Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru
description
Transcript of Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru
sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan
lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker
dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972
memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5
% pada 1990.1
Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis
penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok
kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada
perempuan.2 Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan
jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam
stadium awal penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru pascabedah
menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I sangat jauh
berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan
dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit
ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan
pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang
erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi
anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan
ahli-ahli lainnya.
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada
kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru
pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis
dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas
hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
1
menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat
buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam
beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin
meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang
dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).3
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat
menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan antara
fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan
kembangnya sebuah sel.4
Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi
onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel
tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa
tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada
kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga
sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker.
2
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, faktor resiko, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, pengobatan dan prognosis penyakit kanker paru terutama
yang disebabkan oleh non small cell lung carcinoma khususnya squamous cell
lung carcinoma. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Pulmonologi dan Respirasi
RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini bermanfaat sebagai bahan informasi bagi pembaca
mengenai penyakit kanker paru terutama yang disebabkan oleh non small cell
lung carcinoma khususnya squamous cell lung carcinoma.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Paru
2.1.1. Definisi
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk suatu kelompok besar
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Menurut National
Cancer Institute, kanker adalah istilah penyakit di mana sel-sel membelah secara
abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Kanker paru
ialah konsekuensi fenotip dari akumulasi perubahan genetik pada sel epitel
saluran nafas yang berakibat terjadinya proliferasi seluler yang tidak terkontrol.5
2.1.2. Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,
berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari
13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena
1 dari 23 orang. Di Inggris, sekitar 40.000 dari kasus baru dilaporkan setiap
tahunnya. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika
Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker
paru.6,13
American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika
Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut :
1. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750
orang laki-laki dan 105.770 orang perempuan)
2. Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220
pada laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua
kasus kematian karena kanker.
Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia di Eropa
insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada
4
usia 35 tahun, tetapi pada pasien > 75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72
pada perempuan.6
Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan
dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di
seluruh dunia.
Menurut penelitian Widyastuti, jumlah penderita kanker paru di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2000 ada 36 orang (7,07%), 54 orang (12,62%) tahun
2001, 88 orang (15,52%) pada tahun 2002.7
2.1.3. Etiologi dan Faktor risiko
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.3 Dibawah ini akan diuraikan
mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,
dan lamanya berhenti merokok.8,9
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi
mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali. Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika
Serikat terjadi pada perokok pasif.8,9
5
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah
3,4 benzpiren.9
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru
baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang
tersebut juga merokok.3
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru.3
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
6
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker
paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-
gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk
gen rb, p53, dan CDKN2).9
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.8
2.1.4. Klasifikasi dan Stadium Klinis
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan
kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel
besar, atau campuran dari ketiganya.10
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker
paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok
jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih
sering pada laki-laki daripada perempuan.9
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di
bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering
7
kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-
sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini
terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit
sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan.
Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh
dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan
biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.11
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.9
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
8
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer
(AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium IA T1, N0, M0
Stadium IB T2, N0, M0
Stadium IIA T1, N1, M0
Stadium IIB T2, N1, M0
T3, N0, M0
Stadium IIIA T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus,
tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis
yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang
meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau
tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi
9
tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit
nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening
subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus
kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular
ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq,
2010).
10
2.2. Kanker Paru Sel Skuamosa
2.2.1. Definisi
Kanker paru sel skuamosa adalah salah satu tipe dari kanker paru bukan
sel kecil. Sel tumor skuamosa biasanya muncul pada bagian tengah paru atau di
salah satu cabang utama jalur pernafasan. Tumor ini dapat membentuk kavitas di
paru apabila tumbuh menjadi ukuran yang besar 13
2.2.2. Gejala Klinis
Kadang kanker paru tidak menimbulkan gejala dan ditemukan ketika
melakukan x-ray dada untuk kondisi yang lain. Gejala kanker paru biasa
disebabkan oleh kanker parunya atau oleh kondisi yang lain. Salah satu gejalanya
adalah:
Nyeri dada
Batuk yang tidak pernah menghilang atau memburuk seiring dengan
berjalannya waktu
Susah untuk bernafas
Mengi
Darah di dahak
Suara sesak
Hilangnya selera makan
Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas
Susah menelan
Bengkak di daerah wajah dan/atau vena di leher
2.2.3. Diagnosis
Terpisah dari diagnosis insidental pasien kanker paru yang asimptomatik,
kenyataannya seluruh pasien dengan kanker paru mempunyai presentasi yang
simptomatis. Pada pasien dengan riwayat merokok yang sudah lama atau
mempunyai faktor resiko lain untuk kanker paru, adanya symptom respirasi yang
persisten seharusnya dilakukan pemeriksaan radiografi toraks.13
11
Karena kondisi metastasis jinak dan ganas bisa menyerupai kanker paru
pada radiografi, konfirmasi histologis juga diperlukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan sitologi, bronkoskopi, atau CT-guided transthoracic needle
biopsy, bergantung pada lokasi tumor. (Winston medscape, 20??).
