Preskas PPOK.docx

download Preskas PPOK.docx

of 36

Transcript of Preskas PPOK.docx

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    1/36

    LAPORAN PRESENTASI KASUS MEDIK

    Topik:

    PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

    Pendamping:

    dr. Jaka Krisna

    Oleh:

    Nesya Fannia Rahmy, dr.

    PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONSEIA

    RSUD KABUPATEN BEKASI

    JUNI 2013MEI 2014

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    2/36

    BAB I

    ILUSTRASI KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : Tn. M bin M

    No. RM : 531766

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 77 tahun 7 bulan

    Alamat : Kp. Awirarangan RT 003/001, Taman Sari, Bekasi

    Agama : Islam

    Pendidikan : Tidak sekolah

    Pekerjaan : Tidak bekerja

    Status : Menikah

    Tgl masuk RS : 26 Januari 2014 Pukul 13:00 WIB

    ANAMNESA

    Autoanamnesa

    Keluhan utama: Sesak napas

    Anamnesa khusus:

    Sejak 2 minggu sebelum masuk RS, pasien merasa sesak napas. Sesak

    dirasakan semakin lama semakin bertambah sesak. Satu hari smrs pasien merasa

    keluhan semakin berat sehingga pasien tidak kuat berjalan lebih dari 5 m dan

    disertai dengan bunyi mengi. Sesak dirasakan sepanjang hari dan semakin

    memberat terutama ketika pasien melakukan aktivitas dan sedikit membaik saat

    pasien beristirahat. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi dari tidur ke

    duduk dan tidak dipengaruhi dengan posisi tidur.

    Keluhan disertai dengan batuk berdahak putih agak kental yang dirasakan

    hampir 1 bulan, terus-menerus, setiap hari. Sejak 2 hari SMRS, batuk bertambah

    sering, berdahak, berwarna putih agak kental. Batuk tidak pernah disertai dengan

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    3/36

    darah. Keluhan disertai dengan panas badan satu hari yang lalu. Keluhan pusing

    kepala, mual atau muntah disangkal pasien.

    Pasien memiliki riwayat merokok sejak 35 tahun yang lalu. Satu hari

    pasien biasa menghabiskan 1 bungkus. Pasien mengaku sudah berhenti merokok

    sejak 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat bekerja sebagai buruh bangunan,

    sering terpapar debu bangunan. Pasien berhenti bekerja sejak 20 tahun yang lalu.

    Anak pasien yang tinggal serumah dengan pasien biasa masak dengan kompor

    gas.

    Tidak ada riwayat sesak nafas yang disertai oleh mengi yang dipengaruhi

    oleh cuaca dingin atau emosi, bersin pada pagi hari, atau gatal-gatal, sesak,

    pingsan setelah makan makanan atau obat tertentu. Keringat malam, penurunan

    nafsu makan, dan penurunan berat badan tidak dirasakan pasien. Riwayat minum

    obat-obatan dalam jangka waktu lama yang menyebabkan air kencing menjadi

    merah disangkal.

    Keluhan nyeri dada dan bengkak pada kaki tidak pernah dirasakan pasien.

    Pasien biasa tidur dengan satu bantal. Pasien tidak pernah terbangun malam

    karena sesak.

    BAK bertambah jarang disangkal pasien. Tidak ada keluhan pada BAK

    dan BAB. Riwayat sakit kuning disangkal pasien.

    Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis,

    penyakit jantung.

    Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan seperti ini.

    Pasien belum pernah memeriksakan keluhannya ke dokter sebelumnya. Pasien

    tidak penah minum obat-obatan untuk meredakan keluhannya.

    Riwayat penyakit keluarga:

    Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai alergi obat atau makanan atau

    pun asma. Adik pasien sedang menjalani pengobatan flek paru, sudah 3 bulan.

    Akan tetapi, adik pasien tidak tinggal serumah dengan pasien, dan pasien

    mengaku bertemu dengan adik pasien 1 bulan sekali. Keluarga yang tinggal

    serumah dengan pasien tidak ada yang sedang menjalani pengobatan paru.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    4/36

    Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, dan penyakit jantung pada

    keluarga tidak diketahui pasien.

