Nadya Nur P_260110150028_Koefisien Partisi

download Nadya Nur P_260110150028_Koefisien Partisi

of 10

description

w

Transcript of Nadya Nur P_260110150028_Koefisien Partisi

  • LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

    SEMESTER GANJIL 2015 2016

    PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI MINYAK/ AIR

    ASAM SALISILAT

    Hari / Jam Praktikum : Selasa / Pukul 13.00 16.00 WIB

    Tanggal Praktikum : 15 September 2015

    Kelompok : VII

    Asisten : 1. Sheila Pratiwi

    2. Theresia Ratnadewi

    Nadya Nur Puspa Permatasari

    260110150028

    LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2015

    PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI MINYAK/AIR ASAM SALISILAT

    I. Tujuan

    Menentukan koefisien asam salisilat dengan metode pengocokan.

    II. Prinsip

    1. Koefisien Partisi

  • Koefisien partisi (partition coefficient) atau koefisien distribusi adalah

    perbandingan antara fraksi berat salute dalam fase ekstrak, (Xc)g

    dibagi dengan fraksi berat salute dalam fase rafinat, (Xc)R pada

    keadaan kesetimbangan

    K =()

    ()

    Atau dapat juga dinyatakan dalam fraksi mol

    K =

    dengan xo = fraksi mol salute dalam fase rafinat

    yo = fraksi mol salute dalam fase ekstrak (Kasmiyatun dan Jos,

    2008)

    2. Titrasi Asam Basa

    Titrasi asam basa merupakan pencampuran antara larutan asam dan

    basa. Titrasi dilakukan untuk mengetahui kadar suatu larutan asam

    dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya dan

    sebaliknya (Purba dan Sunardi, 2012).

    III. Reaksi

    1. Pembakuan NaOH

    H2C2O11 + 2 NaOH Na2C2O4

    2. NaOH dengan Asam Salisilat

    C7H6O3 + NaOH Na-salisilat + H2O

    IV. Teori Dasar

    Asam salisilat merupakan senyawa yang kurang baik pada kesehatan

    dan termasuk urutan ketujuh penyebab kematian. Menurut hasil statistik

    Mortalitas di Inggris tahun 1992, hal ini diakibatkan karena kelebihan dosis

    atau keracunan (Darsono, 2002).

    Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih

    dari 101,0 % C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam

    salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena mudah larut dalam etanol

    dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform

    (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

  • Asam salisilat mempunyai dua radikal gugus fungsi dalam struktur

    kimianya yaitu radikal hidroksi fenolik dan radikal hidroksi karboksil yang

    terikat langsung pada inti benzena (Soemardjo, 2006).

    Asam salisilat dapat berbahaya bagi lingkungan dan manusia karena

    merupakan turunan dari fenol yang berasal dari buangan industri. Senyawa

    ini dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, penurunan tekanan darah,

    pelemahan detak jantung, bahkan kematian bagi manusia pada konsentrasi

    tertentu. Maka dari itu diperlukan cara untuk memisahkan asam salisilat dari

    limbah (R. Slamet, dkk, 2005).

    Harga koefisien partisi suatu senyawa obat didefinisikan sebagai kadar

    keseimbangan monomerik senyawa dalam fase non polar dibagi dengan

    kadar dalam fase polar (Grant dan Richards, 1995).

    Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam

    pelarut sistem dua fase yaitu pelarut organik dan air. Organisme terdiri dari

    fase lemak dan air (Ansel, 1989).

    Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau

    hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan

    interaksi dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan

    baik dengan koefisien partisi oktanol/ air dari obat (Martin, 1990).

    Lipofilisitas molekul diukur dari nilai log P dengan P dinyatakan

    sebagai koefisien partisi kelarutan dalam lemak/ air yang mempunyai

    rentang nilai -0,4 sampai 5 dan optimal pada nilai log P -3 (Husniati, dkk,

    2008).

    Semakin molekul larut dalam lemak, maka koefisien partisinya

    semakin besar dan difusi membran lebih mudah. Bila koefisien partisi

    sangat rendah ataupun sangat tinggi, hal ini menjadi hambatan pada proses

    difusi zat aktif karena dalam organisme terdiri dari fase lemak dan air

    (Ansel, 1989).

