Laringitis Tb

24
LARINGITIS TUBERKULOSIS I. PENDAHULUAN Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas. Kelainan pada laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan/infeksi, tumor lesi jinak serta kelumpuhan pita suara. Laringitis merupakan suatu peradangan pada laring, yang dapat terjadi secara akut maupun kronis. 1 Infeksi akut terjadi dalam waktu < 7 hari, disertai distres pernapasan, demam, dan lebih sering menyerang anak – anak dibanding orang dewasa. 2 Laringitis akut merupakan gejala yang umum terjadi yang disebabkan oleh virus yang juga berperan dalam infeksi saluran napas atas lainnya. Selain itu, laringitis akut juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse). 3 Infeksi kronik umumnya telah terjadi dalam waktu lebih dari seminggu sebelum munculnya gejala seperti distres pernapasan. Suara serak dan nyeri merupakan gejala yang dominan, faktor sistemik berperan penting dalam kasus ini, dan lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibanding anak – anak. 2 Laringitis kronik dikaitkan dengan infeksi traktus respirasi atas atau bawah, tetapi lebih sering karena iritasi akibat kerja atau lingkungan, penyalahgunaan suara, dan penggunaan 1

Transcript of Laringitis Tb

Page 1: Laringitis Tb

LARINGITIS TUBERKULOSIS

I. PENDAHULUAN

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.

Kelainan pada laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan/infeksi, tumor

lesi jinak serta kelumpuhan pita suara. Laringitis merupakan suatu peradangan

pada laring, yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.1

Infeksi akut terjadi dalam waktu < 7 hari, disertai distres pernapasan,

demam, dan lebih sering menyerang anak – anak dibanding orang dewasa.2

Laringitis akut merupakan gejala yang umum terjadi yang disebabkan oleh virus

yang juga berperan dalam infeksi saluran napas atas lainnya. Selain itu, laringitis

akut juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse). 3

Infeksi kronik umumnya telah terjadi dalam waktu lebih dari seminggu

sebelum munculnya gejala seperti distres pernapasan. Suara serak dan nyeri

merupakan gejala yang dominan, faktor sistemik berperan penting dalam kasus

ini, dan lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibanding anak – anak.2

Laringitis kronik dikaitkan dengan infeksi traktus respirasi atas atau bawah, tetapi

lebih sering karena iritasi akibat kerja atau lingkungan, penyalahgunaan suara, dan

penggunaan tembakau.4 Laringitis kronik dibagi menjadi laringitis kronik non

spesifik dan laringitis kronik spesifik. Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik

adala laringitis tuberkulosis.1

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, M.bovis, atau M.Africanum., walaupun mikobakteria

lain menyebabkan penyakit yang mirip TB. Tuberkulosa merupakan suatu infeksi

kronis yang umumnya terjadi di paru-paru, tetapi setiap organ dapat diserang.

Di Negara maju, infeksi terjadi semata-mata melalui inhalasi organism

yang tersebar sebagai nuclei droplet dari penderita TB pulmonal dengan apusan

sputum positif. Organism dapat melayang-layang di udara selama beberapa jam

meningkatkan kemungkinan menginfeksi kontak. Walaupun pertahanan

imunologis spesifik terhadap TB hanya timbul setelah infeksi, pertahanan bawaan

yang cukup tinggi dapat terjadi dan menahan invasi awal.

1

Page 2: Laringitis Tb

Pada masa lalu, laringitis tuberkulosis dikenal sebagai gejala sisa dari

tuberkulosis paru yang berat. Namun, dalam 20 tahun terakhir ini, pola

keterlibatan telah berubah, dan banyak pasien dengan laringitis tuberkulosis

ditemukan tanpa adanya gejala – gejala kelainan pada paru atau riwayat TB paru

sebelumnya.2 Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh

tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa

laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru,

sehingga bila infeksi telah mengenai kartilago, pengobatannya menjadi lebih

lama.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan sampel dahak yang

positif, temuan karakteristik pada radiografi dada, dan biopsi positif.

Penatalaksanaan pada penyakit ini terutama adalah medikamentosa dengan

didasarkan pada sensitifitas dari organisme penyebab.2

Oleh karena itu, pembahasan mengenai laringitis tuberkulosis lebih lanjut

diperlukan agar dapat memberi pengetahuan mengenai cara diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat guna mencegah komplikasi yang akan terjadi.

