REFERAT BELOM JADI

46
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam di RSUD Koja, mengenai “Sistitis Hemoragik” dengan tepat waktu. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Waluyo Eko Sp.U sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini dan rekan-rekan mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Koja yang ikut membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat membantu sejawat dalam memahami. Jakarta 1 | Page

description

referat bedah

Transcript of REFERAT BELOM JADI

KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam di RSUD Koja, mengenai Sistitis Hemoragik dengan tepat waktu.Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Waluyo Eko Sp.U sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini dan rekan-rekan mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Koja yang ikut membantu dalam penyelesaian referat ini.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat membantu sejawat dalam memahami.

Jakarta

Ko-asisten BEDAH

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2DAFTAR GAMBAR&TABEL 3BAB I PENDAHULUAN 4BAB II TINJAUAN PUSTAKA5II.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Kemih 6II.2 Definisi 13II.3 Epidemiologi 14II.4 Etiologi 15II.5 Patofisiologi 19 II.6 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik 21II.7 Pemeriksaan Penunjang 22II.8 Diagnosis 24II.9 Penatalaksanaan 25II.10 Prognosis 30BAB III KESIMPULAN 31BAB IV DAFTAR PUSTAKA 32

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

1. Gambar 1, Anatomi Rongga Abdomen2. Gambar 2, Anatomi Ginjal3. Gambar 3, Struktur Ginjal4. Gambar 4, Potongan Membujur Ginjal5. Gambar 5, Struktur Traktus Urinarius6. Gambar 6, Anatomi Vesica Urinaria7. Gambar 7, Gambar Uretra Laki-laki8. Gambar 8, Uretra Perempuan9. Gambar 9, Tabel Etiologi Sistitis Hemoragik10. Gambar 10, Tabel Etiologi Sistitis Hemoragik11. Gambar 11, Pendarahan Pada Buli12. Gambar 12, Neovascular Pada Buli13. Gambar 13, Tabel Derajat Sistitis Hemoragik14. Gambar 14, Algoritma Pemeriksaan Penunjang Sistitis Hemoragik15. Gambar 15, Manajemen Sistitis Hemoragik16. Gambar 16, Tabel Terapi Farmakologi Pada Sistitis Hemoragik

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar BelakangInfeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala.Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan::1. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis karena infeksi hematogen.1. Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.1. Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.

Infeksi saluran kemih sering terjdi pada wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah kecenderungan untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel dilubang uretra sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dan ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin dibagian tersebut. Uterus pada kehamilan dapat pula menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah pembentukan selaput mukus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mukus ini mempunyai fungsi sebagai antimikroba. Pada menopause, kadar estrogen menurun dan sistem perlindungan ini lenyap sehingga pada wanita yang sudah mengalami menopause rentan terkena infeksi saluran kemih. Proteksi terhadap infeksi saluran kemih pada wanita dan pria, terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungsi sebagai antibakteri.Infeksi saluran kemih pada pria jarang terjadi, pada pria dengan usia yang sudah lanjut, penyebab yang paling sering adalah prostatitis atau hyperplasia prostat. Prostat adalah sebuah kelenjar seukuran kenari yang terletak tepat di bawah saluran keluar kandug kemih. Hiperplasia prostat dapat menyebabkan obstruksi aliran yang merupakan predisposisi untuk timbulnya infeksi dalam keadaan normal, sekresi prostat memiliki efek protektif antibakteri.Pengidap diabetes juga berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun yamg menurun, dan peningkatan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga mengalami peningkatan risiko infeksi. Sistitis hemoragik didefinisikan sebagai simptom dari saluran kemih bagian bawah termasuk hematuria dan irritative voiding symptoms. Hal tersebut dihasilkan dari kerusakan dari epitel transisional pada buli-buli dan pembuluh darah yang disebabkan oleh toxin, pathogen, radiasi, obat, dan suatu penyakit.

I.2. TujuanTujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi dan terapi dari Hemorrhagic Cystitis.

BAB IITINJAUAN PUSATAKA

Anatomi dan Fisiologi SistemPerkemihanPengertianSistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).Susunan Sistem PerkemihanSistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

Gambar 1, Anatomi Rongga Abdomen

Ginjal (Ren)Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Gambar 2, Anatomi GinjalFungsi ginjalFungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.Fascia Renalis terdiri dari:Fascia renalis terdiri dari a)fascia (fascia renalis), b)Jaringan lemak peri renal, dan c)kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjalStruktur GinjalSetiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.

Gambar 3, Struktur Ginjal

Potongan membujur ginjal

Gambar 4, Potongan Membujur GinjalJaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulusStruktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.Proses pembentukan urinTahap pembentukan urin1. Proses Filtrasi ,di glomerulusTerjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.2. Proses ReabsorbsiPada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.3. Proses sekresi.Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.PendarahanGinjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.Persarafan GinjalGinjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.UreterTerdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.Gambar 5, Struktur Traktus Urinarius

Lapisan dinding ureter terdiri dari:1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)2. Lapisan tengah lapisan otot polos3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosaLapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.Vesika Urinaria (Kandung Kemih)Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.