    V. Alat dan Bahan

    5.1 Alat

    1. Batang pengaduk

  • 2. Beaker glass

    3. Buret

    4. Corong pemisah

    5. Gelas ukur

    6. Labu erlenmeyer

    7. Labu ukur

    8. Perkamen

    9. Pipet

    10.Spatula

    11.Statif

    12.Timbangan

    5.2 Bahan

    1. Air (H2O)

    2. Asam salisilat

    3. Etil eter

    4. Indikator fenolftalein

    5. Natrium hidroksida

    VI. Prosedur

    6.1 Membuat Pereaksi NaOH dan Asam Salisilat

    Percobaan ini dilakukan dengan cara NaOH sebanyak 0,6 gram

    dilarutkan ke dalam akuades 150 mL yang telah dipanaskan, lalu

    diaduk. Setelah itu untuk asam salisilat, sebanyak 1.5 gram asam

    salisilat dilarutkan ke dalam 150 mL dan diaduk.

    6.2 Melakukan Pembakuan NaOH

    Pembakuan NaOH dilakukan dengan titrasi asam oksalat 0,1 N 10 mL

    + 3 tetes fenolftalein + NaOH. Percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali.

    6.3 Titrasi Asam Salisilat + Air

    Percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi asam salisilat 15 mL + 20

    mL akuades + 3 tetes fenolftalein + NaOH.

    6.4 Titrasi Asam Salisilat + Dietil eter +Air

  • Percobaan ini dilakukan dengan cara 15 mL asam salisilat dicampurkan

    dengan 10 mL dietil eter di dalam corong pemisah. Lalu dikocok.

    Setelah itu air yang terpisah di corong pemisah tersebut dititrasi dengan

    20 mL + 3 tetes fenolftalein + NaOH.

    VII. Data Pengamatan dan Perhitungan

    No Prosedur Hasil

    1. Membuat Pereaksi NaOH dan

    Asam Salisilat

    - NaOH larut seluruhnya

    dalam air dan larutan

    berwarna bening

    - Asam salisilat tidak larut

    seluruhnya dalam air dan

    larutan menjadi keruh

    2. Melakukan Pembakuan NaOH Ketika pembakuan NaOH,

    larutan berubah warna

    menjadi merah muda.

    V1 NaOH = 15,9 mL

    V2 NaOH = 17,1 mL

    V = 16,5 mL

    V1 . N1 = V2 . N2

    10 . 0,1 = 16,5 . N2

    N2 = 0,06 N

    3. Titrasi Asam Salisilat +

    Akuades

    Setelah dilakukan titrasi

    dengan menggunakan NaOH,

    larutan berubah warna

    menjadi merah muda.

    V1 NaOH = 6,6 mL

    V2 NaOH = 7,5 mL

    V = 7,05 mL

    V1 . N1 = V2 . N2

    7,05. 0,06 = 35. N2

  • N2 = 0,012 N

    4. Asam Salisilat + Dietil eter +

    Akuades

    Setalah dilakukan titrasi,

    larutan berubah warna

    menjadi merah muda.

    V1 . N1 = V2 . N2

    1,2 . 0,06 = 45. N2

    N2 = 0,0016 N

    Konsentrasi dietil eter

    = 0,012 0,0016

    = 0,0104

    .

    Koefisien partisi asam salisilat = Corganik = 0,0104 = 6,5

    Canorganik 0,0016

    VIII. Pembahasan

    Pada pembuatan pereaksi NaOH, NaOH larut seluruhnya dalam air.

    Ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa NaOH sangat mudah larut

    dalam air dan etanol (95%) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

    1979). Sedangkan pada pembuatan pereaksi asam salisilat, asam salilsilat

    tidak seluruhnya dapat larut dalam air. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

    asam salisilat larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol, mudah

    larut dalam kloroform dan dalam eter, larut dalam amonium asetat,

    dinatrium hidrogenfosfat, kalium sitrat, dan natrium sitrat (Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

    Sebelum melakukan titrasi asam salisilat, kami melakukan pembakuan

    NaOH terlebih dahulu, karena NaOH merupakan baku sekunder.

    Pembakuan NaOH dilakukan dengan menggunakan asam oksalat yang

    merupakan baku primer, juga dengan larutan NaOH standar. Ketika

    dilakukan titrasi dengan NaOH, larutan ini berubah menjadi warna merah

    muda. Hal ini terjadi karena ditambahkan juga dengan 3 tetes fenolftalein

  • yang merupakan indikator. Untuk menghitung konsentrasi NaOH,

    digunakan rumus titrasi V1 . N1 = V2 . N2 . Dengan V1 adalah volume asam

    oksalat, N1 adalah konsentrasi asam oksalat, V2 adalah volume rata-rata

    NaOH yang didapat dari 2 kali percobaan. Maka didapatkan konsentrasi

    NaOH ini sebesar 0.06 N.

