Sindrom Kompartemen Kaki

22
Sindrom Kompartemen Kaki: Diagnosis dan Penatalaksanaan Abstrak Meskipun tidak umum, sindrom kompartemen kaki/Foot Compartment Syndrome (FCS) merupakan suatu perwujudan klinis yang berbeda yang khususnya disebabkan oleh fraktur berenergi tinggi dan trauma tabrakan. Pada literatur, jumlah kompartemen anatomis yang dilaporkan pada kaki berkisar dari 3 hingga 10, dan relevansi klinis kompartemen tersebut saat ini telah diteliti. Diagnosis FCS dapat menjadi suatu tantangan karena tanda-tanda dan gejala menjadi indikator yang kurang dapat diandalkan dibandingkan sindrom kompartemen pada area tubuh lain. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis. Peran fasciotomi dalam manajemen FCS telah diperdebatkan, tetapi tidak terdapat bukti tingkat tinggi untuk memandu pengambilan keputusan. Meskipun demikian, fasciotomi emergensi sering direkomendasikan dengan tujuan mencegah nyeri kronik dan deformitas. Intervensi bedah juga diperlukan untuk koreksi deformitas sekunder. Sindrom kompartemen kaki (FCS) relatif sering terjadi. Meskipun trauma kaki terisolasi menyebabkan FCS 1

description

Diagnosis & Penatalaksanaan

Transcript of Sindrom Kompartemen Kaki

Sindrom Kompartemen Kaki: Diagnosis dan Penatalaksanaan

AbstrakMeskipun tidak umum, sindrom kompartemen kaki/Foot Compartment Syndrome (FCS) merupakan suatu perwujudan klinis yang berbeda yang khususnya disebabkan oleh fraktur berenergi tinggi dan trauma tabrakan. Pada literatur, jumlah kompartemen anatomis yang dilaporkan pada kaki berkisar dari 3 hingga 10, dan relevansi klinis kompartemen tersebut saat ini telah diteliti. Diagnosis FCS dapat menjadi suatu tantangan karena tanda-tanda dan gejala menjadi indikator yang kurang dapat diandalkan dibandingkan sindrom kompartemen pada area tubuh lain. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis. Peran fasciotomi dalam manajemen FCS telah diperdebatkan, tetapi tidak terdapat bukti tingkat tinggi untuk memandu pengambilan keputusan. Meskipun demikian, fasciotomi emergensi sering direkomendasikan dengan tujuan mencegah nyeri kronik dan deformitas. Intervensi bedah juga diperlukan untuk koreksi deformitas sekunder.