Skema 1. Alur deteksi dini kanker paru14
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari
penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–
faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.14
Gejala klinis dapat dibagi berdasarakan:
I. Intrapulmonal : batuk, sesak nafas, nyeri dada
II. gejala intra torakal ekstrapulmo
Sindroma horner: endopthalmus, miosis, ptosis
Sindroma vena kava superior: pembengkakan pada lengan, wajah,
leher, kolateral vena pada dinding
Parese atau paralise diafragma n. frenikus
12
Parese atau paralise chorda vokalis n. recurrent
Disfagia esophagus
Efusi pleura penyebaran pada pembuluh getah bening regional in-
tratorakal
III. Gejala ekstratorakal non metastase
Manifestasi neuromuscular: miopati, neuropati perifer, en-
cepalopati
Manifestasi endokrin: sindroma cushing, hiperparatiroid dengan
hiperkalsemia, hiponatremia akibat sekresi ADH, hipoglikemia ak-
ibat sekresi insulin yang berlebih
Manifestasi pada jaringan ikat dan tulang
Manifestasi vaskuler dan haematologi: anemia, purpura, migratory,
tromboplebitis
IV. Gejala ekstratorakal metastase Gejala tergantung ke daerah metas-
tase ( tulang, otak, pleura, paru kontralateral/ipsolateral, hepar, kelenjar
adrenal )
Gambaran Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stadium penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan
radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone
scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan
letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.14
a. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit
tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding
dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan
13
keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto
toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang
penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk
keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam
golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus
disertai difollow-up yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan
perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan
kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia
yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga
harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut.
Foto toraks memberikan manifestasi antara lain: massa radiopaque di paru,
massa + obstruksi jalan nafas dengan gambaran atelektase, massa +
gambaran pneumonia, pembesaran kelenjar para hilar, kavitasi: terjadi 2-
10% kasus, tumor pancoast: terdapat gambaran massa di daerah superior
atau apeks lobus superior, efusi pleura. Bila foto toraks menunjukkan
gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi
pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto
toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus
difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.14
14
Gambar 1. Gambaran radiopaque di paru kanan
Gambar 2. Cavitated bronchogenic carcinoma
b. CT-Scan toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran
lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses
keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
15
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena
pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.14
c. Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey
dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG
abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal
dan organ lain dalam rongga perut.14
Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di
ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau
kerokan bronkus. (PDPI, 2005)
16
Gambar 3. Gambaran bronkoskopi
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.14
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda,
yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB
subkarina atau paratrakeal.14
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.14
17
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm
dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.14
f. Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau
teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan
bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila
diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis
sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi
pleura.14
g. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis,
pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.14
h. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita
batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak
memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang
pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus
dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi,
atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau
minimal alcohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam
formalin 4%.14
18
Pemeriksaan invasif lain
Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi
eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan.
Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang
telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan. Semua
tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan:
1. Jenis histologis;
2. Derajat (staging);
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status"), sehingga jenis
pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.14
Tabel 2. Klasifikasi histologi karsinoma bronkogenik dan insidensi
Tabel 3. Perbandingan SCLC dan NSCLC
19
Gambar 4. Gambaran histopatologis pada Kanker Paru
20
Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah ada seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.14
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang
21
terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat
utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis
penyakit.14
2.2.4 Staging Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC)
Karena pentingnya stage terhadap proses pemilihan terapi, seluruh pasien
dengan NSCLC harus di staging secara tepat. Pemeriksaan staging yang lengkap
pada NSCLC harus dilakukan untuk mengevaluasi luasnya penyakit. Hasil dari
staging ini diharapkan dapat digunakan untuk menuntun pemeriksaan
selanjutnya.11
Tabel 1. TNM Classification for Non-Small Cell Lung Cancer
Primary Tumor (T)
Tx Primary tumor cannot be assessed, or the tumor is proven by
presence of malignant cells in sputum or bronchial washing but is
not visualized by imaging or bronchoscopy
T0 No evidence of primary tumor
Tis Carcinoma in situ
T1 Tumor ≤ 3 cm in greatest dimension, surrounded by lung or
visceral pleura, no bronchoscopic evidence of invasion more
proximal than the lobar bronchus (not in the main bronchus);
superficial spreading of tumor in the central airways (confined to
the bronchial wall)
T1a Tumor ≤ 2 cm in the greatest dimension
T1b Tumor > 2 cm but ≤ 3 cm in the greatest dimension
T2 Tumor > 3 cm but ≤ 7 cm or tumor with any of the following:
Invades visceral pleura
Involves the main bronchus ≥ 2 cm distal to the carina
Associated with atelectasis/ obstructive pneumonitis ex-
tending to hilar region but not involving the entire lung
T2a Tumor > 3 cm but ≤ 5 cm in the greatest dimension
T2b Tumor > 5 cm but ≤ 7 cm in the greatest dimension
22
T3 Tumor > 7 cm or one that directly invades any of the following:
Chest wall (including superior sulcus tumors), diaphragm,
phrenic nerve, mediastinal pleura, or parietal pericardium;
Or tumor in the main bronchus < 2 cm distal to the carina
but without involvement of the carina
Or associated atelectasis/ obstructive pneumonitis of the
entire lung or separate tumor nodule(s) in the same lobe
T4 Tumor of any size that invades any of the following; mediastinum,
heart, great vessels, trachea, recurrent laryngeal nerve, esophagus,
vertebral body, or carina; or separate tumor nodule(s) in a different
ipsilateral lobe
Regional lymph nodes (N)
Nx Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional node metastasis
N1 Metastasis in ipsilateral peribronchial and/or ipsilateral hilar
lymph nodes and intrapulmonary nodes, including involvement by
direct extension
N2 Metastasis in the ipsilateral mediastinal and/or subcarinal lymph
node(s)
N3 Metastasis in the contralateral mediastinal, contralateral hilar,
ipsilateral or contralateral scalene or supraclavicular lymph nodes
Distant metastasis (M)
Mx Distant metastasis cannot be assessed
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
M1a Separate tumor nodule(s) in a contralateral lobe; tumor with
pleural nodules or malignant pleural (or pericardial) effusion
M1b Distant metastasis
23
Tabel 2. Anatomic stage/prognostic groups
Stage T N M
Ia T1a N0 M0
T1b N0 M0
Ib T2a N0 M0
IIa T1a N1 M0
T1b N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0 M0
IIb T2b N1 M0
T3 N0 M0
IIIa T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
IIIb T4 N2 M0
T1 N3 M0
T2 N3 M0
T3 N3 M0
T4 N3 M0
IV T any N any M1a or 1b
2.2.5. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-
modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
24
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga
kondisi non-medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita
juga merupakan faktor yang amat menentukan.
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru
dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi.
Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup
untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan
bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan
diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.14
ALUR TINDAKAN DIAGNOSIS KANKER PARU
25
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan
dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji
faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,
VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1
> 60%
Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang
harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena
kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
26
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih
dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi
regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.14
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi
adalah:
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian
terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
27
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi :
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <
10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan
penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan
farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg
BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan
AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya.
Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi
badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat
pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar) Untuk obat anti-kanker yang
mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis dihitung dengan menggunakan
rumus atau nnenggunakan nomogram.14
Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration
rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita.
Evaluasi hasil pengobatan
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita
menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan
melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius)
kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah
4 kali pemberian.
Evaluasi dilakukan terhadap
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan
28
- Respons obyektif
- Efek samping obat
Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan
1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang
100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.
2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor >
50% tetapi < 100%.
3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil >
25% tetapi < 50%.
4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran
tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain.
Hal lain yang perlu diperhatikan datam pemberian kemoterapi adalah
timbulnya efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi
dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO.
Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil
penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
Terapi Gen
Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian.
29
PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASI
Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis.14
Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah, sesak napas
dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi,
kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada beberapa keadaan
intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan.
Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal terutama
akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke vetebra atau
pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri dan bahkan
dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhir terjadinya
gangguan mobilisasi/ambulasi.
