laprak 3 fistum
-
Upload
marnhi-tanjung -
Category
Documents
-
view
240 -
download
12
Transcript of laprak 3 fistum
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN (BA-2101)
MEDIUM HIDROPONIK
Tanggal Praktikum : 16 September 2013
Tanggal Pengumpulan : 7 Oktober 2013
Disusun oleh:
Dianisa Rizkika
11412033
Kelompok 8
Asisten:
Putri Reno Galih
10609071
PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan hidroponik di Indonesia cukup prospektif mengingat beberapa hal
sebagai berikut, yaitu permintaan pasar sayuran berkualitas yang terus meningkat, kondisi
lingkungan/ iklim yang tidak menunjang, kompetisi penggunaan lahan, dan adanya
masalah degradasi tanah.
Sistem hidroponik merupakan cara produksi tanaman yang sangat efektif. Sistem ini
dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang
optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan
dengan pertumbuhan sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman
yang optimum akan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi (Raffar,1993).
Banyak kelebihan yang dimiliki sistem budidaya hidroponik dibandingkan dengan
budidaya tanah. Sistem budidaya hidroponik lebih murah dan praktis. Kemungkinan
tanaman untuk mati adakah kecil sekali, karena makanan terjamin. Disamping itu
penggunaan pupuk lebih terkontrol dan lebih efisiensi. (Hasyim,1984). Disamping itu,
semua tanaman secara teknis dapat dihidroponikkan, tanaman hias yang berhasil
dihidroponikan adalah Begonia, Draecerna, Philodenron dan Sansivera (Lingga, 1984).
Tanaman sayur-sayuran yang berhasil dihidroponikkan antara lain : cabai, tomat, selada,
kangkung, bayam, paprika dan lain-lain. (Wijayani dan Widodo,2005).
Peningkatan kesejahteraan keluarga Indonesia kedepannya salah satunya dapat
dilaksanakan melalui budidaya tanaman sayur-sayuran dan tanaman buah dengan
menggunakan hidroponik di pekarangan. Di daerah perkotaan sulit untuk mendapatkan
tanah yang subur untuk media pertanaman, budidaya secara hidroponik merupakan suatu
alternatif yang dapat diterapkan. Tujuannya agar usaha penyediaan tanaman sayur-
sayuran dan buah-buahan untuk memenuhi gizi keluarga di perkotaan dapat terpenuhi dan
juga akan menekan biaya untuk membelinya. Hidropnik diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan dan efisiensi dalam penggunaan lahan serta dapat menambah keserasian dan
kenyamanan atau meningkatkan kualitas lingkungan kota.
1
1.2 Tujuan
1) Menentukan pengaruh unsur Nitrogen dan Magnesium pada medium Hoagland
terhadap pertumbuhan daun cabai (Capsicum Anuum)
2) Menentukan pengaruh unsur Nitrogen dan Magnesium pada medium Hoagland
terhadap kadar klorofil daun cabai (Capsicum Anuum)
3) Menentukan pengaruh unsur Nitrogen dan Magnesium pada medium Hoagland
terhadap biomassa daun cabai (Capsicum Anuum)
2
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Pengertian Hidroponik
Hidroponik merupakan teknik bertanam tanpa menggunakan media tanah. Teknik ini
mampu meningkatkan hasil tanaman per satuan luas sampai lebih dari sepuluh kali, bila
dibandingkan dengan teknik pertanian konvensional (Soenoeadji, 1990 cit. Basuki, 2008).
Hidroponik termasuk teknologi penanaman dalam larutan nutrisi (air dan pupuk) dengan atau
tanpa penggunaan media buatan untuk mendukung perakaran tanaman (Jensen ,1990).