Gambar 6, Anatomi Vesica UrinariaDinding kandung kemih terdiri dari:1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).2. Tunika muskularis (lapisan berotot).3. Tunika submukosa.4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

UretraMerupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.

Gambar 7, Gambar Uretra Laki-lakiPada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:1. Urethra pars Prostatica2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)3. Urethra pars spongiosa.Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

Gambar 8, Uretra Perempuan

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:1.Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.2.Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.3. Lapisan mukosa.

DefinisiCystitisadalah peradangan pada kandung kemih. Kondisi ini lebih sering mempengaruhi wanita, tetapi dapat mempengaruhi baik jenis kelamin dan semua kelompok umur.Ada beberapa jenis sistitis: Sistitis Trauma mungkin adalah bentuk paling umum dari sistitis pada wanita, dan karena memar kandung kemih, biasanya melalui hubungan seksual. Hal ini sering diikuti oleh bakteri sistitis, sering oleh bakteri coliform yang ditransfer dari usus melalui uretra ke dalam kandung kemih. sistitis interstisial (IC) dianggap lebih cedera pada kandung kemih mengakibatkan iritasi konstan dan jarang melibatkan adanya infeksi. IC pasien sering salah didiagnosis dengan ISK / sistitis selama bertahun-tahun sebelum mereka diberitahu bahwa kultur urin mereka negatif. Antibiotik tidak digunakan dalam pengobatan IC. Penyebab dari IC tidak diketahui, meskipun beberapa menduga mungkin autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang kandung kemih. Beberapa terapi sekarang tersedia. eosinofilik sistitis adalah bentuk yang jarang dari sistitis yang didiagnosa melalui biopsi. Dalam kasus ini, dinding kandung kemih adalah menyusup dengan tingginya jumlah eosinofil. Penyebab Komisi Eropa juga tidak diketahui meskipun telah dipicu pada anak dengan obat-obatan tertentu. Beberapa menganggapnya sebagai bentuk sistitis interstisial. Sistitis radiasi sering terjadi pada pasien yang menjalani terapi radiasi untuk pengobatan kanker. sistitis hemoragik, dapat terjadi sebagai efek samping dari terapi siklofosfamid, dan sering dicegah dengan pemberian mesna. Pada wanita yang aktif secara seksual penyebab paling umum adalahdari''E. coli''dan''Staphylococcus saprophyticus''.Definisi sistitis hemoragik itu sendiri adalah peradangan pada kandung kemih yang juga termasuk darah dalam urin (hematuria). Penyebab dan intensitas hematuria bersama dengan cystitis dapat berasal dari berbagai alasan. Sistitis hemoragik juga didefinisikan sebagai suatu gejala dari saluran kemih bagian bawah termasuk hematuria dan irritative voiding symptoms. Hal tersebut dihasilkan dari kerusakan dari epitel transisional pada buli-buli dan pembuluh darah yang disebabkan oleh toxin, pathogen, radiasi, obat, dan suatu penyakit.Infeksi yang menyebabkan sistitis hemoragik termasuk infeksi oleh bakteri dan virus. Non-infectious hemorrhagic cystitis biasanya muncul pada pasien yang mengalami radiasi pelvis, kemoterapi, atau keduanya. Pasien dapat memunculkan gejala mikroskopik hematuria asimptomatis atau gross hematuria dengan bekuan darah yang dapat menyebabkan retensi urin. Pengobatan dilakukan sesuai etiologinyaPasien yang pernah mengalami transplantasi sumsum tulang sering mempunya sistitis hemoragik karena kebanyakan dari mereka terpapar cyclophosphamide, total-body irradiation, atau keduanya. Pasien dengan keganasan dan yang sedang kemoterapi seringkali mengalami imunocompromised dan menjadikannya berada dalam resiko tinggi terjadinya infeksi bakteri maupun virus yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik.Jarang, malformasi arteriovenous menyebabkan hal ini kecuali jika kasusnya merupakan keganasan. Hal ini dibedakan dari sistitis hemoragik dengan evaluasi endoskopi.Pencegahan merupakan hal utama untuk pasien-pasien yang menerima obat atau menjalani pengobatan yang diketahu dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Dua metode standard untung mencegah cyclophosphamide-related bladder toxicity adalah dengan hiperhidrasi dan mesna administration.

EPIDEMIOLOGIInfeksi saluran kemih dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian infeksi saluran kemih pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar infeksi saluran kemih terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana infeksi saluran kemih pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2% dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian infeksi saluran kemih pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Pada anak laki-laki yang disunat, risiko infeksi saluran kemih menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Pada usia 2 bulan 2 tahun, 5% anak dengan infeksi saluran kemih mengalami demam tanpa sumber infeksi dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Sebagian besar infeksi saluran kemih dengan gejala tunggal demam ini terjadi pada anak perempuan.