Sindrom kompartemen kaki (FCS) relatif sering terjadi. Meskipun trauma kaki terisolasi menyebabkan FCS hanya pada 2% kasus, ahli bedah orthopedi harus tetap menyadari perwujudan klinis ini karena dapat menyebabkan sekuel negatif. FCS terhitung 10 mmHg. Selain itu, kami mengomentari kesulitan dalam menginsersi jarum infus ke dalam kompartemen sentral superfisial bahkan dengan pedoman CT.Reach, dkk. selanjutnya meneliti kompartemen antomik kaki menggunakan MRI resolusi tinggi. Penulis menemukan kompartemen ke-10 selain 9 kompartemen yang dijelaskan oleh Manoli dan Weber. Kompartemen ke-10 diikat oleh kulit dan terdiri dari brevis digitorum extensor dan brevis hallucis extensor yang baru-baru ini menjelaskan kompartemen dorsal.Pada studi cadaver mengenai kompartemen miofasial kaki, Ling dan Kumar melakukan diseksi 13 kaki dan menemukan 3 septum fibrosa vertikal di kaki belakang yang, bersama dengan aponeurosis plantar, membentuk kompartemen kaki. Hasil tersebut secara substansial berbeda dari studi sebelumnya. Septum yang mengikat kompartemen ialah medial, intermediat, dan lateral. Jaringan kulit dan subkutan tersusun atas batas medial dari kompartemen medial. Dengan demikian, hanya kompartemen intermediat dan lateral yang dengan erat diikat oleh fasia di setiap sisi. Penulis tidak menemukan bukti adanya lapisan fasia lebar yang sebelumnya dijelaskan antara kompartemen sentral superfisial dan sentral dalam (kalkaneal), hanya menemukan lapisan tipis yang inkomplet dari jaringan. Mereka menyimpulkan bahwa kompartemen intermediat dan lateral ialah satu-satunya kompartemen yang memerlukan dekompresi dan menganjurkan pendekatan operasi plantar tunggal untuk melakukannya. Temuan tersebut bertentangan dengan yang Stotts, dkk. laporkan mengenai sindrom kompartemen medial terisolasi di kaki yang memerlukan dekompresi, yang menunjukkan bahwa kompartemen medial mampu mengembangkan tekanan yang cukup untuk menjamin keberhasilan dekompresi.Ling dan Kumar berusaha memenuhi kepentingan klinis kompartemen kaki berkenaang dengan dekompresi dan menyimpulkan bahwa hanya terdapat 2 kompartemen yang terikat dengan erat, yang dapat menunjukkan bahwa sekuel klinis FCS disebabkan oleh trauma pada arteri plantar medial dan lateral serta nervus yang melintasi yang baru-baru ini disebut kompartemen intermediat. Penelitian lebih mendalam dibutuhkan untuk mengkonfirmasi atau menyanggah kesimpulan-kesimpulan di atas, berupa studi prospektif yang membandingkan tekhnik dekompresi baru yang dijelaskan oleh penulis dengan rilis kesembilan kompartemen kaki.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIKMeskipun diagnosis FCS ditentukan secara klinis dan mengikuti prinsip yang sama sebagaimana diagnosis sindrom kompartemen di area tubuh lainnya, tanda dan gejala FCS cenderung kurang dapat diandalkan. Pasien yang datang dengan fraktur bernergi tinggi dan trauma berat pada kaki beresiko mengalami FCS dan harus dipantau terus-menerus. Dekompresi kompartemen miofasial pada fraktur dan luka terbuka tidak dapat diandalkan, dan sindrom kompartemen harus diperhatikan pada jenis luka tersebut.Nyeri terkait dengan FCS digambarkan dengan rasa terbakar yang berat dan tiada henti yang meliputi seluruh kaki. Untuk menentukan nyeri akibat luka cukup sulit karena trauma yang terlalu berat. Indikasi FCS ialah nyeri yang progresif, selain itu terjadi imobilisasi kaki dan peningkatan kebutuhan analgesik.Pada 12 kasus FCS, Fakhouri dan Manoli melaporkan bahwa temuan fisik yang paling konsisten ialah pembengkakan yang tegang. Penulis lain setuju bahwa meskipun pembengkakan yang tegang bukan diagnosis yang penting, tetapi sugestif untuk FCS. Nyeri yang bermakna dengan dorsifleksi pasif jari kaki merupakan temuan fisik yang paling sering ditemukan, tetapi tanda dan gejala tersebut dapat ditemukan meskipun tidak terdapat sindrom kompartemen. Dorsifleksi pasif jari kaki menurunkan volume kompartemen intraosseus, yang memperburuk rasa nyeri. Perubahan sensoris dapat non-spesifik, dengan temuan yang paling sensitif ialah penurunan diskriminasi sebanyak 2 poin dan penurunan sentuhan ringan pada bagian plantar kaki dan jari kaki. Penurunan sensasi tusukan ialah temuan yang kurang sensitif. Kekuatan motorik dan tidak adanya palpasi denyut nadi merupakan indikator yang buruk untuk sindrom kompartemen. Pemeriksaan bertahap sangat membantu dalam melihat pola nyeri dan temuan sensoris.

