Demam Tifoid Dan Paratifoid
-
Upload
febni-amaii -
Category
Documents
-
view
115 -
download
0
description
Transcript of Demam Tifoid Dan Paratifoid
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
1/12
Demam Tifoid dan Paratifoid
Demam naik turun lebih dari 5 hari, waspadailah Demam Tifoid dan Demam
Paratifoid.Apa itu Demam Tifoid dan Demam Paratifoid?Demam Tifoid adalah penyakit usus dengan gejala sistemik akibat infeksi bakteriSalmonella typhi.Sedangkan Demam Paratifoid adalah penyakit usus dengan gejala sistemik akibat infeksi Salmonella paratyphiA, B, C.Masa inkubasi (masa dari masuknya bakteri ke dalam tubuh sampai menimbulkan gejala) demamtifoid/paratifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan tipe bakteriyang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan tidak bergejala.Penularan penyakit dapat melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5Fyaitu Food(makanan), Fingers(jaritangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses(tinja).
5F
Food (makanan)Fingers (jari tangan / kuku)
Fomitus / Vomitus (muntahan)
Fly (lalat)
Feses (tinja)
Bakteri masuk ke saluran cerna, sebagian akan musnah oleh asam lambung, dan sebagian akan diserap diusus halus, masuk ke aliran darah dan menuju ke seluruh tubuh.Bakteri tersebut akan menghasilkan endotoksin (racun) sehingga tubuh bereaksi demam.Bakteri masuk organ hati dan limpa, menyebabkan pembengkakan. Pembengkakan ini menimbulkan rasa tidakenak di perut (kembung, nyeri, mual, tidak nafsu makan). Selain itu bakteri ini akan masuk jaringan getahbening usus halus, menimbulkan perlukaan, dan bila infeksinya tidak ditanggulangi dapat menimbulkankomplikasi perdarahan dan perforasi (kebocoran) usus halus.
Bagaimana gejala klinis Demam Tifoid/Paratifoid?Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa.Walaupun gejala demam tifoid/paratifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiridaridemam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri perut,konstipasi atau diare) dangangguan kesadaran(kesadaran berkabut, mengigau).Sejalan
dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga.Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita. Kebanyakan komplikasiterjadi di minggu ketiga dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dantekanan darahsertakenaikan denyut jantung. Pneumonia sering ditemukan, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi olehorganisme lain selain Salmonella.Bagaimana mendiagnosis Demam Tifoid/Paratifoid?
Wawancara dokter-pasien: analisis gejala-gejala klinis.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang:o Pemeriksaan darah: tanda-tanda infeksio Pemeriksaan uji Widal: dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonellatyphi/paratyphi.o Kultur darahBagaimana manajemen Demam Tifoid/Paratifoid?Trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid/Paratifoid, yaitu:
Istirahat dan perawatano Tirah baringo Perawatan: kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.o Bagi yang merawat: perlu diperhatikan bahwa penyakit ini menular sehingga perlu memperhatikan
pembuangan tinja dan urin pasien, serta harus menjaga kebersihan pribadi.Diet dan terapi penunjang
o Prinsipnya adalah memberikan makanan yang nyaman dan dapat memulihkan kesehatan pasien secara
http://nursingbegin.com/tingkat-kesadaran/http://nursingbegin.com/tingkat-kesadaran/http://nursingbegin.com/tingkat-kesadaran/http://nursingbegin.com/askep-hipertensi/http://nursingbegin.com/askep-hipertensi/http://nursingbegin.com/askep-hipertensi/http://nursingbegin.com/askep-hipertensi/http://nursingbegin.com/tingkat-kesadaran/ -
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
2/12
optimal. Nyaman disini adalah nyaman bagi kondisi saluran cerna, yaitu makanan yang mudah dicerna danbergizi, serta tidak menimbulkan iritasi saluran cerna; serta nyaman bagi mulut pasien.
