Pemeriksaan Radiologis Pada Ileus Obstruktif

50
REFERAT PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA ILEUS OBSTRUKTIF Disusun Oleh : Shelly Lavenia Sambodo G99141127 Clarissa Rayna S P G99141128 Rizky Saraswati I G99141129 Rizky Mas’ah G99141130 Muhammad Alfian G99141131 Pembimbing : DR. JB. Prasodjo, dr. Sp. Rad (K) KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

description

Pemeriksaan Radiologis Pada Ileus Obstruktif

Transcript of Pemeriksaan Radiologis Pada Ileus Obstruktif

REFERAT

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun Oleh :Shelly Lavenia SambodoG99141127Clarissa Rayna S PG99141128Rizky Saraswati IG99141129Rizky MasahG99141130Muhammad AlfianG99141131

Pembimbing :DR. JB. Prasodjo, dr. Sp. Rad (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2014

DAFTAR ISI

A. Pendahuluan. 1B. Tinjauan Pustaka. 3 Anatomi usus . 3 FIsiologi usus. 6 Gambaran normal dari radiografi polos abdomen . 9 Definisi obstruksi usus . 10 Klasifikasi ileus obstruktif 11 Patofisiologi ileus obstruktif 12 Manifestasi klinis .. 16 Faktor risiko ileus obstruktif 16 Penegakan diagnosis . 17 Pemeriksaan penunjang 19 Penatalaksanaan .... 26 Prognosis... 27C. Simpulan... 28D. Daftar Pustaka... 29

BAB IPENDAHULUAN

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi, dan industri telah banyak menbawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik, dan meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh pada transisi epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif. Salah satu jenis penyakit tidak menular adalah penyakit pada saluran pencernaan (Kemenkes RI, 2011).World Health Organization (WHO) tahun 1998, memperkirakan penyakit pada saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia pada tahun 2020 mendatang (Goodman, 1998). Diantara negara SEAMIC (Southeast Asian Medical Information Center) tahun 2002, Indonesia menempati urutan ke-2 negara yang memiliki angka insiden rate akibat penyakit saluran pencernaan, dengan rincian: di Jepang tercatat 30 per 100.000 penduduk, di Indonesia tercatat 25 per 100.000 penduduk, di Filipina 24 per 100.000 penduduk, di Vietnam tercatat 22 per 100.000 penduduk, di Malaysia tercatat 21 per 100.000 penduduk, di Singapura tercatat 8 per 100.000 penduduk dan di Brunei Darussalam tercatat 5 per 100.000 penduduk (WHO, 2011). Salah satu penyakit pencernaan yang merupakan kasus darurat yaitu ileus. Setiap tahunnya 1 dari 1.000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Ansari, 2007). Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001-2002, sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit karena ileus paralitik dan ileus obstruktif (Mukherjee, 2008). Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002), insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki lebih sedikit daripada perempuan (2:3). Di Indonesia 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004. Ileus obstruktif menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus) (Depkes RI, 2004). Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanis adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan atau hambatan mekanis yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut. Ileus terjadi akibat hipomotilitas traktus gastrointestinal akibat obstruksi mekanis pada usus. Ileus obstruktif merupakan kegawatan di bidang bedah digestif yang sering dilaporkan. Kejadian ileus obstruktif termasuk 20% dari kasus nyeri akut abdomen yang tidak tergolong appendisitis akut. Walaupun penyebab ileus obstruktif ada bermacam-macam, penyebab yang paling sering adalah karena adhesi yang terjadi pasca operasi regio abdomen (Medscape, 2013).Pada penderita ileus obstruktif akan merasakan nyeri yang hebat dibagian perutnya. Gejala lainnya yaitu muntah, obstipasi, distensi usus, dan tidak adanya flatus. Apabila ileus obstruktif tidak segera ditangani maka akan menyebebabkan dehidrasi sampai ke syok hipovolemik hingga strangulasi. Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan umum pasien (Sylvia, 1994).Untuk menegakkan diagnosis ileus obstruktif harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang benar. Namun, untuk mengetahui proses patologik dari ileus obstruktif perlu dilakukan beberapa pemeriksaan radiologis agar diagnostik pasti dapat ditegakkan. Sehingga terapi untuk ileus obstruktif lebih efektif dan efisien.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Usus Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. (Sylvia, 2005)1. Struktur usus halus Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini: a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin., 2009). Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. (Sylvia, 2005) b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah. c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam ileum (Syaifuddin., 2009).2. Struktur usus besar Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil (Sylvia, 2005). Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari (Ethel, 2003).Bagian-bagian usus besar terdiri dari : a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks (Ethel, 2003). Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum (Sylvia, 2005). Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum (Ethel, 2003).b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi: i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik. iii. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus (Syaifuddin, 2009).

