Skripsi Kotep BAB I ++++

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakannya pada pekerjaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitatif karena bersifat tidak manusiawi. Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga kerja baik dewasa maupun tenaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional bahkan internasional yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar sejak dilahirkan, 1

Transcript of Skripsi Kotep BAB I ++++

Page 1: Skripsi Kotep BAB I ++++

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat

dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa

maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakannya pada

pekerjaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang

eksploitatif karena bersifat tidak manusiawi.

Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga

kerja baik dewasa maupun tenaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja

anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional bahkan

internasional yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan

masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa.

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar

sejak dilahirkan, yaitu jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh baik fisik,

mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan

serta mewujudkan kesejahteraannya dengan memberikan jaminan terhadap

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan terhadap diskriminasi, sehingga

tidak ada manusia atau pihak lain yang dapat merampas hak tersebut.

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 1 Ayat 2

menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin

dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang

1

Page 2: Skripsi Kotep BAB I ++++

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Bekerja bagi anak mempunyai dampak positif tetapi juga mempunyai

dampak negatif. Sebenarnya dengan bekerja mereka akan kehilangan

kesempatan masa kanak-kanak mereka untuk bermain dan menuntut ilmu.

Dampak positif bagi anak yang bekerja berarti mereka sejak kecil sudah terlatih

untuk bertanggungjawab melakukan pekerjaan dan bagi keluarga dapat

membantu mencukupi kebutuhan hidup atau bahkan mereka bekerja agar dapat

melanjutkan sekolahnya.

Semakin tinggi jumlah penduduk semakin sulitnya perekonomian,

maupun berdampak pada peningkatan pada ada jumlah anak yang mencari

pekerjaan di pabrik-pabrik dan dunia usaha lainnya sulitnya kondisi

perekonomian membuat banyak rumah tangga pekerja semakin kesulitan

memenuhi kebutuhan keluarganya. Keadaan ini telah memaksa anak-anak harus

membantu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka, atau setidak-

tidaknya untuk mencukupi kebutuhan diri mereka sendiri.(Manning, C. dan

Diermen, 2000:204)

Pada hakekatnya anak seharusnya tidak boleh bekerja karena waktu

mereka selayaknya dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada

dalam suasana damai, mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai

cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan

sosialnya. Namun pada kenyataannya banyak anak dibawah usia 18 tahun yang

telah terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi, menjadi pekerja anak antara lain di

2

Page 3: Skripsi Kotep BAB I ++++

sektor industri dengan alasan tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya

ataupun faktor lainnya. (Syamsuddin, 1997:1)

Salah satu masalah anak yang harus memperoleh perhatian khusus,

adalah isu pekerja anak (child labor). Isu ini telah mengglobal karena begitu

banyak anak-anak di seluruh dunia yang masuk bekerja pada usia sekolah. Pada

kenyataannya isu pekerja anak bukan sekedar isu anak-anak menjalankan

pekerjaan dengan memperoleh upah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi,

pekerjaan berbahaya, terhambatnya akses pendidikan dan menghambat

perkembangan fisik, psikis dan sosial anak. Bahkan dalam kasus dan bentuk

tertentu pekerja anak telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja

pada situasi yang paling tidak bisa ditolelir (the intolerable form of child labor).

(Muhammad Joni dan Zulechaina, 1999:8)

Pada umumnya pekerja anak kurang mendapatkan perlindungan yang

memadai baik dari segi hukum maupun sosialnya. Hal ini disebabkan kondisi

anak yang terpaksa bekerja terkadang hanya sebagai tambahan tenaga pada

proses produksi (eksploitasi ekonomi) yang pada umumnya mereka tidak terikat

pada kesepakatan kerja, karena syarat-syarat formal (kecakapan) yang harus

dipenuhi dalam rangka pelindungan tidak dimiliki oleh anak yang bekerja.

Disamping itu anak juga dianggap belum cukup umur untuk melakukan

kesepakatan (perjanjian) kerja.

Keterlibatan anak yang bekerja tidak lepas dari pengaruh prinsip

ekonomi, yaitu bahwa suatu perusahaan akan bersemboyan mengeluarkan modal

yang sekecil-kecilnya tetapi menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

3

Page 4: Skripsi Kotep BAB I ++++

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah mereka akan berusaha

mendapatkan tenaga kerja yang murah yang salah satunya dengan

mempekerjakan anak, karena tenaga kerja anak dipandang lebih murah dan tidak

akan berbuat aneh-aneh dalam arti lebih mudah dikendalikan.

