Laringitis Tb
-
Upload
budhi-karoma -
Category
Documents
-
view
150 -
download
3
Transcript of Laringitis Tb
LARINGITIS TUBERKULOSIS
I. PENDAHULUAN
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.
Kelainan pada laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan/infeksi, tumor
lesi jinak serta kelumpuhan pita suara. Laringitis merupakan suatu peradangan
pada laring, yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.1
Infeksi akut terjadi dalam waktu < 7 hari, disertai distres pernapasan,
demam, dan lebih sering menyerang anak – anak dibanding orang dewasa.2
Laringitis akut merupakan gejala yang umum terjadi yang disebabkan oleh virus
yang juga berperan dalam infeksi saluran napas atas lainnya. Selain itu, laringitis
akut juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse). 3
Infeksi kronik umumnya telah terjadi dalam waktu lebih dari seminggu
sebelum munculnya gejala seperti distres pernapasan. Suara serak dan nyeri
merupakan gejala yang dominan, faktor sistemik berperan penting dalam kasus
ini, dan lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibanding anak – anak.2
Laringitis kronik dikaitkan dengan infeksi traktus respirasi atas atau bawah, tetapi
lebih sering karena iritasi akibat kerja atau lingkungan, penyalahgunaan suara, dan
penggunaan tembakau.4 Laringitis kronik dibagi menjadi laringitis kronik non
spesifik dan laringitis kronik spesifik. Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik
adala laringitis tuberkulosis.1
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, M.bovis, atau M.Africanum., walaupun mikobakteria
lain menyebabkan penyakit yang mirip TB. Tuberkulosa merupakan suatu infeksi
kronis yang umumnya terjadi di paru-paru, tetapi setiap organ dapat diserang.
Di Negara maju, infeksi terjadi semata-mata melalui inhalasi organism
yang tersebar sebagai nuclei droplet dari penderita TB pulmonal dengan apusan
sputum positif. Organism dapat melayang-layang di udara selama beberapa jam
meningkatkan kemungkinan menginfeksi kontak. Walaupun pertahanan
imunologis spesifik terhadap TB hanya timbul setelah infeksi, pertahanan bawaan
yang cukup tinggi dapat terjadi dan menahan invasi awal.
1
Pada masa lalu, laringitis tuberkulosis dikenal sebagai gejala sisa dari
tuberkulosis paru yang berat. Namun, dalam 20 tahun terakhir ini, pola
keterlibatan telah berubah, dan banyak pasien dengan laringitis tuberkulosis
ditemukan tanpa adanya gejala – gejala kelainan pada paru atau riwayat TB paru
sebelumnya.2 Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh
tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa
laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru,
sehingga bila infeksi telah mengenai kartilago, pengobatannya menjadi lebih
lama.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan sampel dahak yang
positif, temuan karakteristik pada radiografi dada, dan biopsi positif.
Penatalaksanaan pada penyakit ini terutama adalah medikamentosa dengan
didasarkan pada sensitifitas dari organisme penyebab.2
Oleh karena itu, pembahasan mengenai laringitis tuberkulosis lebih lanjut
diperlukan agar dapat memberi pengetahuan mengenai cara diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat guna mencegah komplikasi yang akan terjadi.
II. EPIDEMIOLOGI
Laringitis tuberkulosis menyerang 35 – 83% pasien dengan tuberkulosis
paru pada masa preantibiotik. Saat ini, insidennya diperkirakan berkisar 1% dari
semua kasus tuberkulosis.5
Pada sebuah penelitian, ditemukan 14 kasus di antara 64 anak dengan
sputum positif atau sekitar 22%. Umur anak yang diperiksa berkisar antara 6 – 16
tahun, dan umur anak yang terkena adalah 12 – 16 tahun.6
Pada masa preantibiotik, laringitis tuberkulosis sering ditemukan dengan
penyakit – penyakit lain seperti adanya lesi di dalam mulut dan epiglotis, ulkus
tonsiler, otitis media, dan penyebaran bronkogenik. Saat ini, prevalensi laringitis
tuberkulosis mengalami penurunan setelah penggunaan terapi antibiotik.7
2
III. ETIOLOGI
Penyebab dari laringitis tuberkulosis telah ditunjukkan oleh Virchow
(1865) dan Heinze (1879) yaitu basil dari tuberkel. Ada teori yang menyatakan
bahwa keterlibatan laring disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara
hematogen atau melalui sistem limfatik.2,3,8
Setelah diobati biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis
tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat pada
kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru. Infeksi laring oleh Mycobacterium
tuberculosis hampir selalu sebagai komplikasi tuberkulosis paru aktif, dan ini
merupakan penyakit granulomatosis laring yang paling sering. Selain itu, banyak
penderita laringitis tuberkulosis yang dikaitkan dengan adanya riwayat
penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol.2,3,8
IV. ANATOMI
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga dengan bagian atas lebih besar daripada
bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas bawahnya
ialah batas kaudal kartilago krikoid. Kerangka laring tersusun dari satu tulang,
yaitu tulang hyoid dan beberapa tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti U,
yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak
oleh tendo dan otot – otot.1
Gambar : Topografi Anatomi Laring
3
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar : Tulang dan Kartilago Laring
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot –
otot intrinsik. Otot – otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sedangkan otot – otot intrinsik menyebabkan gerak bagian – bagian
laring sendiri. Otot – otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid
(suprahyoid), dan ada yang terletak di bawah tulang hyoid (infrahyoid). Otot
suprahyoid antara lain, m. Digastrikus, m. Geniohyoid, m. Stylohyoid, dan m.
