Kasus Diare
-
Upload
adwinas253 -
Category
Documents
-
view
33 -
download
3
description
Transcript of Kasus Diare
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO, secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang
air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare
yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI
(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi
dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya
tiga kali atau lebih dalam sehari.1
Di Indonesia, sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit, ditempati
oleh bayi dan anak dengan penyakit diare. Selain itu juga di pelayanan kesehatan primer, diare
masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dalam populasi.
Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan yaitu diare akut dan diare
kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja
yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya
frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik
secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit
berat.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 10 bulan dibawa ke puskesmas karena diare yang sudah
berlangsung selama 2 hari. Diare terjadi setiap hari kira-kira 6-8x/hari dengan tinja cair berlendir
tanpa darah dan setiap diare sebanyak kira-kira 1/4 gelas. Sehari sebelum dibawa ke rumah sakit
anak mengalami muntah 3x dan jumlahnya banyak. Selain diare, anak juga mengalami batuk,
pilek, disertai demam.
Pada anamnesis selanjutnya bayi terlihat haus tetapi apabila disusukan bayi terlihat lebih
tenang. Pasien hanya di rawat beberapa jam di ruangan observasi (one day care center) dan tidak
dirawat inap kemudian pulang dengan diberi terapi dari puskesmas. Dua hari kemudian dibawa
lagi ke rumah sakit karena masih diare, kejang dan tidak mau minum. Sejak 1 hari terakhir buang
air kecil sangat kurang & terlihat gelisah.
Pada pemeriksaan bayi:
- BB 12 kg
- terlihat lemah
- suhu tubuh 39 derajat
- pernafasan cepat dengan RR 56x permenit
- nadi masih teraba
- denyut jantung 152x permenit
- pada pemeriksaan kepala fontanel mayor & mata terlihat cekung, konjungtiva terlihat kering
- abdomen terlihat kembung & bising usus sulit di dengar
2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
i. Identitas Pasien
Nama : -
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 10 bulan
Alamat : -
ii. Keluhan Utama
Diare yang sudah berlangsung selama 2 hari dengan tinja cair berlendir tanpa darah.
iii. Keluhan Tambahan
Muntah 3x dengan jumlah banyak
Batuk pilek disertai demam
iv. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diare dengan frekuensi 6-8x/hari dan sebanyak kira-kira ¼ gelas setiap diare,
kejang dan demam. Keadaan umum pasien terlihat gelisah, tidak mau minum dan
kencing sangat kurang.
v. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada penyakit lain yang di derita sebelumnya?
Apakah pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya?
vi. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini?
3
vii. Riwayat Pengobatan
Penanganan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ini?
Apa terapi yang diberikan oleh puskesmas?
Pengobatan apa yang diberikan selama di ruang observasi?
viii. Riwayat Nutrisi
Apakah pasien diberi ASI eksklusif?
Makanan pendamping apa yang dimakan oleh pasien?
Apakah pasien meminum susu formula?
B. Pemeriksaan Fisik
Status generalis:
Jenis
pemeriksaan
Nilai normal Hasil
pemeriksaan
Interpretasi
Keadaan
umum
Tampak baik-
baik saja.
Tampak lemah
dan gelisah
Kemungkinan karena diare yang terus
menerus sehingga menyebabkan dehidrasi.
Nadi 80-140x/menit. 152x/menit Meningkat
Suhu 36,50-37,20C 39⁰C Suhu pada pasien adalah febris, yang dapat
terjadi akibat reaksi dari adanya suatu
infeksi.
Pernafasan 30-50x/menit. 56x/menit Meningkat
Status gizi normal BB = 12 kg
Kepala normal Fontanel mayor
terlihat cekung
Keadaan ini disebabkan oleh dehidrasi
Mata normal Cekung Keadaan ini disebabkan oleh dehidrasi
Abdomen tidak terlihat
kembung dan
bising usus
dapat didengar
kelihatan
kembung dan
bising usus sulit
didengar
Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh
terganggunya penyerapan cairan dan
makanan di usus.