II. EPIDEMIOLOGI

Laringitis tuberkulosis menyerang 35 – 83% pasien dengan tuberkulosis

paru pada masa preantibiotik. Saat ini, insidennya diperkirakan berkisar 1% dari

semua kasus tuberkulosis.5

Pada sebuah penelitian, ditemukan 14 kasus di antara 64 anak dengan

sputum positif atau sekitar 22%. Umur anak yang diperiksa berkisar antara 6 – 16

tahun, dan umur anak yang terkena adalah 12 – 16 tahun.6

Pada masa preantibiotik, laringitis tuberkulosis sering ditemukan dengan

penyakit – penyakit lain seperti adanya lesi di dalam mulut dan epiglotis, ulkus

tonsiler, otitis media, dan penyebaran bronkogenik. Saat ini, prevalensi laringitis

tuberkulosis mengalami penurunan setelah penggunaan terapi antibiotik.7

2

Page 3: Laringitis Tb

III. ETIOLOGI

Penyebab dari laringitis tuberkulosis telah ditunjukkan oleh Virchow

(1865) dan Heinze (1879) yaitu basil dari tuberkel. Ada teori yang menyatakan

bahwa keterlibatan laring disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara

hematogen atau melalui sistem limfatik.2,3,8

Setelah diobati biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis

tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat pada

kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru. Infeksi laring oleh Mycobacterium

tuberculosis hampir selalu sebagai komplikasi tuberkulosis paru aktif, dan ini

merupakan penyakit granulomatosis laring yang paling sering. Selain itu, banyak

penderita laringitis tuberkulosis yang dikaitkan dengan adanya riwayat

penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol.2,3,8

IV. ANATOMI

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.

Bentuknya menyerupai limas segitiga dengan bagian atas lebih besar daripada

bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas bawahnya

ialah batas kaudal kartilago krikoid. Kerangka laring tersusun dari satu tulang,

yaitu tulang hyoid dan beberapa tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti U,

yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak

oleh tendo dan otot – otot.1

Gambar : Topografi Anatomi Laring

3

Page 4: Laringitis Tb

(Dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar : Tulang dan Kartilago Laring

(Dikutip dari kepustakaan 9)

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot –

otot intrinsik. Otot – otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara

keseluruhan, sedangkan otot – otot intrinsik menyebabkan gerak bagian – bagian

laring sendiri. Otot – otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid

(suprahyoid), dan ada yang terletak di bawah tulang hyoid (infrahyoid). Otot

suprahyoid antara lain, m. Digastrikus, m. Geniohyoid, m. Stylohyoid, dan m.

Mylohyoid. Otot infrahyoid antara lain, m. Sternohyoid, m. Omohyoid, dan m.

Tyrohyoid. Otot suprahyoid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan otot

infrahyoid menarik laring ke atas. 1

4

Page 5: Laringitis Tb

Gambar : Otot – Otot Laring

(Dikutip dari kepustakaan 9)

Otot intrinsik laring antara lain, m. Krikoaritenoid lateral, m.

Tiroepiglotika, m. Vocalis, m. Tiroaritenoid, m. Epiglotika, dan m. Krikotiroid.

Otot – otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot – otot intrinsik laring yang

terletak di bagian posterior ialah m. Aritenoid transversum, m. Aritenoid oblik,

dan m. Krikoaritenoid posterior. 1

Batas superior rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas

inferiornya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas

anteriornya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,

ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan

arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago

aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas

belakangnya ialah m. Aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid. 1

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika

ventrikularis (pita suara palsu). Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi

rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis.

