Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

51
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990. 1 Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada perempuan. 2 Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru pascabedah menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan. Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan 1

description

bahan kanker paru

Transcript of Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Page 1: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru

sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan

lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker

dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972

memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5

% pada 1990.1

Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis

penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok

kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada

perempuan.2 Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan

jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam

stadium awal penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru pascabedah

menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I sangat jauh

berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan

dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan

penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit

ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan

pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang

erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi

anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan

ahli-ahli lainnya.

Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada

kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru

pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis

dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas

hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat

1

Page 2: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat

buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam

beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin

meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar

paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang

dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang

berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).3

Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat

menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan antara

fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan

kembangnya sebuah sel.4

Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi

onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel

tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa

tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada

kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga

sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker.

2

Page 3: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan

mengetahui definisi, faktor resiko, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, pengobatan dan prognosis penyakit kanker paru terutama

yang disebabkan oleh non small cell lung carcinoma khususnya squamous cell

lung carcinoma. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk

memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Pulmonologi dan Respirasi

RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3. Manfaat

Laporan kasus ini bermanfaat sebagai bahan informasi bagi pembaca

mengenai penyakit kanker paru terutama yang disebabkan oleh non small cell

lung carcinoma khususnya squamous cell lung carcinoma.

3

Page 4: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Paru

2.1.1. Definisi

Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk suatu kelompok besar

penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Menurut National

Cancer Institute, kanker adalah istilah penyakit di mana sel-sel membelah secara

abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Kanker paru

ialah konsekuensi fenotip dari akumulasi perubahan genetik pada sel epitel

saluran nafas yang berakibat terjadinya proliferasi seluler yang tidak terkontrol.5

2.1.2. Epidemiologi

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,

berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari

13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena

1 dari 23 orang. Di Inggris, sekitar 40.000 dari kasus baru dilaporkan setiap

tahunnya. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika

Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker

paru.6,13

American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika

Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut :

1. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750

orang laki-laki dan 105.770 orang perempuan)

2. Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220

pada laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua

kasus kematian karena kanker.

Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki

dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia di Eropa

insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada

4

Page 5: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

usia 35 tahun, tetapi pada pasien > 75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72

pada perempuan.6

Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan

dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di

seluruh dunia.

Menurut penelitian Widyastuti, jumlah penderita kanker paru di RSUP H. Adam

Malik Medan pada tahun 2000 ada 36 orang (7,07%), 54 orang (12,62%) tahun

2001, 88 orang (15,52%) pada tahun 2002.7

2.1.3. Etiologi dan Faktor risiko

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru

belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain

seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.3 Dibawah ini akan diuraikan

mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :

a. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling

penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000

bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.

Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,

jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,

dan lamanya berhenti merokok.8,9

b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok

pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam

ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian

telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi

mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua

kali. Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika

Serikat terjadi pada perokok pasif.8,9

5

Page 6: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi

pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian

akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan

dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan

bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas

tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka

dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari

kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung

hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara

kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang

ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah

3,4 benzpiren.9

d. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,

nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker

paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira

sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru

baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang

tersebut juga merokok.3

e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko

terkena kanker paru.3

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih

besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler

memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan

6

Page 7: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker

paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-

gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk

gen rb, p53, dan CDKN2).9

g. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga

dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru

obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena

kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.8

2.1.4. Klasifikasi dan Stadium Klinis

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,

SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).

Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan

kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel

besar, atau campuran dari ketiganya.10

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker

paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.

Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok

jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.

Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan

menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui

beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar

getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih

sering pada laki-laki daripada perempuan.9

Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus

dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di

bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan

jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering

7

Page 8: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering

bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.

Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma

dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-

sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma

yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul

pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan

cepat ke tempat-tempat yang jauh.

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang

terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan

keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini

terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit

sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan.

Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh

dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan

biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada

pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor

dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.11

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-

macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh

cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.9

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan

mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena

dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

8

Page 9: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut

International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer

(AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

STADIUM TNM

Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stadium IIIA T3, N1, M0

T1-3, N2, M0

Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0

T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus,

tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis

yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah

menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang

meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,

diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau

tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi

9

Page 10: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah

besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,

pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga

pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit

nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening

subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus

kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular

ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq,

2010).