4
C. Hipotesis
Diare akut ec infeksi bakteri
Diare akut ec infeksi virus
Diare akut ec infeksi parasit
Malabsorbsi
D. Diagnosis Kerja
Pada pasien ini diagnosis kerjanya adalah diare akut dengan dehidrasi sedang ec infeksi.
Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun parasit yang dapat merusak mukosa usus
halus. Untuk infeksi virus, diantaranya dapat disebabkan oleh Rotavirus atau Norwalk virus.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh bakteri – bakteri invasif seperti Shigella, Salmonella,
EIEC, Yersinia enterocolitica, Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni. Sedangkan
untuk parasit ,diantaranya dapat disebabkan oleh Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia.2
Untuk dapat menentukan etiologi dari diagnosis kerja ini dibutuhkan pemeriksaan
penunjang lebih lanjut yang dapat membantu mengidentifikasi sehingga diagnosis pasti dapat
ditegakkan.
Patofisiologi3:
5
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda adanya dehidrasi. Dehidrasi adalah
kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau keadaan yang merupakan akibat kehilangan air
abnormal.4
Derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan Skor Maurice King berikut ini3:
Bagian tubuh yang
diperiksa0 1 2
KU SehatGelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma
atau syok
Turgor Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Fontanel mayor Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120 – 140) Lemah > 140
Jika mendapat nilai 0-2 : Dehidrasi ringan
Jika mendapat nilai 3-6 : Dehidrasi Sedang
Jika mendapat nilai 7-12 : Dehidrasi berat6
Pada hasil pemeriksaan fisik pasien ditemukan keadaan umumnya gelisah, fontanel
mayor terlihat cekung, dan denyut nadi 152x/menit. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita dehidrasi sedang.
Demam yang terjadi dapat disebabkan oleh adanya infeksi. Pada pasien juga terjadi
kejang yang kemungkinan disebabkan oleh keadaan hipokalemia, toksin dari infeksi
mikroorganisme yang masuk ke dalam serabut saraf otak seperti yang disebabkan oleh shigella,
ataupun suhu tubuh yang tinggi.
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien ini adalah malabsorbsi karbohidrat yaitu lactose
intolerance yang disebabkan defisiensi dari enzim laktase. Gejalanya yaitu diare, flatulensi,
keram abdomen, kembung tiap habis minum susu, dan CLINITEST positif kuat.
F. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang3
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan untuk diare akut adalah darah lengkap,
serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan tes kepekaan terhadap
antibiotika.
2. Usap dubur
Usap dubur diperlukan untuk mengetahui penyebab diare.
3. Pemeriksaan makroskopik tinja
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita diare meskipun
pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enteroktosin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal.
7
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan oleh infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E. Histolytica, B. Coli, dan T. Trichiura.
4. Pemeriksaan mikroskopik tinja
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis, serta ada atau tidaknya proses peradangan
mukosa.
5. Enzym imunoassay atau latex aglutinasi
Untuk mengidentifikasi adanya infeksi virus seperti Rotavirus, G. lamblia, enteric
adenovirus, C. difficile.
G. Penatalaksanaan3
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus
diare yang di derita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit, yaitu :
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Untuk mengurangi rasa mual dan muntah, selain itu juga untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi. Maksud dari oralit baru adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Oralit
baru yang memiliki osmolaritas yang rendah ini, dapat menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta dapat
mengurangi muntah hingga 30%. Oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO
dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak. Untuk anak berumur dibawah 2
tahun diberikan 50-100 ml tiap kali BAB.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc dapat mengurangi lama dan beratnya diare, serta dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Selain itu pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke
depan secara signifikasi menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Pemberian zinc
8
pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan dapat
meningkatkan respon imun yang dapat mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Selain itu juga dapat mengurangi frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc pada anak di bawah umur 6
bulan adalah 10 mg ( ½ tablet ) perhari, sedangkan pada anak di atas umur 6 bulan adalah
20 mg ( 1 tablet ) perhari. Zinc diberikan selama 10 – 14 hari berturut – turut meskipun
anak sudah sembuh.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi kepada orang tua
Penanganan diare dengan dehidrasi ringan – sedang.
