Pengobatan Menurut Pandangan Islam
-
Upload
ahmad-fariz-nst -
Category
Documents
-
view
298 -
download
19
Transcript of Pengobatan Menurut Pandangan Islam
PENGOBATAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
Diposkan oleh Bin Muhsin di 01:38
HABBATUSSAUDA OBAT SEGALA MACAM PENYAKIT KECUALI KEMATIAN (HR. BUKHARI MUSLIM) MADU OBAT YANG MENYEMBUHKAN BAGI MANUSIA (QS:AN-NAHL: 69) UNTUK PEMESANAN HUBUNGI BIN MUHSIN HP: 085227044550 Tlp: 021-91913103 SMS ONLY: 081213143797 @MyYM @MyFacebook @MyTwitter @MyYuwie @MyFriendster [email protected] ===
PENGOBATAN MENURUT PANDANGAN ISLAMPendahuluanIslam adalah agama yang kaya. Khazanahnya mencakup segenap aspek kehidupan manusia,
termasuk di antaranya masalah kesehatan dan pengobatan. Ilmu pengobatan islam sebenarnya
tidak kalah dengan ilmu pengobatan barat. Contohnya, Ibnu sina seorang muslim yang
menjadi pionir ilmu kedokteran modern. Ilmu pengobatan islam bertumpu pada cara-cara
alami dan metode ilahiah. Yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi seorang muslim dalam
menjaga kesehatan dan mengobati penyakitnya.
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali akal oleh Allah SWT, disamping sebagai
instink yang mendorong manusia untuk mencari segala sesuatu yang di butuhkan untuk
melestarikan hidupnya seperti makan, minum dan tempat berlindung. Dalam mencari hal-hal
tersebut, manusia akan mendapat pengalaman yang baik dan yang kurang baik maupun yang
membahayakan. Maka akal lah yang mengolah, meningkatkan serta mengembangkan
pengalaman tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Karena itu, manusia selalu
dalam proses mencari dan menyempurnakan hingga selalu progresif. Berbeda dengan
binatang yang hanya dibekali dengan instink saja, hingga hidup mereka sudah terarah dan dan
bersifat statis. Akal lah yang membentuk serta membina kebudayaan manusia dalam bebragai
aspek kehidupannya termasuk dalam bidang pengobatan.
PENGERTIANPengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari dari penyakit yang
mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh
kepercayaan dan keyakinan, karena manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih
kuat dari dia, baik yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupaun yang tidak dapat
dirasakan dan bersifat ghaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau
agama yang di anut manusia.
Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non medis. Paraahli
berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara
terminologis menjadi 3 pendapat, yaitu :
Pendapat pertama
Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia dari
segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini di nisbatkan oleh para dokter
klasik dan Ibnu Rusyd Al-hafidz.
Pendapat kedua
Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk menjaga
kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit.
Pendapat ketiga
Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi
menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
kepada kondisi sehat ketika kondisi nya tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu sina.
Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi memiliki arti
dan kandungan yang berdekatan, meskipun definisi ketiga lah yang memiliki keistimewaan
karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditujukan oleh definisi pertama dan
kedua.
Sehingga istilah pengobatan medis dapat disimpulkan sebagai suatu kebudayaan untuk
menyelamatkan diri dari penyakit yang menggaggu hidup manusia di dasarkan kepada ilmu
yang di ketahui dengan kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi
menurunnya kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya
ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia merupakan hasil
proses panjang yang di awali secara tradisional hingga menjadi modern seperti sekarang.
PETUNJUK Al-QUR’AN TENTANG PENGOBATANBanyak ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al-Qur’an itu
sendiri diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. “Dan kami
menurunkan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang mukmin”.(QS
Al-Isra’: 82). Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al-Qur’an yaitu “Asysyifa” yang
artinya secara terminologi adalah obat penyembuh. “Hai manusia, telah datang kepadamu
kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(QS Yunus:57)
Disamping Al-Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang
keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sumber dari pembuat obat-obatan. “Dengan
(air hujan) itu Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, kurma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah)bagi orang-orang yang berfikir.(QS An-Nahl:11).“Kemudian
makanlah dari segala(macam)buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhan-muyang telah
(dimudahkan bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir”.
(QS An-Nahl:69)
Metoda Pengobatan Para Rasul Sebelumnya
Nabi Isa AS
“Dan akan dijadikan-Nya sebagai Rasul kepada Bani Israil (dia berkata) “Aku telah datang
kepadamu dengan sebuah tanda (mukjizat) dari Tuhan mu, yaitu aku membuatkanmu
(sesuatu) dari tanah berbentuk seperti burung, lalu aku meniup nya, maka ia menjadi seekor
burung atas izin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang
berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, dan aku
beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda(kebenaran kerasulanku)
bagimu,jika kamu orang yang beriman”.(QS Ali-Imran:49).
