Referat MDR TB

59
REFERAT MULTIPLE DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kelas C Kabupaten Ciamis Oleh : M.Yudhi Hardiyansah 08310184 Pembimbing: dr. Setyo Raharjo, Sp.PD 1

description

Referat MDR TB

Transcript of Referat MDR TB

Page 1: Referat MDR TB

REFERAT

MULTIPLE DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Kelas C Kabupaten Ciamis

Oleh :

M.Yudhi Hardiyansah 08310184

Pembimbing:

dr. Setyo Raharjo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KELAS C KABUPATEN CIAMISFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG2013

1

Page 2: Referat MDR TB

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinNya

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Multiple Drug

Resistance Tuberculosis”

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti

kegiatan Kepanitriaan Klinik Senior dibagian Ilmu Penyakit Dalam yang

dilaksanakan di RSUD Ciamis

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Setyo

Raharjo, Sp.PD selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk memberikan pengarahan agar laporan kasus ini lebih akurat dan

bermanfaat.

Tentunya penulis menyadari bahwa laporan kasus ini banyak kekurangan

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

para pembaca agar kedepannya penulis dapat meperbaiki dan menyempurnakan

kekurangan tersebut.

Besar harapan penulis agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk

meningkatkan keilmuannya.

Ciamis, 5 September 2013

M. Yudhi Hardiyansah

2

Page 3: Referat MDR TB

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) merupakan

masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Kasus

TB-MDR merupakan kasus yang sulit ditangani, membutuhkan biaya yang

lebih besar, efek samping obat yang lebih banyak dengan hasil pengobatan

yang kurang memuaskan.1

Laporan WHO tahun 2007 menyatakan telah terjadi mono resisten OAT

10,3%, poli resisten OAT 17,0% dan TB-MDR 2,9%. Pada tahun 2010 WHO

menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2%

pertahun.1 Prevalens TB-MDR diperkirakan meningkat lebih dari 200 kasus

baru terjadi di dunia. Laporan menghebohkan pertama tentang resisitensi

ganda ini datang dari Amerika dengan angka kematian yang amat tinggi 70-

90% dalam waktu yang amat singkat. Di Hongkong yang menyebutkan

bahwa setidaknya sekitar 20% infeksi TB terjadi dari kuman yang telah

resisten. Laporan di Turki dari 785 kasus tuberkulosis paru ditemukan 35%

adalah resisten satu jenis obat, 11,6% resisten dua macam obat, 3,9% tiga

macam obat dan 2,8% empat macam obat. Di Pakistan resistensi terhadap

RM, INH, dan EMB dilaporkan masing-masing adalah 17,7%, 14,7%, dan

8,7%. Di India resisitensi terhadap INH dan SM adalah 13,9% dan 7,4%,

sementara resistensi terhadap dua obat atau lebih adalah 41%. Penelitian dari

3

Page 4: Referat MDR TB

Saudi Arabia menyebutkan bahwa resistensi terhadap RMP, SM dan INH

adalah 7,2%, 3,3% dan 1,2%.2

Data di Indonesia menyatakan pada TB kasus baru didapatkan TB-MDR

2% dan kasus TB yang telah diobati didapatkan 19%. Berdasarkan data WHO,

Indonesia berada pada peringkat ke-8 dari 27 negara dengan kasus TB-MDR

terbanyak di dunia. Pola TB-MDR di RS Persahabatan tahun 1995-1997

adalah resistensi primer 4,6%-5,8% dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%.

Penelitian Aditama mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi

sekunder 15,61%.3

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Multidrugs Resistant Tuberculosis/TB-MDR?

2. Apa saja yang menjadi factor terjadinya TB-MDR?

3. Bagaimana mekanisme terjadinya TB-MDR?

4. Bagaimana cara mendiagnosis TB-MDR?

5. Bagaimana cara penatalaksanaan pasien TB-MDR?

6. Bagaimanakah prognosis TB-MDR?

C. Tujuan Penulisan Referat

1. Tujuan Umum

a. Mengetahui dan mampu menegakkan diagnosis dan memahami

penatalaksanaan kasus TB-MDR.

4

Page 5: Referat MDR TB

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dan memahami definisi TB-MDR

b. Mengetahui dan memahami factor terjadinya TB-MDR

c. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya TB-MDR

d. Mengetahui dan memahami penagakan diagnosis TB-MDR

e. Mengetahui dan memahami panatalaksanaan TB-MDR

f. Mengetahui dan memahami prognosis TB-MDR

D. Manfaat Penulisan Referat

1. Menambah wawasan ilmu kedokteran pada umumnya, serta ilmu penyakit

dalam pada khususnya.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi Koasisten yang sedang menjalani

Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kelas

C Kabupaten Ciamis Jawa Barat.

5

Page 6: Referat MDR TB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) adalah M.

tuberkulosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau

tanpa OAT lainnya. Berdasarkan Guidelines for the programmatic

management of drug resistant tuberculosis: emergency update oleh WHO

(2008) resisten terhadap OAT dinyatakan bila hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan adanya pertumbuhan M. Tuberculosis in vitro saat terdapat satu

atau lebih OAT.1 Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT,

yaitu: 4

Mono resisten Resisten terhadap satu obat lini pertama

Poli resisten Resisten terhadap lebih dari satu OAT lini

pertama selain kombinasi isoniazid dan

rifampisin.

