JBM September 2006

130
Jurnal BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 3 No.1, September 2006 Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan (Studi Kasus Di Propinsi Lampung) Rinaldi Bursan Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan Di Indonesia Rindu Rika Gamayuni Indentifikasi Potensi Retribusi Daerah Di Kabupaten Lampung Selatan Moneyzar Usman Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis Mobile Banking Network (Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung) Aida Sari Analisis Perancangan Agroindustri Berbasis Karet Erlina Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung Ribhan JURNAL BISNIS dan MANAJEMEN Vol. 3 No.1 Hal. 01 -127 Bandarlampung September 2006 ISSN 1411 - 9366

Transcript of JBM September 2006

Page 1: JBM September 2006

Jurnal

BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 3 No.1, September 2006

Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan (Studi Kasus Di Propinsi Lampung)

Rinaldi Bursan

Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan Di Indonesia

Rindu Rika Gamayuni

Indentifikasi Potensi Retribusi Daerah Di Kabupaten Lampung Selatan

Moneyzar Usman

Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis Mobile Banking Network

(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung) Aida Sari

Analisis Perancangan Agroindustri Berbasis Karet

Erlina

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi

Univesitas Lampung Ribhan

JURNAL BISNIS dan

MANAJEMEN Vol. 3 No.1 Hal. 01 -127 Bandarlampung

September 2006 ISSN

1411 - 9366

Page 2: JBM September 2006

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung) Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc. (Pembantu Rektor I Universitas Lampung) : Dr. John Hendri, M.S. (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung) : Toto Gunarto, S.E., M.S. (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung) Pemimpin Umum : Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Dewan Editor Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si. : Dr. Wispandono, S.E.. S.Si. Iban Sofyan, S.E., M.Si. Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M. Asep Unik, S.E., M.Si. M. Syatibi Ch., S.E. Redaksi Pelaksana Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si. Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. Sekretaris : Muslimin, S.E. Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si. Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir Distribusi dan Sirkulasi : Teguh Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145 Telp. (0721)704622 Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366

Page 3: JBM September 2006

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISI

Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan (Studi Kasus Di Propinsi Lampung) Rinaldi Bursan ................................................................................................... 1 Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan Di Indonesia Rindu Rika Gamayuni ...................................................................................... 15 Indentifikasi Potensi Retribusi Daerah Di Kabupaten Lampung Selatan Moneyzar Usman ............................................................................................... 39

Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis Mobile Banking Network (Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung) Aida Sari ............................................................................................................... 61 Analisis Perancangan Agroindustri Berbasis Karet Erlina ................................................................................................................... 73 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung Ribhan ................................................................................................................... 93

Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366

Page 4: JBM September 2006

Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan (Studi Kasus Di Propinsi Lampung)

Oleh :

Rinaldi Bursan 1

ABSTRACT

On the basis of literature, marketing strategy is an analysis, planning, implementation, and control process designed to satisfy customer needs and wants by providing superior customer value. The aim of this research is to know perception of tourist after they have been consumed the object of tourism in Lampung Province. This research used Tourism Satisfaction Model (TOURSAT) to know relationship between satisfactions of accommodation, object of tourism, transportation and facilities with loyalty of tourist, recommendation and complain of customers. From the analysis, we know some tourist come from Singapore, China, Canada, United Stated and Europe. The have been stayed in Lampung 2 until 5 days. They show some object like Way Kambas Conservation for elephant and other object like Pasir Putih Beach. The results, satisfaction of accommodation, object of tourism, transportation and facilities are factors that influent satisfaction of consumers after they have been consumes some object of tourism in Lampung. Most of them satisfy after the show the object of tourism and some of them want to give recommendation for their friends to come to Lampung. Keys word : marketing strategy, satisfaction, recommendation, tourism

satisfaction model

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Era otonomi daerah, sektor pariwisata memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian suatu daerah. Sektor ini memiliki efek multiplier pada industri yang bergerak dan menunjang sektor pariwisata. Apabila sektor

1 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 5: JBM September 2006

2

ini berkembangan dengan baik, maka akan menggerakkan industri lainnya seperti industri perhotelan,industri rumah makan, industri kerajinan, transportasi dan industri-industri lainnya. Propinsi Lampung sebagai daerah tujuan wisata ke-18 di Indonesia tentunya harus mempersiapkan daerahnya sebagai tujuan wisata baik bagi wisatawan asing maupun wisatawan domestic. Propinsi Lampung sebagai daerah yang dekat dengan salah satu pintu utama masuknya wisatawan, yaitu Jakarta harus mengambil keuntungan keberadaan daerahnya. Obyek wisata yang ada di Lampung sebagian telah mendunia seperti Taman Nasional Way Kambas dan Anak Gunung Krakatau. Untuk menjaring wisatawan ini Lampung perlu mempersiapkan daerahnya baik dari segi obyek wisata, sarana dan prasasrana pendukung, kemampuan sumber daya manusia ,transportasi sampai dengan masalah keamanan bagi wisatawan. Tabel 1.1 berikut ini menunjukan jumlah wisatawan yang berkunjung di Lampung sampai dengan tahun 2002. Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Ke Propinsi Lampung Tahun 1997-2002