a) Jumlah oralit yang harus diberikan pada 3 jam pertama
umur Berat badan Jumlah ( cc ) oralit
2 – 6 bulan 3 – 6 kg 200 – 400
7 – 11 bulan 7 – 10 kg 400 – 600
12 – 24 bulan 10 – 13 kg 600 – 800
2 – 6 tahun 13 – 20 kg 800 – 1000
Lebih 7 tahun 20 – 40 kg 1000 – 1200
b) Bila bayi masih menyusui, ASI tetap diberikan saat terapi oralit
c) Bila kelopak mata oedema, oralit di hentikan dan diganti cairan lain
d) Bila pasien muntah, tunggu 10 menit dan kemudian berikan lagi sedikti demi
sedikit.
e) Ajarkan ibu untuk memberikan oralit dengan sendok makan secara perlahan tiap 1
– 2 menit dan di periksa berulang.
f) Bila pasien mau dirawat di rumah, berikan oralit untuk 2 hari dan ajarkan cara
menyiapkannya, berikan sebanyak mungkin oralit atau cairan lain, dan diberi tahu
9
bila masih tetap tidak ada perbaikan segera kembali ke puskesmas atau rumah
sakit.
Selain terapi dengan oral bisa di lakukan terapi infuse untuk menangani dehidrasi, yang
dapat dilakukan dengan 3 tahap, yaitu pada keadaan emergency pasien diberikan infuse larutan
Ringer Laktat sebanyak 30 cc/KgBB/jam. Kemudian setelah melewati keadaan emergency
pasien diberikan rehidrasi total dengan menggunakan Ringer Laktat 70cc/KgBB/4jam atau
sekitar 80 tetes/menit selama 4 jam. Kemudian untuk rumatan pasien diberikan infuse sebanyak (
NWL + CWL + 12 cc/KgBB untuk kenaikan suhu tiap 1⁰C diatas normal )/24 jam.
Pemberian makanan selama dan setelah diare tetap diberikan, tujuannya adalah untuk
memberikan makanan kaya nutrisi. Pemberian makanan ini dapat mempercepat kembalinya
fungsi normal usus dalam mengabsorbsi dan menerima nutrisi, sehingga dapat mencegah status
gizi memburuk. Dan ASI juga harus tetap diberikan.
H. Komplikasi 3
1. Gangguan elektrolit
a) Hipernatremia
b) Hiponatremia
c) Hiperkalemia
d) Hipokalemia
2. Intoleransi laktosa sekunder, karena kerusakan vili mukosa usus halus yang
menyebabkan defisiensi enzim lactase.
3. Cardiac arrest bila kejang dan asidosis metabolik akut.
4. Malnutrisi
5. Syok hipovolemi
I. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI 5
Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang
saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi empat proses pencernaan dasar
yaitu motilitas, sekresi, pencernaan, dan penyerapan. Motilitas adalah kontraksi otot
yang mencampur dan mendorong isi saluran pencernaan. Sekresi yaitu mensekresikan getah
pencernaan ke dalam lumen pencernaan oleh kelenjar-kelenjar eksokrin. Pencernaan yaitu
penguraian makanan dari struktur yang kompleks menjadi satuan-satuan yang lebih kecil. Proses
11
terakhir yaitu penyerapan satuan-satuan kecil yang dihasilkan dari proses pencernaan tersebut
bersama dengan air, vitamin, dan elektrolit, lalu dipindahkan dari saluran pencernaan ke daerah
atau pembuluh limfe.