Mylohyoid. Otot infrahyoid antara lain, m. Sternohyoid, m. Omohyoid, dan m.
Tyrohyoid. Otot suprahyoid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan otot
infrahyoid menarik laring ke atas. 1
4
Gambar : Otot – Otot Laring
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Otot intrinsik laring antara lain, m. Krikoaritenoid lateral, m.
Tiroepiglotika, m. Vocalis, m. Tiroaritenoid, m. Epiglotika, dan m. Krikotiroid.
Otot – otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot – otot intrinsik laring yang
terletak di bagian posterior ialah m. Aritenoid transversum, m. Aritenoid oblik,
dan m. Krikoaritenoid posterior. 1
Batas superior rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
inferiornya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
anteriornya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago
aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas
belakangnya ialah m. Aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid. 1
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu). Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi
rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis.
5
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis pada tiap sisinya disebut ventrikulus
Morgagni. 1
Innervasi Laring
Laring dipersarafi oleh cabang – cabang nervus vagus, yaitu n. laringeus
superior dan n. laringeus inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik. Nervus laringeus superior mempersarafi m. Krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Nervus ini
awalnya terletak di atas m. Konstriktor faring medial, di sebelah medial a. Karotis
interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid, dan setelah
menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2
cabang, yaitu ramus eksterna dan ramus internus. 1
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari nervus rekuren. Nervus
rekuren merupakan cabang dari nervus vagus. 1
6
Gambar : Persarafan pada laring
(Dikuti dari kepustakaan 9)
Vaskularisasi Laring
Vaskularisasi laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a. laringeus superior dan a.
laringeus inferior. Arteri laringeus superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringeus superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membran tirohyoid bersama – sama dengan cabang internus dari nervus
laringis superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah
submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
memperdarahi mukosa dan otot – otot laring. 1
Arteri laringeus inferior merupakan cabang dari a. Tiroid inferior dan
bersama – sama dengan nervus laringeus inferior berjalan ke belakang artikulasio
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m. Konstriktor faring
inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang – cabang, memperdarahi mukosa dan
otot serta beranastomosis dengan a. laringeus superior. 1
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar
dengan a. laringeus superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena
tiroid superior dan inferior. 1
7
Gambar : Vaskularisasi dan Sistem Limfatik pada Laring
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe untuk laring banyak kecuali didaerah lipatan vokal. Di
sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vokal, pembuluh limfe dibagi menjadi superior dan inferior.1
Pembuluh aferen dari bagian superior berjalan lewat lantai sinus piriformis
dan a. laringis superior kemudian ke atas, dan bergbaung dengan kelenjar dari
bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh aferendari bagian inferior
berjalan ke bawah dengan a. laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar
servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai kelenjar
supraklavikular. 1
V. FISIOLOGI LARING
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun
ternyata mempunyai tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan napas, respirasi, dan
fonasi. Kenyatannya, secara filogenetik, laring mula – mula berkembang sebagai
suatu sfingter yang melindungi saluran pernafasan, sementara perkembangan
suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan.10
Perlindungan jalan napas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai
mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot
tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, di samping
aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrisik laring
lainnya. Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut
dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus.
Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral, menuju aditus laringis dan masuk ke
sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus
yang terjadi bersamaan, mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus
sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat selama
proses menelan melalui suatu refleks yang diperantari oleh reseptor mukosa pada
daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.10
8
Pita suara yang merupakan dua pita jaringan elastik yang terentang di
bukaan laring dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot
– otot laring. Pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang teregang,
pita suara tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam – macam bunyi. Pada
saat menelan, pita suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup
pintu masuk ke trakea.11
Gambar : Laring
(Dikutip dari kepustakaan Atlas of Netter)
VI. PATOGENESIS
Ada dua teori yang menjelaskan perjalanan penyakit ini, yaitu lesi primer
bisa berasal dari hidung, faring, atau laring. Yang kedua adalah lesi sekunder
berasal dari paru – paru dan infeksi dari laring dan traktus respiratori atas
merupakan infeksi sekunder akibat kontak langsung dengan sputum atau melalui
aliran limfatik dan darah.8
Penelitian lain menunjukkan bahwa infeksi laring terjadi akibat kontak
dengan sputum yang mengandung bakteri yang berdiam untuk waktu yang lama
di laring. Basil tuberkel bisa berpenetrasi ke dalam membran mukosa normal
tanpa menimbulkan lesi di permukaan. Lesi tuberkulosis sering terbentuk di
daerah posterior laring, struktur supraglotik seperti plika aryepiglotika dan
epiglotis. Lesinya dapat berupa inflamasi nonspesifik hingga lesi nodular, lesi
eksopitik, dan ulserasi mukosa. Edema dapat timbul di fosa intraaritenoid,
kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, dan
subglotik.1,2,12
9
Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis tuberkulosis dikategorikan
menjadi 2 mekanisme, yaitu:
1. Laringitis Tuberkulosis Primer
Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi
Mycobacterium tuberculosa pada laring, tanpa adanya gejala
pulmonar atau riwayat menderita tuberculosis paru.2 Rute penyebaran
infeksi pada laringitis tuberkulosis primer yang saat ini diterima
adalah invasi langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi (udara
pernafasan).1
2. Laringitis Tuberkuosis Sekunder
Laringitis tuberkulosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi laring
akibat Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan
paru.13 Basil tuberkel pada sputum yang berasal dari bronkus akan
berpenetrasi ke mukosa laring di regio interaritenoid (penyebaran
bronkogenik). Hal ini mengakibatkan terbentuknya tuberkel
submukosa yang nantinya membentuk perkijuan dan ulserasi.Mukosa
laring tampak hiperemis dan edema akibat infiltrasi selular
(pseduedema).13
VII. GEJALA KLINIS
Dalam masa sebelum ditemukannya antibiotik, laringitis tuberkulosis
sering didapatkan dalam perjalanan penyakit yang telah lanjut, bersama dengan
lesi pada mulut dan epiglotik, ulkus tonsil, otitis media, dan penyebaran
bronkogenik.8 Teori baru menyatakan bahwa keterlibatan laring dalam penyakit
tuberkulosis menjadi lebih sering walaupun terapi antibakteri telah diterapkan.
Hal ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfatik dari organisme
penyebab tuberkulosis.2 Laringitis tuberkulosis sangat menular karena aerosolisasi
efektif dari bacil patogen saat pasien berbicara, bersin, atau batuk.7
Gejala awal yang paling umum adalah suara serak yang dapat berlangsung
berminggu – minggu , sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afonia.1 Gejala
sistemik seperti, penurunan berat badan, demam, keringat malam, dan kelelahan
juga dapat ditemukan. Gejala seperti, batuk, mengi, hemoptisis, disfagia yang
10
lebih hebat jika dibandingkan dengan nyeri karena radang lainnya merupakan
tanda yang khas, odynophagia, dan otalgia adalah gejala lokal yang dominan.
Stridor didapatkan sebagai gejala sekunder akibat terjadinya fibrosis subglottic
dan penyempitan, massa tumor lokal, atau kelumpuhan pita suara.7
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu :1
1. Stadium Infiltrasi
Yang pertama – tama mengalami pembengkakan dan hiperemis
ialah mukosa laring bagian posterior. Kadang – kadang pita suara
juga terkena. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga
mukosa tidak rata, tampak bintik – bintik yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang
berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada
suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul
ulkus.
2. Stadium Ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus
ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat
dirasakan nyeri oleh pasien.
3. Stadium Perikondritis
Ulkus masih dalam sehingga mengenai kartilago laring dan yang
paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis.
Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga
terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan berlanjut, dan
terbentuk sekuester. Pada stadium ini, keadaan umum pasien
sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat
bertahan maka proses penyakit ini berlanjut dan masuk dalam
stadium terakhir yaitu, stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium Pembentukan Tumor / Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara, dan subglotik.
