV.
Prosedur ini dilakukan tanpa cardiopulmonary bypass, tetapi dengan bantuan dari dilator
transventricular. Ini adalah operasi yang efektif, asalkan MR, trombosis atrium, atau kalsifikasi
katup tidak serius dan bahwa fusi chordal dan shortening tidak parah. Echocardiography berguna
untuk memilih kandidat yang cocok untuk prosedur ini dengan mengidentifikasi pasien tanpa
kalsifikasi katup atau fibrosis padat. Jika memungkinkan, valvotomi mitral tertutup harus
dilakukan dengan pompa siaga, jika ahli bedah tidak dapat mencapai hasil yang memuaskan,
pasien dapat ditempatkan pada bypass cardiopulmonary dan valvotomi yang dilakukan di bawah
penglihatan langsung atau katup diganti.
Rata-rata, daerah katup mitral yang meningkat sebesar 1 cm2, dengan hanya 20% sampai
30% dari pasien yang membutuhkan penggantian MV dalam waktu 15 tahun. Tingkat kematian
di rumah sakit adalah 1% sampai 2% di pusat-pusat berpengalaman. Perbaikan gejala ditandai
terjadi pada kebanyakan pasien, dan ada baik kelangsungan hidup jangka panjang pada pasien
dipilih dengan skor gema rendah. Jangka panjang tindak lanjut telah menunjukkan bahwa hasil
yang terbaik jika operasi dilakukan sebelum kronis AF dan / atau gagal jantung telah terjadi, dan
tingkat komplikasi yang lebih tinggi ketika katup kalsifikasi dan / atau sangat menebal.
Open Valvotomi
Kebanyakan ahli bedah sekarang lebih memilih untuk melaksanakan visi langsung atau
valvotomi terbuka. Operasi ini paling sering dilakukan pada pasien dengan MS yang mitral katup
terlalu terdistorsi atau kalsifikasi untuk BMV. Cardiopulmonary bypass didirikan dan, untuk
mendapatkan hati, kering tenang, suhu tubuh biasanya diturunkan, jantung ditangkap, dan aorta
yang tersumbat sebentar-sebentar. Trombi dikeluarkan dari atrium kiri dan embel-embel, dan
yang terakhir sering diamputasi untuk menghapus potensi sumber emboli pasca operasi. Para
commissures yang menorehkan dan, bila perlu, menyatu korda tendinea dipisahkan, otot papiler
yang mendasari dibagi, dan daun katup d? Brided kalsium.
MR ringan atau bahkan moderat dapat dikoreksi dengan menggunakan pendekatan yang
sama seperti untuk perbaikan MR primer. Tekanan atrium dan LV Kiri diukur setelah bypass
telah dihentikan untuk mengkonfirmasi bahwa valvotomi telah efektif. Ketika itu belum efektif,
upaya lain dapat dibuat. Bila perbaikan tidak mungkin-biasanya karena distorsi parah dan
kalsifikasi dari katup dan aparat Subvalvular, disertai MR yang tidak dapat dikoreksi-MV
pengganti harus dilakukan. Pada pasien dengan AF, labirin atrium kiri atau prosedur ablasi AF
biasanya dilakukan pada saat operasi untuk meningkatkan kemungkinan jangka panjang ritme
sinus. Valvotomi Open layak dan sukses di lebih dari 80% dari pasien yang dirujuk untuk
prosedur ini, dengan mortalitas operasi dari 1%, tingkat reoperation untuk penggantian MV dari
0% sampai 16% pada 36-53 bulan, dan 10-tahun kelangsungan hidup aktuaria tingkat 81%
sampai 100%.
Restenosis Setelah Valvotomi
Valvotomi mitral, baik perkutan atau operasi dan terbuka atau tertutup, adalah paliatif
daripada kuratif dan, bahkan ketika sukses, ada beberapa tingkat disfungsi katup mitral sisa.
Karena katup tidak normal pasca operasi, aliran turbulen biasanya berlangsung di wilayah
paravalvular, dan trauma yang dihasilkan mungkin memainkan peran dalam restenosis.
Perubahan ini sejalan dengan perkembangan bertahap dari obstruksi dalam katup aorta bikuspid
kongenital dan tidak biasanya hasil dari demam rematik berulang. Kemungkinan bahwa proses
kalsifikasi leaflet tindih dan kekakuan meningkat ditumpangkan pada katup rematik mirip
dengan perubahan kalsifikasi terlihat pada stenosis katup aorta.
