Sindrom Kompartemen Final

32
1 BAB I PENDAHULUAN Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang. Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik, tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari. Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma kompartemen lebih sering didiagnosa

Transcript of Sindrom Kompartemen Final

Page 1: Sindrom Kompartemen Final

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen

osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah.

Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan

berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis

yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.

Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,

tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala.

Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma

jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma

kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari.

Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak

dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling

sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma

kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini

memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen

memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, 69%

berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt,

sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan sindroma kompartemen

anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur pada kaki.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM KOMPARTEMEN

Page 2: Sindrom Kompartemen Final

2

A. Definisi

Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi di mana tekanan dalam

kompartemen otot menjadi begitu tinggi, sehingga suplai darah ke daerah

tersebut terganggu. Kondisi ini bisa kronis, karena otot terlalu berkembang

atau akut akibat trauma dan perdarahan ke dalam kompartemen. Sindrom

kompartemen akut adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan

perawatan segera dalam waktu 12 jam.

B. Anatomi

Kompartemen osteofascial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf,

dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot yang

masing-masing dibungkus oleh epimisium. Fascia merupakan serabut otot

dalam satu kelompok, berfungsi untuk mencegah jaringan yang rusak

membengkak dan meningkatkan tekanan, lalu membuat isinya menjadi tidak

berfungsi dengan baik.

Secara anatomi, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.

Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa macam, antara lain:

1.Anggota Gerak Atas

Page 3: Sindrom Kompartemen Final

3

a. Lengan atas: terdapat kompartemen anterior/ventral/fleksor dan

posterior/dorsal/ekstensor.

Kompartemen anterior/ventral/ fleksor terdiri dari nervus medianus dan

ulnaris, arteri radialis dan ulnaris

Kompartemen posterior/dorsal/ekstensor terdiri dari nervus interosseous

posterior

b.Pergelangan tangan: dibagi menjadi 6 bagian, yaitu:

Kompartemen I: otot abductor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis

brevis

Kompartmen II: otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi

radialis longus

Kompartemen III: otot ekstensor pollicis longus

Kompartemen IV: otot ekstensor digitorum communis, otot ektensor

indicis

Kompartemen V: otot ekstensor digiti minimi

Kompartemen VI: otot ekstensor carpi ulnaris

Page 4: Sindrom Kompartemen Final

4

2.Anggota Gerak Bawah

Kompartemen anterior terdiri dari otot tibialis posterior dan ekstensor ibu

jari kaki, nervus peroneal profunda dan arteri tibialis anterior

Kompartemen lateral terdiri dari otot peroneus longus dan brevis, nervus

peroneal superfisial

Kompartemen posterior superfisial terdiri dari otot gastroconemius, otot

soleus, nervus suralis

Kompartemen posterior profunda terdiri dari otot tibialis posterior dan

fleksor ibu jari, nervus tibialis, arteri peroneal.

Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah

(yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior

profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

C. Epidemiologi

Page 5: Sindrom Kompartemen Final

5

Insidensi dari sindrom kompartemen akut tergantung dari trauma yang

terjadi. DeLee dan Stiehl mengatakan 6% dari fraktur terbuka tibial akan

berujung dengan sindrom kompartemen dibandingkan dengan fraktur tertutup

tibia sekitar 1.2% akan berujung menjadi sindroma kompartemen. Rorabeck

dan Macnab melaporkan keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi

adalah 6 jam. Hasil penelitian studi kasus oleh McQueen, sindrom

kompartemen didiagnosa lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Hal

ini dikarenakan kebanyakan pasien trauma adalah laki-laki. Selain itu,

ditemukan insidens terjadinya sindroma kompartemen akut setiap tahun sekitar

7,3 per 100.000 untuk pria dan 0,7 per 100.000 untuk wanita. McQueen

memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, dari penelitian

McQueen ditemukan penyebab yang paling sering menyebabkan sindroma

kompartemen akut adalah fraktur. Dalam hal ini, fraktur yang paling sering

terjadi, yaitu fraktur diafisis os tibia dan fraktur os radius distal.

Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindroma kompartemen

belum diketahui. Namun, sebuah penelitian menunjukkan angka kejadian

Chronic Exertional Compartment Syndrome (CECS) sebesar 14% pada individu

yang mengeluh nyeri tungkai bawah. Laki-laki dan perempuan presentasinya

adalah sama dan biasanya bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic

Page 6: Sindrom Kompartemen Final

6

Exertional Compartment Syndrome (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang

sehat dan lebih muda dari 40 tahun.

D. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan

lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara

lain:

1. Penurunan volume kompartemen kondisi ini disebabkan oleh:

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

Penutupan defek fascia

2. Peningkatan tekanan eksternal:

Prolonged compression pada ekstremitas

Balutan yang terlalu ketat

Berbaring di atas lengan

Pemasangan gips

3.Peningkatan tekanan pada struktur komparteman, beberapa hal yang bisa

menyebabkan kondisi ini antara lain:

Perdarahan atau trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan/extremely vigorous exercise, terutama

gerakan yang eksentrik/aneh, seperti extension under pressure

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Page 7: Sindrom Kompartemen Final

7

Obstruksi vena, misalnya karena terdapat blood clot pada vaskular

ekstremitas.

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah

cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di

anggota gerak bawah.

E. Patofisiologi

Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang

menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan

nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Sindroma kompartemen merupakan hasil dari peningkatan tekenan

intrakompartemen. Peningkatan tekanan intrakompratemen ini bergantung dari

kejadian yang menyebabkannya. Terdapat 2 macam sindroma kompartemen. Tipe

yang pertama adalah tipe akut yang berhubungan erat dengan trauma dan yang

kedua adalah tipe kronik akibat aktivitias yang repetitif biasanya berhubungan

dengan mikrotrauma yang biasanya berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

Page 8: Sindrom Kompartemen Final

8

Perfusi jaringan sebanding dengan perbedaan antara tekanan perfusi

kapiler (Capillary Perfussion Pressure/CPP) interstisial, yang dinyatakan dengan

rumus LBF = (PA - PV)/R, dimana LBF = local blood flow/aliran darah lokal, PA

= arterial pressure/tekanan arteri, PV = venous pressure/tekanan vena, R = local

vascular resistance/resistensi vaskular lokal.

Miosit normal membutuhkan oksigen bertekanan 5-7 mmHg untuk

metabolisme. Tekanan ini dapat dicapai dengan CPP (capillary perfusion

pressure) 25 mmHg dan tekanan jaringan interstisial 4-6 mmHg.. Ketika ada

cairan yang masuk ke dalam kompartemen yang memiliki volume yang tetap, ini

akan membuat peningkatan tekanan jaringan dan tekanan vena juga meningkat.

Ketika tekanan interstisial melebihi CPP, maka akan membuat arteri dan otot

menjadi kolaps dan berujung dengan iskemik jaringan. Respon tuubuh terhadap

iskemik adalah pelepasan substansi yang menyerupai histamin yang

meningkatkan permeabilitias vaskuler. Hal ini membuat terjadi kebocoran plasma

dan terjadi sumbatan darah di kapiler kecil yang semakin memperburuk iskemia

yang terjadi. Selanjutnya yang terjadi adalah miosit akan melisiskan diri dan

protein miofibrilar berubah menjadi partikel osmotik yang aktif menarik air dari

arteri.

Satu miliosmol (mOsm) diperkirakan memiliki/menggunakan tekanan

19,5 mmHg, sehingga peningkatan yang relatif kecil pada partikel osmotik aktif

dalam kompartemen tertutup menarik cairan yang cukup untuk menyebabkan

kenaikan lebih lanjut dalam tekanan intramuskular. Ketika aliran darah jaringan

berkurang jauh, iskemia otot dan berikutnya edema sel memburuk.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan

menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan

secara terus-menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah

meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler,

sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh

meningkatnya  tekanan intrakompartemen.

Page 9: Sindrom Kompartemen Final

9

Penekanan terhadap saraf perifer di sekitarnya akan menimbulkan nyeri

hebat. Bila terjadi peningkatan intrakompartemen maka tekanan vena meningkat.

Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini

penghantaran oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale).

Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan

menyebabkan kerusakan ireversibel (nekrosis) pada komponen tersebut.

Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi

yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana

terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun,

dan pasien akan mengalami kram otot. Biasanya yang terkena adalah

kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah. Otot dapat

membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara

dari tekanan intrakompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan

tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.

Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen

sindrom yaitu, antara lain:

a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

b.Theory of critical closing pressure

Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan

tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan

berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk

memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan

arteriol menurun, maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini

dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat  selanjutnya

adalah arteriol akan menutup

c. Tipisnya dinding vena

Page 10: Sindrom Kompartemen Final

10

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi

tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir

secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi

tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali.

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan

diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai

korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P

yaitu:

1. Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,

ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling

penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan

klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia

lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan

gejala yang spesifik dan sering. Biasanya nyeri yang dirasakan dideskrpsikan

seperti terbakar. Nyeri tidak bisa dijadikan dasar pasti untuk diagnosa,

contohnya pada kasus fraktur terbuka, kita tidak tahu rasa sakitnya berasal

dari frakturnya atau dari peningkatan komparemen.

2. Pallor (pucat)

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

Pulsasi perifer biasanya normal terutama pada ekstremitas atas pada

sindrom kompartemen akut.

Page 11: Sindrom Kompartemen Final

11

4. Paresthesia (rasa baal)

Parastesia atau baal adalah gejala yang tidak biasa diandalkan untuk

keluhan awal, penurunan hasil pemeriksaan 2 titik lebih bisa diandalkan pada

saat awal untuk mendiagnosis.

5. Paralysis

Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang

berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen

sindrom.

Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah

berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

b.Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

Page 12: Sindrom Kompartemen Final

12

G. Penegakan Diagnosa

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan

diagnosa sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan

intrakompartemen. Pengukuran intrakompartemen ini diperlukan pada pasien-

pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien

yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multipel trauma seperti

trauma kepala, medula spinalis, atau trauma saraf perifer.

Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat

dan iskemia relatif ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan

diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan

tekanan diastolik.

Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti

kasus lainnya, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan

dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda

khas dari sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu

penegakan diagnosis.

Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat

setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk

mendiagnosis kompartemen sindrom yaitu nyeri dan parestesia (namun

parestesia gejala klinis yang datangnya belakangan).

Page 13: Sindrom Kompartemen Final

13

Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu

yang terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa

terbakar, penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada

bagian distal didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah)

akibat menurunnya perfusi ke jaringan tersebut. Menindaklanjuti pemeriksaan

fisik penting untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain

nyeri pada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah

tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan

kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen. Nyeri

tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik termasuk

morfin. Kemudian bandingkan daerah yang terkena dan daerah yang tidak

terkena.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit

dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan

saraf primer, dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada masing-

masingnya.

Pada sindrom kompartemen kronik didapatkan nyeri yang hilang timbul,

dimana nyeri muncul pada saat berolahraga dan berkurang pada saat

beristirahat. Sindrom kompartemen kronik dibedakan dengan claudicatio

intermittens yang merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai

bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-

5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau

obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada peningkatan tekanan

kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindrom kompartemen kronik adanya

kontraksi otot berulang-ulang yang dapat meningkatkan tekanan intramuskular,

sehingga menyebabkan iskemia kemudian menurunkan aliran darah dan otot

menjadi kram.

Diagnosis banding dari sindrom kompartemen antara lain:

1. Cellulitis

Page 14: Sindrom Kompartemen Final

14

2. Coelenterate and Jellyfish Envenomations

3. Deep Vein Trombosis and Thrombophlebitis

4. Gas Ganggrene

5. Necrotizing Fasciitis

6. Peripheral Vascular Injuries

7. Rhabdomyolysis

I. Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus-kasus dengan sindrom kompartemen dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang, antara lain:

1. Laboratorium

Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk

mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis

banding lainnya.

a. Hitung sel darah lengkap

b. Creatinin phosphokinase (CPK)

Jika nilainya berkisar 1000-5000 U/ml bisa menjadi tanda adanya

sindrom kompartemen. Jika dilakukan tes serial CPK dan hasil meningkat

bisa menjadi indikai sedang terjadinya proses sindrom kompartemen.

c. Mioglobin serum

d. Mioglobin urin

e. Toksikologi urin: dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak

membantu dalam menentukan terapi pasiennya.

f. Urin awal: bila ditemukan mioglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke

diagnosis rhabdomyolysis.

g. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time

(APTT): untuk persiapan preopratif

2. Imaging

Pemeriksaan ini biasanya kurang membantu dalam menegakkan

diagnosis sindrom kompartemen tetapi pemeriksaan ini digunakan untuk

menyingkirkan diagnosis banding.