2.2. Jenis Sistem Hidroponik
Jenis sistem hidroponik dikelompokkan menjadi 3 kelompok,yaitu (Lestari,2009) :
1) Kultur agregat seperti hidroponik substrat sistem tetes (Drip), pasang surut
(Ebb and Flow), sistem statis dan modifikasi hidroponik substrat lainnya. Kultur
agrerat ini Media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam padi (kuntan), dan lain-
lain yang harus disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian hara
dengan cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan larutan hara dalam
tangki atau drum, lalu dialirkan ke tanaman melalui selang plastik.
Sistem tetes (Drip) merupakan metode budidaya tanaman dimana akar
tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga
memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup.
Sedangkan teknik ‘Edd and flow’ atau sistem hidroponik pasang surut merupakan
salah satu sistem budidaya tanaman secara hidroponik yang dalam pemberian
nutrisinya secara pasang surut. Dalam rangkaian sistem ini dilengkapi denga timer
(penghitung waktu) pemberian nutrisi. Sehingga adakalanya tanaman terendam nutrisi
dan adakalanya nutrisi tersebut surut kembali. (Sudibyo,2003)
2) Kultur air seperti NFT (Nutrient Film Technique), Teknik ini telah lama dikenal,
yaitu sejak pertengahan abad ke-15 oleh bangsa Aztec. Dalam metode ini tanaman
ditumbuhkan pada media tertentu yang di bagian dasar terdapat larutan yang
mengandung hara makro dan mikro, sehingga ujung akar tanaman akan menyentuh
larutan yang mengandung nutrisi tersebut (Jensen,1980).
3
3) NFT adalah sebuah sistem yang menggunakan ‘film’ larutan nutrisi. Film atau
lapisan tipis setebal 1-3 mm ini dipompa dan dialirkan melewati akar tanaman secara
terus menerus dengan kecepatan aliran sekitar 1-2 liter per menit. Sirkulasi nutrisi
dapat digunakan ulang selama beberapa minggu sesuai kebutuhan tanaman. Sebagian
akar tanaman tumbuh di atas permukaan larutan nutrisi dan sebagian lagi terendam di
dalamnya. Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan tanaman dalam
hidroponik NFT adalah tersedianya nutrisi penunjang yang sesuai dengan jenis dan
umur tanaman dan kestabilan kecepatan aliran nutrisi (Cooper,1972).
4) Kultur udara seperti Aeroponik. Hidroponik dengan media tanam udara populer
disebut aeroponik yang berarti memberdayakan udara. Pada aeroponik air bernutrisi
dikabutkan dan disemprotkan langsung ke akar tanaman secara berkala.
(Lestari,2009)
2.3. Komposisi dari Medium Hoagland
Komposisi larutan nutrisi Hoagland untuk pertumbuhan tanaman terdiri atas
makronutrien dan mikronutrien(Epstein,1972). Adapun rinciannya disajikan dalam
bentuk tabel berikut.
4
2.4. Sawi Hijau (Brassica rapa)
Sawi hijau (Brassica rapa convar. parachinensis; suku sawi-sawian atau
Brassicaceae) merupakan tanaman semusim. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau
sawi bakso. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Jenis sayuran
ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman sawi mempunyai
batang pendek dan lebih langsing dari petai. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya
berserak (roset) hingga sukar membentuk krop. Tanaman ini mempunyai akar tunggang
dengan akar samping yang banyak, tetap dangkal. Bunganya mirip petsai, tetapi
rangkaian tandan lebih pendek. Ukuraqn kuntum bunga lebih kecil dengan warna kuning
pucat spesifik. Ukuran bijinya kecil dan berwarna hitam kecoklelatan. Bijinya terdapat
dalam kedua sisi dinding sekat polong yang lebih gemuk (Sunarjono, 2004).
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Hidroponik
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman hidroponik yaitu
sebagai berikut (Prasdianata,2011):
1) Unsur Hara
Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena
media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan
atau air yang berlebihan.Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 – 7.5 tetapi yang
terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi
tanaman.
Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam
larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S.
Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi
unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-
beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones, 1991). Larutan hara
dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis
pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan
kelarutan garam pupuk tersebut.