Diagram sistem pencernaan
1. Kelenjar ludah
2. Parotis
3. Submandibularis (bawah rahang)
4. Sublingualis (bawah lidah)
5. Rongga mulut
6. Esofagus
7. Pankreas
8. Lambung
9. Saluran pankreas
10. Hati
11. Kantung empedu
12. duodenum
13. Saluran empedu
14. Kolon
15. Kolon transversum
16. Kolon ascenden
17. Kolon descenden
18. Ileum
19. Sekum
20. Appendiks
21. Rektum
22. Anus
Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus.
12
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut, Tenggorokan, dan Kerongkongan.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan
dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di
dasar mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk merasakan
dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut
terdapat tenggorokan (faring).
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius
di hidung. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya.
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi
oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan lambung. Makanan
didorong melalui kerongkongan oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut
dengan peristaltik.
b. Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim.
c. Usus Halus
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh,
13
duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati. Cairan tersebut
(yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian
yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan.
Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk
dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus. Beberapa senti pertama dari lapisan
duodenum licin, tetapi sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan
tonjolan yang lebih kecil (mikrovili). Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan
dari lapisan duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap.
Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum.
Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya. Penyerapan
ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili.
Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus untuk melarutkan
keasaman lambung. Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena
mengandung air, lendir dan enzim-enzim pankreatik.
d. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum,apendiks, kolon, dan rektum. Kolon berfungsi untuk
memekatkan dan menyimpan residu makanan yang tidak tercerna (serat, selulosa dinding
tumbuhan yang tidak tercerna) dan bilirubin sampai dapat dieliminasi dari tubuh sebagai feses.
Kontraksi haustra secara perlahan mengaduk isi kolon untuk mencampur dan
mempermudah penyerapan sebagian besar cairan dan elektrolit yang tersisa. Pergerakan feses ke
rektum memicu refleks defekasi yang pengeluarannya diatur oleh sfingter ani eksternus.
Tidak terjadi sekresi enzim pencernaan atau penyerapan nutrien di kolon karena
pencernaan dan penyerapan semua nutrien telah selesai di usus halus. Penyerapan sebagian dari
garam dan air yang tertinggal mengubah isi kolon menjdai feses.
e. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar.
14
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana feses keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu
cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
f. Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar:
- Asinar, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
- Pulau pankreas, menghasilkan hormon.
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke
dalam darah. Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asinar dan mengalir melalui
berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus. Duktus pankreatikus akan bergabung dengan
saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya akan masuk ke dalam duodenum. Enzim
yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam
bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. 3 hormon yang dihasilkan oleh pankreas
adalah:
- Insulin, berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah
- Glukagon, berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah
- Somatostatin, berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya (insulin dan glukagon).
g. Hati
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah
yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah.
h. Kandung Empedu
Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya
bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran ini kemudian bergabung dengan
sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran
15
empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke
dalam duodenum.
Proses pencernaan Karbohidrat, Protein, dan Lemak5
Nutrien Enzim Sumber
Enzim
Tempat Kerja
Enzim
Kerja Enzim Satuan Nutrien
yang Dapat
Diserap
Karbohidrat Amilase Kelenjar
liur
Mulut dan
korpus
lambung
Menghidrolisis
polisakarida
menjadi
disakarida
Disakaridase
(maltase, sukrase,
laktase)
Sel epitel
usus halus
Brush border
usus halus
Menghidrolisis
disakarida
menjadi
monosakarida
Monosakarida
khususnya
glukosa
Protein Pepsin Chief cell
lambung
Antrum
lambung
Menghidrolisis
protein menjadi
fragmen peptida
Tripsin,
kemotripsin,
karboksipeptidase
Pankreas
eksokrin
Lumen usus
halus
Menyerang
fragmen-fragmen
peptida yang
berbeda
Aminopeptidase Sel epitel
usus halus
Brush border
usus halus
Menghidrolisis
fragmen peptida
menjadi asam
amino
Asam amino dan
beberapa
peptida kecil
Lemak Lipase Pankreas
eksokrin
Lumen usus
halus
Menghidrolisis
trigliserida
menjadi asam
lemak dan
Asam lemak dan
monogliserida
16
monogliserida
Garam empedu
(bukan enzim)
hati Lumen usus
halus
Mengemulsifikas
i globulus besar
lemak untuk
diserang oleh
lipase pankreas
HISTOLOGI6
Rongga Mulut
Bibir terdiri atas:
Pars Cutanea (Kulit bibir) dilapisi:
epidermis, terdiri atas epitel squamosa kompleks berkeratin, dibawahnya terdapat dermis.