Atas dasar klinis saja, berdasarkan munculnya kembali gejala, kejadian restenosis telah
diperkirakan berkisar luas, dari 2% menjadi 60%. Kambuhnya gejala biasanya tidak disebabkan
oleh restenosis tetapi mungkin disebabkan oleh satu atau lebih dari kondisi berikut: (1) operasi
pertama tidak memadai dengan stenosis residual, (2) peningkatan beratnya MR, baik di operasi
atau sebagai akibat dari infeksi endokarditis, (3) perkembangan penyakit katup aorta, atau (4)
perkembangan penyakit arteri koroner. Restenosis Benar terjadi dalam waktu kurang dari 20%
dari pasien yang diikuti selama 10 tahun.
Dengan demikian, pada pasien benar dipilih, valvotomi mitral, namun dilakukan-
perkutan BMV, bedah tertutup atau terbuka valvotomi-adalah prosedur berisiko rendah yang
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam ukuran lubang mitral dan menguntungkan
mengubah perjalanan klinis yang lain penyakit yang progresif. Tekanan arteri paru jatuh cepat
dan tegas ketika obstruksi mitral secara efektif lega. Kebanyakan pasien mempertahankan
perbaikan klinis selama 10 sampai 15 tahun masa tindak lanjut. Ketika prosedur kedua
diperlukan karena kemerosotan gejala, katup biasanya kalsifikasi dan lebih serius cacat
dibandingkan pada saat operasi pertama, dan rekonstruksi yang memadai tidak mungkin. Dengan
demikian, pengganti MV sering diperlukan pada saat itu.
Penggantian Katup Mitral
MV pengganti dianjurkan untuk pasien dengan gejala MR parah ketika BMV atau bedah
perbaikan MV tidak mungkin. Biasanya, MV pengganti diperlukan untuk pasien dengan MS
gabungan dan MR sedang atau berat, orang-orang dengan kalsifikasi commissural yang luas,
fibrosis parah, dan fusi Subvalvular, dan mereka yang telah menjalani valvotomi sebelumnya.
Tingkat kematian untuk rentang operasi penggantian MV terisolasi dari 3% menjadi 8% di
sebagian besar pusat dan rata-rata 6,04% dalam basis data yang besar dari 16.105 operasi seperti
untuk pasien dengan MS dan / atau MR dilaporkan dalam Society of Thoracic Surgeons (STS)
Nasional Database.
Katup prostetik yang berhubungan dengan peningkatan risiko karena kerusakan katup
dan antikoagulan kronis, sehingga ambang untuk operasi harus lebih tinggi pada pasien yang
menunjukkan bahwa evaluasi pra operasi penggantian MV mungkin diperlukan dibandingkan
pasien yang valvotomi saja tampaknya ditunjukkan.
Umumnya, katup mekanik lebih disukai ketika pengganti MV untuk MS diperlukan bila
AF hadir karena kebutuhan untuk antikoagulasi kronis. Pada pasien yang lebih muda dari 65
tahun yang berada dalam ritme sinus, katup mekanis adalah wajar karena risiko kerusakan
jaringan katup dan kebutuhan kemungkinan untuk operasi kedua di masa depan. Namun,
beberapa pasien yang lebih muda dapat memilih katup bioprosthetic untuk pertimbangan gaya
hidup, meskipun risiko kerusakan katup. Sebuah katup bioprosthetic tepat pada pasien yang tidak
dapat mengambil warfarin dan wajar dalam setiap pasien yang lebih tua dari 65 tahun.
MV pengganti ditunjukkan dalam dua kelompok pasien dengan MS yang katup tidak
cocok untuk valvotomi: (1) orang-orang dengan luas katup mitral lebih kecil dari 1,5 cm2 di
NYHA kelas III atau IV, dan (2) orang-orang dengan MS berat (katup mitral daerah ≤ 1 cm2),
NYHA Kelas II, dan hipertensi pulmonal berat (tekanan sistolik arteri paru> 60 mm Hg). Karena
risiko kematian operasi mungkin tinggi (10% sampai 20%) pada pasien di NYHA kelas IV,
operasi harus dilakukan sebelum pasien mencapai tahap ini jika mungkin. Di sisi lain, bahkan
seperti pasien berisiko tinggi tidak boleh ditolak pilihan ini kecuali mereka memiliki kondisi
komorbiditas yang menghalangi operasi atau hasil yang memuaskan.
Prognosis Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup 10
tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini
dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium
fibrilasi.