2) Media Tanam Hidroponik
Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia,
kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat
5
menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi
tanaman.
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam hidroponik
antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya.
Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan
media. Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang
satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media.
3) Oksigen
Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya
oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel
makin sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang.
Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut akar.
Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan
gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang
berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose dalam larutan hara dan
memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman untuk kultur agregat.
4) Air
Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik
mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC
tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam
jumlah besar karena dapat meracuni tanaman.
2.6. Mekanisme Pembentukan Klorofil sebagai Hasil Metabolisme Nitrogen
Mekanisme pembentukan kolorofil diawali dengan pembentukan asam α
aminolevulinat (ALA) (Stryer (1981). Pembentukan ALA melalui jalur Glutamat melalui
tahapan pembentukan glutamat t-RNA dari glutamat kemudian diubah menjadi
semialdehide selanjutnya menjadi α ketoglutaldehid untuk kemudian dengan enzim
transaminase atau enzim amino transferase terbentuklah ALA 150 (Bonner & Varner,
1965; Krogman, 1979). Dari 2 molekul ALA dengan melibatkan enzim ALA dehidrase
akan terbentuk porfobilinogen (PBG) yang mengandung cincin pirol dari 4 molekul PBG
dengan melibatkan enzim uroporfirinogen III. Decarboksilasi merubah uroporfirinogen
III.
6
Di bawah kondisi aerob dengan melibatkan enzim Caproporfirinogen
dekarboksilase, caproporfirinogen III selanjutnya akan membentuk proporfinogen IX.
Oksidasi terhadap proporfirinogen IX akan menghasilkan proporfirin IX yang belum
memiliki Mg. setelah protoporfirin IX bergabung dengan Mg terbentuklah Mg
protoporfirin IX. Penambahan gugus metil pada Mg Protoporfirin IX dengan bantuan Mg
Protoporfirin esterase akan membentuk Mg porfirin IX monometil ester. Selanjutnya
adalah perubahan Mg porfirin IX monometil ester menjadi proklorofilide (Bonner and
Varner, 1965; Devlin 1975; Krogman, 1979).
Perubahan protoclorofilideae menjadi klorofil a terjadi melalui terbentuknya
protoclorofilde holocrome yang berikatan dengan protein mengikat ion 2H+. dua ion
tersebut disumbangkan pada cincin keempat sehingga terbentuklah protoklorofilie a
holocrome, yang selanjutnya dapat berubah menjadi klorfil a dengan melepaskan
holocrome bersama apoprotein (Mohr &schopfer, 1995). Dari klorofil a dengan bantuan
enzim klorofilase yang mengkatalisis esterifikasi senyawa fitol akan terbentuklah klorofil
a. Sementara itu homogenat daun, sediaan tilakoid dan daun yang dilindungi dari cahaya
dapat mengubah klorofil a menjadi klorofil b. Oleh karena itu klorofil a dapat menjadi
prazat klorofil b (Gambar 9, Robinson, 1995).
2.7. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector
fototube. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri
ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah
inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 μm atau 4000-250 cm-1
(Ditjen POM, 1995).
Spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang merupakan alat yang
terdiri dari spektrometer dan fotometer. Dimana spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang di absorpsi. Jadi, Spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energy secara relative sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Spektrofotometer merupakan alat untuk mengukur transmitan atau absorban
7
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang (Khopkar, 2003). Spektrofotometer
tersusun dari beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
a. Sumber cahaya : sumber cahaya yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi
adalah lampu wolfram. Dimana arus cahaya tergantung pada tegangan lampu.
b. Monokromator : berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
c. Sel absorpsi : pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex
dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
d. Ditektor : untuk memberikan respon cahaya terhadap berbagai panjang gelombang
atau merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan besaran yang dapat
diukur (Khopkar, 2003).