Jumlah Wisatawan Pertumbuhan No. Tahun

Nusantara Mancanegara Total Nusantara Mancanegara Total 1 1997 384,016 23,713 407,729 2.50 3.48 2.55 2 1998 241,508 13,508 254,540 -37,11 -45,04 -37,57 3 1999 345,877 11,767 357,644 43.22 -9,71 40.51 4 2000 373,223 9,584 382,807 7.91 -18,55 7.04 5 2001 407,239 10,418 417,657 9.11 8.70 9.10 6 2002*) 241,218 5,942 247,160 0.00 0.00 0.00 Rata-rata 341,962 11,200 353,162 5.78 -16,15 4.77

Sumber: Dinas Promosi,Investasi dan Pariwisata Propinsi Lampung (2004) *)Data sampai dengan Juni 2002. Berdasarkan data tahun 2002,jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara cenderung menurun. Hal ini harus segera diantisipasi agar penurunan yang cukup signifikan ini tidak terjadi pada tahun-tahun mendatang. Tabel 1.1 menunjukan komposisi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lampung didominasi olehj wisatawan nusantara. Pertumbuhan jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung ke Lampung rata-rata sebesar 5,78% selama periode 1997-2002.Tingkat pertumbuhan ini masih jauh jika dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara yang menjadi tujuan utama wisatawan asing ke Pulau Sumatra yaitu sebesar 12,3%.

Page 6: JBM September 2006

3

Data lain menunjukan, perkembangan jumlah wisatawan cenderung mengalami kemerosotan. Pertumbuhan junlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Propinsi Lampung sebesar -16,15%. Keadaan ini sangat memprihatinkan karena Lampung yang memiliki keuntungan geografis tidak mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara . Usaha yang dilakukan oleh Propinsi Lampung dalam mempromosikan daerahnya baik ke mancanegara maupun ke propinsi lain di Indonesia sudah sering dilakukan. Usaha ini belum mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.

Penelitian dibidang pariwisata dengan mengedepankan segmentasi psikografis belum banyak dilakukan. Penelitian ini berjudul “Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Propinsi Lampung; Penerapan Tourism Satisfication Model/ TOURSAT” diharapkan dapat mengembangkan model penelitian tentang kepuasan dan kebutuhan Wisatawan baik mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke Lampung. Output dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan bagi pengembangan pariwisata Lampung, dan pada akhirnya dapat menentukan strategi pengembangan pariwisata Propinsi Lampung. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Merancang instrument penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan

wisatawan terhadap unsu akomodasi,transportasi,destinasi dan prasarana wisata Lampung serta untuk mengetahui atribut apa yang paling signifikan terhadap keempat unsur tersebut.

2. Untuk mengetahui sejauh mana akomodasi , transportasi , destinasi dan prasarana wisata mempengaruhi kepuasan wisatawan.

3. Untuk mengetahui kolerasi dari kesetiaan(loyalty),kesediaan memberikan rekomendasi (recommend) dan keluhan (complaint) wisatawan pada saat pasca kunjungan dengan kepuasan wisatwan.

4. Untuk mengetahui kolerasi dari kesediaan memberikan rekomendasi (recommend) dan keluhan (Complaint) wisatwan dengan kesetiaan (Loyalty) wisatawan.

5. Untuk mengetahui kebutuhan ,keinginan dan preferensi dari wisatawan Eropa terhadap potensi pariwisata yang ada di Lampung.

Page 7: JBM September 2006

4

1.3 Manfaat Penelitian Kontribusi penelitian ini dapat dijabarkan dari dua dimensi yakni :

1. Dimesin Akademis.

Dari dimensi akademis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan model pariwisata serta pengukurannya dari segi-segi unsur yang menentukan kepuasan dan kesetian wisatawan secara komprehensif.

2. Dimensi Kebijakan Praktis. Dari dimensi kebijakan praktis,penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap pemerintah Propinsi Lampung dalam mengambil kebijaksanaan terhadap pembangunan industri pariwisata Lampung dalam mengambil kebijaksanaan terhadap pembangunan industri pariwisata Lampung, terutama bagi pelaku bisnis pariwisata dalam mengambil kebijaksanaannya terhadap perusahaannya.

