Standard Profesi Keperawatan Makalah

28
http://didi8732.blogspot.com/2013/07/standard-profesi-keperawatan- makalah_2446.html Jumat, 12 Juli 2013 Standard Profesi Keperawatan Makalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Dirjendikti, 1999). Pendidikan program D-III Keperawaratan adalah suatu pendidikan yang bertujuan menghasilkan perawat praktisi pemula (Ahli Madya Keperawatan) yang mana dikembangkan dengan landasan keilmuan yang cukup dan landasan keprofesian yang kokoh (Ariani, 2001). Memiliki landasan profesi yang kokoh,bermakna menumbuhkan dan membina sikap, tingkah laku,dan kemampuan profesional keperawatan untuk melakukan praktik keperawatan ilmiah, tahap profesi atau pengalaman belajar klinik merupakan upaya untuk memberikan kesempatan pada peserta didik menerapkan ilmu yang di pelajari di kelas kekeadaan nyata guna mendapatkan pengalaman nyata untuk mencapai kemampuan profesional (Intelektual, Teknikal, dan Interpersonal) (Nursalam, 2002). Namun selama ini proses pembelajaran klinik di Poltekkes (Jurusan Keperawatan) Ternate masih kurang memuaskan. Hal ini diduga disebabkan kemampuan Clinikal instruktur (CI) yang masih rendah, lingkungan tempat praktek kurang memadai, dan metode bimbingan klinik yang diterapkan tidak jelas. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku profesional mahasiswa baik kognitif, psikomotor, dan afektif masih rendah, terutama dalam tindakan keterampilan pemasangan infus secara prosedural. Namun pengaruh pembelajaran klinik dengan Bedside Teaching terhadap perubahan perilaku profesional pada Mahasiswa Jurursan Keperawatan Poltekkes Ternate masih belum jelas. Menurut Tutuko B (2004), bahwa kualitas lulusan pendidikan kesehatan (Akademi keperawatan) sekarang ini masih di pertanyakan. Di Poltekkes (Jurursan Keperawatan) Soetomo pada umumnya selama ini dalam proses pembelajaran klinik masih jauh dari harapan, sehingga perilaku profesional mahasiswa masih rendah dan dampak pada

description

Profesi Perawat

Transcript of Standard Profesi Keperawatan Makalah

Page 1: Standard Profesi Keperawatan Makalah

http://didi8732.blogspot.com/2013/07/standard-profesi-keperawatan-makalah_2446.html

Jumat, 12 Juli 2013

Standard Profesi Keperawatan Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Dirjendikti, 1999). Pendidikan program D-III Keperawaratan adalah suatu pendidikan yang bertujuan menghasilkan perawat praktisi pemula (Ahli Madya Keperawatan) yang mana dikembangkan dengan landasan keilmuan yang cukup dan landasan keprofesian yang kokoh (Ariani, 2001). Memiliki landasan profesi yang kokoh,bermakna menumbuhkan dan membina sikap, tingkah laku,dan kemampuan profesional keperawatan untuk melakukan praktik keperawatan ilmiah, tahap profesi atau pengalaman belajar klinik merupakan upaya untuk memberikan kesempatan pada peserta didik menerapkan ilmu yang di pelajari di kelas kekeadaan nyata guna mendapatkan pengalaman nyata untuk mencapai kemampuan profesional (Intelektual, Teknikal, dan Interpersonal) (Nursalam, 2002). Namun selama ini proses pembelajaran klinik di Poltekkes (Jurusan Keperawatan) Ternate masih kurang memuaskan. Hal ini diduga disebabkan kemampuan Clinikal instruktur (CI) yang masih rendah, lingkungan tempat praktek kurang memadai, dan metode bimbingan klinik yang diterapkan tidak jelas. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku profesional mahasiswa baik kognitif, psikomotor, dan afektif masih rendah, terutama dalam tindakan keterampilan pemasangan infus secara prosedural. Namun pengaruh pembelajaran klinik dengan Bedside Teaching terhadap perubahan perilaku profesional pada Mahasiswa Jurursan Keperawatan Poltekkes Ternate masih belum jelas.

Menurut Tutuko B (2004), bahwa kualitas lulusan pendidikan kesehatan (Akademi keperawatan) sekarang ini masih di pertanyakan. Di Poltekkes (Jurursan Keperawatan) Soetomo pada umumnya selama ini dalam proses pembelajaran klinik masih jauh dari harapan, sehingga perilaku profesional mahasiswa masih rendah dan dampak pada pelayanan yang diberikan kepada pasien masih kurang memuaskan. Keadaan tersebut mengakaibatkan kualitas pelayanan kesehatan juga kurang memuskan, karena pada prinsipnya dalam pembelajaran klinik dan lapangan diharapkan dapat terbentuk kemampuan akademik dan profesional serta mampu mengembangkan keterampilan dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan profesional dan dapat bersosialisasi dengan peran profesionalnya (Nursalam, 2002).

Terkait dengan hal tersebut dalam pembelajaran klinik dipengaruhi oleh banyak hal antara lain (1) penetapan Rumah Sakit atau Puskesmas profesional utama dan Rumah Sakit lain sebagai jaringan praktek, (2) Adanya komunitas keperawatan yang mampu menciptakan iklim yang kondusif dan adanya model peran (3) Tujuan instruksional yang jelas dan menentukan kompetensi yang akan yang dicapai dan (4) Menetapkan sistem evaluasi (Nursalam, 2002). Oleh sebab itu diharapkan dalam kegiatan pengalaman belajar klinik keperawatan terencana sesuai dengan fungsi dan kompetensi yang ditetapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan dapat dikuasai oleh peserta didik dengan optimal. ( Yusuf A , 2001). Metode pembelajaran merupakan salah satu metode mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai

Page 2: Standard Profesi Keperawatan Makalah

dengan objektif (tujuan), dan karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran (Nursalam, 2002). Maka pemilihan dan penerapan metode bimbingan klinik dalam kondisi tertentu dengan “Metode Bedside Teaching sangat dimungkinkan.