Menurut para mufassir, Nabi Isa mengobati penyakit buta dan kusta dengan cara di usap
dengan tangan nya, mata yang buta dan anggota tubuh yang terkena kusta dengan izin Allah
melalui mukjizatnya maka seketika itu sembuh.
Nabi Musa AS
Nabi Musa tidak lepas dari sifat kemanusiaannya yang merupakan sunnatulloh yaitu sakit.
Beliau pernah sakit lalu memetik sehelai daun yang diniatkan sebagai obat yang hakikatnya
Allah menyembuhkan kemudian di tempelkannya daun tersebut pada anggota tubuh yang
sakit, karena mukjizatnya seketika itu sembuh. Dan kedua kali nya beliau sakit kemudian
memetik sehelai daun secara spontanitas tanpa diniatkan sebagai obat yang hakikatnya Allah
Sang Penyembuh maka ketika itu sakitnya tidak sembuh.
Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad sebagai Rasul yang diprinyahkan Allah untuk menyampaikan wahyu
kepada umat-nya tidak lepas tingkah lakunya dari Al-Qur’an karena beliau dijadikan suri
tauladan yang baik untuk semua manusia. Firman Allah :“Sesungguhnya pada diri Rasul itu
terdapat suri tauladan yang baik untuk kamu, bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat
(Allah) dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.(QS Al-Ahzab:
21). Imam Ali berkata : “Sesungguhnya semua tingkah laku Nabi Muhammad SAW adalah
Al-Qur’an”. Beberapa metoda pengobatan yang dilakukan Rasulullah :
Ruqyah
Ruqyah merupakan salah satu cara pengobatan yang pernah diajarkan malaikat jibril kepada
Nabi Muhammad SAW. Ketika Rasulullah sakit maka datang malaikat jibril mendekati tubuh
beliau,kemudian jibril membacakan salah satu doa sambil ditiupkan ketubuh Nabi, seketika
itu beliau sembuh. Inilah doanya :”Bismillahi arqiika minkulli syai-in yu’dziika minsyarri
kulli nafsin au-ainiasadin Alloohu yasyfiika bismillahi arqiika”. Ada 3 cara ruqyah yang
dilakukan oleh Nabi :
1.Nafats
Yaitu membacakan ayat Al-Qur’an atau doa kemudian di tiupkan pada kedua telapak tangan
kemudian di uasapkan keseluruh badan pasien yang sakit. Dalam suatu riwayat bahwasanya
Nabi Muhammad SAW apabila beliau sakit maka membaca “Al-muawwidzat” yaitu
tiga surat Al-Qur’an yang diawali dengan “A’udzu” yaitu surat An Naas, Al Falaq, dan Al
ikhlas kemudian di tiupkan pada kedua telapak tangannya lalu diusapkan keseluruh badan.
2.Air liur yang ditempelkan pada tangan kanannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim : bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila ada
manusia yang tergores kemudian luka, maka kemudian beliau membaca doa kemudian air
liurnya ditempelkan pada tangan kanannya, lalu di usapkan pada luka orang tersebut. Inilah
doa nya: ”Allahumma robbinnas adzhabilbas isyfi antasy-syafii laa syifa-a illa syifa-uka laa
yughodiru saqoman”.
3.Meletakkantangan pada salah satu anggota badan.
Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan Utsman bin Abil Ash yang sedang sakit
dengan sabdanya : “letakkanlah tanganmu pada anggota badan yang sakit kemudian bacalah
“Basmalah 3x” dan “A’udzu bi-izzatillah waqudrotihi minsyarrima ajidu wa uhajiru 7x”.
Doa Mikjizat
Banyak doa-doa kesembuhan yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat nya,
salah satunya : “Allahumma isyfi abdaka yan-ulaka aduwwan aw yamsyi laka ila sholaah”.
Dengan Memakai Madu
Sebagaimana menurut QS An-Nahl:69 bahwa madu Allah jadikan sebagai obat maka
Rasulullah menggunakan madu untuk mengobati salah satu keluarga sahabat yang sedang
sakit. Dalam satu riwayat, ada sahabat yang datang kepaa Rasulullah memberitahukan
anaknya sedang sakit, kemudian Nabi menyuruh meminumkan anaknya madu sambil
membaca doa.
Bekam
Berbekam termasuk pengobatan yang diajarkan Rasulullah SAW, bahkan Rasulullah SAW
pernah melakukan bekam dan memberikan upah kepada tukang bekam. Rasulullah
bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian lakukan untuk mengobati penyakit
adalah dengan melakukan bekam”.