II. Metodologi Penelitian 2.1 Variabel-Variabel Penelitian dan Alat Analisis

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable-variable laten yang terbentuk dari pertanyaan-pertanyaan didalam kuisioner yang berjumlah 34 pertanyaan. Model Penelitian yang digunakan adalah Model Tourism Satisfaction (TOURSAT). Berdasarkan model tersebut, Kepuasan wisatawan di ukur dari pengalamannya melakukan perjalanan wisata selama berada di Lampung. Ada empat kegiatan atau pengalaman wisatawan yang hendak diukur dalam penelitian ini yakni: 1. Pengalaman terhadap akomodasi, transportasi, destinasi dan terhadap

prasarana wisata.

2. Setelah wisatawan melakukan kunjungannya ke Lampung, ada tiga tindakan yang akan diukur yakni, pertama tindakan akan kembali berkunjung di masa mendatang, kedua tindakan akan mempromosikan kepad keluarga atau teman, ketiga tindakan akan menytakan keluhan (Complaint/Negative Word Of Mouth).

3. Keempat faktor kegiatan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya disebut variabel antecedent, dan ketiga faktor tindakan yang akan dilakukan wisatwan setelah kunjugannya ini disebut dengan variabel outcome (Ginting; 2002). Secara detail model pengukuran TOURSAT tergambar pada Gambar 1.1 berikut ini:

Page 8: JBM September 2006

5

Gambar 1.1

Model Penelitian

Variable laten tersebut akan dikonfirmasi dengan variable kepuasan menyeluruh wisatawan dan selanjutnya akan diukur variable-variable kinerja kepuasan, yaitu:

1. Kesetiaan wisatawan 2. Rekomendasi wisatawan 3. Keluhan wisatawan

Keseluruhan variable tersebut akan dianlisis dengan mengunakan alat ukur dan pengujian sebagai berikut:

1. Cronbach Alpha digunakan untuk menguji realibilitas instrument

pertanyaan. 2. Analisis Factor digunakan untuk mereduksi variable-variable penelitian 3. Korelasi bivariat digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antar

variable penelitian. 2.2 Metode Sampling dan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan unit sampling wisatawan yang berkunjung ke Lampung baik wisatawan domestic maupun mancanegara. Ukuran besarnya sampel didasarkan pada Bentler (1993) dan Hair (1998) yang menyatakan bahwa perbandingn besarnya sampel dengan jumlah parameter dalam model 5:1. Agar

Kepuasan Terhadap

Akomodasi (F1)

Kepuasan Terhadap

Transportasi (F2)

Kepuasan Terhadap Obyek

Wisata (F3)

Kepuasan terhadap

Prasaranana (F3)

Kepuasan Wisatawan

Kesetiaan wisatawan

Rekomendasi Wisatawan

Keluhan Wisatawan

Page 9: JBM September 2006

6

uji keberartian secara statistic dapat dipercaya, disarankan perbandingan sampel yang akan dibambil dengan jumlah parameter pada suatu konstruk 50:1. Berdasarkan pandangan tersebut maka parameter terbanyak dalam penelitian ini terdapat pada kunstruk obyek wisata berjumlah 10 parameter. Dengan demikian sampel penelitian ini berjumlah 500, dengan menggunkan metode kuota sampling maka responden terdiri dari 400 wisatawan domestik dan 100 wisatawan mancanegara.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Karakteristik Wisatawan Asing Analisis terhadap karakterisitik responden dilakukan terpisah antara wiatawan asing dan wisatawan domestik, mengingat wisatawan domestik sifatnya lebih homogen jika dilihat dari asal negaranya. Secara umum wisatawan asing yang berkunjung ke Lampung berasal dari berbagai negara antar lain: China, Amerika Serikat, Singapore, Hongkong, Thailand, Malaysia dan beberapa negara dari benua Eropha lainnya. Keadaan ini mengindikasikan cukup dikenalnya Propinsi Lampung sebagai tujuan wisata oleh berbagai wisatawan dunia. Wisatawan asing yang berkunjung ke Lampung secara umum memiliki 3 tujuan, yaitu: bisnis, berlibur dan pendidikan. Tujuan untuk berlibur mendominasi motif untuk berkunjung sebesar 83%, motif bisnis sebesar 14% dan pendidikan sebesar 3%. Jumlah wisatawan asing yang terbanyak mengunjungi daerah Lampung berasal dari Singapore sebanyak 13% dengan motif bisnis. Ini sejalan dengan banyaknya bisnis hasil bumi Propinsi Lampung seperti: kopi, lada, tapioka yang diekspor melalui Singapore. Motif pendidikan terdapat 3% dengan Negara asal Australia dan China. Khusus untuk 2 wisatawan China mereka menjadi volunteer mengajar bahasa Cina di Universitas Lampung. Sedangkan 1 orang wisatawan yang berasal dari Australia merupakan pertukaran pelajar antara Indonesia dan Australia. 3.2 Karakteristik Wisatawan Domestik Karakteristik wisatawan domestic yang berkunjung ke Lampung didominasi motif hanya untuk berlibur dengan jumlah 342 orang, sedangkan yang berkunjung dengan motif bisnis berjumlah 49 orang. Melihat sebaran wisatawan