    Percobaan tahap selanjutnya yaitu percobaan untuk menentukan

    koefisien partisi asam salisilat. Pada tahap ini dilakukan dua percobaan yaitu

    titrasi asam salisilat + akuades dan asam salisilat + dietil eter + akuades.

    Pada kedua percobaan tersebut, setelah dititrasi dengan NaOH larutan

    berubah warna menjadi warna merah muda. Hal ini dikarenakan ditambah

    juga dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Koefisien partisi adalah

    perbandingan antara fraksi berat salute dalam fase ekstrak, (Xc)g atau fase

    organik dibagi dengan fraksi berat salute dalam fase rafinat, (Xc)R atau fase

    anorganik pada keadaan kesetimbangan (Kasmiyatun dan Jos, 2008). Untuk

    menghitung koefisien partisi asam salisilat, maka harus dilakukan

    perhitungan mencari konsentrasi asam salisilat terlebih dahulu pada

    percobaan titrasi asam salisilat + akuades dan percobaan titrasi asam

    salisilat + dietil eter + akuades. Dengan menggunakan rumus yang sama

    yaitu V1 . N1 = V2 . N2 . Konsentrasi asam salisilat + akuades yang didapat

    saat percobaan adalah 0,012 N. Dan konsentrasi asam salisilat + dietil eter

    + akuades adalah 0,0016 N. Setelah didapat hasil dari keduanya, maka

    dihitung selisihnya. Selisih itu merupakan konsentrasi pada fase organik.

    Maka setelah dihitung Corganiknya adalah 0,0104. Sedangkan untuk fase

    anorganik yaitu konsentrasi yang didapat pada percobaan titrasi asam

    salisilat + dietil eter + akuades. Setelah dihitung Canorganiknya adalah

    0,0016. Sehingga

    Koefisien partisi asam salisilat = Corganik = 0,0104 = 6,5

    Canorganik 0,0016

    Dalam percobaan yang dilakukan setiap kelompok untuk menentukan

    koefisien partisi asam salisilat ini bisa saja besarnya berbeda-beda. Hal ini

  • bisa saja terjadi dikarenakan keadaan atau kondisi alat, kurang tepatnya

    takaran bahan yang digunakan, ataupun bagaimana setiap kelompok

    melakukan percobaan tersebut.

    IX. Kesimpulan

    1. Koefisien partisi asam salisilat pada percobaan ini adalah 6,5. Koefisien

    partisi merupakan suatu perbandingan antara suatu zat yang teratur di

    dalam air atau anorganik. Dalam hal pengolahan obat, koefisien partisi

    berfungsi sebagai pengukur suatu obat terserap oleh tubuh dengan baik

    atau tidak.

    Koefisien partisi = [organik]

    [anorganik]

    Daftar Pustaka

    Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.

    Darsono, L. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol.

    J.Kedokteran Maranatha (2) 30-37.

  • Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.

    Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia.

    Gandjar, I.G dan Abdul R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka

    Pelajar.

    Husniati, dkk. 2008. Studi Bioaktivitas dari Pengaruh Lipofilisitas Senyawa anti

    Kanker Analog UK-3A secara In-Vitro dan In-Silico. Teknologi Indonesia,

    vol (I), no.31 hal 57.

    Kasmiyatun, Mega dan Jos Bakti. 2008. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat:

    Pengaruh Trioctylamine sebagai Extracting Power dalam Berbagai Solvern

    Campuran terhadap Koefisien Distribusi. J.Kimia, Vol.2 No.2 hal 108.

    Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu

    Farmasetik. Jakarta : Penerbit UI Press.

    Purba, Michael dan Sunardi. 2012. Kimia. Jakarta : Penerbit Erlangga.

    Slamet, dkk. 2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol) dan Logam Berat (Cr6+

    atau Pt+) Secara Simultan dengan Fotokatalis TiO2, dan Cds-TiO2.

    J.Teknologi 9 (2) 66 71.

    Soemardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

    Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Penerbit

    Buku Kedokteran EGC.

    Lampiran

  • Buret Gelas kimia Gelas ukur

    Labu erlenmeyer Labu ukur Pipet

    Spatula Statif Timbangan