Metoda Pengobatan Hukama (Ahli Hikmah)
Hikmah adalah kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama. Ahli Hikmah
adalah orang-orang solih yang diberikan oleh Allah ilmu dan karomah sehingga dia menjadi
orang yang berpengetahuan luas untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama. Para ahli
hikmah umumnya dijadikan sebagai tabib oleh kebanyakan orang. “Dia memberikan hikmah
kepada siapa yang dia kehendaki. Barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah
diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-
orang yang memiliki akal sehat”.QS Al-Baqarah:269). Beberapa metoda yang digunakan
oleh para ahli hikmah tidaklah berbeda jauh dengan metoda yang digunakan oleh Rasulullah
SAW, karena sebagian besar metoda yang digunakan juga mengacu kepada ayat-ayat Al-
Qur’an serta hadist, beberapa metoda yang digunakan yaitu :
1. Ruqyah
Ruqyah yang diajarka kepada Nabi dan yang dilakukan oleh nabi, lain dengan yang dilakukan
oleh hukama, tetapi doa yang mereka gunakan pengertiannya sama. Paraahli Hikmah apabila
mengobati seseorang dengan cara ruqyah dengan membacakan ayat Al-Qur’an atau doa
kemudian ditiupkan kedalam air yang nantinya air itu di minum oleh si pasien.
2. Wafaq
Wafaq ialah ayat Al-Qur’an, Asma Allah, Zikir, atau doa yang ditulis diatas benda seperti
kertas, kain yang dijadikan sebagai media pengobatan atau lainnya oleh para Ahli Hikmah.
Salah satu contoh : wafaq untuk orang yang sakit hati (liver) ditulis pada gelas putih
kemudian diisi air lalu di minumkan. Insya Allah sembuh. (tulis huruf Ha besar 2 kali dan
huruf ‘ain 6 kali).
“Setiap penyakit itu ada obatnya, jika tepat obatnya maka penyakit akan sembuh dengan izin
Allah ‘Azza wa Jalla”.(HR.Muslim). “Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit
melainkan Allah juga menurunkan obatnya”.(HR.Abu Hurairah).
Keberadaan berbagai penyakit termasuk sunnah kauniyah yang diciptakan oleh Allah SWT.
Penyakit-penyakit itu merupakan musibah dan ujian yang di tetapkan Allah SWT atas hamba-
hamba-Nya. Dan sesungguhnya pada musibah itu terdapat kemanfaatan bagi kaum
mukminin. Shuhaib Ar-Rumi RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : ”Sungguh
mengagumkan perkara seorang muslim, sehingga seluruh perkaranya adalah kebaikan. Yang
demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapat
kelapangan, ia bersyukur maka yang demikian itu baik baginya, dan jika ia ditimpa
kesusahan, ia bersabar. Maka yang demikian itu baik baginya”. (HR.Muslim no.2999).
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan kepada kaum mukminin. Dia menjadikan
sakit yang menimpa seorang mukmin sebagai penghapus dosa dan kesalahan mereka.
Sebagaimana tersebut dalam hadist : Abdullah bin Masud RA berkata : Rasulullah SAW
bersabda : “Tidaklah seorang muslim ditimpa gangguan berupa sakit atau lainnya,
melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya”.(HR.Bukhari no.5661 dan Muslim no.5678). Ketika memungkinkan
mengkonsumsi obat yang sederhana maka jangan beralih memakai obat yang kompleks.
Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan pencegahan,
janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan. Ibnul Qayyim berkata : “ berpalingnya
manusia dari pengobatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan
dengan Al-Qur’an, yang merupakan obat bermanfaat.(Ath-thibbun Nabawi hal.6, 29).
Dengan demikian, sudah sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah
bukan hanya sekedar sebagai pengobatan alternatif. Namun menjadikannya sebagai cara
pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah SWT. Namun tentunya
berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang hambatidak boleh bersandar semata
dengan pengobatan tertentu, dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan
penyakitnya. Namun seharusnya ia bersandar dan berantung kepada Dzat yang memberikan
penyakit dan yang menurunkan obatnya sekaligus yaitu Allah SWT. Sungguh tidak ada yang
dapat memberikan kesembuhan kecuali Allah SWT semata. Karna itulah Nabi Ibrahim
memuji Rabbnya : “Dan apabila aku sakit, Dia lah yang meyembuhkan ku”.( QS Asy-
Syu’ara’: 80).
Contoh pengobatan Nabi untuk asam urat
Asam urat sudah dikenal sejak 2.000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu penyakit tertua
yang dikenal manusia. Dulu, penyakit ini juga disebut "penyakit para raja" karena penyakit
ini diasosiasikan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang enak-enak.
Kini, asam urat bisa menimpa siapa saja.
Asam urat adalah hasil metabolisme tubuh oleh salah satu unsur protein (zat purin) dan ginjal
adalah organ yang mengatur kestabilan kadarnya dalam tubuh dan akan membawa sisa asam
urat ke pembuangan air seni. Namun jika kadar asam urat itu berlebihan, ginjal tidak akan
sanggup mengaturnya sehingga kelebihan itu akan menumpuk pada jaringan dan sendi.
Otomatis, ginjal juga akan mengalami gangguan. Kandungan asam urat yang tinggi
menyebabkan nyeri dan sakit persendian yang amat sangat.
