referat intraabdominal bleeding & anestesi

download referat intraabdominal bleeding & anestesi

of 39

Transcript of referat intraabdominal bleeding & anestesi

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    1/39

    1

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena

    atas rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Penatalaksanaan

    Anestesi Pada Pasien dengan Perdarahan Intra Abdominal.

    Sehubungan dengan penyusunan referat ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada dr. Rosalia sp.An selaku pembimbing serta kepada dokter-

    dokter pembimbing lainnya di bagian anestesi RSAL dr. Mintohardjo. Adapun, tujuan

    dari pembuatan referat ini selain untuk menambah pengetahuan penulis serta

    pembacanya, juga ditujukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Anestesiologi.

    Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna dan tidak luput pula dari berbagai kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya masukan,

    baik itu kritik maupun saran yang dapat membantu penulis lebih baik lagi kedepannya.

    Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas ini dapat menambah

    informasi dan pengetahuan bagi kita semua.

    Jakarta, Juni 2013

    Penulis,

    Sitti Monica Astrilia Ambon

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    2/39

    2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ... 1

    Daftar Isi. . 2

    Bab I

    Pendahuluan . 3

    Bab II

    Pembahasan .. 5

    Bab III

    Kesimpulan ...37

    Daftar Pustaka 38

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    3/39

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern

    penggunaan kendaraan bermotor, senjata api dan masalah-masalah yang dialami

    masyarakat semakin banyak dijumpai. Sayangnya, penyakit akibat trauma sering

    ditelantarkan sehingga trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia

    muda dan produktif di seluruh dunia. Angka kematian ini dapat diturunkan melalui upaya

    pencegahan trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada

    korbannya. 1

    Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul atau peluru. Cedera pada

    trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan (deselerasi),

    dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas, ataupun zat

    kimia. Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera

    musculoskeletal, dan kerusakan organ. 1

    Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh

    tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan atau organ yang berada

    dibawahnya. Trauma tumpul sendiri dapat berupa benturan benda tumpul, perlambatan

    (deselerasi), dan kempaan. Benturan benda tumpul pada toraks dapat menyebabkan

    cedera berupa patah tulang iga. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat

    menimbulkan cedera pada organ berongga (seperti usus, kandung kemih, ureter dan

    lambung) berupa perforasi atau organ padat (seperti hepar, lien, pancreas, ginjal) berupa

    perdarahan (perdarahan intra abdominal). Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen

    paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).

    Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ

    yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 1

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    4/39

    4

    Cedera yang terjadi ini dapat menimbulkan syok bagi korbannya. Dalam kasus seperti

    ini Waktu adalah nyawa dimana dibutuhkan suatu penanganan yang profesional yaitu

    cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian, transportasi sampai tindakan

    definitif di rumah sakit. 1

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    5/39

    5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Anatomi Abdomen

    Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma

    di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik,

    biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis

    horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior

    superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis,

    yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal

    yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum padacrista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V.

    Pembagian regio pada abdomen yaitu :

    1. Regio hypochondrium kanan. 9. Regio iliaca kiri. 2

    2. Regio epigastrium.

    3. Regio hypocondrium kiri.

    4. Regio lumbalis kanan.

    5. Regio umbilicalis.

    6. Regio lumbalis kiri.

    7. Regio iliaca kanan

    8. Regio hypogastrium

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    6/39

    6

    Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan

    menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada

    umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan

    bawah dan kuadran kiri bawah.

    Dinding perut ini terdiri atas

    beberapa lapis, yaitu dari luar ke

    dalam, lapis kulit yang terdiri dari

    kutis dan subkutis; lemak subkutan

    dan fasia superfisial (fasia Scarpa);

    kemudian ketiga otot dinding perut,m. oblikus abdominis eksternus, m.

    oblikus abdominis internus, dan m.

    tranversus abdominis; dan akhirnya

    lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot

    rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 2

    Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis

    mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.

    Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale,

    sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale.

    Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah

    atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung

    sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan

    melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum

    minus yang terentang antara lambung dan liver.

    Organ pada rongga abdomen dibagi menjadi 2, yaitu :

    1. Organ intraperitoneal

    Organ-organ dibawah ini diliputi atau dilapisi oleh peritoneum :

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    7/39

    7

    Hati Limpa Lambung Kandung empedu Duodenum (bagian pertama) Pancreas (hanya bagian kaudal) Rectum Sigmoid colon

    2. Organ retroperitoneal

    Organ-organ dibawah ini berada dibelakang peritoneum, antara peritoneum dan

    dinding abdomen:

    Kelenjar suprarenal Aorta dan vena cava inferior Duodenum (kecuali bagian pertama) Pancreas (kecuali bagian kaudal) Ureter dan kandung kemih Colon (ascending dan descending) Kidney

    Esofagus Rectum (bagian 2/3 bawah saja)

    Vaskularisasi organ-organ intra abdominal berasal dari aorta abdominalis yang

    mempercabangkan 3 cabang besar yaitu a. Coeliaca (Coeliaca Trunk), a. Mesenterica

    Superior, dan a. Mesenterica Inferior. Cabang-cabang dari a. coeliaca adalah a. gastrica

    sinistra, a. hepatica dan a. Lienalis. Cabang a. mesenterica Superior adalah a. colica

    media, a. colica dextra, a. ileocolica, a. pancreaticoduodenalis inferior, aa. Jejunales danilei. Cabang a. mesenterica inferior adalah a. colica sinistra, a. sigmoidea, a.

    hemorrhoidalis superior. A. mesenterica superior menyuplai darah pada bagian distal

    duodenum, jejunum, ileum, caecum, appendiks, colon ascenden dan sebagian besar colon

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    8/39

    8

    transversum. A. mesenterica inferior menyuplai darah pada 1/3 distal colon transversum,

    flexura colica sinistra, colon descenden, colon sigmoid, rectum dan sebagian anus. 3,4

    2.2 Perdarahan Intra Abdominal

    Definisi

    Perdarahan intra abdominal adalah perdarahan yang terjadi di dalam abdomen yang

    biasanya disebabkan oleh adanya suatu trauma, baik itu trauma tumpul, trauma tajam

    maupun trauma tembak. Namun, paling sering perdarahan yang terjadi di dalam abdomen

    tanpa disertai dengan perdarahan yang keluar dari tubuh disebabkan oleh trauma tumpul

    abdomen seperti yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian, penganiayaan, atau cedera olahraga.

    Patofisiologi

    Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu

    lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya

    trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut

    dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan

    obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena

    terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi

    jaringan. 5

    Trauma juga tergantung pada elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas

    adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas

    adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.

    Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya

    trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati

    ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma

    adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. 5

    Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya cidera organ intra abdominal yang

    disebabkan beberapa mekanisme :

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    9/39

    9

    1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

    tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya

    tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun

    organ berongga.

    2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

    vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

    3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan

    gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

    Klasifikasi

    Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

    1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan.2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah

    peritonitis.

    Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

    a. Organ Intraperitoneal

    Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung,

    colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

    Ruptur HatiHati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma

    tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan

    empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul

    abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII

    IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran

    kanan atas. nyeri tekan dan defence muskuler tidak akan tampak sampai

    perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam

    post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen

    apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan

    umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya

    menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien

    trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    10/39

    10

    perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase

    peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu. 6

    Ruptur Limpa

    Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi

    trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang

    membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak

    tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami

    perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada

    di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi

    dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi

    sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpamenyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada

    limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau

    abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur

    limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil.

    Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi

    trauma pada abdomen. Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya

    hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan

    ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran

    kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga

    mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam

    pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti

    nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan

    yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau

    hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai

    terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan

    diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi

    dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa.

    Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa

    dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    11/39

    11

    pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap

    pneumonia dan flu dan juga diberikan antibiotik sebagai usaha preventif

    terhadap terjadinya infeksi. 7

    Ruptur Usus Halus

    Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena

    trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik

    didapatkan gejala burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri

    tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan

    usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam

    berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya

    bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus

    ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan

    Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus

    dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada

    Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 7

    b. Organ Retroperitoneal

    Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava.Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan

    fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous

    pyelogram.

    Ruptur Ginjal

    Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan

    kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya

    fraktur pada costa ke XI XII. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan

    harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara

    ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal

    biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi

    CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic

    hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    12/39

    12

    Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal

    dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu

    pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya alasan

    tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi

    pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna,

    sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau

    adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya

    visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang berat atau

    putusnya tangkai ginjal. 8

    Ruptur Pankreas

    Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus

    diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai

    setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada

    benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada

    pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada

    duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian

    yang tinggi. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang

    terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung.

    Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat

    dengan adanya gejala iritasi peritonial. Diagnosis, penentuan amilase

    serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut. Pemeriksaan

    CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat

    diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation

    of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.

    Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif,

    tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari

    trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan

    tindakan yang wajib dilakukan. 9

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    13/39

    13

    Ruptur Ureter

    Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka

    yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang

    atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter

    bisa ditemukan dengan adanya hematuria pasca trauma.

    Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-

    tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi,

    benturan langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal

    sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan

    terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan

    kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri

    yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53%

    kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc.

    Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena

    seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi

    ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas. Pilihan terapi yang tepat

    tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan

    prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi

    adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral denganlokasi trauma.

    2.3 Penatalaksanaan Anestesi Pada Perdarahan Intra Abdomen

    Perdarahan intra abdomen yang disebabkan oleh trauma ini biasanya termasuk dalam

    suatu kegawatdaruratan yang harus segera ditatalaksana dengan dilakukannya

    pembedahan darurat. Anestesi untuk pasien yang harus di bedah secara darurat

    mempunyai kekhususan karena keadaan umum pasiennya dapat sangat bervariasi dari

    yang masih normal sehat sampai yang menderita penyakit dasar berat yang kemudian

    masih dibebani lagi dengan adanya kelainan bedahnya.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    14/39

    14

    Pada umumnya, masalah yang dihadapi oleh dokter anestesi adalah (1) keterbatasan

    waktu untuk melakukan evaluasi pra anesthesia yang lengkap (2) pasien sering dalam

    keadaan takut gelisah (3) lambung sering berisi cairan dan makanan (4) system

    hemodinamik sering terganggu, keadaan umum sering buruk (hipotensi, takikardi) (5)

    menderita cidera ganda (6) kelainan yang harus dibedah kadang-kadang belum diketahui

    dengan jelas (7) riwayat sebelum sakit sering tak dapat diketahui (8) komplikasi/penyakit

    yang ada kadang-kadang tidak dapat diobati dengan baik sebelum pembedahan. Keadaan

    terakhir ini yang sering menyebabkan mortalitas pasien dengan keadaan bedah darurat

    menjadi legih tinggi disbanding dengan bedah elektif. Yang penting agar pengelolaan

    anestesi dapat berjalan sukses adalah kesiapannya dalam menangani kejadian yang akut

    dan berat. Termasuk dalam hal ini kesiapan alat dan tenaga kamar operasi untuk

    melakukan pembedahan yang sifatnya kapan saja. Peralatan yang diperlukan adalahuntuk memberi O2 tinggi, intubasi, suction, monitor, cairan infus (koloid, kristaloid),

    kalau perlu darah atau komponen, pompa cairan dan darah, obat anestesi, dan lain-lain.

    A. Pemeriksaan Awal

    Pemeriksaan awal untuk pasien trauma dapat dilakukan di tempat kejadian,

    diruang gawat darurat, atau lebih jarang, di kamar operasi. Perawatan

    distandarisasi berdasarkan Advanced Trauma Life Support (ATLS), yang

    dikembangkan oleh American Collage of Surgeon, yang protocol pertamanya

    berlaku tahun 1980. Idealnya, evaluasi trauma meliputi evaluasi yang

    terkoordinasi dengan baik oleh dokter jaga dan atau dokter bedah, perawat khusus

    dan radiografer dengan kapabilitas yang sesuai. Dokter bedah saraf dan bedah

    ortopedi harus siap kapanpun diperlukan. Tujuan utama anestesiologis adalah

    untuk mempertahankan fungsi sistem saraf, memelihara pertukaran gas respirasi

    yang adekuat dan homeostasis sirkulasi. 10

    Berdasarkan protocol ATLS, eveluasi awal harus meliputi tiga komponen,

    penilaian cepat, survey primer dan survey sekunder :

    Penilaian cepat : fase ini harus mengambil waktu beberapa detik saja dan

    harus dapat menentukan apakah pasien stabil, tidak stabil, meninggal atau

    kritis.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    15/39

    15

    Survey primer: evaluasi yang lebih detail dalam hal fungsi fisiologis yang

    penting untuk kehidupan, yang meliputi jalan napas, pernapasan dan

    sirkulasi. Jika terdapt ganguan dari ketiga fungsi ini maka tindakan

    penanganan harus dilkukan segera. Penilaian disabilitas yang difokuskan

    pada pemeriksaan neurologis juga dilakukan pada fase ini.

    Survey sekunder: evaluasi yang detail dan sistemik dari setiap regio

    anatomi. Disposisi ditentukan. Informasi dari pasien atau dari orang-orang

    di sekitar pasien didapatkan untuk memperoleh data tentang penyakit lain

    yang dialaminya.

    B. Manajemen Jalan Nafas

    Anestesiologis memainkan peran penting dalam menajemen dini untuk pasientrauma untuk mengamankan jalan nafasnya dan berperan pula sebagai konsultan

    dalam prosedur kegawatan yang lain. Evaluasi membutuhkan diagnosis trauma

    jaringan lunak, penilaian potensi obstruksi akut dan prediksi bertambah parahnya

    cidera yang mungkin akibat intervensi jalan napas yang menyebabkan:

    Hipoksia :

    Hipoksia pada trauma umumnya disebabkan oleh obstruksi jalan napas,

    apneu, cidera thorax, dan status sirkulasi yang buruk. Sianosis kadang sulit

    untuk dideteksi pada pasien yang anemis, hipovolemik dan pasien yang

    berpigmen kulit gelap. Pulse oxymetri sering diperlukan untuk menilai

    oksigenasi dan analisis gas darah arterial harus didapatkan secara dini jika

    terdapat keraguan. Oksigen supplemental harus diberikan, dan intervensi

    jalan napas definitif diambil jika terdapat kecurigaan oksigenasi jaringan

    yang tidak adekuat. Obstruksi jalan napas sering disebabkan oleh laserasi,

    sekresi, benda asing, fraktur pada pasien yang tidak sadar. Intrervensi awal

    meliputi oksigen supplemental, head tilt, chin lift, jaw thrust, pembersihan

    orofaring dan pemasangan oro atau naso pharyngeal airway. 11

    Kontrol definitif jalan napas adalah penting untuk melindungi pasien dari

    aspirasi pulmoner dan obstruksi jalan napas, serta untuk mempertahankan

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    16/39

    16

    perrtukaran gas selama dilakukannya resusitasi. Indikasi mutlak untuk

    intubasi segera antara lain : 12

    GCS kurang dari 9 Ancaman shock Obstruksi jalan napas Pasien yang gelisah dan membutuhkan sedasi Trauma dada dengan hipoventilasi Hipoksia Henti jantung

