MITRAL STENOSIS

52
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7 per 1000 penderita per tahun. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis, serta tidak spesifiknya tanda-tanda pada tahap awal penyakit. Perkembangan diagnosis terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini, serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki gejala klinis dan kualitas hidup akan memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kualitas hidup. Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Salah satu dari penyebabnya adalah penyakit jantung rematik.Pada beberapa negara, masih terdapat peningkatan dari insidensi kasus ini. Sekitar 10-35 % dari penderita penyakit jantung adalah penderita demam rematik dan penyakit jantung rematik dan diestimasi bahwa sekitar 15,6 juta anak-anak dan dewasa menderita penyakit ini dan kurang lebih 233.000 pasien meninggal disebabkan oleh penyakit ini. 1.2. Tujuan 1

Transcript of MITRAL STENOSIS

Page 1: MITRAL STENOSIS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab

peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Insiden gagal jantung dalam setahun

diperkirakan 2,3-3,7 per 1000 penderita per tahun. Gagal jantung susah dikenali secara klinis,

karena beragamnya keadaan klinis, serta tidak spesifiknya tanda-tanda pada tahap awal

penyakit. Perkembangan diagnosis terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara

dini, serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki gejala klinis dan kualitas hidup akan

memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Salah satu dari penyebabnya

adalah penyakit jantung rematik.Pada beberapa negara, masih terdapat peningkatan dari

insidensi kasus ini. Sekitar 10-35 % dari penderita penyakit jantung adalah penderita demam

rematik dan penyakit jantung rematik dan diestimasi bahwa sekitar 15,6 juta anak-anak dan

dewasa menderita penyakit ini dan kurang lebih 233.000 pasien meninggal disebabkan oleh

penyakit ini.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami mengenai gagal jantung dan

penyakit jantung rematik. Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan mengenai pathogenesis, patofisiologi, kriteria diagnosis, dan pemeriksaan yang

akan membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis gagal jantung dan penyakit jantung

rematik sehingga penatalaksanaannya akan lebih tepat dan terarah.

1

Page 2: MITRAL STENOSIS

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Jantung2.1.1. Definisi

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu untuk memompa darah

dalam jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Atau dalam arti lain, gagal jantung

adalah keadaan dimana jantung tidak lagi memompa darah ke jaringan untuk memenuhi

kebutuhan metabolism tubuh karena terdapatnya kelainan structural atau fungsional pada

jantung sehingga ejeksi ke seluruh jaringan terganggu. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

gangguan fungsi diastolic, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload.

2.1.2. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari semua jenis penyakit jantung

congenital maupun didapat. Di Negara maju, penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan

penyebab terbanyak, sedangkan di Negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Mekanisme fisiologis

yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan yang meningkatkan preload, afterload,

atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal

meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada keadaan

dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas niokardium dapat menurun

pada infark iokardium dan kardiomiopati.

2.1.3. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA):

1. NYHA kelas I : Tidak terdapat pembatasan pada aktivitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari

tidak menimbulkan gejala-gejala seperti mudah lelah, palpitasi, dan dyspnoe.

2

Page 3: MITRAL STENOSIS

2. NYHA kelas II : Terdapat sedikit pembatasan pada aktivitas fisik sehari-hari. Penderita tidak

mengalami keluhan apabila istirahat. Aktivitas fisik sehari-hari dapat mengakibatkan terjadinya

dyspnoe, angina, mudah lelah dan palpitasi.

3. NYHA kelas III : Terdapat pembatasan pada aktivitas fisik ringan yang jelas. Penderita tidak

mengalami keluhan apabila istirahat. Aktivitas fisik yang ringan dapat menimbulkan sesak

nafas, mudah lelah, angina, dan palpitasi.

4. NYHA kelas IV : Penderita mengalami keluhan sesak nafas, angina, dan palpitasi. Keluhan

dialami pasien saat pasien istirahat.

Klasifikasi stadium gangguan structural pada jantung berdasarkan American College of

Cardiology (ACC) dan The American Heart Association (AHA) :

1.Tahap A

Mempunyai resiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan

struktur abnormal dari jantung.

2.Tahap B

Adanya struktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak dijumpai gejala.

3.Tahap C

Adanya struktur yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.

4.Tahap D

Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar.

Klasifikasi gagal Jantung secara umum :

a) Gagal jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat

fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung

sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolic, keadaan

irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan preload atau afterload. Gagal jantung

3

Page 4: MITRAL STENOSIS

akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi

akut dari gagal jantung kronis. Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik

dari gejala klinis dan foto thorax ( Killip), klinis dan karateristik hemodinamik (Forrester) atau

berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru.

b) Gagal jantung Kronik

Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai

keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat maupun beraktivitas,

edema, dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

2.1.4. Patofisiologi

Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan dan dibandingkan

dengan keadaan normal, stroke volume berkurang dan timbullah gejala penurunan dari cardiac

output (CO) yang menyebabkan volume akhir sistolik meningkat. Akibat dari peningkatan

volume akhir sistolik, darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang sedang payah,

volume ruangan jantung pada diastole meningkat lebih besar dibandingkan pada jantung

normal. Ini mengakibatkan tekanan dan volume akhir diastolik lebih tinggi dari normal.

Pada gagal jantung kiri juga terjadi kenaikan tekanan distolik diteruskan secara

retrograde ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik

kapiler paru melebihi 20 mmHg bisa menyebabkan ekstravasasi cairan ke intertisium paru, dan

menyebabkan keluhan kongesti paru. Bila ventrikel kanan gagal, kenaikan tekanan diastolik

diteruskan ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan tanda gagal

jantung kanan.

