KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS...

20
123 KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS PARTICIPATORY POVERTY ASSESSMENT: Kasus Yogyakarta * Achmad Fatony ** Abstract One of the interesting inquiries on poverty policy is that why poverty reduction supported by both significant government political will and fund does not result in significant reduce in the rate of poverty (still about 11%). Poverty is a complex issue. Besides it depends upon stabilized macro economy, poverty also has to do with micro policy on poverty eradication itself. This research had done in Yogyakarta utilizing qualitative method by interviewing stakeholders (government officials, NGOs), FGD and dept-interview with community leaders, and beneficiaries in three pilot projects. One of interesting findings was that being impatient and scared to fail in the part of government officials in implementing poverty program by putting poor people in the main roles in the poverty program, makes the poverty alleviation program tends to merely fulfill administrative needs, and less success to gain poverty reduction in real terms (creating self-help, independence, pride etc). In this research, there are several interesting findings. In terms of public policy, Yogyakarta special territory government has stressed the important of social modal (education) for the poor children to enroll favorite schools (best and qualified schools) through 20% quota policy. Yogyakarta government realizes that poverty deals with both aggregate and non-aggregate dimensions. In short, lesson learned from both strengths and weaknesses of poverty eradication policy in “student’s town” is very interesting to take.. Key words: poverty reduction policy, self-help, aggregate and non-aggregate dimensions. ABSTRAK Salah satu pertanyaan menarik dalam kebijakan Kemiskinan ialah mengapa penurunan kemiskinan yang telah didukung baik oleh kemauan politik pemerintah yang memadai dan dukungan dana yang mencukupi tetapi tidak menghasilkan penurunan angka kemiskinan yang memadai (masih sekitar 11%)? Kemiskinan memang masalah yang komplek. Selain ia tergantung pada keadaan ekonomi makro yang stabil, kemiskinan juga terkait dengan kebijkan mikro mengenai penurunan kemiskinan itu sendiri. Penelitian ini telah dilakukan di Yogyakarta menggunakan metode kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dengan berbagai pihak terkait masalah pengentasan kemiskinan (para pejabat pemkot, LSM, * Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis sebagai bagian dari penelitian Anas Saidi (ed) Kemiskinan Berdimensi Sosial-Budaya: Upaya Mencari Model Pengetasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessement: Studi kasus Pemkot Solo, Pemkot Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, 2010. ** Peneliti Muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia( LIPI). Penulis adalah lulusan S1 Fisipol UGM, dan S2 The University of Arkansas, Fayetteville, Amerika Serikat bidang Sosiologi Pedesaan.

Transcript of KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS...

Page 1: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

123

KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASISPARTICIPATORY POVERTY ASSESSMENT: Kasus Yogyakarta*

Achmad Fatony**

Abstract

One of the interesting inquiries on poverty policy is that why poverty reduction supported byboth significant government political will and fund does not result in significant reduce in therate of poverty (still about 11%). Poverty is a complex issue. Besides it depends upon stabilizedmacro economy, poverty also has to do with micro policy on poverty eradication itself. Thisresearch had done in Yogyakarta utilizing qualitative method by interviewing stakeholders(government officials, NGOs), FGD and dept-interview with community leaders, andbeneficiaries in three pilot projects. One of interesting findings was that being impatient andscared to fail in the part of government officials in implementing poverty program by puttingpoor people in the main roles in the poverty program, makes the poverty alleviation programtends to merely fulfill administrative needs, and less success to gain poverty reduction in realterms (creating self-help, independence, pride etc). In this research, there are several interestingfindings. In terms of public policy, Yogyakarta special territory government has stressed theimportant of social modal (education) for the poor children to enroll favorite schools (best andqualified schools) through 20% quota policy. Yogyakarta government realizes that povertydeals with both aggregate and non-aggregate dimensions. In short, lesson learned from bothstrengths and weaknesses of poverty eradication policy in “student’s town” is very interestingto take..

Key words: poverty reduction policy, self-help, aggregate and non-aggregate dimensions.

ABSTRAK

Salah satu pertanyaan menarik dalam kebijakan Kemiskinan ialah mengapa penurunankemiskinan yang telah didukung baik oleh kemauan politik pemerintah yang memadai dandukungan dana yang mencukupi tetapi tidak menghasilkan penurunan angka kemiskinanyang memadai (masih sekitar 11%)? Kemiskinan memang masalah yang komplek. Selain iatergantung pada keadaan ekonomi makro yang stabil, kemiskinan juga terkait dengan kebijkanmikro mengenai penurunan kemiskinan itu sendiri. Penelitian ini telah dilakukan di Yogyakartamenggunakan metode kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalamdengan berbagai pihak terkait masalah pengentasan kemiskinan (para pejabat pemkot, LSM,

* Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis sebagai bagian dari penelitian Anas Saidi (ed) Kemiskinan BerdimensiSosial-Budaya: Upaya Mencari Model Pengetasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessement: Studikasus Pemkot Solo, Pemkot Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, 2010.

** Peneliti Muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia( LIPI). Penulis adalah lulusan S1 Fisipol UGM, dan S2 TheUniversity of Arkansas, Fayetteville, Amerika Serikat bidang Sosiologi Pedesaan.

Page 2: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

124

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

I. PENDAHULUANDilihat dari kemauan politik (political will)

yang ada, apa yang dilakukan pemerintah dalampengentasan kemiskinan sudah cukupmemadai. Terutama jika kemauan politik itudiukur dari kucuran dana yang dikeluarkanAPBN. Sejak tahun 2002-2009, misalnya,pemerintah telah mengeluarkan dana Rp 319.5triliun. Atau jika dihitung pada periode tersebuttelah terjadi kenaikan 394,44 persen, sementarakemiskinan yang berhasil diturunkan baru 4%.Pertanyaannya mengapa kemiskinan begitusulit diturunkan.1

Ada beberapa hipotesa kerja yang didugamenjadi kendala atas pengentasan kemiskinan ini:

Pertama, ditingkat kebijakan, selama inipendekatan pengentasan kemiskinan cenderunglebih menekankan pembebasan masyarakat

para tokoh masyarakat, pendamping program, maupun masyarakat penerima bantuan programkemiskinan) di tiga kecamatan kota yang menjadi Proyek Percontohan. Salah satu temuanyang menarik adalah kurang sabar dan ketakutan mengalami kegagalan program kemiskinandi pihak pelaksana (pemerintah) untuk melibatkan warga miskin secara aktif berperan utamadalam program kemiskinan, justru membuat program pengentasan kemiskinan cenderung hanyamemenuhi kebutuhan administrative, dan kurang berhasil dalam mengurangi tingkat kemiskinandalam arti yang sebenarnya (menciptakan masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri,mandiri, mimiliki harga diri dsb). Dalam riset ini terdapat beberapa hal yang menarik. Dalamhal kebijakan publik, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah menekankan artipentingnya modal sosial (berupa pendidikan) untuk kanak-anak dari keluarga miskin untukmemasuki sekolah-sekolah favorit (sekolah-sekolah terbaik dan berkualitas) melalui kebijakanquota 20%. Pemkot Yogyakarta menyadarai bahwa kemiskinan menyangkut baik masalahdimensi agregat (ekonomi) mau pun dimensi non agregat (non ekonomi). Singkatnya pelajaranyang menyangkut baik kelemahan maupun kelebihan kebijakan pengentasan kemiskinan dikota pelajar ini sangat menarik untuk diambil.

Kata Kunci: Kebijakan, Pengentasan Kemiskinan, Menolong diri sendiri, dimensi agregratdan non-agregat

1 Lihat Anas Saidi (ed). Kemiskinan Berdimensi Sosial-Budaya: Upaya Mencari Model Pengetasan Kemiskinan BerbasisParticipatory Poverty Assessement: Studi kasus Pemkot Solo, Pemkot Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, LIPI-Press,Jakarta, 2010.

2 Ibid.

miskin dari indikator-indikator konvensional(pemenuhan sandang, pangan, dan papan) yangbersifat serba agregat dan mengabaikanpentingnya pembebasan masyarakat miskin darihal-hal yang non agregat untuk menumbuhkanself-sustaining capacity, seperti: harga diri (selfesteem), kebanggaan (dignity), kemandirian(independence), pengakuan (recognition) dankebebasan (freedom). Sebagai konsekuensilogisnya pengentasan kemiskinan hanyamelestarikan atau memperpanjang mata-rantaiketergantungan daripada sebagai upayamemandirikan masyarakat miskin melalui usaha-usaha produktif.2

Kedua, betapapun semangat untukmemberdayakan masyarakat sudah ada, tetapidalam tingkat implementasi, “rasa takut”

Page 3: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

125

terhadap kegagalan program apabila benar-benar melibatkan warga miskin sebagai pelakupengentasan kemiskinanya sendiri, akhirnyamasih meletakkan orang miskin sebagai“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down.