    Resiko Aspirasi

    Aspirasi isi lambung sewaktu induksi anestesi atau sewaktu akan sadar

    kembali harus sebisa mungkin dicegah. Waktu pengosongan memanjang

    oleh makanan berlemak tinggi (8 - 10 jam), pengaruh emosional, dan obat

    narkotik. Disamping itu hiperventilasi atau gangguan pernafasan,

    menyebabkan penderita menelan udara sehingga timbul perut kembung,

    yang memudahkan regurgitasi atau muntah. Sekalipun telah dipasang naso

    gastric tube (selang lambung), pengosongan lambung secara lengkap

    melalui selang tidak dapat dijamin. Pasien dalam keadaan koma atausetengah sadar, mudah aspirasi. Bila akan menguras lambung maka jalan

    pernafasan harus diamankan dulu dengan tube endotrakeal yang

    mempunyai cuff yang dapat dikembangkan.

    Paling aman jika kita beranggapan bahwa setiap penderita yang akan

    menjalani anestesi darurat mempunyai lambung yang terisi dan bertindak

    dengan tepat. Beberapa kewaspadaan yang dapat dilakukan adalah sebagai

    berikut :

    1. Pipa nasogastrik (NGT; ukuran 16 untuk orang dewasa) dapat

    dimasukkan. Sesungguhnya NGT berguna dalam mengeluarkan cairan

    atau gas. Jika dibiarkan ditempatnya, NGT tersebut dapat

    menyebabkan inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan

    menaikkan resiko aspirasi.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    17/39

    17

    2. Metoklopramid (10 mg intramuskular atau intravena) akan

    meningkatkan motilitas lambung sehingga waktu pengosongan

    lambung menjadi pendek dan hal tersebut menurunkan resiko

    terjadinya muntah.

    3. Sekresi asam dalam cairan lambung dapat dikurangi oleh AH2 (anti

    histamine 2). Kerusakan paling buruk terhadap jaringan paru berasal

    dari inhalasi isi lambung dengan pH kurang dari 2,5. Obat yang paling

    memuaskan adalah ranitidin 150 mg intramuskular, atau melalui mulut

    sekurang-kurangnya dua jam sebelum pembedahan. Simetidin 300 mg

    (intravena secara lambat, intramuskular atau melalui mulut), yang

    mula kerjanya lebih cepat tetapi lama kerjanya singkat, dapat juga

    digunakan, tetapi kurang begitu efektif. Penghambat reseptor H2 inimengurangi volume dan keasaman cairan lambung yang disekresikan

    setelah obat tersebut diberikan tetapi jelas tidak akan mempunyai

    pengaruh pada asam lambung yang telah disekresikan. 13

    Adapun Tehnik yang biasanya digunakan pada pasien dengan risiko yang

    mengalami aspirasi lambung dan risiko terjadinya intubasi sulit yaitu

    dengan Rapid Sequence Induction (RSI). Reflek jalan nafas yangditumpulkan dengan pemberian obat anestesia, pada pasien lambung

    penuh sangat berisiko mangalami aspirasi lambung (asam atau makanan

    yang belum tercerna) akan menghasilkan morbiditas dan mortalitas.

    Prosedur RSI adalah sebagai berikut :

    1. Persiapan

    Obat : Thiopenthone (bias juga propofol dan ketamine),

    suxamethonium (bias juga recuronium), efedrin, atropine. Endotracheal tube : dengan ukuran yang bervariasi, dan dicek

    cuffnya untuk meyakinkan bahwa cuff tidak bocor.

    Laringoskope : dengan 2 ukuran blade yang bervariasi.

    Suction

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    18/39

    18

    Stilet : bila endotracheal tube mengalami kesulitan untuk

    penempatannya.

    Canule intravenous

    2.

    MonitoringBlood presure, ECG, pulse oximetry, end tidal CO2 (jika ada)

    3. Asisten

    Seseorang yang diperlukan untuk memberikan krikoid pressure selama

    proses RSI. Krikoid kartilago adalah kartilago yang berbentuk cincin

    dibawah laring. Jika ditekan ke posterior akan menekan dan menutup

    esofagus. Hal ini untuk mencegah regurgitasi pasif dari isi lambung.

    4. InduksiPasien diberikan preoksigenasi secara penuh dalam waktu 3 menit

    untuk membuang semua nitrogen dari paru dan memberikan kembali

    O2. Thiopenthone diberikan, diikuti dengan cricoid pressure (perasat

    Sellick), kemudian diberikan suxametonium. Krikoid adalah tulang

    rawan laring yang melingkari laring secara menyeluruh. Krikoid

    berbentuk segi tiga pada potongan melintang dengan permukaan

    posterior datar. Tekanan langsung ke belakang pada krikoid, diarahkan

    ke arah vertebrae servikalis yang kemudian akan menyumbat esofagus

    dan mencegah cairan memasuki laring. Walaupun perasat ini tampak

    mudah tetapi membutuhkan keahlian dan ketepatan penempatan

    tangan asisten yang bisa saja menyumbat laringoskop sehingga

    menggangu anatomi normal laring atau gagal menutup esofagus. Jika

    penderita muntah secara aktif penekanan krikoid harus dihilangkan

    karena esofagus dapat menjadi ruptur. Penderita yang dapat muntah

    pada saat antara pemberian agen induksi dan suksametonium, biasanya

    masih dapat mempertahankan kerja refleks untuk menjaga saluran

    pernafasannya sendiri, dan akan menjadi aman bila diberikan peralatan

    penyedot efektif (suction) yang dapat membersihkan muntahan dari

    dalam faring. 12 Pasien tidur ketika reflek bulu mata hilang, dan

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    19/39

    19

    relaksasi setelah hilangnya fasikulasi (jika menggunakan agen

    depolarisasi). Pasien di intubasi kemudian cuff diinflasikan dan tube

    terkunci. Cricoid presure tidak dilepaskan sebelum ahli anesthesi yakin

    bahwa tube sudah tepat penempatannya. Untuk meyakinkan bisa

    didengarkan suara nafas bilateral, dan diamati gerakan kedua dada.

    5. Maintanance Anesthesia

    Ketika anesthesilog yakin dengan jalan nafas yang sudah dikuasai,

    kemudian akan memberikan agent : fentanyl, pelumpuh otot

    depolarisasi, volatil agent (isoflurane) untuk maintanance anesthesia.

    Agen non depolarisasi sekarang dapat ditambahkan untuk menjaga

    selama relaksasi otot.

    6. Emergence

    Jika pembedahan sudah selesai, semua agent anesthesia diturunkan

    dan kemudian dimatikan, oksigen 100 % diberikan, neuromuskular

    blok dekembalikan, dan pasien di bangunkan dari aneshesia.