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil
optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah
(misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi.
Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk
memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai
30
berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif
penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).
2.2.6 EVALUASI (follow-up)
Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2
tahun pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal
dilakukan setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan
radiologis yaitu foto toraks PA / lateral dan Ct-scan thoraks, sedangkan
pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi.
Alur Penatalaksnaan Kanker Paru Jenis Karsinoma bukan sel kecil
31
Metastasis
Metastasis kanker paru dapat terJadi di dalam paru (intrapulmoner)
dan/atau di luar paru (ekstrapulmoner). Metastasis intrapulmoner tidak
memerlukan tindakan khusus, sedangkan metastasis ekstrapulmoner terkadang
membutLihkannya. Keluhan nyeri atau sesak napas akibat invasi langsung tumor
ke dinding dada atau mediastinum ipsilateral tidak dianggap sebagai metastasis,
meskipun terkadang dibutuhkan tindakan khusus untuk mengatasi keluhan
tersebut. Metastasis diatasi bila telah menimbulkan keluhan tetapi terkadang perlu
segera dilakukan tindakan sebagai usaha preventif, misalnya telah terjadi
metastasis ke tulang belakang.
Prinsip pengobatan untuk metastasis ini lebih diupayakan untuk
memperbaiki kualitas hidup penderita. Metastasis ke Tulang. Keluhan yang sering
terjadi adalah nyeri dan patah tulang. Nyeri akibat metastasis ke tulang dapat
diatasi dengan pemberian radiasi. Jika tidak memungkinkan maka nyeri di atasi
dengan pemberian obat penghilang nyeri (cancer pain). Fraktur (patah) tulang
sering terjadi akibat metastasis ke tulang panjang, penatalaksaan untuk patah
tulang akibat metastasis ini sama seperti kasus patah tulang lainnya.
Metastasis ke otak. KPKBS Jenis adenokarsinoma sering bermetastasis
ke otak. Bila memungkinkan maka intervensi bedah dapat dilakukan untuk
nodulsoliter di otak. Bila terjadi multipeinodul di otak atau tindakan bedah tidak
mungkin dilakukan maka radiasi menjadi pilihan. Jika tidak memungkinkan untuk
tindakan bedah dan radiasi maka keluhan akibat penekanan di rongga kepala
dapat dikurangi dengan pemberian obat golongan steroit. Metastasis ke organ lain.
Penatalaksanaan dilakukan sesual dengan keluhan yang timbul.
32
BAB IIIKESIMPULAN
Kanker paru terutama jenis sel skuamosa adalah salah satu jenis penyakit
paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit
ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli
radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah
toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau
penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk
mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru jenis sel skuamosa pada
stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam
waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang
lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat
buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, T.Y., 1996.Rokok dan Kesehatan.Jakarta : UI Press.
2. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2013. Atlanta, Ga:
American Cancer Society; 2013.
3. Amin, Z. Kanker Paru. Dalam : Sudoyo, A.W., Setryohadi, B,, Alwi, I.
Jakarta : Bina Utama. 2006
4. Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Makalah
Simposium Nasional Litbangkes IV. 2008. Available from :
http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/SUMUT.pdf. [diakses 18
September 2013]
5. National Cancer Institute at The National Institute of Health. What is Cancer?
2013. Available from :
http://www.cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/what-is-cancer [diakses 18
September 2013]
6. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures for African Americans
2013-2014. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2013.
7. Widyastuti, S.,2004.Karakteristik Penderita Kanker Paru yang Dirawat Inap
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2000-2002. Skripsi Mahasiswa FKM
USU.
8. Stoppler, M.C.2010.Lung Cancer. Available from :
http://www.emedicinehealth [Accesed on 20 September 2013]
9. Price, S.A. & Wilson, L.M.,2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.
10. American Joint Committee on Cancer. Lung. AJCC Cancer Staging Manual.
7th ed. New York: Springer. 2010:253–266.
11. Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L.,2007.Buku Ajar Patologi Edisi
7.Jakarta : EGC.
12. Alberg AJ, Brock MV, Stuart JM. Epidemiology of lung cancer: Looking to
the future. J Clin Oncol. 2005;23:3175–3185.
34
13. S. Christine N.S., Rusdiana. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru di
RSUP Haji Adam Malik Tahun 2009. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21470 [diakses 18 September
2013]
14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003.Kanker Paru : Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta : PDPI
35