Pemberian Antibiotikao Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena,sampai 7 hari bebas panas
o Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
o Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mgtrimetoprim)o Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 mingguo Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infussekali sehari, selama 3-5 hari
o Golongan Fluorokuinolon Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hario Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau
perforasi,syok septik,karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selainkuman Salmonella typhi/paratyphi.
ReferensiBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006. Tropik Infeksi, FK UI. Jakarta.
http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-septik/http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-septik/http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-septik/http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-septik/ -
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
3/12
DEMAM TIFOID
Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi
infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke
aliran darah.(Darmowandowo, 2006)
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan
kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih
berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak
berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas,
tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh
secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan
pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap
dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama
berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al,
2002)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen lipopolisakarida
dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)
Patogenesis
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella
typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di
RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo, 2006).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi,
nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi
sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006)
Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella
pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh
makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler(Darmowandowo, 2006)
Gejala Klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit
berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa
demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
4/12
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu
ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali
dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
(Darmowandowo, 2006)
Diagnosa
1. Amanesis
2. Tanda klinik
3. Laboratorik
1. Leukopenia, anesonofilia
2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih
minggu III
3. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin
meninggi
4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan
5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M
(Darmowandowo, 2006)
Diagnosa Banding
1. Influenza 6. Malaria
2. Bronchitis 7. Sepsis
3. Broncho Pneumonia 8. I.S.K
4. Gastroenteritis 9. Keganasan : Leukemia
5. Tuberculosa Lymphoma
(Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif melipu+ti istirahat
dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. (Mansjoer, 2001)
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur
kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkanbahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
5/12
serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan
umum pasien.(Mansjoer, 2001)
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. (Mansjoer, 2001)
Pengobatan Medakamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua
adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan
sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada
keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
6/12
Penatalaksanaan Penyulit
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol,
diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit).
Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus. (Darmowandowo, 2006)
Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk
cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga
kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella
typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.
(Darmowandowo, 2006)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman
yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang
diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta
direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang
yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (Department of Health and human service,
2004)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua
tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap
dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun.
Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan
sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.
Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. (Department of
Health and human service, 2004)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak
boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat
diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang
tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi
berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki
sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin
tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem
imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas
tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan
kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan
dengan pemberian antibiotik. (Department of Health and human service, 2004)
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi
yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi.
Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
7/12
yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan
atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi
ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-
muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). (Department of Health and human service, 2004)
Penderita dinyatakan sembuh
Gejala, tanda sudah hilang dan tidak ada komplikasi
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
8/12
Demam TifoidJuly 21, 2012
BYAUDITYA
PENDAHULUAN
Demam tifoid atau dikenal juga sebagai demam enterik merupakan penyakit sistemik berat yang ditandai
dengan demam dan gejala saluran cerna. Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia dan
banyak negara berkembang lainnya dimana higiene dan sanitasinya masih kurang. Indonesia termasuk
salah satu negara dengan prevalensi tinggi, lebih dari 100 kejadian per 100000 penduduk. Prevalensi 91%
kasus demam tifoid terjadi pada umur 319 tahun. Kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.
EPIDEMIOLOGI
Faktor risiko seseorang terkena demam tifoid terkait dengan kebersihan dan sanitasi lingkungan, termasuk
didalamnya mengkonsumsi makanan diluar rumah. Di negara maju seperti Amerika Serikat, 80%
penderitanya memiliki riwayat bepergian di negara dengan endemic typhoid.
Gambar 1. Epidemiologi Tifoid
PENYEBAB
Sekitar 80-90% persen demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sedangkan sisanya olehSalmonella
paratyphiA, B, atau C. Kuman tersebut masuk dalam kelompok enterobacteriacea.