Gangguan asam urat ditandai dengan suatu serangan tiba-tiba di daerah persendian. Saat
bangun tidur, misalnya, ibu jari kaki dan pergelangan kaki Anda terasa terbakar, sakit dan
membengkak. Bahkan selimut yang Anda gunakan terasa seperti batu yang membebani kaki
Anda. Seperti itulah gejala asam urat atau arthritis gout. Gangguan asam urat disebabkan oleh
tingginya kadar asam urat di dalam darah, yang menyebabkan terjadinya penumpukan kristal
di daerah persendian sehingga menimbulkan rasa sakit. Selain rasa sakit di persendian, asam
urat juga menyerang ibu jari kaki, dapat membentuk tofi atau endapan natrium urat dalam
jaringan di bawah kulit, atau bahkan menyebabkan terbentuknya batu ginjal.
System Pengobatan Nabawi untuk mengatasi asam urat menggunakan metode Hijamah dan
Herbal Islami. Penyebab Utama asam urat adalah kelebihan zat purin dalam darah, sehingga
bila kandungan purinnya sedikit atau normal, tubuh bisa membuangnya lewat ginjal.
Kelebihan purin ini harus dikeluarkan dengan cara dibekam/hijamah bersama unsur-unsur
kotor lainnya dalam darah.
Selanjutnya disarankan untuk mengkonsumsi herbal-herbal Islami terutama Habbatussauda
dan minyak zaitun. Habbatussauda berfungsi untuk menggelontor toksin dalam darah dan
melakukan detoksifikasi intra sel (pengeluaran racun yang ada dalam sel), yang kemudian
bersama unsur darah kotor lainnya dikeluarkan dari tubuh lewat bekam/hijamah.
Habbatussauda juga berfungsi menghilangkan rasa nyeri di persendian karena mengandung
zat yang memiliki efek anti inflamatori atau anti peradangan.
Sementara minyak zaitun sangat efektif untuk menghilangkan rasa sakit dipersendian yang
amat mengganggu. Bergabung bersama efek anti peradangan dari habbatussauda maka rasa
sakit ini akan sangat terkurangi.
PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM PANDANGAN ISLAMSebelum islam hadir di tengah-tengah masyarakat, manusia sudah memiliki pengetahuan dan
cara pengobatan yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman. Hal ini di namai pengobatan
tradisionalyang banyak berdasarkan pada kegelapan mistik. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa pengobatan tradisional ini dimanapun (termasuk di Indonesia), adalah yang primitif,
jadi tidak ilmiah dan spekulatif, mistik, magic dan statis serta tidak di ajarkan. Jampi-jampi
dan rajah serta azimat dilarang oleh islam. Karena semua itu membawa manusia kepada
perbuatan syirik.
Ada pengobatan tradisional lain yang tidak menghubungkan diri dengan ruh halus sebagai
penyebabnya. Yaitu hanya berdasarkan gejala / keluhan penat-penat, lemah badan,dsb.
Obatnya ialah berupa daun-daunan sebagai jamu. Jamu bukan mistik dan bukan pula magic,
tetapi tetapi berupa pengobatan alamiah atau yang berasa dari alam.
Pengobatan tradisional lainnya adalah pijat (massage) bagi yang patah tulang atau
acupressure dengan menekan bagian tubuh tertentu atau dengan nama lain akupuntur yang
berasal dari cina, dan juga bekam.
Pada dasarnya obat tradisional seperti ini diperbolehkan dalam islam selama tidak merusak
diri sendiri dan orang lain serta tidak membawa kepada perbuatan syirik. Garis-garis besar
pengobatan tradisional yang diajarkan Rasul diantaranya melarang “Kai”, yakni meletakkan
besi panas di atas bagian tubuh yang sakit, melarang jampi-jampi atau mantera-mantera yang
membawa kepada syirik.
PENGOBATAN MODERN DALAM PANDANGAN ISLAMPengobatan modern berasal dari pengobatan tradisional. Dan merupakan perkembangan hasil
dari kerja akal manusia yang diberi kesempatan untuk aktif memikirkan dan merenungkan
kehidupan ini. Pengobatan modern menurut pandangan islam adalah segala tekhnik
pengobatan yang berdasarkan hasil dari befikir dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan
dalam bidang kesehatan dengan mengandalkan akal yang telah diberikan oleh Allah SWT
untuk di kembang kandan di amalkan guna manusia dan alam sekitarnya.
Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang
terdiri dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca Al-Qur’an
dan untuk fisik adalah materi contohny madu.
Perlu diketahui Allah menurunkan segala penyakit tanpa menjelaskan secara terperinci
mengenai jenis penyakitnya dan Allah menurunkan obatnya tanpa menyebutkan apa obatnya
dan bagaimana cara memakainya. Masalah ini haruslah dikerjakan oleh manusia dengan akal,
ilmu dan penyelidikan yang sekarang dinamai science bersama teknologinya.