Multi drug resistant (MDR) Resisten terhadap sekurang-kurangnya

isoniazid dan rifampisin

Extensively drug resistant

(XDR)

TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah

satu obat golongan flourokuinolon dan

sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini

kedua (kapreomisin, kanamisin dan

amikasin).

Total Drug Resistance(TDR) Resisten baik dengan lini pertama maupun

lini kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi

obat yang bisa dipakai.

6

Page 7: Referat MDR TB

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi: resistensi

primer, resistensi sekunder dan resitensi inisial. Resistensi primer adalah

resistensi yang terjadi M. tuberculosis terhadap OAT, dimana penderita tidak

memiliki riwayat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT,

namun kurang dari 1 (satu) bulan. Sedangkan resistensi sekunder, pasien telah

mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1(satu) bulan. Pada resistensi

inisial, bila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan

OAT sebelumnya atau belum pernah.5

B. Epidemiologi

”WHO Report On Tuberculosis Epidemic 2008” menyatakan bahwa

resisitensi ganda kini menyebar dengan amat cepat di berbagai belahan dunia.

Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis

yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususunya Rifampisin

dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya.5 Pada tahun 2010

WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2%

pertahun. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di dunia adalah

Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan

Uzbekistan.2

Indonesia menduduki rangking ke 8 dari 27 negara-negara yang

mempunyai bebantinggi dan prioritas kegiatan untuk MDR. Beban TB-MDR

di 27 negara ini menyumbang 85% dari beban TB-MDR global. Di negara-

negara yang termasuk dalam daftar ini minimal diperkirakan terdapat 4000

7

Page 8: Referat MDR TB

kasus TB-MDR atau sekurangkurangnya10% dari seluruh kasus baru TB-

MDR. Laporan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2008 kasus TB-

MDR di Indonesia sebesar 6.427. Angka tersebut merujuk pada perkiraan

angka TB-MDR sebesar 2% dari kasus TB baru dan 20% dari kasus TB

pengobatan ulang.3

C. Faktor faktor terjadinya resistensi

Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB atau TB-MDR akan

menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M.

tuberculosis. Kegagalan ini bukan hanya merugikan pasien tetapi juga

meningkatkan penularan pada masyarakat. TB resistensi obat anti TB (OAT)

pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari

pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya

penularan dari pasien TB-MDR keorang lain / masyarakat. Faktor penyebab

resitensi OATterhadap kuman M. tuberculosis antara lain: 6

1. Faktor mikrobiologik

a. Resisten yang natural

b. Resisten yang didapat

c. Amplifier effect

d. Virulensi kuman

e. Tertular galur kuman –MDR

8

Page 9: Referat MDR TB

2. Faktor klinik

a. Penyelenggara kesehatan

Keterlambatan diagnosis

Pengobatan tidak mengikuti guideline

Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis

obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat

resitensi yang tinggi terhadap OAT yang digunakan misal

rifampisin atau INH

Tidak ada guideline/pedoman

Tidak ada / kurangnya pelatihan TB

Tidak ada pemantauan pengobatan

Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan

pada satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi

karena kuman tuberkulosis telah resisten pada paduan yang

pertama maka ”penambahan” 1 jenis obat tersebut akan menambah

panjang daftar obat yang resisten.

Organisasi program nasional TB yang kurang baik

b. Obat

Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga

membosankan pasien

Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan

kompllit atau sampai selesai gagal

9

Page 10: Referat MDR TB

Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum

setelah makan, atau ada diare

Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis

tetap yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang

Regimen / dosis obat yang tidak tepat

Harga obat yang tidak terjangkau

Pengadaan obat terputus

c. Pasien

Kurangnya informasi atau penyuluhan

Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll

Efek samping obat

Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada

Masalah sosial

Gangguan penyerapan obat

3. Faktor program

a. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan

b. Amplifier effect

c. Tidak ada program DOTS-PLUS

d. Program DOTS belum berjalan dengan baik

e. Memerlukan biaya yang besar

4. Faktor AIDS–HIV

a. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar

b. Gangguan penyerapan

10

Page 11: Referat MDR TB

c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar

5. Faktor kuman

Kuman M. tuberculosis super strains

a. Sangat virulen

b. Daya tahan hidup lebih tinggi

c. Berhubungan dengan TB-MDR

Lima penyebab terjadinya TB-MDR (“SPIGOTS”) : 6

1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants

resisten. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT

lini pertama

2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan

menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini tidak hanya

pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama,

penjara dan keluarga pasien

3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak

sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati

serta memerlukan pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal

4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang

mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan

menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten (’’The amplifier

effect”). Hal ini menyebabkan seleksi mutasiresisten karena penambahan

obat yang tidak multipel dan tidak efektif

11

Page 12: Referat MDR TB

5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan akan

memperpanjang periode infeksious

Sedangkan menurut Aditama dkk ada beberapa hal penyebab terjadinya

resistensi terhadap OAT yaitu: 7

1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.

2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang

kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat

yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada

daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut.

3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga

minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah

dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti

lagi, demikian seterusnya.

4. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu

paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena

kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan”

(addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat

yang resisten saja.

5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara

baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti

pengirimannya sampai berbulan-bulan.