II. RUMUSAN MASALAHAsumsi dasar dari tulisan ini adalah melihat

masalah kemiskinan bersifat multidimensi.Kemiskinan tidak hanya terkait denganmasalah ekonomi yang bersifat agregat, tetapijuga berhubungan dengan pentingnyamenciptakan self-sustaining capacitysehingga terbebasnya warga miskin dari aspekagregat itu besifat langgeng, berkelanjutan dantidak menimbulkan mental ketergantungankepada bantuan Pemerintah. Oleh karena ituyang menjadi pertanyaan dasar dalam penelitianini, bagaimana berbagai dimensi tersebut telahdikonstruksikan dalam kebijakan kemiskinanyang ada.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1.1. Paradigma Pembangunan Sosial

United Nations Center for RegionalDevelopment (UNCRD) merumuskanpembangunan sosial (masyarakat) dalam tigapengertian:

Pertama, pembangunan masyarakatsebagai pengadaan pelayanan masyarakat.Pembangunan masyarakat identik denganpeningkatan pelayanan sosial, seperti: fasilitaskesehatan, peningkatan gizi, fasilitas pendidikan,sanitasi dsb yang intinya meningkatkankesejahteraan rakyat.

Kedua, pembangunan masyarakatsebagai upaya terencana untuk mencapai tujuansosial yang kompleks dan bervariasi. Antaralain untuk mencapai tujuan sosial (social goals)yang sulit diukur seperti: keadilan, pemerataan,peningkatan budaya (cultural promotion), dankedamaian pikiran (peace of mind).

Ketiga, pembangunan sosial sebagai upayaterencana guna meningkatkan kemampuanmanusia untuk berbuat. Hal ini pada dasarnyamerupakan derivasi pembangunan yangberpusat pada manusia (people-centereddevolepment).

Dalam paradigma seperti tersebut,pembangunan harus menekankan pada“pengelolaan sumber daya masyarakat itusendiri”. Yang ciri-cirinya, menurut Korten (1986),antara lain: (1). Prakarsa dan proses pengambilankeputusan untuk memenuhi kebutuhanmasyarakat tahap demi tahap harus diletakkanpada masyarakat sendiri (bottom up planning).(2). Fokus utamanya adalah menciptakankemampuan masyarakat untuk mengelola danmemobilisasikan sumber-sumber yang terdapatdikomunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.(3). Pendekatan ini toleran terhadap variasi lokal,dan karenanya, sifatnya fleksibel menyesuaikandengan kondisi lokal. (4). Di dalam melaksanakanpembangunan, pendekatan ini menekankan padaproses social learning yang di dalamnyaterdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi dankomunitas: mulai dari perencanaan sampaievaluasi proyek dengan mendasarkan diri padasaling belajar. (5). Proses pembentukan jaringan(networking) antara birokrat dan lembagaswadaya masyakarat, satuan-satuan organisasitradisional yang mandiri, merupakan bagianintegral dari pendekatan ini.Melalui networkingini diharapkan terjadi simbiose antara struktur-struktur pembangunan tingkat lokal. Harapannyalebih menjamin tumbuhnya self-sustainingcapacity masyarakat menuju sustaineddevelopment (Moeljarto, 1996: 27).

Model Pembangunan KebutuhanDasar/Kesejahteraan. Model ini padadasarnya mengoreksi kekurangan modelpertumbuhan. Model ini mencoba memecahkankemiskinan secara langsung, yang tidak hanyamelalui mekanisme “trickle-down effect”,yaitu model Pembangunan Nasional yangberpusat pada Manusia. Model ini berwawasanlebih jauh dari sekedar pertumbuhan GNP ataupengadaan pelayanan sosial. Dalam hal ini

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 4: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

126

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

peran pemerintah menciptakan lingkungansosial yang mendorong aktualisasi potensi dirimanusia (Moeljarto, 1996: 36). Maknapembangunan sosial sebagai usaha terencanameningkatkan kemampuan untuk bertindak,merupakan antitesa dari model pembangunanyang berorientasi pada pertumbuhan maupunpembangunan yang berorientasi padakesejahteraan/kebutuhan dasar.

1.2. Substansi Kemiskinan

Dalam mencari inti dari kemiskinan, penelitiakan mencoba menggunakan apa yang disebutRobert Chambers (1983: 111) sebagaideprivation trap atau jeratan kekurangan.Deprivation trap ini terdiri dari limaketidakberuntungan yang melilit kehidupanorang miskin, yaitu: kemiskinan itu sendiri,kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan, dan,ketidakberdayaan. Dari kelima jeratankekurangan ini, menurut Chambers, yang palingmemerlukan perhatian adalah (1) kerentanan,dan (2) ketidakberdayaan. Kerentanan dapatdilihat dari ketidakmampuan dari keluargamiskin untuk menyediakan sesuatu untukmenghadapi situasi darurat seperti datangnyabencana alam, kenaikan BBM atau penyakityang tiba-tiba menimpa keluarga (subsistensi,menurut James Scott). Kerentanan ini seringmenimbulkan poverty rockets atau “rodapenggerak kemiskinan” yang menyebabkankeluarga miskin harus menjual harta benda yangpaling berharga untuk kebutuhan konsumsisehingga keluarga itu menjadi semakin dalammemasuki lembah kemiskinan.

Ketidakberdayaan dianggap faktor yangpaling signifikan dalam mendorong terjadinyaproses kemiskinan atau pemiskinan, karenaproses eksploitasi ada dalam garis ini dalamsegala bentuknya. Meskipun substansi dariketidakberdayaan seringkali muncul dalambentuk eksploitasi yaitu pemerasan yangdilakukan oleh kelompok yang lebih kuat.

Pemikiran Chambers ini dapat dilihat dalamskema berikut:

IV. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta

menggunakan metode kualitatif. Dalammendapatkan data primer, dilakukan melaluiwawancara mendalam baik kepada wargamiskin sebagai penerima program(beneficiaries) pengentasan kemiskinan, tokohmasyarakat, LSM, maupun tentunya paraPejabat pemangku kepentingan yang terkaitlangsung dengan implementasi kebijakanprogram pengentasan kemiskinan di KotaYogyakarta. FGD juga dilakukan dengan parapejabat SKPD terkait dan Sekretaris BappedaDIY, selain untuk pendalaman materi, jugasebagai media trianggulasi guna mendapatkaninformasi yang akurat. Data sekunder diambildari berbagai sumber baik di Bappeda sendirimau pun di SKPD yang dijadikan sampelpenelitian.

Sebagai unit analisisnya diambil 3 (tiga)kecamatan yang dijadikan pilot project olehpemkota D.I.Y. Pengambilan 3 wilayah inidiharapkan mampu memberi gambarankebijakan pengentasan kemiskinan dan dapatdijadikan lesson learned untuk perbaikankebijakan pengentasan kemiskinan mau pununtuk replikasi program kebijakanpengentasan kemiskinan dengan penyesuaianuntuk wilayah lain.

Sumber: Robert Chambers, 1983

Page 5: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

127

V. GAMBARAN UMUM LOKASIPENELTIAN

A. Potret Penanganan Kemiskinan diKota Yogyakarta dan Gambaran Umum 3lokasi penelitian

A.1. Dilihat dari RPJMD Kota Yogyakarta2007-2011

Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD) Kota YogyakartaTahun 2007 - 2011 merupakan dokumenperencanaan pembangunan Kota Yogyakartauntuk periode 5 tahun yang memuat visi danmisi kepala daerah, arah kebijakan keuangandaerah, strategi pembangunan daerah,kebijakan umum dan program Satuan KerjaPerangkat Daerah, lintas Satuan KerjaPerangkat Daerah dan program kewilayahandan rencana kerja dalam kerangka regulasi dankerangka pendanaan indikatif.

A.2. Dilihat dari Rencana Aksi DaerahKemiskinan

Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)Penanggulangan Kemiskinan dan PengangguranTahun 2007-2011 yang meliputi: StrategiPerlindungan Sosial, Strategi PerluasanKesempatan, Strategi Peningkatan kapasitasSumber Daya, Strategi PemberdayaanMasyarakat, dan Strategi Kemitraan sebagaisalah satu tahapan realisasi dari PeraturanWalikota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2007tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakartasebagai upaya sinkronisasi kegiatan SKPDbersama seluruh pihak yang terkait dalamupaya penanggulangan kemiskinan Tahun2007-2011 yang menjadi acuan SKPD untukmelaksanakan program dan kegiatanpembangunan kesejahteraan sosial khususnyadalam upaya penanggulangan kemiskinan danpengangguran yang telah ditetapkan dalamRPJMD.