ETIOLOGISistitis hemoragik mempunyai dua penyebab yaitu infeksi dan non infeksi. Walaupun penyebab noninfeksi pada sistitis hemoragik bervariasi, kondisi ini sering muncul sebagai komplikasi dari radiasi pelvis atau toxisitas yang berkaitan dengan beberapa obat kemoterapi (contoh, siklophosphamide, ifosfamide). Selain itu, paparan dari bahan-bahan kimia industry seperti analine atau derivate toluidine dapat menyebabkan sistitis hemoragik.Sangat jarang sekali obat-obatan seperti penisilin atau danazol dapat menyebabkan sisititis hemoragik. Laporan dari kejadian lain yang paling jarang adalah keracunan makanan dan Boon disease.Selain etiologic noninfeksi, infeksi harus diperhatikan sebagai bagian dari initial assessment, meskipun di dalam kasus paparan radiasi atau kemoterapi, infeksi dapat menjadi faktor eksaserbasi terjadinya sisititis hemoragik. Bakteri, jamur, parasite, dan terutama virus yang menginfeksi kandung kemih pada pasien dengan imunocompromised menyebabkan sistitis hemoragik. Agen infeksi yang dilaporkan menyebabkan penyakit ini adalah sebagai berikut : Escherichia coli Adenoviruses 7, 11, 21, and 35 Papovavirus Influenza A

Radiation-induced hemorrhagic cystitisMendekati 25% pasien yang melakukan tindakan radiasi pada bagian pelvis terkena komplikasi pada buli-buli. Iskemia mukosa sekunder berkaitan dengan radiation injury mengakibatkan kerusakan permukaan akibat hipoksia, ulserasi, dan pendarahan. Insidensi terjadinya hal tersebut lebih banyak pada dewasa dibandingkan anak-anak., kira-kira kurang dari 50% yang mengalami hematuria.Pasien dengan sistitis hemoragik terkait dengan radiasi biasanya sudah pernah melakukan terapi radiasi untuk kanker prostat, kolon, cervix, atau buli-buli. Urgensi, peningkatan frekwensi berkemih, dysuria, dapat terjadi secara akut saat dilakukan radiasi atau bulan sampai tahun baru terjadi setelah dilakukan radiasi.Makin tinggi dosis terapi radiasi makin luas permukaan yang terpapar dengan radiasi, dan lebih mudah mencetuskan terjadinya sistitis hemoragik. Akumulasi dari dosis radiasi yang diterima pasien meningkatkan resiko terjadinya sistitis hemoragik. Infeksi, obstruksi buli, pemasangan instrument pada buli dapat mengakibatkan eksaserbasi sistitis radiasi.Drug-induced hemorrhagic cystitisPengobatan farmakologi yang paling sering menyebabkan sistitis hemoragik adalah oxazaphosphorine-alkylating agent, cyclophosphamide, dan ifosfamide. Obat-obatan kemoterapi ini digunakan untuk pengobatan lymphoma, leukemia, dan beberapai tumor yg solid. Cyclophosphamide dapat menyebabkan mikroskopik ataupun gross hematuri, biasanya muncul setelah 48 jam pengobatan. Cyclophosphamide juga berkaitan dengan kanker buli dengan tipe yang aggressive.Cyclophosphamide itu sendiri tidak toksik. Toksisitas obat tersebut disebabkan pada conversi di hepar menjadi metabolit acrolein, yang diekskresikan melalui urin dan dapat menyebabkan edema buli dan pendarahan buli. Seiring waktu, kerusakan yang terjadi dapat berupa fibrosis dengan penurunan kapasitas, trabekulasi, dan telangiektasi. Adverse effect pada cyclophosphamide berkaitan dengan terpajannya buli dengan acrolein. Pasien yang melakukan pengobatan menggunakan cyclophosphamide diharuskan untuk menjaga hidrasi tubuhnya jangan sampai dehidrasi. Dehidrasi dapat mencetuskan terjadinya sistitis hemoragik. Pemasangan dauer kateter juga dapat membantu mengeluarkan acrolein dari dalam buli-buli dengan cepat dan amanSisititis hemoragik dikarenakan oleh ifosfamide pada umumnya lebihberat dibandingkan dengan sistitis hemoragik akibat cyclophosphamide. Ifosfamide menyebabkan lihlepasnya tumor necrosis factor alpha dan interleukin-1 beta, membantu pelepasan nitrit oksida yang akan berakhir menjadi sistitis hemoragik.Pada kasus yang jarang, penisilin pernah dilaporkan menyebabkan sistitis hemoragik. Pelaporan kasus didapatkan pada beberapa jenis penicillin seperti : Meticilin Carbencilin Ticarcilin Piperacilin Penicillin VKPaling banyak kasus sisititis hemoragik adalah pasien yang mengonsumsi obat penicillin spectrum luas. Gejala dapat dirasakan setelah 2 minggu dan pemberhentian terapi merupakan cara paling baik dalam mengobati sistitis hemoragik akibat penicillin. Sistitis hemoragik pada pasien yang menonsumsi penicillin biasanya merupakan suatu hipersensitivitas, pada pemeriksaan sering ditemukan adanya eosinophil pada pasien-pasien tersebut.Berikut merupakan derajat keparahan dari sistitis hemoragik :Pengobatan LainPengobatan yang pernah dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya sistitis hemoragik adalah sebagai berikut : Temozolomide Bleomycin Tiaprofenic acid Allopurinol Methaqualone Methenamine mandelate Ether Gentian violate inadvertently placed in the urethra Nonoxynol-9 suppositories inadvertently placed in the urethra Intravesical acetic acid.Risperidon telah dikaitkan dengan sistitis hemoragik tetapi risperidon juga digunakan dalam pengobatan sistitis hemoragik yang disebabkan JC virus.Ether disuntikan kedalam rongga balon kateter folley yang dalam hal pembersihan jalan menuju balon tersebut. Tetapi balon terkadang pecah dan ether yang disuntikan keluar ke dalam buli yang menyebabkan iritasi pada buli dan menjadi sistitis hemoragik.Gentian violet merupakan obat yang digunakan untuk terapi candidiasis, jika gentian violet tersebut masuk ke dalam uretra dan akhirnya ke dalam buli dapat menyebabkan sistitis hemoragik, tetapi sistitis hemoragik pada kasus ini dapat disembuhkan dengan cara penghentian oobat sedini mungkin.Berikut tabel beberapa obat yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik :

Gambar 9, Tabel Etiologi Sistitis HemoragikChemically induced hemorrhagic cystitisPada kasus sistitis hemoragik tanpa disertai dengan penyebab infeksi dilaporkan kebanyakan dikarenakan kontak dengan bahan kimia yang urotoxic, seperti derivate dari analine (cat rambut, cat sepatu, dll) dan toluidine (ditemukan pada pestisida dan semir sepatu). Paparan bahan kimia seperti ini dan kejadian sistitis hemoragik berkaitan satu sama lain. Pada kasus ini, sistitis hemoragik dapat sembuh dengan cepat dikarenakan zat-zat yang urotoxic.Pada pestisida yang mengandung chlordimeform biasanya digunakan untuk tanaman kapas dan buah-buahan, inhalasi atau ingesti dari zat ini dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Toxisitas chlordimeform dipengaruhi dari metabolit, 2-methylalanine, derivate analin.Viral causes of hemorrhagic cystitisPasien yang sedang mengalami terapi imunosupresi contohnya setelah transplantasi sumsum tulang, sangat beresiko untuk terjadinya sistitis hemoragik bersangkutan pada effek langsung dari kemoterapi yang dijalankan atau aktivasi dari virus yang dormant pada ginjal, ureter, atau buli.Infeksi polyomavirus atau adenovirus diduga sebagai etiologi dari penyakit ini. polyomavirus menginfeksi hampir semua populasi anak-anak dan menyebabkan masalah pada ginjal setelah infeksi primer, tetapi hal ini belum bisa dibuktikan. Begitu juga pada orang yang terjangkit human immunodeficiency virus (HIV). HIV itu sendiri tidak menyebabkan sistitis hemoragik secara langsung, melainkan dengan terinfeksi virus tersebut dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi virus lain seperti polyomavirus atau adenovirus yang diduga dapat menyebabkan sistitis hemoragik.Pada pasien pediatrik, spesies paling sering menjadi penyebab adalah adenovirus tipe 11, dimana mempunyai kecenderungan kepada traktus urinarius. Virus tersebut teraktivasi dengan keadaan immunodefisiensi pada pasien, dan merupakan penyebab sistitis hemoragik yang paling sering pada pasien pediatrik.Berikut tabel beberapa etiologi terjadinya sistitis hemoragik :Gambar 10, Tabel Etiologi Sistitis Hemoragik

PATOFISIOLOGISistitis Hemoragik Akibat PengobatanMikrosomal Sel Hepatik menyebabkan penguraian cyclophosphamide menjadi hydroxycyclophosphamid dimana nanti akan dirubah menjadi aldophosphamide oleh sel target.Selanjutnya akan dimetabolisme menjadi phosphoramide mustard, metabolit antineoplastik, dan acrolein, dimana tidak mempunyai efek antitumor yang signifikan, tetapi toksik terhadap urothelium. Sama halnya dengan ifosfamide yang akan dimetabolisme menjadi iphosphoramide mustard dan acrolein. Acrolein menyebabkan terlepasnya mediator inflammatory seperti TNF-, IL-1, dan endogenous nitrit oxide, yang menyebabkan edema pada mukosa buli, dilatasi pembuluh darah, dan peningkatan kerapuhan dari pembuluh darah di buli yang dapat menyebabkan pendarahan. Pada keadaan kronik dapat menyebabkan fibrosis yang progresif pada dinding buli.