Kira-kira 40% dari penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas ventrikel

yang normal. Banyak dari penderita ini menunjukkan kelainan fungsi diastolik, berupa

gangguan diastolik dini, peningkatan kekakuan dinding ventrikel atau kedua-duanya.

Iskemia miokard akut adalah contoh suatu keadaan yang menghambat sementara

hantaran energi dan dapat menghambat relaksasi diastolik. Penderita dengan disfungsi diastolik

sering memperlihatkan tanda bendungan akibat peningkatan tekanan diastolik yang diteruskan

ke vena pulmonalis dan sistemik. Pada penderita ini dengan fungsi sistolik yang normal, gejala

penurunan cardiac output lebih jarang. Namun pada kebanyakan penderita gagal gantung sering

ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

4

Page 5: MITRAL STENOSIS

Pengurangan cardiac output menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi

neurohormonal, system rennin – angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar

vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung

sehingga aktivasi jantung dapat terjaga. Stimulasi system RAA menyebabkan peningkatan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang

pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan terensi natrium dan air serta meningkatkan

sekresi kalium. Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan beban cardiac output melalui

mekanisme Frank Starling.

Selain itu, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat

volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan dan dapat meningkatkan cardiac

output. Meskipun mekanisme kompensasi neurohormonal pada awalnya bermanfaat,

peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke jantung dapat memperburuk bendungan

pada vaskuler paru sehingga memperberat keluhan kongesti paru. Peninggian tahanan arteriol

meningkatkan beban akhir dimana jantung yang sudah payah harus berkontraksi sehingga

akhirnya stroke valume dan cardiac output menjadi lebih menurun.

2.1.5. Gejala dan Tanda Klinis

Pada gagal jantung kiri dapat ditemukan :

Gejala klinis :

Dyspnoe

Orthopnoe

Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND)

Fatigue

Tanda klinis :

Diaforesis

Takikardi

Takipnoe

Ronki paru

5

Page 6: MITRAL STENOSIS

P2 mengeras

S3 gallop

Pada gagal jantung kanan dapat ditemukan :

Tekanan vena jugular meningkat

Hepatomegali

Edema perifer

2.1.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan dengan menggunakan criteria Framingham.

Kriteria ini membutuhkan sekurang-kurangnya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2

kriteria minor. Kriteria Framingham adalah seperti berikut :

Kriteria Mayor :

Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND)

Ronchi basah pada paru

S3 Gallop

Kardiomegali

Peningkatan tekanan vena jugularis

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari dalam respon terapi

Distensi vena leher

Edema paru akut

Hepatojugular refluks

Kriteria Minor :

Edema ekstremitas

Batuk atau sesak nafas pada malam hari

Sesak nafas pada saat beraktivitas (DOE)

Hepatomegali

Asites

Efusi Pleura

Takikardia ( >120x/menit)

6

Page 7: MITRAL STENOSIS

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung

adalah antara lain dengan foto thoraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, pemeriksaan

darah, angiografi, dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan foto thoraks dapat ditemukan adanya

pembesaran sillouett jantung (cardiothoraxic ratio > 50 %), gambaran kongesti vena pulmonalis

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal > 20 mmHg, dapat timbul

gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut costophrenicus. Bila

tekanan > 25 mmHg, didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan

adanya edema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila

unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

Pada EKG 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita gagal

jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10 % kasus. Gambaran yang sering

didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle

branch block, dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto thoraks menunjukkan

gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dyspnoe pada pasien

sangat kecil kemungkinannya.

EKG merupakan pemeriksaan non invasive yang sangat berguna pada gagal jantung.

Ekg dapat menunjukkan gambaran objektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita

yang perlu dilakukan EKG adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas

yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta

penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tidak

terkontrol atau aritmia). EKG dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolic,

mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli.

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyeingkirkan anemia sebagai penyebab

susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyekit dasar, serta komplikasi. Pemeriksaan

serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga

mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah

pemberian ACE-inhibitor, dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi

proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan

obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan

fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung

7

Page 8: MITRAL STENOSIS

kongestif, tes fungsi hati (bilirubin,AST,LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.

Pemeriksaan profil lipid, albumin serum, fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.

Pemeriksaan penanda BNP (B tipe natriuretik peptide) sebagai penanda biologis gagal

jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma NT pro-BNP adalah 300 pg/ml.

Pemeriksaan radionuklir atau multigated ventrikulografi dapat mngetahu ejection faction , laju

pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.

Troponin-I atau T harus diambil pada pasien yang diduga gagal jantung ketika klinis

menunjukkan sebuah sindrom koroner akut (ACS). Sebuah peningkatan troponin jantung

menunjukkan nekrosis miosit dan potensi revaskularisasi harus dipertimbangkan dan sesuai

diagnosis. Peningkatan troponin juga terjadi di miokarditis akut. Peningkatan troponin jantung

ringan sering terlihat pada gagal jantung parah atau selama episode gagal jantung dekompensasi

pada pasien tanpa bukti miokard skemia akibat ACS dan dalam situasi seperti sepsis.

Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi

ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segemental serta

mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui takanan

sebelah kanan (atrium kanan, vebtrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery

capillary wedge pressure.

2.1.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan non-farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan

menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat

dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pngaturan nutrisi dan penurunan berat badan

pada penderita dengan obesitas. Pembatasan asupan garam, konsumsi alcohol, serta pembatasan

asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif

berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif

terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap

sensitivitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelangsungan hidup belum dapat

dibuktikan.

