Portofolio Demam Tifoid Dan Paratifoid

download Portofolio Demam Tifoid Dan Paratifoid

of 13

description

Case Report Diarhea

Transcript of Portofolio Demam Tifoid Dan Paratifoid

PORTOFOLIO

Demam Tifoid dan Paratifoid

Presentan :dr. Annisa Kusumawardani

Pendamping :dr. M Diana Rahim

PROGRAM DOKTER INTERNSHIPRST GUNTUR GARUT2015

BORANG PORTOFOLIO Nama Peserta : dr. Annisa Kusumawardani

Nama Wahana : RST Guntur Garut

Topik : Demam Tifoid dan Paratifoid

Tanggal Kasus :30 Maret 2015

Nama Pasien :An. FUsia: 12 tahunNomor RM : 00 27 28

Tanggal Presentasi : Mei 2015Pendamping :dr. M Diana Rahim

Tempat Presentasi : RST Guntur Garut

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Anak, 12 tahun, panas badan sejak 10 hari smrs, demam tifoid

Tujuan : Mengidentifikasi penyebab, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata laksana dari Demam Tifoid

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : An. FNo. Reg:00 27 28

Nama RS : RST Guntur GarutTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Demam Tifoid dan Paratifoid, keadaan umum sakit sedang, panas badan sejak 10 hari SMRS.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli sendiri oleh ibu pasien maupun dari puskesmas, namun keluhan panas badan masih dirasakan.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Riw. Alergi antibiotik (-)

4. Riwayat keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

5. Riwayat Pekerjaan : Saat ini pasien masih besekolah, dan riwayat sering jajan makanan yang tidak terjamin kebersihannya.

6. Lain-lain : -

Daftar Pustaka : 1. Bhutta ZA. Nelson textbook of pediatrics. 18th edition. Philadelphia: Elsevier, 2007.2. Parry MC, et all. Typhoid Fever. New English Journal Medicine. 2002.3. Pudjiadi AH, Hegar B, et all. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009.4. Widodo J. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

Hasil Pembelajaran :1. Diagnosis Demam Tifoid 2. Penatalaksanaan Demam Tifoid a. Non-farmakologisb. Farmakologisc. Pencegahan

RANGKUMAN PEMBELAJARAN PORTOFOLIOSUBJEKTIF : Keluhan Utama:Panas badanAnamnesis Khusus:Sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh panas badan yang dirasakan semakin lama semakin meninggi. Panas badan terutama dirasakan pada sore hingga malam hari dan dirasakan sedikit menurun pada pagi hari dan siang harinya. Anamnesis Umum:Keluhan panas badan disertai dengan nyeri kepala, nyeri badan, perasaan tidak enak di perut, mual tanpa disertai muntah, karena keluhan mualnya, nafsu makan penderita jadi menurun, dan lemas badan.Keluhan tanpa disertai dengan tanpa disertai dengan BAB yang tidak lancar ataupun menjadi cair. Keluhan panas badan tidak didahului dengan menggigil dan berkeringat banyak sesudahnya. Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria tidak ada.Penderita sering jajan makanan diluar rumah yang tidak terjamin kebersihannya, tetapi keluhan kulit menjadi kuning dan air kencing seperti teh tidak ada. Keluhan panas tidak disertai dengan batuk-batuk lama lebih dari tiga minggu, penurunan berat badan drastis dan berkeringat malam. Riwayat kontak dengan penderita dewasa dengan batuk-batuk lama atau batuk berdarah tidak ada.Keluhan kencing yang menjadi sering dengan jumlah sedikit dan kencing menjadi sakit dan nyeri perut bagian bawah disangkal.Pada awal terjadi panas pasien diberi obat penurun panas paracetamol oleh ibunya yang beli di warung tetapi keluhan panas tidak membaik. Pasien sempat dibawa ke puskesmas di beri 2 macam obat tetapi ibu pasien tidak mengetahui nama obatnya. Kemudian petugas puskesmas menyarankan agar pasien dibawa ke rumah sakit apabila setelah obat habis, namun panas badan masih dirasakan pasien. Pasien dibawa ke poliklinik RS Guntur garut dan disarankan untuk dirawat.