Sistitis Hemoragik Akibat RadiasiSistitis hemoragik akibat radiasi merupakan komplikasi yang terakhir pada radioterapi untuk pelvic malignancy seperti prostat dan cervix. Muncul paling tidak 90 hari setelah diinisiasi radioterapi, tetapi bisa juga muncul pada keadaan delayed bahkan hingga 10 tahun. Sekitar 15 sampai 20% pasien dengan radiasi externa beam terjadi komplikasi pada buli, dan tidak ada korelasi antara perkembangan komplikasi terhadap kerusakan yang terjadi cepat ataupun lambat.Dilihat dari sudut histologi termasuk microscopic progressive obliterative endarteritis akan berujung pada iskemia mukosa. Pada dinding buli, jika keadaan iskemia tidak teratasi maka akan terjadi nekrosis sehingga terbentuklah ulkus pada dinding buli yang menyebabkan pendarahan.Gambar 11, Pendarahan Pada BuliNeovaskular muncul pada daerah yang rusak dengan karakteritik dari neovaskular tersebut adalah rapuh dan akan mengalami pendarahan jika ada distensi dari buli. Episode akut pada pasien seperti ini biasanya menurun setelah 12 sampai 18 bulan.Gambar 12, Neovascular Pada BuliPada pasien dengan kerusakan lanjut pada kasus ini, terjadi penipisan sel, fibrosis, dan obliterative endartitis. Fibrosis yang terjadi pada pasien tersebut menyebabkan terjadinya pengurangan kapasitas dari buli yang akan menimbulkan keluhan seperti urgensi, peningkatan frekwensi miksi, dan dysuria.

GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIKGejala KlinisGejala klinis yang dapat dialami pasien sesuai dengan apa yang terjadi pada pasien tersebut. Kurang lebih gejala klinis sistitis hemoragik dengan berbagai etiologi yang ada adalah sama hanya berbeda dari onsetnya saja. Gejala klinis pada sistitis hemoragik dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu ringan pada awal-awal terjadinya sistitis hemoragik dan berat pada tingkat lanjut. Gejala klinisnya adalah sebagai berikut : Ringan Urgensi pada miksi Frekwensi meningkat Dysuria Inkontinensia uri Lower abdomen discomfort Berat Gross hematuria Kesulitan berkemih Gejala kekurangan darah seperti letih, lemah, dll

Menurut dari gejala klinisnya, sistitis hemoragik dapat dibagi menjadi beberapa derajat, berikut derajat penyakit sesuai dari gejala klinis pada pasien :

Gambar 13, Tabel Derajat Sistitis HemoragikPemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik status lokalis pasien dengan sistitis hemoragik, biasanya yang dapat kita periksa adalah : Gross hematuri Ketidak nyamanan atau nyeri pada palpasi perut bagian bawah. Teraba tegamg atau teraba massa bulat pada peru bagian bawah menunjukkan penuhnya buli. Nyeri ketok costovertebral angle pada kejadian obstruksi kronis.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPada semua pasien, pemeriksaan laboratorium darah lengkap, profil metabolic dasar, dan pemeriksaan pembekuan darah, selain itu pada sistitis hemoragik kemungkinan didapatkan : Pemeriksaan Laboratorium Darah : Hemoglobin bisa rendah pada kasus kronis Hematokrit rendah tetapi ini jarang terjadi Leukosit meningkat pada kejadian infeksi, atau karena kemoterapi pada kasus malignansi Pemeriksaan fungsi ginjal, pada kasus retensi urin kronis Pemeriksaan fungsi hati tidak terlalu berkaitan dengan sistitis hemoragik Pemeriksaan Penunjang Lainnya : Renal ultrasonography untuk melihat apakah ada batu radiopaque pada ginjal, ureter, atau buli. Urinary tract imaging seperti CT urography, MRI urography, CT scan tanpa kontras, intravenous pyelography, dapat dilakukan jika fungsi ginjal normal, pemeriksaan ini dapat sangat menolong pada kasus sistitis hemoragik. Cystoscopy dapat dilakukan, tetapi pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus uncomplicated bacterial cystitis. Jika infeksi bakteri diketahui maka voiding cystoureterograph (VCUG) bisa dilakukan, jika ada indikasi, dan dilakukan setelah infeksi sudah diatasi.