Bimbingan klinik merupakan bagian dari pendidikan tinggi keperawatan yang berupaya membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Dalyono, 1997). Untuk membantu meningkatkan kemampuan/perilaku profesional tersebut pada mahasiswa, mempersiapkan/meminimalisir hal-hal yang menjadi pengaruh dalam pembelajaran klinik dan memilih atau menerapkan metode pembelajaran klink dengan Bedside Teaching penting untuk dilakukan dengan harapan peserta didik dapat manguasai keterampilan secara prosedural, tumbuh sikap profesional melalui pengamatan langsung

Keadaan permasalahan tersebut sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Pengaruh Penerapan Bedside Teaching Terhadap Perubahan Perilaku Profesional dalam Pemasangan Infus Pada Mahasiswa Program Reguler Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate”.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah perubahan perilaku profesional (Kognitif, psikomotor dan afektif) mahasiswa dalam pemasangan infus dengan penerapan metode BedsideTeaching

2) Apakah pengaruh penerapan Bedside Teaching terhadap Kemampuan kognitif dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate ?

3) Apakah pengaruh penerapan Bedside Teaching Terhadap Kemampuan Afektif dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes ternate ?

4) Apakah pengaruh penerapan Bedside Teaching terhadap kemampuan Psikomotor dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh penerapan Bedside Teachig terhadap perubahan perilaku profesional (Kognitif, Psikomotor dan Afektif) dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mempelajari perubahan perilaku professional (Kognitif, Psikomotor, dan Afektif) dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate dengan penerapan Bedside Teaching

2) .Mempelajari pengaruh penerapan Bedside Teaching terhadap kemampuan kognitif dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate.

3) Mempelajari pengaruh penerapan Bedside Teaching terhadap kemampuan afektif dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate.

Page 3: Standard Profesi Keperawatan Makalah

4) Mempelajari pengaruh penerapan Bedside Teaching terhadap kemampuan psikomotor dalam pemasangan infus pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Ternate.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

1. Bermanfaat sebagai dari perkembangan IPTEK keperawatan tentang penerapan model bimbingan klinik Bed side Teaching terrhadap perubahan kemampuan atau perilaku professional (kognitif, psikomotor, dan afektif) dalam pemasangan infus pada mahasiswa.

2. Sebagai sumber informasi atau pedoman dalam proses pendidikan dan pengajaran klinik tentang penerapan metode Bed side Teaching terhadap perubahan kemampuan atau perilaku professional (kognitif afektif dan psikomotor) dalam pemasangan infus pada mahasiswa.

3. Dan penelitian ini dapat memberi gambaran atau informasi bagi peneliti tentang pengaruh penerapan Bed side Teaching terhadap kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam pemasangan infus pada mahasiswa.

1.4.2. Praktis

1. Sedangkan bagi praktisi, Metode Bed side Teaching dapat digunakan sebagai salah satu teknik bimbingan klinik yang efektif dalam membantu meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif pada mahasiswa.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan di uraikan tentang Konsep pembelajaran klink (Bedside Teaching), Konsep pemasangan infus, Konsep perilaku Profesonal (Kemampuan Kognitif Psikomotor danKonsep sikap/Afektif).

2.1 Konsep Pengalaman Belajar Klinik (PBK)

2.1.1 Pengertian

Pembelajaran klinik merupakan suatu proses sosialisasi mahasiswa/peserta didik dalam mandapatkan pengalaman nyata untuk mancapai kemampuan keterampilan profesional; kognitif, psikomotor, dan interpersonal dalam melaksanakan asuhan keparawatan pada klien. Berdasarkan kurikulum pendidikan tinggi keperawatan (D-III Keperawatan) dengan tujuan menyiapkan mahasiswa/peserta didik melalui penyesuaian profesional dalam bentuk pengalaman berlajar klinik secara komprehensif sehingga memiliki kemampuan profesional.

Page 4: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Pengalaman Belajar Klinik (PBK) adalah suatu proses tranformasi mutu untuk menjadi seorang perawat profesional yang memberi kesempatan beradaptasi pada peranannya sehingga perawat profesional dalam melaksanakan praktek keperawatan profesional ditatanan nyata pada klien klinik/komunitas untuk; Menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap/perilaku profesional, menerapkan keterampilan profesional . (Nursalam, 2002)

Menurut John Sponcel (2004), menyatakan bahwa pengajaran klinik yang berpusat pada pengajaran dan pembelajaran yang didalamnya langsung berinteraksi dengan pasien dan peralatan merupakan inti dari pendidikan, dengan berusaha memberikan bimbingan klinik sebanyak mungkin, maka jadwal mahasiswa/peserta didik agar sedini mungkin dapat kontrak dengan pasien.

2.1.2 Tujuan Pengalaman Belajar Klinik (PBK)

Dalam melaksanakan pengalaman belajar klinik (PBK) keperawatan mengacuh pada tujuan pembelajaran diantaranya: (1) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa/peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari di kelas dari berbagai disiplin ilmu secara terintegrasi dalam situasi perawatan klien yang nyata, (2) Mengembangkan potensi mahasisw/peserta didik; untuk menampilkan perilaku keperawatan yang bermutu dalam situasi nyata di tempat pelayanan kesehatan, (3) Memberi kesempatan pengalaman belajar kepada mahasiswa/peserta didik bekerja secara tim kesehatan dalam membantu proses kesembuhan klien, (4) memberikan pengalaman awal dan memperkenalkan pada mahasiswa/peserta didik dunia kerja keperawatan untuk menjadi seorang perawat profesional (Nursalam, 2002)

2.1.3 Metode Pengajaran

Metode pengajaran merupakan salah satu metode mendidik mahasiswa / peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan objek (tujuan) dan karakteristik individu dan mahasiswa / peserta didik berdasarkan konsep pembelajaran

Page 5: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Gambar : 2.1. Diagram Metode Pengajaran Klinik (Nursalam. 2002)

2.1.4 Jenis Metoda Pengajaran Klinik

Jenis metoda pengajaran klinik menurut beberapa sumber misalnya menurut Nursalam (2002) membagi jenis metoda pengajaran klinik terdiri dari sebagai berikut :

1. Eksperensial

Dalam metoda ini dimana seorang pembimbing berupaya untuk membantu menganalisa situasi klinik melalui pengindentifikasian masalah, menentukan tindakan yang akan diambil, mengimplementasikan pengtahuan kedalam masalah klinik, menekankan hubungan antara pengalaman belajar lalu dan pengalaman terhadap masalah lalu, dan berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori proses informasi dan teori pengambilan keputusan.