Page 10: JBM September 2006

7

domestic yang berkunjuung ke Lampung, terlihat banyaknya wisatawan yang hanya berlibur ke Lampung. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh para pelaku industri bisnis pariwisata di Bandar Lampung untuk membuat paket-paket wisata yang lebihh menarik lagi sehingga para wisatawan tersebut lebih lama lagi tinggal sehingga pendapat industri ini dapat meningkat. 3.3 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis 1 yang menyatakan variabel Iaten kepuasan terhadap akomodasi berkolerasi positif dengan kepuasan wisatawan. Hipotesis ini tidak signifikan karena berdasarkan niiai koefisien korelasi -0.086. Angka ini menunjukan hubungan yang negatif antar kedua variabel. Nilai sebesar -0.086 seeara statistik menyatakan hubungan yang sangat leniah antara akomodasi terhadap kepuasan wisatawan. Hal ini disebabkan sebagian besar wisatawan domestik tidak menginap di hotel, tetapi menginap dirumah keluarga atau familinya. Sehingga menyebabkan hubungan yang tidak signifikan antara variabel akomodasi terhadap kepuasan wisatawan. Hipotesis 2 yang nienyatakan variabel laten kepuasan transportasi berkorelasi positif dengan kepnasan wisatawan dapat diterima. Hal ini terlihat dari besamya koefisien korelasi sebesar 0.568. Angka mi rnenunjukan hubungan yang cukup erat antar kedua variatel. Transportasi sangat memegang peranan dalarn industri pariwisata. Secara umum fasilitas transportasi yang menuju Lampung terbagi kedalarn 3 bagian. Wisatawan yang berasal dan pulau Sumatra biasanya menggunakan jalur darat yaitu melalui Lintas Sumatra. Jalur yang lain untuk wisatawan dan luar pulau Sumantra biasanya menggunakan jalur laut dan udara. Kbusus untuk jalur laut hampir tidak ada masalah, karena layanan ferry 24 jam. Untuk angkutan udara menuju Lampung tanya terdapat 2 penerbangan yaitu pagi dan sore setiap. Bendasarkan faktafakta tersebut responden menyatakan cukup erat hubungan antara vaniabel transportasi dengan kepuasan wisatawan. Hipotesis 4 yang menyatakan variabel laten kepuasan terhadap obyek wisata berkorelasi positif dengan kepuasan wisatawan dapat ditenima berdasarkan nilai koefisien korelasi setesar 0.668. Angka mi menunjukan hubungan yang cukup erat antar kedua variabel tersetut. Fakta yang tentang obyek wisata yang dirniliki Propinsi Lampung cukup beraneka ragam, mulai dan wisata bahari sampai wisata petualangan. Beterapa obyek wisata yang eukup terkenal di Larnpung antana lain Anak Gunung Knakatau, Taman Nasional Way Kamtas, Pantai Pasin Putih dan masih banyak lagi obyek wisata yang lain. Hipotesis 4 yang menyatakan vaniabel laten kepuasan terhadap prasarana dan sarana berkonelasi positif dengan kepuasan wisatawan dapat diterima

Page 11: JBM September 2006

8

berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.307. Hubungan yang cukup erat tenjadi antara kedua vaniabel ini. Saat ini Propinsi Lampung rnemiliki cukup banyak hotel kelas melati dan 3 hotel berbintang 3 dan hotel berbintang 4. Hipotesis 5 yang menyatakan variabel kepuasan menyeluruh berkorelasi positif dengan variabel kesetiaan berdasarkan koefisien korelasi sebesar 0.599 diterima. Secara teoritis perilaku konsumen setelah mengevaluasi sebuah produk atau jasa yang dikonsumsi akan menghasilkan perilaku kesetiaan. Berdasarkan angka tersebut dapat dinyatakan hnbungan antara variabel kepuasan berkorelasi eukup kuat dengan variabel kesetiaan. Hipotesis 6 yang menyatakan variabel kepuasan rnenyeluruh berkorelasi positif dengan variabel rekomendasi tidak diterima. Hal ml karena hubungan yang terjadi antar kedua variabel mi sebesar -0.06 1 dan hubungan mi merupakan hubungan yang negatif. Artinya kepuasan yang diterima oleh wisatawan tidak akan diteruskan kepada calon wisatawan yang lain. Hipotesis 7 yang menyatakan variabel kepuasan menyeluruh berkorelasi negatif dengan variabel keluhan wisatawan. Hipotesis mi juga tidak dapat diteriina. Berdasarkan nilai koefisien korelasi justru terjadi hubnngan yang positif antara vartabel kepuasan dengan keluhan. Besarnya koefisien korelasi unutk kedua variabel ini relatif kecil sebesar 0.097. Hipotesis 8 yang menyatakan variabel rekomendasi berkorelasi positif dengan variabel kesetiaan wisatawan juga tidak dapat diterima karena nilai koefisien korelasi sebesar -0.189. Hal ml terjadi karena hasil evaluasi wisatawan yang berkunjung ke Larnpung terhadap obyek wisata justru tidak mau rnerekomendasikan kepada orang lain. Hipotesis 9 yang menyatakan variabel keluhan berkorelasi negatif dengan variabel kesetiaan diterima berdasarkan nilai koesisien korelasi sebesar -0.464. Angka mi menunjukan hubungan yang cukup erat antara variabel keluhan dengan variabel kesetiaan. Iniplikasi dan diterimanya hipotesis mi adalah banyaknya keluhan yang disampaikan oleh para wisatawan yang haruss ditanggapi secara serius oIeh para pelaku yang bergerak di industri ini. 3.4 Implikasi Manajerial Pengujian yang dilakukan untuk rnelihat strategi pemasaran pariwisata Lampung dengan menggunakan pendekatan TOURSAT bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yanng berhubungan dengan perilaku wisatawan terhadap berbagai macam variabel pendukungnya. Variabel pendukung tersebut antara lain: prasarana dan sarana, akomodasi, obyek wisata dan