GEJALA DAN TANDA
Gambaran klasik demam tifoid jika tidak mendapat pengobatan:
Minggu pertama panas bertahap naik, minggu kedua gangguan saluran cerna dan ras pada perut dan
minggu ketiga pembesaran hati, pembesran limpa, perdarahan saluran cerna dan kebocoran usus. Bila
dirinci gejala/tanda yang dapat muncul sebagai berikut
Demam (fever), ditandai panas bertahap naik. Puncak panas terutama setelah 1 minggu, dan akantetap tinggi pada minggu berikutnya.
http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://aufalactababy.com/author/auditya08/http://aufalactababy.com/author/auditya08/http://aufalactababy.com/author/auditya08/http://aufalactababy.files.wordpress.com/2012/07/epidemi-tifoid.jpghttp://aufalactababy.com/author/auditya08/http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://aufalactababy.com/2012/07/21/demam-tifoid/ -
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
9/12
Nyeri kepala (headache)
Mual (nausea)
Diare, biasanya tidak berat (terutama pada bayi dan balita)
Muntah (vomiting)
Konstipasi (terutama pada anak besar dan dewasa)
Batuk
Nyeri tekan perut (abdominal tenderness)
Pembesaran limpa (spleenomegaly) dan pembesaran hati (hepatomegaly)
Gejala dan tanda tersebut dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan terutama antibiotika. Seringkali
kecurigaan tifoid baru didapat setelah panas 1 minggu atau memasuki periode status (status periode)
dimana gejala dan tandanya lebih khas/jelas
Gambar 2. Frekuensi kemunculan gejala dan penampakan fisik pada pasien demam enteric
http://aufalactababy.files.wordpress.com/2012/07/demam-tifoid.jpg -
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
10/12
Gambar 3. Perjalanan demam tifoid
DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan tanda dan gejala klinis serta faktor risiko yang ada. Kadangkala gejala klinis
tidak khas akibat telah dilakukan intervensi sebelumnya. Untuk itu perlu dipertimbangkan pemeriksaan
penunjang:
1. Hitung darah lengkapdapat ditemukan leucopenia, anemia, trombositopeniadan lymphositosis
relative.
2. Tes Felix-Widal.Merupakan tes yang paling banyak digunakan. Dikerjakan dengan pengenceran
ganda serum pada tabung untuk mengukur level agglitunasi antibody terhadap antigen O dan H.
Biasanya antibodi terhadap antigen O meningkat pada hari 6-8 sedangkan antibody terhadap antigen
H pada hari 10-12 sesudah onset penyakit. Tes Widal tidak cukup sensitif dan spesifik. Kira-kira
sekitar 30% tes widal negatif pada pasien dengan demam tifoid. Sedangkan Widal positif belum tentumenunjukan adanya infeksi oleh salmonella typhy dikarenakan antigen O dan H tersebut bisa saling
http://aufalactababy.files.wordpress.com/2012/07/perjalanan-tifoid.jpg -
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
11/12
bertukar dengan kuman salmonella yang lain dan dapat juga bereaksi silang dengan
Enterobacteriacae yang lain. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah nilai batas normal untuk
daerah endemicseringkali tidak ada data. Sehingga sampai saat ini penggunaan tes Widal masih
dalam perdebatan.
3. Kultur kuman. Merupakan tes baku untuk mendiagnosis suatu infeksi, akan tetapi pelaksanaanya
cukup sulit, lama dan hasilnya seringkali tidak sesuai yang diharapkan. Kendala tersebut terkait
dengan pengobatan yang sudah diberikan, perjalanan penyakit, pengambilan dan pengiriman sampel,
dll.
4. Beberapa tes baru dan manfaatnya
Tes IDL Tubex(dibuat di Swedia). Dapat mendeteksi IgM anti tifoid dalam beberapa menit.
Typhidot , (dibuat di Malaysia) perlu beberapa jam untuk pengerjaannya. Versi lama mendeteksi
IgM dan IgG. Sedangkan versi baru dapat mendeteksi Ig M.
IgM dipstick test. Tes cepat untuk mendeteksi IgM
Ketiga tes diatas lebih sensitif dan spesifik dibanding tes Widal, akan tetapi tidak dapat mendeteksi
paratipus serta harganya jelas lebih mahal.