2. Proses Insiden

Pada metoda ini seorang pembimbing diharapkan dapat menerapkan bimbingan yaitu dengan :

1) Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan relatif beradasarkan kejadian klinik.

2) Insiden berasal dari pengalaman praktek aktual atau dikembangkan secara hipotetikal.

3) Bisa dalam bentuk insiden terkait klien, staf atau tatanan klinik.

3. Konferensi

Yaitu dimana jenis metode ini dirancang melalui diskusi kelompok, dengan tujuan untuk meningkatkan pembelajaran penyelesaian masalah dalam kelompok melalui analisis kritikal, pemilihan alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif. Memberi kesempatan mengemukakan pendapatan dalam menyelesaikan masalah, menerima umpan balik dari kelompok atau pengajar dll. Jenis metode pengajaran ini dibagi atas ; Pre dan Post konferensi, Peer review, Issue, dan Multidisplin

4. Observasi

Metode observasi adalah suatu jenis metode yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman / contoh nyata, dan mengembangkan perilaku baru untuk pembelajaran masa mendatang. Dan jenis metode pengajaran ini meliputi : Observasi lapangan, fieldrip, demontrasi, dan ronde keperawatan. Sebagai misal ; Ronde keperawatan ialah suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis dalam praktik keperawatan langsung.

2.1.5 Metode Bedside Teaching

1. Pengertian

Page 6: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Menurut Nursalam (2002), Bebside Teaching adalah merupakan metode mengajar pada mahasiswa / peserta didik, dilakukan disamping tempat tidur klien meliputi mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien

2. Manfaat

Dalam penerapan metode pembelajaran klinik ini, manfaat yang dapat diamabil adalah agar pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik mahasiswa / peserta didik untuk menguasai keterampilan prosedur, menumbuhkan sikap profesional, mempelajari perkembangan biologis / fisik, melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung

3. Prinsip

Dengan pembelajaran klinik metode Beside Teaching hal prinsip yang perlu diperhatikan adalah ;

1. Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik peserta didik dan klien.

2. Jumlah peserta didik dibatasi (ideal 5 - 6 orang).

3. Diskusi pada awal dan paska demonstrasi didepan dilakukan seminimal mungkin.

4. Lanjutkan dengan demonstrasi.

5. Kaji pemahaman mahasiswa / peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang didapatnya saat itu.

6. Kegiatan didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh mahasiswa / peserta didik sebelumnya, atau apabila mahasiswa / peserta didik menghadapi kesulitan menerapkan.

4. Persiapan

Memberikan kasus yang sesuai yang dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa / peserta didik untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interprosedural :

1. Koordinasi dengan staf di klinik agar tidak mengganggu jalannya rutinitas perawatan klien.

2. Melengkapi peralatan / fasilitas yang akan digunakan.

2.2 Konsep Pemasangan Infus

2.2.1 Pengertian

Pemasangan jarum infus adalah sebuah keterampilan yang merupakan dasar untuk terapi IV (Intra Vena) dan dapat dipelajari dan dapat dikembangkan melalui praktik yang sering, dimana jarum dimasukkan ke dalam vena (umumnya ditangan dan lengan). Kemudian jarum tersebut dihubungkan dengan selang dan basal cairan yang berfungsi sehingga jalan untuk memberikan obat atau cairan (Pedoman Terapi Infus, 1998).

2.2.2 Tujuan Pemasangan Infus

1. Untuk memberikan obat-obatan melalui infus.

Yaitu pemberian antibiotik / cairan obat lain yang pembagiannya harus melalui vena.

Page 7: Standard Profesi Keperawatan Makalah

2. Untuk terapi cairan dan elektrolit

Yaitu memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit terdiri dari cairan dengan bermacam-macam jenis kation dan anion, sebagai contoh adalah larutan 0,9% dan RL

3. Untuk pemberian nutrisi parenteral

Cairan yang digunakan mengandung karbohidrat dan air, misalnya Dextrose5% dan ½ salin.

4. Untuk mengganti bagian darah yang hilang

Yaitu cairan expander yang diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang contoh : dextran, plasma, human serum albumin (Kozier : 1999).

2.2.3 Indikasi Pemasngan Infus

1. Pasien dengan dehidrasi

2. Pasien sebelum tranfusi darah

3. Pasien pra dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan

4. Pasien tidak bisa maka dan minum melalui mulut

5. Pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya harus dengan cairan infus

2.2.4 Unsur-unsur Penting Prosedural Pemasangan Infus

1. Persiapan Alat

Pada persiapan ini yang perlu dipersiapan adalah alat-alat yang meliputi :

1) Seperangkat infus set steril

2) Cairan yang diperlukan

3) Spuit, jarum dan kain kasa steril dalam tempatnya

4) Kapas Alkohol dalam tempatnya

5) Plester

6) Gunting verban

7) Pembalut atau verban

8) Bengkok (neirbekken)

9) Standar infus lengkap dengan gantungan botol (kolf)

10) Perlak kecil dan pengalasnya

11) Spalk dalam keadaan siap pakai bila, perlu

2. Persiapan Pasien.

Page 8: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Memeriksa catatan pasien terhadap alergi, pesanan dokter, dan hasil laboratorium yang harus dilakukan sebelum pendekatan kepada pasien,

1) Perlengkapan yang dipilih sesuai dengan tujuan, lama terapi, usia pasien dan kondisi pasien

2) Pasien diberi penjelasan tenteng hal-hal yang akan dilakukan, jika keadaan memungkinkan serta

3) Pakaian pasien pada daerah yang akan dipasang infus, harus dibuka yang sebelumnya telah dikomunikasikan dengan pasien.

3. Pemilihan Vena

Sesuai aturan yang umum vena-vena distal pada tangan dan lengan harus digunakan terlebih dahulu. Vena yang umumnya digunakan untuk terapi IV (Intra Vena), adalah vena besilika, sefalika dan masa karpal, dan vena yang ideal adalah vena yang belum digunakan dan agak lurus.

Pedoman pemilihan vena

1) Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu.

2) Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin.

3) Pilih vena-vena diatas area fleksi.

4) Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat, ke dalam kateter.

5) Palpasi vena untuk menentukan kondisinya, vena yang lunak penuh dan tidak tersumbat.

6) Pastikan bahwa lokasi yang tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.

7) Pastikan lokasi yang tidak akan mempengaruhi perbedaan / prosedur-prosedur yang direncanakan.

