preskas illeus obstruktif

52
PRESENTASI KASUS ILLEUS OBSTRUKTIF Oleh Annisa Rahmi Insani Pembimbing dr. Gus Riyadi, SpB, Mkes. Program Internsip Dokter Indonesia RSUD Cicalengka Kabupaten Bandung Jawa Barat 2015

description

illeus obstruktif

Transcript of preskas illeus obstruktif

PRESENTASI KASUS

ILLEUS OBSTRUKTIF

OlehAnnisa Rahmi Insani

Pembimbingdr. Gus Riyadi, SpB, Mkes.

Program Internsip Dokter IndonesiaRSUD Cicalengka

Kabupaten BandungJawa Barat

2015

BAB I

PENDAHULUAN

KETERANGAN UMUM

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 20 tahun

Alamat : Kp. Warung Lahang

Pekerjaan : Pekerja pabrik

Agama : Islam

Suku : Sunda

Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2015

ANAMNESA

Keluhan utama :

Pasien mengeluh nyeri perut.

Anamnesa tambahan :

RPS:

Pasien mengeluh terdapat nyeri pada seluruh area perut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri

terasa seperti melilit, tertusuk-tusuk, perih dan keluhan terasa terus menerus. Rasa nyeri

semakin bertambah tiap harinya. Keluhan disertai adanya mual, muntah, perut terasa

kembung, nyeri uluhati, dan penurunan nafsu makan. Buang Air Kecil (BAK) normal. Pasien

mengaku belum BAB dan kentut sejak 3 hari lalu. Pasien belum berobat untuk keluhannya

kali ini dan belum pernah mengeluhkan hal yang sama.

RPD:

- Pasien menyangkal memiliki jatuh, demam, muntah atau diare sebelum keluhan

muncul. Pasien juga menyangkal meminum obat anti diare

- Pasien memiliki penyakit maag

- Riwayat minum oplosan (-)

- Riwayat pernah dioperasi hernia 1 tahun lalu

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum: CM

a. Status generalis :

Pasien tampak sadar

Tampak kesakitan, lemas

Vital sign : tekanan darah = 120/80 mmHg

: nadi = 100 x / menit

: pernafasan = 20 x / menit

: suhu = 37,3o C

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : tidak ada pembesaran KGB.

Thorax : Pergerakan dada dan bentuk dada simetris

- Paru : sonor, VSB normal kanan=kiri, wheezing -/-, ronchi -/-

- Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular, murmur (-)

Abdomen :

- Inspeksi

Perut datar lembut

Distensi abdomen (-)

darm contour (-)

darm steifung (-)

tampak luka bekas operasi di perut kanan bawah

- Auskultasi: BU (+) metalic sound (+)

- Perkusi: pekak pindah (-), pekak samping (-) hipertimpani (+)

- Palpasi

Nyeri tekan (+) di seluruh area perut

Nyeri lepas (-)

Defance muscular (+)

Ekstremitas : acral hangat, edema -/-, CRT <2’’

Colok Dubur:

- Sphincter kuat

- Nyeri tekan jam 12 (+)

- Mukosa licin (+)

- Ampula collpas (-)

- Feses (-)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

Darah

Hb : 14,6 mg/dl

Leukosit : 8.100 mm3

Hct : 45%

PLT : 269.000

GDS: : 81

Ureum : 29

Kreatinin: 1,05

Rotgen abdomen

Dari rotgen BNO abdomen tampak distribusi udara berlebih di usus halus dan colon (herring

bone appearance). Gambaran illeus obstruksi.

Dari hasil rotgen thorax : tidak terlihat adanya free air.

USG

- Hasil USG hepatobilier, kandung empedu, limpa, kedua ginjal, dan vesica urinari tidak

tampak kelainan.

- Terdapat distensi intestinal berisi udara usus berlebih.

- Tidak tampak koleksi cairan bebas intraperitoneal.

Diagnosa: illeus obtruksi

DD :

- Illeus paralitic

- Peritonitis

- Appendicitis

Usulan pemeriksaan :

- Lab darah: elektrolit dan blood urea nitrogen

- MRI

Penatalaksanaan di IGD:

a. Konsul bedah untuk penanganan selanjutnya

b. Infus RL 20 tpm

c. Pasang NGT- puasa- dekompresi

d. Ranitidin 2x1 (iv)

e. Ketorolac 2x1 (iv)

f. Ceftriaxone 1x2gr (iv)

g. Metronidazol 3x500mg (iv)

Follow up ruangan

Hari/

Tanggal

Senin, 23-02-15 Selasa, 24-02-15 Rabu, 25-02-15 Kamis, 26-02-15

Keluhan Nyeri perut (+)

Kembung (+)