dermis, dengan folikel rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, m. erector pili, berkas
neuro vaskuler pada tepi bibir.
Letak pars kutanea di bagian luar penampang bibir
Pars Mukosa, dilapisi:
epitel squamosa kompleks nonkeratin, diikuti lamina propia (jaringan ikat padanan dari
epidermis dan dermis), dibawahnya submukosa, terdapat kelenjar labialis (sekretnya
membasahi mukosa mulut).
Letak di penampang bibir berhadapan dengan gigi dan rongga mulut.
Pars Intermedia (pusat lidah mukokutaneus), dilapisi:
epitel squamosa kompleks nonkeratin. Banyak kapiler darah.
Letak bagian atas penampang bibir yang saling berhadapan (bibir atas dan bawah)
Lidah
Epitel permukaan dorsal lidah sangat tidak teratur (epitel squamosa kompleks) dan
ditutupi tonjolan (papilla) yang berindentasi pada jaringan ikat lamina propia (mengandung
jaringan limfoid difus). Terdiri papilla filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliata. Papilla
lidah ditutupi epitel squamosa kompleks yang sebagian bertanduk.bagian terdiri atas berkas-
berkas otot rangka, pembuluh darah dan saraf.
17
Saluran
Cerna
T. Mukosa T. Submukosa T. Muskularis T. Adventisia
Esofagus Epitel squamosa
kompleks non keratin,
lamina propia,
muskularis mukosa
Jaringan ikat
longgar
mengandung sel
lemak,
pembuluh darah,
dan kelenjar
esophageal
propia.
Sirkular (dalam)
dan otot
longitudinal
(luar)
Pembuluh
darah, saraf,
jaringan
lemak
Gaster epitel kolumner
simpleks, tidak
terdapat vili
intestinalis dan sel
goblet. Terdapat
foveola gastrika
Jaringan ikat
longgar banyak
mengandung
pembuluh darah
dan saraf
pleksus
meissner
Terdiri atas otot
oblik (dekat
lumen),otot
sirkular (tengah)
dan otot
longitudinal
(luar). Terdapat
pleksus saraf
mienterikus
auerbach
Peritoneum
visceral
dengan epitel
squamosa
simpleks, diisi
pembuluh
darah dan sel-
sel lemak.
Usus halus
-Duodenum
Epitel kolumner
simpleks dengan
mikrovili, terdapat vili
intestinalis dan sel
goblet. Pada lamina
propia terdapat
kelenjar intestinal
lieberkuhn.
Jaringan ikat
longgar.
Terdapat
kelenjar
duodenal
brunner.
Terdapat plak
payeri (nodulus
Terdiri atas otot
sirkular dan otot
longitudinal.
Diantaranya
dipisah oleh
pleksus
mienterikus
auerbach.
Merupakan
peritoneum
visceral
dengan epitel
squamosa
simpleks,
yang diisi
pembuluh
18
lymphaticus
agregatia/
gundukan sel
limfosit)
darah dan sel-
sel lemak.