Gambar 1.1. Sistem pencernaan manusia

Keterangan gambar : 1. Kelenjar ludah 13.Kantung empedu 2. Parotis 14.Duodenum 3. Submandibularis (bawah rahang)15. Saluran empedu 4. Sublingualis (bawah lidah) 16. Kolon 5. Rongga mulut 17. Kolon transversum 6. Amandel 18. Kolon ascenden 7. Lidah 19. Kolon Descenden 8. Esofagus 20. Ileum 9. Pankreas 21. Sekum10.Lambung 22. Appendiks 11.Saluran pankreas 23. Rektum 12.Hati 24. Anus

B. Fisiologi UsusUsus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas (Sylvia, 2005).Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormone (WHO, 2007). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung (Sylvia, 2005).Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi (Sylvia, 2005).Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas, hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lacteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam (Sabiston, 1992) (Scwarttz, 2000).Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi (Scwarttz, 2000).Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili brush border sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera diabsorpsi ke dalam darah porta (Guyton, A.C., dan Hall, J.E, 2006).Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan klorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif (Scwarttz, 2000).Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Sylvia, 2005).Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10-10/gram dimana bakteri Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna (Scwarttz, 2000).C. Gambaran Normal dari Radiografi Polos AbdomenUdara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar X yang dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan sehingga pada film akan tampak putih. Di antara udara dengan tulang misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar X yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabu-abuan yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X.Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat dijumpai pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan bawah. Dua air fluid level atau lebih dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau caliber merupakan kondisi abnormal dan sealu dihubungkan dengan adanya ileus baik obstruktif maupun paralitik.Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar tergantung banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak bicara, tertawa, merokok dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu misalnya asma atau pneumonia akan terjadi peningkatan jumlah udara dalam lumen usus halus dan usus besar secara dramatic sehingga untuk pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan perut kembung sebaiknya juga difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar kemungkinan penyebab kembungnya berasal dari pneumonia di paru. Beberapa penyebab lain yang mempunyai gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis, pulmonary infarc, myocardial infarc, kebocoran atau diseksi aorta torakalis, payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks.Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua ginjal dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi kontur dari ginjal atau m. psoas dapat menunjukkan keadaan patologis di daerah retroperitoneal. Foto radiografi polos abdomen biasa dikerjakan dalam posisi pasien terlentang (supine). Apabila keadaan pasien memungkinkan akan lebih baik lagi bila ditambah posisi berdiri. Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi supine, tegak dan miring ke kiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda (Sudarmo, 2008).

Gambar 1. Foto Polos Abdomen Normal

D. Definisi Obstruksi Usus Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sylvia, 2005).

Tipe obstruksi usus terdiri dari : 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. 2. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson (Suratun dan Lusianah, 2010). E. Klasifikasi Ileus Obstruktif1. Menurut sifat sumbatannya a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus. 2. Menurut letak sumbatannya a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar 3. Menurut etiologinya a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal. b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chrons disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi. c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

F. Patofisiologi Ileus Obstruktif Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Sylvia, 2005).Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1992).Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis (Sabiston, 1992).Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian (Sabiston, 1992).Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena (Sabiston, 1992). Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama (Sabiston, 1992).

Bagan 1. Patofisiologi Ileus Obstruktif (Sylvia, 2005)

G. Manifestasi Klinis1. Obstruksi sederhanaObstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.2. Obstruksi disertai proses strangulasiGejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

H. Faktor Risiko Ileus ObstruktifObstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien (Tabel 1). Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus , dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi pada kanalis inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.

Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok UmurKelompok umur Penyakit

Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung

Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan kongenital, penyakit Hirschsprung

Dewasa Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi inguinalis, femoralis dan umblikalis, dan penyakit Hirschsprung

Orang tua Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia strangulasi, fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus

I. Penegakan DiagnosisPada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada invaginasi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.

Palpasi Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

Perkusi Hipertimpani.

Tabel Pemeriksaan Fisik

Auskultasi Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

Rectal Toucher Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease Darah (+) : strangulasi, neoplasma Feses mengeras : skibala Feses (-) : obstruksi usus letak tinggi Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

J. Pemeriksaan PenunjangNilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi. Pada urinalisa, berat jenis dapat meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat , jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).Pemeriksaan Radiologis1. Foto Polos AbdomenIleus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu pemeriksaan abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu persiapan. Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi, yaitu : Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan proyeksi antero-posterior (AP) Duduk atau setengah duduk atau berdiri (erect), bila memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP Tiduran miring ke kiri ( left lateral decubitus ), dengan arah horizontal, proyeksi AP.Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu dipersiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x 45cm.Hal hal yang dapat dinilai pada foto foto di atas ialah:1. Posisi terlentang (supine)Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.

Gambar 2. Distensi usus proksimal dari obstruksi

Gambar 3. Herring bone appearance

2. Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak ( Erect)Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance.