Mual muntah (-)

BAB (-)

NGT hijau

Nyeri perut (↓)

Kembung (↓)

Mual muntah (-)

BAB (+)

NGT hijau

Nyeri perut (-)

Kembung (-)

Mual muntah (-)

BAB (+)

NGT bening

Tidak ada keluhan

Keadaan

umum

CM CM CM CM

Tanda-tanda

vital

TD: 110/80

N: 84

TD: 120/80

N: 80

TD: 110/70

N: 84

TD: 110/70

N: 84

R: 20

S: 36,7

R: 20

S: 36,4

R: 20

S: 36,5

R: 20

S: 36,5

Pemeriksaan

fisik lokalis

Abdomen datar

lembut, BU (+),

metalic sound (+),

NTE (+), DM (+),

H/L ttb.

Abdomen datar

lembut, BU (+),

metalic sound (↓),

NTE (+), DM (-),

H/L ttb.

Abdomen datar

lembut, BU (+),

metalic sound (-),

NTE (-), DM (-),

H/L ttb.

Abdomen datar

lembut, BU (+),

metalic sound (-),

NTE (-), DM (-),

H/L ttb.

Advis NGT-Puasa

Ceftriaxone 1x2 gr

Ranitidin 2x1gr

Metronidazol

3x500mg (IV)

IVFD 25tpm:

- RL 1000cc

- Futrolit 1000mg

- Kalbamin 500

Th/ lanjut Test feeding

Diet cair 6x 25cc

Th lain/ lanjut

Metronidazol stop

Diet lunak

NGT klem

Th lain/ lanjut.

Jika tidak ada

keluhan setelah

diberi diet lunak,

pasien boleh

pulang.

Prognosis :

Quo at vitam : at bonam

Quo at functionam : at bonam

Resume

Seorang laki-laki berumur 20 tahun mengeluh terdapat nyeri pada seluruh area perut

sejak 3 hari yang lalu. Nyeri terasa seperti melilit, tertusuk-tusuk, perih dan keluhan terasa

terus menerus. Rasa nyeri semakin bertambah tiap harinya. Mual (+), muntah (+), perut terasa

kembung (+), nyeri uluhati (+), dan penurunan nafsu makan (+). Buang Air Kecil (BAK)

normal. BAB (-) dan kentut (-) sejak 3 hari lalu. Riwayat hernioraphy 1 aun lalu (+), penyakit

maag (+), riwayat trauma (-), demam (-), minum obat anti diare (-), minum oplosan (-). Pasien

belum berobat untuk keluhannya kali ini dan belum pernah mengeluhkan hal yang sama.

Pada pemeriksaan awal ditemukan keadaan umum pasien CM, tampak kesakitan,

lemas, namun tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi perut

datar lembut, distensi abdomen (-), darm contour (-), darm steifung (-), dan tampak luka bekas

operasi di perut kanan bawah. Pada auskultasi BU (+) dan metalic sound (+). Hipertimpani

saat perkusi. Pada palpasi terdapat nyeri tekan (+) di seluruh area perut, nyeri lepas (-), dan

defance muscular (+). Pemeriksaan colok dubur ditemukan sphincter kuat, nyeri tekan jam 12

(+), mukosa licin (+), ampula collpas (-), dan feses (-).

Pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal. Dari hasil rotgen BNO abdomen

tampak distribusi udara berlebih di usus halus dan colon (herring bone appearance). Tampak

gambaran illeus obstruksi. Sedangkan dari hasil rotgen thorak tidak tampak free air. Hasil

USG menunjukan terdapat distensi intestinal berisi udara usus berlebih namun tidak tampak

koleksi cairan bebas intraperitoneal.

Hari perawatan pertama keadaan umum pasien komposmentis, tanda-tanda vital dalam

batas normal dan keluhan sama sama seperti sebelumnya. Hari kedua keluhan mulai

berkurang. Hari ketiga pasien mengalami perbaikan dan dilakukan feeding test dengan diet

cair, hasilnya baik. Hari keempat pasien dilakukan diberi diet lunak, pasien tidak memiliki

keluhan dan diperbolehkan pulang.

BAB II

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena

adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga

menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase

lumen usus terganggu

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal

untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada

adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus

halus.

B. Epidemiologi

Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.

Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey

Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari

penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,

Volvulus 1,7%.(5,10).

C. Etiologi

Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan

pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati

lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari

lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen

(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau

konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan

terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu

pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari

satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan

tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari

terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi

laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan

kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 %

penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang

disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif

yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus

komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif

ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma

gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal.

Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi

kolon, dengan karsinoma kolorektal.