2.8. Panjang Gelombang
Panjang gelombang adalah jarak antar dua titik identik dalam sebuah siklus. Dalam
frekuensi radio, panjang gelombang biasanya dalam meter, sentimeter atau millimeter
(Purbo,2000). Panjang gelombang cahaya UV bergantung pada mudahnya promosi
(eksitasi) elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron (eksitasi) akan menyerap pada panjang gelombang lebih
pendek.Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang lebih panjang (Fessenden, 1999).
2.9. Absorbansi
Absorbansi adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan ( komponen
kimia ) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna
tertentu terhadap bahan. Sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan
mempunyai panjang gelombang tertentu. Beberapa atom hanya dapat menyerap sinar
dengan panjang gelombang sesuai dengan unsur atom tersebut. Sehingga memiliki sifat
yang spesifik bagi suatu unsur atom (Rohman, 2007)..
Absorbansi pada panjang gelombang tertentu didefinisikan sebagai :
8
Keterangan:
A = absorbansi
Io = intensitas radiasi yang datang
I = intensitas radiasi yang diteruskan
Absorbansi suatu senyawa dengan panjang gelombang tertentu bertambah dengan
makin banyaknya molekul yang mengalami transisi (Sastrohamidjojo, 1991).
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
9
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat Bahan
Tabung Erlenmeyer Kawat ZnCl 2 Air
Pipet Spidol permanen Mikronutrien Na2EDTA
Gelas kimia Bak PercobaanCa(NO¿¿3)2 ¿ 1
MFeSO4
Alumunium foil Cutter KNO3 1M NaNO3 1 M
Karet gelang KH 2 PO4 1M MgCl2 1M
Styrofoam H3BO3 CuCl2.2H20
Aerator MnCl 2.4 H2 O Na2MoO4.2H2O
Kapas Aquades
3.2 Cara kerja
Dalam pengerjaan praktikum ini, volume medium yang dibuat untuk setiap
kelompok adalah 3 L. Mula-mula kecambah tanaman cabai berumur ± 1 bulan disiapkan
untuk keperluan percobaan ini. Tiap bak percobaan harus ditutupi oleh styrofoam yang
sudah diukur sedemikian rupa agar styrofoam dapat diposisikan dalam keadaan
‘melayang’ di dalam bak percobaan. Styrofoam tersebut dilubangi sebanyak 4 lubang
dengan jarak tepi dan ukuran yang sama. Kemudian bak percobaan diisi dengan air kran
hingga 3 L dan di dinding bak percobaan pada batas atas dengan air diberi tanda dengan
menggunakan spidol permanen.Buanglah air tersebut dan diganti dengan medium
Hoagland yang telah dibuat sesuai takaran yang sudah ditentukan berdasarkan kelompok.
Akar kecambah cabai dibersihkan dari tanah yang masih menempel.Jika sudah
bersih kecambah dipindahkan ke lubang styrofoam. Gunakan kapas secukupnya untuk
menahan kecambah agar tidak jatuh dari styrofoam. Styrofoam diberi kawat sebagai
penyangga untuk mempertahankan posisinya di dalam bak.
10
Selanjutnya simpan tanaman percobaan di rumah kaca. Perlu di perhatikan bahwa
susutnya larutan dalam tangki medium dapat ditambahkan dengan akuades hingga batas
awal. Jangan lupa untuk memeriksa pH (5,5 – 6,5) setiap 3 hari dan mengganti larutan satu
minggu sekali dengan larutan medium yang baru. Perhatikan pertumbuhan tanaman
percobaan dengan seksama dan catat gejala yang timbul akibat hilangnya salah satu unsur
nutrisi. Percobaan ini memerlukan waktu sekitar 1,5 - 2 bulan.
11
BAB IV
PEMBAHASAN.
4.1. Defisiensi Nitrogen
Nitrogen berada dalam berbagai senyawa yang bisa digunakan untuk metabolisme
tanaman (Barker & Bryson,2007). Pemberian pupuk dengan nitrogen yang tinggi dapat
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman sehingga lebih cepat
mengalami pertambahan jumlah daun dan ukuran luas daun (Fageria dan Baligar, 2005).