Page 12: JBM September 2006

9

transportasi terhadap kepuasan wisatawan. Variabel mediator kepuasan wisatawan kemudian diuji lagi untuk melihat hubungan dengan variabel perilaku wisatawan yaitu kesediaan memberi rekomendasi, keluhan pelanggan dan kesetiaan wisatawan.

Karakteristik wisatawan yang diteliti terbagi menjadi wisatawan asing dengan proporsi 20% dan wisatawan domestik dengan proporsi 80%. Berdasarkan asal wisatawan asing yang berkunjung ke Lampung, hampir mewakili seluruh benua. Hal mi tentu menmpakan hal yang mengernbirakan bagi perkernbangan pariwisata Lampung. Berdasarkan data ini Pemda Lampung dapat memetakan negara mana yang harus lebih diperhatikan dalam penekanan promosi pariwisata yang akan diadakan. Promosi yang paling efektif guna menarik wisatawan asing adalah dengan mengedepankan keunikan yang dimiliki oleh Larnpung. inii dapat dilakukan dengan mengadakan misi pertukaran budaya antar kota, misalnya dengan kota-kota di Cina. Selain itu Pemda Lampung perlu mengikuti pameran-pameran industri pariwisata dunia dengan menampilkan keunikan yang dimiliki oleh Propinsi Lampung. Wisatawan domestik potensinya sangat besar dan harus dimanfaatkan dengan membuat paket-paket wisata dengan biro perjalanan yang kredibel. Pemda harus mampu memaksimalkan pesisirnya mulai dan Bakauheni sampai dengan Kota Agung dan berakhir di Pantai Krui. Ini perlu dilakukan untuk menarik wisatawan domestik yang berkunjung ke Anyer dan Banten. Mengingat sarana transportasi penyeberangan yang sangat lancar yang menghubungkan Merak dengan Bakauheni. Selain itu Pemda Lampung perlu meningkatkan Festival Krakatau dengan menciptakan acara-acara yang lebih diminati oleh kalangan muda. Wisatawan menyatakan kepuasan akomodasi sangat ditentukan oleh fasilitas, kebersihan, kenyamanan, kerarmahan petugas, keamanan, tarif hotel dan image hotel. Berdasarkan data mi Pernda Lampung haruss rnemperhatikan tingkat kebersihan dan kenyamanan hotel yang ada di Bandar Lampung. Hal ini mutlak harus dilakukan apabila rnenginginkan wisatawan untuk lebih lama tinggal dan menikmati obyek-obyek wisata yang ada di Lampung. Waktu yang dihabiskan oleh para wisatawan sangat erat kaitannya dengan uang yang dibelanjakan. Makin banyak uang yang dibelanjakan makin baik bagi perkembangan industri pariwisata dan pada akhirnya akan membawa dampak bagi perekonomian Lampung. Pemda Lampung juga perlu memperhatikan sarana transportasi yang nyaman dan aman bagi wisatawan. Sarana ini juga harus didukung dengan kecakapan sumber daya manusia yang terlibat didalamnya. Pemda Lampung perlu menambah frekuensi penerbangan menuju Lampnng. Saat mi penerbangan

