ikterus obstruktif

20
IKTERUS OBSTRUKTIF A. PENDAHULUAN Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. 1, Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. 1 Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. 1 B. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1

description

ikterus

Transcript of ikterus obstruktif

Page 1: ikterus obstruktif

IKTERUS OBSTRUKTIF

A. PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang

menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah

merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus

sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi

dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.1,

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu

empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis),

kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah

ke dalam usus.1

Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik

dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat,

penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada

kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.1

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Hepar 

Hepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas

abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel hepar memiliki

banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan empedu. Empedu memasuki

duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan

bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus,

yang akan membawa empedu keluar dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus

sistikus biliaris untuk membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu ke

dalam duodenum.2

Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu

membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama feses. 1

Page 2: ikterus obstruktif

Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan mengemulsikan lemak di

dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan lemak yang berukuran besar menjadi

molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu

dirangsang oleh hormon sekretin yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki

intestinum tenue.2

Gambar 1

(Dikuti dari Kepustakaan 2 )

2. Kandung empedu

Vesika biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang sekitar 7,5 –

10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar. Empedu di dalam duktus

hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke dalam vesika biliaris,yang akan

menampung empedu sampai ia dibutuhkan ke dalam usus halus. Kandung empedu juga akan

meningkatkan konsentrasi empedu dengan mengabsorbsi air. Ketika makanan yang mengandung

lemak memasuki duodenum mukosa duodenum akan mensekresikan hormon kolesistokinin.

Hormon ini akan merangsang kontraksi otot polos pada dinding vesika biliaris, yang akan

mendorong empedu memasuki duktus sistikus, lalu ke dalam duktus koledokus komunis dan

berlanjut kedalam duodenum.2

2

Page 3: ikterus obstruktif

Gambar 2

(Dikutip dari kepustakaan 3)

C. METABOLISME BILIRUBIN NORMAL

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari

katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom,

katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi

bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.4

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan

enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.

Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

reduktase.Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat

tidak larut.4

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan

ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum

ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat

pada albumin bersifat nontoksik.4

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin

akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang

berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.

3

Page 4: ikterus obstruktif

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh

terhadap pembentukan ikterus fisiologis.4

Gambar 3

(Dikutip dari kepustakaan 4)

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl

transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.

Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik

untuk rekonjugasi berikutnya.4

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung

empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada

dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang

terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk

dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.4

4

Page 5: ikterus obstruktif

D. EPIDEMIOLOGI

Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru lahir dan

anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur hepar yang masih immatur.

Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis, serta riwayat mendapat nutrisi

parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko terjadinya ikterus obstruktif. Adapun angka

kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1 : 15.000 kelahiran, dan

dominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. Didunia angka kejadian atresia bilier tertinggi di

Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara

Jepang.5

Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari

segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8

minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2

kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.5

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%),

Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%),

sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).6

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 1999-2004

penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl hepatitis 68

(70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%) dan

sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).6

E. ETIOLOGI

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus),

sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dibedakan atas

ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.3

- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :

1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin terkonyugasi

dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan

dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut

sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi bisa berjalan kronik dan 5

Page 6: ikterus obstruktif

menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis

hati.3

2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan

perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis

karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan

dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan

transaminase yang tinggi.3

3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi nekrosis

jaringan hepar.3

4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.3

- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik : 3

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier

ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan penyebab

kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan tersebut merupakan

ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan yang ditemukan selama

periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, akan bermanifestasi menjadi

sirosis bilier sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok

yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang

menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia /

asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang terdiri

dari 10-35% kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan

dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki

ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada anak-anak, lebih

sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan

memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan

akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba

menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu yang

dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder dan bulat

6

Page 7: ikterus obstruktif

dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75% kasus

munculselama masa anak-anak.