Page 15: Sindrom Kompartemen Final

15

a. X-ray/Rontgen: pada ekstremitas yang terkena, pemeriksaan ini digunakan

untuk melihat ada tidaknya fraktur.

b. USG

USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam

memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT) di ektremitas bawah, selain

itu, bisa untuk mngevaluasi otot yang robek. Tetapi pemeriksaan USG

sendiri tidak berguna dalam menegakkan sindrom kompartemen, tetapi

untuk diagnosis banding lainnya.

c. CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging)

Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding saja.

3. Pengukuran tekanan kompartemen

Kateter Stic

Kateter stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk

mengukur tekanan intrakompartemen secara terus-menerus. Pada kateter

stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan kateter melalui celah

kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot. Sebelumnya kateter

dihubungkan dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan

intrakompartemen dapat diukur.

Alat tranduser yang dihubungkan dengan kateter bisa digunakan

untuk mengukur tekanan kompartemen, ini adalah cara yang paling akurat

untuk mengukur tekanan dan mendiagnosa sindrom kompartemen. Untuk

sindrom kompartemen akut tekanan berkisar 30-45mmHg, tetapi masih

dijadikan perdebatan. Pemeriksaan ini merupakan kriteria standard dan

harus menjadi prioritas untuk sindrom kompartemen. Alat yang digunakan

adalah Stryker pressure tonometer.

Page 16: Sindrom Kompartemen Final

16

Alat Pengukur Tekanan Kompartemen

Page 17: Sindrom Kompartemen Final

17

Teknik Jarum (Whitesides)

Teknik Whitesides merupakan cara yang paling sederhana, mudah

dikerjakan, aman, murah, dan dapat diulang-ulang, namun tidak dapat

memonitor secara kontinu. Pada metode Whitesides, tindakan yang

dilakukan adalah memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat

pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan yang

digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang dihubungkan

dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah.

Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg

dari diastol, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindrom

kompartemen kronik, tes ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan

nyeri.

J. Terapi/Penanganan

Tujuan dari terapi/penanganan sindrom kompartemen adalah

mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran

darah lokal, melalui bedah dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan

untuk sindrom kompartemen akut adalah dekompresi. Walaupun fasciotomi

disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti masalah

memilih waktu yang tepat masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa

adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan

fasciotomi.

Page 18: Sindrom Kompartemen Final

18

Terapi/penanganan sindrom kompartemen secara umum meliputi:

1. Terapi Non Medikamentosa

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam

bentuk dugaan sementara. Bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan

aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus dibuka dan

pembalut kontriksi dilepas. Semua perban dan gips harus dilepas.

Melepaskan 1 sisi gips bisa mengurangi tekanan intrakompartemen sebesar

30%, melepaskan 2 sisi gips dapat menghasilkan pengurangan tekanan

intrakompartemen sebesar 35%.

c. Pada pasien dengan fraktur tibia dan sindrom kompartemen dicurigai,

lakukan imobilisasi pada tungkai kaki bawah dengan meletakkan plantar

dalam keadaan fleksi. Hal ini dapat menurunkan tekanan kompartemen

posterior yang mendalam dan tidak meningkatkan tekanan kompartemen

anterior. (Pasca operasi, pergelangan kaki diletakkan dalam posisi 90°

untuk mencegah deformitas equinus)

2. Terapi Medikamentosa

a. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindroma kompartemen.

b.Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

c. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,

dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi

sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

Page 19: Sindrom Kompartemen Final

19

d.Obat-obatan opiod, non-opoid, dan NSAID digunakan untuk mengatasi

rasa nyeri. Tetapi harus diperhatikan efek samping dari obat-obatan

tersebut sebelum memilih obat mana yang akan digunakan.

3. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30

mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan

memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya <30 mm Hg, maka daerah yang terkena cukup

diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau

keadaan membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati.

Akan tetapi, jika memburuk, maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan

dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Secara umum pada saat ini, banyak ahli bedah menggunakan tekanan

kompartemen 30 mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasciotomi.

