Small Project Edit Belom

download Small Project Edit Belom

of 12

Transcript of Small Project Edit Belom

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    1/28

    1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tanaman jagung merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah

    padi. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ternak. Jagung

    mengandung senyawa karbohidrat, lemak, protein, mineral, air, dan vitamin. Fungsi zat

    gizi yang terkandung di dalamnya dapat memberi energi, membentuk jaringan,

    pengatur fungsi, dan reaksi biokimia di dalam tubuh. Semua bagian tanaman jagung

    dapat dimanfaatkan.

    Penepungan (milling ) adalah cara pengolahan biji-bijian atau daging buah

    kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Misalnya tepung beras,

    tepung tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan. Dengan

    adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung yang sangat halus,

    permukaan bidangnya menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan itu sendiri

     juga menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus mudah

    sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air. Namun keuntungan

    dari penepungan yang paling tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang

    ditepungkan menjadi sangat mencolok (Sugito dkk,1995).

    Pembuatan tepung atau bubuk bertujuan untuk mencegah timbulnya

    kerusakan bahan yang bersifat fisik maupun kualitatif (mutu). Berkurangnya kualitas

    merupakan bentuk kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua

    bentuk kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan

    membentuk kerusakan tepung yang lebih serius. Seperti biji-bijian, tepung dan bubuk

    berada dalam keadaan telah kering sempurna, sesudah digiling dengan mesin

    penepungan (milling ). Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau

    bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengkap (menempel), tetapi saling

    lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatan

    sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok

    (Purwanto, 1995). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang

    penepungan jagung secara basah dengan beberapa variasi perendaman sehingga

    diperoleh tepung jagung dengan kualitas baik.

    1.2 Permasalahan

    Jagung merupakan salah satu pengganti kebutuhan pokok masyarakat

    Indonesia. Namun, masyarakat luas memiliki tingkat pemahaman yang cukup rendah

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    2/28

    2

    akan manfaat dan kandungan gizi dari jagung. Hal itu sangat disayangkan sehingga

    perlu adanya inovasi maupun modifikasi untuk menghasilkan produk dari olahan

     jagung. Salah satu bentuk produk olahan jagung yang sudah berkembang adalah

    tepung jagung. Oleh karena itu, dilakukan penelitian pembuatan tepung jagung.

    Dalam proses pembuatan tepung jagung memerlukan tahapan-tahapan

    tertentu serta variasi perendaman yang akan mempengaruhi kualitasnya. Variasi

    perendaman dilakukan mengunakan pelarut yang berbeda. Pelarut berbeda yang

    digunakan akan mempengaruhi terutama derajat keputihan tepung jagung. Oleh

    karena itu, penelitian pembuatan tepung jagung dilakukan dengan memodifikasi

    perlakuan penepungan basah menggunakan perendam yang berbeda sehingga akan

    diketahui cara memperoleh tepung jagung dengan kualitas baik.

    1.3 Tujuan

     Adapun tujuan dilakukan penelitian tentang penepungan jagung yaitu:

    1. Mengetahui cara pembuatan tepung jagung.

    2. Mengetahui perbedaan karakteristik fisik tepung jagung dengan menggunakan

    teknologi penepungan secara basah dengan variasi perendaman menggunakan

    natrium metabisulfit dan air beras terfermentasi.

    1.4 Luaran

    Dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan tepung jagung yang

    memiliki kualitas baik berdasarkan karakteristik fisik berupa rendemen, derajat

    keputihan, viskositas dan suhu gelatinisasi serta densitas.

    1.5 Manfaat

    Manfaat pada penelitian tentang penepungan jagung yaitu:

    1. Memberikan pengetahuan tentang cara pembuatan tepung beras yang berkualitas

    baik.

    2. Mengetahui perubahan yang terjadi pada tepung jagung setelah dilakukan

    perendaman terutama karakteristik tepung jagung yang meliputi rendemen, derajat

    keputihan, viskositas dan suhu gelatinitasi serta densitas. 

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    3/28

    3

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Jagung

    Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam

    perekonomian Indonesia dan pangan tradisional atau makanan pokok di beberapa

    daerah. Kandungan gizi jagung tidak kalah dengan beras atau terigu, bahkan jagung

    memiliki keunggulan karena merupakan pangan fungsional dengan kandungan serat

    pangan, unsur Fe dan beta-karoten (pro vitamin A) yang tinggi (Suarni, 2001).