CystoscopyCystoscopy adalah prosedur yang digunakan untuk melihat keadaan di dalam buli-buli dan uretra. Sebuah pipa yang membawa air seni dari dalam buli-buli ke luar. Selama dilakukannya cystoscopy, dokter akan memakai sebuah pipa berongga yang dilengkapi dengan lensa (cystoscope) lalu akan melakukan pemeriksaan secara hati-hati terhadap uretra dan buli. Tindakan ini dapat dilakukan di ruangan dan memakai jelly anestesi local untuk menghilangkan rasa sakit pada uretra.Cystoscopy dilakukan untuk mendiagnosis, monitor, dan terapi kondisi yang mengenai buli dan uretra. Indikasi unuk dilakukannya cystoscopy adalah sebagai berikut : Investigasi penyebab tanda dan gejala pada buli. Cystoscopy dapat membantu mencari penyebab dari gejala dan tanda seperti darah pada urin, infeksi salurah kemih berulang, inkontinensia, overactive bladder, nyeri saat berkemih. Diagnosis penyakit pada buli dan penyakit dan kondisi pada saluran kemih. Cystoscopy dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker buli, batu buli, inflamasi pada buli. Terapi penyakit dan kondisi buli. Beberapa alat-alat tertentu dapat dimasukan melalui cystoscope untuk menerapi penyakit di buli atau di uretra. Contohnya seperti pengambilan tumor yang kecil pada buli. Mendiagnosis BPH. Cystoscopy dapat terlihat ada penyempitan pada ureter dimana akan lancar lagi salurannya ketika melewati tempat psostetas, dapat ddidiagnosis seentara adanya pembesaran pada prostat.Pada beberapa kasus, dapat juga dilakukan ureteroscopy dimana penulusuran dilakukan lebih lanjut sampai ke ureter, dengan menggunakan scope yang lebih kecil, agar bisa melakukan pemeriksaan pada ureter yaitu saluran yang menghubungkan antara ginjal dan buli.

ResikoCystoscopy juga mempunya resiko terjadinya komplikasi saat dilakukan prosedur tersebut, seperti : Infeksi Pendarahan Nyeri abdomen.Pada kasus sistitis hemoragik, cystoscopy dengan atau tanpa pyelography, merupakan suatu indikasi. Pemeriksaan ini bisa ditunda sampai pendarahan akut sudah diterapi dengan baik. Namun, evakuasi clot saluran kemih dengan menggunakan cystoscopy tidak bisa dilakukan secara komplit atau total. Kepentingan dilakukannya cystoscopy lebih dititik beratkan untuk melihat secara langsung apa yang terjadi pada buli dan ureter seperti mencari ada tidaknya pembuluh darah yang terbuka atau ada tidaknya neoplasma yang menyebabkan pendarahan pada buli. Pada pasien pediatri cystotomi merupakan suatu alat yang penting untuk membebaskan saluran kemih dari klot darah.

DIAGNOSISDiagnosis sistitis hemoragik ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Latar Belakang dan gejala klinisPenggalian anamnesis sangat penting untuk mengetahui apakah ada faktor-faktor resiko ataupun penyebab utama terjadinya sistitis hemoragik. Keluhan utama pada orang dengan sistitis hemoragik yang paling sering adalah kencing berwarna merah. Riwayat kemoterapi pada pasien harus digali mengingat pemakaian obat kemoterapi seperti cyclophosphamide atau ifosfamide merupakan penyebab terjadinya sistitis hemoragik, begitu juga dengan riwayat radioterapi. Selain kemoterapi juga bisa pengobatan lainnya dan ketepatan pemberiannya. Pada pasien dengan immunocompromise, pus bisa didapatkan pada urin tetapi seringkali tidak ada organisme yang bisa dikultur. Selain itu gejala-gejala yang dirasakan sesuai dengan penyakit sistitis, yaitu adanya nyeri pada perut bagian bawah, tidak dapat menahan kencing (urgency), frekwensi berkemih meningkat dan tidak dapat mengendalikan berkemih (inkontinensia uri).

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada kasus ini berkaitan dengan peradangan pada buli. Kesadaran didapatkan compos mentis, tanda vital bisa didapatkan dalam batas normal. Bisa didapatkan tanda-tanda anemia seperti conjungtiva pucat, kuku pucat. Pemeriksaan rongga thoraks juga bisa didapatkan hasil yang normal. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan adanya nyeri tekan pada regio hypogastrium atau supra pubik. Observasi air seni didapatkan kemerahan bisa merah ringan sampai serosanguinis.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis sistitis hemoragik adalah pemeriksaan laboratorium darah, bisa didapatkan penurunan Hb, leukosit bisa meningkat jika terjadi infeksi pada pasien, bisa dilakukan pemeriksaan decoy test pada urin pasien, pemeriksaan ini didasari dari salah satu penyebab dari sistitis hemoragik yaitu infeksi polyomavirus contohnya BK virus. Pemeriksaan yang paling penting dilakukan adalah cystoscopy, untuk melihat apa yang terjadi di dalam buli. Harus dicek juga ureum, kreatinin, masa pembekuan darah dan kultur urin juga dilakukan.Gambar 14, Algoritma Pemeriksaan Penunjang Sistitis HemoragikTERAPIPada setiap pasien dengan sistitis hemoragik, evaluasi harus dilakukan untuk menentukan penyebab dari terjadinya sistitis hemoragik. Jika salah satu etiologi tersebut meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti sitology urin, upper tract imaging, dan cystoscopy. Pengobatan yang sedang dijalankan oleh pasien bila perlu di stop, terutama jika pasien sedang mengonsumsi antikoagulan. Pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi menyebabkan trombositopenia yang menyebabkan memanjangnya masa pembekuan darah, hal ini harus segera dihentikan. Algoritma manajemen terapi untuk pasien dengan sistitis hemoragik adalah sebagai berikut :

