LARINGITIS TUBERKULOSIS
-
Upload
rhendy-irono -
Category
Documents
-
view
743 -
download
20
Transcript of LARINGITIS TUBERKULOSIS
LARINGITIS TUBERKULOSIS
Pendahuluan
Laringitis merupakan peradangan pada laring yang dapat menyebabkan suara parau.
Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi
dalam jangka waktu lebih dari 3 minggu. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh
penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi laryngitis kronik
non spesifik dan laryngitis kronik spesifik ( laryngitis tuberkulosa dan laryngitis luetika).1,2
Laringitis tuberkulosis hampir selalu merupakan komplikasi dari tuberkulosis paru.
Sejak ditemukannya pengobatan untuk tuberkulosis, angka kejadian dari laringitis
tuberkulosis menjadi jarang. Kebanyakan pada kasus laringitis tuberkulosis hanya terdapat
beberapa gejala ringan dari tuberkulosis paru atau sama sekali tidak menunjukkan gejala
tuberkulosis paru sebelumnya. Di awal abad 20, laringitis tuberkulosis merupakan penyakit
yang paling sering ditemukan pada laring dan sangat infeksius. Gejala yang paling sering
membuat pasien datang ke rumah sakit ialah sakit tenggorokan, disfagia dengan atau tanpa
odinofagia.3
Seringkali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat
pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah
mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.2
1
Tinjauan Pustaka
I. Anatomi
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian
bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah bidang
yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua
belah lamina kartilago tiroid arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran
kuadrangulari, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid,
sedangkan batas belakang ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid
(anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid
posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum
vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan
ligamentum tiroepiglotika.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikukaris
(pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan
diantara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis.
Daerah ini disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus
laring Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak
di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak
kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga
laring yang terletak di bawah plika vokalis.
2
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tenggorok oleh tendo dan otot-otot.
Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,
sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan
membantu menggerakkan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago komikulata, kartilago kuneiformis dan
kartilago tritisea.
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi
krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,
sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan
kartilago tritisea di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
Pada laring terdapat 2 buah sendi yaitu, artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
instrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang
berhubungan dengan gerakan pita suara.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid),
seperti m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Sedangkan otot-otot
ekstrinsik laring yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid) ialah m.sternohioid,
m.omohoid dan m.tirohioid.
Otot-otot ekstrinsik suprahioid berfungsi untuk menarik laring ke bawah,
sedangkan otot-otot ekstrinsik infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot instrinsik yang terletak di bagian lateral laring ialah m.krikoaritenoid
lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid.
Sedangkan otot-otot instrinsik yang terletak di bagian posterior laring adalah
m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior.
3
Sebagian besar otot-otot instrinsik adalah otot-otot aduktor (kontraksinya akan
mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yang
merupakan otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral).2
Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan
n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf sensorik dan motorik.
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan
sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas
m.konstriksor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian
menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hunungan dengan ganglion
servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriksor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak di
sebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama
dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring.
4
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. N.rekuren merupakan cabang
dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan
diantara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar
tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari
sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior.
Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian lateral, sedangkan
ramus posterior mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian superior dan
mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.2
Pendarahan
Pendarahan umtuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior.
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis
superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-
sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini
untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus
piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringis inferior merupakan caban dari a.tiroid inferior dan bersama-sama
dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui
daerah pinggir bawah dari m.konstriktor dari faring inferior. Di dalam laring arteri itu
bercabang-cabang, memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan
a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikoiroid
untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.2
5
Pembuluh limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan
a.laringis superior, kemudian ke atas dan bergabung dengan kelenjar dari bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke
bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.2
6
II. Etiologi
Infeksi dari kuman Mycobacterium tuberculosis.4
Faktor resiko
1. Perokok
2. Alkohol
3. Malnutrisi
4. Imunodefisiensi5,6
III. Patogenesis
Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang
mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa.2,5
Proses inflamasi akan menyebabkan perubahan pada mukosa laring seperi
hiperemia dan edem. Epitel bersilia pada laring rusak, terutama pada dinding posterior,
yang menyebabkan gangguan dalam pengeluaran mukus sehingga timbul reaksi untuk
batuk. Mukus pada pita suara dapat menyebabkan spasme laring.4
IV. Gambaran klinis
Secara klinis laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu :
1. Stadium infiltrasi
Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa
laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini
mukosa laring bewarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata,
tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta
beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada
suatu saat, karena sangat meregang maka akan pecah dan timbul ulkus.
2. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.
3. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan paling sering
terkena adalah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan
tulang rawan sehingga terbentuk nanah yang berbau. Proses ini akan berlanjut dan
7
terbentuk sekuester. Pada keadaan ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat
meninggal dunia.
Bila pasien dapat bertahan maka proses ini berlanjut dan masuk dalam stadium
terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara
dan subglotik.2
Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai
berikut:
- Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
- Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu
- Disfagia atau odinofagia
- Penurunan berat badan, demam, keringat malam, batuk dan hemoptisis2,5,6,7
V. Diagnosis2,5,7
Dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Laboratorium
4. Laringoskopi langsung atau tak langsung
5. Foto rontgen toraks
6. Pemeriksaan patologi anatomi
VI. Penatalaksanaan2,6
- Obat anti tuberkulosis
- Istirahatkan suara
8
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. W
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jaya Murni Tb. Awang
No. RM : 154265
Tanggal Periksa : 27 Juli 2011
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Flamboyan RSMW.