-Jejunum
dan ileum
Sama degan
duodenum
Tidak ada
kelenjar
duodenal
brunner
Sama dengan
duodenum
Sama dengan
duodenum
Apendiks Sama seperti kolon tp,
kelenjar intestinal
lieberkuhn kurang
berkembang, lebih
pendek, letak sering
berjauhan
sangat vascular. Sama dengan
duodenum
Kolon epitel kolumner
simpleks, banyak sel
goblet, tidak ada plika
sirkularis maupun vili
intestinalis. Lamina
propia terdapat
kelenjar intestinal
lieberkuhn yang lebih
banyak dan nodulus
limpatikus. Tidak
terdapat sel paneth
tapi terdapat sel
enteroendokrin.
Jaringan ikat
longgar banyak
mengandung
pembuluh darah,
sel lemak dan
saraf pleksus
meissner
Hampir sama.
Otot sirkular
berbentuk utuh
tapi otot
longitudinal
terbagi tiga
untaian besar
(taenia koli)
tunika serosa
menjadi
lapisan
terluar.
Sedangkan
adventisia
membungkus
kolon
ascendens dan
descendens
Rektum Epitel kolumner
simpleks, sel goblet
dan mikrovili, tidak
Jaringan ikat
longgar banyak
mengandung
Sama dengan
kolon
jaringan ikat
longgar yang
menutupi
19
punya plika sirkularis
maupun vili
intestinalis. Lamina
propia terdapat
kelenjar intestinal
lieberkuhn, sel lemak,
dan nodulus
limpatikus
pembuluh darah,
sel lemak dan
saraf pleksus
meissner
rectum,
sisanya
ditutupi
serosa.
Anus Epitel squamosa non
keratin, lamina propia
tapi tidak ada terdapat
muskularis mukosa.
Jaringan ikat
longgar banyak
mengandung
pembuluh darah,
saraf pleksus
hemorroidalis
dan glandula
sirkum analis
Sama dengan
rektum tapi
lebih tebal
Terdiri
jaringan ikat
longgar
KLASIFIKASI DIARE
Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal, diantaranya:
1. Secara klinis:
Diare cair
Diare disentri atau diare berdarah
2. Berdasarkan adanya invasi barrier usus oleh mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa):
Diare infeksi
Diare non infeksi
3. Berdasarkan patomekanisme:
Diare sekretorik, yaitu adanya peningkatan kehilangan banyak air dan elektrolit
dari saluran pencernaan karena adanya hambatan absorpsi Na oleh vilus entrosit
serta peningkatan sekresi Cl oleh kripte.
20
Diare osmotik, yaitu didapatkan substansi intraluminal yang tidak dapat
diabsorbsi dan menginduksi sekresi cairan. Biasanya keadaan ini berhubungan
dengan terjadinya kerusakan dari mukosa saluran cerna.
4. Berdasarkan derajat dehidrasinya:
Diare dengan dehidrasi ringan
Diare dengan dehidrasi sedang
Diare dengan dehidrasi berat
5. Berdasarkan waktu terjadinya:
Diare akut
Diare kronik
Diare persisten
6. Berdasarkan perubahan patologi anatomi:
Diare dengan kerusakan mukosa
Diare tanpa kerusakan mukosa
CAIRAN TUBUH NORMAL DAN ELEKTROLIT7,8
Keseimbangan cairan dan elektrolit cairan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu:
- Ruang intrasel (2/3 cairan tubuh)
- Ruang ekstraseluler (1/3 cairan tubuh) yang dibagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu cairan
intravaskuler (3 L), cairan interstisial (8 L) dan cairan transeluler (paling sedikit).3
Pengaturan kompartemen cairan tubuh
- Osmosis + osmolaritas (dari encer ke pekat)
- Difusi (dari zat terlarut tinggi ke zat terlarut rendah)
- Filtrasi (perpindahan dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah)
- Pompa Na dan K (merupakan salah satu bentuk transport aktif melawan gradient
sehingga membutuhkan energy. Na bergerak dari intrasel ke ekstrasel, K bergerak dari
ekstrasel ke intraselNa di ekstrasel lebih tinggi
Pengeluaran Cairan Fisiologis
21
Pengeluaran cairan fisiologis adalah pengeluaran cairan secara normal, atau disebut juga normal
water loss (NWL) dimana rata-rata ±100 cc / KgBB / 24 Jam. Normal water loss (NWL) terdiri
atas :
- Insisible Water Loss (IWL)
adalah kehilangan cairan yang tanpa disadari atau pengeluaran cairan dari penguapan di
kulit dan keringat.