Unsur nitrogen akan meningkatkan warna hijau daun, mendorong pertumbuhan batang dan
daun (Marschner, 1986). Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil (Sallisbury dan
Ross, 1992) dan sintesis protein maupun enzim (Schaffer, 1996). Enzim (rubisco) berperan
sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis (Salisbury
dan Ross, 1992 ; Schaffer, 1996). Oleh karena itu peningkatan kandungan nitrogen tanaman
dapat berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim
fotosintetik sehingga meningkatkan fotosintat (bobot segar, bobot kering, dan bobot buah
cabai) yang terbentuk.
Umumnya, lebih dari 75 % nitrogen di dalam daun terkandung dalam kloroplas.
Kekurangan nitrogen akan menghambat pertumbuhan tanaman karena akan menurunkan
protein dalam kloroplas. Nitrogen merupakan unsur yang mobil, jika terjadi defisiensi unsur
ini akan ditransfer ke jaringan yang lebih muda. Tanaman yang mengalami difisiensi N akan
memperlihatkan warna daun hijau pucat terutama pada daun-daun yang tidak ternaumgi dan
ukuran daun lebih kecil dibanding ukuran daun normal (Nasaruddin dan Padjung, 2007).
Warna daun sangat berpengaruh pada pemberian larutan nutrisi, semakin tinggi dosis
nitrogen yang diberikan maka warna daun yang diperoleh sangat hijau akan tetapi jika dosis
yang diberikan dalam jumlah yang sedikit atau tidak sesuai dengan kebutuhan maka hasil
warna daun yang diperoleh kekuningan. Gejala kekurangan unsur hara nitrogen terlihat di-
mulai dari daunnya, warna daunnya yang hijau agak kekuning-kuningan selanjutnya berubah
menjadi kuning lengkap atau klorosis. Selain itu jaringan daun akan mati dan inilah yang
menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan. Kandungan
unsur N yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini di-karenakan
menebalnya membrane sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil .
(Sutejo,2008).
12
4.2. Defisiensi Magnesium
Magnesium mempunyai peran yang penting dalam berbagai proses yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Unsur ini merupakan salah satu hara yang dibutuhkan tanaman untuk
kegiatan metaboliknya. Magnesium memiliki peran besar dalam fisiologis dan molekul
tanaman, seperti menjadi komponen klorofil, kofaktor untuk proses enzimatik yang terkait
dengan fosforilasi, defosforilasi, dan hidrolisis berbagai senyawa, dan sebagai penstabil
struktural berbagai nukleotida (Merhaut,2007).
Magnesium berperan penting dalam tanaman karena merupakan satu-satunya unsur
logam yang menyusun molekul klorofil (Tisdale dan Nelson, 1975). Kira-kira 10% unsur
magnesium di dalam tanaman dijumpai di dalam kloroplas dan berperan sebagai aktivator
spesifik dari beberapa enzim. Enzim yang ikut serta dalam metabolisme karbohidrat yang
membutuhkan magnesium sebagai aktivator seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase,
dan karboksilase (Indrarjo, 1986).
Magnesium lebih banyak terakmulasi pada bagian daun karena merupakan satu-satunya
unsur logam yang menyusun molekul klorofil dan salah satu unsur yang berperan penting
dalam proses fotosintesis dan reaksi gelap. banyaknya Mg dijumpai pada merismatik muda,
dalam biji dan buah dibandingkan pada akar dan batang karena magnesium mempunyai
hubungan erat dengan pembentukan fosfolipida dan sintesis nukleoprotein (Zimmerman,1947
cyt. Kadarwati,1989).