Farmakologis

ACE inhibitor

8

Page 9: MITRAL STENOSIS

Indikasi :

LVEF ≤ 40 %, tidak berpengaruh pada gejala

Kontraindikasi :

Riwayat angioedema

Stenosis bilateral arteri ginjal

Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/l

Serum kreatini > 220 µmol

Stenosis aorta berat

β Blocker

Indikasi :

LVEF ≤ 40 %

Gejala ringan sampai berat (NYHA fungsional kelas II-IV), pasien dengan disfungsi LV

sistolik tanpa gejala setelah MI juga memiliku inidikasi untuk β blocker.

Untuk meningkatkan dosis optimal suatu ACE-I atau ARB (dan aldosteron antagonis

juga diindikasikan)

Pasien garus secara klinis stabil (misalnya tidak ada perubahan terbaru dalam dosis

diuretic).

Kontraindikasi :

Penyakit Asma Second or third degree heart block, sindrom sinus sakit, sinus bradikardia.

Antagonis Aldosteron

Indikasi :

LVEF ≤ 35%

Gejala sedang sampai parah (fungsional NYHA kelas III-IV)

Dosis optimal β-Blocker dan ACE-I atau ARB

Kontraindikasi :

Serum kalium > 5.0 mmol/L

Serum keratin > 0,220 µmol/L

9

Page 10: MITRAL STENOSIS

Bersamaan dengan suplemen kalium atau diuretik hemat kalium

Angiotensin Reseptor Blocker

Indikasi :

LVEF ≤ 40%

Sebagai alternative pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (fungsional NYHA

kelas II-IV) tidak toleran ACE-I

Atau pada pasien dengan gejala persisten (NYHA kelas fungsional II-IV) meskipun

perawatan dengan ACE-I dan β-Blocker.

ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan gejala hipotensi

dengan kejadian yang mirip dengan ACE-I. Mereka tidak menyebabkan batuk.

Kontraindikasi :

Seperti ACE-I, dengan pengecualian angiodema

Pasien yang diobati dengan ACE-I dan antagonis aldosteron

Sebuah ARB hanya boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal dan konsentrasi

kalium serum normal, serial pemantauan elektrolit serum dan fungsi ginjal adalah wajib,

terutama jika suatu ARB digunakan bersama dengan ACE-I.

Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate

Indikasi :

Alternatif ke ACE-I /ARB ketika kedua yang disebut terakhir tidak ditoleransi.

Seperti add-on terapi ke ACE-I jika antagonis ARB atau aldosteron tidak ditoleransi.

Bukti yang kuat pada pasien keturunan Afrika-Amerika.

Kontraindikasi :

Gejala hipotensi

Sindrom Lupus.

Gagal ginjal (pengurangan dosis mungkin diperlukan)

Digoxin

10

Page 11: MITRAL STENOSIS

Digoxin biasanya tidak diperlukan pada pasien stabil dengan ritme sinus. Sebuah

perawatan harian dosis tunggal 0,25 mg umumnya digunakan pada orang dewasa dengan fungsi

ginjal normal. Pada orang tua dan pada mereka dengan kerusakan ginjal, mengurangi dosis

0,125 atau 0,0625 mg harus dilakukan. Konsentrasi digoksin harus diperiksa awal selama terapi

pada orang-orang dengan fungsi ginjal normal. Tidak ada bukti bahwa konsentrasi digoksin

regular memberikan hasil yang lebih baik. Konsentrasi serum harus berada di antara 0,6 dan 1,2

mg / ml, lebih rendah dari yang direkomendasikan sebelumnya. Obat tertentu dapat

meningkatan kadar digoksin.

Diuretik

Diuretik digunakan untuk mengeliminasi natrium dan air melalui ginjal dan menurunkan

volume intravascular dan venous return pada jantung. Dengan itu, preload dari ventrikel kiri

akan berkurang. Jenis-jenis diuretik yang sering digunakan bagi pasien gagal jantung adalah

yang bekerja di lengkung Henle ginjal contohnya furosemide. Diuretik jenis Thiazide contohnya

hydrochlorothiazide juga dapat digunakan namun kurang efektif.

Efek samping dari diuretik yang digunakan adalah penurunan dari cardiac output yang

berkepanjangan dan gangguan elektrolit tubuh (paling sering hipokalemia dan

hipomagnesemia).

Terapi sinkronisasi jantung (CRT)

CRT dianjurkan untuk mengurangi morbiditas dan kematian di pasien kelas III-IV

NYHA yang gejala tetap meskipun terapi medis yang optimal, dan yang memiliki EF berkurang

(LVEF ≤ 35%) dan perpanjangan QRS (QRS lebar ≥ 120 ms).

Transplantasi jantung

Transplantasi jantung adalah pengobatan yang diterima untuk gagal jantung stadium

akhir. Meskipun percobaan terkontrol belum pernah dilakukan, ada consensus bahwa

transplantasi, asalkan criteria seleksi yang tepat diterapkan, secara signifikan meningkatkan

kelangsungan hidup, kapasitas latihan, kembali bekerja, dan kualitas hidup dibandingkan

dengan pengobatan konvensional. Pasien dengan gejala gagal jantung berat, prognosis yang

buruk dan tanpa bentuk alternative pengobatan harus dipertimbangkan untuk transplantasi

11

Page 12: MITRAL STENOSIS

jantung. Transplantasi jantung harus dipertimbangkan dalam pasien dengan gagal jantung tahap

akhir, gejala-gejala berat, co morbiditas yang serius, dan tidak ada pemilihan pengobatan

alternative.

2.1.8. Prognosis

Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat menyebabkan

meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung. Prognosis individu pasien

dengan gagal jantung seringkali sulit diprediksi.