Pengusaha lebih menempatkan pekerja anak sebagai salah satu factor

ekonomi, bukan sisi kemanusiaan dan atau sosialnya dan pada gilirannya mereka

diperlakukan sebagaimana pekerja dewasa tetapi mendapatkan upah yang jauh

lebih rendah. Dengan demikian, pengusaha yang mempekerjakan anak tidak

melihat aspek produktivitas, tetapi lebih cenderung menekankan pada aspek

economical output-nya (upah rendah, kepatuhan dan tidak banyak menuntut).

Dari sinilah dapat diketahui cermin atas kejahatan kemanusiaan yang tidak ada

taranya, karena terdapat pengingkaran terhadap hak anak dan pengingkaran

terhadap perlindungan anak, hal ini pada dasarnya adalah pengahancuran

generasi penerus suatu bangsa.

Fenomena anak-anak yang telah ikut serta dalam kegiatan ekonomi, baik

yang diupah maupun tidak sekarang sudah banyak ditemui terutama di kota-kota

besar, diperkirakan anak-anak berumur 8 tahun telah ikut dalam usaha mencari

nafkah untuk keluarga. Kegiatan pembangunan sekarang ini berdampak pada

meningkatnya arus anak-anak yang bekerja, mereka tidak hanya terbatas dalam

melakukan kegiatan di sekitar pekerjaan yang biasa dilakukan oleh anak-anak

seperti memasak, membantu berjualan atau membantu di sawah, tetapi mereka

telah memasuki pekerjaan di luar rumah tangga, seperti pelayan toko, buruh

4

Page 5: Skripsi Kotep BAB I ++++

industri. Bahkan ada yang menjadi pekerja malam di sebuah diskotik dan

tempat-tempat hiburan malam.( Bapermas Kota Semarang, 2012)

Pekerja anak di daerah pedesaan lebih banyak melakukan pekerjaan

bidang pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan maupun kegiatan

ekonomi di lingkungan keluarga. Pekerja anak di daerah perkotaan dapat

ditemukan di perusahaan, rumah tangga (sebagai pembantu rumah tangga atau

pekerja industri rumahan atau industri keluarga) maupun di jalanan seperti

penjual koran, penyemir sepatu atau pemulung. Beberapa diantara pekerjaan

yang dilakukan anak tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk-bentuk

pekerjaan terburuk untuk anak yang dapat membahayakan kesehatan dan

keselamatan nyawa mereka.(Ahmad Sofian, 2012:12). Maka dalam penelitian ini

peneliti tertarik mengambil judul“ IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

PEKERJA ANAK DAN PENANGGULANGANNYA DI KOTA

SEMARANG ”

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pokok pikiran

secara jelas dan sistematis mengenai hakekat suatu masalah, sehingga lebih

mudah dipahami. Masalah menurut Ndraha (1997:31) adalah : " Masalah dapat

diartikan sebagai hal, sesuatu yang tidak dikehendaki atau yang negatif, dan

suatu informasi yang mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian ". Dari

definisi tersebut maka masalah dapat disimpulkan sebagai suatu perasaan yang

tidak menyenangkan seseorang dan merupakan penyimpangan dari keadaan

yang seharusnya.

5

Page 6: Skripsi Kotep BAB I ++++

Berdasarkan definisi ini dan bertolak dari latar belakang masalah tersebut

maka perumusan masalahnya sebagai berikut :

1.Bagaimanakah implementasi kebijakan tentang penanggulangan

pekerja anak di Kota Semarang?

2.Apakah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

kebijakan terhadap pekerja anak di Kota Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan penanggulangan

pekerja anak di Kota Semarang.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi anak untuk

bekerja di Kota Semarang.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Memberi masukan bagi pemerintah Kota Semarang agar lebih

memperhatikan permasalahan pekerja anak dan membuat kebijakan

yang baik dalam menangani permasalahan tersebut.

2. Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

ilmu pengembangan Sumber Daya Manusia dan dapat menjadi

referensi bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan terutama berkaitan dengan ilmu yang dipelajari.

1.5 Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Dye (1981 : 1) adalah apapun pilihan

pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever

6

Page 7: Skripsi Kotep BAB I ++++

governments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena

kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan pemerintah disamping

yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah

publik. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna

bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi

swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah.

Anderson (Subarsono; 2005 : 2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai

“ kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat

pemerintah”. Sedangkan Carl Friedrich dalam (Abdul Wahab; 2004:3)

menyatakan bahwa kebijakan publik adalah “ suatu tindakan yang mengarah pada

tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari peluang

untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan ”. Definisi Carl

Friedrich ini menyangkut dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya

dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh

kelompok maupun individu.

Pandangan lain dari kebijakan publik yaitu melihat kebijakan publik

sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa

serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan

yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Dengan mengikuti paham

bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan

dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada

7

Page 8: Skripsi Kotep BAB I ++++

tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islamy

menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik (lrfan Islamy,

1997), yaitu:

a) Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdanya berupa penetapan

tindakan-tindakan pemerintah;

b) Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;

c) Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak

melakukan sesuatu itu, mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan

tertentu; dan

d) Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan

seluruh anggota masyarakat.