“Agama itu akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal”
Inilah dorongan untuk membangun ilmu pengetahuan (science), termasuk pengetahuan
pengobatan (medical science). Pada waktu islam berkembang keluar jazirah arab, umat islam
bertemu dengan pengobatan Persia, Yunani dan hindia. Mereka menyerap segala macam
pengobatan itu serta menyesuaikannya dengan ajaran islam. Perkembangan yang pesat terjadi
pada daulah abbasiyah, setelah dimulai pada masa khalifah umayyah. Cordova
dan Granada di spanyol merupakan pusat ilmu yang di datnangi oleh ahli-ahli barat. Pada saat
itu muncullah dokter-dokter muslim dengan kualitas internasional seperti Ibnu Uthal dan
Wahid Abdul Malik, yang mendirikan perumahan untuk merawat penderita kusta, Ibnu Al
Baytan yang dirinya dengan mengumpulkan tanaman-tanaman berkhasiat bagi pengobatan
dan sebagainya, pada periode abbasiyah mereka mendirikan rumah sakit modern di Baghdad.
Perhatikanlah kedahsyatan islam yang dapat mengubah manusia jahiliyah penyembah berhala
menjadi ilmiah yang selalu mengingat kepada keMahabesaran Allah. Mereka mengubah
pengobatan istik dan spekulatif-magic menjadi pengobatan ilmiah yang tepat, objektif dan
islami.DISUSUN OLEH :
NAMA : DIAH AYU DWIJAYANTI
Obat, Dan Pengobatan Dalam Perspektif Hukum Islam
Jumat, 01 Juli 2011 19:14
Written by Administrator
I. PENDAHULUAN
Reformasi yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad SAW 15 abad yang lalu melalui Risalah Islamiyyahnya, yang berkait dengan hidup dan kehidupan manusia adalah terwujudnya eksistensi kebahagiaan, keselamatan, kesuksesan dan kenyamanan hidup di dunia dan akhirat. Sehat jiwa (sehat rohaniah) yang terisi dan terpatri pada hati dan sanubarinya dengan a`aqidah al Islamiyyah ash-shahihah yang membebaskan diri setiap insan hamba Allah untuk tertunduk dan bersimpuh di hadapan Allah SWT secara vertikal, melalui media shalat lima waktu, sebagai buah hasil dari peristiwa mukjizat Isra` dan mi`raj Nabi Muhammmad SAW. Sikap mental yang selalu dilandasi dan terimplementasi dengan kalimatut-tauhid , La ilaha illallah (Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah) akan mengusir dan mengikis serta mengantisipasi berbagai macam virus ruhaniyyah, semacam: virus al-kibr wat-takabbur (sombong), al-hasad (dengki/irihati), al-haqd (dendam), dan virus al-Ananiyyah (egoistik), dan yang sangat berbahaya adalah virus kemunafikan, virus kekafiran, serta visus kemusyrikan. Sehingga dalam situasi, kondisi dan posisi apapun seorang hamba Allah yang saleh akan selalu menggantungkan berbagai poroblematika kehidupannya kepada Yang Maha Kaya, Yang Maha Berkuasa, dan 97 Maha lainnya
Curhat Vertikal selalu dilakukan dengan berbagai media ibadah, baik ibadah mahdhah kepada Allah SWT misalnya: shalat lima waktu, shalat-shalat sunnah, puasa Ramadhan dan puasa-puasa sunat, haji dan umrah, tilawah al-Qur`an, zikir dan doa, serta ta`lim, maupun ibadah sosial (ibadah ghaeru mahdhah) yang diberikan untun kepentingan kebutuhan hidup para dhu`afa, yatama,fuqara, dan masakin, seperti: zakat, infak, sodaqoh, wakaf, dan berbagai bantuan sosial lainnya.
Di samping itu, sehat jasmaniah yang merupakan potensi dan kemampuan seorang hamba Allah yang ikhlas dan penuh kesadaran untuk menjalankan aturan-aturan, norma-norma hukum syariah yang akan mengawal seseorang untuk melakukan berbagai aktiifitas dan perbuatan, dimulai dari masa balignya, sejak bangun tidur sampai tidur kembali dan seterusnya sampai hayatnya terpisah dari jasadnya dalam posisi disayangi dan dimulyakan, serta diridhai oleh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selain itu, diisi dan dihiasi oleh sehat moral (mental) untuk melakukan berbagai aktifitas yang penuh dengan berbagai hambatan dan kendala yang dilandasi oleh semangat Lillahita`ala. Sehingga sentuhan aktifitas hamba-Nya itu, dalam bentuk gagasan dan pemikiran yang sehat, ucapan dalam bingkai kebenaran yang santun dan lembut dan prilaku yang ditampilkan, dengan tidak menyakiti hati siapapun, serta dapat dirasakan dampak positifnya baik untuk dirinya, masyarakat lingkungannya, bangsa dan negaranya.