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada pankreas

adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel kelenjar yang

melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di dalam kepala

pankreas, bagian  yang paling  dekat bagian pertama usus kecil (duodenum)

F. PATOFISIOLOGI

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun

obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin

terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria

serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun sehingga feses

terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan

ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam

empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-

gatal pada ikterus. 7

Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan akibat

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari orange-kuning muda atau tua

sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total saluran empedu. Perubahan ini

merupakan bukti adanya icterus kolestatik, yang merupakan nama lain icterus obstruktif.

Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau

ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu diluar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan

biokimia yang serupa.7

Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler dengan

kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini,

pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau

kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolism bilirubin-

ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling

menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intra hepatic yang lebih

jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom

Rotor ( jarang terjadi). Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran

7

Page 8: ikterus obstruktif

hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat yang sering

mencetuskan gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolic,

isoniazid, dan chlorpromazine. 7

Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada

ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas menyebabkan tekanan pada duktus

koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang

adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta

hepatis. Lesi intra hepatic seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktu hepatikus

kanan atau kiri.7

G. MANIFESTASI KLINIS

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,

tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis

lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. 8

Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.8

8

Page 9: ikterus obstruktif

Gambar 4

(Dikutip dari Kepustakaan 8)

H. DIAGNOSIS

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan jasmani sangat penting dalam diagnosis,

karena kesalahan diagnosis terutama dikarenakan penilaian klinis yang kurang atau penilaian

gangguan laboratorium yang terlalu berlebihan. Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan

adanya keluhan sakit perut ( painless  jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai

konsentrasi yang lebih tinggi sering warna kuning sclera mata memberi kesan berbeda dimana

ikterus lebih member kesan kehijauan ( greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan

kekuningan ( yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.3,8

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai

adanya penyakit hati dan saluran bilier.8

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir

rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir

normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.8

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai

tanda-tanda infeksi.8

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu

kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).8

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar

7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin

tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin

yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.8

9

Page 10: ikterus obstruktif

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada

garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler

diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan

sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati

diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari

beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.

Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang

minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal

polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang

memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali,

korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.8

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis

intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita.31 Moyer

menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.8

Tes Laboratorium

Hiperbilirubinemia terkonjugasi didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi

lebih dari 2 mg/dL atau lebih dari 20% total bilirubin. Bayi dengan atresia bilier menunjukkan

peningkatan moderat pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi

terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.6

Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian nilai fosfatase alkali,yang

diakibatkan terutama peningkatan sintesis daripada karena gangguan ekskresi, namun tetap belum

bisa menjelaskan penyebabnya. Nilai bilirubin juga mencerminkan beratnya tetapi bukan

penyebab kolestasisnya, juga fraksionasi tidak menolong membedakan keadaan intrahepatik dari

ekstrahepatik. 6

Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya,namun seringkali

meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses hepatoselular,

namun kadang-kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumbatan akut

yang diakibatkan oleh adanya batu diduktus koledokus.6

Gammglutamyl transpeptidase (GGT) mungkin meningkat. GGT merupakan enzim yang

dapat ditemukan pada epitel duktuli biliaris dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan

pada pankreas, lien, otak, mammae dan initestinum dengan kadar tertinggi pada tubulus renal.bila

10

Page 11: ikterus obstruktif

fosfatase alkali tinggi dan GGT rendah (<100U/l), mungkin suatu kolestasis familial progresif

Byler atau gangguan sintesis garam empedu.

Peningkatan amilase serum menunjukkan sumbatan ekstrahepatik. Perbaikan waktu

protrombin setelah pemberian vitamin K mengarah kepadaadanya bendungan ekstrahepatik,

namun hepatoselular juga berespon. Ditemukannya antibody terhadap antimitokondria

mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer.6

Pemeriksaan Radiologis

1. Ultrasonography / Color Doppler Ultrasonography

Sindrom kolestasis nenonatus dapat dibedakan dengan nanomali system biliar

ekstrahepatik dengan menggunakan Ultrasonogaphy, terutama kista koledokal. Saat ini

diagnosis kista koledokal harus dibuat dengan menggunakan Ultrasonography fetal in utero.9

2. Hepatobiliary Scintiscanning ( HSS )

Hepatobiliary scintigraphy selama beberapa tahun digunakan sebagai modalitas untuk

mendiagnosis atresia biliaris.9

Sensitivitas dari scintigraphy untuk mendiagnosis atresia bilier terlihat cukup tinggi dari

dua retrospektif ( 83%-100%), dengan secara nyata pasien yang terkena tidak menunjukkan

ekskresi. Akan tetapi spesifitas dari modalitas ini sedikit berkurang yakni sekitar 33%-80%.

