laporan kasus PPOK.docx
-
date post
26-Dec-2015 -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
Transcript of laporan kasus PPOK.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda,
serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat
kerja.
Data badan kesehatan dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan
menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diperkirakan
jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta
pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina
dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan
terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri otomotif,
jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Tujuh
puluh sampai delapan puluh persen pencemaran udara berasal dari gas buang
kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%.
Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko
terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat.
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Tn.S
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl.Prof M.Yamin
No.MR : 026690
Masuk RS : 12 Januari 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu, sesak menciut,
sesak dirasakan terus-menerus, sesak semakin meningkat saat beraktivitas,
berkurang dengan posisi duduk, sesak tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca
maupun makanan. Riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu, sesak dirasakan
hilang timbul, sesak berkurang setelah minum obat salbutamol dan teosal,
namun 1 hari yang lalu keluhan sesak tidak berkurang setelah minum obat.
Batuk sejak 2 minggu yang lalu, batuk berdahak warna putih kehijauan.
Riwayat batuk sejak 2 tahun, batuk berdahak warna putih.
Batuk darah tidak ada, riwayat batuk ada tidak ada.
Nyeri dada tidak ada, riwayat nyeri dada tidak ada.
Demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan naik turun, tidak
mengigil ataupun berkeringat malam hari.
Nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
sampai ke punggung, nyeri bertambah saat perut kosong dan berkurang
setelah makan. Riwayat mual dan muntah tidak ada.
2
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat sesak 2 tahun
- Riwayat alergi hidung (+)
- Riwayat TB paru (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi obat atau makanan (-)
- Riwayat TB paru (-)
Riwayat sosial dan ekonomi:
Pasien seorang pekerja trayek di jalan. Pasien merokok sejak umur 18 tahun dan
berhenti merokok saat umur 50 tahun, pasien merokok 3 bungkus/hari.
Indeks Brinkman: 32 tahun x 60 batang/hari = 1920 (berat)
3.3 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmnetis cooperatif
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 37,7oC
Keadaan gizi : baik
TB : 156 cm
BB : 46 kg
BMI : 18,9
b. Status generalisata
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O
Thorax :
Paru, anterior : inspeksi : statis simetris kanan-kiri
3
Dinamis simetris kanan-kiri
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki -/-
Posterior : inspeksi : statis simetris kanan-kiri
Dinamis simetris kanan-kiri
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki -/-
Jantung : inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 1 jari medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung:
Atas : SIC II
Kanan : linea parasternalis dextra
Kiri : 1 jari medial linea midclavicularis
sinistra
Bawah : SIC V
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, bising jantung (-)
Abdomen : inspeksi : perut tampak datar, tidak ada scar
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan
lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
3.4 Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin
- Hb : 13,9 g/%
4
- Ht : 41 %
- Leukosit : 13.000/mm3
- Trombosit : 249.000/mm3
- Kesan: leukositosis
b. Rontgen thorax
- Paru: corakan bronkovaskuler meningkat, infiltrat di paru kiri
- Jantung: CTR < 50%
- Diafragma: sudut costofrenikus lancip
- Kesan: bronkitis kronik
3.5 Resume
Tn.S 57 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin meningkat sejak
1 hari yang lalu, sesak meningkat saat beraktivitas. Batuk berdahak sejak 2
tahun. Demam, nyeri ulu hati. Pasien pekerja trayek dan memiliki kebiasaan
merokok 32 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
ekspirasi memanjang, wheezing (+/+). Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan
leukositosis.
3.6 Diagnosis
5
a. Diagnosa utama: PPOK eksaserbasi akut
b. Diagnosa tambahan: Dispepsia
3.7 Diagnosis banding
a. Asma
b. TB Paru
3.8 Rencana pemeriksaan
a. Spirometri
b. Analisis gas darah
c. Sputum BTA
3.9 Penatalaksanaan
O2 nasal kanul 2 liter/menit
Drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebulizer: Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
3.10 Follow Up
Tanggal S O A P13 Januari 2015
Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan
Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 88x/menitNafas: 30x/menitSuhu: 36,7oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paru
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc
dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 4 x 1
6
A: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
14 Januari 2015
Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan
Kes: composmnetisTD: 150/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 24x/menitSuhu: 36,2oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc
dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg15 Januari 2015
Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan
Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 84x/menitNafas: 26x/menitSuhu: 36oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc
dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg16 Januari 2015
Sesak nafas (), batuk berdahak (+) kehijauan
Kes: composmnetisTD: 140/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,5oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (-/-)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg
7
17 Januari 2015
Sesak nafas (), batuk berdahak (+)
Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 88x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,2oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
Pemeriksaan BTA drip aminophylin 7,6 cc
dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg18 Januari 2015
Sesak nafas (), batuk berdahak (+)
Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,3oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit
Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv
Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1
Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm
- Azitromisin 1 x 500 mg
19 Januari 2015
Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 82x/menitNafas: 20x/menitSuhu: 36oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)
PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia
- Pasien dipulangkan- Obat oral:- Aminophylin 3 x 100
mg- Metilprednisolon 2 x 4
mg- Ranitidin 2 x 300 mg- Azitromisin 1 x 500 mg- Combivent 3 x 1
8
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktrif Kronik (PPOK)
2.1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif non reversibel atau reversibel parsial dan berhubungan dengan
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.
