Lbm 3 Perilaku & Jiwa
-
Upload
ammar-lukman-makarim -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
Transcript of Lbm 3 Perilaku & Jiwa
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 1/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
LBM 3 PERILAKU & JIWA
1. Mengapa apsien sering merasa berdebar debar, kepala pusing, keringat dingin
(hiperaktivitas otonom)?
Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety”
bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak
dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar.
Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan
defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah
intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai serangan
panik.
Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik.
Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang
memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu
ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.
Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.
Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang
bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam
dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa
kekosongan eksistensi dan arti.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya
cemas yang patologis antara lain:
• Sistem saraf otonom
• Neurotransmiter
Neurotransmiter
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 2/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
A. Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan
panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari
peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine
pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem
noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-
sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada
rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik,
medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila
diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan
inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia,
didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor
β-adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat
mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya,
clonidine, agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
B. Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran
serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan
5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan
hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan
obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.
Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan relasi
antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik
ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada
korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
C. GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan
benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.
Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 3/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan
clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik
Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran
ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine.
Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan
pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak
lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak,
tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan
abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga
pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan obsesif
kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI
menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala.
Sistem Saraf Otonom
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom adalah:
• sistem kardiovaskuler (palpitasi)
• muskuloskeletal (nyeri kepala)
• gastrointestinal (diare)
• respirasi (takipneu)
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien
dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik,
yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang
sedang.
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri
dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.
Korteks Serebri
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal,
cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguancemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 4/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan
epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga
memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada
primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan
takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan
aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan
cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.
Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas
Tarumanegara
Respon Fisiologis terhadap Kecemasan:
Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut
nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
Kulit; perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh
tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di
epigastrium, nausea, diare.
Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.
(Kaplan, Sadock, 1997).
2. Mengapa pasien merasa khawatir, ketakutan, dan cemas?
Respon Psikologis terhadap Kecemasan:
Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi,
menarik diri, menghindar.
Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,
bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 5/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,
takut mati dan lain-lain.
Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat
gelisah dan lain-lain.
(Kaplan, Sadock, 1997).
3. Apa yang menyebabkan ketegangan motorik pada pasien?
Idem
4. Apa saja etiologi cemas?
Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam
pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis
yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi
penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa
aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada
pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti
phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini
juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat
lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah,
sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan,
maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu
keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu
dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin
pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik
tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak
terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini
akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun,
desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-
kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 6/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus
khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk
stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar
individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d. Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya
konflik dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses
fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan
sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).
Faktor Predisposisi Kecemasan
Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat
menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat
menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari
stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu
faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani
operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor
psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan
dijalani.
5. Apa saja tanda-tanda (gejala) dari cemas?
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 7/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran
terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa
gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga
mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut
menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu
belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya
ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan lainnya.
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan
persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.
Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas
Tarumanegara
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya cemas?
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang meliputi beberapa aspek
antara lain, terdapat komponen genetik terhadap kecemasan, scan otak dapat
melihat perbedaan terutama pada pasien kecemasan yang respons dengan signal
berbahaya, sistem pemrosesan informasi dalam seseorang berjalan dengan singkat
(hal ini dapat direspons dengan suatu ancaman sebelum yang bersangkutan
menyadari ancaman tersebut), akar dari gangguan kecemasan mungkin tidak akan
menjadi pemisahan mekanisme yang menyertainya namun terjadi pemisahan
mekanisme yang mengendalikan respons kecemasan dan yang menyebabkan situasi
diluar kontrol (Sani, 2012).
7. Apa macam-macam gangguan cemas (penggolongannya)?
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV),
gangguan cemas terdiri dari :
(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;
(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;
(3) Fobia spesifik;
(4) Fobia sosial;(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 8/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );
(7) Gangguan Stress Akut;
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan
gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).
F40 –F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN
YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxieta Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnyaF42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 9/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)
8. Mengapa pasien mengalami ketakutan di keramaian?
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)
Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder seperti waham
atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya dua dari
situasi berikut :
• Banyak orang
• Tempat-tempat umum
• Bepergian keluar rumah
• Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang menonjol
Etiologi agorafobia belum diketahui secara pasti tapi patogenesis fobia berhubungan
dengan faktor biologis, genetik, dan psikososial.
DSM IV TR
Menurunnya sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A, 5HT2A/2C
Meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada saraf pusat,
terutama reseptor alfa-2 katekolamin – meningkatnya aktivitas locus coereleus
yang mengakibatka teraktivasinya aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (biasanya
berespons abnormal terhadap klonidin pada pasien dengan panic disorder)
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 10/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
Meningkatnya aktivitas metabolic sehingga terjadi peningkatan laktat (biasanya
sodium laktat yang kemudian diubah menjadi CO2 ([hiperseansitivitas batang
otak terhadap CO2)
Menurunnya sensitivitas reseptor GABA-A sehingga menyebabkan efek
eksitatorik melalui amigdala dari thalamus melalui nucleus intraamygdaloid
circuitries
Model neuroanatomik memprediksikan panic attack dimediasi oleh fear network
pada otak yang melibatkan amygdale, hypothalamus, dan pusat batang otak.
Terutama pada corticostriatalthalamocortical (CSTC) yang memediasi cemas
bersama dengan sirkuit pada amygdale. Kemudian sensai tersebut diteruskan ke
korteks anterior cingulated dan/atau korteks orbitofrontal. Selain itu diteruskan
juga ke hypothalamus untuk respons endokrin
Hipotesis keterlibatan genetic namun belum berhasil menentukan gen pasti
Pine DS. Anxiety disorders: clinical features. In: Kaplan and Sadock’s
9. Pada pemeriksaan apa saja yang dilakukan?
Pemeriksaan darah tidak banyak yang bisa diandalkan. Pemeriksaan fungsi
tiroid (biasanya cukup TSHs dan FT4) adalah pemeriksaan yang sifatnya lebih
menyingkirkan diagnosis penyakit tiroid yang sering kali mirip dengan gangguan
cemas panik (hipertiroid) atau depresi (hipotiroid). Pemeriksaan kadar kortisol darah
yang dilakukan pagi dan sore hari juga terkadang tidak memberikan hasil yang
memuaskan sebagai pertanda diagnosis.
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/29/adakah-pemeriksaan-
penunjang-untuk-depresi-dan-cemas-459263.html
dr.Andri,SpKJ (Psikiater)
10. Bagaimana cara mendiagnosa gangguan cemas?
Penegakan diagnosa dapat menggunakan kriteria PPDGJ-III maupun DSM IV TR.
11. Bagaimana cara pencegahan cemas?
1) Kontrol pernafasan yang baik
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 11/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak
"bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak.
Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat,
ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh
gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil
dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan
membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari
srangan panik.
2) Melakukan relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher,
kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan
teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan,
usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit.
3) Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan,
pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya
adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti
diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh
dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih
konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam
menyelesaikan permasalahan.
4) Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan
terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan
positif.
Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa
nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan
turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka
dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang.
Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.
5) Pendekatan keluarga
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 12/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk
menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga.
Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini
sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga
lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah
Anda yang terbaik.
6) Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan menyalurkan tumpukan
stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan
rasa nyaman kepada diri Anda.
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.php
12. Bagaimana penanganan cemas?
Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan sediaan
dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek
yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan gejala
somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru
terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah
menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan
buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek
terapi buspiron sudah mencapai maksimal.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama
pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa
http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 13/13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424)
Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif
dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama
yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh
mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas
Tarumanegara