    Permulaan risiko terjadinya regurgitasi isi lambung sangat besar. Jalan

    nafas dibersihkan secara hati-hati dengan menggunakan suction dan

    ETT dapat tetap ditinggalkan sampai pasien sadar penuh.

    C. Manajemen Ventilasi

    Jika jalan napas telah diamankan, maka perhatian selanjutnya difokuskan pada

    ventilasi dan oksigenasi. Hampir semua pasien yang mengalami cidera yang kritis

    membutuhkan bantuan ventilasi atau ventilasi mekanis. Alat masker/ kantung yang

    dapat mengembang sendiri yang non breathing digunakan pada pasien yang

    bernapas spontan dan dapat dipasangkan pada selang endotrakhal pada pasien yang

    terintubasi. Jika keparahan cidera tidak begitu akut dan jalan napas intak,

    pengangkutan oksigen melalui kanula nasal atau face mask dalah mencukupi

    selama pasien sadar, dengan refleks protektif positif. Kerika terintubasi, ventilasi

    tekanan positif harus diberikan hanya jika posisi selang telah diyakinkan dengan

    auskultasi dada dan pengembangan paru bilateral. Pemeriksaan gas darah arterial

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    20/39

    20

    dapat membantu menentukan adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. 14

    Adanya fraktur pada sekurangnya tiga costae yang berurutan, dengan fraktur

    sternal atau pemisahan costochondral, merupakan tanda sugestif untuk flail chest.

    Kontusio pulmoner yang berhubungan dengan cedera dan hemothorax dapat

    memperbutuk insufisiensi respirasi. Penilaian kembali psien-pasien tersebut secara

    sering dan seksama diperlukan untuk menyingkirkan insufisiensi ventilasi yang

    bermakna, namun flail chest bukan semata-mata indikasi untuk diberikannya

    ventilasi mekanis. Penggunaan ventilasi mekanis yang tidak sesuai dapat

    meningkatkan resiko komplikasi pulmoner dan morbiditas pasien tersebut.

    Analgesia yang adekuat dapat menunda atau membatalkan diperlukannya ventilasi

    mekanis dengan mengurangi tahanan dan kesulitan napas. Analgesia epidural

    thoraksik merupakan pilihan terbaik untuk memperbaiki ventilasi sebab dapatmenurunkan resiko depresi respirasi seperti jika digunakan opioid parenteal.

    Profil koagulasi harus diukur sebelum dilakukan pemasangan anestesi epidural.

    D. Manajemen Sirkulasi dan Shock

    Hipotensi pada pasien trauma merupakan kejadian yang paling banyak terjadi

    sebagai akibat hipovolemia dan hipoventilasi. Etilogi lain diantaranya tamponade

    pericardial, kontusi jantung, penyakit koroner yang sudah ada sebelumnya,

    pneumothorax tekan dan cidera medula spinalis. Pemeriksaan frekuensi denyut

    jantung, tekanan darah, tekanan nadi, volume keluaran urin, kecepatan respirasi

    dan status mental dengan tidak adanya trauma kepala merupakan parameter yang

    paling sederhana dan dapat dipercaya untuk menentukan status sirkulasi. Respon

    sistemik terhadap perdarahan meliputi peningkatan produksi renin plasma, sekresi

    hormon antidiuretik, dan aktivitas katekolamin yang berakibat terjadinya takikardi

    dan vasokonstriksi arteriolar. Mekanisme ini dilakukan untuk mempertahankan

    tekanan darah sampai penurunan tekanan darah sebesar 30-40%. Oleh karena itu,

    pasien yang mengalami hipovolemia yang parah mungkin masih memiliki

    tekanan darah yang normal. Namun jika perkiraan kehilangan darah meleihi 40%

    maka mekanisme kompensasi akan gagal dan terjadilah shock hipovolemik.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    21/39

    21

    Gangguan perfusi yang persisten menyebabkan iskemia organ, hilangnya

    integritas membran dan hipoksia intraseluler yang progresif.

    Sebagian besar penderita bedah darurat (Trauma abdomen) mengalami gangguan

    hemodinamik berupa perdarahan atau fluid loss. 11

    Secara umum kehilangan darah 10% dari Estimated Blood Volume dapat

    ditolerir tanpa perubahan-perubahan yang serius (EBV dewasa 70 cc/kg BB),

    anak < 2 th (80 cc/kg BB). Kehilangan > 10% memerlukan penggantian

    berupa Ringer Laktat. Batas penggantian darah dengan Ringer Laktat adalah

    sampai Kehilangan 20% EBV atau Hematokrit 28% atau Hemoglobin 8

    gr%. Jumlah cairan masuk harus 2- 4 x jumlah perdarahan. Cara hemodilusi

    begini bukan untuk menggantikan tempat transfusi darah, tetapi untuk :

    - Tindakan sementara, sebelum darah datang.- Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transpor oksigen masih

    memadai.

    - Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik (misalnya

    pemberian transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar,

    agar observasi lebih baik kalau-kalau terjadi reaksi transfusi).

    - Cairan Ringer Laktat mengembalikan sequestrasi/third space loss yang

    terjadi pada waktu perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak

    selalu dapat diukur namun dengan melihat akibatnya pada tubuh penderita,

    jumlah darah yang hilang dapat diperkirakan sbb. :

    o Preshock : kehilangan s/d 10%o Shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi

    naik, perfusi dingin, basah, pucat.

    o Shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai

    70 mmHg. Nadi naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine

    berhenti.

    o Shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan Darah sampai

    tak terukur, nadi sampai tak teraba.

    Untuk fluid lose pada kasus-kasus abdomen akut diberikan Ringer Laktat

    dengan pedoman berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    22/39

    22

    terjadinya tanda-tanda interssisial yaitu : turgor kulit jelek, mata cekung,

    ubun-ubun cekung, selaput lendir kering. Berkurangnya volume plasma

    menyebabkan terjadinya "tanda-tanda plasma" yaitu : takikardi, oliguria,

    hipotensi, dan shock.

    Cara terapi dan monitoring : 11

    1. Apabila defisit berat berikan 20 ml/kg Ringer Laktat atau 0,9% NaCl

    cepat. Jika setelah itu shock belum dapat diatasi, ulangi lagi. Tujuan

    tindakan pertama ini adalah memulihkan volume darah/plasma dan

    mengatasi shock.

    2. Berikutnya dalam 8 jam Pertama 50% dari defisit yang diperhitungkan

    diberikan. 16 jam berikutnya diberikan sisa 50% dari defisit. Setelah

    shockdapat diatasi, cairan maintenance dapat diberikan bersama-samadengan terapi defisit. Cairan maintenance : dewasa 50 cc/kg BB dengan

    Natrium 2 4 mEq/lg BB; sisanya sebagai larutan dextrosa.

    3. Jika produksi urine sudah ada, kalau perlu dapat dibe- rikan Kalium 1 2

    mEq/kg dalam 24 - 36 jam.

    4. Adakan evaluasi keadaan penderita secara berkala tiap 4-6 jam.

    5. Sebagai tanda bahwa sirkulasi dan perfusi sudah baik adalah telapak

    tangan atau kaki hangat, merah dan kering (sebagai kebalikannya pada

    waktu defisit, teraba dingin, kelabu dan lembab).