2.2. Penyakit Jantung Reumatik

2.2.1. Definisi

Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen

dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Penyakit jantung reumatik

(PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik (DR). Katup-katup

jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi

tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:

Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39 % pasien

dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup,

gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik,

pada pasien bisa terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda-beda, dilatasi

atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel.

2.2.2 Patogenesis

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan terjadinya DR

telah lama diketahui. Demam reumatik merupakan respons auto immune terhadap infeksi

Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat

penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan

lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saatini tidak diketahui,

tetapi peran antigen histokompatibility mayor, antigenjaringan spesifik potensial dan antibody

yang berkembang segera setelahinfeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko yang

potensialdalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranandalam

12

Page 13: MITRAL STENOSIS

patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptokkokus grupA mempunyai potensi

rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni

mukoid yang kaya dengan Mprotein.M-protein adalah salah satu determinan virulensi

bakteri,strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helicalcoiled coil,

seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriksprotein ekstraseluler yang

disekresikan oleh sel endothelial katup jantungdan bagian integral dari struktur katup jantung.

Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan

dengan terjadinya DR. Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh

bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules

dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus banyak

penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari fragmen M protein dan

juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR. Terdapat bukti kuat bahwa

respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR

dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi

faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang

mengontrol low level respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II human

leukocyte antigen, HLA. Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri

dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi

dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian yang

penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-

binding proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang

berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam

distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi

streptokokkus untuk terjadi DR.

13

Page 14: MITRAL STENOSIS

2.2.3 Manifestasi Klinis

DR/ PJR merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu

penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gajala itu adalah:

1. Artritis

Artritis adalah gejala major yang paling sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang

dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki,

paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri meningkat 12-24

jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan hilang secara perlahan-lahan.

Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minngu sehingga terlihat sembuh

sempurna. Proses migrasi sendi ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi jari tangan

dan kaki juga dapat dikenai.

2. Karditis

Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi 40-50%, atau

berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis itu

asimptomatis dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengenai

endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral yang

terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Adanya regurgitasi mitral

14

Page 15: MITRAL STENOSIS

ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai

bising mid-diastolik. Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan anatomi

jantung sedangkan dengan Doopler dapat menentukan fungsi dari jantung.

3. Chorea

Chorea ini didapatkan 10% dari DR yang dapat merupakan manifestasi klinis atau

bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan

atau lebih. Penderita dengan chorea ini datang dengan

gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi labil.

Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres.

Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-

tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar.

4. Eritema Marginatum

Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR. Merupakan ruam yang

khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya

tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Keadaan ini paling sering ditemukan pada

batang tubuh dan tungkai yang jauh dari badan, tidak melibatkan muka. Ruam makin tampak

jelas bila ditutup dengan handuk basah hangat atau mandi air hangat, sementara pada penderita

berkulit hitam sukar ditemukan.

5. Nodul Subkutan

Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Nodulus ini

biasanya terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutamaruas jari, lutut, dan persendian kaki.

Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis.

15

Page 16: MITRAL STENOSIS

2.2.4 Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosa pada tahun 1994 Jones menetapkan kriteria diagnosis atas

dasar beberapa sifat dan gejala saja, yaitu sebagai berikut :

Gejala major Gejala minor

- Poliartritis

- Karditis

- Chorea

- Nodul Subkutan

- Eritema marginatum

Klinis:

- Atrlagia

- Demam

- Riwayat pernah menderita DR/PJR

Laboratorium :

- Peninggian reaksi fase akut

(LED meningkat dan atau C reactive protein)

- Interval PR memanjang

Ditambah : bukti-bukti adanya suatu infeksi Streptokokus sebelumnya yaitu hapusan

tenggorokan yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti DNA-se B. terutama

pada anak/dewasa muda aloanmanesa pada orang tua dan keluarga sangat diperlukan.

Bila terdapat adanya infeksi streptokokus sebelumnya maka diagnosis DR/PJR

didasarkan adanya:

1. Dua gejala mayor

2. Satu gejala mayor dengan dua minor.

Pada 2002–2003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR (berdasarkan

kriteria Jones yang telah direvisi).

Revisi kriteria WHO ini memfasilitasi diagnosis untuk:

1. a primary episode of RF

2. — recurrent attacks of RF in patients without RHD

3. — recurrent attacks of RF in patients with RHD

4. — rheumatic chorea

5. — insidious onset rheumatic carditis

6. — chronic RHD

16

Page 17: MITRAL STENOSIS

Kriteria Dignosis

Kategori Diagnostik Kriteria

Episode demam reumatik Manifestasi 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor

Ditambah dengan bukti adaya infeksi

streptokokus grup A

Demam reumatik yang berulang pada pasien

tanpa penyakit jantung reumatik

Manifestasi 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor

Ditambah dengan bukti adaya infeksi

streptokokus grup A

Demam reumatik yang berulang pada pasien

dengan penyakit jantung reumatik

2 Mayor ditambah dengan adanya infeksi

streptokokus grup A

Reumatik Chorea

Reumatik Karditis

Manifestasi mayor lainnya atau bukti adanya

infeksi sterptokokus grup A tidak diperlukan

2.2.5 Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu 1). Pencegahan primer pada saat

serangan DR, 2). Pencegahan sekunder DR, 3). Menghilangkan gejala yang menyertainya,

seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi,penatalaksanaan gagal jantung dan korea.

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR dan

diberikan fase awal serangan. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan

ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan

dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Pada serangan DR sering didapati

gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan

tirah baring dan anti inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor

karditis dan artritis.