    PEMERIKSAAN FISIK

    KU : CM, sakit sedang

    Tanda Vital:

    Tekanan darah: 120/90 mmHg

    Nadi : 140x/menit, regular, isi cukup

    Respirasi : 32x/menit, dangkal, ekspirasi memanjang

    Suhu : 36,5C

    Kepala:

    Mata : konjungtiva anemis -/-

    sklera ikterik -/-

    palpebra edem -/-

    Hidung : PCH -/-

    Telinga : sekret -/-

    Mulut : perioral sianosis -

    Leher:

    T1-T1 tenang

    KGB tidak teraba membesar

    Dada:

    Inspeksi:

    Bentuk dan gerak simetris

    Barrel-chest (+)

    Retraksi suprasternal (-)

    Retraksi interkostal (+)

    Retraksi epigastrium (+)

    Ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi:

    Paru : Vocal fremitus ki=ka

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    5/36

    Jantung : Ictus cordis teraba di ICS 5 garis midklavikula kiri

    Perkusi:

    Paru : Kiri=kanan hipersonor

    Jantung : Batas jantung kiri ICS 5 midklavikula kiri, batas kanan

    jantung ICS 5 parasternal kanan, batas atas jantung ICS 3

    Auskultasi:

    Paru : VBS ki=ka menurun pada kedua lapang paru

    rh -/-, wh +/+

    Jantung : Bunyi jantung murni reguler

    Abdomen:

    Inspeksi : Datar

    Palpasi : Lembut, nyeri tekan (-)

    hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : BU (+) normal

    Ekstremitas:

    Akral hangat

    Capillary refill time

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    6/36

    Laboratorium (26 Januari 2014):

    Hb : 13,9 gr/dl

    Ht : 48,6%

    Leuko : 16.700/mm3

    Tromb : 353.000/mm3

    Erit : 5,7 juta/mm3

    Hitung jenis : 0/1/1/89/7/2

    SGOT : 27 U/L

    SGPT : 21 U/L

    GDS : 138 mg/dL

    Ureum : 50 mg/dL

    Kreatinin : 0,9 mg/dL

    EKG (26 Januari 2014):

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    7/36

    Intepretasi : sinus takikardi

    DIAGNOSIS KERJA

    Dispnea e.c. PPOK eksaserbasi akut derajat sedang

    USULAN PEMERIKSAAN

    Pemeriksaan fungsi faal paru (spirometri)

    PENATALAKSANAAN

    O23-4 L/menit IVFD RL 20 tpm Nebu pertama: Ventolin 1 respul + Pulmicort 1 respul (jam 13.55 WIB)

    Post nebu: RR: 24x/menit, wh +/+ berkurang

    Nebu kedua: Ventolin 1 respul + Pulmicort 1 respul (jam 16.00 WIB)Post nebu: RR: 22x/mnt, wh +/+ berkurang

    Obat pulang:- Ambroxol 3x1 tab- Teosal 3x1 tab

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    8/36

    - Metilprednisolon 3x4mg- Cefixim 2x1 tab

    Kontrol poli paru

    PROGNOSIS

    Quo ad vitam : ad bonam

    Quo ad functionam : dubia ad malam

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    9/36

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Paru1.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

    Anatomi Paru

    Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam

    kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru

    sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam

    rongga torak.

    Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok

    keatas kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks

    berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk

    konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat

    hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf

    masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    10/36

    a. Apeks pulmoBerbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura

    torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.

    b. Basis pulmoPada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung

    diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,

    maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.

    c. Insisura atau fisuraDengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru

    dapat dibagi menjadi beberapa lobus.Letak insisura dan lobus dapat

    digunakan untuk menentukan diagnosis.

    Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini

    membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,

    medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.

    Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura

    interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu

    lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa

    segmen.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    11/36

    1.2Fisiologi ParuManusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan

    membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam

    tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,

    yaitu:

    Respirasi / Pernapasan Dada

    Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang

    rusuk.Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

    1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuksehingga rongga dada membesar.

    2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya ototantara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang

    rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.

    Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:

    a. Otot yang Digunakan Saat Inspirasi Kontraksi diafragma Kontraksi otot eksternal Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus

    anterior, pectoralis minor, dan otot scalens.

    b. Otot yang Digunakan Saat Ekshalasi Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis. Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus

    abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal

    interkostal saat ekshalasi.

