Lbm 3 Perilaku & Jiwa

13
LBM 3 PERILAKU & JIWA JOKO WIBOWO S (012116424) LBM 3 PERILAKU & JIWA 1. Mengapa apsien sering merasa berdebar debar, kepala pusing, keringat dingin (hiperaktivitas otonom)? Teori Psikoanalitik Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai serangan panik. Teori Perilaku Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya y ang cemas. Teori Eksistensi Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti. Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain:  Sistem saraf otonom  Neurotransmiter Neurotransmiter

Transcript of Lbm 3 Perilaku & Jiwa

Page 1: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 1/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

LBM 3 PERILAKU & JIWA

1.  Mengapa apsien sering merasa berdebar debar, kepala pusing, keringat dingin

(hiperaktivitas otonom)?

Teori Psikoanalitik

Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety”

bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak

dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar.

Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan

defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah

intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai serangan

panik.

Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik.

Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang

memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu

ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.

Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang

bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam

dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa

kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya

cemas yang patologis antara lain:

•  Sistem saraf otonom

•  Neurotransmiter

Neurotransmiter

Page 2: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 2/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

A.  Norepinephrine

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan

panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari

peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine

pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem

noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-

sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada

rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik,

medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila

diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan

inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia,

didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor

β-adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat

mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya,

clonidine, agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.

B.  Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran

serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan

5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan

hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan

obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.

Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan relasi

antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik

ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada

korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

C.  GABA

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan

benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.

Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan

Page 3: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 3/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan

clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik

Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran

ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine.

Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan

pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak

lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak,

tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan

abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga

pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan obsesif

kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI

menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala.

Sistem Saraf Otonom

Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom adalah:

•  sistem kardiovaskuler (palpitasi)

•  muskuloskeletal (nyeri kepala)

•  gastrointestinal (diare)

•  respirasi (takipneu)

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien

dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik,

yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang

sedang.

Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri

dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.

Korteks Serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal,

cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguancemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga

Page 4: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 4/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan

epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

Sistem Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga

memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada

primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan

takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan

aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan

cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.

Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas

Tarumanegara

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan:

  Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut

nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

  Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

  Kulit;  perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

  Gastro intestinal;  Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di

epigastrium, nausea, diare.

  Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,

insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

(Kaplan, Sadock, 1997).

2.  Mengapa pasien merasa khawatir, ketakutan, dan cemas?

Respon Psikologis terhadap Kecemasan:

  Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi,

menarik diri, menghindar.

  Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang

Page 5: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 5/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,

takut mati dan lain-lain.

  Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat

gelisah dan lain-lain.

(Kaplan, Sadock, 1997).

3.  Apa yang menyebabkan ketegangan motorik pada pasien?

Idem

4.  Apa saja etiologi cemas?

Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam

pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Teori Psikodinamik

Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis

yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi

penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa

aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada

pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti

phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini

 juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat

lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah,

sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan,

maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu

keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu

dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin

pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik

tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak

terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini

akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun,

desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-

kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

Page 6: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 6/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

b. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus

khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk

stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan

mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

c. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar

individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.

d. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya

konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses

fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau

keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan

sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

Faktor Predisposisi Kecemasan

Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat

menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat

menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari

stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).

Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu

faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani

operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor

psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan

dijalani.

5.  Apa saja tanda-tanda (gejala) dari cemas?

Page 7: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 7/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran

terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa

gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga

mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut

menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu

belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya

ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan lainnya.

Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan

melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan

persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas

Tarumanegara

6.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya cemas?

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang meliputi beberapa aspek

antara lain, terdapat komponen genetik terhadap kecemasan, scan otak dapat

melihat perbedaan terutama pada pasien kecemasan yang respons dengan signal

berbahaya, sistem pemrosesan informasi dalam seseorang berjalan dengan singkat

(hal ini dapat direspons dengan suatu ancaman sebelum yang bersangkutan

menyadari ancaman tersebut), akar dari gangguan kecemasan mungkin tidak akan

menjadi pemisahan mekanisme yang menyertainya namun terjadi pemisahan

mekanisme yang mengendalikan respons kecemasan dan yang menyebabkan situasi

diluar kontrol (Sani, 2012).