    Apabila diperlukan dapat dilakukan transfusi darah. Penggantian darah yang

    hilang hendaknya sesuai dengan kebutuhan. Pemberian darah lengkap

    memungkinkan penyulit seperti kelebihan volume sirkulasi atau infeksi hepatitis

    lebih banyak terjadi. Transfuse komponen darah lebih spesifik sehingga lebih

    tepat, berguna dan ekonomis. Respon tubuh terhadap perdarahn bergantung

    kepada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Pertimbangan untuk transfusi

    darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan menjalani operasi yang

    menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan tanda klinis dari

    gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia. Kehilangan

    darah akut sebanyak

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    23/39

    23

    volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb.

    Pemberian cairan pengganti plasma ( plasma subtitute ) atau cairan pengembang

    plasma ( plasma expander ) dapat mengembalikan volume sirkulasi sehingga

    mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi. Pada

    perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya

    pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah merah. Setelah

    pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya, kadar Hb atau hematokrit

    dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan

    atau tidak. Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi

    oksigen, terutama bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum

    dapat diatasi. Kehilangan volume darah >40% dapat menyebabkan kematian.

    Sebaiknya hindari transfusi darah menggunakan darah simpanan yang lebih darisepuluh hari karena tingginya potensi efek samping akibat penyimpanan. Darah

    yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah,

    debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah.

    Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:

    Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan

    dengan penilaian kasus per kasus. Rumus : H b normal H b pasien = hasil.

    Kemudian hasil x BB x jenis darah

    Keterangan :

    Hb normal = Hb yang diharapkan atau Hb normal

    Hb pasien = Hb pasien saat ini

    Hasil = hasil pengurangan Hb normal dan Hb pasien

    Jenis darah = darah yang dibutuhkan

    = PRC dikalikan 3

    = WB dikalikan 6

    Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan

    kebutuhan selanjutnya.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    24/39

    24

    E. Pelaksanaan Anestesi

    Setelah pasien memasuki ruang operasi, monitor harus dipasang berdasarkan pada

    bagaimana cedera yang dialami pasien, status hemodinamik, dan kondisi yang

    menyertai. Anestesi umum bisanya merupakan teknik yang dipilih, sedangkan

    pendekatan regional dipersiapkan untuk cidera ekstremitas perifer saja. Tujuan

    dari anestesi umum adalah pemeliharaan yang adekuat dari ventilasi dan

    oksigenasi, stebilitas kardiovaskuler, kontrol hipertensi intracranial, normalisasi

    asam-basa / elektrolit dan pencegahan untuk terjadinya hipotermia dan

    koagulopati. Obat-obatan yang digunakan : 15

    1. Obat Induksi

    a. Thiopental

    Deskripsi : thiopental adalah obat golongan barbiturat dengan aksi ultra pendek, mempunyai onset cepat dengan induksi dari hipnosis dan amnesia

    tapi bukan analgesia, dan tiopental tidak menimbulkan nyeri. Pulih sadar

    setelah pemberian bolus adalah cepat dan baik, meski pemberian dosis

    ulangan mungkin menimbulkan akumulasi dan pemanjangan durasi.

    Depresi jantung dan vasodilatasi dengan hipotensi bisa menjadi berat.

    Thiopental merupakan pendepresi pernapasan yang poten. Thiopental

    menurunkan aliran darah ke otak, dan juga menurunkan laju metabolik

    otak untuk oksigan dan glukosa. Meski demikian, kejadian hipotensi lebih

    menonjol daripada penurunan konsumsi osksigen, dan sudah seharusnya

    hipotensi dicegah pada trauma cedera otak.

    Indikasi : obat induksi, anti kejang, sedatif, pengontrol tekanan

    intrakranial.

    Kontraindikasi : Poriphiria.

    Peringatan : Tiopental menyebabkan hipotensi dan depresi jantung dan

    harus menjadi peringatan atau pengurangan dosis jika digunakan pada

    pasien dengan risiko hipovolemia dan atau hipotensi, hipertensi, riwayat

    penyakit jantung dan pasien tua.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    25/39

    25

    Dosis : Dewasa 3-5mg/kg, pediatrik/neonatus 5-6mg/kg. Rute: Intravena.

    b. Ketamine

    Deskripsi : ketamine adalah turunan phencyclidine yang menghasilkan

    aksi cepat anestesia disosiatif, dengan sedasi, amnesia, menghasilkan

    analgesia dan immobilitas. Mempunyai efek minimal depresi jantung dan

    meningkatan denyut nadi dan tekanan darah melalui stimulasi sentral

    simpatis. Induksi dengan ketamine menyebabkan peningkatan hampir 25%

    tekanan darah arteri. Ketamin merupakan bronkodilator dan mempunyai

    efek minimal depresi pernapasan. Mempunyai karakteristik meningkatkan

    sekresi saliva. Ketamine mempunyai efek analgesik

    Indikasi : obat induksi, analgesia.Kontraindikasi : pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.

    Perhatian : Hipotensi mungkin tampak pada pasien yang bergantung pada

    symphatetic drive-nya, pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung,

    halusinasi dan reaksi emergence biasa terjadi.

    Dosis : 1-2mg/kgbb, Rute: intravena.

    c. Propofol

    Deskripsi : putih seperti susu, emulsi alkohol yang menghasilkan onset

    cepat dengan tanpa analgesik. Dimetabolisme dan diredistribusikan secara

    cepat sehingga memberikan durasi aksi yang pendek. Propofol merupakan

    vasodilator poten depresi jantung dengan hipotensi yang tampaksetelah

    pemberian. Propofol menghasilkan penurunan arterisistemik hampir 30 %

    pada orang sehat dan lebih drastis lagi pad hipovolemia. Juga pendepresi

    pernapasan yang poten.

    Indikasi : agen induksi, sedative.Kontraindikasi : pasien dengan alergi telur atau susu kedelai.

    Perhatian: pasien tua, hipovolemia, hipertensi kurangi dosis jika

    diperlukan, mungkin menyebabkan iritsi vaskular jika diberikan pada vena

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    26/39

    26

    kecil, campuran emulsi memicu pertumbuhan bakteri dan dianjurkan

    untuk sekali pemakaian.

    Dosis : 1-2,5 mg/kgbb. Rute: intravena

    2. Obat Pelumpuh Otot

    a. Suksinilkolin

    Deskripsi : Merupakan obat pelumpuh otot golongan depolarisasi.

    Dibentuk oleh kombinasi dua molekul asetilkolin bersama-sama. Ini

    melepaskan reseptor asetilkolin dari saraf dan menyebabkan saraf menjadi

    depolarisasi yang tampak sebagai fasikulasi otot. Bukan obat yang

    kompetitif, sehingga akan menetap sampai di metabolisme oleh enzim

    kolinesterase plasma. Merupakan obat yang mempunyai aksi ultrapendekhampir kurang lebih 5 menit. Mempunyai onset aksi yang pendek

    dibanding obat pelumpuh manapun. Efek kardiovaskular minimal,

    meskipun bradikardi dan aritmia tampak. Fasikulasi dapat menyebabkan

    peningkatan sementara konsentrasi kalium serum pada pasien normal.

    Hanya sebagai agen pelumpuh, tidak mempunyai efek sedasi atau

    analgesi.

    Indikasi : pelumpuh otot skeletal cepat.