B. TKPK Kelurahan Sebagai Pilot Project

Tim Koordinasi PenanggulanganKemiskinan (TKPK) pada dasarnyamerupakan sebuah forum lintas pelaku yangterdiri dari berbagai unsur, mulai daripemerintah, lembaga keuangan dan perbankan,kelompok usaha, kelompok swadayamasyarakat, akademisi, dan unsur masyarakatlainnya, untuk menggalang kontribusi gagasandan saran implementasi yang konstruktif danmaju, bagi peningkatan keberhasilanpenanggulangan kemiskinan. TKPKmempunyai tugas untuk melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepatpengurangan jumlah penduduk miskin melaluikoordinasi dan sinkronisasi penyusunan danpelaksanaan penajaman kebijakanpenanggulangan kemiskinan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut,TKPK menyelenggarakan fungsi yang pertama,koordinasi dan sinkronisasi penyusunan danpelaksanaan penajaman kebijakanpenanggulangan kemiskinan. Kedua,melakukan pemantauan pelaksanaanpenanggulangan kemiskinan sesuaikarakteristik dan potensi di daerah dankebijakan lanjutan yang ditetapkan daerahdalam rangka penanggulangan kemiskinan didaerah masing-masing.

Pada tataran Kabupaten/Kota, TKPKKabupaten/Kota diketuai oleh wakil Bupati/walikota dengan sekretaris daerah sebagaipelakasana, dimana koordinator di tingkatSKPD dipegang oleh BAPPEDA setempat.Dalam kasus kota Yogyakarta, dibentuk TKPKkelurahan dengan Lurah sebagai ketuanya.Diharapkan dari TKPK kelurahan ini dapatmemberikan feedback mengenai program-program, kebijakan, serta evaluasi bagipemerintah kota melalui TKPK kota. Di kotaYogyakarta terdapat tiga TKPK Kelurahansebagai pilot project. Salah satu dasarpemilihannya ialah angka kemiskinan yangcukup tinggi pada ketiga kelurahan tersebut.Ketiga TKPK tersebut berada di KelurahanTegalpanggung, Kelurahan Sorosutan, serta

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 6: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

128

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

Kelurahan Kricak. Lokasi ini yang dipilihsebagai lokasi penelitian.

B.1. TKPK Kelurahan Tegalpanggung

Kelurahan Tegalpanggung terdiri atas 16RW, 66 RT dan terbagi dalam 5 kampung.Secara administratif Kelurahan Tegalpanggungtermasuk dalam Wilayah KecamatanDanurejan Kota Yogyakarta. Luas wilayahkelurahan ini kurang lebih 35.0575 Ha, dengantopografi dataran rendah dengan ketinggianrata-rata 113 m di atas permukaan laut.

Secara geografis Kelurahan Tegalpanggungterletak di Pusat Kota Yogyakarta. Jumlahpenduduk pada tahun 2008 di kelurahan inisebanyak 11.783 jiwa terdiri dan dari 6.237 jiwalaki-laki dan 5.546 jiwa perempuan.

Dari hasil pendataan oleh Dinsos KotaYogyakarta, diketahui bahwa jumlah keluargamiskin di kelurahan Tegalpanggung ini padatahun 2007 ialah sebanyak 1020 dan pada tahun2008 menurun menjadi 873. Sedangkan dilihatdari jumlah penduduk miskin, pada tahun 2007tercatat angka 3569 dan pada tahun 2008sebanyak 3040. Untuk lebih jelasnya lihat tabelberikut.

Selain dari data-data diatas, tentu adabeberapa alasan mengapa dipilih kelurahanTegalpanggung sebagai lokasi pilot projectTKPK kelurahan Berbagai program intervensiyang disiapkan TKPK Tegalpanggung gunameningkatkan kesejahteraan masyarakatnyameliputi: program peningkatan kualitas SDMmelalui berbagai pelatihan; programpeningkatan kualitas kesehatan baik melaluiberbagai penyuluhan mau pun pelayanan

kesehatan gratis; program peningkatanpendidikan melalui pemberian beasiswa,penanganan anak putus sekolah dsb; programpeningkatan kualitas lingkungan; programpenguatan ekonomi (kredit, simpan pinjam dsb);serta program peningkatan sarana prasarana.

B.2. TKPK Kelurahan Sorosutan

Luas wilayah kelurahan Sorosutan adalah168,2454 Ha

Data Penduduk kelurahan Sorosutanberdasarkan jenis Kelamin, Laki-Laki sebanyak7.356 Orang, Perempuan 7.147 Orang. Jumlahpenduduk 14.503 Orang. Jumlah KepalaKeluarga 3.329 KK.

Angka kemiskinan di kelurahan Sorosutandapat dilihat pada tabel berikut :

Ada beberapa penyebab kemiskinan yangada di kelurahan Sorosutan yaitu: Perbedaanparameter penentuan gakin (terjadi bias data);Program gal kemiskinan parsial (overlapping);Bantuan instant/tidak memberdayakanmasyarakat (menumbulkan mental pengemis).Kemampuan Sumber Daya yang di miliki:Sumber Daya Keuangan/Permodalan meliputi:Kelompok Usaha Simpan Pinjam, PMK(APBD), UPK BKM (DIPA-PNPM), LKM(Lembaga Keuangan Mikro), serta Koperasidan Bank

Page 7: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

129

B.3. TKPK Kelurahan Kricak

Kelurahan Kricak terletak di wilayahKecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta dibagian utara dan barat. Di dalam KelurahanKricak terdapat sekitar 283 industri, satuindustri besar, satu industri sedang dan 130berupa industri kecil, sisanya berupa 150industri rumah tangga (home industry.Penduduk Kelurahan Kricak berjumlah 16.277orang terdiri dari 7.728 laki-laki dan 8.549perempuan. Adapun angka kemiskinan dikelurahan Kricak ialah sebagai berikut:

Untuk mengurangi angka putus sekolahdan mengatasi penduduk yang t idakberpendidikan, PKK dan PKBM KelurahanKricak mengadakan Kelompok Belajar PaketA setara SD dan Paket B setara SMP dan telahberhasil meluluskan semua warga belajarnya.Disamping bidang pendidikan, dilakukanpelatihan-pelatihan berbagai keterampilan. Daripelatihan itu, banyak diantara warga belajar yangtelah memiliki usaha rumahan tetapi masih dalamskala kecil. Selain keterampilan, mereka jugamasih membutuhkan pelatihan manajemen,strategi pemasaran, dan tambahan modal3.

VI. TEMUAN LAPANGAN

Permasalahan pada TKPK (TimKoordinasi Pengentasan Kemiskinan)Kelurahan

Dalam pelaksanaannya, TKPK tingkatkelurahan juga mengalami berbagai kendala

yang menghambat upaya penanggulangankemiskinan pada daerah tersebut. Kendalatersebut diantaranya :

1. Pendataan awal masih terlalu banyak orangyang sebenarnya tidak masuk dalam kategorikeluarga miskin tetapi di data sebagai wargamiskin. Realitas ini disebabkan karenasetidaknya dua hal, menurut penjelasan LurahTegalpanggung: Pencacah data (masyarakatlokal) masih kurang mampu, dilihat dari kualitasSDM nya, dan dituntut harus secepatnyamelaporkan data. Kedua, banyak warga yangmemaksa agar dirinya dimasukkan sebagaikeluarga miskin dengan mengancam petugas,kasus yang menonjol ada di kelurahan Kricak.

Angka kemiskinan di tingkat kelurahanmenurun. Dugaan penurunan ini karenakesalahan pendataan, meskipun juga tidakdipungkiri adanya keberhasilan program-program penanggulangan kemiskinan yangbanyak diberikan pemkot Yogyakarta kepadakelurahan. Namun karena tidak ada evaluasiyang dilakukan masyarakat, maka Angkapenurunan jumlah kemiskinan setiap tahunnyapun perlu dicermati apakah benar-benardisebabkan oleh program-programpenanggulangan kemiskinan yang telahberhasil atau penurunan itu karena verifikasidata yang tidak valid. Seperti yangdiungkapkan Lurah Tegalpanggung berikut ini:

“…saya sebetulnya ya, kalau bolehterus terang..ya barangkali ada ya dariprogram-program lainnya, cuma,diantaranya itu juga ketidak validandata awal. Jadi waktu pendataan ditegalpanggung misalnya sampe 1020,tapi ternyata setelah di verifikasi adasebetulnya itu warga tidak termasukmiskin tetapi masuk..jadi ya otomatistercoret….mudah-mudahan tahun 2009ini turun, tapi ya turun akibat adanya

3 Wawancara dengan Ketua RT 28/10/2009. Beberapa program pengentasan kemiskinan masih dirasa sangat ku rangadanya pendampingan yang mengawal kegiatan. Sehingga beberapa kasus pelatihan, diberikan alat dan modal tetapiakhirnya kelompok itu bubar. Karena pemasarannya mengalami kesulitan.

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 8: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

130

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

program-program pemberdayaan,bukan karena salah data lagi…”

Pernyataan lain yang mendukung jugadiungkapkan oleh Lurah Kricak :

“…kita jangan terlalu terfokuslahpada angka, ya kita lihat saja sebagaidata tapi jangan terlalu di anggapserius, karena pendataannya sendiribanyak yang kacau..”