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal

Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi IntrinsikBenda Asing

- Iatrogenik- Tertelan- Batu Empedu- Cacing

Adhesi Kongenital- Atresia, stenosis,

dan webs- Divertikulum

Meckel

Benda AsingHernia

- Eksternal- Internal

Intususepsi Massa- Anomali organ atau

pembuluh darah- Organomegali- Akumulasi Cairan- Neoplasma

Inflamasi- Divertikulitis- Drug-induced- Infeksi- Coli ulcer

Pengaruh Cairan- Barium- Feses- Meconium

Neoplasma- Tumor Jinak- Karsinoma- Karsinoid- Limpoma- Sarcoma

Post OperatifVolvulus

Trauma- Intramural

Hematom

D. Patofisiologi

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan

pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke

intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian

distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal

daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal

proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari

obstruksi.

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa

jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah

terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah

terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan

meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa

splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan

intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen

terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen

menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.

Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri.

Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida

(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang

memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan

cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya

hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.

Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang

berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan

kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon

terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik

terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran

cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh

darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi

dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi

dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme

sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti

peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di

bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses

obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin

ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit

cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan

intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan

nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.

Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering

dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan

terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri

Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri

dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan

terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari

intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa

mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini

sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus.

Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan

peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,

kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari

arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah

strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang

pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka

terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk

mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal

bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan

mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan

segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe

pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya

iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian

akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya

gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate

Volvulus

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang

paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.

Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed

loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen

obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya

menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah

meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup

terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum

gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan

penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya

strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding

intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan

kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris

ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan

terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon

khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.

Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada

paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi

di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk

beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten.

Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan

terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum akibat

penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat

disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot,

ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada

motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar

E. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :

a.Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

b. Letak Tengah : Ileum Terminal

c.Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar:

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya

pembuluh darah.

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan

pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau

gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari

jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar

suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi

dua yaitu:

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,

jejunum dan ileum

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid

dan rectum.

F. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.

Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari

obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang

berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya

menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah

abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri

menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan

sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi

bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil

laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan

abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering

saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan

tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.

Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih

bersifat malodorus.

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk

membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada

obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang

terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun

distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang

muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis

banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk

membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes

yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar

dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya

infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai

tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher

untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,

dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis

strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa

terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari

amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat.

Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara

obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

G. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus

ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas

pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi

dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh

dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan

penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi

sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di

sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar

suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus

obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya

distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang

kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)

maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada

saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga

pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu

serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi hipertimpani yang

menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi

peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’

involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing

logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah

beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka

aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.

Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus

obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum

dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya

cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi

perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab

obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba

benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya

dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan

dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita

juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus

feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan.

Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah

lesi intrinsik di dalam usus.

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan

ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau

komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang

harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya

adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma

iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.

Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk

melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi

intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin

dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan

perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu

untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes

fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada

50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi

dekubitus) dan posisi tegak thoraks

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus

( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan

kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi

adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada

foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan

gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa

dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada

pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan

ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan

demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan

selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat

kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting

pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun

memakan biaya yang sedikit.

Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus

Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik IleusAir-fluid Level Present proximal to

obstructionProminent throughout

Gas in small intestine Large bowel shape loops;

stepladder pattern

Gas present diffusely; moveable

gas ini colon Absent or diminished Increase throughoutThickened bowel wall Present if chronic or

strangulationPresent with inflamation

Intraabdominal fluid Rare Often presentDiapraghm Slightly elevated; normal

motionElevated; decrease motion

Gastrointestinal contrast media

Rapid progression to point of obstruction

Slow progression to colon

Gambar 2.6 Dilatasi usus

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign

Gambar 2.8 Herring bone appearance

Gambar 2.9 Coffee bean appearance

Gambar 2.10 Step ledder sign

b. EnteroclysisEnteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk

membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos

abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan

adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada

pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor

rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi

negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan

kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk

mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.

Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan

penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).

c. CT-Scan

CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi

strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis

dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab

obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari

neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai

dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian

yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat

spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.

Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus

bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan

kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan

gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung

tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat

distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi

ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding

usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam

dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi

menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah

(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona

transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon

d. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.

Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada

pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada

pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat

dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini

menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam

jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT

biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi

obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)

e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya

obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.

Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal

transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,

2009)

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif

f. USG

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi

dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,

USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan

akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi

yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu

membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah

dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan

mencapai 100%.