PEMANTAUAN TEKANAN KOMPARTEMENFCS sulit didiagnosis berdasarkan temuan fisik; oleh karena itu, sebagian besar penulis setuju bahwa pemantauan tekanan kompartemen adalam metode yang paling dapat diandalkan untuk diagnosis obyektif FCS. Myerson menganjurkan pemantauan tekanan karena peningkatan tekanan sering mendahului tanda dan gejala klinis. Beberapa penulis menganjurkan pemantauan tekanan untuk semua jenis trauma kaki dengan pembengkakan yang signifikan. Manfaat pemantauan tekanan meliputi kemampuan untuk memantau kecenderungan tekanan kompartemen dan untuk mendokumentasikan dekompresi yang adekuat setelah fasciotomi.Pada umumnya, tekanan kompartemen absolut > 30 mmHg ialah indikasi untuk dekompresi emergensi. Indikasi ini didukung dengan temuan Mittlmeier, dkk. pada studi terhadap 17 pasien dengan fraktur kalkaneus, 12 dari mereka memiliki tekanan kompartemen sentral > 30 mmHg. Tujuh dari 12 pasien dengan tekanan > 30 mmHg mengalami kontraktur iskemik, sedangkan 5 dengan tekanan < 30 mmHg tidak mengalami kontraktur. Pengukuran yang kontinu harus dilakukan pada pasien dengan tekanan kompartemen antara 20 30 mmHg. Hipotensi sistemik menurunkan toleransi peningkatan tekanan kompartemen, dan tekanan darah sistolik 10 30 mmHg ialah indikasi dekompresi. Kompartemen kalkaneal kaki dengan konsisten menunjukkan tekanan tertinggi; karena itu, kompartemen ini harus selalu dipantau. Monitor tekanan kompartemem digital yang telah tersedia secara komersial telah digunakan di beberapa studi.Selain pentingnya pengukuran tekanan kompartemen yang terdiri dari muskulus quadratus plantae, tidak terdapat consensus mengenai pengukuran tekanan pada kompartemen tertentu atau jumlah kompartemen yang harus diukur. Myerson menyarankan pengukuran komparteme sentral dan intraosseus; namun rekomendasi ini didasarkan pada 4 model kompartemen kaki. Baru-baru ini, metode pengukuran 9 atau 10 kompartemen di kaki telah dijelaskan. Ling dan Kumar mengatakan bahwa hanya kompartemen intermediat dan lateral yang memerlukan pemantauan tekanan; hanya kompartemen tersebut yang direkomendasikan oleh penulis untuk dilakukan dekompresi. Tidak terdapat bukti saat ini yang mendukung rekomendasi seberapa besar tekanan kompartemen yang harus diukur karena pemahaman yang kuat mengenai jumlah kompartemen yang penting secara klinis pada kaki masih kurang. Kompartemen kalkaneal (yaitu, intermediat) secara konsisten telah menunjukkan pembacaan tekanan kompartemen tertinggi; karena itu, masuk akal untuk menunjukkan bahwa upaya harus selalu dilakukan untuk mengukur tekanan kompartemen.Beberapa penulis telah menjelaskan tekhnik untuk mengukur tekanan kompartemen sentral. Myerson dan Manoli menjelaskan metode insersi tegak lurus ke kulit kaki pada 3.8 cm ujung distal malleolus medial. Tidak ditentukan seberapa dalam penetrasi tersebut. Pada metode kedua, insersi dibuat melalui kulit, sedikit di bawah dasar metatarsal pertama, melewati atas muskulus abductor hallucis dengan kedalaman 1.5 inch. Pada studi MRI beresolusi tinggi mengenai kompartemen kaki, Reach, dkk. menjelaskan penanda penempatan jarum yang spesifik. Saat insersi pada kompartemen kalkaneal diperlukan, mereka menganjurkan insersi jarum kira-kira 60 mm sebelah distal bagian yang paling menonjol dari malleolus medial, dengan kedalaman sekitar 24 mm. Penulis menjelaskan letak dan kedalaman insersi untuk kesepuluh kompartemen kaki.Temuan nonspesifik pada pemeriksaan fisik menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis FCS. Pemantauan tekanan kompartemen dianggap standar untuk menentukan diagnosis FCS. Peningkatan nyeri dan gangguan sensoris pada kaki yang membengkak dengan tegang dianjurkan pengukuran tekanan kompartemen.

MANAJEMEN AKUTManajemen/pengelolaan awal suspected sindrom kompartemen ialah menyingkirkan segala jenis balutan yang terlalu ketat, elevasi ekstremitas hingga setinggi jantung, dan pencegahan hipotensi sistemik serta pemeriksaan kontinu dan pemantauan tekanan kompartemen. Jika diagnosis FCS ditentukan, fasciotomi dekompresi segera harus dipertimbangkan. Meskipun sebagian besar penulis menganjurkan pembebasan kompartemen akut, kami meyakini bahwa opsi manajemen ini masih controversial. Hingga saat ini, belum ada studi yang membandingkan dekompresi dini versus manajemen FCS yang terlambat, dan sebagian besar rekomendasi di literatur didasarkan pada bukti level IV dan V. Angka komplikasi yang berhubungan dengan setiap jalur terapi juga dijelaskan dengan buruk dalam literatur, hal ini membuat outcome sulit untuk dibandingkan.Fasciotomi dan dekompresi dini beresiko terjadinya infeksi luka dan dibutuhkannya penutupan dengan jaringan lunak. Keterlambatan dalam penanganan menyebabkan angka deformitas yang tinggi, sekuel dicantumkan di Tabel 1. Nyeri kronik sering disebabkan oleh trauma kaki berenergi tinggi dan dapat berhubungan maupun tidak berhubungan dengan iskemik pada nervus perifer kaki. Tanpa studi prospektif berkualitas tinggi, sulit untuk menentukan jalur terapi yang mana yang lebih unggul; sehingga, penelitian selanjutnya diperlukan.