Page 13: JBM September 2006

10

hanya 2 kali dalam satu han. Disamping itu angkutan laut perlu diperhatikan mengingat wisatawan yang menuju Lampung lebih banyak menggunakan jalur laut. Waktu tempuh antara Merak dan Bakauheni sebaiknya diperpendek menjadi 1,5 jam. Obyek wisata yang adapun perlu dilakukan perbaikan secara terus menerus. Perbaikan ini juga perlu dibarengi dengan perbaikan caara berpromosi dan memperkenalkan berbagai obyek yang ada di Lampung. Pemda juga perlu menyediakan guide yang profesional bagi wisatawan. Kebersihan obyek wisatapun perlu diperhatikan oleb pemerintah daerah. Selain itu prasarana dan sarana yang menunjang industri pariwisata perlu juga mendapat perhatian, antara lain perbaikan jalan raya, mengingat letak antar obyek wisata yang ada di Lampung relatif jauh. Hal mi perlu dilakukan agar kenyaman wisatawan untuk berpindah-pindah dalam menikmati obyek wisata kenyamanannya tetap terjaga. Selain itu keamanan baik keamanan di obyek wisata, dihotel, di bandana, pelabuhan maupun di jalan raya perlu terus ditingkatkan. Sektor paniwisata harus mendapat perhatian karena memiliki potensi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomi daerah Lampung. Apabila industri ini dapat berjalan dengan baik akan memberikan multiplier efek kepada sektor lainnya, seperti industri perhotelan, industri kerajinan, industri makanan dan menciptakan berbagai lapangan pekerjaan. Pada akhirnya akan membawa darnpak yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah Lampung. IV. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan 1. Kepuasan terhadap obyek wisata dapat diprediksi oleh variabel-variabel

kepuasan terhadap obyek wisata ditentukan oleh : keindahan alam lokasi, kebersihan lokasi, kenyamanan lokasi, kearnanan lokasi, keunikan fisik lokasi, keunikan budaya, keramahan masyarakat, keterampilan pemandn wisata, tarif jasa pemandu, dan image destinasi sebesar 89.5% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

2. Kepuasan obyek wisata dapat diprediksi oleh variabel-variabel fasilitas jalan raya, kenyamanan jalan raya, keamanan jalan raya, fasilitas sosial bandara/pelabuhanlterminal, kecepatan layanan bandara/pelabuhan/ terminal, kenyamanan, keramahan, sarana komunikasi, ketepatan waktu dan image destinasi sebesar 79.5% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

Page 14: JBM September 2006

11

3. Kepuasan menyeluruh wisatawan dipengaruhi oleh kepuasan akomodasi,transportasi, obyek wisata dan prasarana dan sarana wisata yang ada sebesar 97.2% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

4.2 Saran Pemerintah Daerah Lampung perlu memperhatikan hal-hal beriknt mi apabila ingin meningkatkan pendapatan dan sektor paniwisata, hal-hal tersebut antana lain: 1. Perlu melakukan promosi paniwisata dengan melibatkan selunmh daerah

tingkat II memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada dengan melakukan berbagai misi budaya dengan satu kota tertentu, seperti kota-kota di Cina. Selain itu Pemda Propinsi Lampung perlu memperbaiki sarana trasportasi baik darat, maupun udara yang nyaman dan aman serta tepat waktu.

2. Perlu membuat paket-paket wisata yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Apabila hal ini bisa dilakukan akan menambah lama tinggal wisatawan di Lampung. Khusus untuk wisatawan asing, pihak pemda perlu memikirkan keberadaan pemandu wisata yang profesional yang mampu menerangkan obyek wisata secara lengkap.

Guna mendapatkan tambahan informasi yang lebih luas perlu dilakukan penelitian lanjutan atas program-program kepariwisataan yang telah dilakukan oleh setiap Daerah Tingkat II manpun pihak Propinsi Lampung sebagai bahan evaluasi dan dasar bagi penyusunan strategi pengembangan pemasaran pariwisata yang lebih kompehensif bagi daerah Lampung DAFTAR PUSTAKA Agung, IGN. “Metode Penelitian Sosial”, Jakarta, Penerbit PT. Gramcdia

Pustaka Utama, 1998. Anderson, Eugene W & Mary W. Sullivan, “The Anticedents and Concequences

of Customer Satisfaction for Firms”, Marketing Science, Vol.12, no.2 page 125 —143, 1993.

Augustyne, Marcjanna & Samuel K, Ho, “Service Quality and Tourism,” Journal

of Travel Research, Vol. 37, page 71 — 75, 1998.

Page 15: JBM September 2006

12

Biro Pusat Statistik, “Foreign Visitor Statistic 1999”, Jakarta, Penerbit Central Bereau of Statistics, 2000.

Churchill, Gilbert A. & Carol Surprnanl,”An Investigation into the Determinants

of Customer Satisfaction”, Journal of Marketing Research, 19 (Nov), page 491 504, 1997.