12

Page 13: Referat MDR TB

D. Mekanisme terjadinya resistensi

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetic, dan hal

ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan

dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT

diberikan galur M. Tb wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild

type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih dari satu

OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan

obat yang tidak adekuat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah

kecil dapat dengan mudah diobati, tetapi terapi Tb yang tidak adekuat

menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat.

Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih

resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi.

Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT

yang akan diberikan. Penularan galur resisten obat pada populasi juga

merupakan sumber kasus resistensi obat baru. 8

1. Mekanisme Resistensi Terhadap INH

Isoniazid merupakan hydrasilasi dari asam isonikotinik, molekul yang

larut air sehingga mudah untuk masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja obat

ini dengan menghambat sintesis dinding sel asam mikolik (struktur bahan

yang sangat penting pada dinding sel mykobakterium) melalui jalur yang

tergantung dengan oksigen seperti rekasi katase peroksidase.8

Mutan M.tuberculosis yang resisten isoniazid terjadi secara spontan

dengan kecepatan 1 dalam 105-106 organisme. Mekanisme resistensi

13

Page 14: Referat MDR TB

isoniazid diperkirakan oleh adanya asam amino yang mengubah gen

katalase peroksidase (katG) atau promotor pada lokus 2 gen yang dikenal

sebagai inhA. Mutasi missense atau delesi katG berkaitan dengan

berkurangnya aktivitas katalase dan peroksidase.8

2. Mekanisme Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Streptomyces

mediterranei, yang bekerja sebagai bakterisid intraseluler maupun

ekstraseluler. Obat ini menghambat sintesis RNA dengan mengikat atau

menghambat secara khusus RNA polymerase yang tergantung DNA.8,9

Rifampisin berperan aktif invitro pada kokus gram positif dan gram

negatif, mikobakterium, chlamydia, dan poxvirus. Resistensi mutannya

tinggi, biasanya pada semua populasi miikobakterium terjadi pada

frekuensi 1: 107 atau lebih. Resistensi terhadap rifampisin ini disebabkan

oleh adanya permeabilitas barier atau adanya mutasi dari RNA polymerase

tergantung DNA.9

Rifampisin mengahambat RNA polymerase tergantung DNA dari

mikobakterium, dan menghambat sintesis RNA bakteri yaitu pada formasi

rantai (chain formation) tidak pada perpanjangan rantai (chain elongation),

tetapi RNA polymerase manusia tidak terganggu.9

Resistensi rifampisin berkembang karena terjadinya mutasi kromosom

dengan frekuensi tinggi dengan kecepatan mutasi tinggi yaitu 10-7 sampai

10-3, dengan akibat terjadinya perubahan pada RNA polymerase.

14

Page 15: Referat MDR TB

Resistensi terjadi pada gen untuk beta subunit dari RNA polymerase

dengan akibat terjadinya perubahan pada tempat ikatan obat tersebut.9

3. Mekanisme Resistensi Terhadap Pyrazinamide

Pyrazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan penting

sebagai bakterisid jangka pendek terhadap terapi tuberkulosis. Obat ini

bekerja efektif terhadap bakteri tuberkulosis secara invitro pada pH asam

(pH 5,0-5,5). Pada keadaan pH netral, pyrazinamid tidak berefek atau

hanya sedikit berefek. Obat ini merupakan bakterisid yang memetabolisme

secara lambat organisme yang berada dalam suasana asam pada fagosit

atau granuloma kaseosa. Obat tersebut akan diubah oleh basil tuberkel

menjadi bentuk yang aktif asam pyrazinoat.8

Mekanisme resistensi pyrazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas

pyrazinamidase sehingga pyrazinamid tidak banyak yang diubah menjadi

asam pyrazinoat. Kebanyakan kasus resistensi pyrazinamide ini berkaitan

dengan mutasi pada gen pncA, yang menyandikan pyrazinamidase.8,10

4. Mekanisme Resistensi Terhadap Ethambutol

Ethambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan aktif

hanya pada mycobakteria. Ethambutol ini bekerja sebagai bakteriostatik

pada dosis standar. Mekanisme utamanya dengan menghambat enzim

arabinosyltransferase yang memperantarai polymerisasi arabinose menjadi

arabinogalactan yang berada di dalam dinding sel.8

Resistensi ethambutol pd M.tuberculosis paling sering berkaitan dengan

mutasi missense pada gen embB yang menjadi sandi untuk

15

Page 16: Referat MDR TB

arabinosyltransferase. Mutasi ini telah ditemukan pada 70% strain yang

resisten dan keterlibatan pengganti asam amino pada posisi 306 atau 406

pada sekitar 90% kasus.8

5. Mekanisme Resistensi Terhadap Streptomysin

Streptomysin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari

Streptomyces griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis

protein dengan menganggu fungsi ribosomal.8

Pada 2/3 strain M.tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah

diidentifikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua target yaitu

pada gen 16S rRNA (rrs) atau gen yang menyandikan protein ribosomal

S12 (rpsl). Kedua target diyakini terlibat pada ikatan streptomysin

ribosomal. Mutasi yang utama terjadi pada rpsl. Mutasi pada rpsl telah

diindetifikasi sebanyak 50% isolat yang resisten terhadap streptomysin dan

mutasi pada rrs sebanyak 20%.15Pada  sepertiga yang lainnya tidak

ditemukan adanya mutasi. Frekuensi resistensi mutan terjadi pada 1 dari

105 sampai 107 organisme. Strain M.tuberculosis yang resisten terhadap

streptomysin tidak mengalami resistensi silang terhadap capreomysin

maupun amikasin.8

E. Diagnosis TB-MDR

Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua

Pasien yang dicurigai TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya

dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaaan

16

Page 17: Referat MDR TB

terdapat M.tuberculosis yang rrsisten minmal terhadap rifampisi dan INH

maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR. Pasien yang dicurigai

kemungkinan TB-MDR adalah : 6

1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan

dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu

2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

sisipan dengan kategori 2

3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang

mendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin

4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

sisipan dengan kategori 1

6. TB paru kasus kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1

dan atau kategori 2

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR

konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR

9. TB-HIV

Diagnosis TB-MDR tergantung pada pengumpulan dan proses kultur

spesimen yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika

pasien tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika

tetap tidak bisa, dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini

17

Page 18: Referat MDR TB

pertama dan kedua harus dilakukan pada laboratorium rujukan yang

memadai.9

Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada

TB. Deteksi resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode

konvensional berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat

sulitnya beberapa metode ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk

mendapatkan hasilnya, maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru.Yang

termasuk metode terbaru ini adalah metode fenotipik dan genotipik. Pada

banyak kasus, metode genotipik khususnya telah mendeteksi resistensi

rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan sebagai petanda TB-

MDR khususnya pada suasana dengan prevalensi TB-MDR yang tinggi.

Sementara metode fenotipik, di lain sisi, merupakan metode yang lebih

sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada laboratorium

mikrobakteriologi klinik secara rutin.10

Metode fenotipik

konvensional

Metode fenotipik baru Metode genotipik

Metode proporsional Metode phage-based Rangkaian DNA

Metode rasio resistensi Metode kolorimetri Teknik hybridisasi fase

Agar

Metode konsenstrasi

absolut

The nitrate reductase

assay

Teknik real-time

Polymerase Chain

Reaction (PCR)

Metode radiometri

BACTEC

The microscopic

observation broth-drug

susceptibility assay

Microarrays

18

Page 19: Referat MDR TB

Tabung indicator

pertumbuhan

mikobakterial

Metode agar thin-layer

F. Tatalaksana medikamentosa

Idealnya regimen pengobatan kasus TB dengan resistensi obat disusun

berdasarkan hasil in vitro drug susceptibility (DST) yang dilakukan pada

masing-masing pasien. Namun yang menjadi kendala adalah hasil

pemeriksaan ini baru dapat diperoleh dalam 1-2 bulan. Oleh karena itu pada

beberapa kondisi berikut ini antara lain pasien dengan riwayat gagal

pengobatan sebelumnya, pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi

OAT, pasien yang ada kontak dengan kasus TB resisten OAT dan pasien yang

lahir dan tinggal pada daerah endemis TB, resistensi obat harus di antisipasi

dan terapi harus dimulai tanpa menunggu hasil DST. 5

Beberapa strategi pengobatan TB-MDR

1. Pengobatan standar. Data drugs resistancy survet (DRS) dari populasi

pasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan

karena tidak tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan

mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-

MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan

2. Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan

riwayat pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan

populasi representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah

ada hasil uji kepekaan individual.

19

Page 20: Referat MDR TB

3. Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat

pengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.

Golongan dan Jenis Obat

Golongan-1 Obat Lini

Pertama

Isoniazid (H)

Ethambutol (E)

Pyrazinamide (Z)

Rifampicin (R)

Streptomycin (S)

Golongan-2 / Obat

suntik/ Suntikan lini

kedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am)

Capreomycin

(Cm)

Golongan-3 /

Golongan

Floroquinolone

Ofloxacin (Ofx)

Levofloxacin

(Lfx)

Moxifloxacin

(Mfx)

Golongan-4 / Obat

bakteriostatik lini

kedua

Ethionamide (Eto)

Prothionamide

(Pto)

Cycloserine (Cs)

Para amino

salisilat (PAS)

Terizidone (Trd)

Golongan-5 / Obat

yang belum terbukti

efikasinya dan tidak

direkomendasikan

oleh WHO

Clofazimine (Cfz)

Linezolid (Lzd)

Amoxilin-

Clavulanate

(Amx-Clv)

Thioacetazone

(Thz)

Clarithromycin

(Clr)

Imipenem (Ipm)

Prinsip pengobatan TB-MDR

Secara umum, prinsip pengobatan TB resist obat, khususnya TB

dengan MDR adalah sebagai berikut: 11

1. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif.

20

Page 21: Referat MDR TB

2. Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan resistan

silang (cross-resistance)

3. Membatasi pengunaan obat yang tidak aman

4. Gunakan obat dari golongan/kelompok 1 - 5 secara hirarkis

sesuaipotensinya. Penggunaan OAT golongan 5 harus didasarkan pada

pertimbangan khusus dari Tim Ahli Klinis (TAK) dan disesuaikan dengan

kondisi program.

5. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan

tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama

minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.

6. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan

7. Dikatakan konversi bila hasil pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan

jarakpemeriksaan 30 hari.

8. Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahaplanjutan

menganut prinsip DOT = Directly/Daily Observed Treatment,dengan

PMO diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kaderkesehatan

Paduan obat TB MDR

Paduan obat TB MDR yang diberikan kepada semua pasien TB MDR

(standardized treatment) adalah :

6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs

Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto:

Etionamid, Cs: Sikloserin

Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.

21

Page 22: Referat MDR TB

Paduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB MDR,

Paduan obat standard diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan

dibawah ini: 11

1. Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah

satu obat diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan

2. Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya

sehingga dicurigai ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah

mendapat kuinolon untuk pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai

levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap

levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan

persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik

3. Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat

diidentifikasi sebagi penyebabnya

4. Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi

biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk,

produksi dahak, demam, penurunan berat badan

Ting-katan

Obat DosisHarian

Aktivitiantibakteri

Rasio kadar

Puncak Serum

terhadap MIC

1 Aminoglikosida.Streptomisinb. Kanamisin atau amikasinc. Kapreomisin

15 mg/kg Bakterisid menghambat organisme yang multiplikasi aktif

20-305-7,5

10-15

2 Thionamides(etionamid

10-20 mg/kg Bakterisid 4-8

22

Page 23: Referat MDR TB

Protinamid)3 Pirazinamid 20-30 mg/kg Bakterisid

pada pH asam7,5-10

4 Ofloksasin 7,5-15 mg/kg Bakterisid mingguan

2,5-5

5 Ethambutol 15-20 mg/kg Bakteriostatik 2-36 Sikloserin 10-20 mg/kg Bakteriostatik 2-47 PAS asam 10-12 g Bakteriostatik 100

Resistensi silang

Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang

dalam memilih jenis OAT yaitu suatu resistensi terhadap suatu antibiotikum

dapat menyebabkan resisten terhadap semua derivatnya. Tidak efektif

memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi

terjadi resistensi silang.12

1. Tionamid dan tiosetason

Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya

resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering

ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan tiosetason, galur yang

biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif dengan

etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamaid dan

proteonamid biasanya juga resisten terhadap tiosetason pada lebih dari

70% kasus.

2. Aminoglikosid

Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap

kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat

23

Page 24: Referat MDR TB

menyebabkan resisten silang terhadap amikasin. Galur yang resisten

terhadap kanamisisn dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap

steptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin,

amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin.

Kesimpulan :

a. Resistensi terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin

b. Resisten terhadap kanamisin atau amikain gunakan kapreomisin

3. Fluorokuinolon

Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi

silang untuk semua fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan

ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif

(levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantiakn ofloksasin di masa

datang.

4. Sikloserin dan terizidon

Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat

resistensi silang dengan obat golongan lain.

Fase-fase Pengobatan TB-MDR

1. Fase Pengobatan intensif

Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi

(kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama

6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.

a. Fase rawat inap di RS 2-4 minggu

Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:

24

Page 25: Referat MDR TB

Menilai keadaan pasien secara cermat

Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi efek samping

Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang intensif

Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:

Tidak ditemukan efek samping

Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai

dengan pedoman pengobatan TB MDR

b. Fase rawat jalan

Selama fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh

petugas kesehatan dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase

rawat jalan ini obat oral ditelan di rumah pasien hanya pada libur

2. Fase pengobatan lanjutan

a. Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan

b. Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan

c. Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR

mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap

1 bulan.11

G. Pemantauan dan hasil pengobatan

Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap

pengobatan dan mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala klasik TB

– batuk, berdahak, demam dan BB menurun – umumnya membaik dalam

beberapa bulan pertama pengobatan. Penilaian respons pengobatan adalah

konversi dahak dan biakan. Hasil uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh

25

Page 26: Referat MDR TB

setelah 2 bulan. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada

fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan. Evaluasi pada pasien TB

MDR adalah: 9

1. Penilaian klinis termasuk berat badan

2. Penilaian segera bila ada efek samping

3. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada

fase lanjutan

4. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan

5. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan

kegagalan pengobatan

6. Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan

(Kanamisin dan Kapreomisin)

7. Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda

hipotiroid

Konversi dahak

definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan

dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `Tanggal set

pertama dari sediaan apus dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai

tanggal konversi (dan tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya

pengobatan fase intensif dan lama pengobatan). 9

Penyelesaian pengobatan fase intensif

26

Page 27: Referat MDR TB

1. Lama pemberian suntikan atau fase intensif di tentukan oleh hasil konversi

kultur

2. Anjuran minimal untuk obat suntikan harus dilanjutkan paling kurang 6

bulan dan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah pasien menjadi negatif dan

tetap negatif untuk pemeriksaan dahak dan kultur.9

Lama pengobatan

1. Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan

kultur

2. Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung

sekurangkurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-

bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan.9

Hasil pengobatan TB MDR (atau kategori IV)