    Rukmana (1997) menyatakan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan,

    kedudukan tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae 

    Devisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae 

    Kelas : Monocotyledonae 

    Ordo : Poales

    Famili : Poaceae

    Genus : Zea 

    Spesies : Zea mays 

    Jagung dalam sistematika tanaman termasuk dalam golongan

    Spermatophyta, kelas Monocotyledon, ordo Graminae, familia Graminaceae, genus

    Zea. Nama latin jagung adalah Zea mays L. Jagung merupakan tanaman penting

    kedua setelah padi dan hampir terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Tanaman

     jagung relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali

    tanah liat dan pasir. Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi dua macam

    yaitu jagung kuning dan jagung putih. Kedua jagung ini mempunyai nilai gizi yang

    relatif sama

    Menurut Koswara (2009) bahwa jagung mempunyai beberapa subspecies

    yang dibedakan menjadi tujuh jenis yaitu:

    1. Soft Corn (Zea mays amylacea). Jagung ini disebut juga jagung tepung. Biji jagung

    ini hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak.

    2. Pod Corn (Zea mays tunicate). Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya,

    yang tidak terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian maka jagung ini menjadi

    tahan lama dan daya kecambahnya tetap baik.

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    4/28

    4

    3. Pop corn ( Zea mays everata).  Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji

    berbentuk agak runcing, kecil dan keras, berwarna kuning, atau putih. Kalau dibakar

    bijinya meletus. Tongkol jagung ini umumnya berukuran kecil.

    4. Flint corn (Zea mays indurate). Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji

    sedang. Bagian atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir

    seluruhnya mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning

    atau merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih

    tahan kalau disimpan.

    5. Dent corn (Zea mays indentata). Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena

    bentuknya seperti gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas.

    Lekukan ini terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering.

    6. Sweet Corn (Zea mays sacharata). Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa

    yang manis dan bila dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering

    dipanen waktu masih muda untuk direbus atau dibakar.

    7. Waxy corn (Zea mays ceratina).  Waxy corn memiliki biji yang menyerupai lilin.

    Molekul pati jagung jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip

    glikogen dan menyerupai tepung tapioka.

    Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung jenis atau varietas jagung,

    keadaan tana dan iklim. Pada umumnya komposisi kimianya adalah protein, lemak,

    karbohidrat dan abu (Tabel 1).

    Tabel 1. Komposisi kimia biji jagung

    Komposisi kimia Jumlah (%)

     Air 13.5

    Protein 10.0

    Lemak/Minyak 4.0

    Karbohidrat

      Pati

      Gula

      Pentosan

      Serat kasar

    61.0

    1.4

    6.0

    2.3

     Abu 1.4

    sSumber: Koswara (2009)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    5/28

    5

    2.2 Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

    Natrium metabisulfit merupakan bahan tambahan yang sering digunakan

    dalam pengolahan pangan yang berfungsi sebagai pemutih bahan pangan digunakan

    untuk mencegah kerusakan karena reaksi browning yang enzimatis serta bekerja

    sebagai zat antioksidan (Winarno, 1993). Pemakaiannya dalam pengolahan bahan

    pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan serta untuk mempertahankan

    warna bahan agar tetap menarik (Margono, Suryati dan Hartinah, 1993). 

    Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit dan

    metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak

    terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Selain sebagai pengawet,

    sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat

    melanoid sehingga mencegah timbulny warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat

    berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati, 1988)

    Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan

    asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba,

    mereduksi ikatan disulfide enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksi

    sulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2006).

    Banyaknya SO2  yang ditambahkan ke makanan bersifat membatasi sendiri

    karena pada konsentrasi sekitar 500 ppm, produk menimbulkan bau dan rasa

    menyimpang yang tidak menyenangkan. Penggunaan SO2 tidak diizinkan dalam

    makanan yang mengandung thiamin dalam jumlah yang berarti, karena vitamin ini

    dirusak oleh SO2.. SO2 dipakai juga secara luas dalam buah kering, yang

    konsentrasinya mencapai 2000 ppm. Pemakaian lain ialah dalam sayur kering dan

    produk kentang kering. Karena SO2 bersifat atsiri dan mudah hilang ke atmosfer,

    konsentrasi residu akan jauh lebih rendah daripada jumlah yang dipakai semula

    (deMan, 1997).

    Natrium metabisulfit berbentuk serbuk, berwarna putih, larut dalam air,

    sedikit larut dalam alkohol dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida, mempunyai

    rasa asam dan asin. (Chichester dan Tanner, 1975). Batas maksimum penggunaan

    Na-metabisulfit yang dapat digunakan dalam pengolahan bahan makanan menurut

    Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg berat bahan. FDA menyarankan maksimum

    penggunaan sulfit pada level konsentrasi 2000 ppm (Desrosier, 1988).

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    6/28

    6

    2.3 Air Beras (Air Cucian Beras)

     Air leri merupakan air cucian beras. Air leri merupakan salah satu sumber

    energi karbohidrat berupa pati yang kadarnya bisa mencapai 85-90%. Selain itu

    terdapat zat lain seperti protein, pentosa, selulosa, hemiselulosa dan gula. Selain

    karbohidrat, air cucian beras juga mengandung vitamin B1, fosfor, dan nitrogen (M. Nur

    Chamsyah dan Yoga Adesca, 2012).