FASCIOTOMISaat FCS akut didiagnosis, fasciotomi dekompresif emergensi harus dilakukan untuk mencegah kontraktur iskemik. Pada sindrom kompartemen tungkai bawah, hasil klinis terbaik dicapai saat fasciotomi dilakukan lebih awal; manfaat potensial prosedur tersebut ialah mengurangi keterlambatan prosedur dekompresi yang lebih lama sejak waktu diagnosis. Angka komplikasi tinggi yang terkait dengan keterlambatan fasciotomi telah mendukung anjuran bahwa pembebasan kompartemen tidak boleh dilakukan jika diagnosis terlambat > 8 jam. Namun, kapan tanda-tanda dan gejala awal sindrom kompartemen muncul tidak selalu dapat diketahui.Dalam suatu studi pada 17 pasien dengan fraktur kalkaneal intra-artikular dan 12 pasien dengan tekanan kompartemen kalkaneal > 30 mmHg, Mittlemeier, dkk. melaporkan outcome yang buruk pada pasien dengan FCS yang ditangani tanpa fasciotomi. Tujuh dari 12 pasien dengan tekanan > 30 mmHg mengalami kontraktur plantar simptomatik, deformitas claw toe, atau keduanya.Myerson melakukan review 14 kasus FCS yang ditangani dengan fasciotomi dekompresif. Pada 9 kasus, pembebasan dilakukan melalui 2 insisi dorsal; insisi medial tunggal digunakan pada 5 kasus. Pada 3 kasus, luka ditutup segera dengan eksisi kulit split-thickness, 8 memerlukan cangkok kulit split-thickness lambat, dan 3 (seluruh medial) ditutup dengan penutupan primer lambat. Hanya 1 kasus yang memerlukan transfer jaringan bebas. Pada follow-up terakhir, 4 pasien bebas gejala dan 6 pasien hanya melaporkan rasa tidak nyaman pada kaki. Hanya 1 pasien yang mengalami deformitas claw toe.Pada review 12 kasus FCS yang ditangani dengan fasciotomi, Fakhouri dan Manoli melaporkan hasil yang baik. Dekompresi dilakukan melalui insisi medial tunggal pada 6 kasus, insisi medial dan dorsal ganda pada 4 kasus, dan insisi medial plus dorsal dan lateral pada 2 kasus. Cangkok kulit split-thickness diperlukan pada 4 kasus. Pada rata-rata waktu follow-up 21 bulan, tidak terdapat infeksi luka atau komplikasi luka yang dilaporkan. Tidak terdapat kontraktur iskemik yang terjadi; namun, 8 pasien mangalami sedikit ketidaknyamanan dan kekakuan di kaki.Saat ini, pendekatan 3 insisi paling sering digunakan untuk fasciotomi dekompresif di kaki. Rekomendasi ini didasarkan pada model 9 kompartemen kaki yang dijelaskan oleh Manoli dan Weber. Insisi medial dibuat mulai dari 4 cm anterior dari bagian posterior tumit dan 3 cm superior dari permukaan plantar kaki. Insisi ini dilakukan distal sekitar 6 cm. Melalui pendekatan medial ini, kompartemen medial, superficial, dan sentral dalam, serta lateral dibebaskan. Dua insisi dorsal digunakan, satu medial dari metatarsal kedua dan satu lagi lateral dari metatarsal keempat untuk memastikan jembatan kulit yang adekuat. Kompartemen interosseus dan adductor dibebaskan melalui insisi dorsal tersebut.Alternatif insisi dorsal standar dijelaskan oleh Dunbar, dkk. Mereka menggunakan tekhnik piecrusting dimana beberapa insisi dibuat di sekitar spatium intermetatarsal diikuti diseksi tumpul dengan hemostat. Tujuannya untuk mengurangi kebutuhan cangkok kulit, yang sering diperlukan dengan insisi yang lebih panjang pada dorsum kaki.Ling dan Kumar menganjurkan fasciotomi insisi tunggal plantar. Insisi mulai 5 cm distal dari bagian posterior tumit pada bagian yang tidak menumpu berat badan dan panjang distal + 5 cm. Penulis merasa bahwa insisi tunggal dapat digunakan untuk mendekompresi kompartemen intermediat dan lateral, yang mereka yakini cukup untuk mendekompresi kaki. Data untuk mendukung penggunaan pendekatan ini di bidang klinis masih kurang.Stabilisasi atau reparasi fraktur kaki depan dan kaki tengah pada saat dekompresi dianjurkan untuk mengurangi trauma jaringan lunak lebih lanjut. Manajemen definitif fraktur kalkaneal cukup lama hingga pembengkakan jaringan lunak berkurang. Insisi dorsal sering memerlukan penutupan dengan cangkok kulit split-thickness 5 7 hari setelah fasciotomi dilakukan.Angka komplikasi terkait dengan fasciotomi untuk FCS telah dilaporkan lebih rendah dibandingkan pada FCS yang tidak tertangani. Meskipun demikian, kekurangan data yang ada pada literatur ini berkaitan dengan angka komplikasi fasciotomi akut dan FCS yang tak tertangani. Dalam studi mereka pada 12 kasus FCS yang ditangani dengan fasciotomi, Fakhouri dan Manoli tidak menemukan adanya infeksi maupun komplikasi luka. Dalam serinya pada 14 kaki dengan FCS yang ditangani dengan fasciotomi, Myerson melaporkan nekrosis kulit dorsal pada 1 pasien, dan 1 pasien membutuhkan flap jaringan gracilis bebas sebagai penutupnya. Insisi fasciotomi medial menempatkan cabang kalkaneus medial dari nervus tibia posterior pada resiko trauma; namun, angka trauma belum didokumentasikan.Untuk manajemen FCS akut, kami menganjurkan penggunaan pendekatan 3 insisi (1 insisi medial, 2 insisi dorsal), dengan melakukan dekompresi penuh kesembilan kompartemen. Saat ini, model 9 kompartemen kaki ialah model yang paling diterima yang dijelaskan pada literatur. Tekhnik pie-crusting yang dijelaskan oleh Dunbar, dkk. dapat memberikan dekompresi serupa pada kompartemen kaki dorsal dengan penurunan kebutuhan pencangkokan kulit. Studi tambahan membandingkan pendekatan ini dan pendekatan lainnya, seperti yang dijelaskan oleh Ling dan Kumar, dibutuhkan.