Hayes, Bob E, “Measuring Customer Satisfaction, Developing and Using

Quetionnaires” Milwaukee, ASQS Quality Prcss, 2002. Ginting, Paham,”Pemasaran Pariwisata Sumantra Utara”, Disertasi tidak

dipubhkasikan, Universitas Indonesia, 2003. Kasali, Rhenald’ Menbidik Pasar Indonesia, Segmentasi, Targeting dan

Positioning”, Jakarta, PT. Grarnedia Pustaka Utama, 1998. Kotler,Philip,”Marketing Management; The Melleniuni Edition”, Upper Saddle

River, NewJersey, Ncw York, 2003. Laws, Eric, Tourism Marketing, Service and Quality Management Perpective,

Stanley Thomson (Publisher) Ltd, 1998. Naumann, Earl; Giel, Kathleen, Customer Satisfaction Measurement and

Management: Using the Voice of The Customer, USA; International Thomson Publishing, 1995.

Oliver, Richard L,” A. Cognitive Model of The Antecedents and Coscequences of

Statistic on Decisions”, Journal of Marketing Research, No. 17 (Nov), page 460— 469, 1997.

Parasurarnan A, Valarie Zeithaml & Leonard Berry, “A. Conceptual Mode~ of

Service Quality and its Implication for Future Research,” Journal of Marketing, 49 (Fall), page 41 -50, 1997.

Patterson, Paul G. Lester W. Johnson, & Richard A. Spreng,”Modeling the

Determinants of Customer Satisfaction for Business to Business, Professional Services”, Journal of Acadcrniy of Marketing Science, Vol. 25 No.1 page 4 — 17, 1997.

Pawitra, Teddy,”Kepuasan Pelanggan Sebagai Keunggulan Daya Saing: Konsep,

Pengukuran, dan Implikasi Strategik”, Dalam Pemasaran; Dimense Falsafah, Disiplin dan Keahlian”, Jakarta; Penerbit Seklah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya, 1993.

Page 16: JBM September 2006

13

Tribe, John & Snaith Tim,” From SERVQUAL to HOLSAT; Holiday Satisfaction m Varadero, Cuba”, Tourism Management, Vol.19 No. 1, page 25 —34, Printed in Great Britain, 1998.

Page 17: JBM September 2006
Page 18: JBM September 2006

RASIO KEUANGAN SEBAGAI PREDIKTOR KEGAGALAN PERUSAHAAN DI INDONESIA

Rindu Rika Gamayuni 2

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-tahun sebelum terjadinya kebangkrutan, sehingga dapat diketahui rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Variabel penelitian yang digunakan adalah Net income to total asset ratio, Total debt to total asset ratio, Sales to total asset. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang terdaftar di BEJ dari tahun 1997 – 2005. Perusahaan bangkrut diwakili oleh perusahaan yang di-delisting di BEJ selama periode tahun 2000-2005. Perusahaan tidak bangkrut sebagai sampel pembanding adalah perusahaan yang tidak bangkrut yang sejenis atau dalam bidang usaha yang sama dengan perusahaan yang bangkrut. Pengujian untuk membuktikan hipotesis dilakukan dengan uji beda independent t test, dengan menggunakan alat SPSS (Statistical Package for Social Science).

Hasil pengujian membuktikan bahwa rasio keuangan yang berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut adalah rasio rasio net income to total asset (yaitu dua dan tiga tahun sebelum terjadi kebangkrutan), dan rasio total debt to total asset (yaitu pada dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan). Artinya rasio net income to total asset dan total debt to total asset dapat digunakan untuk memprediksi terjadiya kebangkrutan perusahaan. Sedangkan rasio sales to total asset tidak dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena dari hasil pengujian nilai rasio tersebut tidak berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

I. PENDAHULUAN

Rasio keuangan banyak dipakai oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan terbukti berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun 2 Staf pengajar Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unila

Page 19: JBM September 2006

16

yang tidak sehat (Chen, 1981). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk memprediksi kegagalan suatu usaha antara lain dilakukan oleh Beaver (1966, 1968), Altman (1968, 1984), Blum (1974), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1990-an telah mengakibatkan kegagalan ekonomi dan keuangan. Banyak perusahaan yang mengalami kegagalan usahanya. Oleh karena itu muncul riset-riset di Indonesia untuk menguji apakah rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan suatu usaha. Penelitian tersebut antaralain dilakukan oleh Surifah (1999), Aryati dan Manao (2000), Mongid (2000), dan Wilopo (2000). Penelitian-penelitian tersebut ingin membuktikan apakah rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan bank di Indonesia. Penelitian dilakukan beberapa tahun sebelum terjadinya kegagalan bank. Hasilnya membuktikan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan bank pada beberapa tahun sebelumnya.