Dalam hal ini teori kebijkan publik yang peniliti gunakan adalah teori

kebijakan publik menurut Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijkan

publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan apa yang tidak dilakukan

oleh pemerintah.

1.5.1 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Didalam Winarno (2002:101-102)

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat

administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik

yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak

8

Page 9: Skripsi Kotep BAB I ++++

atau tujuan yang diinginkan. Meter dan Horn (1975) dalam Winarno (2002: 102)

membatasi implementasi kebijakan sebagai :

“Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau

(kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan

sebelumnya”.

Menurut Jenkins (1978) dalam buku “Public Policy: Pengantar Teori dan

Praktik Analisis Kebijakan (Parson, 2005:203)”. Studi implementasi adalah

“Studi perubahan : bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik; bagaimana organisasi di luar dan didalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda”.

George C. Edward III (dalam Winarno, 2002: 125) menyatakan bahwa

implementasi adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan

dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya.

Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang

merupakan sasarn dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami

kegagalan sekaipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik.

Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami

kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh

para pelaksana kebijakan.

9

Page 10: Skripsi Kotep BAB I ++++

Implementasi kebijakan yang efektif dapat dilihat dari:

a. Ketepatan kebijakan. Dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah

bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak

dipecahkan.

b. Ketepatan pelaksanaan. Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya

pemerintah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu

pemerintah, kerjasama anatara pemerintah-masyarakat/swasta, atau

implementasi kebijakan yang diswastakan.

c. Ketepatan target. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah

target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, tidak tumpang

tindih dengan intervensi lain atau tidak bertentangan dengan intervensi

kebijakan lain. Kedua, apakah targetnya dalam kondisi siap untuk

disintervensi, atau tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami,

namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan

apakah kondisi target dan kondisi mendukung atau menolak. Ketiga,

apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau

memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya.

d. Ketepatan lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu

lingkungan kebijakan, yaitu interaksi diantara lembaga perumus kebijakan

dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait.

Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak faktor, dan tiap

faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Faktor tersebut antara lain :

10

Page 11: Skripsi Kotep BAB I ++++

1.5.1.a Teori Van Meter dan Van Horn (1975)

Teori Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Subarsono (2005:99-101),

menjelaskan bahwa model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald

Van Metier dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation (Leo Agustino, 2008:144). Proses implementasi ini merupakan

sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada

dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan

publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model

ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari

keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Implementasi kebijakan merupakan suatu kegiatan atau proses

pelaksanaan kebijakan oleh aparatur pelaksana birokrasi untuk mewujudkan apa

yang hendak dicapai meliputi; ketepatan sasaran kebijakan, tersedianya aktor

pelaksana yang memadai, manfaat dari adanya implementasi

Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn (Leo Agustino,

2008:144), yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya

jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistic

dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika

ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di

level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga

titik yang dapat dikatakan berhasil.

11

Page 12: Skripsi Kotep BAB I ++++

2. Sumber daya.

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dan

kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan

sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses

implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi

menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dan sumber-sumber daya itu

nihil maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

Akan tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya - sumberdaya lain

yang perlu diperhitungkan juga, ialah : sumberdaya financial dan sumberdaya

waktu. Karena, mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten

dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak

tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa

yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya

dengan sumberdaya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan

kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu

yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian

ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena itu sumberdaya yang

diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn (Leo Agustino,

2008:144), adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut.

12

Page 13: Skripsi Kotep BAB I ++++

3. Karakteristik Agen Pelaksana.

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik.

Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan

sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para

agen pelaksanaannya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang

berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal,

maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada

aturan serta sanksi hukum. Apabila bila kebijakan publik itu tidak terlalu

merubah perilaku dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang

diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga

diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas

cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen

yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betel

persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang

akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan "dari atas" (top down) yang

sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui

13

Page 14: Skripsi Kotep BAB I ++++

(bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan

yang warga ingin selesaikan.

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :

a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; 

c) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki

oleh implementor.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara, pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-

kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metier dan Van

Horn (Leo Agustino, 2008:144) adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turul

mendorong keberhasilan kebijakan publik yang lelah ditetapkan. Lingkungan

sosial ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk

mengimplemenlasikan kebijakan harus pula memperhalikan kekondusifan

kondisi lingkungan eksternal.