Magnesium merupakan komponen integral dari klorofil dan proses enzimatik yang
berhubungan dengan fotosintesis dan respirasi. Asimilasi karbon dan transformasi energi
akan terpengaruh oleh defisiensi magnesium. Karena itulah kekurangan magnesium dapat
menghambat pertumbuhan, khususnya akar dan tunas. Tingkat penghambatan dapat
dipengaruhi oleh keparahan kekurangan magnesium, jenis tanaman, kondisi lingkungan, dan
status nutrisi umum dari tanaman.
4.3. Gejala Klorosis Tanaman Sampel
Pada awal pertumbuhan, ke-4 tanaman cabai sebagai sampel yaitu cabai A, cabai B,
cabai C dan cabai D terlihat sehat dan daun tampak berwarna hijau. Namun mulai 15 hari dan
seterusnya, seluruh daun tanaman cabai yang ditanam dengan system hidroponik ini
menunjukkan gejala klorosis, yaitu daun muda sampai pucuk daun berwarna kuning.
Selanjutnya tanaman tumbuh kerdil, warna daun muda dan tua yang mula-mula kuning
berubah menjadi warna coklat muda, dan akhirnya tanaman kering serta mati pada umur 63
13
hst. Karena itu, pengamatan pertumbuhan tanaman dari perlakuan ini hanya sampai 60 hari,
Pada umur tanaman lebih dari 120hst, pertumbuhan tanaman semakin menurun, yaitu jumlah
cabang produktif dan pucuk daun tidak bertambah lagi.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tanaman yang mengalami difisiensi
N akan memperlihatkan warna daun hijau pucat terutama pada daun-daun yang tidak
ternaungi dan ukuran daun lebih kecil dibanding ukuran daun normal (Nasaruddin dan
Padjung, 2007).
4.4. Pengamatan Tinggi Tanaman Cabai
Dari hasil pengamatan tinggi tanaman di awal pengamatan tinggi tanaman cabai A cm,
tinggi tanaman cabai B cm, tinggi tanaman cabai
C cm dan tinggi tanaman cabai D cm. Setelah
diamati selama hari tinggi tanaman bertambah
menjadi cm untuk tanaman cabai A, cm untuk
tanaman cabai B, cm untuk tanaman cabai C dan
cm untuk tanaman cabai D. Pada umur 21 hari
mulai dijumpai beberapa tanaman yang mati
pada semua tanaman cabai, baik pada obyek
tanaman cabai A,B,C dan D.
4.5. Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Cabai
Tidak terlihat perbedaan dalam jumlah daun pada
semua obyek, yang berarti tidak
terdapat pengaruh radiasi pada jumlah daun dari
perkecambahan padi Bengawan, yang
dipanen sampai dengan umur 35 hari.
Dari hasil pengamatan jumlah daun di awal
pengamatan jumlah daun cabai A helai, jumlah daun
cabai B helai, jumlah daun cabai C helai dan jumlah
daun cabai D helai.
4.4. Pengamatan Jumlah Klorofil Tanaman Cabai
14
Hari ke- 1 Hari ke- 3 Hari ke-60
1
2
3
4
5
Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Cabai
Cabe A
Cabe B
Cabe C
Cabe D
Waktu Pengamatan
Ting
gi C
abe
( cm
)
Hari ke- 1 Hari ke- 3 Hari ke-60
1
2
3
4
5
Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Cabai
Cabe ACabe BCabe CCabe D
Waktu Pengamatan
Ting
gi C
abe
( cm
)
Klorofil B (λ = 649 nm) (Klorofil A) λ = 665 nm
0,136 0,378
0,145 0,395
0,137 0,383
= 0,1407 = 3853
Kandungan klorofil A dan klorofil B dalam masing-masing sampel daun cabai tidak berbeda
jauh satu sama lain. Hal ini merupakan indikator bahwa respon fisiologis sampel cabai
hampir sama terhadap pasokan hara yang diberikan. Seharusnya disampaikan bahwa
perlakuan pasokan unsur hara baik pada tanaman kontrol maupun yang diberi perlakuan dari
pemberian Nitrogen dan Magnesium yang berbeda dapat meningkatkan atau menurunkan
kandungan klorofil a kedua varietas cabai. Perlakuan pemupukan tidak signifikan
berpengaruh terhadap Kandungan klorofil b pada dua varietas cabai.Mungkin sebagian besar
klorofil masih berada pada stadium klorofil a danbelum menjadi klorofil b, karena diketahui
klorofil a merupakan prazat klorofil b (Robinson,1995).Hal ini berhubungan dengan pasokan
hara tertentu yang berkonsentrasi tinggi dan mudah larut (N, P, K, Fe, Mg, S) yang berperan
dalam pembentukan klorofil (Sri Nuryani dan Sutanto, 2002).
