Case Report Illeus Obstruktif

38
BAB III LAPORAN KASUS 1.1 STATUS PASIEN MRS : 9 September 2011 Waktu Pemeriksaan : Senin, 19 September 2011 Bangsal : Seruni Identitas : Nama : Ny Y Usia : 28 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Alamat : Desa Tanjung Isui RT 12 Status : Menikah Agama : Katolik Suku : Sunda 1.2 ANAMNESA 1. Keluhan Utama Nyeri perut 2. Telaah Sebelum masuk rumah sakir Abdul Wahab Syahranie pasien mengeluhkan adanya nyeri perut dialami pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terutama bagian tengah dan tidak menjalar ke bagian perut yang lain. Nyeri perut 1

description

ILEUS OBSTRUKTIF

Transcript of Case Report Illeus Obstruktif

BAB IIILAPORAN KASUS

1.1 STATUS PASIEN MRS: 9 September 2011 Waktu Pemeriksaan: Senin, 19 September 2011 Bangsal : Seruni Identitas : Nama : Ny Y Usia: 28 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Alamat: Desa Tanjung Isui RT 12 Status: Menikah Agama: Katolik Suku: Sunda

1.2 ANAMNESA1. Keluhan UtamaNyeri perut

2. TelaahSebelum masuk rumah sakir Abdul Wahab Syahranie pasien mengeluhkan adanya nyeri perut dialami pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terutama bagian tengah dan tidak menjalar ke bagian perut yang lain. Nyeri perut ini dialami semakin nyeri karena pasien tidak bisa buang air besar dan buang angin. Nyeri bersifat terus-menerus dan tidak berkurang setelah diberikan penghilang nyeri. Pasien juga mengeluhkan ada mual muntah, dengan frekuensi muntah 4 kali per hari berisi air bercampur makanan dan berwarna kuning kehijauan. Pasien mengatakan perut pasien semakin hari semakin terasa kembung. Keluhan kembung ini sudah sejak 1 tahun terakhir.

Satu minggu selama dirawat di Rumah Sakit Abdul Wahab Syahranie, pasien mengeluhkan adanya gangguan Buang Air Besar, dimana pasien tidak pernah Buang Air Besar, tidak bisa buang angin. Perut terasa kaku dan kencang, mual (-), muntah (-). Perut semakin kembung apabila diisi makanan dan minuman. Pasien juga mengeluhkan adanya demam.

.

1.3 HASIL PEMERIKSAAN FISIK1. Status generalisata Keadaan Umum: Tampak kesakitan Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital Tekanan darah: 100/70 mmHg Nadi: 88 x/menit Pernafasan: 20 x/menit Suhu: 36,5 0C

Kepala dan LeherKepala: Anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor (+) 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, sianosis (-), dispnea (-)Leher: Deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks : Inspeksi: Bentuk normal, pergerakan simetrisPalpasi: Fremitus vokal teraba kiri=kananPerkusi: Sonor kiri=kananAuskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), whezzing (-/-), S1 S2 tunggal, reguler.

AbdomenInspeksi: Cembung, distensi (-), darm contour (-), darm staifung (-), skar operasi regio suprapubik.Palpasi: Nyeri tekan (+) regio epigastrium dan region umbilikalis, organomegali (-)Perkusi: HipertimpaniAuskultasi: Bising usus (+), kesan menurun.

Ekstremitas: Akral hangat, oedem (-/-)RT: perineum normal, spinter ani menjepit kuat, mukosa licin, nyeri tekan (-), darah (-), feses (-), lender (-).

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium tanggal 6 9 20116/9/1110/9/1113/9/1114/9/1116/9/1117/9/1120/9/11