Jika ekskresi dari radiotracer terlihat atau keluar dari diagnosis atresi biliar dapat dikeluarkan.

Namun jika radiotracer tidak terlihat dalam 24 jam ataupun setelahnya dapat dicurigai atresia

biliaris.9

3. Cholangiography Intraoperatif

Pemeriksaan ini secara definitive dapat menunjukkan kelainan anatomi traktus biliaris.

Cholangiography intraoperative dilakukan ketika biopsy hati menunjukkan adanya etiology

obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode masukkan kontras kedalam saluran

empedu kemudian difoto X-Ray ketika laparrotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini

dilakukan ketika pemeriksaan biopsy dan scintiscan gagal menunjukkan hasil adekuat.9

I. PENTALAKSANAAN

Penanganan kasus isterus obstruktif bertujuan menjamin kelancaran aliran emepedu ke

duodenum dengan menghilangkan sumbatan. Jika penyumbatan diluar hati biasanya dapat diobati

dengan pembedahan cara pembedahan seperti pengangkatan batu, reseksi tumor, atau dengan

11

Page 12: ikterus obstruktif

tindakan endoskop laparoskopi terutama pada kasus atresia bilier. Bila penyebab sumbatan tidak

dapat diatasi maka aliran empedu dapat dialihkan dengan drainase eksterna atau interna.10

Penyumbatan didalam hati dapat diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya :

- Jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan

- Jika penyebabnya adalah hepatitis, biasanya kolestasis dan jaundice akan menghilang sejalan

dengan membaiknya penyakit.

J. PROGNOSIS

Prognosis pada ikterus obstruktif tergantung pada beratnya penyakit yang diderita dan

bagaimana penanganan yang diberikan. Jika ikterus obstruktif disebabkan oleh hepatitis

neonatorum tipe giant cell transformation, maka prognosis umumnya buruk. Mortalitas kira-kira

30-40%. Prognosis ini berhubungan dengan lengkap atau tidaknya “giant cell transformation” itu.

Prognosis “giant cell transformation” yang tidak lengkap sebaliknya tidak terlalu buruk, kecuali

bila disertai atresia bilier atau infeksi rekuren. Sedangkan ikterus obstruksi kausa atresia bilier

memiliki prognosis lebih baik jika mendapat operasi yang tepat dan cepat. 4,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, A. 2007. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Sudoyo, AW. Et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPD FKUI. 420-3

2. Faiz, O. Moffat, D. 2002. The Liver, gall-bladder dan biliary tree. In : Anatomy at a Glance. Oxford : Blackwell Science. 44-5

3. Hasan, K. Ikterus Obstruktif. [online]. June 2011. [cited February 2012]. Available from URL : http://www.scribd.com/overview/90273.

4. Sutiyono, M. Hiperbilrubinemia. [online]. August 2010. [cited February 2012]. Available from URL : http://www.library.usu.com

5. Nazer, H. Cholestasis. [online]. Mar 2010. [cited February 2010]. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview#a0199

6. Schwarz, SM. Pediatric Billiary Atresia. [online]. Oct 2011. [cited Februay 2012]. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/927029-oerview

12

Page 13: ikterus obstruktif

7. Lindseth, NG. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Price, AS. Wilson, ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC. 472-85

8. Arief, S. 2011. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Surabaya : Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. 8-10

9. Zukotynski, K. Billiary Atresia Imaging. [online]. May 2011. [cited February 2012]. Available from URL: http://www.emedicine.medscape.com/article/406335-overview#showall

10. Medicastore. Kolestasis. [online]. May 2011. [cited February 2012]. Available from URL: http://www.medicastore.com

13