A. Keluhan Utama
Pasien mengatakan keluhan sulit menelan sudah 1 bulan lamanya.
B. Keluhan Tambahan
Sulit berbicara dan sulit bernafas juga sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan yang
lalu.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit menelan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
merasakan sakit dan panas pada tenggorokannya. Keluhan pasien tersebut disertai
juga dengan keluhan sulit untuk berbicara dan sulit untuk bernafas. Keluhan sulit
menelan tersebut membuat pasien menjadi tidak nafsu makan sehingga pasien
merasa lemas.
Sejak ± 1,5 bulan yang lalu pasien juga merasakan timbul dua buah benjolan di sisi
sebelah kiri lehernya namun tidak terasa nyeri. Selain itu, pasien juga mengeluh
sudah lama batuk-batuk.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya akibat sirosis hepatis.
9
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Suhu : 37°C
B. Status THT
Pemeriksaan Telinga : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Hidung : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Leher : Teraba dua buah benjolan di sisi kiri leher, berukuran
1x1x1 cm, mobile.
Pemeriksaan Tenggorokan : - Terdapat lesi di daerah faring
- Laring tampak hiperemis, massa (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Leukosit : 13.200/ul - N. Segmen : 86 %
- Eritrosit : 4,98 jt - Limfosit : 10 %
- Hb : 12,5 gr% - Monosit : 4 %
- HCT : 39,0 % - Glukosa sewaktu : 121 mg%
- MCV : 78,3 fl - Ureum : 52 mg%
- MCH : 25,1 pg - Kreatinin : 1,5 mg%
- MCHC : 32,1 gr% - SGOT : 48 U/L
- Trombosit : 354 rb/ul - SGPT : 44 U/L
Foto Thoraks :
TB milier dengan efusi pleura bilateral
RESUME
10
Seorang pasien laki-laki berumur 42 tahun datang dengan keluhan sulit menelan sejak 1
bulan yang lalu. Selain itu, pasien mengakatakan tenggorokannya terasa sakit dan panas
sehingga membuat nafsu makan pasien menurun. Keluhan sulit menelan tersebut juga disertai
dengan keluhan sulit bicara dan sulit bernafas. Pasien juga mengeluh sejak 1,5 bulan ini,
timbul 2 buah benjolan di sisi sebelah kiri lehernya namun tidak terasa nyeri. Pasien juga
sudah lama batuk-batuk. Pasien mempunyai riwayat penyakit sirosis hepatis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan terdapat 2 buah benjolan di sisi sebelah kiri leher
berukuran 1x1x1cm dan teraba mobile. Kemudian dari pemeriksaan tenggorokan didapatkan
adanya lesi di daerah faring dan laring tampak hiperemis. Dari pemeriksaan laboratorim
didapatkan jumlah leukosit meningkat menjadi 13.200/ul sedangkan dari foto thoraks
didapatkan gambaran TB milier dan efusi pleura bilateral.
DIAGNOSA KERJA
Laringitis tuberkulosis
PENATALAKSANAAN
- Rifampicin 1 x 450 mg - Sanorin obat kumur
- INH 1 x 500 mg - Renvol 2 x 1 tab
- Etambutol 1 x 500 mg - Bronchopron syr. 3 x 1 C
- Pirazinamid 2 x 500 mg
11
DISKUSI
Pasien seorang pria berusia 42 tahun ini didiagnosa dengan laringitis tuberkulosis
karena sesuai dengan tanda dan gejala dari infeksi laring, yaitu terdapat gejala sulit menelan
dan terasa sakit dan panas pada tenggorokan. Pasien juga mengeluh sulit untuk berbicara dan
bernafas yang berlangsung sudah 1 bulan lamanya, menunjukkan suatu perjalanan penyakit
yang kronis. Pada pemeriksaan tenggorokan juga tampak laring hiperemis. Kemudian dari
hasil pemeriksaan foto thoraks didapatkan gambaran TB milier dan efusi pleura bilateral.
Penanganan yang diberikan pada pasien ini sudah tepat yaitu pemberian obat anti
tuberkulosis serta pengobatan simtomatik untuk membantu menyembuhkan gejala batuk serta
rasa sakit dan panas pada tenggorokan pasien.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. http://en.wikipedia.org/wiki/Laryngitis. Laryngitis.
2. Soepardi AE., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti RD. Kelainan Laring dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. 2007.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Purnanta M. Arief. Laryngitis Tuberculosa in ENT Department Dr. Sardjito Hospital
Yogyakarta Year 2000-2004. 2005. Yogyakarta : Department ENT -Head and Neck,
Medical Faculty of GMU-Dr. Sardjito Hospital.
4. http://www.patient.co.uk/doctor/Laryngitis.htm . Laryngitis.
5. Abdalla Haider A., Nisreen Ahmad. Clinical Manifestation of Laryngeal
Tuberculosis.
6. YILMAZ Fahrettin., TASKIN Umit., et all. Laryngeal Tuberculosis. 2011, February
29th. Turkey.
7. Hafeez M., Arif Raza K., Naseer A., Noor Sahib K. Causes of Hoarseness in North of
Pakistan. J. Med. Sci. July 2010, Vol.18, No.3: 151-153. Pakistan : Department of
ENT, Khyber Teaching Hospital.
13