    Vitamin B1 atau Thiamin HCl mempunyai sifat larut dalam air dan akan

    hilang atau berkurang selama proses pencucian beras berulang kali dan terlalu lama.

    Sehingga vitamin B1 atau Thiamin HCl pada beras sebagian larut dalam air cucian

    beras tersebut. Secara tidak langsung air leri banyak mengandung zat gizi seperti

    kandungan yang terdapat pada beras pecah kulit. Parahnya, Kebiasaan para ibu

    rumah tangga mencuci beras dengan tujuan membersihkan beras dari kotoran. Namun

    yang mengejutkan adalah pencucian tersebut dilakukan sampai benar-benar "bersih"

    dimana pencucian dilakukan sampai air cucian beras berwarna putih susu. (Stiyabudi

    dkk, 2009).

    Jenis karbohidrat dalam air leri berupa pati. Pati umumnya akan terbentuk

    dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin

    (amylopectin). Amilosa memiliki struktur linier, dengan berat molekul sekitar 30.000-1

     juta, namun yang umum memiliki berat molekul 200.000-300.000. Perbedaannya

    dengan selulosa ada pada ikatan glikosidanya, amilosa merupakan polimer linier dari

    á-D glukopiranosa, sedangkan selulosa dari â-D-glukopiranosa (Fessenden dan

    Fessenden, 1986).

     Amilopektin memiliki struktur bercabang melalui karbon 6 dan memiliki berat

    molekul di atas 1 juta. Amilopektin terdiri dari 20-25 unit glukosa yang terikat pada

    karbon 1 dan 4, sebagaimana dalam amilosa, tetapi dengan rantai-rantai yang

    tersambungkan satu sama lain melalui ikatan 1,6 (Stevens, 2007).

    2.4 Standar Kualitas Tepung Jagung

    Berikut ini merupakan syarat mutu tepung jagung standar berdasarkan SNI

    (Standart Nasional Indonesia) 01-3727-1995 (Tabel 2).

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    7/28

    7

    Tabel 2. Syarat mutu tepung jagung

    No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan

    1.1 Bau - Normal

    1.2 Rasa - Normal

    1.3 Warna - Normal

    2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada

    3 Serangga dalam bentuk

    stadia dan potongan-

    potongan

    - Tidak boleh ada

    4 Jenis pati lain selain pati

     jagung

    - Tidak boleh ada

    5 Kehalusan

    5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70

    5.2 Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99

    6 Air % b/b Maks. 10

    7 Abu % b/b Maks. 1.5

    8 Silikat % b/b Maks. 0.1

    9 Serat kasar % b/b Maks. 1.5

    10 Derajat asam ml N NaOH/ 100 gr Maks 4.0

    11 Cemaran logam

    11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0

    11.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0

    11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.011.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05

    12 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5

    13 Cemaran mikroba

    13.1 Angka lempeng total Koloni/gr Maks. 5 x 106

    13.2 E. Coli  APM/gr Maks. 10

    13.3 Kapang Koloni/gr Maks. 104

    Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    8/28

    8

    2.5 Proses Penepungan Jagung

    2.5.1 Proses Penepungan Beras Secara Basah

    Metode lain untuk menghasilkan tepung selain dengan cara kering yaitu

    dengan cara basah tanpa penambahan enzim, sehingga proses fermentasi

    berlangsung secara alami (Wahyuningsih dan Haslina, 2011). Selama perendaman,

    proses fermentasi dibantu oleh beberapa jenis bakteri penghasil asam laktat seperti

    Lactobacillus plantarum, Candida  crusei , dan Lactobacillus delbruecki (Ohenhen and

    Ikenbomeh 2007). Penggunaan kapang dan bahan lain pada konsentrasi dan lama

    perendaman tertentu akan mempengaruhi kecepatan proses fermentasi dan kuaitas

    produk akhir baik dari segi rasa maupun gizi (Arief dkk, 2014)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    9/28

    9

    BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu

    Kegiatan ini akan dilaksanakaan di Laboratorium Rekayasa Proses Hasil

    Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Hasil Pertanian

    Universitas Jember sebagai lokasi observasi. Waktu penelitian diharapkan dimulai

    pada tanggal 04 Juni 2015 atau menyesuaikan.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu: Oven, baskom,

    penggilingan (blender), ayakan 60 mesh, color reader, loyang, neraca analitik, gelas

    ukur, spatula, dan sendok.

    3.2.2 Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: Jagung pipil, air beras

    terfermentasi, natrium metabisulfit, air, kertas label, plastik.