17

Page 18: MITRAL STENOSIS

1. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Reumatik

Cara pemberian Jenis Antibiotik Dosis Frekuensi

Pencegahan primer: pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk mencegah serangan

primer demam reumatik

Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit

(600.000 unit

untuk BB

< 27 kg)

Satu kali

Oral Penisilin V 250 mg/400.000

unit

4 kali sehari

selama 10 hari

Eritromisin 40 mg/kg BB/hari 3-4 kali sehari

(jangan lebih

dari 1 gr/hari)

selama 10 hari

Pencegahan sekunder : pencegahan berulangnya demam reumatik

Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4

minggu

Oral Penisilin V

Sulfadiazin

Eritromisin

250 mg

500 mg

250 mg

2 kali sehari

Sekali sehari

2 kali

sehari

2. Petunjuk Tirah Baring dan Ambulansi

Hanya Karditis Karditis sedang Karditis

18

Page 19: MITRAL STENOSIS

Karditis minimal berat

Tirah

baring

2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan

Ambulansi

dalam

rumah

1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan

Ambulansi

luar

(sekolah)

2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan

Aktivitas

penuh

Setelah 4-6

minggu

Setelah 6-10

minggu

Setelah 3-6 bulan Bervariasi

3. Rekomendasi Penggunaan Anti InflamasiHanya Karditis Karditis minimal Karditis

sedangKarditis berat

Prednison 0 0 2-4 minggu 2-4 minggu

Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Dosis: Prednison 2 mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin 100 mg/kg BB/hari dibagi 6 dosis

* Dosis prednison ditappering dan aspirin dimulai selama minggu akhir

+ Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kg BB/hari setelah 2 minggu pengobatan

2.3 Stenosis Mitral

2.3.1 Definisi

Merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui

katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur mitral ini

menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gannguan pengisian ventrikel kiri pada

saat diastole.

19

Page 20: MITRAL STENOSIS

2.3.2 Epidemiologi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia, penyakit

jantung katup menduduki urutan kedua setelah penyakit jantung koroner dari seluruh penyebab

penyakit jantung. Angka pasti kejadian stenosis mitral tidak diketahui, namun pola etiologi

penyakit jantung di Poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun

(1990-1994) didapatkan angka 13,94 % dengan penyakit jantung katup.

Dari hasil penelitian lain, didapati dua pertiga penderita stenosis mitral adalah wanita

dan onset terjadi pada umur 30an hingga 40an.

2.3.3 Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang

progresif dari demam rematik oleh infeksi Streptococcus. Hampir 50% dari pasien dengan

manifestasi klinis stenosis mitral memiliki riwayat demam rematik 20 tahun sebelum timbulnya

gejala.

Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari

systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid

arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta

kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.

2.3.4 Patologi

Pada stenosis mitral akibat demam reumatik akan terjadi proses peradangan (valvulitis)

dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan

fibrosis dan penebalan katup, kalsifikasi, fusi komisura, serta pemendekan kora atau kombinasi

dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,

mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (“fish mouth”) atau lubang

kancing (button hole).

Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer, sedangkan

fusi korda mengakibatkan penyempitan fusi sekunder. Pada endokarditis reumatika, daun katup

dan khorda akan mengalami sikatrik dan kontraktur yang bersamaan dengan pemendekan korda

20

Page 21: MITRAL STENOSIS

sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape. Proses perubahan

patologi sampai terjadinya gejala kliis (periode laten) biasanya memakan waktu bertahun-tahun

(10-20 tahun).

2.3.5 Patofisiologi

Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm². Bila area orifisium

katup ini berkurang samapi 2 cm², maka diperlukan upaya aktf atrium kiri berupa peningkatan

tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi

apabila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm². Pada tahap ini, dibutuhkan suatu

tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardic output yang normal.

Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain luasnya area katup

mitral. Derajat berat ringannya stenosis miral, selain berdasarkan gradient transmitral, dapat

juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara

penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.berdasarkan luasnya area katup mitral derajat

stenosis mitral adalah sebagai berikut:

1. Minimal : bila area > 2.5 cm²

2. Ringan : bila are 1,4-2,5 cm²

3. Sedang : bila area 1-1,4 cm²

4. Berat : bila area< 1,0 cm²

5. Reaktif : bila area < 1,0 cm²

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area kapup mitral

menurun sampai seperdua normal (<2-2,5 cm²). Hubungan antara gradien dan luasnya area

katup serta waktu pembukaan katup.

Derajat stenosis A2-Os interval Area Gradien

Ringan >110 msec >1,5 cm² <5 mmHg

Sedang 80-110 msec >1 dan <1,5 cm² 5-10 mmHg

Berat <80 msec <1 cm² >10 mmHg

Pada stenosis mitral ringan symptom yang muncul biasanya dicetuskan oleh factor yang

meningkatkan kevepatan aliran darah atau curah jantung, atau menurunkan periode pengisian

21

Page 22: MITRAL STENOSIS

diastole yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara

lain: 1) latihan, 2) stress emosi, 3) infeksi, 4) kehamilan, dan 5) fibrilasi atrium dengan respn

ventrikel cepat. Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekana atrium kiri akan

meningkat bersamaan yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam

aktivitas.

2.3.6 Manifestasi Klinis

Riwayat

Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya keluhan utama

berupa sesak napas, dan dapat juga fatique. pada stenosis mitral yang bermakna dapat

mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nocturnal dispnea, ortopnea atau edema

paru yang tegas. Hal ini dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkanya aliran darah melalui

mitral atau menurunnya waktu pengisian diastole, termasuk latihan, emosi, infeksi respirokal,

demam, aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.

Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada

stenosis mitral yaitu 30-40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur yang lebih lanjut atau

distensi atrium yang menyolok akan merubah sifat elekrofisiologi dari atrium kiri. Hal ini tidak

berhubungan dengan derajat stenosis. Fibrilasi atrium yang tidak terkontrol akan menimbulkan

sesak napas atau kongesti yang lebih berat, karena hilangnya peran kontraksi atrium dalam

pengisian ventrikel serta memendeknya waktu pengisian diastole. Dan seterusnya akan

menimbulkan gradient transmitral dan kenaikan tekanan atrium kiri.

Kadang-kadang pasien mengeluh terjadinya hemoptisis yang dapat terjadi karena: 1)

apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronchial yang melebar 2) sputum dengan bercak

darah pada saat serangan paroksismal nocturnal dispnea, 3) sputum seperti karat, 4) infrak paru,

5) bronchitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Manifestasi kilinis dapat juga berupa

komplikasi stenosis mitral, seperti tromboemboli, infektif endokarditis, atau symptom karena

kompresi akibatnya besarnya atrium kiri seperti disfagia atau suara serak.

22

Page 23: MITRAL STENOSIS

2.3.7 Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik

Temuan klasik pada stenoisi mitral adalah ‘opening snap’ dan bising diastole kasar

(‘diastolic rumble’) pada daerah mitral. Pada stenosis mitral ringan terdengar S1 mengeras oleh

karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup

sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks rumble diastolic ini dapat diraba sebagai

thrill. Derajat bising diastole tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi waktu atau lamanya

bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis ringan bising halus dan pendek,

sedangkan pada yang berat halodiastol dan aksentuasi presistolik.

2. Pemeriksaan Foto Toraks

Gambaran klasik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta arteri pulmonalis

(terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya ukuran pembuluh darah dan resistensi

vascular pulmonary). Edema intertisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% dengan tekanan

atrium kiri < 20 mmHg, pada 70% bila atrium kiri >20mmHg. Temuan ini dapat berupa garis

Kerley serta kalsifikasi pada daerah katup mitral.

3.Elekokardiografi Doopler

Dengan ekokardiografi dapat dlakukan evaluasi struktur dari katup jantung, pliabilitas

dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri (‘mitral valve area’), struktur dari

apparatus subvalvular juga dapat ditentukan fungsi ventrikel. Derajat berat ringannya stenosis

mitral berdasarkan eko doopler ditentukan antara lain oleh gradient ransmitral, area katup

mitral, serta besarnya tekanan pulmonal. Selain itu dapat ditentukan perubahan hemodinamik

pada latihan atau pemberian beban dengan dobutamin, sehingga dapat ditentukan derajat

stenosis pada kelompok pasien yang tidak menunjukkan beratnya stenosis saat istirahat.

2.3.8 Terapi

A. Pendekatan medis

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat

suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap

23

Page 24: MITRAL STENOSIS

infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin

sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis. Obat-obatan inotropik

negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama

sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.

Pada stenosis mitral dapat terjadi atrial fibrilasi yang muncul akibat hemodinamik yang

bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi

ventrikel yang cepat. Pada kasus ini dapat diberikan digitalis yang bisa dikombinasi dengan ß-

blocker atau Ca-blocker. ß-blocker juga dapat digunakan untuk mengontrol frekuensi jantung.

Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium

atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena

tromboemboli.

B. Intervensi

Pada pasien mitral stenosis simptomatik (area katup < 1,5 cm2 atau 1,7-1,8 cm2 pada kasus

khusus) diindikasikan tindakan intervensi.adapaun jenis - jenis tindakan intervensi adalah:

a. Intervensi non bedah yaitu Percutaneus Mitral Balloon Valvulotomy (PMBV)

Indikasi dilakukannya PMBV adalah :

Indikasi Klas

1. Pasien simptomatik klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral sedang

atau berat dengan area < 1,5 cm2, morfologi katup memenuhi syarat

untuk valvotomi balon, tanpa adanya thrombus atrium kiri atau

regurgitasi mitral sedang-berat.

2. Pasien asimptomatik dengan gradasi sedang-berat (area < 1,5 cm2),

morfologi katup memenuhi syarat dengan hipertensi pulmonal, tanpa

adanya thrombus atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat.

3. Pasien dengan klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral sedang atau

berat dengan area < 1,5 cm2, katup tidak pliable disertai kalsifikasi

dengan resiko tinggi operasi, tanpa adanya thrombus atrium kiri atau

regurgitasi mitral sedang-berat.

4. Pasien asimptomatik dengan gradasi sedang-berat (area < 1,5 cm2),

I

II a

II a

II b

24

Page 25: MITRAL STENOSIS

morfologi katup memenuhi syarat untuk valvotomi balon, disertai

onset atrial fibrilasi yang baru, , tanpa adanya thrombus atrium kiri

atau regurgitasi mitral sedang-berat.

5. Klasifikasi NYHA III-IV, gradasi sedang berat area < 1,5 cm2, katup

kaku disertai kalsifikasi dan resiko rendah untuk operasi.

6. Pasien dengan stenosis mitral ringan

II b

III

Prosedur dari PMBV adalah dengan memasukkan balon kateter melalui vena femoralis

kanan menuju atrium kiri melalui atrial septum, kemudian sesampainya di orifisium katup

mitral, balon dikembangkan sehingga katup mitral melebar dan aliran darah kembali lancar.

Kontraindikasi PMBV :

Area katup mitral > 1,5 cm2, trombus di atrial kiri, regurgitasi mitral derajat sedang atau

lebih, kalsifikasi berat bikomisura, tanpa ada fusi komisura, bersamaan dengan kelainan katup

aorta berat, kombinasi stenosis/regurgitasi berat tricuspid, PJK yang memerlukan bedah pintas

koroner

2. Intervensi bedah

a. Tindakan bedah perbaikan (repair) katup mitral.