KETERLAMBATAN MANAJEMENRiwayat alami FCS yang dikelola secara operatif meliputi potensi terjadinya kontraktur iskemik, neuropati, deformitas, dan nyeri kronik. Tujuan manajemen ini ialah untuk mencapai kaki bebas nyeri, fungsional, dan plantigrade. Deformitas kaki yang lebih rendah, deformitas kaki cavus, nyeri neuropatik, dan ulserasi yang dapat berakibat deformitas dan gangguan sensori ialah permasalahan umum yang harus ditangani.Claw toe, deformitas yang paling sering terjadi terkait dengan FCS, terjadi akibat kelemahan muskulus intrinsik dan muskulus ekstrinsik yang tertarik. Trauma muskulus interosseus, denervasi, dan kontraktur iskemik muskulus quadratus plantae, yang berinsersi ke dalam tendon flexor digitorum longus, menyebabkan hiperekstensi seni metatarsophalangeal (MTP) dan fleksi sendi interphalangeal. Hammer toe juga dapat terjadi pada kontraktur iskemik muskulus interosseus dan lumbrikal. Deformitas cavus juga umu, terjadi sebagai akibat dari fibrosis dan kontraktur muskulus plantar intrinsik dan jaringan lunak. Sekuel tambahan meliputi perubahan neuropatik, nyeri neuropatik akibat trauma saraf iskemik, gejala kompresi nervus dari fibrosis dan kontraktur, dan area insensasi pada kaki dengan ulserasi.

MANAJEMEN SEKUEL TERKAIT DENGAN FCSNon-operatifManajemen non-operatif dari komplikasi terkait dengan FCS mungkin berhasil pada pasien dengan deformitas yang fleksibel dan ringan tanpa neuropati atau gejala neuropatik statis. Deformitas tumit dan deformitas kaki cavus dapat ditangani sedini mungkin dengan mobilisasi pasif dan stretching. Modifikasi penggunaan sepatu juga dianjurkan. Custom orthotic bermanfaat untuk manajemen deformitas kaki cavus. Pada area insensasi di kaki, perawatan kaki yang tepat untuk mencegah ulkus akibat tekanan juga penting.