2.1.2 Epidemiologi
Data badan kesehatan dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990
PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia
dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker. Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat di Asia
tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka
prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina dengan angka kasus mencapai
38,160 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien
dengan prevalens 5,6%.
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab
kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI
1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian
di Indonesia.
Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri
otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di
Indonesia. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen pencemaran udara
berasal dari gas buang kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara
akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi
9
udara sebagai faktor risiko terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit
tersebut juga akan meningkat.
2.1.3 Faktor Resiko
Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara
lain:
1. Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab
gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok
tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok perhari dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2. Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar
dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Polusi udara terbagi menjadi:
a. Polusi di dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap kompor
b. Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor10
- Debu jalanan
c. Polusi di tempat kerja
- Bahan kimia
- Zat iritasi
- Gas beracun
3. Stres oksidatif
Paru setelah terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti
derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme selular
signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang
berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk misalnya
ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres
oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi
paru.
4. Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan
progresifitas PPOK. Kolonisasai bakteri menyebabkan inflamasi jalan
napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran
napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan
meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Pengaruh berat badan lahir
rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor risiko
PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema.
Riwayat infeksi tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas
pada usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
11
ekonomi kemungkinan sebagai faktor risiko PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6. Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru
seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa
berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7. Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan
-1 antitrypsin sebagai inhibitor dan protease serin. Sifat resesif ini jarang,
paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara.
Ditemukan pada usia muda dengan kelainan enfisema panlobular dengan
penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok
dengan kekurangan -1 antitrypsin yang berat.
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK
diklasifikasikan ke dalam (Gold 2010):1
Derajat Klinis Faal paruGejala klinis (batuk, produksi sputum)
normal
Derajat I: PPOK ringan
Gejala batuk kronik dan produksi aputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun
VEP1/KVP < 70%VEP1 80% prediksi
Derajat II: PPOK sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya
VEP1/KVP < 70%50% < VEP1 < 80% prediksi
Derajat III: PPOK berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan
VEP1/KVP < 70%30% < VEP1 < 50% prediksi
12
berdampak pada kualitas hidup pasien
Derajat IV: PPOK sangat berat
Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa
VEP1/KVP < 70%VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronik
2.1.5 Patogenesis
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari
respons inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Inflamasi
paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase. Sel inflamasi
PPOK ditandai dengan pola peradangan yang melibatkan neutrofil,
makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim
paru-paru.
2.1.6 Patofisilogi
Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala
yang khas, misalnya penurunan VEP1 yang disebabkan peradangan dan
penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun terjadi
akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema.
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
13
Tingkat peradangan, fibrosis, dan ciaran eksudat di lumen saluran
napas kecil berkolerasi dengan penuruna VEP1 dan rasio VEP1/KVP.
Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan
napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan emngakibatkan
hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti
peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang
terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan.
Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme
utama timbulnya sesak napas pada aktivitas.
2) Mekanisme pertukaran gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan
hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme.
Secara umumpertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung.
Tingkat keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain
dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
3) Hipersekresi
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.
4) Gambaran sistemik
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-6,
dan radikal bebas, dapat mengakibatkan peningkatan proses osteoporosis,
depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler,
berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).
14
5) Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi
dalam saluran napas pasien PPOK. Keadaan ini dipicu oleh infeksi bakteri
atau virus atau polusi lingkungan. Pada eksaserbasi ringan dan sedang
terdapat peningkatan neutrofil, beberapa studi juga menemukan eosinofil
dalam sputum dan dinding saluran napas. Pada eksaserbasi berat, salah
satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran
napas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat
peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengann pengurangan
aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.
Gejala eksaserbasi: sesak bertambah, produksi sputum meningkat,
perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen). Eksaserbasi akut
dibagi menjadi 3: tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala, tipe II
(eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala, tipe III (eksaserbasi ringan),
memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas atau lebih dari 5 hari,
demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau
peningkatan frekuensi pernapasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi >
20% nilai dasar.
2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
15
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara.