4.4. Penyebab Kematian Pada Tanaman Cabai
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman sampel.Yang
pertama kemungkinan karena aerator pada sistem hidroponik sistem kultur air tertutup tidak
bekerja dengan baik. Dalam keadaan tersebut,dengan akar tanaman cabai yang terendam
dalam larutan hara dapat menyebabkan kondisi kekurangan oksigen dalam akar.
Kemungkinan lainnya yang menyebabkan kematian pada tanaman hidroponik adalah karena
tidak diberi lubang kecil pada bagian atas styrofoam serta tidak dipasang ~ponge (penunjang
batang tanaman cabai) yang memungkinkan oksigen masuk, sehingga akar tanaman
kekurangan oksigen karena sirkulasi udara kurang lancar. Kondisi kekurangan oksigen pada
bagian akar tanaman yang terendam dalam larutan hara tanpa aerasi ini, menyebabkan
tanaman mengalami stres kekurangan oksigen. Stres oksigen mengakibatkan respirasi di
dalam sel akar tanaman cabai terganggu berat. Dalam keadaan sangat kekurangan oksigen,
maka reaksi oksidatif pada siklus Krebs tidak dapat berlangsung atau sangat terhambat
(Sumiati dan Hilman,2002)
15
Akibat selanjutnya, yaitu energi kimia (ATP dan NADPH2) dari proses respirasi sel dalam
siklus Krebs dibutuhkan untuk menjalankan berbagai proses pemecahan bahan-bahan dan
pembentukan zat baru untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tidak
dihasilkan atau sangat sedikit jumlahnya. Selanjutnya, tanaman memperoleh energi kimia
dari proses altematif, yaitu proses reduksi asam piruvat menjadi asam laktat dan etanol
melalui proses fermentasi glukose. Namun,proses ini hanya menghasilkan dua molekul
ATP,yang hanya mencukupi 2,5% total energi yang dibutuhkan. Karena itu pemulihan
(recol'el)) energi kimia berasal dari proses fermentasi glukose sangat rendah. Akibat lebih
lanjut, yaitu pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat lambat (Sumiati dan
Hilman,2002).Efek samping dari proses fermentasi anaerob ini, yaitu dihasilkan akumulasi
asam organik lainnya seperti asam oksalat yang bersifat fitotoksisitas terhadap tanaman,
sehingga tanaman mati (Bidwell, 1979).
Kemungkinan lain, tanaman mengalami fitotoksisitas dan akhirnya mati, karena konsentrasi
Nitrogen yang terlampau tinggi untuk sistem hidroponik kultur air (tanpa media tumbuh) dan
sistem tertutup tanpa aerasi. Menurut Durany (1982), konsentrasi N untuk larutan nutrisi
hidroponik antara 80ppm-90 ppm sedangkan konsentrasi K cukup antara 150ppm - 300 ppm.