4. Pemilihan Alat Pungsi Vena

Memilih kateter / alat fungsi vena adalah penting untuk keberhasilan terapi, dan pertimbangan dalam memilih kateter (abuket) sesuai dengan ukuran dan kondisi vena yang dipilih. Viskositas cairan yang akan diinfuskan, usia pasien dan lamanya terapi yang diperkirakan. Perbedaan macam-macam kateter adalah sebagai berikut:

1) Keterbatasan dinding kateter, efeknya; kecepatan aliran.

2) Ketajaman jarum. efeknya; sedikit gangguan pada teknis penusukan.

3) Sifat kelunakan kateter, efek; masa pemakaian kateter.

4) Desain yang aman untuk mencegah cedera tertusuk jarum dan kontak dengan darah, efek; keamanan dalam pekerjaan.

5) Jumlah lumen yang tersedia untuk infus cairan yang simultan yang kemungkinan cairan yang tidak kompatibel dapat diberikan pada waktu yang sama, melalui jalur perifer yang sama, bila kateter lumen ganda yang dipilih.

Disamping bentuk atau macm-macam kateter yang perlu kita pilih akan tetapi memilih jenis ukuran kateter yang disesuaikan dengan kondisi pasien adalah sebagai beikut :

Page 9: Standard Profesi Keperawatan Makalah

1) Nor 16 ’ bedah mayor / trauma

2) Nor 18 ’ darah dan produk darah, pemberian obat-obat kental

3) Nor 20 ’ digunakan pada kebanyakan pasien.

4) Nor 22 ’ digunakan pada kebanyakan pasien dan trauma anak-anak dan orang tua.

5) Nor 24 ’ pasien pediatrik dan neonatal

2.2.5 Teknik Pemasangan Infus

Pada teknik pemasangan infus yang umumnya sering dilakukan sebagai pedoman adalah sebagai berikut :

1. Pilih vena yang paling baik.

2 Bersihkan kulit dengan gerakan melingkar dari pusat ke luar daya larutan antiseptik (alkohol 70%) dan biarkan kering.

3 Pasang turnikal yang lunak 4 sampai 6 hari diatas + 4 pemasangan.

4 Pakai sarung tangan.

5 Fiksasi vena, letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah.

6 Tusuk vena, pegang tabung bening kateter, buka pusat;

a. Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit.

b. Dorong kateter ke dalam vena kira-kira ¼ inci sampai dengan ½ inchi sebelum melepaskan stylet, lepaskan pegangan kulit, pegang stylet dan dorong kateter.

7. Lepaskan turnikat dan tarik stylet.

8) Pasang ujung selang infus / tutup infeksi intramiten

9) Pasang kateter IV (Intra Vena) dan selang

10) Pasang balutan steril

11) Beri label pada tempat pemasangan

2.2.6 Prinsip Atau Yang Diperhatikan Selama Pemasangan

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pemasangan jarum infus oleh seoerang perawat adalah sebagai berikut :

1. Kelancaran cairan dan jumlah tetesan harus tepat, sesuai program pengobatan

2. Bila terjadi haematoma, bengkak dan lain-lain pada tempat pemasangan jarum, maka infus harus dihentikan dan dipindahkan pemasangannya kebagian tubuh yang lain.

3. Perhatikan reaksi pasien selama 15 menit pertama. Bila timbul reaksi alergi (misalnya menggigil, urtikaria atau shock), maka infus harus segera diperlambat tetesannya jika perlu

Page 10: Standard Profesi Keperawatan Makalah

dihentikan, kemudian segera laporkan kepada penanggung jawab ruangan atau dokter yang bersangkutan.

4. Buatlah catatan pemberian infus secara terinci yang meliputi ;

a. Tanggal, hari, dan jam dimulai pemasangan infus

b. Macam, dan jumlah cairan atau obat, serta jumlah tetesan per menit

c. Kadaan umum pasien (Tensi, nadi, dan lain-lain)

d. Reaksi pasien yang timbul akibat pemberian cairan atau obat

e. Nama dokter dan petugas pelaksana atau yang bertanggung jawab

5. Siapkan cairan atau obat untuk pemberian selanjutnya

6. Perhatikan teknik septik dan aseptik.

2.2.7 Komplikasi Akibat Pemasangan Infus

Komplikasi akibat dari pemasangan infus adalah sesuatu hal yang perlu diperhatikan dikarenakan komplikasi akibat pemasangan infus cendrung terjadi, maka untuk memberi rasa aman dan nyaman selama pemasangan infus kemungkinan komplikasi yang perlu diantisipasi adalah sebagai berikut :

1. Infiltrasi : masuknya cairan ke jaringan subkutan

Penyebab : - Jarum keluar dari vena dan masuk ke dalam jaringan subkutan

- Dinding vena tidak dapat memblokir cairan

2. Plebitis : inflamasi vena

Penyebab : - Trauma mekanik dari jarum infus

- Trauma kimia dan cairan

- Sepsis karena kontaminasi

3. Thrombus : pembekuan darah

Penyebab : adanya darah yang membeku pada trauma jaringan akibat jarum.

4. Shock : reaksi tubuh terhadap substansi yang dimasukkan dalam sirkulasi

Penyebab : cairan infus masuk ke sirkulasi terlalu cepat.

5. Kelebihan cairan : keadaan yang disebabkan oleh terlalu besar jumlah yang diinfuskan.

6. Embolus : benda asing / udara didalam sistem sirkulasi

Akibat : adanya darah yang membasuh dan / masuknya udara melalui selang infus.

7. Iritan : suatu agen yang dapat menimbulkan nyeri-nyeri vena pada tempat penusukan / sepanjang vena, atau tanpa reaksi inflamasi

Page 11: Standard Profesi Keperawatan Makalah

2.3 Konsep Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif adalah kemampuan jiwa dalam proses berpikir untuk membuat hubungan tanggapan dan penilaian (Reilly D.E& Obermann M.H, 1985). Sumadi (1996) mengemukakan bahwa Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, proses dan teori. Sedang menurut Notoadmojo (2002) mengdefinisikan pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah manusia mengadakan pengindraan terhadap objek tertentu. Menururt Keraf (2001) Pengetahuan merupakan keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia. Dan beliau kemudian membagi pengetahuan menurut: (1) Polanya, (2) Macamnya, yang mana dapat uraikan sebagai berikut :

1. Pola Pengetahuan

1) Tahu bahwa yaitu pengetahuan tentang informasi tertentu; tahu bahwa sesuatu terjadi.