    Kontraindikasi : pasien dengan defisiensi enzim pseudokolinesterase,

    pasien riwayat atau riwayat hipertermi maligna, trauma mata penetrasi.

    Perhatian : Fasikulasi menyebabkan tekanan intraokuler meningkat dan

    merusak bola mata terbuka; mungkin juga meningkatkan tekanan

    intrakranial (secara klinis tidak signifikan).

    Dosis : 0,3-1,1 mg/kgbb. Rute : intravena.

    b. RecuroniumDeskripsi : mempunyai onset cepat (60 detik). Onset dan durasi

    tergantung dosis. Secara umum antara 15-20 menit untuk durasinya. Efek

    recuronium dilawan dengan pemberian antikolinesterase dimana akan

    meningkatkan sejumlah asetilkolin pada resptor untuk kompetisi dengan

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    27/39

    27

    rocuronium. Efek kardiovaskular minimal, mungkin terlihat takikardi.

    Recuronium mempunyai onset yang diharapkan sehingga menjadi obat

    pilihan untuk obat RSI ketika suksinilkolin menjadi kontrainsikasi. Jika

    intubasi gagal dilakukan dan ini menghasilkan keadaan tidak dapat

    intubasi dan tidak bisa ventilasi, maka hal ini mengapa suksinil tetap

    menjadi pilihan untuk RSI pada pasien trauma.

    Indikasi : pelumpuh otot.

    Perhatian : digunakan dengan perhatian, jika sama sekali, pada pasien

    dengan kemungkinan intubasi sulit.

    Dosis : 0,6-1,2 mg/kgbb. Rute: Intravena.

    3. Sedatif/Analgesika. Midazolam

    Deskripsi : Merupakan golongan benzodiazepin, sama seperti

    diazepam. Penggunaan midazolam untuk induksi intravena

    memerlukan dosis tinggi yang mempunyai korespondensi dengan efek

    kardiovaskular yang dramatis. Mempunyai efek pendepresi parnapasan

    yang baik. Efek dilawan dengan pemberian antagonis flumazenil.

    Golongan benzodiazepin seharusnya tidak digunakan untuk obat

    induksi intravena RSI.

    Indikasi: sedatif

    Perhatian : depresi pernapasan mungkin memperburuk tekanan

    intrakranial. Gunakan pengurangan dosis pada pasien tua dan

    hipovolemia.

    Dosis: 0,1-0,3 mg/kgbb. Rute : intravena.

    b. Fentanyl

    Deskripsi : merupakan analgesik opioid dengan potensi sangat tinggi.

    100 kali lebih poten dari morphin. Mempunyai onset cepat dan durasi

    aksi pendek. Pengaruh pada kardiovaskular relatif stabil dan

    mendukung tekanan darah. Tidak bersifat mengeluarkan histamin

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    28/39

    28

    seperti morphin. Biasa terjadi depresi nafas dan tergantung dosis.

    Memiliki efek sedasi. Efek fentanyl dapat dilawan dengan nalokson.

    Indikasi : analgesik/sedasi, premedikasi sebelum dilakukan intubasi.

    Perhatian : Pasien tua, hipovolemia atau pasien dengan obat sedatif

    lain harus ada pengurangan dosis.

    Dosis : 1-3 mcg/kgBB. Rute :intravena.

    c. Lidokain

    Deskripsi: merupakan anestesi lokal golongan amida. Mekanisme aksi

    dengan stabilisasi membran dari jaringan saraf melalui penghambatan

    jalur natrium yang diperlukan untuk penjalaran impuls. Juga

    digunakan sebagai obat antidisritmia terutama untuk aritmia ventrikel.Indikasi : anestesi lokal, menumpulkan respon hemodinamik pada

    intubasi, pengobatan aritmia ventrikel.

    Perhatian : pasien dengan blokade jantung, hipovolemia berat, gagal

    jantung kongestif.

    Dosis : 1-2mg/kgbb 3-5 menit sebelum dilakukan intubasi. Rute :

    intravena, endotracheal.

    Tatacara dilakukannya anestesi umum adalah sebagai berikut :

    1. Dilakukan premedikasi dengan tujuan memberi rasa nyaman pada pasien,

    memudahkan dan melancarkan induksi, mengurangi jumlah pemberian

    obat-obat anestesi, menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan,

    mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung, mengurangi rasa sakit.

    Obat-obat yang digunakan bisa analgetik narkotik seperti petidin, fentanyl

    dan morfin, atau analgetik non narkotik seperti ketorolac, tramol, asam

    mefenamat. Selain itu bisa juga obat-obat hipnotik seperti ketamine dan

    pentotal, obat-obat sedative seperti midazolam, diazepam, propofol, dan

    dehydrobenzperidol. Dapat juga diberi anti emetic seperti sulfas atropine,

    ondansentron dan ranitidine.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    29/39

    29

    2. Setelah dilakukannya premedikasi, ditunggu 3-5 menit apabila

    premedikasi dilakukan secara intravena, lalu dilakukan induksi, dimana

    induksi berarti membuat pasien yang tadinya sadar menjadi tidak sadar

    agar dapat dimulai proses anestesi dan pembedahan. Induksi bisa

    dilakukan dengan obat-obatan yang telah dibahas diatas. Lihat tanda-tanda

    vital pasien pada monitor, apabila mengalami penurunan nilai,

    menandakan bahwa anestesi telah dalam.

    3. Segera lakukan preoksigenasi terlebih dahulu dengan tujuan nitrogen di

    paru dihilangkan, sehingga dapat meningkatkan cadangan O2 dan

    memungkinkan periode apnea yang lebih panjang. Sehingga pada saat

    dilakukan intubasi trakea (dimana pasien tidak bernafas) telah tersedia

    cadangan O2 yang cukup di paru-paru untuk beberapa menit.4. Masukan laringoskop dari sudut mulut kanan dan gerakkan kea rah kiri

    sambil mendorong lidah ke kiri setelah itu angkat lidah kedepan atas

    sampai terlihat epiglottis dan trakea, kemudian masukkan ETT kedalam

    trakea sampai batas hitam atau sampai balonnya masuk secara

    keseluruhan.

    5. Segera hubungkan ETT dengan dengan mesin anestesi dan cek dengan

    stetoskop pada dada pasien apakah benar ETT sudah masuk di trakea atau

    belum. Apabila telah masuk segera kembangkan cuff yang ada pada ETT

    agar terfiksir pada trakea. Lalu fiksasi ETT bagian luar dengan plester.

    6. Pemeliharaan (maintenance) anestesi selanjutnya dengan kombinasi

    oksigen dan N2O dimana perbandingannya adalah 30 : 70 serta agen

    inhalasi volatile liquid. Agen inhalasi diantaranya isofluran, sevofluran,

    dan desfluran. Semua agen volatile menghasilkan penurunan tekanan

    darah yang tergantung dosis karena ia mempengaruhi tonus vaskuler dan

    atau curah jantung. Agen yang dipilih harus dititrasi untuk memelihara

    tekanan aterial rata-rata dan tekanan perfusi serebral. Berikut akan dibahas

    mengenai farmakologi anestesi inhalasi :

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    30/39

    30

    Nitrous Oksida (N 2O)

    Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih

    berat dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika

    dikombinasikan dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter).

    Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta

    relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.