Leukosit13.90013.00011.2008.40030.56018.6005.000

RBC3.983.413,873,143,373,36

Hb12.111.012,29,510,710,2

Hct2631,235,727,830.928,1

Trombosit87.000327.000158.000123.000111.000

GDS10894

SGOT7221

SGPT4318

Bili tot0,50,7

Albumin2,52,9

kolestrol65

Asam urat4,34,5

ureum20,629,6

Creatinin 0,80.8

Hbs Ag-

Anti Hbs-

Tes hamil-

Natrium135133126126

Kalium3,62,82,43,0

Klorida999295103

Bj1.010

Keton+

Nitrit+

Darah+

WarnaKuning

KejernihanAgak keruh

pH8,0

Sel Epitel+

Leukosit2-3

Erotrosit7-10

Bakteri+

PEMERIKSAAN RADIOLOGITanggal 17/0/11

Tanggal

Tanggal 17/9/2011

1.5 DIAGNOSA Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesi op KER

1.6 PENATALAKSANAANDulcolax Supp Persiapan Laparotomy EksploratifPRC 1 unitInj Cefotaxim 3 x 500mg ivPasang NGT dan CatheterIVFD RL guyur 250cc dilanjutkan Kaen 3B 1350cc/4jam (maintenance)Puasa

BAB IVPEMBAHASAN

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.6Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan ileus paralitik. Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi usus atau disebut juga ileus obstruksi (obstruksi mekanik) misalnya oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.6,15Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominant adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.16Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.17Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat meningkat.18Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.16Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.18Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.18Pada kasus ini, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditemukan bukti-bukti yang mengarahkan kepada ileus obstruktif. Pada anamnesa pasien ini, diperoleh keterangan adanya keluhan perut kembung dan membesar, muntah-muntah, tidak ada buang air besar dan buang angin, serta adanya riwayat demam dan nyeri perut sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, nadi dalam batas normal, respirasi normal, dan suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan perut yang cembung dan distensi, hipertimpani pada perkusi dan pada auskultasi ditemukan bising usus yang meningkat.Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis (leukosit darah 10.500), hemoglobin, hitung eritrosit dan trombosit dalam batas normal. Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan hipokalemia (3,3). Pemeriksaan urine dalam batas normal.Pada pemeriksaan radiologi diperoleh gambaran adanya dilatasi pada intestinal dan gambaran air fluid level. Tidak ditemukan adanya gambaran udara bebas pada peritoneum.Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.15 ResusitasiDalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi dapat mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Pada pasien ini diguyur dengan larutan Ringer laktat 250 cc untuk resusitasi. Untuk maintenance diberikan infus KAEN 3B 1350cc/4jam. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, juga dilakukan pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.18 FarmakologisPemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Pada pasien ini diberikan injeksi cefotaxim 3 x 500 mg IV. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.13 OperatifOperasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Pada pasien ini dilakukan observasi terlebih dahulu. Diharapkan akan terjadi perbaikan klinis dari pasien. Namun terapi konservatif pada pasien ini gagal karena, abdomen tetap distensi dan nyeri menetap serta gambaran radiologi tetap ditemukan adanya dilatasi intestinal. Pada pasien ini kemudian dilakukan operasi laparotomi eksplorasi.Pada laparotomi eksplorasi ditemukan Ileum yang berdilatasi. Ileum terminal pasien ini terperangkap di pelvis minor dan terjadi perlengketan. Omentum pada pasien ini tidak sampai di pelvis. Perlengketan tersebut kemudian dibebaskan dan dari sana keluar pus 50cc kental berbau fecal yang berasal dari appendiks yang perforasi (gangrenous perforated). Panjang appendiks 7-8 cm. Kemudian dilakukan appendektomy retrograde dengan jahitan kantong terbuka. Berdasarkan temuan saat operasi tersebut maka diagnosa post operasi pada pasien ini adalah ileus obstruksi ec appendisitis perforasi.Patofisiologi ileus obstruktif pada pasien dengan appendisitis perforasi dapat dijelaskan sebagai berikut :Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.3Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. 6Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.3,11Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.11Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.11Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.11Pada pasien ini, posisi appendiksnya memanjang ke arah pelvis. Appendiks yang telah perforasi tersebut berusaha untuk dilokalisir oleh omentum dan usus halus. Pada anak-anak omentumnya lebih pendek dan appendiks lebih panjang sehingga omentum tidak sampai di pelvis dan tidak dapat melokalisir appendiks yang perforasi. Usus halus yang bergerah ke arah pelvis untuk melokalisir appendiks yang perforasi terjebak di pelvis minor dan terjadi adhesi. Karena adhesi inilah terjadi ileus obstruksi pada pasien ini.Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.7Pada usia lebih dari 2 tahun, anak-anak mulai memiliki kemampuan komuniksi yang dapat membuat identifikasi lebih awal. Appendisitis masih jarang pada usia ini yaitu kurang dari 5% seluruh kasus appendicitis pada anak. Mayoritas anak-anak prasekolah memiliki gejala selama 2 hari atau lebih dan hingga 17% anak memiliki gejala selama 6 hari atau lebih sebelum terdiagnosa. Pada pasien ini waktu sejak timbulnya gejala hingga tegaknya diagnosa appendisitis perforasi adalah selama 4 hari. Lamanya rentang waktu sejak timbul gejala hingga tegaknya diagnosa pada pasien ini dikarenakan tanda dan gejala yang ditemukan tidak khas untuk suatu appendisitis.11Berdasarkan dari keluhan yang dialami oleh pasien anak pada kasus ini, ada dua tahapan yang patut dicermati, yaitu kunjungan pertama dan kunjungan kedua pasien ke rumah sakit. Pada kunjungan pertama ke RS IA Moeis, pasien mengeluhkan muntah, mual, adanya riwayat sakit perut sejak 2 hari sebelumnya yang membuat pasien berjalan dengan membungkuk, badan yang lemah dan adanya demam. Berdasarkan keterangan tersebut perlu dicurigai kemungkinan timbulnya appendisitis akut pada anak tersebut. Pada anak pre sekolah nyeri abdomen (89-100%), muntah (66-100%), demam (80-87%), anoreksia (53-60%) merupakan gejala appendisitis akut yang sering timbul.Pada kunjungan kedua saat pasien MRS di RS AWS, pasien mengeluhkan perut kembung dan membesar, tidak ada BAB dan flatus. Pada pemeriksaan fisik nadi 100 kali/menit, RR 30 kali/menit, suhu 36,5C, perut distensi, bising usus meningkat, nyeri tekan perut tidak ada, defans muskular negatif, dan nilai leukosit 10.800/dl. Pada pemeriksaan BNO di dapatkan gambaran dilatasi intestinal. Jika dilihat dari informasi di atas, apendisitis pasien telah berkomplikasi menjadi ileus obstruktif.Seperti telah dijelaskan di atas bahwa berdasarkan operasi laparotomi eksplorasi ditemukan bahwa penyebab ileus obstruktif pada pasien ini adalah appendisitis yang telah perforasi. Pada sebagian besar kasus, beberapa jam setelah perforasi, pada anak akan berkembang gejala toksisitas. Abdomen menjadi rigid dengan nyeri tekan yang ekstreme. Bising usus menjadi menurun atau menghilang, pasien menjadi pucat, dispnea, takikardia dan suhu yang tinggi. Terkadang akan terjadi syok septik akibat infeksi yang disebabkan oleh flora normal usus.19Suhu tinggi yang dialami oleh pasien disebabkan karena adanya perubahan set point termostat hipotalamus akibat diinduksi oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri (seperti endotoksin ataupun eksotoksin) maupun oleh zat-zat hasil dari peristiwa peradangan, seperti IL-1. Perubahan set point ini akan direspon tubuh dengan cara meningkatkan metabolisme sel basal melalui mekanisme rangsang simpatis untuk memperoleh panas (selama proses pembentukan ATP sekitar 35% energi berubah menjadi dalam bentuk panas) agar sesuai dengan set point di hipotalamus, peristiwa ini akan diikuti dengan peningkatan denyut nadi dan pernapasan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Itulah alasan mengapa RR dan nadi juga ikut meningkat. Tensi pasien dapat turun cukup tajam, hal ini dapat terjadi akibat sepsis yang juga diderita pasien. Tanda sepsis antara lain: Suhu >38C, Denyut jantung/nadi >90 kali/menit, RR >20/menit, hitung leukosit >12.000/dl dan sumber infeksinya telah diketahui. Pada peristiwa sepsis umumnya diikuti oleh bakteriemia, bakteriemia yang luas dan berat tentu akan diikuti peningkatan jumlah leukosit sehingga akan terjadi peristiwa fagositosis besar-besaran di dalam tubuh. Peristiwa fagositosis ini akan menghasilkan mediator inflamasi berupa vaso aminoaktif yang mempunyai efek vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Peningkatan permeabilitas vaskular tentu akan mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena/venous return akibat transudasi cairan plasma intravaskular ke ekstravaskular, hal ini akan mengakibatkan cardiac output berkurang, sedangkan vasodilatasi akan mengakibatkan berkurangnya resistensi pembuluh darah. Seperti diketahui bahwa, BP = CO x PVR (BP=blood pressure, CO=cardiac output , PVR=peripheral vascular resistence), sehingga apabila resistensi pembuluh darah turun dan atau cardiac output turun, tentu tekanan darah juga akan turun.19Pada pasien ini meskipun sudah dalam kondisi perforasi, namun tidak ditemukan adanya demam dan lekosit pada kasus ini juga hanya mengalami sedikit kenaikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemberian antibiotic dan analgetik sebelumnya atau karena respon iun anak yang kurang. Hal ini didasarkan bahwa pada pasien HIV AIDS dengan appendicitis perforasi, pada sebagian besar kasus tidakditemukan demam dan leukositnya juga dalam batas normal. Selain dua kemungkinan di atas, kemungkinan bahwa pada pasien ini appendicitis perforasinya telah menuju stadium konvalesen juga dapat terjadi.