Indikasi intervensi repair katup mitral menurut guideline ACC/AHA adalah sebagai berikut:

Indikasi Klas

1. Pasien dengan NYHA fungsional III-IV, stenosis mitral sedang-berat,

dengan resiko operasi yang dapat diterima ketika PMBV tidak

tersedia, kontraindikasi PMBV karena thrombus di atrium kiri (setelah

sebelumnya diberikan terapi antikoagulan), atau karena morfologi

katup tidak memenuhi syarat untuk PMBV.

2. Pasien asimptomatik dengan stenosis mitral sedang-berat dan

morfologi katup memungkinkan untuk dilakukan repair, yang

memiliki riwayat emboli berulang meskipun mendapat terapi

antikoagulan yang adekuat.

3. Repair katup mitral tidak diindikasikan pada stenosis mitral yang

I

II b

III

25

Page 26: MITRAL STENOSIS

ringan

b. Tindakan bedah penggantian (replacement) katup mitral.

Indikasi intervensi repair katup mitral menurut guideline ACC/AHA adalah sebagai

berikut:

Indikasi Klas

a. Pasien simptomatik dengan stenosis mitral sedang-berat yang juga

disertai dengan regurgitasi mitral sedang –berat, harus menjalani

penggantian (replacement) katup mitral.

b. Pasien dengan stenosis mitral berat dan hipertensi pulmonal berat

(tekanan sistolik PA >60 - 80 mm Hg) dengan fungsi jantung sesuai

NYHA kelas I-II, dan morfologi katup tidak memungkinkan untuk

dilakukan repair atau PMBV.

I

II a

2.3.9 Prognosis

Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50-60%, bila

tidak disertai keluhan atau minimal, angka meningkat 80%. Pada kelompok pasien dengan kelas

III-IV prognosis jelek dimana angka hidup dalam 10 tahun <15%.

Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup 10

tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Resiko

terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.

26

Page 27: MITRAL STENOSIS

BAB 3

LAPORAN KASUS

CATATAN MEDIS PASIEN

Nama pasien : Nn. N

Umur : 22 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Tanjung pura

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 8 Februari 2011

___________________________________________________________________________

Keluhan Utama : Sesak nafas

Anamnese :

- Hal ini dialami os sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit dan memberat 1 hari ini.

Sesak nafas dirasakan bertambah berat bila os beraktivitas fisik ringan seperti berjalan

ke kamar mandi ± 100 meter. Sesak tidak disertai suara nafas berbunyi. Selama sesak os

tidur menggunakan batal sebanyak 2-3 bantal. Os mengeluh sering terbangun dari tidur

karena sesak nafas, PND(+). Keluhan bengkak pada kedua tungkai dan perut(-), Nyeri

dada (-), Jantung berdebar-debar (-).

- Untuk keluhan diatas, os telah berobat ke kardilogis, tetapi os lupa nama obatnya. Os

minum obat secara teratur, dan kontrol teratur setiap minggunya.

- Riwayat batuk darah (+) pada tanggal 9 Desember 2010, dan os telah berobat ke rumah

sakit dan dirawat inap, namun os tidak ingat nama obat yang diberikan.

- Riwayat demam (+),nyeri tenggorokan (+),nyeri sendi berpindah-pindah (+) pada saat os

kelas 2 SMP. Pada saat itu,os berobat ke RS Pekan Baru dan didiagnosa penyakit

jantung rematik

Saat tiba di emergensi.sesak nafas (+)

27

Page 28: MITRAL STENOSIS

Os merupakan pasien baru di RS HAM

Faktor resiko PJK : -

Riwayat Penyakit Terdahulu : Penyakit jantung reumatik

Riwayat Pemakaian Obat : Tidak jelas

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang Sianosis : (-)

Status presen : Compos Mentis Orthopnoe : (+)

Tekanan darah : 90/70 mmHg Dispnoe : (+)

HR : 100 x/i Ikterus : (-)

RR : 28x/i Oedema : (-)

Temp : 36,5ºC Anemia : (-)

Kepala : mata : anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Leher : JVP R+2 cmH2O

Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF ka = ki, kesan normal

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler

Jantung : Batas atas : ICR III

Batas kanan :Linea parasternal dextra

Batas kiri :LMCS 1cm lateral ICR V

: S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) Regulitas: reguler

Murmur (+), Tipe: MDM, Grade: 3/4

Punctum maximum : apeks Radiasi (axilla kiri)

Paru : SP : vesikuler

28

Page 29: MITRAL STENOSIS

ST : ronkhi basah basal di kedua lapangan paru bawah

Abdomen : Palpasi : soepel H/L/R : tidak teraba

Asites : (-)

Ekstremitas : Superior : sianosis (-), clubbing finger (-)

Inferior : oedema pretibial (-), pulsasi arteri (+/+), akral hangat

GAMBARAN EKG

29

Page 30: MITRAL STENOSIS

INTERPRETASI EKG

Sinus takikardia, QRS rate: 115x/i, QRS axis= RAD, P wave: P defleksi negative di V1, V2,

QRS duration : 0,04”, PR interval : 0,16”, ST-T change : (-), r/s di V1, S persisten di V4-V6,

LVH (-), LV strain (-), VES (-).

KESAN : Sinus Takikardia +RAD+LAE+RVH

FOTO THORAX

INTERPRETASI FOTO THORAX

30

Page 31: MITRAL STENOSIS

CTR: 57,9%, Segemen Aorta : Normal, Segmen Pulmonal : Menonjol, Pinggang Jantung : (-),

Apex downward, Kongesti (+), Infiltrat (-).