Objektif : Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos MentisTekanan Darah : tidak dilakukan pemeriksaanNadi : 80x/mntNafas : 18 x/mntSuhu : 37,9CBerat Badan : 33 Kg

Kepala : Deformitas (-) Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/- Telinga : t.a.k Hidung : t.a.k Mulut : lidah kotor (+) tremor (-) tepi agak hiperemis

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thorax : gerak simetris ka=ki, Paru : Inspeksi : Simetris ki=ka. Palpasi : fremitus ki=ka. Perkusi : hipersonor ki=ka. Auskultasi : rh (-/-), wh (-/-) Jantung : Bunyi jantung I, II murni reguler

Abdomen : Inspeksi : Datar Palpasi : Soepel, nyeri tekan a/r Epigastrium (+)hepar : tidak teraba membesarlien : tidak teraba membesar Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan laboratorium :Darah Rutin :Hemoglobin : 12,7 gr/dlLeukosit : 5.100 /mm3Hematokrit : 39,5 %Trombosit : 346.000 /mm3

Widal : Salmonella Typhi H : 1/320 Salmonella Paratyphi AH : Negatif Salmonella Paratyphi BH : Negatif Salmonella Paratyphi CH : NegatifSalmonella Typhi O : 1/320 Salmonella Paratyphi AO : Negatif Salmonella Paratyphi BO : 1/320 Salmonella Paratyphi CO : Negatif

Assessment:Dari anamnesis didapatkan gejala klinis berupa panas badan. Salah satu pendekatan pasien dengan keluhan panas badan yaitu dari durasi panasnya. Pada pasien ini didapatkan keluhan panas badan yg sudah dirasakan selama 10 hari. Penyebab panas badan dengan durasi 10 hari antara lain demam tifoid dan /paratifoid, malaria, tb milier, hepatitis A, dan infeksi saluran kemih. Pada pasien ini didapatkan pola demam yang semakin lama semakin meninggi dan terutama dirasakan pada sore hingga malam hari. Pada pasien ini tidak didapatkan keluhan berupa demam periodik, riwayat pergi ke daerah endemis, sehingga diagnosis malaria dapat disingkirkan. Untuk diganosis banding tb milier, keluhan serupa dengan demam tifoid, namun pada pasien tidak mengeluhkan adanya riwayat batuk lama disertai penurunan badan. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya keluhan ikterik, dan buang air kecil seperti air teh dan nyeri bila berkemih, sehingga diagnosis banding hepatitis dan infeksi saluran kemih dapat disingkirkan. Sehingga ditegakkan diagnosis klinis adalah suspek demam tifoid dan paratifoid.Pemeriksaan penunjang yang disarakan yaitu darah rutin dan Widal. Hasil yang didapatkan dari darah rutin adalah leukosit normal. Sedangkan dari widal yaitu H 1/320, O 1/320, BO 1/320. Hal tersebut mengarahkan diagnosis kerja yaitu demam tifoid dan paratifoid.Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran pencernaan yaitu usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) yang masuk melalui makanan yang terkontaminasi kuman.Diagnosis demam tifoid dan paratifoid ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Manifestasi klinis yang timbul dapat bervariasi, dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran yang khas. Pada minggu pertama gejala klinis pada penyakit ini sama seperti infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, muntah, tidak nafsu makan, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Demam yang timbul bersifat perlahan-lahan meningkat dan lebih dirasakan pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas, demam disertai bradikardi relatif, lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikkosis. Rose spot jarang ditemukan pada orang indonesia.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid dan paratifoid antara lain pemeriksaan darah rutin, uji widal, uji tubex, uji typhidot, uji IgM dipstik, dan gall culture. Namun hingga saat ini yang menjadi gold standar pada penegakkan diagnostik demam tifoid adalah gall culture. Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan leukopenia, atau dapat pula ditemukan kadar leukosit normal atau leukositosis. Uji widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap S. typhi yang terjadi melalui reaksi aglutinasi antara antigen S.typhi dengan antibodi. Faktor yang mempengaruhi uji widal antara lain: 1). Pengobatan dini dengan antibiotik, 2). Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3). Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non endemik, 5). Riwayat vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, dan 7). Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium. Uji tubex lebih cepat dan mudah dilakukan, bekerja mendeteksi antibodi anti- S. typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan anatara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarana dengan lipopolisakarida S. typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Berikut adalah interpretasi hasil uji Tubex:SkorInterpretasi

6PositifIndikasi kuat infeksi tifoid

Uji typhidot bekerja dengan mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi.Uji IgM dipstick secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Gall culture sampai saat ini masih menjadi gold standar pemeriksaan demam tifoid. Hasil biakan darah yg positif memastikan demam tifoid, namum hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, hal ini dapat disebabkan oleh 1). Telah mendapatkan terapi antibiotik, 2). Volume darah yang kurang, 3). Riwayat vaksinasi, 4). Saat pengmbilan darah setelah minggu pertama.