BAB VPENUTUP

KESIMPULAN

1. Pada anak-anak Apendisitis akut memiliki gejala dan tanda yang lebih bervariasi dibanding dengan orang dewasa.2. Diagnosa appendicitis yang segera pada anak dapat mencegah terjadinya appendicitis perforasi dan kemungkinan komplikasi lainnya seperti, obstruksi usus.3. Appendisitis dapat bermanifestasi sebagai obstruksi pada usus akibat adanya adhesi pada ileum yang terjadi saat ileum berusaha melokalisir appendicitis yang perforasi sebagai respon pertahanan tubuh yang normal.

SARAN1. Pada kasus yang terdapat tanda obstruksi perlunya dilakukan pemeriksaan dan anamnesa yang lebih dalam untuk menentukan penyebab obstruksi tersebut.2. Pada kasus ini perlunya mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Rectal Touche untuk mencari apakah ada massa.

Daftar Pustaka

1. Stevenson.J.Richard. Appendicitis. In Operative Pediatric Surgery Volume 2. United Stated : The McGraw-Hill Company.2003. P 671 689

2. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.

3. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15. www.emedmag.com

4. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines. http://www.patholoyoutlines.com

5. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.

6. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

7. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

8. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

9. Fauzi, Braunwald., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008. Harrison's Edisi 17. United States of America : McGraws Hill.

10. Bukunya dr dadik..11. Pagane, J, Rothrock, S. G. 2000. Acute Appendicitis in Children : Emergency Departement Diagnosis and Management. Departement of Emergency Medicine. Orlando.

12. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas http://www.aafg.org

13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

14. Pieter, John., Riwanto, Ign., Tjambolang, Tadjuddin., Hamami, Hidayat Ahmad. 1997. Tindak Bedah : Organ dan Sistem Organ; Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

15. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 412.

16. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 1342.

17. Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens]. Available from: URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.

18. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York : McGraw-Hill;2003. p. 383-88.

19. Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: 1002-1004, 1018-1020,1052

LAMPIRAN 1Follow Up di ruangan6/9/2011

S : mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), BAB (+) N, BAK (+) N, makan dan minum NTE (+), NTA (-).O : CM, N=80x/i, RR=20x/i, T=36.4, TD=120/80.Anemis (-/-), ikt (-/-),A : sindrom dispepsia

IVFD RL 20 tpmInj Ondansentron 2x1 ampInj Ranitidin 2x1 ampCefadroksil tab 2x1 stopAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tab

7/9/2011S : mual (+), muntah (+) cairan, nyeri perut (+), BAB (-), BAK N tidak bisa kentut, O : CM, anemis (-/-), ikt (-/-), NTE (+), NTA(+), TD = 110/70,. N=60x/i, RR=22x/iNTE (+), NTA(+).A : Syndrom dispepsia

IVFD RL 20 tpmInj Ondansentron 2x1 ampInj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tab

8 /9/2011

S : nyeri perut, nyeri ulu hati (+), BAB (-), kentut (-), mual (+), muntah (+), perut kembung. O : CM, TD=120/80, N = 80x/i, N=80x/iAn (-/-), ikt (-/-), NTE (-), NTA (-)A : sindrom dispepsia

IVFD RL 20 tpmInj Ondansentron 2x1 ampInj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tabPangkreoflat 3x1

9/9/2011S : nyeri perut (+), BAB dan kentut (-) 3 hari, mual (-), muntah (-) 3x tadi malam.O : CM, TD 120/80, N=76x/i, RR=22x/i , anemis (-/-), ikt (-/-), NTE (+), NTA (+). A : sindrom dispepsia + ileus paralitik dd obstruktif.