2) Tahu bagaimana yaitu dimana pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlihan dan kemahiran teknis.

3) Tahu akan, ialah merupakan pengetahuan yang sangat spesifik menyangkut pengalaman atau pengenalan pribadi secara langsung dengan objeknya.

4) Tahu mengapa / bagaimana ialah jenis pengetahuan yang lebih mendalam, sebab tidak hanya puas dengan informasi yang ada, dan jenis ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam serta sekaligus dapat dikatakan pengetahuan ilmiah.

Pengetahuan pada dasarnya untuk mengetahui sesuatu yang digerakan oleh tiga perasaan, diantaranya; Perasaan terkejut, ingin tahu, dan kagum. Seseorang terkejut terhadap sesuatu kejadian sehingga muncul keingintahuan dalam dirinya, apabila keingintahuan ditekuni atau dicoba dan tercapai dengan baik maka perasaan orang tersebut kagum adanya karena berhasil.

2. Macam Pengetahuan

Pengetahuan dilihata dari macamnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) yang meliputi :

1) Sekedar tahu. Pada tingkat ini hubungan pengetahuan tersebut mula-mula hanya sekedar tahu, namun sampai mengetahui bagaimana membantu seseorang.

2) Betul-betul tahu. Ialah sesuatau yang diketahui betul-betul nyata harus didukung dengan fakta dan tidak hanya berdasarkan informasi

3) Tahu bagaimana dan tahu akan, yaitu sesorang mengetahui sesuatu secara pribadi semakin tahu bagaiman ia bertindak.

4) Tahu mengapa, pada tingkat ini suadah akumulasi dari hubungan ketiga pengetahuan tersebut diatas yang mana mempunyai pengalaman pribadi untuk mengatakan hal itu benar.

Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, sehingga perilaku yang di sadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri dapat diadopsi melalui beberapa tahap.

Notoadmodjo (1993) mengemukakan bahwa sebelum mengadopsi perilaku yang baru dalam diri seseorang akan terjadi proses yang berurutan sebagai berikut : (1) Awareness yaitu orang yang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus, (2) Interest yaitu subjek mulai tertarik terhadap stimulus / objek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai timbul, (3) Evaluation pada tahap ini subyek mulai menimbang-nimbang baik buruknya stimulus terhadap dirinya, (4) Trial,

Page 12: Standard Profesi Keperawatan Makalah

pada tingkat ini subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, (5) Adoption yaitu subyek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan siakapnya terhadap stimulus

2.3.3 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi dalam domain kognitif, senada dengan pengetahuan dalam domain kognitif yang dikutip, Notoatmodjo (1993), mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai keadaan dimana mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalamanya yaitu mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik terhadap bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kita kerja mengukurnya antara; menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (Comperhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi yang benar.

3) Aplikasi (Applictsion)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dalam konteks / situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kedalam suatu komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Sintesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau suatu kemampuan untuk menyusun formasi yang baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Penilaian ini berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin dicapai dapat kita ketahui atau diukur berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada dan disesuaikan dengan tingkat–tingkat tersebut diatas.

Page 13: Standard Profesi Keperawatan Makalah

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Slameto (1991) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya :

1) Faktor Internal

Faktor internal meliputi : (1) Kesehatan, sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagiannya bebas dari penyakit. Proses belajar seseoarang akan terganggu, (2) Intelegensi, dimana sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan, orang yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil daripada mempunyai intelegensi yang rendah (3) Perhatian, yaitu kreatifitas jiwa yang dipertinggi, seperti jiwa itupun semata-mata tertuju pada suatu obyek, (4) Minat, adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengingat berbagai kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang, (5) Bakat, ialah kemampuan untuk belajar, kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya ; (1) Faktor keluraga, dimana sangat menentukan dalam pendidikan, karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, (2) Metode pembelajaran, sebab merupakan suatu proses yang harus dilalui didalam mendapatkan pengetahuan. Untuk menghindari pelaksanaan cara belajar yang salah perlu suatu pembinaan, dengan belajar yang tepat dapat efektif pula hasil belajar sesorang,

(3) Faktor Masyarakat, merupakan faktor eksternal yang berpengaruh pada pengetahuan seseorang, pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat. Bentuk kegiatan dalam masyarakat akan berhubungan dengan media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

Selain pendapat diatas, beberapa faktor yang ikut mempengaruhi pengetahuan diantaranya ; (1) pendidikan, didalam tindakan setiap individu selalu dipengaruhi oleh pengetahuan, sering kali faktor pendidikan merupakan syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi tertentu, akan tetapi pada pekerjaan lain menuntut pendidikan yang lebih tinggi, sehingga pendidikan harus sesuai dengan jabatannya, (2) Pengalaman, melalui pengalaman seseorang mengembangkan sikap mengenai kemampuan manajerial, rangcangan kerja, tinjauan prestasi dan lain sebagainya, (3) Motivasi, adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan untuk berbuat, hal ini memberikan gambaran bahwa walaupun mempunyai pengetahuan yang tinggi tetapi tidak ada motivasi terhadap sesuatu kegiatan maka hasilnya belum tentu lebih baik, (4) Usia, dimana ada kecenderungan orang yang umurnya lebih tua, memiliki lebih banyak pengetahuan dibandingkan yang lebih muda, yang mana pengetahuan ini didapat dari pengalaman terhadap suatu obyek atau materi yang mempengaruhi tindakan atau kinerjanya. Sedangkan umur yang kebih muda pengalaman ini seluruhnya diperoleh.

Keraf (2002), berpendapat bahwa sepanjang kehidupan manusia terdapat lima faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pengetahuan, faktor-faktor tersebut diantaranya; pendidikan, pengalaman, usia, kesehatan fisik terutama panca indera, melalui media masa atau buku.