    Efek terhadap Sistem Organ

    Efek terhadap kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam

    menstimulasi sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini mendepresikan

    kontraktilitas otot jantung, namun secara in vivo tekanan darah arteri,

    curah jantung, serta frekuensi nadi tidak mengalami perubahan atau hanya

    terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada pasien dengan penyakit

    jantung koroner atau hipovolemik berat). Efek terhadap respirasi dari gas

    ini adalah peningkatan laju napas (takipnea) dan penurunan volume tidal

    akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N 2O dapat menyebabkan

    berkurangnya respons pernapasan terhadap CO 2 meski hanya diberikan

    dalam jumlah kecil, sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan

    (pasien jadi lebih lama dalam keadaan tidak sadar). Efek terhadap SSP

    adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit

    peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N 2O juga meningkatkan konsumsi

    oksigen serebral. Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik

    inhalasi lain, di mana N 2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot, malah

    dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik, N 2O menyebabkan

    rigiditas otot skeletal. Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah

    renal (dengan meningkatkan resistensi vaskular renal) yang berujung pada

    penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah urin. Efek terhadap hepar

    adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah yang lebih

    ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap

    gastrointestinal adalah adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    31/39

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    32/39

    32

    jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan aktivitas

    saraf simpatis. Penurunan tekanan darah terjadi akibat depresi

    langsung pada miokard dan penghambatan refleks baroreseptor

    terhadap hipotensi, meski respons simpatoadrenal tidak dihambat oleh

    halotan (sehingga peningkatan PCO 2 atau rangsangan pembedahan

    tetap memicu respons simpatis). Makin dalam anestesia, makin jelas

    turunnya kontraksi miokard, curah jantung, tekanan darah, dan

    resistensi perifer. Efek bradikardi disebabkan aktivitas vagal yang

    meningkat. Efek vasodilatasi yang dihasilkan pada pembuluh darah

    otot rangka dan otak dapat meningkatkan aliran darah. Efek terhadap

    respirasi adalah pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan laju napas

    ini tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehinggaventilasi alveolar turun dan PaCO 2. Depresi napas ini diduga akibat

    depresi medula (sentral) dan disfungsi otot interkostal (perifer).

    Halotan diduga juga sebagai bronkodilator poten, di mana dapat

    mencegah bronkospasme pada asma, menghambat salivasi dan fungsi

    mukosiliar, dengan relaksasi otot maseter yang cukup baik (sehingga

    intubasi mudah dilakukan), namun dapat mengakibatkan hipoksia

    pascaoperasi dan atelektasis. Efek bronkodilatasi ini bahkan tidak

    dihambat oleh propanolol. Dengan mendilatasi pembuluh darah

    serebral, halotan menurunkan resistensi vaskular serebral dan

    meningkatkan aliran darah otak, sehingga ICP meningkat, namun

    aktivitas serebrum berkurang (gambaran EEG melambat dan

    kebutuhan O 2 yang berkurang). Efek terhadap neuromuskular adalah

    relaksasi otot skeletal dan meningkatkan kemampuan agen pelumpuh

    otot nondepolarisasi, serta memicu hipertermia malignan. Efek

    terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi

    glomerulus, dan jumlah urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan

    tekanan darah arteri dan curah jantung. Efek terhadap hati adalah

    penurunan aliran darah hepatik, bahkan dapat menyebabkan

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    33/39

    33

    vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme dan klirens dari

    beberapa obat (fentanil, fenitoin, verapamil) jadi terganggu.

    Biotransformasi dan Toksisitas

    Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme

    dalam tubuh untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam

    trifluoroasetat, trifluoroetanol, dan bromida. Halotan dioksidasi di hati

    oleh isozim sitokrom P-450 menjadi metabolit utamanya, asam

    trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat dihambat dengan pemberian

    disulfiram. Bromida, metabolit oksidatif lain, diduga menjadi penyebab

    perubahan status mental pascaanestesi. Disfungsi hepatik pascaoperasi

    dapat disebabkan oleh: hepatitis viral, perfusi hepatik yang terganggu,

    penyakit hati yang mendasari, hipoksia hepatosit, dan sebagainya.Penggunaan berulang dari halotan dapat menyebabkan nekrosis hati

    sentrolobular dengan gejala anoreksia, mual muntah, kadang kemerahan

    pada kulit disertai eosinofilia. 16

    Isofluran

    Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur

    kimia yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis

    dengan enfluran. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam

    udara inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah

    premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana

    umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.

    Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan

    darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut

    jantung.

    Efek terhadap Sistem Organ

    Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi kardiak minimal, curah

    jantung dijaga dengan peningkatan frekuensi nadi. Stimulasi adrenergik

    meningkatkan aliran darah otot, menurunkan resistensi vaskular sistemik,

    dan menurunkan tekanan darah arteri (karena vasodilatasi). Dilatasi juga

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    34/39

    34

    terjadi pada pembuluh darah koroner sehingga dipandang lebih aman

    untuk pasien dengan penyakit jantung (dibanding halotan atau enfluran),

    namun ternyata dapat menyebabkan iskemia miokard akibat coronary steal

    (pemindahan aliran darah dari area dengan perfusi buruk ke area yang

    perfusinya baik). Efek terhadap respirasi serupa dengan semua agen

    anestetik inhalasi lain, yakni depresi napas dan menekan respons ventilasi

    terhadap hipoksia, selain itu juga berperan sebagai bronkodilator. Isofluran

    juga memicu refleks saluran napas yang menyebabkan hipersekresi, batuk,

    dan spasme laring yang lebih kuat dibanding enfluran. Isofluran juga

    mengganggu fungsi mukosilia sehingga dengan anestesi lama dapat

    menyebabkan penumpukan mukus di saluran napas. Efek terhadap SSP

    adalah saat konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isofluran dapatmeningkatkan TIK, namun menurunkan kebutuhan oksigen. Efek terhadap

    neuromuskular adalah merelaksasi otot skeletal serta meningkatkan efek

    pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi lebih baik

    dibandingkan enfluran. Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran

    darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan jumlah urin. Efek terhadap hati

    adalah menurunkan aliran darah hepatik total (arteri hepatik dan vena

    porta), fungsi hati tidak terganggu.

    Biotransformasi dan Toksisitas

    Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, dan meski kadar

    fluorida serum meningkat, kadarnya masih di bawah batas yang merusak

    sel. Belum pernah dilaporkan adanya gangguan fungsi ginjal dan hati

    sesudah penggunaan isofluran. Penggunaannya tidak dianjurkan untuk

    wanita hamil karena dapat merelaksasi otot polos uterus (perdarahan

    persalinan). Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah

    anestesia, tapi tidak terjadi mual muntah pascaoperasi. 16

    Sevofluran

    Sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar alveolar

    yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    35/39

    35

    yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi

    4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N 2O dan oksigen dapat dicapai

    dalam 1-3 menit.

    Efek terhadap Sistem Organ

    Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat

    ringan. Resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara

    ringan juga mengalami penurunan, namun lebih sedikit dibandingkan

    isofluran. Belum ada laporan mengenai coronary steal oleh karena

    sevofluran. Agen inhalasi ini dapat mengakibatkan depresi napas, serta

    bersifat bronkodilator. Efek terhadap SSP adalah peningkatan TIK, meski

    beberapa riset menunjukkan adanya penurunan aliran darah serebral.

    Kebutuhan otak akan oksigen juga mengalami penurunan. Efeknyaterhadap neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat sehingga

    membantu dilakukannya intubasi pada anak setelah induksi inhalasi.