11
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis1
Anamnesis dari pasien laryngitis tuberculosis seperti keluhan pasien
radang pada umumnya, didapatkan seperti demam, suara serak sampai
tidak bersuara afoni), nyeri pada saat menelan atau berbicara, rasa kering
panas dan tertekan di daerah laring, batuk yang lama hingga hemoptisis,
keringat pada malam hari, serta keluarga yang mempunyai riwayat batuk
lama.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, terdapat stridor inspirasi,
sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau
retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya
takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan
tanda hipoksia.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sebagai pemeriksaan penunjang/tambahan dapat digunakan foto
rontgen toraks dan pemeriksaan sputum, serta biopsi lesi pada laring untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma dan keadaan lainnya.13
Pemeriksaa endoscopi dapat dianjurkan bila didapatkan adanya gejala
suara serak yang persisten. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan adanya
keganasan.14
12
Gambar : Foto Toraks
(Dikuti dari kepustakaan 5)
Dari pemeriksaan histopatologi didapatkan granuloma sel epiteloid dengan
sel – sel Datia Langhans yang dikelilingi oleh limfosit dan fibroblast dan
adanya daerah yang menunjukkan proses perkejuan.15
Gambar : Hasil pemeriksaan histopatologis laring dengan sel besar
Langhans
(Dikutip dari kepustakaan 15)
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding laringitis tuberculosis, antara lain:
1. Laringitis luetika
Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan
laringitis tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang ditemukan.
Laringitis luetika terjadi pada stadium tertier dari sifilis, yaitu stadium
13
pembentukan guma. Apabila guma pecah, maka timbul ulkus. Ulkus ini
mempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan dasar yang
keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna
kekuningan. Ulkus tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sangat cepat,
sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.1
2. Karsinoma Laring
Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis
tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun hubungan
antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.1 Pasien
dengan karsinoma laring, lebih dari 90% memiliki riwayat merokok yang
berat dan mengkonsumsi alhokol.13
X. PENATALAKSANAAN
Terapi non medikamentosa
Untuk laringitis tuberkulosis sangat diharapkan pasien dapat
mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak berbicara.1,8,13 Hal ini
dapat mengurangi rasa tidak nyaman pada daerah laring dan nyeri.8
Terapi medikamentosa : Obat antituberkulosis (OAT)
Pengobatan laringitis tuberkulosis sama dengan pengobatan tuberkulosis
pada paru.14 Strategi pengobatan difokuskan pada penggunaan 3 atau lebih jenis
obat. Obat Antituberkulosis (OAT) yang paling penting adalah INH dan
rifampisin, termasuk juga etambutol, pirazinamid , streptomisin, kuinolon dan
obat antituberkulosis sekunder lainnya.7
XI. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien,
kebiasaan hidup serta ketekunan untuk berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan
pada stadium dini maka prognosisnya baik.1
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher Edisi keenam. Jakarta: FKUI; 2007.p.238 – 41
2. Cummings CW, et al. Otolaryngology Head & Neck SURGERY. 4th edition.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2005.p.2069 – 70
3. Kasper DL, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th edition.
United States of America: McGraw-Hill Companies; 2005.p.192
4. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th edition. New York: Thieme
Stuttgart; 2003.p. 210
5. Beltagi AH, et al. Case report: Acute tuberculous laryngitis presenting as
acute epiglottitis. November 2011. Available from : www.ijri.org. Accessed
on: Desember 2012
6. Agassiz. Tuberculous Laryngitis In Children. Available from: www.adc.bmj.
Accessed on: Desember 2012
7. Harris JP. dan Weisman MH. Head and Neck Manifestations of Systemic
Disease. New York: Informa Healthcare USA; 2007.p.172 – 5
8. Wilkinson RW. Laryngeal Tuberculosis. Available from:
www.archotol,jamanetwork.com. Accessed on: Desember 2012
9. Probst, Rudolf., Grevers, Gerhard., Iro, Heinrick. Embriology, Anatomy,
Physiology of the Larynx and Trachea. In : Basic Otorhinolaryngology. New
York:Georg Thieme Verlag;2006.p.338-44
15
10. Highler, Adam Boies. Anatomi dan Fisiologi Laring. In : Boies Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.p.369-77
11. Lauralee, Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta:2001.p.413-549
12. Schuster FP. Observations on The Larynx in The Tuberculous. Available
from: www.archotol,jamanetwork.com. Accessed on: Desember 2012
13. Lalwani, Anil K. Malignant Laryngeal Lesions. In : Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery 2th edition. New York:
The McGraw-Hill Companies;2007
14. Agar, Nicholas J.M. Hoarseness. Available from :
http://www.racgp.org.au/afp/200805/200805Agar.pdf. Accessed on :
Desember 2012
15. Mehndiratta, Anil.,dkk. Primary Tuberculosis of Larynx. Available from:
http://lrsitbrd.nic.in/IJTB/Year%201997/Octuber%201997/OCT1997%20J.pdf
. Accessed on: Desember 2012
16