Pernyataan tidak jauh bedadiungkapkan ketua RT di KelurahanKricak :

“..kasus disini ada mas, pada saatpendataan karena tau orang yangakan mendata maka trus diancam, biarmau dimasukan ke dalam KMS..pernahdisini ribut karena mau dicoret dariKMS..”

2. Waktu pemberian program yang cukupsingkat oleh TKPK Kota. Terkadangpemberian bantuan atau program sangatmendadak sehingga persiapan yangdilakukan kurang maksimal, Padahalpenentuan beneficiaries atau calonpenerima manfaat merupakan kunci awalkeberhasilan program agar tepat sasaran.Waktu yang cukup singkat tersebutdikeluhkan oleh PSM (Petugas SosialMasyarakat) maupun anggota TKPKkelurahan setempat. Sehingga pemberianprogram atau bantuan terkesanserampangan dan seadanya. Seperti yangdikeluhkan oleh PSM dari TKPKTegalpanggung berikut ini :

“…lha dari kota sendiri ketikamemberikan program terkadangmendadak pak, misalnya ada programbantuan untuk kelompok, tolongdisiapkan kelompok tersebut dengankriteria-kriteria tertentu, padahalwaktunya singkat..ya akhirnya asal ajakan membentuk kelompoknya..”

3. Berbagai program yang diajukan olehTKPK kelurahan banyak yang t idak

diakomodir dan program-program yang adacenderung program-program rutin tahunanyang dilaksanakan oleh SKPD yang belumtentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhanmasyarakat setempat. Seperti yangdiungkapkan oleh anggota TKPKKelurahan Kricak berikut ini :

“…sebagai bahan evaluasi , dikelurahan Kricak ini kita sudahmengajukan program-program untukpenanganan kemiskinan sejak tahun2007, tapi yang terealisasi hanyakurang lebih 10%, lha kok sekarangkita suruh buat lagi untuk tahun-tahunberikutnya sementara yang dulu sajabelum terealisasi. Pernah diungkapkanketika ada koordinasi dengan tingkatkota, tapi tidak ada respon dari SKPD-SKPD terkait…”

Hal tidak jauh berbeda diungkapkanoleh PSM dari TKPK Tegalpanggungberikut ini :

“…terkadang bantuan itu sendiritumpang tindih pak, kaya tidak adakoordinasi..padahal akan lebih baikjika sesuai dengan kebutuhanmasyarakat..”

4. Selain pendataan yang salah sasaran, datapenerima bantuan juga tidak dicekkebenarannya sehingga masih ditemukanbanyak masyarakat yang memperolehbantuan dobel, karena kesadaranmasyarakat masih rendah dan memilikimental curang. Seperti yang diungkapkanoleh Lurah Tegalpanggung berikut ini :

“…kalau disini pernah ada masyang dapat bantuan dobel-dobel, ya itumenjadi salah satu kelemahan juga,pendataan antar program belum baik..yasalah satunya juga karena waktunyayang singkat itu..misalkan ada bantuanuntuk kelompok umpamanya, ada yanglangsung membentuk kelompok, sanajuga langsung membentuk kelompok(masyarakat)...ada itu yang sana ikut

Page 9: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

131

kelompok sini, tapi juga ikut kelompoksana, padahal itu orangnya sama…”

5. Dalam setiap program seharusnya sudahsatu paket dengan pendampingan, karenabanyak bantuan yang tidak sustainablekarena tidak adanya pendampingan. Selainitu waktu pendampingan juga perludijadwalkan agar masyarakat penerimabantuan benar-benar siap mandiri ketikaprogram bantuan itu dilepas, khususnya bagibantuan-bantuan yang sifatnya ekonomiproduktif (misal: KUBE).

Seperti yang dikeluhkan oleh LurahKricak berikut ini :

“..program-program banyak yangbersifat instan, tidak adapendampingan yang benar-benar agarsampai yang dibantu itu mandiri..”

Keluhan lain juga diungkapkan PSMdari Tegalpanggung :

“…pendampingan itu biasanyakalau dari Dinsos hanya satu tahun,itupun dari proses pembentukankelompok..belum pendampingan…sehingga kami dana turun itu hanyamendampingi di kelompok itu hanyabeberapa 2 bulan karena waktu habis,setelah itu lepas...”

6. Posisi dan status pendamping harusdiperhatikan, karena selama ini pendampingjuga termasuk warga biasa yang terkadangkondisi sosial ekonominya pas-pasan.Akibatnya kadang pendamping itu kurangdiperhatikan dan disepelekan oleh yangdidampingi. Seperti yang diungkapkan olehLurah Tegalpanggung berikut ini :

“…bikin iri lho saking tumpangtindihnya bantuan..misalkan dari PSMsendiri yang notabene sebetulnya itu jugabelum mapan kehidupannya, mendampingianggota kelompok yang dapat bantuanbanyak sekali, sedangkan pendampingnyatidak dapat apa-apa…saya kira itu jugajadi suatu masalah…”

7. Langkah-langkah awal yang dilakukan olehPemkot Yogyakarta dalam intervensipenanggulangan kemiskinan dan pengangguranialah dengan menerapkan kebijakan teknispenyediaan sarana dan bantuan pemenuhankebutuhan dasar minimum bagi masyarakatmiskin. Sesuai dengan alat ukur atauparameter kemiskinan yang ada makaintervensi yang dilakukan melalui:

1. Perluasan Kesempatan Kerja danPeningkatan Pendapatan Keluarga

Pada tahap awal upaya yang akandilakukan adalah dengan melalui :

1) Penumbuhan, penguatan danpengembangan usaha ekonomi produktifrumah tangga skala mikro melalui kelompokusaha bersama atau perorangan.

2) Revitalisasi wilayah sentra industrirumahtangga melalui penyediaan saranadan teknologi tepat guna untuk memberikandaya saing dan daya tahan pasar padaproduk dan proses industri yang sudahberjalan.

3) Penumbuhan dan pengembangan layananlembaga keuangan mikro.

4) Aksesing permodalan melalui mekanismekredit lunak bagi kelompok usaha bersama,koperasi dan usaha mikro/kecil denganbunga rendah.

5) Penataan dan upaya pelestarian sentrausaha dan bisnis kecil yang padat pelaku.

6) Pembangunan infrastruktur denganmenyerap tenaga kerja lokal.

2. Penyediaan Layanan Pendidikan

Kota Yogyakarta menetapkan pendidikandasar adalah 12 tahun sehingga mempunyaikewajiban untuk menjamin dan menjaga agarseluruh anak usia sekolah termasuk dari kelompokkeluarga miskin dapat memperoleh pendidikanminimal sampai jenjang SMA/SMK terbaik.

Pada pemenuhan hak pendidikan ini upayayang dilakukan adalah:

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 10: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

132

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

1) Jaminan pendidikan daerah dimana melaluipelaksanaan jaminan ini rasio partisipasisekolah mulai dari tingkat TK sampai denganSMA/SMK sampai dengan tahun 2011mendekati angka 100 %. Angka initermasuk usia sekolah dari anggota keluargamiskin diwilayah Kota Yogyakarta. 2)Pengorientasian lulusan SMP dari siswakeluarga miskin masuk ke kelompokpendidikan SMK melalui stimulus bantuanbiaya pendidikan total. Arah intervensi iniadalah untuk mendekatkan out-put prosesdidik dari anggota keluarga miskin padaspesifikasi keahlian yang dibutuhkan olehdunia kerja. 3). Peningkatan keterampilanmelalui pembekalan live skill bagi siswakeluarga miskin yang sekolah pada kelompoksekolahan SMK. 4). Bantuan stimulan ataupinjaman biaya penempatan kerja bagilulusan SMK dari keluarga miskin.

3. Penyediaan Layanan Kesehatan

Kebutuhan akan layanan kesehatan yangberkualitas merupakan hak setiap wargatermasuk warga keluarga atau pendudukmiskin. Diwilayah kota Yogyakarta sumberlayanan kesehatan bagi penduduk miskindilaksanakan oleh 3 (tiga) pihak pelaksanalayanan yakni program ASKESKIN melalui PT.ASKES, program JAMKESOS melaluipemerintah Propinsi DIY dan melaluiJAMKESDA yang diselenggarakan olehpemerintah kota Yogyakarta.

Jumlah rasio kemampuan layanan dari ketigasumber layanan kesehatan tersebut berada diatasangka jumlah penduduk miskin. Untuk tahun 2008layanan ASKESKIN bagi penduduk miskin kotaYogyakarta melalui PT. ASKES memberikankuota layanan bagi 68.456 jiwa, programJAMKESOS memberikan layanan bagipenduduk miskin kota Yogyakarta sebanyak21.000 jiwa dan layanan JAMKESDA sebagaipenunjang program layanan kesehatan dimaksud.Dengan rasio tingkat utility 20 % tidak terdapatpermasalahan yang substansial dalam layanan ini.Permasalahan yang perlu memperoleh perhatian

adalah ketepatan dan kejelasan pembagian datauntuk masing-masing layanan.