    3.3 Rancangan Kerja

    Pencarian Referensi

    Pembuatan Proposal

    Diskusi dan Konsultasi

    Presentasi Proposal

    Pembelian Bahan

    Pembuatan Tepung Jagung

    Pengamatan dan Pengujian

    Pembuatan Laporan

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    10/28

    10

    No Hari/Tanggal Kegiatan Pelaksanaan Keterangan

    1. Selasa, 28 April 2015

    DiskusiKelompok

    - Pengajuan danpenyetujuan Judul

    Proposal

    Senin, 04 Mei2015

    DiskusiKelompok

    Semua Anggota

    PenyusunanProposal

    Selasa, 05Mei 2015

    Revisi Proposal Asisten -

    Kamis, 21 Mei2015

    DiskusiKelompok

    Semua Anggota

    PembahasanProposal untukdipresentasikandan pembagian

    tugas

    2. Jumat, 22 Mei2015

    PresentasiProposal

    Semua Anggota

    -

    PengumpulanProposal untuk

    direvisi

     Asisten -

    3. Kamis-Jumat,04-05 Juni

    2015

    PembuatanTepung Jagungdan pengujian

    terhadap sifatfisik tepung

     jagung

    Semua Anggota

    -

    4. Senin, 08 Juni2015

    DiskusiKelompok

    Semua Anggota

    PenyusunanSmall Project

    (menyusun hasilpengamatan dan

    analisa data)

    5. Kamis, 11 Juni2015

    Revisi LaporanSmall Project

     Asisten -

    6. Senin, 15 Juni2015

    DiskusiKelompok

    Semua Anggota

    Penyusunanlaporan akhirsmall project

    7. Selasa, 15Juni 2015

    Presentasi PPTLaporan Small

    project

    Semua Anggota

    -

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    11/28

    11

    3.4 Skema Kerja

    3.4.1 Pembuatan Tepung 

    Jagung Pipil

    500 ram

    Perendaman dengan

    Natrium Metabisulfit

    konsentrasi 4%, 8% dan

    12%; 4 jam

    Perendaman dengan

     Air beras

    terfermentasi; 24 jam

    Penirisan 30 menit

    Pengovenan 60°C,

    120 menit

    Penggilingan dengan blender

    Pengayakan 60 mesh

    Tepung Jagung

    Diamati :

    Rendemen

    Derajat Keputihan

    Densitas

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    12/28

    12

    3.4.2 Perhitungan Rendemen

    3.4.3 Pengukuran Derajat warna

    200 gram jagung 200 gram jagung

    Perendaman dengan air leri

    selama 24 jam

    Perendaman dengan

    natrium metabisulfit 4%, 8%

    dan 12% selama 4 jam

    Penirisan 30 menit

    Pengovenan 60°C,

    Penggilingan dengan blender

    Pengayakan 60 mesh

    Penimbangan tepung jagung

    Penghitungan rendemen

    200 gram jagung 200 gram jagung

    Perendaman dengan air

    leri selama 24 jam

    Perendaman dengan

    natrium metabisulfit 4%,

    8% dan 12% selama 4 jam

    Pengukuran derajat warna dengan

    colour reader

    Catat dan bandingkan

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    13/28

    13

    3.4.4 Perhitungan Densitas

    3.5 Parameter Pengamatan

    Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

    1. Rendemen

    2. Derajat Keputihan

    3. Densitas

    3.6 Prosedur Analisa

    3.6.3 Rendemen 

    Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian

    rendemen. Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap

    berat bahan baku yang digunakan. Cara pengukuran dilakukan dengan menimbang

    200 gram jagung 200 gram jagung

    Perendaman dengan air

    leri selama 24 jam

    Perendaman dengan

    natrium metabisulfit 4%,

    8% dan 12% selama 4 jam

    Penirisan 30 menit

    Pengovenan 60°C,

    120 menit

    Penggilingan dengan blender

    Pengayakan 60 mesh

    Penimbangan tepung jagung

    Pengukuran volume tepung jagung dengan gelas ukur

    Perhitungan densitas

    menggunakan rumus

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    14/28

    14

    berat bahan baku serta berat produk (berat kering bahan). Sehingga dapat diketahui

    nilai efisiensi dari proses pengolahan (jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan

    dasar). 

    3.6.4 Derajat keputihan (Warna) 

    Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian

    pada warna (derajat keputihan). Pengujian warna diukur menggunakan color reader.

    Menurut Fardiaz (1992). Intensitas warna sampel di tunjukkan oleh angka yang terbaca

    pada colour reader. Pengukuran dilakukan terhadap sample dari tiap perlakuan,

    kemudian di lakukan perhitungan rata-rata dari data yang di peroleh. Terlebih dahulu di

    pastikan bahwa cahaya sudah terang. Pengukuran ini menghasilkan tingkat kecerahan

    yang ditunjukkan denga nilai L yang berkisar 0-100 yaitu antara hitam sampai putih. 