14

Page 15: Skripsi Kotep BAB I ++++

Gambar 1.1

Model Pendekatan The Policy Implementation Process

(Donald Van Metter dan Carl Van Horn)

Sumber : Leo Agustino ( 2008:144 )

Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:

(1) standart dan sasaran kebijakan;

(2) sumberdaya;

(3) hubungan antar organisasi;

(4) karakteristik agen pelaksana;

(5) kondisi sosial, ekonomi dan politik;

(6) disposisi implementor

15

komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan

ukuran dan tujuan kebijakan

ciri badan pelaksana

sikap para

pelaksana

prestasi kerja

sumber - sumber kebijaksanaan

Lingkungan : Ekonomi, Sosial dan

Politik

Page 16: Skripsi Kotep BAB I ++++

1.5.1.b Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Subarsono (2005:94-99),

ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi,

yakni:

1. Karakteristik Masalah

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap hasil populasi.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang

bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif

mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk

mengubah sikap dan perilaku masyarakat.

2. Karakteristik Kebijakan

a. Kejelasan isi kebijakan.

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.

Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap

karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial

tertentu perlu ada modifikasi.

c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai

institusi pelaksana.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

16

Page 17: Skripsi Kotep BAB I ++++

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan.

3. Lingkungan Kebijakan

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.

c. Sikap dari kelompok pemilih: (1) Melakukan intervensi terhadap

keputusan yang dibuat badan pelaksana melalui berbagai komentar

untuk mengubah keputusan; (2) Mempengaruhi badan-badan

pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan

terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan

yang ditujukan kepada badan legislatif.

d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor.

Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Daniel

Mazmanian dan Paul Sabader. Model implementasi yang ditawarkan mereka

disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis.( Leo

Agustino,2008:144). Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting

dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam

mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-

tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan, variabel-variabel

yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:.

1. Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap, meliputi:

a. Kesukaran-kesukaran Teknis.

17

Page 18: Skripsi Kotep BAB I ++++

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada

sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk

mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak

terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal

yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu

kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannva

teknik-teknik tertentu.

b. Keberagaman Perilaku yang Diatur.

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam

pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan

yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak

yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administrator atau

birokrat) di lapangan.

c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran.

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan

diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk

memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya

akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.

d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki.

Semakin besar jumlah perubahan perilaku van; dikehendaki oleh

kebijakan, maka semakin sukar / sulit para pelaksana memperoleh

implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih

dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup Perubahan yang

dikehendaki tidaklah terlalu besar.

18

Page 19: Skripsi Kotep BAB I ++++

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat, Para

pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk

menstruktur proses implemental secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan

dicapai.

Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk yang

cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/urutan kepentingan bagi

Para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula

kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan

sejalan dengan petunjuk tersebut.

b. Keterandalan teori kausalitas yang, diperlukan.

Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira

tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi

kebijakan.

c. Ketetapan alokasi sumberdana.

Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan

agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.

d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga

atau instansi-instansi pelaksana.

Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan

perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki

badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dings,

19

Page 20: Skripsi Kotep BAB I ++++

badan, dan lembaga alga dilaksanakan, maka koordinasi antar instansi

yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru

akan membuyarkan tujuan Mari kebijakan yang telah ditetapkan.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.

Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil

jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan

kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula, dapat mempengaruhi

lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan

secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan

pelaksana.

f. Kesepakatan Para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-

undangan.

Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi

tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena, top down

policy bukanlah perkara yang mullah untuk diimplankan pada Para pejabat

pelaksana di level lokal.

g. Akses formal pihak-pihak luar.

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah

sejauhmana peluang - peluang yang terbuka bagi partisipasi Para aktor

diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya

agar kontrol pada. Para pejabat pelaksanaan yang ditunjuk oleh pemerintah

pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

20

Page 21: Skripsi Kotep BAB I ++++

3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi.

a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi.

Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah - wilayah hukum

pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat

signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan

dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal

penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya

pengejawantahan kebijakan publik.

b. Dukungan publik.

Hakekat perhatian publik yang bersifat sewa menimbulkan kesukaran-

kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu

implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari

warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya

dalam proms pelaksanaan kebijakan publik di lapangan.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat.

Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik

akan sangat berhasil apabila tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-

sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan

yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius (kearifan lokal)

yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau

ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik.

d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

21

Page 22: Skripsi Kotep BAB I ++++

Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan

undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan

pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat

terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi antarlembaga atau

individu di dalam lembaga untuk mensukseskan implementasi kebijakan

menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik.