4. Penyediaan Layanan JaminanKetersediaan Pangan

Di wilayah kota Yogyakarta layanan palingdasar dari upaya ini adalah melalui programraskin dan bantuan voucher pemeriksaankesehatan untuk ibu hamil dari keluargamiskin. Kebijakan lebih lanjut untukprogram tersebut adalah :

1) Antisipasi pemenuhan kebutuhan pokok danberas bagi masyarakat miskin.

2) Antisipasi pelaksanaan program peningkatankualitas keluarga melalui Program KeluargaHarapan.

3) Tambahan asupan gizi keluarga miskin.danuntuk menguatnya sektor riil dilakukanadalah dengan melalui: mikro dan industrirumah tangga yang padat karya sertaindustri

5. Penyediaan Keterpenuhan Pemukiman danPerumahan Layak Huni

Beberapa program ideal dengan bentukpenyediaan Pembangunan Rumah Susun SewaSederhana (RUSUNAWA), sebagai modelbangunan yang minimal memenuhi prinsipkesehatan dan sosial, telah dilakukan dengansasaran pengguna diprioritaskan bagi keluargadan penduduk miskin.

6. Penyediaan Keterpenuhan Kebutuhan AirBersih dan Sanitasi Yang Baik

Masalah kemiskinan perkotaan dalam sisifisik selain papan adalah ketersediaan air bersihdan sanitasi. Aspek ini perlu dipikirkan karenaketerbatasan daya dukung tanah diwilayahperkotaan sangat terbatas dan memerlukanintervensi pemerintah untuk mengatur. Sesuaidengan kondisi dan rata-rata pada umumnyakepemilikan rumah atau tempat tinggal denganspace luasan yang sangat minimal maka modelpemenuhan air bersih dan sarana sanitasi ini

Page 11: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

133

perlu disediakan dengan standarisasi layanankomunal atau kelompok.

Program atau intervensi yang perlu dantelah dilaksanakan oleh pemerintah adalah :

1) Penyediaan jalur distribusi PAM untukpemukiman kelompok masyarakat miskin.

2) Pembuatan sarana MCK Umum.

3) Pengembangan jalur dan lingkungan sanitasikomunal secara merata.

7. Penguatan Kualitas Hidup KeluargaMiskin

Intervensi pemerintah untuk melakukanpenguatan kualitas hidup bagi keluarga darikelompok keluarga miskin lebih bersisi psikisdan frame berpikir produktif. Sebagai basispemberdayaan perlu dilakukan untukmenumbuhkan spirit internal sehingga program-program yang menyasar pada kelompokkeluarga miskin mampu direspon oleh mereka.Beberapa kegiatan yang telah dan perludikembangkan adalah :

1) Layanan keluarga berencana bagi pasanganusia subur dari keluarga miskin.

2) Pendampingan atau advokasi keluargamiskin.

3) Pendampingan penumbuhan usaha keluargamiskin.

4) Penguatan Usaha ekonomi produktifkeluarga miskin melalui kegiatan KUBE dankelompok lainnya.

5) Peningkatan partisipasi sosialkemasyarakatan keluarga miskin.

Pendampingan religius bagi keluarga danpenduduk miskin

8. Layanan Pemenuhan Kebutuhan DasarMelalui Panti Sosial

Layanan melalui keberadaan panti sosialini merupakan layanan bagi masyarakat danpenduduk miskin akut atau bahkan sampai padatahapan ter lantar. Keberadaan layananmerupakan bentuk fungsi pemeliharaan,

perlindungan atau pengasuhan orang atau anakterlantar oleh pemerintah. Diwilayah kotaYogyakarta panti layanan sosial tersebutdilaksanakan oleh panti pemerintah dan pantisosial yang dilaksanakan oleh masyarakat.

Bentuk-bentuk layanan dalam panti iniadalah :

1) Layanan lansia terlantar dalam panti.

2) Layanan anak terlantar dalam panti.

3) Layanan tuna sosial terlantar dalam panti.

Model intervensi diatas tentunya tidaksemata-mata dilakukan agar masyarakat miskinlepas dari kondisi yang serba agregat. PemkotYogyakarta melalui program-programnyaberusaha untuk mengubah paradigma yang adaselama ini bahwa program-programpenanggulangan kemiskinan yang ada tidakhanya bersifat sebagai bantuan, namun lebihdicermati agar orang miskin dapat terberdayakanmelalui program-program yang tepat sasaran danmampu menjadi warga yang mandiri.

9. Program-Program PenanggulanganKemiskinan di Kota Yogyakarta

Pemkot Yogyakarta melalui program-programnya berusaha untuk mengubahparadigma yang ada selama ini bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang adatidak hanya bersifat sebagai bantuan, namun lebihdicermati agar orang miskin dapat diberdayakanmelalui program-program yang tepat sasaran danmampu menjadi warga yang mandiri.

Dalam pelaksanaannya, untukkebijakan-kebijakan penanggulangankemiskinan di Yogyakarta selama ini banyakyang bersifat meng-cover dari kebijakan-kebijakan penanggulangan kemiskinan daripusat. Namun dengan melihat parameterkemiskinan yang digunakan oleh kotaYogyakarta, dapat dikatakan bahwa kriteriakemiskinan yang ditetapkan oleh kotaYogyakarta lebih longgar daripada kriteriayang ditetapkan oleh pusat yang mengacupada kriteria penduduk miskin dari BPS. Olehkarena itu banyak penduduk miskin yang

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 12: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

134

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

tidak tercover sebagai sasaran oleh program-program penanggulangan kemiskinan daripusat namun mendapat jatah dari program-program penanggulangan kemiskinan kotaYogyakarta. Sebagai contoh programkesehatan Jamkesmas dari pusat tercover olehprogram Jamkessos dari pemerintah provinsiserta Jamkesda dari pemerintah kotaYogyakarta. Untuk bidang pendidikanprogram BOS dari pusat juga ditunjang olehprogram wajib belajar 12 tahun olehpemerintah Kota Yogyakarta4.

Salah satu kebijakan dalam programpenanggulangan kemiskinan di kota Yogyakartayang paling populer ialah adanya KMS (KartuMenuju Sejahtera) yaitu kartu tanda bagipenduduk yang masuk dalam kategori hampirmiskin (KMS 1), Miskin (KMS 2), serta fakirmiskin (KMS 3). Fungsi utama KMS adalahsebagai identitas bahwa keluarga dan anggotayang tertulis didlmnya terkategorikan miskin diwilayah Kota Yogyakarta. KMS disamping untuklayanan jaminan kesehatan juga untuk layananjaminan pendidikan. Namun tidak semuapenduduk miskin yang berdomisili di wilayah KotaYogyakarta masuk dalam data keluarga miskin.

Bahkan dari hasil pendataan kelurga miskinjumlah keluarga miskin ini jauh diatas angka (RT)Rumah Tangga miskin versi BPS, meskipun sudahdibatasi kepada keluarga miskin berdomisili dansecara administratif ber-KTP wilayah KotaYogyakarta. Jumlah penduduk miskin KotaYogyakarta jauh diatas kuota penduduk miskinyang dirasiokan akan dibackup program Askeskinoleh pemerintah pusat. Menurut data, kuotaAskeskin bagi penduduk Kota Yogyakarta hanya

diplafon sebanyak 68.456 jiwa, padahal jumlahpenduduk miskin sebanyak 89.818 jiwa. Selisihjumlah penduduk yang tidak tercatat sebagaipeserta Askeskin sebanyak 21.362 jiwa akandibackup oleh bapel Jamkesos Prop. DIY danJamkesda. Sedangkan kuota Jamkesda dari danaAPBD Kota Yogyakarta diberikan untuk melayani46.000 jiwa. Sehingga bisa dipastikan semuapenduduk miskin Kota Yogyakarta tetap tercoverdari aspek biaya. Data yang dipakai dalam KMSadalah data dinamik, data sekarang belum tentu5 tahun lagi akan digunakan. Setiap tahun akanselalu ditinjau kembali. Sehingga sangat mungkinpemegang KMS tahun 2007 pada tahun 2008 tidaklagi berhak.

Selain itu program-program penanggulangankemiskinan di kota Yogyakarta juga merupakanagenda rutin yang dianggarkan oleh SKPD-SKPD terkait dalam upaya pengentasankemiskinan. Beberapa SKPD tersebut yaituDinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan,serta Dinas Perindagkoptan.

9.1. Program PenanggulanganKemiskinan Oleh Dinsosnakertrans KotaYogyakarta

Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakantersebut, terdapat beberapa SKPD yangmenjalankan program-program dalam upayapenanggulangan kemiskinan di kota Yogyakarta.Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi(Dinsosnakertrans) menjadi leading sectordalam berbagai kegiatan yang bersifatpemenuhan kebutuhan dasar (basic needs)untuk masyarakat miskin. Program-programdan kegiatan pengentasan kemiskinan yang

4 Wawancara dengan Bpk Djanjang, Sekertaris Bappeda Kota Yogyakarta, 2009.

Tabel Kegiatan dan Anggaran Dinsosnakertrans untuk kemiskinan

Kegiatan Anggaran (Rp.)