- Ekskresi urine dan feses.
- Air ludah, air mata, dan lain-lain.
Cairan dalam tubuh, diperoleh dari :
- Masukan oral (melalui makanan dan minuman)
- Hasil metabolisme endogen dari kabohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein,
urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida danasam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup:
a. Kation :
Sodium (Na+) :
Potassium (K+) :
Calcium (Ca++) :
b. Anion :
Chloride (Cl -) :
Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :
Adapun gangguan volume cairan, yang dapat terjadi yaitu:
- Hipovolemia
o Kehilangan air+elektrolit dengan proporsi yang sama. Hal ini berbeda dengan
dehidrasi (kehilangan air dengan peningkatan Na serum).
o Contoh: diare, mual, faktor resiko DM insipidus
- Hipervolemia
o Na+ dan air tertahan dengan proporsi yang kurang lebih sama dengan di dalam
CES. Penyebab: gagal ginjal, gagal jantung, sirosis hepatis. Manifestasi klinis:
takikardi; peningkatan BP, vena sentral, BB, jumlah urin; napas pendek & mengi.
22
- Hiponatremia
o Penyebab: Syndrome insufficiency ADH (SIADH), hiperglikemi, masukan cairan
secara perenteral yang < elektrolit meningkat, penggunaan air ledeng untuk
enema atau irigasi gaster. Manifestasi klinis: mual, kram perut, neuropsikiatrik,
anoreksia, perasaan lelah.
- Hipernatremia (kadar Na> 145 mEq/L)
o Penyebab: kehilangan air pada pasien yang tidak sadar karena tidak dapat
berespon terhadap rangsang haus, Na+ yang tidk proporsional (berlebih), diabetes
insipidus (jika pasien tidak berespon terhadap rasa haus, stroke, hampir tenggelam
di laut, kegagalan sistem penyesuaian, sistem hemodialisis/ hemodialisis
peritoneal, pemberian cairan salin intravena.
o Manifestasi klnis: neurologis, dehidrasi seluler,gelisah, lemah (pada hipernatremi
sedang), disorientasi, halusinasi, delusi (pada hipernatremi berat), kerusakan otak
permanen (pada hipernatremi sangat berat)
- Hipokalemia (kehilangan muntah dan penghisapan gastric)
o Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian sebaliknya. Setiap
peningkatan pH0,1 artinya peningkatan kalium serum 0,5. Hipokalemia biasanya
terjadi pada diare, ileostomi baru, adenoma villous (tumor pada saluran GI), dan
bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat asupan karbohidrat parenteral.4
Jika tubuh kita mengandung terlalu banyak karbondioksida maka terjadi peningkatan
pembentukan asam karbonat, akibatnya ion hidrogen meningkat sehinga pH darah turun dan
darah menjadi asam (asidosis). Sebaliknya, jika kadar karbondioksida di bawah 38 mmHg, asam
karbonat sedikit, ion hidrogen juga sedikit, pH darah naik trus darah jadi basa deh (alkalosis).
macam-macam gangguan keseimbangan asam basa :
23
1. Respiratory acidosis: pH turun (asam) akibat gangguan respirasi, contohnya pada asma,
chronic obstructive pulmonary disease, dan kongesti paru.
2. Respiratory alkalosi: pH naik (basa) akibat gangguan respirasi, penyebabnya adalah
hiperventilasi karena demam, cemas, dan hypoxemia.