Gambar 1.2

Model Implementasi KebijakanMenurut Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Sumber : (Leo Agustino, 2008:149)

22

Mudah-tidaknya masalah dikendalikan

1.dukungan teori dan teknologi

2. keragaman perilaku kelompok sasaran

Kemampuan Kebijakan untuk Menstruktur Proses Implementasi:

1. kejelasan dan konsistensi tujuan

2. dipergunakannya teori kausal

3. ketepatan alokasi sumberdana

4. keterpaduan hirarki antarlembaga pelaksanaan

5. aturan pelaksanaan dari lembaga pelaksanaan

Variabel Diluar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi :1. konsisi sosio-ekonomi dan teknologi2. dukungan public3. sikap dan sumberdaya dari konstituen4. dukungan pejabat yang lebih tinggi5. komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana

Tahapan dalam Proses Implementasi kebijakanOutput

Kebijakan dari Lembaga Pelaksanaan

Kepatuhan Target utk mematuhi Output Kebijakan

Revisi Undang-undang

Diterimanya Hasil tersebut

Hasil Nyata Output Kebijakan

Page 23: Skripsi Kotep BAB I ++++

1.5.1.c Teori Grindle

Model keempat yang berpendekatan top-down dikemukakan oleh Merilee S.

Grindle (1980). Pendekatannya tersebut dikenal dengan Implementation as A

Political and Administrative Process. Menurut Grindle ada dua variabel yang

mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu

kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes),

yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh

Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat

dilihat dari dua hal, yaitu:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan

kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi

kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua

faktor, yaitu:

a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.

b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan

perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik, juga menurut Grindle,

amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri

atas Content of Policy dan Context of Policy (1980:5)

23

Page 24: Skripsi Kotep BAB I ++++

Gambar 1.3Model Implementasi Menurut Grindle

Sumber : (Leo Agustino, 2008:154)

A. Content of Policy menurut Grindle adalah:

1. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)

Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi

suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan

dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana

kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap

implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut.

2. Type of 'Benefits (tipe manfaat)

Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan

bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang

24

Tujuan Kebijakan

Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh:A. Isi kebijakan

Kepentingan kelompok sasaran. Tipe manfaat. Derajad perubahan yang diinginkan. Letak pengambilan keputusan. Pelaksanaan program. Sumber daya yang dilibatkan.

B. Lingkungan kebijakan Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor

yang terlibat. Karakteristik lembaga dan penguasa. Kepatuhan dan daya tanggap.

Hasil kebijakan:Dampak pada masyarakat,

individu dan kelompok.Perubahan dan penerimaan

masyarakat.

Program yang dilaksanakan sesuai rencana

Tujuan yang dicapai

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai

Mengukur keberhasilan.

Page 25: Skripsi Kotep BAB I ++++

menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian

kebijakan yang hendak dilaksanakan.

3. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)

Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Yang ingin

dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak

atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai

skala yang jelas.

4. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting

dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan

dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan

diimplementasikan.

5. Program Implementer (pelaksana program)

Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program hams didukung dengan

adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan

suatu kebijakan. Dan, ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada

bagian ini.

6. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan)

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya-

sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

B. Context of Policy menurut Grindle adalah:

1. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan kepentingan-

kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat)

25

Page 26: Skripsi Kotep BAB I ++++

Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau

kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor

yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implemental

kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar

kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh arang

dari api.

2. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim

yang berkuasa)

Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga

berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin

dijelaskan karakteristik dan suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi

suatu kebijakan.

3. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan csr adanya respon dari

pelaksana)

Model implementasi menurut Grindle (1980) dalam bukunya Leo

Agustino,2008:154 ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan.

Penyataan Grindle ini kiranya tidak jauh berbeda dengan penjelasan Meter

dan Horn didepan, setidak-tidaknya melihat implementasi dalam

keterpengaruhannya dengan lingkungan.

Berkaitan dengan topic penelitian yang diambil yaitu implementasi

kebijakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Kota Semarang,

maka penulis akan menggunakan model implementasi yang disampaikan oleh

Meter dan Horn sebagai kerangka analisis implementasi kebijakan.

26

Page 27: Skripsi Kotep BAB I ++++

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa terdapat 4 (empat)

aspek yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan, antara lain:

(1) standart dan sasaran kebijakan;

(2) sumberdaya;

(3) hubungan antar organisasi;

(4) karakteristik agen pelaksana;

(5) kondisi sosial, ekonomi dan politik;

(6) disposisi implementor

Didalam implementasi juga perlu diperhatikan besarnya dukungan

sumber daya baik itu sumber dana maupun sumber daya manusia. Karena

kinerja kebijakan akan rendah bila dana yang dibutuhkan tidak tersedia

pemerintah secara memadai.

Sementara Grindle menyampaikan hal serupa, bahwa implementasi

kebijakan di pengaruhi oleh konteks kebijakan, yaitu : (1) kekuasaaan,

kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga dan

penguasa, dan (3) kepatuhan serta daya tanggap pelakasana. Intensitas

keterlibatan pelaksana, politisi, pengusaha, kelompok sasaran dan para

pelaksana program akan bercampur mempengaruhi efektivitas implementasi.