B. Himbauan untuk selalu Hidup Bersih Menuju Hidup Sehat.
Ada kurang lebih 30 ayat secara berulang, Allah SWT menghimbau kepada setiap hamba-Nya untuk menjalani pola hidup bersih, baik bersih angggauta badan, pakaian, tempat tinggal dan lingkungannya. Di samping itu, diperkuat dengan ratusan hadis-hadis Rasulullah yang berkait tentang kualitas hidup bersih, sehingga para fuqaha secara spesifik telah menempatkan pembahasan Kitab/Bab ath-taharah (hidup dan prilaku bersih), baik berkait dengan mekanisme
bersuci, alat untuk bersuci, dan kotoran dan najis yang mengancam eksistensi kebersihan ( dalam bentuk najis ringan /mukhaffafah, atau najis sedang (mutawassitoh, atau najis berat mugallazhoh). Sehingga seseorang yang akan menghadap Allah dari ujung rambut sampai dengan ujung kakinya ketika mau melaksanakan shalat mesti terbebaskan badannya, pakaian yang dikenakan untuk shalatnya, dan tempat shalatrnya dari berbagai kotoran dan najis. Di samping itu, mekanisme bersucinya mesti benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, dengan istinja` setelah melakukan buang air kecil (BIK) atau buang air besar (BAB), melakukan mandi (al-gusl) baik dalam bentuk mandi biasa, atau mandi sunnah, atau mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar (hadas akbar), melakukan berwudlu yang benar dengan melaksanakan rukun dan sunah-sunahnya, atau melaksanakantayammum sebagai sebuah dispensasi hukum yang dilakukan ketika dalam keadaan sakit yang mengancam eksistensi jiwa ketika menggunakan air, atau dalam kondisi tidak ditemukannya air. Selain itu, juga mesrti dipergunakan alat-alat bersuci dengan memilah dan memilih watak air yang suci mensucikan (al-ma thahir muthahhir/al-ma` al-muthlaq) untuk mengangkat hadas besar dan mengangkat hadas kecil (berwudlu) dan hadas besar (mandi junub, mandi setelah menjalanai masa menstruasi (al-haidh), dan setelah melahirkan (wiladah dan nifas). Sehingga ketika wudhunya sah maka akan mengantarkan ibadah shalatnya, thawafnya,, tilawah al-Qur`annya bernilai sah, i`tikaf zikir dan doanya juga bernilai sah, bahkan setiap hamba Allah untuk selalu memposisikan dirinya dalam keadaan bersih dalam keadaan dawam al-wudhu (melestarikan wudhu). Sehingga diharapkan setiap jam, menit, dan detiknya kehidupan hamba-Nya yang dicintai dan dimuliakan-Nya itu dalam keadaan bersih dan dekat denganNya, yang akan dirinya bersih jasmani dan rohani, lebih dari itu sehat jasmani dan rohaninya, terbebaskan dari belenggu kehidupan yang penuh maksiat dan dosa.
Di samping itu, setiap insan hamba Allah dihimbau untuk mengkonsumsi makananan dan minuman sebagai sebuah rizki yang halal dan yang thayyib (yang layak dan cocok untuk anggota tubuh) yang berfungsi sebagai gizi jasmani, yang dapat menumbuh kembangkan anggauta tubuh jasmaninya yang sehat dan kuat untuk mengisi gizi ruhaninya untuk menjadikan sehat dan kokoh rohaninya dalam mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Oleh sebab itu, begitu sangat sayang kepada hamba-Nya dengan melarang dan mengharamkan secara tegas untuk mengkonsumsi makanan, minuman, yang masuk melewati kerongkongan dan perutnya dan bahkan lebih dari itu, melakukan hubungan biologis dengan pasangan yang haram (tanpa ikatan akad nikah yang legal dan sah), yang semuanya akan mengancam eksistensi agama, eksistensi jiwa dan eksistensi akalnya, bahkan eksistensi kehormatan dan keturunannya. Juga tidak kalah pentingnya, proses dan mekanisme memperoleh makanan, minuman, dan pasangan suami-isteri apakah bertentangan dengan hukum syariah dan juga hukum positif yang berlaku. Sehingga dalam memperoleh pendapatan dan kekayaan tidak menzalimi hak-hak pihak lain secara tidak adil, semisal: Rizki yang diperoleh melalui pencurian, penipuan, atau perampokan, dan apalagi melalui perkorupsian, seteguk air minum dan sesuap nasi yang bersumber dari yang haram yang bukan haknya itu akan menjadi api panas yang menyengat, yang menyebabkan hidup pelakunya gundah, gelisah dan stress, merasa tidak indah dan tidak nyaman terhadap apa yang dimilikinya itu.