10

Page 11: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

2.2. Kanker Paru Sel Skuamosa

2.2.1. Definisi

Kanker paru sel skuamosa adalah salah satu tipe dari kanker paru bukan

sel kecil. Sel tumor skuamosa biasanya muncul pada bagian tengah paru atau di

salah satu cabang utama jalur pernafasan. Tumor ini dapat membentuk kavitas di

paru apabila tumbuh menjadi ukuran yang besar 13

2.2.2. Gejala Klinis

Kadang kanker paru tidak menimbulkan gejala dan ditemukan ketika

melakukan x-ray dada untuk kondisi yang lain. Gejala kanker paru biasa

disebabkan oleh kanker parunya atau oleh kondisi yang lain. Salah satu gejalanya

adalah:

Nyeri dada

Batuk yang tidak pernah menghilang atau memburuk seiring dengan

berjalannya waktu

Susah untuk bernafas

Mengi

Darah di dahak

Suara sesak

Hilangnya selera makan

Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas

Susah menelan

Bengkak di daerah wajah dan/atau vena di leher

2.2.3. Diagnosis

Terpisah dari diagnosis insidental pasien kanker paru yang asimptomatik,

kenyataannya seluruh pasien dengan kanker paru mempunyai presentasi yang

simptomatis. Pada pasien dengan riwayat merokok yang sudah lama atau

mempunyai faktor resiko lain untuk kanker paru, adanya symptom respirasi yang

persisten seharusnya dilakukan pemeriksaan radiografi toraks.13

11

Page 12: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Karena kondisi metastasis jinak dan ganas bisa menyerupai kanker paru

pada radiografi, konfirmasi histologis juga diperlukan. Hal ini dapat dilakukan

dengan pemeriksaan sitologi, bronkoskopi, atau CT-guided transthoracic needle

biopsy, bergantung pada lokasi tumor. (Winston medscape, 20??).

Skema 1. Alur deteksi dini kanker paru14

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari

penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari

anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–

faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.14

Gejala klinis dapat dibagi berdasarakan:

I. Intrapulmonal : batuk, sesak nafas, nyeri dada

II. gejala intra torakal ekstrapulmo

Sindroma horner: endopthalmus, miosis, ptosis

Sindroma vena kava superior: pembengkakan pada lengan, wajah,

leher, kolateral vena pada dinding

Parese atau paralise diafragma n. frenikus

12

Page 13: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Parese atau paralise chorda vokalis n. recurrent

Disfagia esophagus

Efusi pleura penyebaran pada pembuluh getah bening regional in-

tratorakal

III. Gejala ekstratorakal non metastase

Manifestasi neuromuscular: miopati, neuropati perifer, en-

cepalopati

Manifestasi endokrin: sindroma cushing, hiperparatiroid dengan

hiperkalsemia, hiponatremia akibat sekresi ADH, hipoglikemia ak-

ibat sekresi insulin yang berlebih

Manifestasi pada jaringan ikat dan tulang

Manifestasi vaskuler dan haematologi: anemia, purpura, migratory,

tromboplebitis

IV. Gejala ekstratorakal metastase Gejala tergantung ke daerah metas-

tase ( tulang, otak, pleura, paru kontralateral/ipsolateral, hepar, kelenjar

adrenal )

Gambaran Radiologis

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang

yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,

serta penentuan stadium penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan

radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone

scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan

letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.14

a. Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa

tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung

keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit

tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding

dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan

13

Page 14: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto

toraks saja.

Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang

penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk

keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam

golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus

disertai difollow-up yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan

perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan

kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia

yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga

harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia

tersebut.