2.3.5 Fungsi Kemampuan Kognitif Atau Pengetahuan

Page 14: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Fungsi intake berhubungan dengan proses mengetahui dan membutuhkan konsep prosesnya melalui penginderaan, pengamatan, tanggapan, ingatan, dan berpikir juga kemampuan memahami, menganalisa, mensintesis dan mengevaluasi dengan menggunakan simbol imajinasi dan penalaran untuk pemecahan masalah. (Reilly D.E & Obermann M.H, 2002)

2.3.6 Metode Pembelajaran Kognitif Atau Pengetahuan

Terdapat berbagai variasi dalam metode pengajaran klinik yang tepat untuk pengajaran dalam kemampuan kognitif, seperti dengan strategi pemecahan masalah. Dan tahapan yang panjang dalam metode pembelajaran yang tepat di sesuaikan dengan perkembangan kemepuan kognitif. Melalui praktek, seorang pengajar dapat memahami konsep dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan membuat keputusan untuk latihan.(Reilly D.E & Obermann M.H,2002)

2.4 Kemampuan Psikomotor

2.4.1 Pengertian

Kemampuan psikomotor (Perseptual physikomotor skill) adalah serangkaian gerak otot untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil (Oemar H, 2000). Gerakan-gerakan otot dikoordinasikan oleh persepsi kita terhadap peristiwa-peristiwa disekitar kita. Pengendalian persepsi menunjukkan kepada pengorganisasian dan penafsiran informasi yang masuk melalui alat indera.”mater” menunjukan pada gerakan-gerakan otot. Singer, (1975) dikutip oleh Reilly D.E & Obermann M.H, (2002), aktivitas yang berorietasi terutama pada pergerakan pada dasarnya lebih menekankan respon fisik yang sehingga kegiatan tersebut dikenal dengan psikomotor.

Keterampilan psikomotor dalam keperawatan merupakam rangkaian tindakan yang kompleks dan bertujuan atas dasar prinsip; keterampilan psikomotor memerlukan keterampilan kognitif pada saat membuat suatu keputusan dan pertimbangan yang berkaitan penggunaan dan efeknya yang diinginkan. Akan tetapi keterampilan psikomotor tidak termasuk keterampilan kognitif. Keterampilan ini melakukan keterampilan yang membentuk suatu kenerja dari tindakan yang spesifik (Reilly D.E & Obermann M.H, 2002).

Sehingga dalam pengajaran psikomotor, keterampilan dalam praktek diakui sebagai fenomena terintegrasi yang terdiri dari pembelajaran kognitif, psikomotor,dan afektif, namun yang ditekankan dalam pengajaran ini adalah kinerja keterampilan yang membutuhkan strategi pengajaran, pembelajaran dan evaluasi tertentu. Komponen pergerakan menjadi fokus pengajaran, proses kognitif, perspektif, dan proses afektif lainnya yang juga berinteraksi sehingga keseluruhan tindakan dapat menyatu, bermakna, dan berhasil (Reilly D.E & Obermann M.H, 2002).

2.4.2 Metode Pembelajaran Psikomotor

Metode pembelajaran keterampilan psikomotor adalah berupa demontrasi, dimana peranan dari individu dalam proses pengaturan dan menerapkan film tunggal atau vidiotape sangat diperlukan. Komponen visual dapat membantu pelajar untuk menilai secara umum dari pola tindakan dan mendukung semua proses pembelajaran. Tujuan dari pelaksanaan adalah untuk membantu menggali kemampuan diri dalam melaksanakan tindakan dan memperbaiki tindakan apabila terjadi gangguan atau kerugian dalam pelaksanaanya.(Reilly D.E & Oermamn M.H, 2002).

Page 15: Standard Profesi Keperawatan Makalah

2.4.3 Karakteristik Kemampuan Psikomotor

Menurut Oemar H, (2000),Kemampuan psikomotor / keterampilan memiliki tiga karakteristik yaitu menunjukkan;

1) Rangkaian (O chain), respon motorik, melibatkan koordinasi gerakan tangan dan mata serta mengorganisasikan rangkaian respon menjadi pola-pola respon yang kompleks.

2) Koordinasi gerakan, Perilaku terampil merupakan koordinasi antara gerak tangan, dan mata. Oleh karena itu keterampilan disebut juga keterampilan psikomotor yang menitikberatkan koordinasi persepsi (mata) dan tindakan motorik (tangan).

3) Pola Respon atau perilaku terampil merupakan organisasi rangkaian S – R menjadi pola respon yang kompleks dan tersusun menjadi pola respon yang luas. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah keseluruhan respon.

2.4.4 Tahapan belajar Psikomotor

Dimyati & Moldjiono (1999), menyatakan bahwa tahapan belejar keterampilan, terutama keterampilan komplek dilakukan melaui tiga (3) tahap; Kognitif, Fiksasi, dan Otonom. Tahap-tahap ini tumpang tindih, tidak merupakan unit-unit yang terpisah satu sama lain dan berlangsung dalam proses yang berkesenambungan. Dari ketiga tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Tahap Kognitif, Pada tahap ini mahasiswa / peserta didik berusaha mengintelektualkan keterampilan yang akan dilakukan, (2) Tahap Fiksasi, Pada tahap ini pola-pola perilaku yang betul, dilatih sampai tidak lagi terjadi kekeliruhan. (3) Tahap Otonom, Dan pada tahap ini terdapat peningkatan kecepatan melakukan keterampilan-keterampilan yang berdaya guna untuk memperbaiki kecermatan dimana tidak terjadi lagi kekeliruhan.

Belajar kemampuan-kemampuan psikomotor, dan belajar kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan dan memilah-milah sampai dengan kreatifitas pada gerak baru. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan psikomotor mencakup kemampuan fisik dan mental. Dimyati & Moldjiono (1999),

2.4.5 Taksonomi Atau Tingkat Psikomotorik

Rielly D.E dan Obermann M.H (2002), mengemukakan bahwa tingkat kemampuan psikomotor mencakup lima tingkatan kinerja, tetapi tidak mengidentifikasi komponen yan berbeda dari setiap tingkatnya, tinggkat tersebut meliputi :

1) Imitasi, Pada tingkat ini keterampilan dipelajari setelah keterampilan tersebut selesai diperagakan, baik secara langsung oleh pengajaran atau melalui pengamatan terhadap pemutaran film, videotip, atau rangkaian slide. Keterampilan ini tidak memiliki koordinasi atau kendali neuromuskular sehingga secara umum bentuknya kasar tidak sempurna (misalnya; impuls, pengulangan yang jelas)

Page 16: Standard Profesi Keperawatan Makalah

2) Manipulasi, ditingkat ini peserta didik mengikuti sebuah petunjuk yang tercantum pada lembar prosedur, belajar mengikuti intruksi, menampilkan tindakan yang dipilih dan memperbaiki kinerja melalui praktik yang diperlukan.