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
16
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
3. Pemeriksaan Rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
17
Darah rutin
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Leukosit
- Analisa gas darah
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
Pada emfisema terlihat gambaran:
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik:
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
4. Pemeriksaan penunjang lanjutan
Faal paru lengkap
Uji latih kardiopulmoner
Uji provokasi bronkus
Analisa gas darah
Radiologi
EKG
Ekokardiografi
Bakteriologi
Kadar -1 antitripsin
2.1.8 Diagnosis banding
18
1. Asma
- Onset awal sering pada anak
- Gejala bervariasi dari hari ke hari
- Gejala pada malam/menjelang pagi
- Disertai atopi, rinitis atau eksim
- Riwayat keluarga dengan asma
- Sebagian besar keterbatasan aliran udara
- Reversibel
2. Gagal jantung kongestif
- Auskultasi terdengar rhonki halus di bagian basal
- Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru
- Uji faal paru menunjukkan restriksi
3. Bronkiektasis
- Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar rhonki kasar
- Foto thoraks/CT-Scan menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus
4. Tuberkulosis
- Onset segala usia
- Foto thoraks menunjukkan infiltrat
- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemik
5. Bronkiolitis obliterans
- Onset pada usia muda, bukan perokok
- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis atau pajanan asap
- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hipodens
6. Panbronkiolitis difus
19
- Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan nodul opak menyebar
kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi.
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK secara umum, meliputi: edukasi, berhenti
merokok, obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis,
nutrisi.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang
masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktiviti optimal
Meningkatkan kualitas hidup
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
Pengetahuan dasar tentang PPOK
Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus (berhenti merokok)
Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:
Berhenti merokok
20
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi:
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
2. Obat – obatan4
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam - macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali
21
perhari).
b. Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
ml.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
22
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum
yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.
3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Manfaat oksigen: mengurangi
sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmoner,
mengurangi vasokontriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi
neuropsikiatri, dan meningkatkan kualitas hidup.
BAB IV
PEMBAHASAN
23
Pasien laki-laki usia 57 tahun, datang ke IGD RSUD Bangkinang
pada tanggal 12 Januari 2015. Pada kasus ini diambil beberapa
pembahasan:
Diagnosis pada kasus ini adalah: PPOK eksaserbasi akut dengan
dispepsia. Dari anamnesis diketahui pasien dengan keluhan sesak nafas
semakin meningkat sejak 1 hari SMRS. Sesak semakin meningkat saat
beraktivitas. Riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu. Batuk berdahak
kehijauan 2 minggu, riwayat batuk sejak 2 tahun. Dari pemeriksaan
fisik paru didapatkan ekspirasi memanjang, wheezing (+/+). Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, pemeriksaan foto thorax
didapatkan kesan hiperinflasi. Pada PPOK eksaserbasi akut ditemukan
gejala berupa sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan
warna sputum (sputum menjadi purulen). Pada kasus ditemukan 3 gejala
tersebut, sehingga tergolong eksaserbasi berat (tipe I). Pasien memiliki
riwayat merokok sejak 39 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Pada kasus
didapatkan indeks Brinkman 1920, sehingga pasien ini tergolong perokok
berat.
Diagnosis dispepsia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien
mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 minggu, dirasakan seperti ditusuk-tusuk
sampai kepunggung, nyeri bertambah saat perut kosong dan berkurang
setelah makan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium.
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi oksigen
adekuat, pemberian obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan
antibiotik. Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip
penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut, selama dirawat pasien mendapat
terapi O2 2 liter/menit, drip aminophylin 7,6 cc dalam D5%,
metilprednisolon 125 mg/12jam/iv, ceftriaxone 1 gram/12jam/iv dan nebu
ipratropium bromide 0,52 mg + salbutamol sulphate 3,01 mg 6x/hari.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesi (PDPI). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. 2011
2. Wan C, Tze P.COPD in Asia. Where east meets west, Chest. 2011: hal 517-
27
3. Buist AS, McBurnie MA, Vollmer WM. International Variation in The
Prevalence of COPD (the BOLD Study) a population-based prevalence study.
Lancet: 2007
4. World Health Organization. COPD.Geneva: 2008
5. Katleen H, Dong Feng Gu. Risk Factors for COPD mortality in Chinese
Adult. AM Journal of Epidemiology Vol 167 issue 8.hal 1998- 1004
6. Di Pede C. Chronic Obstructive Lung Disease and Occupational Exposure.
Curt Op in Allergy Clin Immuno. 2012. Hal 115-121
7. Romieu, Trenga C. Diet and Obstructive Lung Disease. Epidemiol Dev : hal
268-287
8. Rojas S, Romieu, Perez P. Lung Function Growth im Children with Longterm
Exposure to Air Pollutans in Mexico City. Epidemiology 2006: 17. hal 266-
67
9. Alsaggaf. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University; 2004
25