OperatifPada pasien dengan deformitas yang lebih lanjut, gejala neuropatik yang progresif, atau kegagalan terapi non-operatif, intervensi operatif dapat diindikasikan. Prosedur jaringan lunak, osteotomi, arthrodesis, dan amputasi merupakan opsi yang dapat dipertimbangkan tergantung dengan keadaan klinis. Koreksi deformitas dan pemeliharaan koreksi merupakan tujuan intervensi operatif. Gejala neuropatik yang progresif dapat menunjukkan kompresi saraf yang sedang terjadi pada jaringan fibrotik yang berkontraksi. Studi kecepatan konduksi saraf dapat membantu membedakan antara kompresi saraf yang sedang berlangsung dan trauma saraf iskemik statis. Pada kasus kompresi saraf, neurolisis nervus tibial dan percabangan distalnya dapat berguna.Manajemen deformitas claw toe didasarkan pada apakah deformitas tersebut fleksibel atau kaku. Deformitas fleksibel dapat dikoreksi secara pasif pada sendi interphalangeal dan MTP, sedangkan deformitas yang kaku tidak. Deformitas fleksibel sering dapat ditangani dengan tenotomi flexor dan pemanjangan tendon extensor. Transfer tendon flexor ke extensor (prosedur Girdlestone-Taylor) juga dapat digunakan, meskipun kami jarang melakukan prosedur ini. Pada kasus deformitas yang kaku, yang jauh lebih sering terjadi daripada deformitas fleksibel, arthrodesis dianjurkan. Kami menganjurkan arthrodesis interphalangeal proximal dengan arthrotomi MTP atau bahkan osteotomi pemendekan metatarsal, jika perlu. Hal ini sering ditambah dengan pemanjangan tendon extensor dan tenotomi flexor.Pada awalnya, deformitas cavus terkait FCS dapat ditangani dengan prosedur jaringan lunak (yaitu, pembebasan fascia plantar, pemanjangan atau pembebasan tendon flexor panjang, eksisi jaringan parut) disertai dengan osteotomi atau arthrodesis selektif, jika perlu. Pada kasus deformitas cavus dan claw toe, transfer tendon extensor digitorum longus ke caput metatarsal menangani kedua deformitas. Jika koreksi inadekuat, osteotomi pasak penutupan dorsal atau arthrodesis kaki depan atau kaki bagian tengah dapat dipertimbangkan. Di insitusi kami, kami lanjutkan dengan penyeimbangan jaringan lunak sebelum prosedur tulang apapun. Jika prosedur jaringan lunak tidak memberikan koreksi yang adekuat, kami melakukan osteotomi pasak penutupan dorsal melalui kaki bagian tengah. Pada perubahan degeneratif, koreksi deformitas dengan arthrodesis kaki bagian tengah atau belakang paling efektif.Amputasi dapat berfungsi sebagai opsi penyelamatan pada kasus deformitas berat, nyeri, dan ulserasi. Suplai vaskuler yang buruk juga dapat berperan pada pilihan amputasi melebihi rekonstruksi. Kami tidak menganggap amputasi sebagai kegagalan terapi. Untuk kaki yang sudah tidak dapat difungsikan dan insensasi dengan sekuel ulserasi dan infeksi, amputasi merupakan opsi penanganan yang efektif.

RANGKUMANFCS ialah diagnosis yang kurang umum, terhitung < 5% dari sindrom kompartemen tungkai. Indeks yang tinggi dari kecurigaan FCS harus dipertahankan pada kasus trauma berenergi tinggi pada kaki (misal, trauma tabrakan berat). Temuan pemeriksaan fisik kurang dapat diandalkan untuk diagnosis; karena itu, pemantauan tekanan kompartemen ialah hal yang mendasar. Kontroversi yang ada berkenaan dengan manajemen FCS akut versus lambat, dan penelitian lebih lanjut mengenai outcome fasciotomi akut versus manajemen yang lambat diperlukan. Manajemen akut, khususnya terdiri dari fasciotomi dekompresif emergensi menggunakan tekhnik 3 insisi. Opsi rekonstruksi meliputi koreksi deformitas, dekompresi saraf, dan pada beberapa kasus, amputasi. Penelitian lebih lanjut juga dibutuhkan untuk menentukan tekhnik dekompresi yang optimal untuk mencegah FCS kronik, yang dapat menyebabkan deformitas, disfungsi, dan nyeri kronik.11