5

Page 6: Laringitis Tb

Antara plika vokalis dan plika ventrikularis pada tiap sisinya disebut ventrikulus

Morgagni. 1

Innervasi Laring

Laring dipersarafi oleh cabang – cabang nervus vagus, yaitu n. laringeus

superior dan n. laringeus inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf

motorik dan sensorik. Nervus laringeus superior mempersarafi m. Krikotiroid,

sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Nervus ini

awalnya terletak di atas m. Konstriktor faring medial, di sebelah medial a. Karotis

interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid, dan setelah

menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2

cabang, yaitu ramus eksterna dan ramus internus. 1

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari nervus rekuren. Nervus

rekuren merupakan cabang dari nervus vagus. 1

6

Page 7: Laringitis Tb

Gambar : Persarafan pada laring

(Dikuti dari kepustakaan 9)

Vaskularisasi Laring

Vaskularisasi laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a. laringeus superior dan a.

laringeus inferior. Arteri laringeus superior merupakan cabang dari a.tiroid

superior. Arteri laringeus superior berjalan agak mendatar melewati bagian

belakang membran tirohyoid bersama – sama dengan cabang internus dari nervus

laringis superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah

submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk

memperdarahi mukosa dan otot – otot laring. 1

Arteri laringeus inferior merupakan cabang dari a. Tiroid inferior dan

bersama – sama dengan nervus laringeus inferior berjalan ke belakang artikulasio

krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m. Konstriktor faring

inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang – cabang, memperdarahi mukosa dan

otot serta beranastomosis dengan a. laringeus superior. 1

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar

dengan a. laringeus superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena

tiroid superior dan inferior. 1

7

Page 8: Laringitis Tb

Gambar : Vaskularisasi dan Sistem Limfatik pada Laring

(Dikutip dari kepustakaan 9)

Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe untuk laring banyak kecuali didaerah lipatan vokal. Di

sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah

lipatan vokal, pembuluh limfe dibagi menjadi superior dan inferior.1

Pembuluh aferen dari bagian superior berjalan lewat lantai sinus piriformis

dan a. laringis superior kemudian ke atas, dan bergbaung dengan kelenjar dari

bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh aferendari bagian inferior

berjalan ke bawah dengan a. laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar

servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai kelenjar

supraklavikular. 1

V. FISIOLOGI LARING

Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun

ternyata mempunyai tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan napas, respirasi, dan

fonasi. Kenyatannya, secara filogenetik, laring mula – mula berkembang sebagai

suatu sfingter yang melindungi saluran pernafasan, sementara perkembangan

suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan.10

Perlindungan jalan napas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai

mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot

tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, di samping

aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrisik laring

lainnya. Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut

dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus.

Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral, menuju aditus laringis dan masuk ke

sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus

yang terjadi bersamaan, mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus

sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat selama

proses menelan melalui suatu refleks yang diperantari oleh reseptor mukosa pada

daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.10

8

Page 9: Laringitis Tb

Pita suara yang merupakan dua pita jaringan elastik yang terentang di

bukaan laring dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot

– otot laring. Pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang teregang,

pita suara tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam – macam bunyi. Pada

saat menelan, pita suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup

pintu masuk ke trakea.11

Gambar : Laring

(Dikutip dari kepustakaan Atlas of Netter)

VI. PATOGENESIS

Ada dua teori yang menjelaskan perjalanan penyakit ini, yaitu lesi primer

bisa berasal dari hidung, faring, atau laring. Yang kedua adalah lesi sekunder

berasal dari paru – paru dan infeksi dari laring dan traktus respiratori atas

merupakan infeksi sekunder akibat kontak langsung dengan sputum atau melalui

aliran limfatik dan darah.8

Penelitian lain menunjukkan bahwa infeksi laring terjadi akibat kontak

dengan sputum yang mengandung bakteri yang berdiam untuk waktu yang lama

di laring. Basil tuberkel bisa berpenetrasi ke dalam membran mukosa normal

tanpa menimbulkan lesi di permukaan. Lesi tuberkulosis sering terbentuk di

daerah posterior laring, struktur supraglotik seperti plika aryepiglotika dan

epiglotis. Lesinya dapat berupa inflamasi nonspesifik hingga lesi nodular, lesi

eksopitik, dan ulserasi mukosa. Edema dapat timbul di fosa intraaritenoid,

kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, dan

subglotik.1,2,12

9

Page 10: Laringitis Tb

Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis tuberkulosis dikategorikan

menjadi 2 mekanisme, yaitu:

1. Laringitis Tuberkulosis Primer

Laringitis tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi

Mycobacterium tuberculosa pada laring, tanpa adanya gejala

pulmonar atau riwayat menderita tuberculosis paru.2 Rute penyebaran

infeksi pada laringitis tuberkulosis primer yang saat ini diterima

adalah invasi langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi (udara

pernafasan).1

2. Laringitis Tuberkuosis Sekunder

Laringitis tuberkulosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi laring

akibat Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan

paru.13 Basil tuberkel pada sputum yang berasal dari bronkus akan

berpenetrasi ke mukosa laring di regio interaritenoid (penyebaran

bronkogenik). Hal ini mengakibatkan terbentuknya tuberkel

submukosa yang nantinya membentuk perkijuan dan ulserasi.Mukosa

laring tampak hiperemis dan edema akibat infiltrasi selular

(pseduedema).13

VII. GEJALA KLINIS

Dalam masa sebelum ditemukannya antibiotik, laringitis tuberkulosis

sering didapatkan dalam perjalanan penyakit yang telah lanjut, bersama dengan

lesi pada mulut dan epiglotik, ulkus tonsil, otitis media, dan penyebaran

bronkogenik.8 Teori baru menyatakan bahwa keterlibatan laring dalam penyakit

tuberkulosis menjadi lebih sering walaupun terapi antibakteri telah diterapkan.

Hal ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfatik dari organisme

penyebab tuberkulosis.2 Laringitis tuberkulosis sangat menular karena aerosolisasi

efektif dari bacil patogen saat pasien berbicara, bersin, atau batuk.7

Gejala awal yang paling umum adalah suara serak yang dapat berlangsung

berminggu – minggu , sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afonia.1 Gejala

sistemik seperti, penurunan berat badan, demam, keringat malam, dan kelelahan

juga dapat ditemukan. Gejala seperti, batuk, mengi, hemoptisis, disfagia yang

10

Page 11: Laringitis Tb

lebih hebat jika dibandingkan dengan nyeri karena radang lainnya merupakan

tanda yang khas, odynophagia, dan otalgia adalah gejala lokal yang dominan.

Stridor didapatkan sebagai gejala sekunder akibat terjadinya fibrosis subglottic

dan penyempitan, massa tumor lokal, atau kelumpuhan pita suara.7

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu :1

1. Stadium Infiltrasi

Yang pertama – tama mengalami pembengkakan dan hiperemis

ialah mukosa laring bagian posterior. Kadang – kadang pita suara

juga terkena. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat.

Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga

mukosa tidak rata, tampak bintik – bintik yang berwarna kebiruan.

Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang

berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada

suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul

ulkus.

2. Stadium Ulserasi

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus

ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat

dirasakan nyeri oleh pasien.

3. Stadium Perikondritis

Ulkus masih dalam sehingga mengenai kartilago laring dan yang

paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis.

Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga

terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan berlanjut, dan

terbentuk sekuester. Pada stadium ini, keadaan umum pasien

sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat

bertahan maka proses penyakit ini berlanjut dan masuk dalam

stadium terakhir yaitu, stadium fibrotuberkulosis.

4. Stadium Pembentukan Tumor / Fibrotuberkulosis

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding

posterior, pita suara, dan subglotik.

11

Page 12: Laringitis Tb

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis1

Anamnesis dari pasien laryngitis tuberculosis seperti keluhan pasien

radang pada umumnya, didapatkan seperti demam, suara serak sampai

tidak bersuara afoni), nyeri pada saat menelan atau berbicara, rasa kering

panas dan tertekan di daerah laring, batuk yang lama hingga hemoptisis,

keringat pada malam hari, serta keluarga yang mempunyai riwayat batuk

lama.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, terdapat stridor inspirasi,

sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau

retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya

takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan

tanda hipoksia.

3. Pemeriksaan Penunjang

Sebagai pemeriksaan penunjang/tambahan dapat digunakan foto

rontgen toraks dan pemeriksaan sputum, serta biopsi lesi pada laring untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma dan keadaan lainnya.13

Pemeriksaa endoscopi dapat dianjurkan bila didapatkan adanya gejala

suara serak yang persisten. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan adanya

keganasan.14

12

Page 13: Laringitis Tb

Gambar : Foto Toraks

(Dikuti dari kepustakaan 5)

Dari pemeriksaan histopatologi didapatkan granuloma sel epiteloid dengan

sel – sel Datia Langhans yang dikelilingi oleh limfosit dan fibroblast dan

adanya daerah yang menunjukkan proses perkejuan.15

Gambar : Hasil pemeriksaan histopatologis laring dengan sel besar

Langhans

(Dikutip dari kepustakaan 15)

IX. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding laringitis tuberculosis, antara lain:

1. Laringitis luetika

Laringitis luetika seringkali memberikan gejala yang sama dengan

laringitis tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang ditemukan.

