Referat Sinusitis

download Referat Sinusitis

of 16

Transcript of Referat Sinusitis

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia serta merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari (Hsin; Chen; Su, Jiang; Liu, 2010). Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada dalam urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusomo, 2007). Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sinusitis sering disebut rhinosinusitis (Ballenger, 2009). Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus maksila, kemudian etmoidalis, frontalis, dan sfenoidalis (Mansjoer, 2000). Sinus maksila sering terkena sinusitis karena sinus ini merupakan sinus terbesar dan dasarnya berhubungan dengan dasar akar gigi rahang atas. Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut dan kronis (Hilger, 1997). Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi disebabkan kelainan gigi serta yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri penyebab yang tersering adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus dan Branhamella catarrhalis (Tucker dan Schow, 2008). Sinusitis adalah penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi lokal berupa infeksi pada gigi, benda asing, polip, deviasi septum kavum nasi dan tumor dapat menyebabkan obstruksi ostial yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Pada sinusitis maksila, dasar sinus maksila adalah processus alveolaris tempat akar gigi rahang atas (terutama premolar dua; P2 dan molar satu; M1 rahang atas), sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau pembuluh darah dan limfe. Sinusitis dentogen dapat timbul dari abses periapikal, periodontitis marginal luas atau apikal kronik, atau setelah ekstraksi gigi (Hilger, 1997).Sinusitis maksila diawali dengan sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Kejadian sinusitis ini dipermudah oleh faktor-faktor predisposisi baik lokal atau sistemik, maka diteliti apakah gambaran penderita sinusitis maksila dengan infeksi gigi rahang atas. (Mangunkusomo, 2007).

BAB 2DESKRIPSI UMUM

2.1 DefinisiSinusitis adalah radang atau infeksi dari satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila peradangan ini mengenai beberapa sinus disebut multisinus, sedang bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

1. SINUS MAKSILASinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.sinus maksila merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal ini terjadi karena (1) sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.2Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang degan fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu remolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi geligi mudah naik keatas yang menyebabkan sinusitis.2. Sinusistis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari grak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalagi drenase sinus maksiladan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

2. SINUS FRONTALSinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini.Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

3. SINUS ETMOIDDari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

4. SINUS SFENOIDSinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.

1.2.Patofisiologi SinusitisKesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks osteomeatal). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.Sinusitis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe.Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk.

FUNGSI SINUS PARANASALSampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang wajah.Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: A Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.B Sebagai penahan suhu (thermal insulators)Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang di lindungi.C.Membantu keseimbangan kepalaSinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.D.Membantu resonasi suaraSinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.E.Sebagai peredam perubahan tekanan udaraFungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.F. Membantu produksi mucusMucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

1.3.Etiologi dan Faktor PresdiposisiBeberapa fakor etiologi dan presdiposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hurmonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaina anatomi seperti deviasi septum atau hipertropi konka, tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

1.4. Gejala Klinis SinusitisSecara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu), sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan) dan sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan).2Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis akut. Pasien kadang tidak menunjukan demam atau rasa lesu. Pasien mungkin hanya mengeluh terdapat ingus yang kental yang kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung dirasakan tersumbat dan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena. Pada sinusitis maksila, nyeri dirasakan di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan telinga kanan.1, 2. Pada sinusitis etmoid, nyeri dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang dirasakan nyeri di bola mata atau belakangnya, dan nyeri akan bertambah bila mata digerakkan.Pada pemeriksaan fisik sinusitis akut, akan tampak pembengkakan di daerah muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, sedang pada sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

1.5. Diagnosis SinusitisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskpi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior ( pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.

1.6. Pemeriksaan penunjang SinusitisUntuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan sinuskopi

InspeksiYang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu sinusitis frontalis akut.Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah terbentuk abses.

PalpasiNyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu oada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Pada pemeriksan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan laretal. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. CT scan sinus merupakan gold standar diagonis sinuistis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dala hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.SinuskopiPemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

1.7. Terapi SinusitisTerapi sinusitis seringkali berupa pengobatan terhadap infeksi traktus respiratorius bagian atas, dengan sinusitis sebagai bagian yang penting. Seringkali infeksinya hanya merupakan penyakit terbatas yang sembuh sendiri dalam waktu singkat, jika tidak disertai komplikasi supurasi.Pengobatan sinusitis secara lokal intranasal dengan antibiotik tidak berguna, karena obat-obat tersebut tidak cukup luas berkontak dengan permukaan mukosa yang terinfeksi terinfeksi agar dapat berfungsi. Selain itu, dapat terjadi iritasi atau gangguan aktivitas silia, sehingga fungsinya sebagai pembersih mukosa hidung justru semakin terganggu.3Karena itu antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral. Pada sinusitis akut diberikan antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang. Secara empiris, antibiotika yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x 500mg), Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2 x 960 mg), Amoksisilin dan Asam Klavulanat (2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan Levofloksasin (4 x 500 mg).1Gejala nyeri akibat sinusitis diobati dengan analgetik. Diberikan juga dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Dekongestan ini hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa.Terapi bedah pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan.Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi dan irigasi. Pada sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement therapy).

1.8. KomplikasiSinusitisKomplikasi sinusitis telah menurun sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:1. Osteomileitis atau abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya pada anak-anak2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Kelainan dapat berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.3. Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ektradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus4. Kelainan paru, seperti bronkhitis dan bronkhiektasis.

BAB 3PENUTUP

3.1 KesimpulanSinusitis adalah penyakit yang terjadi di daerah sinus. Sinus itu sendiri adalah rogga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus sendiri adalah untuk menjaga kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di daeranh hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis yaitu :- Sinus Frontal, terletak di atas meja dibagian tengah dari masing-masing alis- Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat di sampig hisung- Sinus Ethmooid, terletak di antara mata, tepat dibelakang tulang hidung- Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan di belakang mataSinusitis akut dapat disebabkan oleh kerusakan lapisan rongga sinus akibat infeksi atau tindakan bedah. Sedangkan sinusitis subakut biasanya disebakan oleh infeksi atau tidakan bedah. Sedangkan sinusitis kronis biasanya di sebabkan oleh infeksi bakteri.Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut, subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi). Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis khronis bila penyakit diderita lebih dari 3 bulan. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.Gejala lain yang ditimbulkan dari sinusitis adalah :-Rasa sakit atau adanya tekanan didaerah dahi, pipi, hidung dan diantara mata-Sakit kepala-Demam-Hidung mampet-Berkurangnya indra penciuman-Batuk, biasanya akan memburuk saat malam-Nafas berbau (halitosis)-Sakit gigiBerolahraga yang teratur, khususnya setelah waktu subuh di mana udara pagi saat itu masih jernih dan bersih. Perbanyak menghirup udara bersih, dengan cara menghirup dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Hal ini sangat bermanfaat selain untuk menguatkan paru-paru juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen. Sehingga daerah-daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal terhadap berbagai infeksi dan bakteri.

3.2 SaranDalam Makalah ini terdapat penjelasan tentang Sinusitis, supaya semua mahasiswi dapat memahami Sinusitis dan mengetahui bagaimana Sinusitis bagi manusia, baik ciri-ciri, cara pengobatan, klasifikasi, maupun cara pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Kennedy E. Sinusitis. Available from: URL:http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm.Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2007. 150-154Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 119.Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 125.Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 258.Kamus Besar Bahasa IndonesiaBallenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 241.Cody. R et all, Sinusitis,dalam Andrianto P, editor, Penyakit telinga Hidung dan Tenggorokan, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1993, 229 241.

1KEPANITERAAN KLINIK THTRSUD CIAWIPERIODE 13 JANUARI 2014 15 FEBRUARI 2014