Implementasi menurut Meter dan Horn dipengaruhi oleh komunikasi

antar organisasi, karakteristik birokrasi pelaksana dan sikap pelaksana. Hal ini

di perkuat oleh pandangan Grindle yang memasukkan variable pelaksana

program, karakteristik lembaga di dalam variable-variabel yang

memepengaruhi implementasi. Demikian juga Sabatier dan Mazmanian, perlu

27

Page 28: Skripsi Kotep BAB I ++++

adanya integrasi organiasi pelaksana, akses formal pelaksana ke organisasi lain

komiten pejabat pelaksana.

Berkaitan dengan model implementasi yang di gunakan dalam penelitian

ini, yaitu model implementasi yang disampaikan oleh Van Meter dan Van

Horn, dengan didukung oleh model implementasi menurut Grindle dan

Sabatier & Mazmanian dapat diketahui bahwa ketiganya memiliki kerangka

berpikr yang tidak jauh berbeda. Mereka melihat implementasi dalam

keterpengaruhan dengan lingkungan. Studi mereka melihat 3 (tiga) dimensi-

analisis dalam suatu organisasi, yakni tujuan, pelaksanaan tugas, dan kaitan

organisasi dengan lingkungan. Dalam prosesnya terdapat factor-faktor yang

menjadi penentu berhasil tidaknya implementasi suatu kebijakan. Hal ini

berlaku juga dalam implementasi kebijakan perlindungan pekerja anak di Kota

Semarang. Di dalam penelitian ini indicator yang digunakan adalah ukuran dan

tujuan kebijakan, sumber kebijakan, komunikasi, karakteristik badan

pelaksana, kondisi ekonomi, sosial dan politik, sikap pelakasana.

2.4.1. Pengertian dan Karakteristik Pekerja Anak2.4.1.1. Pengertian Anak

Anak adalah merupakan harta yang tak ternilai harganya, tidak saja dilihat

dalam perspektif sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, tetapi juga dalam

perspektif keberlanjutan sebuah generasi keluarga, suku, trah, maupun bangsa.

Mengingat pentingnya status dan posisi anak tersebut Sri Purnianti dan Martini

(2002:5)berpendapat bahwa anak dapat bermakna sosial (kehormatan harkat

martabat keluarga tergantung pada sikap dan perilaku anak), budaya (anak

28

Page 29: Skripsi Kotep BAB I ++++

merupakan harta dan kekayaan sekaligus merupakan lambang kesuburan sebuah

keluarga),  politik(anak adalah penerus trah atau suku masyarakat

tertentu), ekonomi (pada sementara anggapan masyarakat Jawa khususnya ada

adagium ‘banyak anak banyak rejeki, sehingga ‘mengkaryakan’ atau

memperkerjakan anak dapat menambah penghasilan atau rejeki), hukum (anak

mempunyai posisi dan kedudukan strategis didepan hukum).

Pekerja anak diartikan sebagai anak yang harus melakukan pekerjaan yang

menghalangi mereka bersekolah dan membahayakan kesehatan, fisik dan

mentalnya (Manik, 2006). Pekerja anak juga diartikan sebagai anak yang aktif

bekerja, yang membedakannya dengan anak yang pasif bekerja, karena tidak

semua pekerjaan yang dilakukan oleh anak dapat menjadikan anak sebagai

pekerja [bdk. Indaryati dan Lisna (eds), 2005:75].

Konvensi ILO No.138 (disahkan Pemerintah Indonesia melalui UU No.1

tahun 2000) mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja menyatakan

bahwa usia minimum bagi anak untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun jika

pekerjaan itu tidak mengganggu kesehatan, keselamatan, pendidikan, dan

pertumbuhannya. Sementara usia minimum untuk diperbolehkan bekerja atau

melakukan pekerjaan yang berbahaya tidak boleh kurang dari 18 tahun. Namun

ternyata masih banyak anak berusia kurang dari 15 tahun yang harus bekerja di

Indonesia.

Pengertian anak menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)

29

Page 30: Skripsi Kotep BAB I ++++

tahun. Pada dasarnya anak mempunyai kebutuhan khusus yang harus dipenuhi

semasa masih anak-anak.