3) Ketepatan, Pada ini telah mencapai suatu tingkat kemahiran dan dapat dilakukan tanpa sesuatu pengarahan atau contoh, yang ditandai dengan keakuratan, misalnya ketepatan untuk mengurangi kesalahan.

4) Artikulasi, yaitu tindakan yang dikoordinasikan dalam suatu rangkaian aktivitas yang logis, yang menunjukkan keharmonisan dan konsistensi di anatara aktivitas tersebut. Dimensi waktu ditambahkan disini kerana kecepatan dan waktu harus ada didalam harapan yang realitik.

5) Naturalisasi, yaitu keterampilan yang memperlihatkan suatu tingkat kecakapan yang tinggi dan telah menjadi respon yang otomatis pada petunjuk situasional yang tepat. Keterampilan ini dikatakan telah efisien dan telah memenuhi kriteria kompetensi yang profesional.

2.4.6 Pembelajaran Psikomotor dalam Praktek Klinik / Lapangan

Kemampuan psikomotor merupakan satu kesatuan dari praktek keperawatan dan paling mendasar partisipasi perawat dalam memberikan pelayanan atau perawatan. Hal ini dapat dilihat dalam proses keperawatan yaitu pada tahap pengkajian hingga implementasi. Keterampilan psikomotor merupakan bagian terpenting dalam intervensi keperawatan. Kurangnya kompetensi dalam memahami ini akan menjadi pokok permasalahan untuk pendekatan keperawatan dan sering dapat memperparah kualitas pembelajaran sehingga mempengaruhi pendidikan kesehatan itu sendiri.(Reilly DE dan Obermann MH, 2002)

2.4.7 Konsep Pengembang Keterampilan Psikomotor Yang Sesuai

Keterampilan psikomotor dalam keperawatan mempunyain bentuk praktek keperawatan yang memerlukan kemampuan dalam tindakan keperawatan yang efektif sesuai stuasi dan membutuhkan koordinasi sistem neuromuskuler. Keterampilan psikomotor dalam keperawatan adalah sangat berguna menjadi prinsip tindakan yang dilakukan yang sesuai dengan tujuan dan harapan yang diinginka. Pengajaran keterampilan psikomotor dapat diakui sebagai keterampilan manakala terintegrasi secara komprehensif antara pengajaran kognitif, psikomotor dan afektif. Pengajarannya diperlukan strategi yang menekankan untuk pembelajaran, pengajaran, dan evaluasi.

Keterampilan merupakan konsep penting untuk perubahan dan menunjukan kemampuan secara efisien dan efektif, yang mengarahkan pada perihal kecepatan dan ketepatan tindakan gerakan otot atau tubuh yang diperlukan. Terdapat klasifikasi dari keterampilan, misalnya;

1. Keterampilan motorik halus tugas perawat yang berorientasi pada koordinasi muskulo, keterampilan tersebut meliputi injeksi, pengaturan posisi arteri, persiapan peralatan sebelum pembedahan.

2. Keterampilan manual ; tugas gabungan dalam keperawatan dimana dilakuan berulang-ulang dan biasanya melibatkan aktivitas tangan dan mata. Keterampilan tersebut meliputi pemeriksaan fisik, personal higieni, palpasi pada daerah yang sakit.

Page 17: Standard Profesi Keperawatan Makalah

3. Keterampilan motorik kasar ; tugas yang melibatkan perpindahan tubuh dan melibatkan otot tubuh secara luas. Keterampilan tersebut meliputi : Resusitasi cardiopulmonal (CPR), gerakan atau ambulasi, gerak mobilisasi (ROM), pengaturan posisi pasien (Reilly DE & Obermann MH, 2002)

Singer (1975), dikutip oleh Rielly DE & Obermann MH, (2002), menunjukkan bahwa sifat keterampilan seseorang meliputi :

1. Pelaksanaan yang dilakukan merupakan faktor yang muncul dari harapan yang konsisten dan memungkinkan terjadinya perubahan pelaksanaan untuk masing-masing individu.

2. Pelaksanaa yang tepat seiring dengan ketepatan waktu dan tempat.

3. Respon rangsangan merupakan serangkaian perinta yang tepat untuk dilakukan.

4. Pelaksanaan dilakukan dalam batas waktu yang ditentukan.

5. Harus ada kemampuan untuk mengantisipasi kejadian secara tepat dan adanya waktu yang lebih untuk mewujudkannya.

6. Pelaksanaan harus bervariasi karena untuk mengantisipasi tidak adanya responsi dalam masyarakat.

7. Kemampuan untuk menerima informasi secara maksimal dari terbatasnya jumlah yang diindentifikasi harus dikembangkan.(Reilly DE & Obermamn MH, 2002).

2.4.8 Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Psikomotor

Singer, Reilly dan Obermann (2002), bahwa berbagai pertimbangan pada respon individu terhadap situasi pembelajaran klinik/praktik dan pada hasil akhir pengalaman tersebut meliputi; pengajaran selama praktik, wawasan yang relatif mudah, daya transfer pembelajaran keterampilan dalam penugasan langsun, dan berbagai penyesuaian psikologis, fisiologis, intelektual dan emosional. Disamping itu pula faktor kesiapan merupakan faktor yang penting untuk perkembangan motorik peserta didik, karena kesiapan berkaitan dengan motivasi untuk belajar, memfokuskan pikiran pada pengalaman, makna pembelajaran yang baru bagi tujuan pribadi seseoarang, pengakuan terhadap kebutuhan pemeliharaan untuk pembelajaran keahlihan, dan memahami tujuan yang akan dicapai. Motivasi yang mana merupakan sebagai kekuatan positif untuk merespon tuntutan dari pembelajaran keterampilan motorik yang baru.

2.5 Konsep sikap (Afektif)

2.5.1 Pengertian

Sikap yang terdapat pada diri manusia memberi warna atau corak tingka laku atau perbuatan individu yang bersangkutan. Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo S. 1997). Menurut Bimo Walgito,(2001) sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajek yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memeberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tetentu yang dipilihnya. Sedangkan menurut Abu

Page 18: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Ahmadi (1999) sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten.