Mubarak dan Hargens merekomendasikan dilakukannya fasciotomi dilakukan

pada pasien berikut:

Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang

memiliki tekanan intrakompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan

durasi tekanan yang meningkat tidak diketahui atau dianggap lebih dari 8

jam.

Pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar, dengan tekanan

intrakompartemen lebih dari 30 mmHg.

Pasien dengan hipotensif dan tekanan intrakompartemen yang

lebih besar dari 20 mmHg.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan

insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena

Page 20: Sindrom Kompartemen Final

20

lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi

yang lebih luas dan risiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

3.HBO (Hyperbaric Oxygen Therapy)

HBO mencetuskan untuk terjadinya hyperoxic vasoconstriction,

dimana yang bisa mengurangi pembengkakan dan meningkatkan aliran darah

dan oksigenasi lokal. Selain itu, juga meningkatkan tekanan oksigen pada

jaringan dan membantu jaringan yang masih hidup untuk bertahan.

K. Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan

segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:

1. Nekrosis pada saraf dan otot dalam kompartemen yang

ireversibel/permanen

2. Kontraktur volkman: merupakan pemendekan otot-otot lengan bawah

permanen merupakan hasil trauma, yang memberikan deformitas tangan

Page 21: Sindrom Kompartemen Final

21

menjadi clawlike di tangan, jari-jari tangan, dan pergelangan tangan.

Biasanya terjadi pada anak-anak.

3. Jaringan parut otot, kontraktur, dan kehilangan fungsi anggota badan;

4. Infeksi

5. Rhabdomyolysis

6. Kerusakan ginjal/acute kidney injury (AKI)

L. Prognosis

Prognosis ini tergantung dari waktu saat menentukan diagnosis dan

pengambilan tindakan pengobatan. Hal lain yang mempengaruhi juga adalah

daerah tempat terjadinya sindrom kompartemen, serta penggunaan ektremitas

tersebut dalam akitivitas sehari-hari. Sindrom kompartemen akut cenderung

memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4

jam. Kerusakan ireversibel terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat,

dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi

dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik

dan sensorik yang persisten.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sindrom kompartemen (CS) adalah sebuah kondisi yang mengancam

anggota tubuh dan jiwa, yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah

jaringan yang tertutup, mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom

kompartemen tidak teratasi, maka tubuh akan mengalami nekrosis

Page 22: Sindrom Kompartemen Final

22

jaringan/gangguan fungsi yang permanen. Walaupun fraktur pada tulang panjang

merupakan penyebab tersering dari kompartemen sindrom, trauma lainnya juga

dapat menjadi penyebabnya. Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen

telah ditemukan di tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh

ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini,

termasuk cedera akibat olahraga berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dandy DJ, Dennis JE. Esential Orthopaedics and Trauma. China: Churchill

Livingstone Elsevier. p:38-40; 112-4.

2. Medline Plus (2008). Compartement Syndrome. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl e . (Diunduh bulan Oktober

2013).

3. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ

(December 2007). Diagnosis and Management of Extremity Compartment

Syndromes: An Orthopaedic Perspective. Am Surg 73 (12): 1199–209. PMID

18186372. (Diunduh bulan Oktober 2013).

Page 23: Sindrom Kompartemen Final

23

4. Richarf P (2009). Compartment Syndrome, Extremity. Available at:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic739.htm. (Diunduh bulan Oktober

2013)

5. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Crush Injury, Compartment

syndrome, and Other Acute Traumatic Ischemias. Available at:

http://www.uhms.org/ResourceLibrary/Indication... (Diunduh bulan Oktober

2013)

6. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal

462; 853.

7. Compartemen Syndrome. Available at:

http://www.scribd.com/doc/27320465/Compartment Syndrome . (Diunduh

bulan Oktober 2013)

8. Compartement Syndrome. Available at:

http://ww:answer.com/topic/compartementsyndro me . (Diunduh bulan

Oktober 2013)

9. Compartement Syndrome. http://emedicinemedscape.com/article/1269081.

(Diunduh bulan Oktober 2013)

10. Kare J. Volkman Contracture. Available at:

emedicene.medscape.com/article/1270462-overview. (Diunduh bulan

Oktober 2013)