Gambar 15, Manajemen Sistitis HemoragikClot EvacuationLangkah pertama pada tata laksana sistitis hemoragik adalah memastikan agar buli tidak menjadi sangat menegang (distended). Obstruksi saluran kemih akibat bekuan darah atau clot akan menyebabkan mudahnya terjadi urosepsis, ruptur buli, atau gagal ginjal. Evakuasi bekuan ini dapat dilakukan di tempat tidur pasien , lalu atur keadaan lingkungan pasien tersebut. Pada evaluasi clot, yang dilakukan adalah memasang kateter hematuria yang besar dan tebal, pada pasien anak, bisa digunakan kateter biasa.Irigasi bisa dilakukan secara manual dengan air steril, lebih baik menggunakan NaCl 0,9% karena dapat menghancurkan bekuan darah dan sel darah merah. Setelah evakuasi bekuan darah, jika hematuri masih menetap, pasang 3-way kateter, setelah dilakukan pemasangan bisa dilakukan irigasi kembali. Jika bekuan masih menetap juga, harus dilakuka cystoscopy di ruang operasi untuk dilakukan evakuasi bekuan dan penelusuran sumber pendarahan. Beberapa kasus mempunyai indikasi untuk diberikan epsilon aminocaproic acid sebagai pertolongan pertama untuk memberhentikan pendarahan dari pembuluh darah kecil.E-aminocaproic acid menginhibisi fibrinolysis dengan mencegah aktivasi dari plasminogen menjadi plasmin, bisa diberikan peroral, parenteral, atau intravesical dengan irigasi buli. Dosis diberikannya dengan loading 5g diberikan dengan 1g/jam dalam 8 jam sampai pendarahan berhentiTerapi FarmakologiTerapi farmakologi untuk sistitis hemoragik dilakukan sesuai penyebabnya.a. Sistitis hemoragik akibat kemoterapiPada sistitis hemoragik akibat kemoterapi dapat diberikan mesna. Mesna adalah suatu komponen organosulfur yang berperan sebagai adjuvant pada kemoterapi yang menggunakan cyclofosfamide atau ifosfamide. Kerja dari mesna ini adalah secara spesifik mengikat acrolein di urin dimana yang kita ketahui sebelumnya acrolein itu merupakan zat sisa dari cyclofosfamide atau ifosfamide dan bersifat iritatif pada buli. Mesna seringkali diberikan sebagai pencegahan dari pada dijadikan pengobatan, hal ini dikarenakan fungsi dari mesna tersebut.

b. Sistitis hemoragik akibat radiasiAmfosetin (Ethyol) telah digunakan dengan beberapa hasil dalam mencegah kerusakan akibat radiasi. Amfosetin adalah suatu prodrug yang didephosphorilasi dengan alkalin fosfatase menjadi farmakologi aktif bebas thiol metabolit, sesuai dengan penelitian yang ada, amfosetin dapat mengurangi toksistas terhadap ginjal dan mengurangi kerusakan akibat radiasi pada sel normal.

c. Sistitis hemoragik akibat infeksi virusPada pasien dengan immunosupresif dengan sistitis hemoragik viral, penurunan immunosuprresi dan penggunaan obat antiviral seperti cidofovir, vidarabine, ribavirin secara oral, atau intravena, atau intramuscular, atau intravesika sangat dianjurkan.

Terapi Farmakologi Intravesikal LainTindakan Irigasi AlumTindakan Irigasi dengan Alum (aluminium ammonium sulfat atau aluminium potassium sulfat) menyebabkan presipitasi dari protein, vasokonstriksi dan penurunan permeable kapiler tanpa merusak urothelium normal. Biasanya diberikan 1% solution (50 g alum di dalam 5 liter air steril) via CBI di rata-rata 250ml/jam. Ini menghasilkan resolusi komplit pada hematuria pada 60-100% dari seluruh pasien. Namun efek toksik dari aluminium yang telah dilaporkan seperti anemia hipokrom, osteomalacia, dementia, encephalopathy, asidosis metabolic,dan koagulopati.Silver nitrate bladder instillationsSilver nitrate bladder instillations mengakibatkan koagulasi kimia pada sumber pendarahan. Konsentrasi pemakaian berkisar antara 0,5% - 1% dan diberikan dengan durasi 10 sampai 20 menit. Prostaglandin E1, prostaglandin E2 dan prostaglandin F2 alpha atau sintetik analog carboprosttromethaminenya diakui berguna untuk menatalaksanakan sistitis hemoragik akibat cyclophosphamide, sama seperti sistitis hemoragik akibat BK-virus, zat ini mempunyai efek pelindung mukosa, pembuluh darah, dan juga menyebabkan kontraksi otot yang lembut, serta mencetuskan terjadinya agregasi platelet pada sumber pendarahan. Spasme buli merupakan efek samping satu-satunya yang dilaporkan setelah pemberian prostaglandin. Dosis terapi mulai dari 0,8 sampai 1,0 mg/dL.FormalinFormalin paling dikenal dan paling efektif dalam effective intravesical hemostatic agent. Saat diberikan intravesika, formalin akan memperbaiki mukosa yang rusak dengan menggunakan protein cross linking. Ini dapat mencegah terjadinya nekrosis pada kelanjutannya dan kehilangan banyak cairan. Formalin hanya dapat diberikan pada pasien yang sudah diberikan anestesi spinal atau anastesi umum, karena formalin menyebabkan perangsangan pada saraf sensori dari buli-buli. Pemberian formalin harus melewati kateter, dengan dosis 1 10%.Fibrin glue Pasien dengan hematuria yang menetap, fibrin glue juga direkomendasikan untuk dijadikan sebagai obat penanganan, pemberiannya setelah evakuasi bekuan darah, berikan cc aliquots dari fibrin sealant dimasukkan melalui 7F open ended catheter.