    3.6.5 Densitas 

    Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian nilai

    densitas kamba. Densitas dihitung dari perbandingan berat sampel (tepung jagung)

    dengan volume yang terbaca pada gelas ukur. Cara pengukuran dilakukan

    menggunakan gelas ukur. Sampel yang akan diukur ditimbang sesuai takaran,

    kemudian dimasukkan dalam gelas ukur dengan volume tertentu. Setelah itu, dibaca

    volume setelah pemasukan sampel.

    3.7 Analisa Data

    Data yang diperoleh diinterpresentasikan dalam bentuk tabel atau grafik,

    kemudian dianalisa secara deskriptif.

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    15/28

    15

    BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

    4.1 Hasil Pengamatan

    4.1.1 Rendemen

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat awal (gram) Berat tepung

    (gram)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    200 51,31

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    200 48,26

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    200 46,25

     Air BerasTerfermentasi

    200 61,35

    4.1.2 Derajat Keputihan

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Ulangan

    I II III

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    59,1 59,7 58,9

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    58,8 59,1 58,6

    NatriumMetabisulfit 12%

    58,8 58,3 58,9

     Air Beras

    Terfermentasi

    59,7 60 59,7

    4.1.3 Densitas

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat Tepung (gram) Volume Tepung

    (ml)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    51,31 98

    NatriumMetabisulfit 8%

    48,26 96,5

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    46,25 88

     Air Beras

    Terfermentasi

    61,36 128

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    16/28

    16

    4.2 Hasil Perhitungan

    4.1.1 Rendemen

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat awal

    (gram)

    Berat tepung

    (gram)

    Rendemen (%)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    200 51,31 25,65

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    200 48,26 24,13

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    200 46,25 23,13

     Air Beras

    Terfermentasi

    200 61,35 30,68

    4.1.2 Derajat Keputihan

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Ulangan Rata-Rata

    I II III

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    58,8 58,3 58,9 58,7

    Natrium

    Metabisulfit 8%g

    58,8 59,1 58,6 58,8

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    59,1 59,7 58,9 59,2

     Air Beras

    Terfermentasi

    59,7 60 59,7 59,8

    4.1.3 Densitas

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat Tepung

    (gram)

    Volume

    Tepung (ml)

    Densitas

    (kg/m3)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    51,31 98 524

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    48,26 96,5 500,1

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    46,25 88 525,6

     Air Beras

    Terfermentasi

    61,36 128 479,37

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    17/28

    17

    BAB 5. PEMBAHASAN

    5.1 Rendemen

    Gambar 1. Grafik Nilai Rendemen Tepung Jagung

    dengan Perlakuan yang Berbeda

    Berdasarkan gambar 1 yang diperoleh dari pengamatan untuk perlakuan

    perendaman menggunakan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi 4%, 8%

    dan 12% menunjukkan semakin tinggi pemberian konsentrasi maka nilai rendemen

    menjadi menurun yaitu secara berurutan 25.65%, 24.13%, dan 23.13%. Berdasarkan

    hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natriummetabisulfit tidak berbeda nyata terhadap rendemen tepung (Choirunisa dkk, 2014).

    Namun pada perlakuan ini terjadi penyimpangan karena tidak sesuai dengan

    pernyataan beberapa ahli. Menurut Rahman (2007) bahwa semakin tinggi konsentrasi

    natrium metabisulfit maka kandungan mineral Na dan S pada bahan semakin banyak,

    sehingga rendemen semakin meningkat.

    Namun dibandingkan dengan perlakuan perendaman menggunakan air

    beras terfermentasi menunjukkan nilai rendemennya lebih tinggi yaitu 30.68% daripada

    perlakuan perendaman menggunakan natrium metabisulfit. Hal ini disebabkan karena

    pada proses fermentasi terjadi proses pemecahan pati oleh aktivitas enzim dari

    mikroba menjadi gula-gula yang lebih sederhana. Pecahnya pati menjadi gula-gula

    yang lebih sederhana meningkatkan jumlah komponen yang semakin mudah larut air

    menjadi semakin besar. Semakin banyak pati yang dipecah oleh mikroba, tekstur

    beras akan semakin lunak atau mudah pecah yang dapat memudahkan proses

    penggilingan dan pengayakan sehingga hasil rendemen dari tepung jagung akan

    meningkat. Selain itu, menurut Suarni dan Firmansyah (2005) menyatakan pada saat

    perendaman akan terjadi fermentasi alami spontan yang mengakibatkan rendemen

    0.00%

    5.00%

    10.00%

    15.00%

    20.00%

    25.00%

    30.00%

    35.00%

    Natrium

    Metabisulfit

    4%

    Natrium

    Metabisulfit

    8%

    Natrium

    Metabisulfit

    12%

    Air Beras

    Terfermentasi

       R  e  n   d  e  m  e  n   (   %   )

    Perlakuan (Perendaman)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    18/28

    18

    tepung tinggi. Namun, kedua perlakuan ini menunjukkan nilai yang hampir sama

    secara signifikan, karena sama-sama menggunakan metode perendaman basah. Yang

    berbeda hanya pada perlakuan fermentasi.