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi

multiple dari usus halus akibat invaginasi.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu:

1. Ileus paralitik

2. Appensicitis akut

3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier

4. Konstipasi

5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium

6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

7. Pancreatitis akut

I. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan

Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan

cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan

Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila

diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit,

dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk

profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk

dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk

mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah

dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat

diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala

tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi

operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal

komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak

akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,

takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif

ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada

daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury

akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan

bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan

resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi

dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan

adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari

enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari

segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat

keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,

terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya

sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada

kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by

pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari

segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,

segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened

sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna

normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut

aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras

intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada

obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana

untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-

strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus

yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya

pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus

untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,

invaginasi strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif

bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari

dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang

masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam

lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung

banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan

fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti

peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi

sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca

bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga

keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca

bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring

pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada

masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai

nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan

disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

J. Komplikasi

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat

menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.

K. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi

dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi

strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%

atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

III.1 Dasar Diagnosis

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan terdapat nyeri pada seluruh area perut

sejak 3 hari yang lalu. Rasa nyeri semakin bertambah tiap harinya. Nyeri terasa seperti melilit,

tertusuk-tusuk, perih dan keluhan terasa terus menerus. Keluhan disertai dengan mual,

muntah, perut terasa kembung, nyeri uluhati, dan penurunan nafsu makan. Buang Air Kecil

(BAK) normal. Terdapat gejala obstipasi yaitu tidak BAB dan tidak kentut sejak 3 hari lalu.

Pasien memiliki riwayat hernioraphy 1 tahun lalu yang merupakan faktor resiko terjadi illeus

obstruksi karena perlekatan usus. Pasien belum berobat untuk keluhannya kali ini dan belum

pernah mengeluhkan hal yang sama.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien CM, tampak kesakitan, lemas, namun

tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi perut datar dan

lembut. Tidak ditemukan distensi abdomen, darm contour,dan darm steifung. Tampak luka

bekas operasi di perut kanan bawah. Pada auskultasi BU meningkat dan terdengar metalic

sound. Hipertimpani saat perkusi. Pada palpasi terdapat nyeri tekan di seluruh area perut,

defance muscular (+), tetapi tidak ada nyeri lepas. Pemeriksaan colok dubur ditemukan

sphincter kuat, nyeri tekan searah jam 12, mukosa licin, tidak teraba ampula collaps, dan tidak

teraba feses.

Pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal. Dari hasil rotgen BNO abdomen

mendukung diagnosa, yaitu tampak distribusi udara berlebih di usus halus dan colon (herring

bone appearance). Tampak gambaran illeus obstruksi. Sedangkan dari hasil rotgen thorak

tidak tampak free air. Hasil USG pun mendukung diagnosa yaitu terdapat distensi intestinal

berisi udara usus berlebih namun tidak tampak koleksi cairan bebas intraperitoneal.

Pasien didiagnosa dengan illeus obstruktif, sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan

penunjang. Pada pasien tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi dan perforasi usus. Pasien diberi

terapi berupa:

- Infus RL 20 tpm

- Pasang NGT- puasa- dekompresi

- Ranitidin 2x1 (iv)

- Ketorolac 2x1 (iv)

- Ceftriaxone 1x2gr (iv)

- Metronidazol 3x500mg (iv)

- Futrolit 1000mg (iv)

- Kalbamin 500 (iv)

Pasien diberikan infus RL untuk menggantikan cairan selama puasa. Pemasangan NGT

untuk mengurangi gas yang ada dalam abdomen. Cefriaxone dan metronidazol sebagai

antibiotik. Ketorolac untuk mengurangi rasa nyeri kolik. Futrolit untuk mengkoreksi elektrolit

dalam tubuh pasien. Ranitidine dan sucralfat diberikan sebagai gastroprotektor mengingat

pasien memiliki gejala dan riwayat gastritis.

Setelah empat hari perawatan, keadaan pasien membaik. Saat test feeding dengan diet

cair dan diet lunka, pasien tidak ada keluhan. Pasien pun boleh berobat jalan.

III.3 Identifikasi kasusURAIAN SESUAI TIDAK SESUAI KETERANGAN

Penatalaksanaan kasus tersebut

Diagnosis Kerja √Rencana Tindakan Penunjang

Diagnosis Penunjang √Terapi √

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.

studentBMJ April 2002;10:102-3

2. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.

Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC

3. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.

1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

4. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos

P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,

management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007

21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com

5. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.

McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

6. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

7. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York

8. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,

L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).

Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

9. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of

causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92

10. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved

June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd

11. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),

Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

12. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown

AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York:

Churchill Livingstone. p.306-9