3. Metabolic acidosis: pH turun tapi bukan karena gangguan respirasi, contohnya pada orang
hypoxia, diabetes mellitus, dan gagal ginjal.
4. Metabolic alkalosis: pH naik tapi bukan karena gangguan respirasi, contohnya pada muntah
hebat sehingga banyak asam lambung yang terbuang.
Pada usia kehamilan 12 minggu, fetus memiliki total cairan tubuh 94% dari berat tubuh. Jumlah ini
menurun hingga 80% hingga usia kehamilan 32 minggu dan 78% hingga lahir. Selanjutnya 3%-5% cairan tubuh
menurun hingga hari 3-5 kelahiran dan terus menurun hingga hari 3-5 kelahiran dan terus menurun hingga
mencapai kadar dewas (60% dari total cairan tubuh).
Kompartemen Preterm Term Infant Adult
ECF 50 35 30 20
ICF 30 40 40 40
PLASMA 5 5 5 5
TOTAL 85 80 75 65
Distribusi air tubuh (sebagai % berat badan,
Kompartemen)
FLORA NORMAL PADA SAL.
PENCERNAAN
Pada bayi yang mengkonsumsi Air
Susu Ibu (ASI) terdiri dari probiotik,
prebiotik serta bakteri patogen. Probiotik merupakan bakteri no n pa t og e n
( c o n t oh : Lactobacillus casei, Shirota strain). Sedangkan prebiotik merupakan senyawa
oligosakarida sejenis karbohidrat atau peptida yang tidak dapat dicerna dengan segerasehingga
dalam usus halus berperan dalam pertumbuhan probiotik. Prebiotik terdiri dari FOS
(fructo oligosakarida) dan GOS (galacto oligosakarida). Senyawa oligosakarida ini
24
Jenis Gangguan pH pCO2 HCO3
Asidosis
Respiratorik
N
Alkalosis
Respiratorik
N
Asidosis Metabolik N
Alkalosis Metabolik N
merupakanmakanan utama dari kuman probiotik, dengan adanya oligosakarida inilah kuman
probiotik dapat berkembangbiak secara cepat dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen.
Pada bayi yang mengkonsumsi susu Formula terdiri dari probiotik dan kuman yang
patogen, tetapi pada susu formulatidak memiliki prebiotik yang terdiri dari FOS dan GOS,
sehingga pertumbuhan bakteri patogenmenjadi lebih dominan dibandingkan bakteri
probiotik/non patogen.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus kali ini, dari pasien dengan keluhan diare didapatkan diagnosis kerja yaitu
diare akut dengan dehidrasi sedang ec infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau
parasit. Untuk dapat menentukan etiologi dari diagnosis kerja ini dibutuhkan pemeriksaan
penunjang lebih lanjut yang dapat membantu mengidentifikasi sehingga diagnosis pasti dapat
ditegakkan.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk diare dengan dehidrasi yang diderita pasien
ini yang paling utama adalah rehidrasi dengan oralit. Edukasi kepada orang tua juga penting agar
pengobatan dapat dijalankan dengan maksimal.
25
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Medscape. Diarrhea. Updated December 25, 2011. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/211353-overview. Accessed December 3, 2012.
2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiyati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 th ed. Jakarta: Internal Publishing;
2009. p. 50-2
3. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, editors. Buku ajar gastroenterologi – hepatologi. 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 87-119
4. Asmadi. Kebutuhan cairan dan elektrolit. In: Haroen H, editor. Teknik prosedural
keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;
2008. p. 55
26
5. Sherwood L. Sistem pencernaan. In: Yesdelita N, editor. Fisiologi manusia: dari sel ke
sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 641-98.
6. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. 9th ed. Jakarta:
EGC.2003.
7. News Medical. Vomiting. Update April 28, 2011. Available at http://www. news-
medical.net/health/Vomiting-Causes-%28Indonesiax. Accessed December 3, 2012.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Vol. 2. Ed. 7. Jakarta: EGC;
2007. p.376-9.
27