Sangat sukar untuk menetapkan suatu pengertian pekerja anak. Ungkapan

pekerja anak mengesankan suatu kondisi dimana mereka terbelenggu dengan

suatu jenis pekerjaan dalam kondisi yang sangat bervariatif. Pekerjaan itu mereka

lakukan dalam suatu rangkaian panjang. Kegiatan yang berkelanjutan dan tidak

tahu kapan berakhirnya. Mungkin pada salah satu ujungnya pekerjaan itu akan

bermanfaat dapat meningkatkan atau mempercepat perkembangan fisik, jiwa,

emosi, sosial dan moral mereka sebagai anak. Sementara ujung yang lainnya akan

merampas dan merusak kehidupan mereka sebagai anak, istilahnya “destruktif

dan eksploitatif”. Pada kedua kutub inilah beragam bidang pekerjaan dengan

kegiatannya yang luas digeluti oleh pekerja anak. (Depdiknas, 2001:8)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

Berdasarkan jenis penelitian yang dikemukakaan oleh Machfoedz,

(2007: 7), penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat

deskriptif analitik. Dengan demikian data yang terkumpul berbentuk kata-kata,

gambar serta angka-angka yang kemudian dianalisis. Angka-angka tersebut

sifatnya hanya sebagai penunjang dalam proses analisis data. Penelitian

deskriptif menggambarkan dan melukiskan keadaan subjek atau obyek

penelitian (lembaga, masyarakat, daerah) pada saat sekarang, yang

mendasarkan faktor-faktor yang nampak atau sebagaimana adanya. Penelitian

30

Page 31: Skripsi Kotep BAB I ++++

deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial

tertentu, misalnya interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain

(Singarimbun, 1995:4).

Dengan demikian berdasarkan dari pernyataan diatas, tipe penelitian ini

menggunakan tipe penelitian deskriptif, karena ini bertujuan untuk

mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya

mendeskripsikan, mencacat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi

sekarang ini terjadi atau ada.

1.6.2 Operasionalisasi Konsep

1.6.2 Implementasi Kebijakan

Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi

suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk

meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung

dalam hubungan berbagai variabel. Implementasi kebijakan merupakan suatu

kegiatan atau proses pelaksanaan kebijakan oleh aparatur pelaksana birokrasi

untuk mewujudkan apa yang hendak dicapai meliputi; ketepatan sasaran

kebijakan, tersedianya aktor pelaksana yang memadai, manfaat dari adanya

implementasi.

1.6.2 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

Standar dan sasaran kebijakan, kinerja implementasi kebijakan dapat

diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat

realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Untuk

mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan

31

Page 32: Skripsi Kotep BAB I ++++

sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja

kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar

dan sasaran tersebut.

Sumber Daya, keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan

sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi

kebijakan. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi

perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Faktor anggaran

atau sumber daya finansial sangat penting guna mendukung keberhasilan

implementasi suatu kebijakan.

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang perlu diperhatikan guna

menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal

turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan

politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan

kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

1.6.3 Situs Penelitian

Didalam penelitian ini, peneliti mengambil tempat penelitian di Kota

Semarang, karena kota Semarang menjadi ibu kota provinsi Jawa Tengah dan

menjadi pusat pemerintahan tingkat provinsi. Faktor Kota Semarang sebagai ibu

kota Jawa Tengah menjadikan warga di kota-kota lain di Jawa Tengah

berdatangan untuk mengadu nasib. Kota Semarang juga berkembang menjadi kota

32

Page 33: Skripsi Kotep BAB I ++++

industri di kawasan Jawa Tengah serta banyak sekali bermunculan perusahaan

formal dan perusahaan informal.

1.6.4 Informan

Informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

dan kondisi latar penelitian, dalam penelitian kualitatif informan atau sample tidak

dapat ditetapkan secara mutlak. Tipe penelitian ini adalah kualitatif, maka teknik

pengambilan sampel yang dipilih adalah sistem purposive sample, yakni sampel

yang didasarkan atas tujuan tertentu. Informan adalah orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian

(Moleong, 1990 : 90). Dalam penelitian kualitatif ini, penulis menentukan

informan menggunakan teknik snowball. Teknik snowball adalah teknik

pengambilan informan yang awalnya sedikit lama-lama bertambah menjadi

banyak/besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu

belum mampu memberikan data yang memuaskan, sehingga dicari orang lain

sebagai informan.informan lain dalam penelitian ini:

Tabel InformanNo. Informan Jumlah

1. Kepala Dinas Tenaga dan Transmigrasi Kota Semarang 1

2. Bapermas Kota Semarang 1

3. LSM 14. Pekerja Anak 4

1.6.5 Instrumen Penelitian

33

Page 34: Skripsi Kotep BAB I ++++

Instrumen utama pengumpulan data pada penelitian kualitatif adalah

peneliti itu sendiri atau apa yang disebut sebagai human instrument. Pengertian

instrumen atau alat penelitian ini karena peneliti menjadi segalanya dari

keseluruhan proses penelitian ini (Moleong, 2007: 168). Instrumen penelitian

disusun dengan maksud mendapatkan data penelitian daengan tingkat

ketercukupan data tertentu sesuai fokus masalah penelitian. Ada beberapa

instrumen penelitian yang kerap dipakai dalam penelitian kualitatif, antara lain:

1. Angket terbuka

2. Wawancara mendalam

3. Observasi partisipan

4. Format-format untuk data lapangan

Sebagai alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan

data, digunakan buku catatan, alat perekam, pedoman wawancara, dan kamera

untuk merekam gambar-gambar selama proses penelitian.