Foto toraks memberikan manifestasi antara lain: massa radiopaque di paru,

massa + obstruksi jalan nafas dengan gambaran atelektase, massa +

gambaran pneumonia, pembesaran kelenjar para hilar, kavitasi: terjadi 2-

10% kasus, tumor pancoast: terdapat gambaran massa di daerah superior

atau apeks lobus superior, efusi pleura. Bila foto toraks menunjukkan

gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi

pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto

toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus

difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.14

14

Page 15: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Gambar 1. Gambaran radiopaque di paru kanan

Gambar 2. Cavitated bronchogenic carcinoma

b. CT-Scan toraks

Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik

daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran

lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses

keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat

penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura

15

Page 16: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada

meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB

yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena

pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga

ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.14

c. Pemeriksaan radiologik lain

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu

mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan

pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi

metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey

dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG

abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal

dan organ lain dalam rongga perut.14

Pemeriksaan khusus

a. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat

dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat

dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa

intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat

kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau

stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di

ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau

kerokan bronkus. (PDPI, 2005)

16

Page 17: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Gambar 3. Gambaran bronkoskopi

b. Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena

amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka

sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi

bronkus saja sering memberikan hasil negatif.14

c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada

posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda,

yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB

subkarina atau paratrakeal.14

d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk

fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.14

17

Page 18: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm

dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.14

f. Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau

teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan

bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila

diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi

Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB

suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis

sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi

pleura.14

g. Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis,

pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.14

h. Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.

Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita

batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak

memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang

pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.

Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus

dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan

sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi,

atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau

minimal alcohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam

formalin 4%.14

18

Page 19: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Pemeriksaan invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti

Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi

eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan.

Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang

telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan. Semua

tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan:

1. Jenis histologis;

2. Derajat (staging);

3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status"), sehingga jenis

pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.14

Tabel 2. Klasifikasi histologi karsinoma bronkogenik dan insidensi

Tabel 3. Perbandingan SCLC dan NSCLC

19

Page 20: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Gambar 4. Gambaran histopatologis pada Kanker Paru

20

Page 21: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Pemeriksaan lain

a. Petanda Tumor

Petanda tumor yang telah ada seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan

evaluasi hasil pengobatan.14

b. Pemeriksaan biologi molekuler

Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling

sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang

21

Page 22: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat

utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis

penyakit.14

2.2.4 Staging Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC)

Karena pentingnya stage terhadap proses pemilihan terapi, seluruh pasien

dengan NSCLC harus di staging secara tepat. Pemeriksaan staging yang lengkap

pada NSCLC harus dilakukan untuk mengevaluasi luasnya penyakit. Hasil dari

staging ini diharapkan dapat digunakan untuk menuntun pemeriksaan

selanjutnya.11

Tabel 1. TNM Classification for Non-Small Cell Lung Cancer

Primary Tumor (T)

Tx Primary tumor cannot be assessed, or the tumor is proven by

presence of malignant cells in sputum or bronchial washing but is

not visualized by imaging or bronchoscopy

T0 No evidence of primary tumor

Tis Carcinoma in situ

T1 Tumor ≤ 3 cm in greatest dimension, surrounded by lung or

visceral pleura, no bronchoscopic evidence of invasion more

proximal than the lobar bronchus (not in the main bronchus);

superficial spreading of tumor in the central airways (confined to

the bronchial wall)

T1a Tumor ≤ 2 cm in the greatest dimension

T1b Tumor > 2 cm but ≤ 3 cm in the greatest dimension

T2 Tumor > 3 cm but ≤ 7 cm or tumor with any of the following:

Invades visceral pleura

Involves the main bronchus ≥ 2 cm distal to the carina

Associated with atelectasis/ obstructive pneumonitis ex-

tending to hilar region but not involving the entire lung

T2a Tumor > 3 cm but ≤ 5 cm in the greatest dimension

T2b Tumor > 5 cm but ≤ 7 cm in the greatest dimension

22

Page 23: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

T3 Tumor > 7 cm or one that directly invades any of the following:

Chest wall (including superior sulcus tumors), diaphragm,

phrenic nerve, mediastinal pleura, or parietal pericardium;

Or tumor in the main bronchus < 2 cm distal to the carina

but without involvement of the carina

Or associated atelectasis/ obstructive pneumonitis of the

entire lung or separate tumor nodule(s) in the same lobe

T4 Tumor of any size that invades any of the following; mediastinum,

heart, great vessels, trachea, recurrent laryngeal nerve, esophagus,

vertebral body, or carina; or separate tumor nodule(s) in a different

ipsilateral lobe

Regional lymph nodes (N)