Hyperbaric Oksigen (HBO)HBO digunakan sebagai alternative pada pasien dengan sistitis hemoragik refrakter. Terapi ini paling baik untuk sistitis hemoragik akibat radiasi dari pada akibat kemoterap. Terapi terdiri dari 100% oksigenasi dalam 2atm untuk 90 menit 5 kali/minggu. Kontra indikasi seperti kanker yang aktiv, infeksi virus yang aktiv,pneumothorax, terapi bersamaan dengan doxorubicin atau cisplatinBerikut tabel daftar nama obat yang dapat diberikan untuk sistitis hemoragik :

Gambar 16, Tabel Terapi Farmakologi Pada Sistitis HemoragikPembedahanPembedahan adalah pilihan terakhir pada kasus hematuria massive dan menetap. Beberapa pembedahan seperti urinary diversion, termasuk dengan : pemindahan tabung nefrostomy demgam oklusi pada ureteral orifices. cystostomy dengan ureteral catheters ileal loop diversion ureterosigmoidostomy cutaneous ureterostomy open packing of the bladder ligation of hypogastric arteries ystectomy and urinary diversion have been described

PROGNOSISPrognosis sistitis hemoragik bergantung kepada keparahan terjadinya perdarahan tersebut. Selain dari keparahannya cepat lambatnya diberikan terapi dan respon terhadap terapi yang sudah diberikan juga mempengaruhi prognosisnya. Pada grade I dan II prognosis pasien masih bisa dikatakan bonam. Tetapi pada grade III dan grade IV, prognosis mulai memburuk, pada sistitis hemoragik grade IV dimana sudah memerlukan pertolongan alat untuk mengevakuasi bekuan darah atau blood clot ditambah dengan adanya perdarahan yang cukup hebat jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat sesuai dengan prosedur ditambah dengan terapi farmakologi yang tepat maka prognosisnya akan buruk.

BAB III KESIMPULAN

Sistitis hemoragik adalah peradangan pada kandung kemih yang juga termasuk darah dalam urin (hematuria). Penyebab dan intensitas hematuria bersama dengan cystitis dapat berasal dari berbagai alasan. Sistitis hemoragik juga didefinisikan sebagai suatu gejala dari saluran kemih bagian bawah termasuk hematuria dan irritative voiding symptoms. Sistitis hemoragik mempunyai dua penyebab yaitu infeksi dan non infeksi. Walaupun penyebab noninfeksi pada sistitis hemoragik bervariasi, kondisi ini sering muncul sebagai komplikasi dari radiasi pelvis atau toxisitas yang berkaitan dengan beberapa obat kemoterapi (contoh, siklophosphamide, ifosfamide). Diagnosis sistitis hemoragik ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap pasien dengan sistitis hemoragik, evaluasi harus dilakukan untuk menentukan penyebab dari terjadinya sistitis hemoragik, sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan penyebab, terutama untuk sistitis hemoragik grade IV, ketepatan pengobatan sangatlah penting. Ketepatan pengobatan juga dapat menentukan prognosis. Prognosis akan baik atau bisa menjadi buruk tergantung dari penatalaksanaannya apakah cepat dan tepat sehingga pendarahan dapat dihentikan ataukah tidak adekuat yang dapat menyebabkan prognosis buruk.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar dasar Urologi. Edisi ke Tiga. Sagung Seto. 2011; 6-19.2. Sherwood L. Filtrasi Glomerulus Sistem Kemih. Fisiologi Manusia. Edisi ke Dua. Ed: Pendit BU. EGC; 2001; 484-63. Basler J, Hemorrhagic Cystitis. Medscape reference drug, disease and procedure. 2011 available at http://emedicine.medscape.com/article/2056130-overview. Accessed on October 2013.4. Payne H, Adamson A, Bahl A, dll. Chemical and Radiation-Induced Hemorrhagic Cystitis : Current Treatment and Challenge. BJU International. 2013; 886-93.5. Nina J. West, Pharm.D. Prevention and Treatment of Hemorrhagic Cystitis. Hemorrhagic Cystitis. 2000; 696-704.6. Noordzij JW, Dabhoiwala NF. Hmorrhagic Radiation Cystitis. International Urogynecology Journal. Departement of Urology Academic Medical Center Amsterdam. 2000.

4 | Page