Di samping itu, pendistribusian dan pendayagunaan rizki yang diperoleh apakah digunakan untuk poya-poya, penuh dengan maksiat dan dosa, atau dipergunakan untuk kebaikan dan
kebajikan yang dapat dirasakan oleh dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Pada umumnya, rizki yang di peroleh yuang bersumber dari yang haram itu akan cepat habisnya. Sebaliknya, rizki yang bersumber dari yang halal itu akan nyaman dinikmatinya, mempunyai manfaat bagi sesama, dan terus berlimpah dalam kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT. Sehingga hidup sehat dalam perspektif agama kita, jasmaninya sehat yang ditunjang oleh ekonominya yang sehat, dan diharapkan ruhaninya sehat untuk menuju kehidupan duniawi yang sangat sementara ini penuh dengan kebahagiaan, dan kehidupan ukhrawi penuh dengan kepuasan dibawah Ridha Allah SWT yang layak dan pantas menghuni surga-Nya, Jannat an-na`im. Semua ini dapat dimanifestasikan melalui ibadah shaum, khususnya ibadah shaum Ramadlan yang tinggal beberapa minggu lagi kita akan memasasukinya, dan puasa sunah lainnya sebagai media pelatihan pengendalian syahwat hawa nafsu yang akan dapat menjebak setiap insan untuk terperosok dalam lembah kehinaan dan kehancuran kehidupan dunia dan akhirat. Na`uzubillah.
C. Sakit, Obat dan Pengobatan.
Sehat jasmani dan rohani merupakan nikmat Allah yang sangat mahal yang dikaruniakan kepada setiap hamba-Nya secara gratis dan sulit untuk menghitung dan apalagi mau membayarnya. Sedangkan, sakit (al-maridh/as-saqam) , dalam perspektif agama Islam, dimaknai sebagai sebuah hikmah dan bahan muhasabah(evaluasi diri) bahwa siapapun hamba Allah dalam posisi tidak berdaya ketika dalam keadaan sakit, baik sakit ringan, sakit sedang, apalagi sakit yang kronis yang sudah mengancam eksistensi jiwanya yang sudah terbaring, dan bahkan terkapar di pembaringan, yang hanya dapat ditangisi oleh istreri/suami dan sanak saudara. Sehingga sakit/penyakit itu menjadi sebuah hikmah, sebuah ujian/test dan cobaan (imtihan wa ibtilaan) bagi siapapun hamba-Nya, apakah dia seorang yang kaya raya, pejabat, ulama, intelektual, pengusaha,rakyat biasa atau dhu`afa, untuk menjadikan sakit itu sebagai sebuah hikmah untuk lebih diposisikan Allah SWT sebagai tempat meminta, bermunajat, dan tempat mengajukan berbagai keluhan dan problem, sehingga melalui sakit, Allah SWT akan mendengar rintihan, manja dan cengengnya sosok seorang hamba-Nya. Seorang hamba yang belum pernah mengalami sakit dalam sepanjang hidupnya secara establish, selalu sehat maka boleh jadi dia tidak dapat mensyukurinya. Sehingga dia bertepuk dada,, sombong bahkan menganggap dirinya sakti sebagai Tuhan, sebagai yang telah dilakukan oleh Fir`aun.
Di samping itu, orang yang sakit diharapkan dapat mengevaluasi adanya sesuatu yang salah dan tidak pas karena mengabaikan pola makan dan minum yang tidak benar, bahkan apa saja masuk yang halal dan yang haram, atau melakukan hubungan biologis di luar akad nikah sehingga terancam penyakit kelamin, HIV dan Aids. Pada akhirnya, orang yang sakit itu memilih dua pilihan sesuai dengan izin dan kehendak Allah SWT, apakah dia akan sembuh dan pulih kembali dari sakitnya, atau sebaliknya sebagai faktor penyebab kematiannya, wafat kembali kepada al-Khaliq Rabbul `alamin, Inna Lillahi wa Inna Lillahi Raji`un.
Rasulullah Muhammad SAW yang sangat disayangi oleh Allah SWT sebagai uswah dan qudwah bagi kita umatnya hanya diberikan amanah jatah hidup kurang lebih 63 tahun, tidak seperti nabi dan rasul sebelumnya hidup dalam rentangan ratusan tahun. Kehiduapan Rasulullah yang berlangsung singkat namun sangat berkualiatas dalam berbagai aspek kehidupan beliau yang sulit dilukiskan ini memberikan pembelajaran kepada umatnya untuk selalu jadikan waktu-waktu hidup yang masih tersisa ini menjadi manfaat dan maslahat untu diri pribadi, keluarga, masyarakat bangsa dan Negara, sehingga pada klimaksnya tinggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatimah yang diridhai oleh Allah SWT dan didoakan oleh semua keluarga, saudara yang masih hidup.