Laringitis luetika terjadi pada stadium tertier dari sifilis, yaitu stadium

13

Page 14: Laringitis Tb

pembentukan guma. Apabila guma pecah, maka timbul ulkus. Ulkus ini

mempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan dasar yang

keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna

kekuningan. Ulkus tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sangat cepat,

sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.1

2. Karsinoma Laring

Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis

tuberkulosa. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun hubungan

antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.1 Pasien

dengan karsinoma laring, lebih dari 90% memiliki riwayat merokok yang

berat dan mengkonsumsi alhokol.13

X. PENATALAKSANAAN

Terapi non medikamentosa

Untuk laringitis tuberkulosis sangat diharapkan pasien dapat

mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak berbicara.1,8,13 Hal ini

dapat mengurangi rasa tidak nyaman pada daerah laring dan nyeri.8

Terapi medikamentosa : Obat antituberkulosis (OAT)

Pengobatan laringitis tuberkulosis sama dengan pengobatan tuberkulosis

pada paru.14 Strategi pengobatan difokuskan pada penggunaan 3 atau lebih jenis

obat. Obat Antituberkulosis (OAT) yang paling penting adalah INH dan

rifampisin, termasuk juga etambutol, pirazinamid , streptomisin, kuinolon dan

obat antituberkulosis sekunder lainnya.7

XI. PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien,

kebiasaan hidup serta ketekunan untuk berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan

pada stadium dini maka prognosisnya baik.1

14

Page 15: Laringitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala & Leher Edisi keenam. Jakarta: FKUI; 2007.p.238 – 41

2. Cummings CW, et al. Otolaryngology Head & Neck SURGERY. 4th edition.

Philadelphia: Mosby Elsevier; 2005.p.2069 – 70

3. Kasper DL, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th edition.

United States of America: McGraw-Hill Companies; 2005.p.192

4. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th edition. New York: Thieme

Stuttgart; 2003.p. 210

5. Beltagi AH, et al. Case report: Acute tuberculous laryngitis presenting as

acute epiglottitis. November 2011. Available from : www.ijri.org. Accessed

on: Desember 2012

6. Agassiz. Tuberculous Laryngitis In Children. Available from: www.adc.bmj.

Accessed on: Desember 2012

7. Harris JP. dan Weisman MH. Head and Neck Manifestations of Systemic

Disease. New York: Informa Healthcare USA; 2007.p.172 – 5

8. Wilkinson RW. Laryngeal Tuberculosis. Available from:

www.archotol,jamanetwork.com. Accessed on: Desember 2012

9. Probst, Rudolf., Grevers, Gerhard., Iro, Heinrick. Embriology, Anatomy,

Physiology of the Larynx and Trachea. In : Basic Otorhinolaryngology. New

York:Georg Thieme Verlag;2006.p.338-44

15

Page 16: Laringitis Tb

10. Highler, Adam Boies. Anatomi dan Fisiologi Laring. In : Boies Buku Ajar

Penyakit THT Edisi 6. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.p.369-77

11. Lauralee, Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.

Jakarta:2001.p.413-549

12. Schuster FP. Observations on The Larynx in The Tuberculous. Available

from: www.archotol,jamanetwork.com. Accessed on: Desember 2012

13. Lalwani, Anil K. Malignant Laryngeal Lesions. In : Current Diagnosis &

Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery 2th edition. New York:

The McGraw-Hill Companies;2007

14. Agar, Nicholas J.M. Hoarseness. Available from :

http://www.racgp.org.au/afp/200805/200805Agar.pdf. Accessed on :

Desember 2012

15. Mehndiratta, Anil.,dkk. Primary Tuberculosis of Larynx. Available from:

http://lrsitbrd.nic.in/IJTB/Year%201997/Octuber%201997/OCT1997%20J.pdf

. Accessed on: Desember 2012

16