2007 2008 2009 Peningkatan Pelayanan KB dan Keluarga Sejahtera 220,295,000 639,962,000 316,435,000 Rehabilitasi penyandang masalah kesos/Rehabilitasi Sosial 375,321,000 529,102,000 748,487,000 Peningkatan pelayanan PMKS 224,283,000 235,161,000 265,766,000 Pelayanan anak terlantar di PAT Wiloso Projo 423,138,000 511,907,000 489,963,000 Pelayanan jompo terlantar 298,560,000 343,230,000 339,272,500 Pelayanan gepeng Karang Anyar 341,462,000 424,882,000 508,422,250

Page 13: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

135

dilakukan oleh Dinsosnakertrans dapat dilihatdari tabel berikut ini.

Program penanggulangan kemiskinan yangmenjadi andalan dari Dinas Sosial KotaYogyakarta yang terkait dengan pemberdayaanekonomi masyarakat miskin ialah KUBE(Kelompok Usaha Bersama) dan UEP (UsahaEkonomi Produktif). Kedua program ini masukkedalam anggaran kegiatan rehabilitasipenyandang masalah kesejahteraan sosial/rehabilitasi sosial.

Kube merupakan wadah pembinaan bagikeluarga yang memiliki kegiatan usaha ekonomiproduktif dan usaha kesejahteraan sosial untukmencapai tujuan bersama dalam meningkatkankualitas hidup, kemandirian serta kesejahteraansosial. Kube merupakan himpunan dari keluargayang tergolong fakir miskin yang dibentuk,tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsanyasendiri, dan tinggal dalam satu wilayah tertentudengan tujuan untuk meningkatkan produktivitasanggotanya, meningkatkan relasi sosial yangharmonis, memenuhi kebutuhan anggotakeluarga, memecahkan masalah sosial yangdialaminya dan menjadi wadah pengembanganusaha bersama.

UEP- KM adalah salah satu carapenanganan permasalahan KesejahteraanSosial utamanya kemiskinan yang dilaksanakandengan pembinaan dan bimbingan sertapemberian bantuan stimulan modal untukkepentingan usaha yang dibina secarakelompok dalam rangka peningkatan

pendapatan.Dalam pelaksanaannya, program KUBE

dan UEP ini juga menemui beberapa kendala.Sebagai contoh, program KUBE yangmerupakan program kelompok ini tidak dapatmemenuhi persyaratan tanggung renteng. Jenisusaha yang berbeda-beda setiap anggotamenjadikan keterikatan antar anggota dalamkelompok ini kurang kuat. Justru dari keteranganPSM (Pekerja Sosial Masyarakat) yangmerupakan pendamping program dari Dinsos,kelompok-kelompok ini tidak sedikit yangterbentuk secara mendadak. Waktu persiapanyang cukup singkat juga menjadi keluhan parapendamping sosial dalam mempersiapkanprogram-program yang ada di lapangan.

9.2. Program Penanggulangan KemiskinanOleh Dinkes Kota Yogyakarta

Di bidang kesehatan, Dinas Kesehatanjuga memiliki program-program gunameningkatkan ketersediaan pelayanankesehatan yang bermutu dan terjangkau bagimasyarakat miskin. Adapun programpenanggulangan kemiskinan yang dilaksanakanoleh Dinkes ialah sebagai berikut.

Jamkesda atau Jaminan Kesehatan

diucapkan dan didengarkan warga Kota

warga Kota Yogyakarta berhak mendapatkan pelayanan di bidang kesehatan dan biayanya ditanggung oleh Pemerintah. Selama ini

Kegiatan Anggaran (Rp.)

2007 2008 2009Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah 172,891,000 4,990,666,000 7,011,741,750 Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin 477,850,000 954,500,000 -Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang 380,000,000 330,000,000 480,000,000Bantuan Pelayanan Kerluarga Miskin 1,000,000,000 1,860,000,000 501,350,000Pelayanan Gizi Ibu Hamil 555,000,000 140,000,000 234,845,000Pemberian Makanan Tambahan TK-SD 3,850,000,000 3,817,500,000 2,960,000,000 Pelayanan Pos Yandu 630,000,000 315,750,000 580,000,000

Tabel Kegiatan dan anggaran Dinkes untuk kemiskinan

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 14: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

136

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

program Jamkesda mendapatkan respon yangsangat baik dari masyarakat karena mampumemberikan jaminan kepada masyarakat yangkurang mampu untuk mendapatkan pelayanankesehatan di rumah sakit pemerintah atauswasta dan puskesmas. Selain itu, program

juga mampu menutup kekuranganyang belum diakomodir Askeskin daripemerintah pusat. Respon yang sangat baik darimasyarakat terhadap program Jamkesda initidak terlepas dari gencarnya sosialisasi yangdilakukan Unit Pelaksana TeknisPenyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah(UPT PJKD) Kota Yogyakarta.

Program Jamkesmas, Jamkesos maupunJamkesda pada prinsipnya untuk pelayanankesehatan bagi masyarakat miskin di Puskesmasdan jaringannya serta jaminan rawat inap diRumah sakit yang ditunjuk. Pemberian JaminanKesehatan dalam pelaksanaanya melaluiverifikasi oleh Tim pengelola Jaminan KesehatanKotaYogyakarta.

Maksud Penyelenggaraan JaminanKesehatan Daerah adalah tercapainya 80 %wilayah dengan kepesertaan semesta di KotaYogyakarta pada Tahun 2011, yaitu masyarakatKota Yogyakarta memperoleh JaminanPemeliharaan Kesehatan paripurna yangterkendali mutu dan terkendali biayanya

9.3. Program PenanggulanganKemiskinan Oleh Dinas Pendidikan KotaYogyakarta

Di bidang pendidikan, kebijakan perluasanjangkauan pendidikan khusus bagi masyarakatmiskin dilaksanakan secara penuh oleh DinasPendidikan. Upaya peningkatan dibidangpendidikan diharapkan dapat memutus rantaikemiskinan yang juga diakibatkan oleh tingkatpendidikan yang rendah. Adapun programpenanggulangan kemiskinan dari DinasPendidikan ialah sebagai berikut:

Maksud dan tujuan diberikannya BOSDaerah adalah untuk memenuhi kekuranganBOS yang dialokasikan oleh Pemerintah melaluiAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara.Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan salahsatu kota-kabupaten di Indonesia yangmerespon dengan cepat atas kebijakanpemerintah pusat yang “menggratiskan”Pendidikan Dasar sembilan tahun melaluiprogram BOS N (APBN) 2009. Respon bukanhanya menyangkut penyaluran BOS N tetapijuga menyediakan dana cukup besar dariBOSDA (APBD). Misalnya BOS N SDsebesar 400 ribu persiswa per tahun ditambah250 ribu dari BOSDA. BOS N SMP sebesar575 ribu persiswa per tahun ditambah 625 ribu(lebih besar dari BOS N).

Kebijakan bidang pendidikan yang lainialah dengan memberikan akses kepada wargamiskin untuk dapat memasuki sekolah Negerifavorit melalui quota 80% : 20% (untuk wargamiskin pemegang KMS-Keluarga MenujuSejahtera). Kebijakan ini sangat dirasakanmanfaatnya oleh beberapa warga miskin kotayang diwawancara (al. responden rani).Kebijakan quota untuk pemegang kartu KMSini diberikan akses penuh untuk memilih danmemasuki SMP N mau pun SMU N Favorithanya dengan syarat telah lulus SD atau lulusSMP, tanpa mengikuti persyaratan nilai minimaluntuk dapat memasuki sekolah-sekolah Negerifavorit tersebut.

9.4. Program PenanggulanganKemiskinan Oleh DisperindagkoptanKota Yogyakarta

Untuk meningkatkan pengetahuan danketerampilan masyarakat miskin dalammengembangkan kemampuan kerja danberusaha serta mengembangkan usaha mikrokecil dan koperasi, Dinas Perindagkoptan juga

Tabel Program dan Kegiatan Dinas Pendidikan untuk kemiskinan

Kegiatan Anggaran (Rp.)

2007 2008 2009 Pemberian Beasiswa/Jaminan Pendidikan Daerah 10,199,334,000 18,457,345,000 17,738,360,000

Page 15: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

137

melakukan program-program yaitu :

Dari berbagai program-programkemiskinan yang dilaksanakan oleh tiap SKPDdiatas, secara umum dapat digambarkan bahwabentuk program pengentasan kemiskinan dikota Yogyakarta terdiri dari 2 metode, metodeyang pertama ialah melalui bantuan-bantuan(Jaminan Kesehatan, Bosda, dll) dan yangkedua ialah melalui metode pemberdayaanmasyarakat miskin (KUBE, UEP, PEW, dll).Berdasarkan temuan lapangan peneliti, dalampelaksanaannya program-program yangsifatnya bantuan dapat dikatakan sangatberhasil dimana semua beneficiary (PemegangKMS) dapat merasakan manfaatnya secaralangsung. Dari hasil wawancara kepadasejumlah masyarakat miskin (pemegang KMS)semuanya merasa sangat terbantu denganadanya program-program tersebut. Sedangkanuntuk bantuan-bantuan yang sifatnyapemberdayaan masyarakat masih banyakditemui masalah-masalah. Misal KUBE yangmacet, seorang warga dapat menerimaberbagai macam bantuan, dll. Hal ini harusmenjadi perhatian serius bagi pemerintah kotaYogyakarta dimana program pengentasankemiskinan melalui metode pemberdayaanmasih perlu digarap untuk mencapaikeberlangsungan program.