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan hasil kultur. Diagnosis berdasarkan klinis dan laboratorium
penunjang merupakan diagnosis kerja yang sudah dapat digunakan untuk memulai terapi.
Definisi kasus berdasar WHO:
Konfirmasi diagnosis (Conf irmed case of typhoid fever),pasien dengan demam (380C atau lebih)
minimal 3 hari dengan kultur positif salmonella typhi. Bahan kultur darah, sumsum tulang, cairan
tubuh.
Curiga tifoid (Probable case of typhoid fever),pasien dengan demam (380C atau lebih) minimal 3
hari dengan uji serology atau antigen positif.
Pembawa/penular kuman tifoid (Chronic carri er), ekskresi kuman tifoid pada feses atau urine
lebih dari satu tahun sesudah onset akut demam tifoid.
PENANGANAN
1. Antibiotika: terapi utama demam tifoid adalah pemberian antibiotika, antara lain: Klorampenikol,
Amoksilin, Kotrimoksazol, Seftriakson, Sefiksim dan Ciprofloxacin.
2. Suportif
Kecukupan cairan, elektrolit dan nutrisi
Diet rendah serat dan mudah dicerna
Obat penurun panas
Tirah baring
3. Penanganan komplikasi
INDIKASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT
Demam tifoid dengan komplikasi/penyulit atau bila dipertimbangkan perawatan dirumah oleh keluarga
tidak adekuat. Komplikasi yang bisa terjadi: dehidrasi, perdarahan saluran cerna, perforasi usus, hepatisis
tifosa, meningitis, pneumonia, pyelonephritis, endokarditis dll.
-
5/27/2018 Demam Tifoid Dan Paratifoid
12/12
PENCEGAHAN PENYAKIT
Sebagian besar penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (kurang bersih) maka
pencegahan terutama penyediaan air bersih dan penyajian/pengelolaan makanan yang sehat serta sanitasi
lingkungan. Bagi mereka yang berisiko sakit (anak-anak) atau sumber penular (mereka yang terkait dengan
penyajian makanan) sangat dianjurkan pemberian vaksin.
Vaksin yang tersedia saat ini:
A. Oral Typhoid Vaccine(Ty21A) : vaksin hidup
B.Parenteral Inactivated Typhoid Vaccine: mati, subkutan
C. Typhoid Vi Capsular Polysaccharide Vaccine: IM
KESALAHAN UMUM
1. Mendiagnosis demam tifoid hanya berdasarkan hasil laboratorium terutama Widat test tanpa
mempertimbangan klinis pasien.
2. Menyebut gejala tifus pada pasien yang panas padahal tidak ada data klinis atau laboratorium yang
mengarah ke demam tifoid.
3. Memaksa anak makan bubur halus, padahal yang terpenting adalah diet bebas serat.
4. Memeriksa Widal pada semua pasien panas meski klinis tidak ada kecurigaan demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vollaard Am; Ali S; Van Asten Ha; Widjaja S; Visser Lg; Surjadi C; Van Dissel Jt, 2004, Risk
Factors For Typhoid And Paratyphoid Fever In Jakarta, Indonesia. JAMA 2;291(21):2607-15.
2. Parry Cm; Hien Tt; Dougan G; White Nj; Farrar Jj, 2002, Typhoid Fever, N Engl J Med Nov
28;347(22):1770-82.
3. WHO, 2003,Background Document: The Diagnosis, Treatment And Prevention ofTyphoid Fever,
Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biologicals
4. Donald E, 2004, Typhoid Fever, Deadly Diseases And Epidemics, Infobase Publishing,
5. Kliegman Rm, Stanton Bf, Schor Nf, Geme Jw Dan Berhman Re (Editor), Nelson, 2011, Textbook Of
Pediatric, 19th.
6. Mandell, Douglas, And Bennetts (Editor), 2010,Principles And Practice Of Infectious Diseases,
Elsevier Inc