    Terhadap ginjal, sevofluran menurunkan aliran darah renal dalam jumlah

    sedikit, sedangkan terhadap hati, sevofluran menurunkan aliran vena porta

    tapi meningkatkan aliran arteri hepatik, sehingga menjaga aliran darah dan

    oksigen untuk hati.

    Biotransformasi dan Toksisitas

    Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi

    sevofluran menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan

    riset tidak menghubungkan sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal

    pascaoperasi, beberapa ahli tidak menyarankan pemberian sevofluran pada

    pasien dengan disfungsi ginjal. Sevofluran juga dapat didegradasi menjadi

    hidrogen fluorida oleh logam pada peralatan pabrik, proses pemaketannya

    dalam botol kaca, dan faktor lingkungan, di mana hidrogen fluorida ini

    dapat menyebabkan luka bakar akibat asam jika terkontak dengan mukosa

    respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini, ditambahkan air dalam proses

    pengolahan sevofluran dan pemaketannya menggunakan kontainer plastik

    khusus.

    Kontraindikasi dan Interaksi Obat

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    36/39

    36

    Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia

    maligna, dan hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen

    anestetik inhalasi lainnya, dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot. 16

    7. Pengawasan Tindakan Anestesi yang wajib di awasi dari pasien adalah

    tanda tanda vital, ukuran pupil, lakrimasi, kehilangan darah, urin yang

    keluar, dan cairan yang masuk. Hal lain yang tak kalah penting adalah

    perlunya pemasangan alat pulse oximetri, monitoring end tidal CO2, ECG,

    CVP dan temperatur. Mengawasi Fungsi neuromuscular juga sangat

    membantu untuk pasien tersebut yang tidak dapat bernafas

    setelah pemberian muscle relaxan.

    8. Akhir dari pembedahan membutuhkkan perencanaan yang matang,misalnya dengan pemberian atropine dan neostigmin supaya mendapatkan

    nafas spontan, kemudian suction mulut hingga faring dan lakukan

    ekstubasi dengan halus dari pasien.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    37/39

    37

    BAB III

    KESIMPULAN

    Perdarahan intra abdominal adalah suatu kegawatdaruratan dimana biasanya

    disebabkan oleh trauma tumpul pada abdomen. Trauma pada abdomen biasanya menjadi

    penyebab yang signifikan terhadap mortalitas dan morbiditas pasien. Diagnosis dini

    sangat diperlukan untuk penanganan yang optimal. Pelaksanaan pembedahan pada

    perdarahan intra abdomen akibat trauma abdomen pun biasanya termasuk dalam

    pembedahan darurat yang dilakukan dengan tujuan life saving. Oleh karena itu, sangat

    diperlukan penanganan khusus dari bidang anestesi untuk menangani kasus bedah yang

    darurat. Penanganan anestesi dimulai dari penilaian awal (primary, secondary),manajemen jalan nafas (dimana pasien memiliki resiko tinggi terjadi aspirasi),

    manajemen ventilasi, manajemen sirkulasi dan shock serta penetalaksanaan anestesi itu

    sendiri. Anestesi umum sebenarnya memiliki resiko yang lebih besar karena

    menggunakan agen-agen yang mendepresi nafas, kardiovaskular, dan ssp. Namun,

    dengan anestesi umum menggunakan mesin anestesi, kita dapat mengatur kadar-kadar

    agen yang diberikan tersebut sesuai dengan kondisi pasien. Oleh karena itu pengelolaan

    yang baik pada preoperative dengan pemberian cairan haruslah adekuat, paling tidak

    untuk memperbaiki keadaan umumnya.

  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    38/39

    38

    DAFTAR PUSTAKA

    1. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 2005.

    2. Richard S. Anatomi Klinik Dasar. Jakarta : EGC, 1997.

    3. Gray HFRS. Anatomy of human body. Philadelfia : Lea feniger, 1959, p.669

    684.

    4. Spalteholz, W. Hand Atlas of Human Antomy, Saventh Edition in English, Vol. I.

    Bones Joints, Ligaments, Philadelpia dan London Anonymous, page: 429 442.

    5. Udeani, J. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine,

    Charles Drew University / UCLA School of Medicine. Available at :

    http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview. Accessed on June, 23 rd 2013.

    6. Khan, NA. Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of Radiology,

    NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi

    Arabia. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/370508-overview.

    Accessed on June, 23 rd 2013.

    7. Odle, T. Blunt Abdominal Trauma. Available at :

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15587615. Accessed on June, 23 rd 2013.

    8. Holevar M. Genitourinary Trauma. Available at :

    http://www.east.org/resources/treatment-guidelines/genitourinary-trauma-

    diagnostic-evaluation-of. Accessed on June, 23 rd 2013.

    9. Salomone, J. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine,

    Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of

    Medicine. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1980980-workup.

    Accessed on June, 23 rd 2013.

    10. Marwan, R. Komplikasi Trauma Abdomen. Available at :

    http://www.totalkesehatananda.com/internalbleeding3. Accessed on June, 23 rd

    2013.

    11. Prasetijo, TB. Tindakan Perioperatif. Available at:

    http://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsi

    http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overviewhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15587615http://www.east.org/resources/treatment-guidelines/genitourinary-trauma-diagnostic-evaluation-ofhttp://www.east.org/resources/treatment-guidelines/genitourinary-trauma-diagnostic-evaluation-ofhttp://emedicine.medscape.com/article/1980980-workuphttp://www.totalkesehatananda.com/internalbleeding3http://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=idhttp://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=idhttp://www.totalkesehatananda.com/internalbleeding3http://emedicine.medscape.com/article/1980980-workuphttp://www.east.org/resources/treatment-guidelines/genitourinary-trauma-diagnostic-evaluation-ofhttp://www.east.org/resources/treatment-guidelines/genitourinary-trauma-diagnostic-evaluation-ofhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15587615http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview
  • 8/12/2019 referat intraabdominal bleeding & anestesi

    39/39

    p/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl

    =id&ct=clnk&gl=id. Accessed on June, 23 rd 2013.

    12. Darmawan,I. Analgesi Umum dan Spinal dalam anestesiologi. Jakarta : EGC,

    1991. Hal : 171 -189.

    13. Lafferty KA. Medications for Rapid Sequence Endotracheal Intubation. Available

    at : http://emedicine.medscape.com/article/109739-overview. Accessed on June,

    23 rd 2013.

    14. Zuchradi,TB. Anestesi Untuk Pembedahan Darurat Abdomen. Available From:

    http://www. kalbe.co.id /files/cdk/files/cdk_033_masalah_anestesi.pdf. June, 23 rd

    2013

    15. Gunawan SG, Setiabudy RA, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi.

    Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2012.

    16. Martin JL. Inhaled Anaesthetics : Metabolism and toxicity. In : Miller s

    Anesthesia 7 th edition. Miller RA, Eriksson LI, Lee A, Wiener-Kronish JP, Young

    WL, ed. San Francisco, California : Churcill Livingstone; 2010. p. 633-61.

    http://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=idhttp://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=idhttp://emedicine.medscape.com/article/109739-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/109739-overviewhttp://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=idhttp://209.85.175.132/search?q=cache:U8YMT14BAmAJ:202.57.9.147/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/perioperatif.pdf+premedikasi+bedah+darurat&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id