Plan :Diagnosis :Berdasarkan subjektif, objektif dan pemeriksaan penunjang laboratorium ditegakkan diagnosis Demam Tifoid dan Paratifoid.Pengobatan: Non Farmakologi- Tirah baring- Diet lunak dan rendah serat

Farmakologi IVFD RL 20 tpm Cefotaxim 2 x 1 gram (i.v) skin test Paracetamol 3 x 500mg (p.o)

Obat untuk demam tifoid dan paratifoid lini pertama adalah kloramfenikol 50-100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 dosis (dosis max 2000 gr), selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam turun. Tetapi, kloramfenikol memiliki efek samping mendepresi sumsum tulang, sehingga jika terdapat leukopeni atau trombositopeni diganti dengan ampisilin, amoksilin atau cotrimoxazol, atau dapat juga dengan golongan cepalosporin. Berikut adalah tatalaksana untuk demam tifoid menurut pedoman pelayanan medis demam tifoid IDAI tahun 2009:

Nama AntibiotikDosisCara pemberianFrekuensi Durasi

Kloramfenikol (drug of choice)50-100 mg/kgbb/hariOral/ iv4x10-14 hari

Amoksisilin100 mg/kgbb/hariOral/ iv3x10 hari

Kotrimoksasol6 mg/kgbb/harioral2x10 hari

Seftriakson80 mg/kgbb/hariIv/im1x5 hari

Sefiksim10 mg/kgbb/harioral2x10 hari

Pada kasus berat dengan gangguan kesadaran KortikosteroidDosisCara pemberianFrekuensi Durasi

Dexametason1-3 mg/kgbb/hariiv3xHingga kesadaran membaik

Follow Up tanggal 31 Maret 2015S: Pusing (+)Demam (-)Badan lemas (+)Mual (-)Muntah (-)O: suhu :37,1oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (-)A: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 1 April 2015S: Pusing (+)Demam (+)Badan lemas (+)Mual (+)Muntah (-)O: suhu :39,2oCAbd: datar lembut, BU(+) normal,Nyeri tekan (+) a/r epigastriumA: Demam Tifoid dan Paratifoid P: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 2 April 2015S: Demam (+)Mual (+)Muntah (-)O: suhu :37,0oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (+) a/r epigastriumA: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 3 April 2015S: Demam (+) malam hariMual (+)Muntah (-)O: suhu :37,5oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (+) a/r epigastriumA: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 4 April 2015S: Demam (+)Pusing (+)Mual (-)Muntah (-)O: suhu :35,9oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (+) a/r epigastriumA: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 5 April 2015S: Demam (+) terutama bila malamLemas badan (+)Mual (-)Muntah (-)O: suhu :35,7oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (-) A: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 6 April 2015S: Demam berkurangLemas badan (+)Mual (-)Muntah (-)Belum BAB 2 hariO: suhu :36,2oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (-) A: Demam Tifoid dan ParatifoidP: cek lab darah rutinterapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 7 April 2015S: Demam naik turunLemas badan (+)Mual (-)Muntah (-)O: suhu :36,0oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (-) A: Demam Tifoid dan ParatifoidP: terapi dilanjutkan

Follow Up tanggal 8 April 2015S: Demam (-)Lemas badan (+)Mual (-)Muntah (-)O: suhu :36,0oCAbd: datar lembut, BU(+) normal, Nyeri tekan (-) A: Demam Tifoid dan ParatifoidP: pasien diperbolehkan pulang

Pencegahan :Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi, pengaturan pembuangan sampah, serta meningkatkan kesadaran individu terhadap hygiene pribadi, terutama kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah makan. Karena penularan bakteri Salmonella typhi dapat melalui oro-fekal, yaitu melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tersebut.Pencegahan juga dapat dilakukan dengan imunisasi aktif yaitu vaksin Ty-21a dan vaksin ViCPS. Vaksin Ty-21a diberikan dengan cara per oral dan dapat memberikan perlindungan selama 5 tahun. Namun vaksin ini belum tersedia di Indonesia. Vaksin ViCPS dapat diberikan pada usia lebih dari 2 tahun, berisi komponen Vi dari S. typhi, diberikan secara suntikan IM single dose yang dapat memberikan perlindungan selama 3 tahun. Vaksin dapat diulang setiap 2 tahun.