KESAN : Kardiomegali + Kongesti

HASIL LABORATORIUM

Darah Lengkap :

- Hb : 10,6 g %

- WBC : 12,8 x 10³/mm3

- Ht : 30,7 %

- MCV : 76,6 fL

- MCHC : 34,6 g %

AGDA :

- pH : 7,362

- pCO2 : 38,4 mmHg

- pO2 : 121,7 mmHg

- HCO3 : 21,3 mmol/L

- Total CO2 : 22,5 mmol/L

- BE : -3,7 mmol/L

- SaO2 : 98,4 %

Faal Hati

- SGOT : 40 U/L

- SGPT : 20 U/L

Glukosa darah sewaktu : 98 mg/dL

Ginjal

- Ureum : 33 mg/dL

31

Page 32: MITRAL STENOSIS

- Kreatinin : 0,5 mg/dL

-

Elektrolit serum

- Natrium (Na) : 134 mEq/L

- Kalium (K) : 4,8 mEq/L

- Klorida (Cl) : 100 mEq/L

DIAGNOSA

Diagnosis kerja : CHF fc II / III ec MS ec RHD

Fungsional : CHF fc II / III ec MS ec RHD

Anatomi : Katup mitral

Etiologi : RHD

PENGOBATAN

Bedrest semifowler

O2 2-4 L/I

IVFD asering 6 gtt/I

Inj.Furosemide 20 g/12 jam

KSR 1x600 mg

Digoxin 1x0,25 mg

Aspilet 1x80 mg

32

Page 33: MITRAL STENOSIS

RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA

• ASTO,CRP,LED

• Echocardiografi

EKOKARDIOGRAM

33

Page 34: MITRAL STENOSIS

Katub Mitral : MS Severe

Katub Aorta : AR mild

Katub trikuspid :TR severe

Katub pulmonal:normal

Penemuan : PH (+)

Kesimpulan : MS Severe

TR severe

AR mild

PH (+)

PROGNOSIS

Vitam : dubia ad malam

Functionam : dubia ad malam

Sanactionam : dubia ad malam

FOLLOW UP

Follow up 9-10 Feb 2011S: Sesak nafas O: Sens : CM, TD : 90/60 mmHg, HR :82x/i, RR: 22x/i, Temp: 36.3 oC

Kepala : anemis (-/-), ikterik (-/-)Leher : TVJ 5 + 2 cmH2OCor : S1(N) , S2 (N), Murmur (+), tipe murmur : MDM Grade: 3/4Pulmo : SP :vesikuler, ST : ronkhi basah basal (+/+)Abd : Soepel, Hepar/ lien = ttb Eks : Edema pretibial (-), akral hangat

A: CHF fc II / III ec MS ec RHDP: -Tirah baring semifowler - Aspilet 1x80 mg

-02 4-6 l/I -Alprazolam 1x0,5 mg

-IVFD NaCL 0.9 % 10 gtt/i/ micro - Ciprofloxacin 2x500 mg

-Inj Furosemid 20mg/12 jam

34

Page 35: MITRAL STENOSIS

-KSR 1x 600 mg

-Digoxin 1x0,25

Follow up 11 februari 2011S: Sesak nafas O:

Sens : CM, TD : 110/90 mmHg, HR :72x/i, RR: 18x/i, Temp: 36.4 oC Kepala : anemis (-/-), ikterik (-/-)Leher : TVJ 5 + 2 cmH2OCor : S1(+) , S2 (+), Murmur (-)Pulmo : SP :vesikuler, ST : ronkhi basah basal (+/+)Abd : Soepel, Hepar/ lien = ttb Eks : Edema pretibial (-), akral hangat

A:

CHF Fc II/III ec. MS ec RHD

P: -Tirah baring semifowler - Aspilet 1x80 mg

-02 4-6 l/I - Alprazolam 1x0,5 mg

-IVFD NaCL 0.9 % 10 gtt/i/ micro - Ciprofloxacin 2x500 mg

-Inj Furosemid 20mg/12 jam

-KSR 1x 600 mg

-Digoxin 1x0,25

35

Page 36: MITRAL STENOSIS

DAFTAR PUSTAKA1. Shah, Fifer, 2007. Heart Failure. Dalam: Leonard S. Liily, ed. Pathofisiology of Heart

Disease. 4th ed. USA. The Point, 225-252

2. Edward, O’Gara, Liilly, 2007. Dalam: Leonard S. Lilly, ed. Pathofisiology of Hearth

Disease. 4th ed.USA. The Point, 199-203

3. Marulam Panggabean, 2007. Gagal Jantung, Dalam: Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadi,

Setiati, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, ed. IV. Jakarta: Departemen Ilmu

Peyakit Dalam FK UI, 1503-1504.

4. Saharman Leman, 2007. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik, Dalam:

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadi, Setiati, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,

ed. IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 1560-1565

5. Indrajaya, Ghanie, 2007. Stenosis Mitral, Dalam: Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadi,

Setiati, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, ed. IV. Jakarta: Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK UI, 1566-1577

6. European Society of Cardiology. ESC Guidelines for diagnosis and treatment of acute

and chronic heart failure. 2008. Norway: European Heart Journal

7. Sitompul B, Sugeng,2001, Gagal Jantung. Dalam: Rilantono, et al (editor). Buku Ajar

Kardiologi Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 115-128

8. Ganesja Harimurti,2001, Demam Rematik. Dalam: Rilantono, et al (editor). Buku Ajar

Kardiologi Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 129-134

9. Hadi Purnomo,2001,Stenosis Mitral. Dalam: Rilantono, et al (editor). Buku Ajar

Kardiologi Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 135-149

36