P : IVFD aminofluid 30 tpmInj Ondansentron 2x1 amp stop Ceftriaxone 2x1Inj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tabPangkreoflat 3x1Metoclopramide inj 3x1R/ BNO 3 posisiUSGCek elektrolitPuasa NGT

10/9/2011 Produksi NGT 800cc/3 jamWarna hijauS : nyeri perut (+), BAB dan kentut (-), muntah (-), perut kembung O : anemis (-/-), ikt (-/-), NTE (+), NTA (+)CM, TD ; 110/70, N : 90x/i, RR : 20x/i, BU (+) Sindrom dispepsia + Ileus obstruktif dd paralitikP : IVFD Aminofluid 30 tpmCeftriaxone 2x1Inj Metoclopramide 3x1 Inj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tabPangkreoflat 3x1Metronidazole 3x1 infAlinamin 3x1

12/9/2011Prod NGT 300 cc/10 jamWarna hijauS : Nyeri Perut (+), BAB & flatus (-), mual (+), muntah (-), perut kembung O : CM, N=86x/i, RR=22x/i, T=36,6, TD = 110/80.NTA (+), BU (+) Sindrom dispepsia + Ileus obstruktif dd paralitikP : IVFD Aminofluid 30 tpm.Ceftriaxone 2x1Inj Metoclopramide 3x1 Inj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tabPangkreoflat 3x1Metronidazole 3x1 infAlinamin 3x1Co. BedahFoto BNO

13/9/11Prod NGT 400cc/10 jamWarna hijauS : Nyeri Perut (+), BAB & flatus (-), mual (+), muntah (-), perut kembung , BAK NO : CM, N=94x/i, RR=20x/i, T=36,6. TD : 110/80.BU (+) Sindrom dispepsia + Ileus obstruktif dd paralitikP : IVFD Aminofluid 30 tpmCeftriaxone 2x1Inj Metoclopramide 3x1 stop Inj Ranitidin 2x1 ampAntasida susp 4xc1 acClobazam 3x1 tabParasetamol 3x1 tab stopPangkreoflat 3x1 stopMetronidazole 3x1 infAlinamin 3x1Puasa NGT

14/9/11Prod NGT : 300cc/24 jamWarna hijauS : Nyeri epigastrium (+) terasa panas (+), BAB & flatus (+) sedikit, padat dan keras, mual (+), muntah (-), perut kembung , BAK NO : CM, N=78x/i, RR=18x/i, T=36,6, TD 110/70BU (+) , distensi abdomen (+).Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesi

P : IVFD kabiven 1500 cc 21tpmRanitidin inj 2x1Antasida syr 4xc1 acCeftriaxone 2x1Metronidazole 3x1 infPuasa NGTPasang kateter

15/9/11Prod NGT 300cc/24 jam, kuning

Prod urin 400cc/20 jam.S : Nyeri epigastrium (+) , BAB & flatus (-) sedikit, padat dan keras, mual (-), muntah (-), perut kembung , BAK NO : CM, N=88x/i, RR=18x/i, T=36,2, TD 110/70BU (+) .Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesi

P : IVFD kabiven 1500 cc 21tpmCeftriaxone 2x1Metronidazole 3x1 infRanitidin inj 2x1Puasa NGTDrip KCL 1 fl dalm RL 20 tpm

16/9/2011

Prod NGT : 450cc/18 jam

Prod UT :600 cc/24 jamS : demam (+), Nyeri epigastrium (+) , BAB (-) & flatus (+)3x, kembung (+) , mual (-), muntah (-), perut kembung , BAK NO : CM, N=108x/i, RR=22x/i, T=39,5, TD 110/60.BU (+) .Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesi

D5/RL : Aminofluid = 4:130 tpmRanitidine inj 2x1 ampCeftriaxone 2x1Metronidazole 3x1 infPuasa NGTDiet Enteral 6x50 ccDrip KCL 1 fl dalam RL

17/9/2011

Prod NGT 200cc/24 jam, warna kecoklatanProd UT : 500cc/24 jamS : demam (-), Nyeri epigastrium (+) , BAB & flatus (+), kembung (+) , mual (-), muntah (-), perut kembung , BAK NO : CM, N=96x/i, RR=20x/i, T=36,5, TD 110/70BU (+).Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesiD5/RL : Aminofluid = 4:130 tpmRanitidine inj 2x1 ampCeftriaxone 2x1 gr stopMetronidazole inf 3x1 stopKCL drip 1 fl dlm RL 14 tpmMeropenem 3x1 grPuasa NGTDiet Enteral 6x50 ccKultur darahKultur urin

18/9/2011Prod NGT : 50cc/12 jam

Nyeri perut (+), BAB cair (+) 3x 1/3 gelas aqua, ampas (=0, darah (-), lendir (-).N : 100x/i, TD : 90/50, RR : 24x/i.Anemis (-/-), nyeri tekan (+), distensi (-).Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesiPuasa NGTDiet Enteral 6x50 ccMeropenem 3x1 grKultur darahKultur urinD5: Aminofluid = 4:130 tpmRanitidine inj 2x1 ampNew diatab 3x1R/op

19/9/2011

Nyeri perut (+), BAB cair (+) 3x 1/3 gelas aqua, ampas (=0, darah (-), lendir (-).N : 82x/i, TD : 100/70, RR : 22x/i, T: 36,5.Anemis (-/-), nyeri tekan (+), distensi (-).Ileus obstruktif parsial ec suspek adhesiPuasa NGTDiet Enteral 6x50 ccMeropenem 3x1 grKultur darahKultur urinD5: Aminofluid = 4:130 tpmRanitidine inj 2x1 ampNew diatab 3x1R/op

20/9/2011Prod NGT :200 cc/24 jamDiare (+) hijau, demam (+), nyeri perut (+), kembung , kembung ,mual (-), muntah (-) BU (+),N : 100x/i, TD : 100/70, RR : 24x/i.Anemis (-/-), nyeri tekan (+), distensi (-).Ileus obstruktif parsial Dd abses intraabdomenAdhesi

RL : KaEn 3b = 2:2 30tpmAntibiotik lanjutUSG abdomen citoDiet cair / susu6x100 ccCek DL New Diatab 3x1 tab

21/9/11Diare (+) 2x, demam (-), nyeri perut (-), kembung .CM, TD : 100/70, N : 92x/i, RR : 22x/i, T : 37,1Abd : soefel, BU (+) .Ileus Obstruktifdd abses intaabdomenadhesi Alih rawat IPD

Hasil Laboratorium16 Juni 2009Leukosit 10.500Eritrosit 4.120.000Hb 12.1Hct 34.1Plt 260.000

17 Juni 2009GDS 116Urine Lengkap BJ 1,010Warna Kuning JernihKejernihan JernihpH 6.5Epitel (+)Leukosit 6-8Eritrosit 0-1Bakteri (-)Kimia Darah Natrium 131Kalium 3.3Chloride 101

18 Juni 2009Leukosit 8.300Eritrosit 4.380.000Hb 11.9Plt 303GDS 93Uji kepekaan AntibiotikJenis kuman Eschericia ColiKepekaan : Tazobactam + piperazilin 20 mmAzacatam 22 mmMeropenem 24 mmNorfloxacin 24 mmLevofloxacin 24 mmMeropenem 24 mmCiprofloxacin 28 mmOfloxacine 28 mmCefepime 28 mm

19 Juni 2009DL Hb : 11.9Ht : 37.5Leuko : 8.300Trombosit : 303.000GDS : 93

20 Juni 2009 DLHb: 12.6Ht : 40.2Leukosit : 9.900Trombo : 328.000GDS : 82 Albumin : 2.9SGOT/SGPT : 37/13Bil.total : 0.4Ureum : 20.5Creatinin : 0.6Na : 133K : 4.3Cl : 102

4