Sembuh. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai

protokol program dan telah mengalami sekurang-kurangnya 5 kultur negatif

berturut-turut dari sampel dahak yang diambil berselang 30 hari dalam 12

bulan terakhir pengobatan. Jika hanya satu kultur positif dilaporkan selama

waktu tersebut, dan bersamaan waktu tidak ada bukti klinis memburuknya

keadaan pasien, pasien masih dianggap sembuh, asalkan kultur yang positif

tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil kultur negatif berturut-turut yang

diambil sampelnya berselang sekurangnya 30 hari.9

Pengobatan lengkap. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan

pengobatan sesuai protokol program tetapi tidak memenuhi definisi sembuh

karena tidak ada hasil pemeriksaan bakteriologis.9

27

Page 28: Referat MDR TB

Meninggal. Pasien kategori IV meninggal karena sebab apapun selama masa

pengobatan TB MDR.9

Gagal. Pengobatan dianggap gagal jika 2 atau lebih dari 5 kultur yang dicatat

dalam 12 bulan terakhir masa pengobatan adalah positif, atau jika salah satu

dari 3 kultur terakhir hasilnya positif. Pengobatan juga dapat dikatakan gagal

apabila tim ahli klinis memutuskan untuk menghentikan pengobatan secara

dini karena perburukan respons klinis, radiologis atau efek samping.9

Lalai/Defaulted. Pasien kategori IV yang pengobatannya terputus selama

berturut-turut dua bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan

medic.9

Pindah. Pasien kategori IV yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain

dan hasil pengobatan tidak diketahui.9

H. Penanganan efek samping

Pemantauan efek samping selama pengobatan

1. OAT lini kedua mempunyai efek samping yang lebih banyak, lebih berat

dan lebih sering dari pada OAT lini pertama

2. Deteksi dini efek samping penting karena makin cepat ditemukan dan

ditangani makin baik prognosanya, jadi pasien harus di monitor tiap hari

3. Efek samping sering terkait dosis

4. Gejala efek samping harus diketahui oleh PMO dan pasien sehingga

pasien tidak menjadi takut saat mengalaminya dan drop-out

28

Page 29: Referat MDR TB

5. Efek samping bisa ringan, sedang dan berat atau serius. Semua hal harus

tercatat dalam pencatatan dan pelaporan.12

Tempat penatalaksanaan efek samping

1. RS rujukan TB MDR dan UPK satelit menjadi tempat penatalaksanaan

efek samping tergantung berat ringan gejala.

2. Dokter Puskesmas akan menatalaksana efek samping ringan dan sedang.

Tim klinis TB MDR di RS rujukan TB MDR akan mendapat laporannya

3. Pasien dengan efek samping berat atau serius dan pasien yang tidak

menunjukkan perbaikan setelah penanganan efek samping ringan atau

sedang harus segera dirujuk ke Tim Klinis RS rujukan MDR dengan

transportasi dari Puskesmas.9

Efek samping berat atau serius:

Pasien harus menghentikan semua obat, segera dirujuk dengan didampingi ke

RS rujukan TB MDR Contoh

1. kulit dan mata pasien nampak kuning

2. Pendengaran berkurang (tuli) atau telinga berdengung

3. mendengar suara-suara, halusinasi, delusi/waham, bingung

4. Reaksi alergi berat yaitu Syok anafilaktik dan angionerotik edema, harus

segera ditangani oleh dokter puskesmas sesuai standard penanganan syok

sebelum segera dirujuk ke RS rujukan TB-MDR.

5. Reaksi alergi berat yang lain yang berupa kemerahan pada mukosa

(selaput lendir) seperti mulut, mata dan dapat mengenai seluruh tubuh

berupa pengelupasan kulit (Steven Johnsons Syndrome).9

29

Page 30: Referat MDR TB

I. Pengobatan TB-MDR pada keadaan khusus

Pengobatan TB MDR pada wanita usia subur

1. Semua pasien wanita usia subur harus didahului pemeriksaan kehamilan.

2. pemakaian kontrasepsi dianjurkan bagi semua wanita usia produktif yang

akan mendapat pengobatan TB MDR.9

Pengobatan TB MDR pada ibu hamil

1. Kehamilan bukan kontraindikasi untuk pengobatan TB MDR tetapi sampai

saat ini keamanannya belum diketahui

2. Pasien hamil tidak disertakan pada uji pendahuluan ini

3. Sebagian besar efek teratogenik terjadi pada trimester pertama sehingga

pengobatan bisa ditangguhkan sampai trimester kedua.9

Pengobatan TB MDR pada ibu menyusui

1. Ibu yang sedang menyusui dan mendapat pengobatan TB MDR harus

mendapat pengobatan penuh

2. Sebagian besar OAT akan ditemukan kadarnya dalam ASI dengan

konsentrasi yang lebih kecil

3. Jika ibu dengan BTA positif, pisahkan bayinya beberapa waktu sampai

BTA nya menjadi negatif atau ibu menggunakan masker N-95.12

Pengobatan TB MDR pada pasien yang sedang memakai kontrasepsi

hormon

1. Tidak ada kontraindikasi untuk menggunakan kontrasepsi oral dengan

rejimen yang tidak mengandung riyfamycin

30

Page 31: Referat MDR TB

2. Seorang wanita yang mendapat kontrasepsi oral sementara mendapat

pengobatan dengan rifampycin bisa memilih salah satu metode berikut:

gunakan kontrasepsi oral yang mengandung dosis oestrogen yang lebih

besar (50 μg) atau menggunakan kontrasepsi bentuk lain.9,11

Pengobatan pasien TB MDR dengan diabetes mellitus

1. Diabetes mellitus bisa memperkuat efek samping OAT, terutama

gangguan ginjal dan neuropati perifer

2. Obat-obatan hypoglycaemi oral tidak merupakan kontraindikasi selama

pengobatan TB MDR, tetapi mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi

sehingga perlu penanganan khusus

3. Penggunaan ethionamida lebih sulit penanganannya

4. Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan

pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan.11

Pengobatan pasien TB MDR dengan gangguan ginjal

1. Pemberian OAT lini kedua pada pasien dengan gangguan ginjal harus

dilakukan dengan hati – hati

2. Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan

pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan

3. Pemberian obat, dosis dan atau interval antar dosis harus disesuaikan

dengan tabel diatas (jika terjadi gangguan ginjal).11

Pengobatan pasien TB MDR dengan gangguan hati

1. OAT lini kedua kurang toksis terhadap hati dibanding OAT lini pertama

31

Page 32: Referat MDR TB

2. Pasien dengan riwayat penyakit hati bisa mendapat pengobatan TB MDR

jika tidak ada bukti klinis penyakit hati kronis, karier virus hepatitis,

riwayat akut hepatitis dahulu atau pemakaian alkohol berlebihan.

3. Reaksi hepatotoksis lebih sering terjadi pada pasien diatas sehingga harus

lebih diawasi

4. Pasien dengan penyakit hati kronik tidak boleh diberikan Pirazinamid

5. Pemantauan kadar enzim secara ketat dianjurkan dan jika kadar enzim

meningkat, OAT harus dihentikan dan dilaporkan kepada tim therapeutic

advisory

6. Jika diperlukan, untuk mengobati pasien TB MDR selama hepatitis akut,

kombinasi empat OAT yang tidak hepatotoksis merupakan pilihan yang

paling aman.12

Pengobatan pasien TB MDR dengan gangguan kejang-kejang (epilepsi)

1. Tentukan apakah gangguan kejang terkendali atau telah menelan obat anti

kejang

2. Jika kejangnya tidak terkendali, pengobatan atau penyesuaian pengobatan

anti kejang diperlukan sebelum mulai pengobatan

3. Bila tidak terkendali tidak masuk dalam proyek ini

4. Jika ada sebab lain yang menyebabkan kejang, kejangnya harus diatasi

5. Cycloserine harus dihindarkan pada pasien dengan gangguan kejang yang

aktif dan tidak cukup terkontrol dengan pengobatan dengan gangguan

psikiatris.9,12

32

Page 33: Referat MDR TB

J. Tatalaksana pembedahan

Berbagai prosedur pembedahan dilakukan terhadap pasien TB-MDR,

mulai dari reseksi segmental sampai pleuro-pneumoectomy. Berdasarkan

pengalaman yang ada, tindakan operasi pada penderita TB-MDR dengan

mortalitas rendah (<3%). Tetapi angka komplikasi yang terjadi cukup tinggi

dimana fistula bronkopleural dan empiema yang menjadi komplikasi utama.

Lebih dari 90 persen pasien pemeriksaan sputumnya menjadi negatif setelah

dilakukan tindakan operasi. Pembedahan reseksional saat ini

direkomendasikan pada penderita TB-MDR yang diterapi dengan obat-obatan

cukup jelek. Indikasi pembedahan yaitu: 13

1. Kultur sputum positif yang menetap meskipun sudah diterapi dengan obat

yang cukup banyak; dan atau

2. Adanya resistensi obat yang luas yang dikaitkan dengan kegagalan terapi

atau bertambahnya resistensi; dan atau

3. Adanya kavitas lokal, nekrosis/destruksi pada sebuah lobus atau sebagian

paru yang disetujui untuk dilakukannya operasi tanpa adanya insufisiensi

respiratori dan atau hipertensi pulmonal yang berat.

Hal tersebut dilakukan setelah minimum tiga bulan terapi intensif dengan

regimen obat-obatan, dimana diharapkan status sputum menjadi negative jika

memungkinkan. Dengan tindakan operasi ketahanan hidup jangka panjang

dapat diperbaiki daripada meneruskan terapi obat-obatan saja. Walaupun

begitu, pemakaian obat-obatan tetap dilanjutkan setelah operasi dilakukan,

33

Page 34: Referat MDR TB

selama 12-24 bulan, sebaliknya ketahanan hidup yang jelek mungkin saja

terjadi.13

K. Pencegahan

Pencegahan terjadinya resistensi obat

WHO merekomendasikan strategi DOTS dalam penatalaksanaan kasus

TB, selain relative tidak mahal dan mudah, strategi ini dianggap dapat

menurunkan risiko terjadinya kasus resistensi obat terhadap TB.

Pencegahanan yang terbaik adalah dengan standarisasi pemberian regimen

yang efektif, penerapan strategi DOTS dan pemakaian obat FDC adalah yang

sangat tepat untuk mencegah terjadinya resistensi OAT. 11

Pencegahan terjadinya MDR TB dapat dimulai sejak awal penanganan

kasus baru TB antara lain : pengobatan secara pasti terhadap kasus BTA

positif pada pertama kali, penyembuhan secara komplit kasih kambuh,

penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB, penjaminan ketersediaan OAT

adalah hal yang penting, pengawasan terhadap pengobatan, dan adanya OAT

secar gratis. Jangan pernah memberikan terapi tunggal pada kasus TB.