7.  Apa macam-macam gangguan cemas (penggolongannya)?

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV),

gangguan cemas terdiri dari :

(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;

(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;

(3) Fobia spesifik;

(4) Fobia sosial;(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;

Page 8: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 8/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );

(7) Gangguan Stress Akut;

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,

gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan

gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

F40 –F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN

YANG BERKAITAN DENGAN STRES

F40 Gangguan Anxieta Fobik

F40.0 Agorafobia

.00 Tanpa gangguan panik

.01 Dengan gangguan panik

F40.1 Fobia sosial

F40.2 Fobia khas (terisolasi)

F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya

F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41 Gangguan Anxietas Lainnya

F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)

F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya

F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT

F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif

F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan

F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)

F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional

F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnyaF42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

Page 9: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 9/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)

F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)

F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)

F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

8.  Mengapa pasien mengalami ketakutan di keramaian?

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)

Agorafobia

Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :

a.  Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer

dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder seperti waham

atau pikiran obsesif.

b.  Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya dua dari

situasi berikut :

•  Banyak orang

•  Tempat-tempat umum

•  Bepergian keluar rumah

•  Bepergian sendiri

c.  Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang menonjol

Etiologi agorafobia belum diketahui secara pasti tapi patogenesis fobia berhubungan

dengan faktor biologis, genetik, dan psikososial.

DSM IV TR

  Menurunnya sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A, 5HT2A/2C

  Meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada saraf pusat,

terutama reseptor alfa-2 katekolamin  – meningkatnya aktivitas locus coereleus

yang mengakibatka teraktivasinya aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (biasanya

berespons abnormal terhadap klonidin pada pasien dengan panic disorder)

Page 10: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 10/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

  Meningkatnya aktivitas metabolic sehingga terjadi peningkatan laktat (biasanya

sodium laktat yang kemudian diubah menjadi CO2 ([hiperseansitivitas batang

otak terhadap CO2)

  Menurunnya sensitivitas reseptor GABA-A sehingga menyebabkan efek

eksitatorik melalui amigdala dari thalamus melalui nucleus intraamygdaloid

circuitries

  Model neuroanatomik memprediksikan panic attack dimediasi oleh fear network

pada otak yang melibatkan amygdale, hypothalamus, dan pusat batang otak.

Terutama pada corticostriatalthalamocortical (CSTC) yang memediasi cemas

bersama dengan sirkuit pada amygdale. Kemudian sensai tersebut diteruskan ke

korteks anterior cingulated dan/atau korteks orbitofrontal. Selain itu diteruskan

 juga ke hypothalamus untuk respons endokrin

  Hipotesis keterlibatan genetic namun belum berhasil menentukan gen pasti

Pine DS. Anxiety disorders: clinical features. In: Kaplan and Sadock’s 

9.  Pada pemeriksaan apa saja yang dilakukan?

Pemeriksaan darah tidak banyak yang bisa diandalkan. Pemeriksaan fungsi

tiroid (biasanya cukup TSHs dan FT4) adalah pemeriksaan yang sifatnya lebih

menyingkirkan diagnosis penyakit tiroid yang sering kali mirip dengan gangguan

cemas panik (hipertiroid) atau depresi (hipotiroid). Pemeriksaan kadar kortisol darah

yang dilakukan pagi dan sore hari juga terkadang tidak memberikan hasil yang

memuaskan sebagai pertanda diagnosis.

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/29/adakah-pemeriksaan-

penunjang-untuk-depresi-dan-cemas-459263.html 

dr.Andri,SpKJ (Psikiater)

10.  Bagaimana cara mendiagnosa gangguan cemas?

Penegakan diagnosa dapat menggunakan kriteria PPDGJ-III maupun DSM IV TR.

11.  Bagaimana cara pencegahan cemas?

1) Kontrol pernafasan yang baik

Page 11: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 11/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak

"bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak.

Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat,

ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh

gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil

dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan

membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari

srangan panik.

2) Melakukan relaksasi

Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher,

kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan

teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan,

usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit.

3) Intervensi kognitif

Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan,

pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya

adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti

diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh

dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih

konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam

menyelesaikan permasalahan.

4) Pendekatan agama

Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan

terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan

positif.

Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa

nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan

turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka

dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang.

Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.

5) Pendekatan keluarga

Page 12: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 12/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk

menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga.

Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini

sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga

lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah

Anda yang terbaik.

6) Olahraga

Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan menyalurkan tumpukan

stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan

rasa nyaman kepada diri Anda.

http://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.php 

12.  Bagaimana penanganan cemas?

Farmakoterapi

Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis

terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan sediaan

dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek

yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu.

Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan gejala

somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru

terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah

menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan

buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan

buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek

terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.

Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama

pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.

Page 13: Lbm 3 Perilaku & Jiwa

8/12/2019 Lbm 3 Perilaku & Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/lbm-3-perilaku-jiwa 13/13

LBM 3 PERILAKU & JIWA  JOKO WIBOWO S (012116424)

Psikoterapi

Terapi Kognitif Perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif

dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama

yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan

biofeedback.

Terapi Suportif

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan

belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi

sosial dan pekerjaannya.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,

menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan

komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh

mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita

memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

Gangguan Cemas, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas

Tarumanegara