Berkait dengan soal sakit dan penyakit ini, Allah SWT tidak menghendaki hamba-Nya membiarkan dirinya ketika sakit, hanya penuh bertawakkal, berserah diri kepada-Nya, akan tetapi diminta, dan bahkan diwajibkan untuk berikhtiar, berusaha maksimal untuk dapat menyembuhkan penyakitnya. Secara khusus Rasulullah SAW meminta kepada sahabatnya dan umatnya untuk berobat ketika sakit, karena setiap penyakit itu pasti ditemukan obatnya. Ketika tidak berikhtiar, maka hamba Allah tersebut dianggap telah menghancurkan dirinya, dan bahkan membunuh dirinya disebabkan oleh sebab sakit dan penyakitnya itu menjadi yang bersangkutan meninggal dunia. Di pihak lain, sakit dan penyakit serta resep obatnya ini menjadi tantangan tersendiri bagi para intelektual dalam bidang ketabiban dan kedokteran untuk menemukan faktor penyebab sakitnya (disebabkan oleh virus, bakteri), atau disebabkan oleh pola makan dan minum yang terlarang, atau ada faktor tekanan psikologis, arau ada intervensi jin/syaitan baik passif maupun aktif. Sehingga dengan penyakit ini menjadi hikmah tersenidir, bagi dunia ketabiban dan kedokteran dengan hadirnya Rumah sakit dan juga farmasi yang berkait dengan obat-obatan. Para ulama Islam, semisal: Ibnu Sina (Avicena), dan Ibn Rusyd (Averoes) dengan menulis kitab al-kulliyyatnya yang mengurai tentang obat dan pengobatan berdasarkan pesan-pesan teks ayat Al-Qur`an dan Hadis Nabi, serta praktek Rasulullah dalam bentuk tib an-nabawi. Sehingga konsep dan penemuan para ulama Islam, khususnya Ibn Rusyd ini menjadi bahan dan cikal bakal pengembangan dunia kedokteran di Eropa dan dunia modern kini.
Adapun solusi untuk mengantisipasi secara prepentif dan mengatasi secara kuratif terhadap penyakit itu, adalah:
1. Orang yang sakit itu mesti jadikan penyakit ini sebagai sebuah hikmah
dan muhasabah, untuk terus berhusnuzzan bahwa yang bersangkutan
yakin kepada Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk sembuh
kembali. Pada hakikatnya yang menyembuhkan derita penyakitnya itu
adalah Allah SWT.
2. Dengan memperbanyak istigfar atas berbagai kealpaan, maksiat dan
dosa yang dilakukan, membaca zikir dan doa yang ma`tsur sesuai
dengan petunjuk Rasulullah SAW, dengan mengkonsumsi minuman air
putih, ikhlas dengan membaca sebelumknya suratal-fatihah, yang
dikenal dengan surat asy-Syifa (penyembuhan) sebelum meminumnya.
3. Jika masih belum sembuh, konsultasi kepada ahlinya yang
berkompetensi dalam bidang ketabiban dan kedokteran untuk berikhtiar
baik rawat biasa, maupun rawat inap. Dengan tetap mantapkan
semangat husnuzzan Allah SWT akan masih memberi kesempatan
swembuh, untuk didayagunakan kesempatan ribadah, dan hal-hal yang
positif lainnya.
4. Memilah dan memilih sistem pengobatan yang tidak membawa kepada
kemusyrikan dengan mempersyaratkan sesuatu yang tidak rasional dan
mengada-ngada (tetapi di balik itu ada penipuan), demikian juga obat
yang digunakan adalah obat yang halal, baik yang nabati, maupun yang
hewani, yang diproduk dari bahan-bahan yang halal. Diharapkan obat
yang dapat menyembuhkan terhadap obyek sebuah penyakit, tidak
mempunyai side effect kepada penyakit lainnya.
5. Jika ikhtiar melalui pengobatan dan tersebut dikabulkan oleh Allah SWT
sembuh, Insya Allah kesembuhan tersebuhan tersebut akan disyukuri
untuk lebih meningkatkan lagi amal salih, dan ibadah kepada-Nya. Jika
tidak sembuh, maka diakhiri kehidupan ini dengan penuh tawakkal
dengan disefrtai dengan ikhtiar, dan kembali ke hadirat Allah SWT
dalam penuh kepuasan, penuh dengan nilai-nilai kesalehan, dengan
membawa predikat "husnul-Khatimah". Amin Ya Rabbal `alamin.
B. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan
pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag
dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu,
dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan
buatan dari tubuh pasien. Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?
Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-
tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini
ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub
(sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama
Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180).
Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan
berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi
lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag
tidak tegas (sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka
berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih,
perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan
kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :
Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab
“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-Nabhani, 1953)
Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat
suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain
justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak
berobat.
Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam pernah
datang kepada Nabi SAW lalu berkata,”Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering
tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!” Nabi SAW
berkata,”Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa
kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata,”Baiklah aku akan bersabar,” lalu dia
berkata lagi,”Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah kepada
Allah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari)
Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama
di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah
berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah
(mandub), bukan wajib (Zallum, 1998:69).
Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini
memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter
berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannya?
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien
telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan
alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut
adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut
berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian
organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada
pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah,
karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam
arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya
organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut
dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab
mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau
washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak
mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri)
(Audah, 1992 : 522-523).
Wallahu a’lam.