    Menurut Meyer (1973) dalam Pengkey (1991) menyatakan bila cairan antar

    sel berupa air atau suatu larutan berkonsentrasi lebih rendah dari konsentrasi

    disekitarnya maka larutan disekitar sel akan masuk ke dalam sel hingga terjadi

    keseimbangan dan biji mengembang sehingga biji mejadi lunak. Hal ini memudahkan

    proses penghancuran biji sehingga dihasilkan tepung yang lebih banyak.  Sehingga

    nilai rendemen akan semakin meningkat.

    5.2 Derajat Keputihan (L)

    Gambar 2. Grafik Nilai Derajat Keputihan Tepung Jagung

    dengan Perlakuan yang Berbeda

    Penambahan natrium metabisulfit berfungsi sebagai pemutih bahan pangan

    yang digunakan untuk mencegah kerusakan karena reaksi browning yang enzimatis

    serta bekerja sebagai antioksidan (Winarno, 1993). Penambahan natrium metabisulfit

    harus sesuai standar yang diterapkan BPOM No 36 2013 yaitu tidak melebihi 200 mg -

    1 gr/kg untuk produk pangan. Jika melebihi batas maksimum menyebabkan alergi.

    Berdasarkan gambar 2 diperoleh data bahwa semakin tinggi konsentrasi

    penambahan natrium metabisulfit menyebakan nilai derajat putih (L) meningkat.

    Secara berurutan dari konsentasi 4%, 8% dan 12% sebesar 58.7, 58.8 dan 59.2. Hal

    ini sesuai menurut Nastiti dkk (2014) bahwa warna coklat pada tepung akan teratasi

    dengan penambahan larutan natrium metabisulfit yang dianjurkan untuk produk

    pangan, semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka nilai derajat putih

    semakin tinggi. Menurut Syarief dan Irawati, (1998), selain sebagai pengawet, sulfit

    58

    58.2

    58.4

    58.6

    58.8

    59

    59.2

    59.4

    59.6

    59.8

    60

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    Air Beras

    Terfermentasi

       D  e  r  a   j  a   t   K  e  p  u   t   i   h  a  n

    Perlakuan (Perendaman)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    19/28

    19

    dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoida

    sehingga mencegah timbulnya warna coklat.

    Namun dibandingkan dengan perlakuan perendaman menggunakan air

    beras terfermentasi menunjukkan nilai derajat putihnya semakin meningkat sebesar

    59.8 daripada perlakuan perendaman menggunakan natrium metabisulfit. Hal itu

    dikarenakan pada saat perendaman menggunakan air beras terfermentasi jagung akan

    bercampur dengan warna putih pada air beras terfermentasi. Didukung oleh

    pernyataan Winangun (2007) bahwa peningkatan nilai warna disebabkan karena

    proses fermentasi menghilangkan komponen pembentuk warna coklat ketika

    pengeringan, sehingga warna yang dihasilkan lebih putih. Semakin lama fermentasi

    maka proses browning semakin terhambat yang mengakibatkan terhambatnya reaksi

    pencoklatan non enzimatis (Fardiaz, 1992).

    5.3 Densitas

    Gambar 3. Grafik Nilai Densitas Tepung Jagung

    dengan Perlakuan yang Berbeda

    Berdasarkan gambar 3 diperoleh data bahwa perbedaan perlakuan tidak

    berpengaruh cukup besar terhadap hasil nilai densitas pada tepung jagung.

    Didapatkan densitas tepung jagung untuk pelakuan perendaman natrium metabisulfit

    4%, 8% dan 12% sebesar 579 kg/m3, 524 kg/m3 dan 500.1 kg/m3. Sedangkan untuk

    perlakuan perendaman air beras terfermentasi didapatkan nilai densitasnya sebesar

    479.37 kg/m3. Namun untuk perlakuan perendaman air beras menunjukkan nilai

    densitas lebih rendah dibandingkan dengan perendaman natrium metabisulfit. Hal itu

    menurut Villareal dan Juliano (1987) dalam Santoso dkk (2005) menyatakan pada

    dasarnya densitas kamba ditentukan oleh pengembangan volume, semakin besar

    pengembangan dalam proses, maka semakin tinggi nilai densitas kambanya.

    450

    460

    470

    480

    490

    500

    510

    520

    530

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    Air Beras

    Terfermentasi

       D

       e   n   s   i   t   a   s    (   K   g    /   m   3    )

    Perlakuan (Perendaman)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    20/28

    20

    Densitas kamba tergantung pada kadar pati yang mempengaruhi produk tepung

    instan selama proses.