Untuk seberapa jauh, program-programpengentasan kemiskinan tentunya cukupmenjadi skala proiritas oleh pemerintah kota

Yogyakarta . Sebagai bentuk keseriusanpemerintah kota, telah disusun RencanaStrategik Penanggulangan Kemiskinan KotaYogyakarta Tahun 2007-2011, Rencana AksiDaerah (RAD) Penanggulangan Kemiskinandan Pengangguran Tahun 2007-2011, sertaPerda kemiskinan yang akan disahkan tahun2009 ini. Selain itu upaya penanggulangankemiskinan juga menjadi salah satu isu pentingdalam RPJMD kota Yogyakarta serta Rencanakerja jangka panjang. Untuk tingkat SKPD jugaada kegiatan-kegiatan yang ditujukan untukpenanggulangan kemiskinan yang ditunjang olehdana dari APBD5.

Program pengentasan kemiskinan, baikpada tingkat pusat maupun di daerah,melibatkan banyak instansi pemerintah danswasta. Keterlibatan sedemikian banyakinstansi telah mengakibatkan munculnyaberbagai kebijakan kemiskinan yang tergantungpada minat dan bidang masing-masing instansi.Oleh karena itu, tidak jarang program-programpengentasan maupun pemberdayaan pendudukmiskin tersebut tumpang-tindih.

Pada kasus di kota Yogyakarta, dalamupaya penanggulangan kemiskinan ini belummaksimalnya koordinasi antar SKPD menjadisalah satu hambatan dalam pelaksanaannya.Terkadang kegiatan-kegiatan yang dilakukancenderung tumpang tindih antara satu SKPDdengan SKPD yang lain6.

Tabel Kegiatan dan anggaran Dinas Perindagkoptan untuk kemiskinan

Kegiatan Anggaran (Rp.)

2007 2008 2009

Pemberdayaan ekonomi berbasis kewilayahan 118,242,500 141,275,000 2,250,000,000 Fasilitasi penerapan teknologi tepat guna bagi industri mikro kecil 491,762,000 595,579,000 860,060,000 Pendampingan Industri Mikro dan Kecil 110,310,000 - - Pemberdayaan UMKM - 9,324,854,000 3,152,070,000

5 Wawancara dengan Bpk Djanjang, Sekertaris Bappeda Kota Yogyakarta, 2009.6 Wawancara dengan Bpk Tri Harsono, Kepala Seksi bantuan Sosial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, 2009.

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 16: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

138

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

Bila dilihat secara lebih dalam, acuan antarSKPD dalam melaksanakan kegiatan-kegiatanseharusnya berpatokan pada alur pola pikirpenanggulangan kemiskinan yang tercantumdalam RAD penanggulangan kemiskinan.Dalam alur pikir dapat dilihat bahwa ada tigametode dalam penanggulangan kemiskinan yaitupemenuhan kebutuhan dasar (basic needs),pengembangan SDM, serta peningkatan kualitashidup. Setiap SKPD tentunya memiliki program-program serta kegiatan penanggulangankemiskinan yang sesuai dengan tugas dantanggung jawab mereka, yang masih perludisinergikan.

VII. PENUTUP

1. KESIMPULANSingkatnya ada beberapa program

pengentasan kemiskinan yang menarik untukdikemukakan disini:

Pertama, kebijakan pengentasankemiskinan yang dilakukan Pemerintah DaerahKota Yogyakarta telah menunjukkan politicalaction yang memadai. Hampir tidak ada satudinas (SKPD) pun yang tidak menyertakankebijakan pengentasan kemiskinan sebagaiagendanya. Sayangnya, setiap SKPD masih jalansendiri-sendiri. Dengan demikian diperlukanadanya sinergi program antar SKPD dan cetakbiru (blue print) yang komprehensif, terukur danterkoordinir, yang mentargetkan pengurangankemiskinan secara sistematis dan berkelanjutan.

Kedua, jika bentuk political action itusalah satunya diukur dari dana yang dikucurkansecara langsung dalam program kebijakanpengentasan kemiskinan (pendidikan, kesehatandan penguatan ekonomi), maka dana yangdikucurkan di Yogyakarta untuk anggarankebijakan mengurangi kemiskinan melebihi rata-rata di Pemda/Pemkot lain yang umumnya dibawah 3 %. Meskipun persentase ini masihperlu ditingkatkan, tetapi setidaknya, tidak adaindicator yang mengarah pada self-servicing:dimana para penyelenggara negara cenderungmelayani dirinya sendiri.

Ketiga, dalam hal program kebijakanpelayanan dasar, khususnya dalam bidangpendidikan, kesehatan dan penguatan ekonomi,dalam banyak hal telah menunjukkankeberhasilan. Mulai dari pendidikan wajibbelajar 12 tahun, kesehatan gratis, Yogjakartamemperlihatkan langkah yang progresif.Meskipun dalam banyak kasus, khususnyadalam penguatan modal melalui revolving fund,masih belum muncul tradisi koperasi yangmemiliki basis social capital yang kuat,sehingga elemen-elemen social capital (trust,solidarity, reciprocity dsb) yang lazimnyamenjadi modal dasar untuk bekerjasama masihcukup lemah.

Salah satu kebijakan pelayanan public yangdapat diangkat sebagai best practices adalahbidang pendidikan. Kebijakan pemkot yangmewajibkan sekolah-sekolah favorit untukmenerima anak miskin dengan quota 20 persen,menunjukkan tingginya kepedulian pemerintahdaerah terhadap arti pendidikan bagi anak-anakkeluarga miskin dalam upaya memperbaikimasa depannya. Tanpa kebijakan quotatersebut, di tengah-tengah komersialisasipendidikan tinggi seperti yang terjadi sekarang,hampir mustahil anak orang miskin memperolehkesempatan untuk mengubah masa depannyamelalui mobilitas vertikal, seperti kuliahdiperguruan tinggi ternama seperti UGM.Idealnya, pemkot melanjutkan kebijakannyadengan memberikan bea-siswa anak miskinberprestasi yang telah dimulai dengan kebijakankuota di sekolah menengah atas terpilih, sepertiSMAN I dan SMAN III di Yogyakarta.

Keempat, meskipun pendekatanpemberdayaan sudah familiar dan telahditerapkan dalam banyak kasus, namun dalampelaksanaan pendampingan pemberdayaanmasih bersifat parsial dan tidak berkelanjutan.Dalam beberapa kasus, program kebijakanpengentasan kemiskinan masih bersifatmenjalankan program rutin yang usianyasepanjang project itu dijalankan. Berbagaiprogram yang telah ditetapkan cenderung tidakberkelanjutan secara sistematis dan kurang

Page 17: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

139

dievaluasi secara kontinyu. Evaluasi diperlukanuntuk memastikan kemana kebijakanpengentasan kemiskinan akan lebih difokuskan

Kelima, pendekatan povertyparticipatory assessment telah disadarisebagai pendekatan yang memadai dalampemberdayaan masyarakat, namun ditingkatimplementasi, dalam perencanaan danpelaksanaan pembangunan, masih kurangmelibatkan penduduk miskin sebagai subyekatas kegiatan untuk memecahkan masalahmereka sendiri (self help). Pada umumnyayang memperoleh program kebijakanpengentasan kemiskinan bukanlah orang-orangmiskin, tetapi mereka yang memiliki aksesinformasi dan dekat dengan kekuasaan lokal.Problem utama dari tidak berjalannya programini nampaknya bukan terletak pada mind-setyang salah, tetapi lebih karena tiadanyakesabaran untuk memposisikan orang miskinsebagai pelaku utama dalam pengentasankemiskinannya sendiri, karena khawatir gagal.

2. REKOMENDASIDalam upaya untuk menyeimbangkan

program pengentasan kemiskinan antara yangbersifat agregat dan non-agregat ada beberapahal yang perlu ditindaklanjuti:

Pertama, dalam program kesehatan disamping tetap penting memelihara danmemertahankan prestasi keberhasilan programyang telah dijalankan, kiranya perlu dibukaruang partisipasi publik. Sehingga Puskesmassebagai ujung tombak pelayanan kesehatandapat mengintrodusir berbagai bentukkeswadayaan masyarakat dalam pemeliharaankesehatan beserta pembiayaannya.7 ModelCitizen Charter seperti yang dilakukan pemkotBlitar, nampaknya perlu dipertimbangkan dalamrangka mensinergikan peran market, state dansociety secara simultan.