Penggunaan pH untuk larutan nutrisi yaitu netral (5.5-6.5). Pada kondisi asam (pH di
bawah 5.5) dan basa (pH di atas 6.5) beberapa unsur mulai mengendap sehingga tidak dapat
diserap oleh akar yang mengakibatkan tanaman mengalami defisiensi unsur terkait
(Resh,2004). Ada kemungkinan penyebab kematian tanaman hidroponik pada praktikum ini
dikarenakan pengecekan pH larutan nutrisi yang tidak kontinyu dan tidak terjadwal dengan
baik sehingga bisa saja pH larutan berubah menjadi lebih asam atau lebih basa. Hal tersebut
dapat menyebabkan kematian tanaman hidroponik.
Selain itu,konsentrasi hara perlu diperhatikan yaitu dengan penggunaan larutan nutrisi
yang tepat. EC yang digunakan di persemaian adalah 1.0-1.2 mS/cm, sedangkan EC pada
pembesaran sayuran daun adalah 1.5-2.5 mS/cm. EC yang terlalu tinggi tidak dapat diserap
tanaman karena terlalu jenuh. Batasan jenuh EC untuk sayuran daun ialah 4.2 mS/cm, bila
EC lebih tinggi lagi terjadi toksisitas dan sel-sel mengalami plasmolisis (Sutiyoso, 2004).
Apabila saat pengukuran dalam pembuatan larutan Hoagland tidak presisi dengan kadar yang
seharusnya maka dapat menyebabkan terjadinya toksisitas sehingga tanaman hidroponik
mengalami plasmolisis dan akhirnya lama-kelamaan tanaman hidroponik mati.
BAB V
KESIMPULAN
16
1) Pengaruh unsur Nitrogen pada medium Hoagland terhadap pertumbuhan daun cabai
(Capsicum Anuum) yaitu berperan dalam menaikkan potensi pembentukan daun-daun
dan ranting. Sedangkan pengaruh unsur Magnesium yaitu berperan dalam pertumbuhan
biji dan buah.
2) Pengaruh unsur Nitrogen pada medium Hoagland terhadap kadar klorofil daun cabai
(Capsicum Anuum) adalah meningkatkan sintesis klorofil dan enzim fotosintetik
sedangkan pengaruh Magnesium pada medium Hoagland terhadap kadar klorofil daun
cabai (Capsicum Anuum) adalah membantu pembentukan klorofil.
3) Pengaruh unsur Nitrogen dan Magnesium pada medium Hoagland terhadap biomassa
daun cabai (Capsicum Anuum) adalah meningkatkan fotosintat (bobot segar, bobot
kering, dan bobot buah cabai) yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
17
Anonim.2012.Pembahasan.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24216/3/Chapter
%20II.pdf. Diakses tanggal 5 Oktober 2013 pukul 12.30 WIB
Robert,Alison.2012.Plant Structure development. http://www.uri.edu/cels/bio/plant
anatomy/bio311.pdf. Diakses tanggal 5 September 2013 pukul 19.30 WIB
Rosliani,Rini.2005.Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik. Bandung: Balai
Penelitian Tanaman Sayuran
Suharja, Sutarno. 2009. Biomassa, kandungan klorofil dan nitrogen daun dua varietas cabai
(Capsicum annum) pada berbagai perlakuan pemupukan. Nusantara Bioscience 1: 9-16.
Taiz, L & Zeiger, E.2002.Plant physiology, 3rd edn. Sunderland: Sinauer Associates
http://storage.jak-stik.ac.id/students/paper/penulisan%20ilmiah/20498185/Bab%202.pdf
http://eprints.uny.ac.id/9381/3/BAB%202%20-%2005308141018.pdf
http://biosains.mipa.uns.ac.id/C/C0601/C060102.pdf
Anonim.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61200/BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3
1. Hort. 12(1):35-44,2002
Modifikasi Larutan Hara Standar dalam
Kultur Hidroponik Cabai
Etty Sumiati dan Yusdar Hilman
www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-620-tesisprint.pdf
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2 ISSN 1858-4330 65 PERTUMBUHAN
DAN EVALUASI KANDUNGAN NITROGEN MELALUI INDIKASI WARNA DAUN
PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) BELUM MENGHASILKAN
18