Nx Regional lymph nodes cannot be assessed

N0 No regional node metastasis

N1 Metastasis in ipsilateral peribronchial and/or ipsilateral hilar

lymph nodes and intrapulmonary nodes, including involvement by

direct extension

N2 Metastasis in the ipsilateral mediastinal and/or subcarinal lymph

node(s)

N3 Metastasis in the contralateral mediastinal, contralateral hilar,

ipsilateral or contralateral scalene or supraclavicular lymph nodes

Distant metastasis (M)

Mx Distant metastasis cannot be assessed

M0 No distant metastasis

M1 Distant metastasis

M1a Separate tumor nodule(s) in a contralateral lobe; tumor with

pleural nodules or malignant pleural (or pericardial) effusion

M1b Distant metastasis

23

Page 24: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Tabel 2. Anatomic stage/prognostic groups

Stage T N M

Ia T1a N0 M0

T1b N0 M0

Ib T2a N0 M0

IIa T1a N1 M0

T1b N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0 M0

IIb T2b N1 M0

T3 N0 M0

IIIa T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T3 N1 M0

T4 N0 M0

T4 N1 M0

IIIb T4 N2 M0

T1 N3 M0

T2 N3 M0

T3 N3 M0

T4 N3 M0

IV T any N any M1a or 1b

2.2.5. Penatalaksanaan

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-

modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya

24

Page 25: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga

kondisi non-medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita

juga merupakan faktor yang amat menentukan.

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I

dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,

misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain

adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru

dengan sindroma vena kava superiror berat.

Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap

berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi.

Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup

untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan

bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan

diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.14

ALUR TINDAKAN DIAGNOSIS KANKER PARU

25

Page 26: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah

adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan

dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji

faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah

(AGD) :

Syarat untuk reseksi paru

Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

VEP1>60%

Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1

> 60%

Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada

terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk

KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang

menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang

harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena

kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis

tumor di tulang atau otak.

Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor

1. Staging penyakit

2. Status tampilan

3. Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara

pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.

26

Page 27: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1. PS < 70.

2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3. Fungsi paru buruk.

Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus

ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih

dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi

dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi

regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker

dapat dilakukan.14

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi

adalah:

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian

terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

27

Page 28: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi :

1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat

diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.

2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <

10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan

penyebab anemia.

3. Granulosit > 1500/mm3

4. Trombosit > 100.000/mm3

5. Fungsi hati baik

6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan

farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg

BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan

AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya.

Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi

badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat

pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar) Untuk obat anti-kanker yang

mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis dihitung dengan menggunakan

rumus atau nnenggunakan nomogram.14

Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration

rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita.

Evaluasi hasil pengobatan

Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita

menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan

melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius)

kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah

4 kali pemberian.

Evaluasi dilakukan terhadap

- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal

- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan

28

Page 29: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

- Respons obyektif

- Efek samping obat

Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan

1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang

100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.

2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor >

50% tetapi < 100%.

3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil >

25% tetapi < 50%.

4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran

tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain.

Hal lain yang perlu diperhatikan datam pemberian kemoterapi adalah

timbulnya efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi

dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO.

Imunoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil

penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

Hormonoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil

penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

Terapi Gen

Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian.

29

Page 30: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASI

Pengobatan Paliatif

Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda

karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,

ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik

metastasis.14

Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah, sesak napas

dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi,

kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada beberapa keadaan

intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan.

Rehabilitasi Medik

Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal terutama

akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke vetebra atau

pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri dan bahkan

dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhir terjadinya

gangguan mobilisasi/ambulasi.

Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.

- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.

- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.

Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi

medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil

optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah

(misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi.

Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk

memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai

30

Page 31: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif

penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).

2.2.6 EVALUASI (follow-up)

Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2

tahun pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal

dilakukan setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan

radiologis yaitu foto toraks PA / lateral dan Ct-scan thoraks, sedangkan

pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi.