    2. Penyakit Paru Obstruksi Kronis

    2.1. Definisi

    Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

    dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

    progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi

    http://id.wikipedia.org/wiki/Pernapasanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Otothttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rusuk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rusuk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Otothttp://id.wikipedia.org/wiki/Pernapasan
  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    12/36

    kronis pada jalan napas dan paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya

    (GOLD, 2014).

    Hambatan aliran udara kronis disebabkan oleh gabungan dari kelainan

    pada jalur napas kecil (bronkiolitis obstruktif) dan destruksi parenkim (emfisema).

    Inflamasi kronis menyebabkan perubahan struktur dan penyempitan jalur napas

    kecil. Destruksi parenkim paru juga disebabkan oleh proses inflamasi, yang

    berujung pada hilangnya perlengketan alveolus pada jalur napas kecil dan

    penurunan elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis.

    Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :

    - Emfisema merupakan diagnosis patologik- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis

    Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara

    dalam saluran napas.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    13/36

    2.2. Epidemiologi

    Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk,

    dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1.

    Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup

    kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. PPOK merupakan

    penyebab kematian terbanyak keempat di dunia. Menurut hasil penelitian

    Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April

    2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda

    adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir

    semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar

    90,83%.

    Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih

    banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil

    Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwasebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3%

    perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan

    kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga

    lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan

    perokok pasif.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    14/36

    2.3. Faktor Risiko

    Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang

    menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor

    risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor

    lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan

    pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin,

    yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi

    akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa

    kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru

    akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan

    PPOK (Helmersen, 2002).

    Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi

    tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada

    perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif

    berhubungan dengan angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita

    PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik. Perokok pasif

    dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok

    pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda

    yang bukan perokok (Helmersen, 2002). Hubungan antara rokok dengan PPOK

    menunjukkan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang

    dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko

    penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut

    dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari

    dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus

    tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan

    menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok.

    Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap

    rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan

    (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu

    jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat

    iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh polusi udara

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    15/36

    merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution)

    masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap rokok. Polusi dalam ruangan

    (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan

    untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya.

    Status ekonomi berhubungan dengan perkembangan PPOK. Status

    ekonomi yang rendah cenderung terjadi peningkatan eksposur terhadap polutan di

    dalam dan luar ruangan, kepadatan, nutrisi yang buruk, infeksi dan lain-lain.

    Asma menunjukkan hiperaktivitas bronkial. Orang dewasa dengan asma

    mempunyai risiko dua puluh kali lebih besar untuk mengidap PPOK.

    Infeksi juga merupakan faktor risiko PPOK. Bronkitis kronis dan infeksi

    berat pada masa anak-anak meningkatkan risiko terjadinya PPOK pada seseorang.

    2.4. Patogenesis

    Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan

    oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air

    sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi

    dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.

    Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,

    sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan

    ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta

    gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter

    yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),

    sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa

    detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap

    kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

    Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen

    asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain

    itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

    metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini

    mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus

    kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    16/36

    berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan

    menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.

    Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari

    ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan

    adanya peradangan (GOLD, 2014).

    Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan

    kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak

    struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan

    kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada

    ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara

    pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka

    udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2014).

    Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa

    eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan

    dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan

    Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan

    antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Eksaserbasi

    akut dipicu oleh infeksi, polusi lingkungan, ataupun faktor yang tidak diketahui.

    Saat eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya

    hiperinflasi dan peningkatan udara yang terperangkap dengan ekspirasi yang

    memanjang, sehingga timbul sesak. Kelainan ventilasi berhubungan dengan

    adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.

    Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol

    (Chojnowski, 2003).

    2.5. Diagnosis

    Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    foto toraks dapat menentukan PPOK. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan

    spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    17/36

    Anamnesis

    a. Ada faktor risiko

    Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan /diatas

    40 th), dan adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun

    polusi tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal

    yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam

    pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan seorang

    perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok.Penentuan derajat berat merokok

    dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok

    dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah

    derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat ( >600) (PDPI, 2003).

    b. Gejala klinis

    Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi iniharus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa

    terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3

    bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang

    pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.

    Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama

    pada saat melakukan aktivitas dan kadang disertai bunyi mengi. Seringkali pasien

    sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    18/36

    sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap

    kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British

    Medical Research Council (MRC) (Tabel 2.1)

    Tabel Skala Sesak menurut Br i tish Medical Research Council (MRC)

    Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan

    dengan Aktivitas

    1 Tidak ada sesak kecuali dengan

    aktivitas berat

    2 Sesak mulai timbul jika berjalan

    cepat atau naik tangga 1 tingkat

    3 Berjalan lebih lambat karena

    merasa sesak

    4 Sesak timbul jika berjalan 100

    meter atau setelah beberapa menit

    5 Sesak bila mandi atau berpakaian

    Gejala tambahan yang biasa terdapat pada kasus yang lebih parah, yaitulemas, penurunan berat badan, dan anoreksia. Bengkak pada kaki menunjukkan

    telah terjadi cor pulmonale. Gejala depresi dan ansietas juga kadang ditemukan

    pada pasien yang telah lama menderita PPOK.

    Pemeriksaan Fisik

    Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada

    seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti

    orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran

    sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis

    dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor.

    Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler

    melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi (PDPI, 2003).

    Pemeriksaan Penunjang

    a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    19/36

    Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP

    (%).VEP1 merupakan parameter untuk mengkonfirmasi PPOK dan memantau

    perjalanan penyakit. VEP1/KVP < 70% menunjukkan adanya keterbatasan aliran

    udara persisten dan juga mengkonfirmasi PPOK.

    Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

    meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

    variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

    Cara Pemeriksaan Spirometri

    b. Radiologi (foto toraks)

    Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa

    hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler

    meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-

    kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi

    pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis

    penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien

    (GOLD, 2014).

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    20/36

    c. Oksimeter dan Analisis Gas Darah

    d. Skrining defisiensi Alfa 1-antitripsin

    Penilaian Perkembangan Penyakit

    1. Penilaian Gejala Saat Ini

    Penilaian gejala harus selalu dinilai setiap pasien datang untuk kontrol

    penyakit. Penilaian gejala dapat menggunakan kuesioner. Salah satu kuesioner

    yang banyak digunakan saat ini adalah COPD Assessment Test(CAT), Modified

    Medical Research Council (mMRC) dan COPD Control Questionnaire (CCQ).

    Kuesioner ini hanya menggambarkan gejala PPOK pada pasien saat datang.

    2. Pemeriksaan Spirometri

    Berdasarkan hasil spirometri dapat diklasifikasikan derajat keparahan

    keterbatasan aliran udara pada PPOK.

    3. Penilaian Risiko Eksaserbasi

    Eksaserbasi dikarakteristikkan dengan gejala respiratori yang semakin

    memburuk dibanding biasanya yang menyebabkan perubahan pada medikasi.Faktor prediksi terbaik untuk menilai risiko terjadi eksaserbasi, yaitu jumlah

    eksaserbasi yang terjadi selama setahun dan riwayat rawat inap karena PPOK.

    4. Penilaian Penyakit Penyerta

    Efek ekstrapulmoner yang dapat terjadi pada pasien PPOK, antara lain

    penurunan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi muskuloskeletal. Penyakit

    penyerta lainnya yang sering terjadi bersama PPOK adalah penyakit

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    21/36

    kardiovaskular, disfungsi muskuloskeletal, sindrom metabolik, osteoporosis,

    depresi dan kanker paru.

    2.6. Derajat Keparahan PPOK

    Derajat Keparahan PPOK

    a. Grup A : Risiko rendah, gejala jarangb. Grup B : Risiko rendah, gejala seringc. Grup C : Risiko tinggi, gejala jarangd. Grup D : Risiko tinggi, gejala sering

    2.7. Diagnosis Banding

    PPOK seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung

    kronik. Pada beberapa pasien dengan asma kronis, perbedaan jelas dengan PPOK

    sulit ditemukan walaupun dengan menggunakan pemeriksaan penunjang. Oleh

    karena itu, diasumsikan pasien tersebut menderita asma dan PPOK.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    22/36

    Diagnosis Banding PPOK

    2.8. Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan PPOK :

    - Mengurangi gejala- Mencegah progesivitas penyakit- Meningkatkan toleransi latihan- Meningkatkan kualitas hidup penderita- Mencegah dan mengobati komplikasi- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang- Menurunkan angka kematianProgram berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu

    tujuan selama tatalaksana PPOK.

    Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana :

    1. Evaluasi dan monitor penyakit2. Menurunkan faktor risiko3. Tatalaksana PPOK stabil4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    23/36

    1. Evaluasi Dan Monitor PenyakitRiwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai atau pasien yang

    telah didiagnosa PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

    1. Pajanan faktor risiko, jenis zat dan lamanya terpajanan

    2. Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

    3. Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma atau TB

    paru

    4. Riwayat eksaserbasi atau perawatan dirumah sakit akibat penyakit paru

    kronik lainnya

    5. Penyakit komorbid yang ada, misalnya penyakit jantung rematik atau

    penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktifitas.

    6. Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

    7. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan

    aktivitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi serta perasaan

    depresi, cemas

    8. Kemungkinan untuk mengurangi factor risiko terutama berhenti merokok

    9. Dukungan dari keluarga

    2. Menurunkan Faktor RisikoBerhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif

    dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progesivitas

    penyakit.

    Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A :

    1. Ask (Tanyakan)Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

    2. Advice(Nasihati)Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok

    3. Assess(Nilai)Keinginan untuk usaha berhenti merokok (missal : dalam 30 hari

    kedepan)

    4. Assist (bimbing)

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    24/36

    Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling

    praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

    5. Arrange(Atur)Buat jadwal kontak lebih lanjut

    3. Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOKPenanganan PPOK yang stabil secara menyeluruh harus bersifat individu

    terutama perbaikan gejala dan kualitas hidup.

    Penatalaksanaan PPOK Stabil

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    25/36

    Pilihan Obat PPOK

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    26/36

    2.9 PPOK Eksaserbasi Akut

    Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan

    dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian

    akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan

    basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi

    hari ke hari, yang menyebabkan perubahan medikasi yang diberikan (GOLD,

    2014).

    Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial

    (biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia,

    emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat,

    penggunaan obat-obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit

    metabolik (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan

    memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit

    respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).

    Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien sering

    menjalani rawat inap akibat eksaserbasi. Menurut penelitian Kessler dkk.(1999)

    terdapat faktor prediktif eksaserbasi yang menyebabkan pasien dirawat

    inap.Faktor risiko yang signifikan adalah Indeks Massa Tubuh yang rendah

    (IMT44 mmHg, dan tekanan arteri pulmoner rata-rata (Ppa) pada waktu

    istirahat > 18 mmHg.

    Gejala eksaserbasi

    1. Batuk makin sering/ hebat2. Produksi sputum bertambah banyak & berubah warna3. Sesak napas bertambah4. Keterbatasan aktivitas bertambah5. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik6. Kesadaran menurun

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    27/36

    Gejala utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan

    adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut Anthonisen dkk.

    (1987), eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi

    berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya

    memiliki 2 gejala utama, dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1

    gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam

    tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan

    frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

    (Vestbo, 2006).

    2.9. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

    Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera

    eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari

    eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya

    komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2014). Penanganan

    eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan)

    atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan

    eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap

    dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau

    ruang ICU (PDPI, 2003).

    Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    28/36

    Indikasi Rawat Inap

    Indikasi Rawat ICU

    Indikasi Penggunaan Ventilasi Mekanik Noninvasif

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    29/36

    Indikasi Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif

    Indikasi Boleh Pulang

    2.10. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik,

    gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale.

    Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada

    gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume

    sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien

    PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    30/36

    hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini

    imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit

    darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50

    %, dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2003).

    2.11. Prognosis

    PPOK merupakan penyakit progresif dan ireversibel. Tidak ada obat yang

    dapat mengembalikan fungsi paru menjadi normal kembali pada pasien PPOK.