Peranan pemerintah dalam hal dukungan kelangsungan program dan

ketersediaan dana untunk penanggulangan TB (DOTS). Dasar pengobatan TB

oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi sesuai “evidence based” dan tes

kepekaan kuman. 11

Strategi DOTSPlus

34

Page 35: Referat MDR TB

Penerapan strategi DOTS plus mempergunakan kerangka yang sama

dengan strategi DOTS, dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan

kepada penanganan MDR TB. Strategi DOTSPlus juga sama terdiri dari 5

komponen kunci: 11

1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR (multi

drug resistance)

2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu

menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan

uji kepekaan yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua ,dengan

pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT).

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Setiap komponen dalam

penanganan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih

banyak dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR Pelaksanaan

program DOTS plus akan memperkuat Program Penanggulangan TB

Nasional.

L. Prognosis

Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui

prognosis pada penderita TB-MDR. Dari beberapa studi yang ada

35

Page 36: Referat MDR TB

menyebutkan bahwa adanya keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris,

infeksi HIV, riwayat mengunakan OAT dengan jumlah cukup banyak

sebelumnya, terapi yang tidak adekuat (<2 macam obat yang aktif) dapat

menjadi petanda prognosis buruk pada penderita tersebut.13

Dengan mengetahui beberapa petanda diatas dapat membantu klinisi

intuk mengamati penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang

menjadi penyebab seperti malnutrisi.13

BAB III

KESIMPULAN

36

Page 37: Referat MDR TB

Prevalensi kasus TB dengan resistensi OAT terutama TB-MDR terus

meningkat. Factor penyebab terbanyak adalah akibat pengobatan TB yang tidak

adekuat dan penularan dari pasien TB-MDR. Oleh karena itu pada setiap pasien

harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT.

Selanjutnya terapi empiris harus segera diberikan pada pasien dengan resiko

tinggi resistensi OAT, terutama pada pasien dengan keadaan penyakit yang berat.

Pemilihan regimen OAT yang tepat sangat diperlukan untuk keberhasilan

pengobatan dan mencegah bertambah banyaknya kasus TB-MDR maupun TB-

XDR dan TB-TDR.

Terapi yang dianjurkan dengan memberikan 4 sampai 6 macam obat.

Pilihan obat yang diberikan yaitu obat lini pertama yang masih sensitif disertai

obat lini kedua berdasarkan aktivitas intrinsik terhadap kuman M.tuberculosis.

Pembedahan perlu dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OAT tidak terjadi

konversi negatif sputum. Pemberian nutrisi yang baik dapat membantu

keberhasilan terapi.

Konsep ”Direcly Observed Treatment Short Course” (DOTS) merupakan

salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan

menaggulangi masalah tuberkulosis khususnya TB-MDR. Perkembangan obat

baru mungkin juga diperlukan untuk menanggulangi hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: Referat MDR TB

1. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant

tuberculosis: emergency update 2008. Geneva, World Health

Organization, 2008 (WHO/HTM/TB/2008.402).

2. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya, ed III. Lab Mikrobiologi

RSUP Persahabatan / WHO Collaborating Center for Tuberculosis;

2000.

3. Dapartemen Kesehatan RI. Penanggulangan TB kini lebih baik.

Available from http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-

release/1348penangulangan-tb-kini-lebih-baik.html.

4. Dalimunthe NN, Keliat EN, dan Abidin A. Penatalaksanaan Tuberkulosis

dengan Resistensi Obat Anti Tuberkulosis. Divisi Pulmonologi

Alergi Imunologi FK Universitas Sumatra Utara. Available from

http://www.ikaapda.com/resources/PAI/Reading/

PENATALAKSANAAN-TUBERCULOSIS-DENGAN-

RESISTENSI-OBAT-ANTI-TUBERCULOSIS.pdf.

5. World Health Organization. Guideline for the programmatic management

of drugresistant tuberculosis . Emergency Update 2008.

6. Soepandi PZ. 2010. Diagnosis Dan Faktor Yang Mempengaruhi

Terjadinya TB-MDR. Departemen Pulmonologi & Ilmu

kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta. Available

from http://ppti.files.wordpress.com/2010/01/makalah-dr-priyanti-

diagnosis-dan-faktor-yg-mempengaruhi-tb-mdr.pdf.

7. Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia, PERPARI, Jakarta, 2006.

38

Page 39: Referat MDR TB

8. Wallace RJ, Griffith DE. Antimycrobial Agents in Kasper DL,

Braunwald E (eds), Harrison’s Principles of Internal Medicine,

16th ed. Mc Graw Hill. New York. 2004.

9. Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam

Buku Program dan Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan

Ilmiah Berkala. PERPARI. Bandung. 2006.

10. Martin A. Portaels F. Drug Resistance and Drug Resistance detection in

Palmino JC, et al (eds), Tuberculosis 2007 from basic science to

patient care, 1st ed. www.textbookcom.

11. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

Dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Available from http://www.scribd.com

/doc/130737509/Pedoman-Nasional-Penanggulangan-TB-2011.

12. PDPI. Standard Pelayanan Medik Paru. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia cabang Jakarta; 1998.

13. Syahrini H. 2008. Tuberkulosis Paru Resistensi Ganda. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam RSUP Adam Malik Medan FK USU. Available

from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789

/3375/1/08E00731.pdf.

39