2.5.2 Fungsi Sikap (Afektif)

Menurut Attkinson, RL, dkk, yang dikutip oleh Sunaryo (2004), dalam buku Pengantar Psikologi jilid 2 edisi 11, sikap memiliki 5 (lima) fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Instrumental

Fungsi sikap ini berkaitan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan. Bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan sarana yang disebut sikap, Apabila sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau sebaliknya

2. Fungsi Penahanan Ego

sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga diri.

3. Fungsi Nilai Ekspresi

sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.

4. Fungsi Pengetahuan

Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia yang membawa keteraturan terdapat bermacam – macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari –hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.

5. Fungsi Penyesuaian Sosial

Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungan.

2.5.3 Tingkatan sikap (Afektif)

Menurut Notoatmadjo S. (1999), sikap memiliki empat (4) tingkat dari yang terenda hingga yang tertinggi yaitu :

1. Menerima (receiving)

Pada tingkat ini individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan

2. Merespon (responding)

Pada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan

3. Menghargai (valuing)

Page 19: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan tau mendiskusikan suatu masalah

4. Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang tidak dipilihnya

2.5.4 Faktor Penentu (determinan) Sikap / Afektif

Menurut Bimo Walgito (2001) ada 4 (empat) hal penting yang menjadi determinan sikap individu, yaitu :

1. Faktor Fisiologis

Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan yang menentukan sikap individu. Misalnya ; orang muda umumnya bersikap kurang perhitungan dengan akal dibandingkan orang tua yang penuh kehati – hatian.

2. Faktor Pengalaman langsung terhadap objek sikap

Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpegaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut, misalnya seorang pasien yang pernah dirawat dengan sangat baik oleh seorang perawat,akan menaruh sikap positif terhadap perawat tersebut.

3. Faktor Kerangka Acuan

Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, akan menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut, misalnya individu menyakini bahwa hubungan seksual dengan pacar sebelum nikah adalah tidak sesuai dengan norma masyarakat dan agama. Oleh karena itu, individu tersebut tidak akan melakukan hal tersebut sebelum melaksanakan perkawinan.

4. Faktor Komunikasi Sosial

Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut, misalnya PNS mendengar informasi dari TV bahwa mulai bulan depan gaji akan naik 10 % maka sikap PNS terhadap pemerintah positif.

2.5.5 Ciri – ciri Sikap (Afektif)

Ciri – ciri sikap yang dikemukakan oleh berbagai ahli (Sunaryo,2004) pada intinya ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Siakp tidak dibawah sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan indibidu dalam hubugan dengan objek.

2. Sikap dapat berubah – ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu behubungan dengan objek sikap

4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan / banyak objek

Page 20: Standard Profesi Keperawatan Makalah

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.

2.5.6 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pada manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain (eksterna), disamping itu juga sebagai makhluk individual apa yang datang dari dalam dirinya (internal), juga mempengaruhi pembentukan sikap, sebagai berikut :

1. Faktor internal

faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu mengelolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, menentukan mana yang diterima dan mana yang tidak ditrima. Oleh karena itu , faktor indvidu merupakan faktor yang menentukan pembentukan sikap. Faktor ini meliputi motif dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat , serta yang mengarahkan minat daan perhatian (faktor psikologis), juga perasaan hati, lapar dan haus (faktor fisiologis).

2. Faktor eksternal

Faktor ini berasal dari luar individu,berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung , misalnya individu dengan individu, individu dengan kelompok. Dapat juga secara langsung melalui perantara, seperti ; alat komunikasi dan media masa baik elektronik maupun nonelektronik.

Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2000), ada beberapa cara untuk membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu :

1. Adopsi

Adopsi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang terjadi berulang dan terus - menerus sehingga lama kelamahan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu, dan akan mempengaruhi pembentukan serta perubahan terhadap sikap individu.

2. Deferensiasi

Deferensiasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilkinya pengetahuan, pengalaman, intelegensi, dan bertambahnya umur. Oleh karena itu hal – hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari jenisnya sehingga membentuk sikap tersendiri.

3. Integrasi

Integrasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap yang terjadi secara tahap demi tahap, diawali dari macam – macam pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan objek sikap tertentu sehingga pada akhirnya akan terbentuk sikap terhadap objek tersebut.

4. Trauma

Page 21: Standard Profesi Keperawatan Makalah

Trauma adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu kejadian secara tiba- tiba dan mengejutkan sehingga meninggalkan kesan yang mendalam dalam diri individu tersebut. Kejadian tersebut akan membentuk dan mengubah sikap individu terhadap kejadian sejenis.

5. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena penglaman traumatik pada diri individu hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.

2.5.7 Sikap Yang Harus di Miliki Oleh Perawat Dalam Merawat Pasien

Sikap yang harus dimiliki oleh perawat dalam merawat pasien agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan harapan pasien, antara lain :

1. Sikap ramah terhadap semua orang terutama pada pasien.

2. Sikap menaruh kasih sayang terhadap sesama, terlebih bagi yang membutuhkan.

3. Sikap yang dapat memberikan rasa aman bagi pasien, bukan menimbulkan rasa kecemasan, kegelisahan, dan takut.

4. Sikap menaruh perhatian terhadap kebutuhn yang diperlukan oleh pasien.

5. Sikap yang dicirikan dengan suara lembut dan murah senyu, sehingga paling tidak pasien yang sedang sakit akan merasa senang, simpati, dan tidak menilai judes terhadap perawat.

6. Sikap yang dapat dipercaya karena dengan percayaannyalah harga diri dan kepribadian orang dapat dinilai.

7. Sikap percaya diri, jangan minder. Oleh karena itu, perlu banyak belajar, menambah dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan.

8. Sikap dapat menahan diri jangan sampai menyalahkan, mengkritik, menyudutkan, dan mempermalukan pasien maupun keluarga yang dapat menambah berat penyakitnya.

9. Memiliki sikap agar pasien tidak ketergantungan pada perawat.

10. Sikap untuk menghindari ucapan yang dapat menyinggung perasaan pasien.

11. Sikap penuh pengertian dan pengabdian

12. Sikap yang riang dan gembirah, tidak cemberut di muka pasien.

13. Sikap yang kooperatif atau mudah diajak kerja sama dengan pasien atau dengan tim kesehatan lainnya.

14 Sikap yang memungkinkan dapat membantu dalam mengatasi kesulitan pasien maupun kelurganya.

15 Sikap humoris sesuai situasi dan kondisi pasien, untuk sekedar menghibur pasien.