1.6.6 Sumber Data

1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

yakni dalam hal ini adalah para pekerja anak melalui wawancara atau

interview dan pihak Disnakertrans dan LSM-LSM yang menangani

masalah Pekerja Anak di Kota Semarang. Sumber data melalui wawancara

dilakukan kepada pekerja anak, pegawai dinas yang bersangkutan

menanggulangi pekerja anak.

2. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

terhadap objek penelitian, diperoleh dan dikumpulkan dari dokumentasi,

34

Page 35: Skripsi Kotep BAB I ++++

laporan penelitian, artikel, surat kabar, internet dan studi pustaka yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti adalah dari data yang diambil

dari penelitian ini dengan pengambilan data di Disnakertran Kota

Semarang yang didukung dengan data-data yang ada di LSM-LSM.

1.6.7 Teknik Pengumpulan Data

Didalam pengumpulan data digunakan beberapa teknik yang dapat

mempermudah pengumpulan data yang meliputi :

1.6.7 a Teknik Pengumpulan Data Sekunder

1. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung

terhadap objek penelitian yaitu pekerja anak di Kota Semarang, artinya

pengamat atau peneliti berada ditempat terjadinya fenomena yang diamati.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik mengumpulkan data

dengan kamera perekam atau kamera digital. Hal ini dilakukan guna

keabsahan penelitian yang telah dilakukan peneliti.

Pengamatan langsung (observasi) dalam penelitian kualitatif yang

dikemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007:174-175)

antara lain yaitu:

a. Pengamatan secara langsung

b. Teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada

keadaan sebenarnya.

35

Page 36: Skripsi Kotep BAB I ++++

c. Pengamataan memungkinkan bagi peneliti mencatat peristiwa

dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional

maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

d. Teknik pengamatan memungkinkan bagi peneliti untuk memahami

situasi yang rumit.

e. Dalam beberapa kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya

tidak dimungkinkan, observasi dapat menjadi alat yang sangat

bermanfaat.

2. Wawancara atau interview

Suatu usaha untuk mengumpulkan informasi dengan mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Menurut

Sutrisno Hadi (2004: 217) teknik interview sebagai suatu proses jawab

lisan dalam dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu

dapat melihat yang lain. Hal ini didukung dengan menggunakan alat

perekam yang digunakan sebagai bukti. Wawancara tersebut dilakukan

kepada pekerja anak di Kota Semarang dan pihak Disnakertrans yang

mengetahui dan menangani masalah pekerja anak di Kota Semarang.

Didalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data dengan menggunakan alat perekam suara dan cacatan kecil dalam

bentuk tulisan tangan.

1.6.7 b Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Studi Pustaka, merupakan metode pengumpulan data dengan cara

melihat buku-buku dan catatan yang ada sebagai bahan pertimbangan dan

36

Page 37: Skripsi Kotep BAB I ++++

perbandingan sehingga data yang peneliti kemukakan berasal dari data

yang sudah tertulis sesuai dengan kebutuhan. Dan juga dokumen-dokumen

yang dimiliki oleh (Disnakertrans Kota Semarang).

1.6.8 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini di maksudkan untuk mendapatkan

gambaran yang kongkret tentang implementasi kebijakan UU No. 13

Tahun 2003 (fenomena pekerja anak). Adapun metode analisis data yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Untuk mendapatkan

gambaran kongkrit mengenai impementasi kebijakan tersebut dengan

menggunakan teknik analisis deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif

berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian

ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung

pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang lengkap

sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih

banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah. Metode penyelidikan

deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.

Dalam penelitian ini peneliti menggambarkan tentang permasalahan yang

muncul di Kota Semarang yaitu tentang Implementasi Pekerja Anak dan

penanggulangannya di Kota Semarang.

1.6.9 Teknik Analisis Data

Menerima bila diperlukan, dengan reduksi, maka peneliti

merangkum, mengambil data yang pokok dan penting , membuat

37

Page 38: Skripsi Kotep BAB I ++++

kategorisasi dan data yang tidak penting dibuang karena dianggap tidak

penting bagi penelitan.

a. Penyajian data ( data display )

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnmya adalah

mendisplaykan data. Didalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan, dan sejenisnya.

Didalam penelitian kualitatif yang sering digunakan bentuk penyajian

datanya adalah teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.

b. Menarik kesimpulan / vertifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut miles dan

huberman adalah penarikan kesimpulan vertifikasi. Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan dapat berubah jika tidak

ditemukan bukt-buktiyang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan konsisten saat peneliti

kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

38