    Namun jika dibandingkan dengan literatur bahwa densitas tepung jagung

    sebesar 627 g/l atau 627 kg/m3

      dan berbeda jauh dengan hasil pengamatan. Hal itu

    dikarenakan akibat perlakuan pengayakan pada jagung yang hanya dilakukan dalam

    satu kali pengayakan, sehingga perhitungannya ditentukan berdasarkan hasil

    pengayakan tanpa pengulangan. Hal ini menyebabkan densitasnya berbeda karena

    dipengaruhi oleh berat dan volume yang melewati mesh.

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    21/28

    21

    BAB 6. PENUTUP

    6.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Nilai rendemen tepung jagung dengan perlakuan perendaman menggunakan air

    beras terfermentasi lebih tinggi dari pada perlakuan perendaman menggunakan

    natrium metabisulfit.

    2. Nilai derajat putih tepung jagung dengan perlakuan perendaman menggunakan air

    beras fermentasi lebih tinggi dari pada perlakuan perendaman menggunakan

    natrium metabisulfit.

    3. Nilai densitas tepung jagung dengan perlakuan perendaman menggunakan air

    beras terfermentasi lebih rendah dari pada perlakuan menggunakan natrium

    natrium metabisulfit.

    6.2 Saran

    Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian kedepan

    diharapkan lebih jelas dalam pembagian penggunaan laboratorium untuk penelitian

    serta ketersediaan alat juga lebih ditingkatkan untuk memudahkan dalam melakukan

    penelitian dan analisa produk.

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    22/28

    22

    DAFTAR PUSTAKA

     Arief, R.W., Yani, A., Asropi., Dewi, F. 2014. Kajian Pembuatan Tepung Jagung

    Dengan Proses Pengolahan Yang Berbeda. Lampung: BPTP Lampung.

     Asmarajati, T. 1999. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul Terhadap Kualitas

    Cookies. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.

    Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3727-1995 Tepung Jagung . Jakarta:

    Badan Standarisasi Nasional.

    BPOM-No 36. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

    Pengawet . Jakarta pp. 9.

    Cahyadi, W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

    Chichester ,  C.E. and F.W. Tanner. 1975.

     Anti Microbial and Food Additives.

     Amsterdam: Chemical Rubber Co.

    Chorunisa, R. F., Susilo, B., dan Nugroho, W. A. 2014. Pengaruh Perendaman Natrium

    Bisulfit (NaHSO3 ) dan Suhu Pengeringan terhadap Kualitas Pati Umbi Ganyong  

    (Canna Edulis Ker ). Malang: Universitas Brawijaya.

    DeMan, M.J. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. Bandung: ITB-

    Press.

    Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara

    Karya Aksara.Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Pers.

    Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

    Fessenden, R. J. & Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik Jilid 2 . Jakarta:

    Penerbit Erlangga.

    Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). Bogor:

    Institut Teknologi Bandung Press.

    Margono, T., Suryati, D., dan Hartinah, S. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan.

    Jakarta: Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI.

    M. Nur Chamsyah dan Yoga Adesca. 2012. Buanglah Air Cucian Berasmu dengan

    Baik dan Benar . Diakses dari “http://environment.uii.ac.id” pada tanggal 5 Mei

    2015.

    Nastiti, M. A., Hendrawan, Y., dan Yulianingsih, R. 2014. Pengaruh Konsentrasi

    Natrium Metabisulfit (Na2 S2 O5  ) dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik

    Tepung Ampas Tahu. Malang: Universitas Brawijaya.

    Ohenhen, R.E. and M.J. Ikenbomeh. 2007. Shelf stability and enzime activity studies of

    ogi a corn meal fermented product . J. of American Science 3(1).

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    23/28

    23

    Pangkey, A. S. Pengaruh Lama Perendaman Kacang Gude (Cajanus cajan Mill sp.)

    dari Beberapa Varietas terhadap Rendemen dan Komposisi Kimia Tepung yang

    Dihasilan. Skripsi . Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.

    Purwanto, S. 1995. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan

    Produksi Jagung . Jakarta: Direktorat Budi Daya Serealia.

    Rahman, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2 S2 O5  ) dan Suhu

    Pengeringan Terhadap Mutu Pati Biji Alpukat . Skripsi . Medan: Fakultas

    Pertanian Universitas Sumatera Utara.

    Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung Jagung Komposit, Pembuatan dan

    Pengolahannya. Bogor: BPPPT.

    Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung . Jogjakarta: Penerbit Kanisius.

    Santoso, B.A.S., Sudaryono dan Widowati, S. 2005. Evaluasi Teknologi Tepung Instan

    dari Jagung Brondong dan Mutunya. Jurnal Pascapanen. Vol 2: 18-27.

    Stevens, M. P. 2007. Kimia Polimer . Penerjemah Lis Sopyan. Jakarta: Pradya

    Paramita.

    Stiyabudi, Rizky, Anggiyani R, Nuky H. 2009. Nata de Coco dari Air Cucian Beras.

    Yogyakarta: Penelitian Fakultas MIPA UNY.

    Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan

     pangan untuk menunjang agroindustri . Prosiding Lokakarya Nasional BPTP

    Lampung, Universitas Lampung. p. 541-546.

    Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk Pembuatan  Kue

    Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai  Penelitian

    Tanaman Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm 55-60.

    Sugito, Y., Yulia W., dan Ellis W. 1995. Sistem Pertanian Organik . Fakultas Pertanian

    Universitas Brawijaya Malang.

    Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri . Jakarta:

    Mediyatama Sarana Perkasa

    Wahyuningsih, S,B dan Haslina. 2011. Kajian Degradasi Asam Sianida Pada Berbagai

    Metode Proses Pembuatan Tepung Mokal . Semarang: Universitas Semarang.

    Winangun, A. 2007. Mocal - Tumpuan Ketahanan Pangan. http: //Tanimerdeka.com.

    Winarno,  F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia

    Pustaka Utama. 

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    24/28

    24

    LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN

    A. Rendemen

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat awal (gram) Berat tepung

    (gram)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    200 51,31

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    200 48,26

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    200 46,25

     Air Beras

    Terfermentasi

    200 61,35

    B. Derajat Keputihan

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Ulangan

    I II III

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    59,1 59,7 58,9

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    58,8 59,1 58,6

    Natrium

    Metabisulfit 12%

    58,8 58,3 58,9

     Air Beras

    Terfermentasi

    59,7 60 59,7

    C. Densitas

    Perlakuan

    (Perendaman)

    Berat Tepung (gram) Volume Tepung

    (ml)

    Natrium

    Metabisulfit 4%

    51,31 98

    Natrium

    Metabisulfit 8%

    48,26 96,5

    Natrium

    Metabisulfit

    12%

    46,25 88

     Air Beras

    Terfermentasi

    61,36 128

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    25/28

    25

    LAMPIRAN PERHITUNGAN

    A. Rendemen

      Perendaman Natrium Metabisulfit 4% 

    Rendemen = 51.31 x 100%

    200

    = 25.65%

      Perendaman Natrium Metabisulfit 8% 

    Rendemen = 48.26 x 100% 

    200

    = 24.13%  Perendaman Natrium Metabisulfit 12% 

    Rendemen = 46.25 x 100% 

    200

    = 23.13%

      Perendaman Air Beras Terfermentasi 

    Rendemen = 61.36 x 100% 

    200

    = 30.68%

    B. Derajat Keputihan

      Perendaman Natrium Metabisulfit 4% 

    Derajat putih = 58.8 + 58.3 + 58.9

    3

    = 58.7 

      Perendaman Natrium Metabisulfit 8% 

    Derajat putih = 58.8 + 59.1 + 58.6 3

    = 58.8 

      Perendaman Natrium Metabisulfit 12% 

    Derajat putih = 59.1 + 59.7 + 58.9 

    3

    = 59.2

      Perendaman Air Beras Terfermentasi 

    Derajat putih = 59.7 + 60.0 + 59.7 

    3

    = 59.8 

    Rendemen = Produk yang dihasilkan x 100%Bahan Awal

    Derajat putih = x1 + x2 +x3Ʃ 

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    26/28

    26

    C. Densitas

      Perendaman Natrium Metabisulfit 4% 

    ρ = 51.31 x 10-3 

    98 x 10-6 

    = 524 kg/m3 

      Perendaman Natrium Metabisulfit 8% 

    ρ = 48.26 x 10-3 

    96.5 x 10-6 

    = 500.1 kg/m3 

      Perendaman Natrium Metabisulfit 12% 

    ρ = 46.25 x 10-3 88 x 10-6 

    = 525.6 kg/m3 

      Perendaman Air Beras Terfermentasi 

    ρ = 61.36 x 10-3 

    128 x 10-6 

    = 497.37 kg/m3 

    ρ  = massa (kg)volume (m3)

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    27/28

    27

    LAMPIRAN SUSUNAN PERSONALIA DAN ANGGARAN DANA

    A. Susunan Personalia

    Ketua kelompok : Dedi Kurniawan

    Sekretaris : Syayyidah Faizatul Isnaini

    Bendahara : Aisyah

     Anggota : - M. Agung Laksono

    - Dwi Hidayani

    B. Anggaran Dana

    No Bahan Jumlah Harga

    1 Jagung pipil 1 kg Rp. 6000

    2 Natrium metabisulfit 1 ons Rp. 5000

    3 Plastik 1 pack Rp. 1500

    4 Tissu 1 pack Rp. 2000

    5 Akomodasi - Rp.10000

    Total Rp. 24500

  • 8/19/2019 Small Project Edit Belom

    28/28

    LAMPIRAN GAMBAR

    1

    Tepung Jagung dengan

    Perbedaan Perlakuan

    2

    Penimbangan Tepung untuk

    menentukan Massa serta

    pengukuran densitas

    3

    Pengukuran volume tepung

     jagung untuk menentukan

    densitas tepung