    Faktor prognosis buruk didapatkan pada pasien dengan kejadian eksaserbasi akut

    lebih dari dua kali dalam setahun, CAT kuesioner lebih dari sama dengan sepuluh,

    hasil spirometri termasuk GOLD 3 atau 4, malnutrisi, paparan faktor risiko terus-

    menerus, kepatuhan kontrol dan minum obat, dan dukungan dari keluarga dan

    orang sekitar.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    31/36

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    32/36

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Aspek Diagnosis

    Hal-hal yang menguatkan diagnosis PPOK:

    1. Anamnesis Umur pasien 77 tahun insidensi PPOK pada umur > 40 tahun Sesak napas progresif (semakin lama semakin sesak), semakin

    memberat saat melakukan aktivitas

    Batuk kronis berdahak, 1 bulan, terus-menerus Riwayat paparan faktor risiko merokok selama kira-kira 34 tahun,

    riwayat bekerja sebagai buruh bangunan

    2. Pemeriksaan Fisik Sesak respirasi 32x/menit, ekspirasi memanjang, retraksi

    suprasternal

    Barrel-chest Perkusi thoraks ki=ka hipersonor Auskultasi thoraks VBS ki=ka menurun pada kedua lapang paru,

    wheezing +/+

    3. Pemeriksaan Penunjang Rontgen thoraks PA gambaran bronkitis kronik (corakan bronkus

    meningkat, garis fibrotik) dan gambaran emfisema (ruang interkostal

    bertambah, diafragma mendatar, jantung seolah-olah seperti tetesan air)

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    33/36

    Laboratorium darah leukositosis (PPOK eksaserbasi akut karenainfeksi)

    Pada keluhan sesak napas ada beberapa yang harus dipertimbangkan:

    Kelainan kardiovaskular

    disingkirkan karena dari anamnesa tidak ada

    gejala yang mengacu pada kelainan jantung (tidak ada nyeri dada dan

    bengkak pada kaki, pasien tidur dengan satu bantal, tidak pernah

    terbangun malam karena sesak), dari pemeriksaan fisik tidak terdapat

    kelainan pada pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pemeriksaan fisik

    jantung, dari rontgen dan EKG jantung dalam batas normal.

    Kelainan ginjal disingkirkan karena pada anamnesa tidak ada keluhanpada BAK dan hasil laboratorium darah untuk fungsi ginjal dalam batas

    normal.

    Kelainan hati disingkirkan dengan anamnesis riwayat sakit kuningtidak, pada pemeriksaan fisik tidak ada pembesaran hati, dan pada

    pemeriksaan laboratorium darah fungsi hati dalam batas normal.

    Kelainan paru selain PPOK pada anamnesis tidak ada gejala TB ataualergi, diperkuat dengan gambaran radiologis yang menunjang diagnosis

    PPOK

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    34/36

    Diagnosis PPOK eksaserbasi akut derajat sedang, karena:

    1. Sesak bertambah berat

    2. Batuk bertambah sering

    Aspek Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan Non-farmakologi

    Menghindari faktor pencetus asap rokok, debu, meningkatkan dayatahan tubuh

    Rehabilitasi fisik1. Latihan relaksasi

    2. Latihan pernapasan

    3. Latihan meningkatkan kemampuan fisik

    Penatalaksanaan Farmakologis

    O23-4 L/menit Nebu Ventolin 2 ml (Salbutamol 2.5 mg)dapat diulang 3x

    Nebu Pulmicort 2 ml (Budesonide 0.25 mg/ml) menekan proses inflamasi

    pada GOLD 2014 tidak dipakai inhalasi kortikosteroid

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    35/36

    Setelah di nebu dua kali keluhan sesak pasien berkurang, pasien tidak ada indikasi

    rawat inap

    Obat pulang:- Ambroxol 3x1 tab- Teosal 3x1 tab sebaiknya salbutamol 4 mg prn- Metilprednisolon 3x4mg selama 5 hari- Cefixim 2x1 tab selama 5 harileukositosis tanda infeksi

    Aspek Prognosis

    Quo ad vitam : ad bonam tekanan darah, pemeriksaan fisik dan laboratorium

    darah tidak ada yang mengancam jiwa. Pasien masih merespon nebu dua kali.

    Quo ad functionam : dubia ad malam PPOK merupakan penyakit progresif

    ireversibel.

  • 5/26/2018 Preskas PPOK.docx

    36/36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

    Jakarta: 2006. p. 1-18.

    2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi

    Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: PUsat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

    2006. P. 984-5.

    3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA:

    2014. [serial online] 2014. [Cited] Maret 2014

    4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Preventionof Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2014. [serial online] 2014.

    [Cited] Maret 2014

    5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. PB PABDI.

    PAnduan Pelayanan Medik, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

    2006. P. 105-87.

    6. Harrison. Principle of Internal Medicine. 15thedition. Mc Graw-Hill. P. 1491-

    1493.