Alur Penatalaksnaan Kanker Paru Jenis Karsinoma bukan sel kecil

31

Page 32: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

Metastasis

Metastasis kanker paru dapat terJadi di dalam paru (intrapulmoner)

dan/atau di luar paru (ekstrapulmoner). Metastasis intrapulmoner tidak

memerlukan tindakan khusus, sedangkan metastasis ekstrapulmoner terkadang

membutLihkannya. Keluhan nyeri atau sesak napas akibat invasi langsung tumor

ke dinding dada atau mediastinum ipsilateral tidak dianggap sebagai metastasis,

meskipun terkadang dibutuhkan tindakan khusus untuk mengatasi keluhan

tersebut. Metastasis diatasi bila telah menimbulkan keluhan tetapi terkadang perlu

segera dilakukan tindakan sebagai usaha preventif, misalnya telah terjadi

metastasis ke tulang belakang.

Prinsip pengobatan untuk metastasis ini lebih diupayakan untuk

memperbaiki kualitas hidup penderita. Metastasis ke Tulang. Keluhan yang sering

terjadi adalah nyeri dan patah tulang. Nyeri akibat metastasis ke tulang dapat

diatasi dengan pemberian radiasi. Jika tidak memungkinkan maka nyeri di atasi

dengan pemberian obat penghilang nyeri (cancer pain). Fraktur (patah) tulang

sering terjadi akibat metastasis ke tulang panjang, penatalaksaan untuk patah

tulang akibat metastasis ini sama seperti kasus patah tulang lainnya.

Metastasis ke otak. KPKBS Jenis adenokarsinoma sering bermetastasis

ke otak. Bila memungkinkan maka intervensi bedah dapat dilakukan untuk

nodulsoliter di otak. Bila terjadi multipeinodul di otak atau tindakan bedah tidak

mungkin dilakukan maka radiasi menjadi pilihan. Jika tidak memungkinkan untuk

tindakan bedah dan radiasi maka keluhan akibat penekanan di rongga kepala

dapat dikurangi dengan pemberian obat golongan steroit. Metastasis ke organ lain.

Penatalaksanaan dilakukan sesual dengan keluhan yang timbul.

32

Page 33: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

BAB IIIKESIMPULAN

Kanker paru terutama jenis sel skuamosa adalah salah satu jenis penyakit

paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.

Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang

tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit

ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli

radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah

toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau

penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk

mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru jenis sel skuamosa pada

stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam

waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang

lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat

menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat

buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan.

33

Page 34: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, T.Y., 1996.Rokok dan Kesehatan.Jakarta : UI Press.

2. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2013. Atlanta, Ga:

American Cancer Society; 2013.

3. Amin, Z. Kanker Paru. Dalam : Sudoyo, A.W., Setryohadi, B,, Alwi, I.

Jakarta : Bina Utama. 2006

4. Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Makalah

Simposium Nasional Litbangkes IV. 2008. Available from :

http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/SUMUT.pdf. [diakses 18

September 2013]

5. National Cancer Institute at The National Institute of Health. What is Cancer?

2013. Available from :

http://www.cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/what-is-cancer [diakses 18

September 2013]

6. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures for African Americans

2013-2014. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2013.

7. Widyastuti, S.,2004.Karakteristik Penderita Kanker Paru yang Dirawat Inap

di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2000-2002. Skripsi Mahasiswa FKM

USU.

8. Stoppler, M.C.2010.Lung Cancer. Available from :

http://www.emedicinehealth [Accesed on 20 September 2013]

9. Price, S.A. & Wilson, L.M.,2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.

10. American Joint Committee on Cancer. Lung. AJCC Cancer Staging Manual.

7th ed. New York: Springer. 2010:253–266.

11. Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L.,2007.Buku Ajar Patologi Edisi

7.Jakarta : EGC.

12. Alberg AJ, Brock MV, Stuart JM. Epidemiology of lung cancer: Looking to

the future. J Clin Oncol. 2005;23:3175–3185.

34

Page 35: Pendahuluan-Kesimpulan TinPus Paru

13. S. Christine N.S., Rusdiana. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru di

RSUP Haji Adam Malik Tahun 2009. Available from :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21470 [diakses 18 September

2013]

14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003.Kanker Paru : Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta : PDPI

35