Kedua, Dalam bidang pendidikanaffirmative action yang telah dilakukanPemkot Yogya sangatlah positif, dimana anakmiskin dapat bersekolah di sekolah negerifavorit atau bermutu, perlu diikuti denganpemenuhan kebutuhan penunjang pendidikan(masalah transportasi seragam, buku dsb), agarkemungkinan “drop out “ anak miskin karenatidak memiliki seragam sekolah atau karenaselalu telat masuk sekolah hanya gara-garaharus berjalan kaki berjam-jam dari rumahmenuju sekolah karena tidak mampu membayaruang transportasi dapat dihindari. Selain itukiranya perlu juga diadakan pemantauanprestasi belajar anak miskin untuk diberikesempatan sekolah lanjutan (hingga kuliah diPerguruan Tinggi), guna memperluaskesempatan bagi anak miskin untuk mencapaimobilitas vertikal sebagai kunci utama dalammengubah perbaikan masa depan bagi dirinyasendiri dan seluruh keluarganya.

Ketiga, dalam upaya menjaminkeberlanjutan program dan menghindaritumpang-tindihnya program kebijakanpengentasan kemiskinan yang dikerjakanmasing-masing SKPD, perlu adanyaperencanaan yang sistematis yang didasarkanpada cetak biru yang komprehensif dari Pemkot.Intinya semua program pengentasan kemiskinanharus memberikan kesempatan seluas-luasnyapada masyarakat miskin untuk terlibat dalamperencanaan, implementasi dan evaluasi, sepertilazimnya dalam model pendekatanParticipatory Poverty Assessment.

Keempat, dalam rangka melakukanpercepatan program kebijakan pengentasankemiskinan, perlu adanya prinsip merit system(reward and punishment) bagi stakeholdersberprestasi untuk merangsang percepatanpenurunan angka-angka indikator basic needsbaik yang bersifat agregat seperti dalam bidang:

7 Seperti yang terjadi di Lombok Timur dengan kelompok dana sehat. Kelompok ini merupakan himpunan orang-orangdalam suatu komunitas yang mengumpulkan uang setiap bulan guna membiayai atau memberikan santunan k epadaanggotanya yang sakit (Dede, 2009): atau seperti di Bandung dengan apotik-mandiri yang ada tingkat kelurahan yangmampu memberikan obat-obat ringan secara gratis bagi anggotanya dari hasil pengumpulan dana yang dipungut setiapbulan melalui RT/RW.

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 18: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

140

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

BIBLIOGRAFI

Aspinall, edward and Fealy, Greg (eds), 2003. Local Power and Politics in Indonesia:Decentralisation & Democratisation, Indonesia Update Series Research School of Pasificand Asia Studies The Australian National University.

Anas Saidi (ed) Kemiskinan Berdimensi Sosial-Budaya: Upaya Mencari Model PengentasanKemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessement: Studi kasus Pemkot Solo, PemkotYogyakarta dan Kabupaten Bantul, LIPI, 2010.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, 2008, Bantul dalam Angka Tahun 2008.

Bappeda DIY dan Tri Matra Konsultan Teknik, Laporan Akhir Penyusunan StrategiPenanggulangan Kemiskinan Daerah di Provinsi DIY, Tahun Anggaran 2008 (PNPMMandiri).

Chambers, Robert, 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal), Memahami Desa SecaraPartsipatif, Kanisius, Yogyakarta.

____, 1988. Rural development putting the last fisrt, diterjemahkan oleh Pepep Sudrajat,Pembangun Desa Mulai dari Belakang. Jakarta : LP3ES.

Day, Millissa, 2001. Findings on Credit Impact, Participation, and Sustainability, World Bank,April.

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri, ProfilProgram Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Provinsi DI Yogyakarta,2009.

Dick, Howard and Lindsy, Tim (ed), Corruption in Asia Rethingking The GovernanceParadigm, The Federation Press, 2002.

kesehatan (rendahnya kematian bayi-ibu, bebaspenyakit endemic), pendidikan (rendahnya putussekolah, banyak anak miskin yang lulus PT dsb)dan penguatan ekonomi (meningkatnyapendapatan), maupun yang non-agregat(memandirikan orang miskin dariketergantungan), dengan memberikan insentifbagi pemangku kepentingan yang berhasilmenurunkan angka-angka itu secara signifikan(seperti di Bantul).

Kelima, untuk menciptakan kemandirian(sosial, budaya dan ekonomi) perlu adanyapendampingan yang terus-menerus (non-project oriented), yang dimasukkan dalam satupaket program kebijakan pengentasan

kemiskinan yang ditawarkan, sampai wargamiskin dinilai mampu berdiri sendiri, membantudirinya sendiri (self help) dan mampumelahirkan kesadaran bersama atas pentingnyamenolong diri sendiri untuk terlepas darikemiskinan.

Keenam, Berbagai langkahpendampingan secara terus menerus yangdimasukkan kedalam satu paket program,selayaknya segera dimulai untuk program-program mendatang agar sustainabilityprogram kebijakan pengentasan kemiskinandapat lebih dijamin.

***

Page 19: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

141

Djarot Syaiful Hidayat, LKPJ Walikota Blitar, 2000-2005. Pemkot Blitar 2006.

Goulet, Denis, 1973. The Cruel Choise : A New Concept in Theory of Development. NewYork Atheneum.

Korten. David C., . « People Centered Development : Reflection on Development Theoryand Method », Manila : mineograph.

Tjokrowinoto, Moeljarto, 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan, Pustaka, PelajarYogjakarta.

____, Alternatif Perencanaan Sosial, dalam Masalah Sosial Tahun 2000: Bunga Rampai,Tiara Wacana, Yogjakarta.

____,1995. Politik Pembangunan Sebuah

Midgley, James, 2005. Social Development: The Developmental Perspectives in SocialWelfare. Alih bahasa Dorita Setiawan dan Sirajuddin Abbas, Pembangunan SosialPerspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial, Departemen Agama RI,Jakarta.

Mc Clelland, David. 1967. The Achieving Society. Princeton : Von Nostrand.

Seers, Dudley, 1973. The Meaning of Development, in Charles K. Wilber (ed), The PoliticalEconomy of Development and Underdevolopment. New York : Random, House, Inc.

Osborne, David & Ted Gaebeler.1992. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasikan SemangatWirauaha Ke Dalam Sektor Publik. Jakarta: Pustaka Binaman Prssindo.

Sadu Wasistiono, 2002. “Desentralisasi, Demokratisasi dan Pembentukan Good Governance,dalam Syamsuddin Haris (eds),” Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas PemerintahDaerah, AIPI and Partnership for overnance reform in Indonesia.

Tim Koordinasi PNPM, Departemen Dalam Negeri RI, Petunjuk Teknis Operasional (PTO)Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, tahun 2008.

TERBITAN BUKU PENULIS

Arifin, Mohamad. Achmad. Fatony, 2007 “Faktor-faktor yang Mendorong Minat PenelitianAnak Muda Dalam Pengembangan Iptek”. WARTA Kebijakan Iptek & ManajemenLitbang. Vol.5. No. 2. Desember. ISSN: 1907-9752. Pusat Penelitian Perkembangan Iptek= Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PAPPIPTEK_LIPI). Jakarta.

Fatony, Achmad, Mustofa Muchdhor, Anas Saidy. Makmuri Soekarno (editor), 2008 “ManajemenKonflik dalam Organisas: Kasus Konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB”). Jakartadan Surbaya. Pusat Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan -Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (PMB-LIPI) Jakarta. ISBN 978-979-799-256-9. Penerbit LIPI Press:anggotaIKAPI. Jakarta.

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Participatory Poverty Assessment Achmad Fatony

Page 20: KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS ...puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ed6326e75149ec78d...“objek” dan menggunakan kebijakan semi top-down. II. RUMUSAN MASALAH Asumsi

142

Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011

Fatony, Achmad, Lilis Mulyani, Anas Saidy (Editor), 2008 “Manajemen Keuangan DaerahDalam Mendukung Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)”. Pusat StudiKemasyarakatan dan Kebudayaan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI).ISBN 978-979-799-255-2. Penerbit LIPI Press: anggota Ikapi. Jakarta.

Srimulatsih, and Achmad Fatony, 2006 “Peran Delivery Subsystem Dalam Inovasi TeknologiPertanian di 4 (empat) Provinsi: Bali (Tabanan), Klaten, Malang, and Yogyakarta”.Penerbit LIPI Press: anggota IKAPI. Jakarta.

Sagaf, Achmad. Bertha Lena Hasan dan Achmad Fatony, 1995 “Model Alternatif PemecahanMasalah Sosial Budaya Perambah Hutan: Kasus Desa Lok Sado, Kecamatan LokSado, Kalimantan Selatan”. Seri Penelitian PMB-LIPI No. 94/1995. ISSN 0854-3615.Jakarta.