Gambar 4. Air fluid level / step-ledder appearance

3. Posisi tiduran miring ke kiri ( left lateral dekubitus)Gambaran radiologis digunakan untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran usus dan hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan radiologi hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada obstruksi ileus yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya pada masa pra-bedah. Ileus obstruktif letak tinggi

Gambar 5. Ileus obstruktif letak tinggiPada foto abdomen 3 posisi ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi. Ileus obstruktif letak rendah

Gambar 6. Ileus obstruktif letak rendahPada ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.Gambaran khas lainnya pada foto polos abdomen:

Gambar 7. Coffee bean shapeGambar 8. String of pearls sign

Coffee bean shape merupakan gambaran khas volvulus dari usus (sigmoid) dan juga merupakan keadaan gawat bedah karena menyebabkan nekrosis usus dan perforasi (Sudarmo, 2008).2. Barium EnemaBarium enema adalah sebuah pemeriksaan radiologi dengan menggunakan kontras positif. Kontras positif yang biasanya digunakan dalam pemeriksaan radiologi alat cerna adalah barium sulfat (BaSO4). Bahan ini adalah suatu garam berwarna putih, berat dan tidak mudah larut dalam air. Garam tersebut diaduk dengan air dalam perbandingan tertentu sehingga menjadi suspensi. Suspensi tersebut diminum oleh pasien pada pemeriksaan esophagus, lambung dan usus halus atau dimasukkan lewat kliasma pada pemeriksaan kolon (lazim disebut enema). Sinar rontgen tidak dapat menembus barium sulfat tersebut, sehingga menimbulkan bayangan dalam foto rontgen. Setelah pasien meminum suspensi barium dan air, dengan fluroskopi diikuti kontrasnya sampai masuk ke dalam lambung, kemudian dibuat foto foto dalam posisi yang di perlukan. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.

Gambar 9. Barium enema pada ileus obstruktif

3. CT-Scan AbdomenCT (Computed Tomograhy) merupakan metode body imaging dimana sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan mengatur jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan, diperbesar maupun di cetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CTScan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

Gambar 10. CT Scan ileus obstruktif

K. PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit (WHO, 2008) (WHO, 2007).1. PersiapanPipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (WHO, 2008) (WHO, 2007).2. OperasiOperasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila : -Strangulasi -Obstruksi lengkap -Hernia inkarserata -Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (WHO, 2008) (WHO, 2007).3. Pasca BedahPengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (WHO, 2008) (WHO, 2007).

L. PrognosisMortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempatdan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.

BAB IIISIMPULAN

1. Ileus obstruktif adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal akarena adanya sumbatan mekanis.2. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standard dalam ileus obstruktif adalah foto polos abdomen 3 posisi.3. Temuan khas pada obstruksi usus di antaranya adalah: Distensi usus pada proksimal bagian yang mengalami obstruksi Gambaran herring bone appearance Gambaran air fluid levels (batas air-udara) atau step ladder String of pearls sign (gambaran untaian kantong gas kecil berturut-turut)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, P., 2007. Intestinal Obstruction. Http://www.merek.com/m.mpe/sec02/choll/chollh.hyml.

Dinkes Sumatera Utara. 2007. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2006. Medan.Ethel, S. 2003. Anatomi dan Fisiogi Manusia untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Goodman, GA., Foster, FL(Ed)., Global Disease Elimination and Eradication as Public Health Strategis. Bulletin of WHO, Suplemen No 2. Volume 76. 1998 Genewa. WHO

Guyton, A. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Jacob, A, H. 2010. Intestinal Obstruction. http// www.edu/ency/article/000260pirv.htm (Diakses pada 7 November 2014)

Kemenkes RI. 2012. Penyakit tidak menular. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_pdf&pid=S1806-83242007000200015&lng=en&nrm=iso&tlng=en (Diakses pada 10 November 2014)

Markogiannakis, dkk., Acute Mechanical Bowel Obstruction: clinical presentation, Etiology, Management and Outcome. World Journal of Gastroenterology. http://www.wjgnet.com.

Depkes R.I., 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta

Medscape. 2013. Ileus. http:// http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0199 (Diakses pada 7 November 2014)Mukherjee. S., 2008. Ileus. Http//www.emedicine.com/med/topic 154.htm.

Pierce, A., dan Neil, R. 2006. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Sabiston. 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Scwarttz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Sudarmo, Pulunggono dan Ade Indrawan Irdam. Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008; 58:12.

Suratun. dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Penerbit CV. Trans Info Medan: Jakarta.

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.

Sylvia, A., dan Wilson, L. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

WHO., 2002. WHO Global Infobase Countryn Comparison. http://who.int/datawhoglobainfobasecountrycomparison.htm (Diakses pada 7 November 2014)

WHO. 2007. Country Health Information Profiles. http:// www.int/WHO/en (Diakses pada 7 November 2014)

WHO. 2007. Report On Current Situation in Mortality Statistic in Nepal 2007. http://www.searo.who.int/linkfiles2007_mortalitystatistic_nepair.en (Diakses pada 7 November 2014)

WHO. 2008. Global Burden of Disease in 2002 WHO Global Infobase. http://www.wpro.who.int (Diakses pada 7 November 2014)33