Atas dasar berbagai penelitian tersebut, peneliti ingin mengidentifikasikan rasio-rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan perusahaan di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Laporan Keuangan dan Tujuannya

Analisis Laporan Keuangan (Financial statement analysis) terdiri atas aplikasi alat-alat dan teknik-teknik analitis laporan keuangan dan data relevan lainnya untuk menggali informasi yang berfaedah. Analisis laporan keuangan biasanya didasarkan pada laporan keuangan terbitan perusahaan dan informasi ekonomi lainnya tentang perusahaan dan industrinya. Sumber utama informasi ini adalah laporan tahunan. Laporan tahunan terdiri dari laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas), serta laporan tahunan lainnya yang terdiri dari catatan atas laporan keuangan, ringkasan dari metode akuntansi yang digunakan, pembahasan dan analisis manajemen terhadap hasil-hasil keuangan, laporan akuntan, data keuangan komparatif untuk beberapa tahun.

Tujuan pokok analisis keuangan adalah memprediksi kinerja yang akan datang. Walaupun laporan keuangan ini historis sifatnya, namun laporan ini biasanya memberikan indikator-indikator bagaimana sebuah perusahaan kemungkinan berkiprah dalam periode-periode berikutnya. Indikator-indikator ini mungkin saja tidak langsung terbukti, dan pemakai yang berkepentingan perlu menganalisis laporan secara cermat guna memperoleh informasi tertentu yang sesuai dengan tujuan-tujuan mereka. Pengguna informasi keuangan ini adalah

Page 20: JBM September 2006

17

pihak intern dan ekstern perusahaan. Pihak intern adalah manajemen perusahaan, pihak ekstern adalah investor dan kreditor. Pihak ekstern ini menggunakan analisis laporan keuangan untuk meramalkan jumlah pengembalian yang akan diterima dan mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan pengembalian tersebut. Kreditor adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap penilaian likuiditas dan solvabilitas perusahaan, karena kreditor akan memperkirakan menerima sejumlah pengembalian tertentu yang jumlahnya dapat dipastikan, dan memiliki hak klaim pertama atas aktiva. Likuiditas jangka pendek adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi pembayaran hutang-hutang lancar pada saat jatuh tempo. Solvabilitas jangka panjang adalah kemampuan untuk menghasilkan kas dalam jumlah yang cukup untuk membayar hutang-hutang jangka panjang pada saat jatuh tempo. Sedangkan para investor lebih berkepentingan terhadap profitabilitas, deviden, dan harga saham masa depan, karena pembayaran deviden tergantung dari operasi yang menguntungkan, dan kenaikan harga saham tergantung dari penilaian pasar terhadap prospek perusahaan. Para kreditur juga menghitung profitabilitas karena operasi yang menghasilkan laba merupakan sumber utama kas untuk membayar pinjaman.

2.2. Rasio-rasio yang dipergunakan dalam analisis laporan keuangan

Analisis rasio menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data laporan keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu kuantitas dengan kuantitas lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam persentase, tingkat, maupun proporsi tunggal. Rasio merupakan pedoman yang bermanfaat dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau perusahaan-perusahaan lain. Tujuan pokok rasio-rasio ini adalah untuk menyoroti bidang-bidang yang memerlukan investigasi lebih dalam. Banyak rasio yang sudah terstandarisasi, rasio tersebut sudah diakui sebagai indikator yang bermanfaat mengenai kinerja keuangan dan dihitung secara rutin serta dipublikasikan berdasarkan keuangan atau industri oleh perusahaan-perusahaan analisis keuangan.

RASIO-RASIO LIKUIDITAS

Rasio Lancar (Current Ratio)

Aktiva lancar Rasio lancar = ---------------------------------- Kewajiban jangka pendek

Page 21: JBM September 2006

18

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek. Rasio ini sering pula disebut rasio modal kerja (working capital ratio) karena modal kerja merupakan kelebihan aktiva lancar di atas utang lancar. Kreditor jangka pendek sangat peduli dengan rasio lancar ini karena konversi persediaan dan piutang dagang menjadi kas merupakan sumber pokok darinya perusahaan dapat mendulang kas untuk membayar kreditor jangka pendek. Dari sudut pandang kreditor jangka pendek, semakin tinggi rasio lancar perusahaan maka semakin besar pula perlindungannya. Walaupun begitu, perusahaan gampang mempunyai rasio lancar yang tinggi. Rasio lancar yang terlalu tinggi biasanya diakibatkan oleh dimilikinya aktiva lancar yang tidak diperlukan, yang tidak memberikan pendapatan, jumlah dana yng sangat banyak yang terbenam dalam bentuk piutang dagang yang mungkin terbukti tidak tertagih, atau dalam persediaan yang mengandung banyak jenis persediaan yang sudah usang atau lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan normal perusahaan. Rasio lancar sebesar 2 sudah dianggap memuaskan, tetapi perlu dipertimbangkan beberapa faktor antaralain: praktik yang berlaku dalam industri, lamanya siklus operasi perusahaan, dan bauran aktiva lancar perusahaan. Rasio lancar yang terlalu tinggi dalam perusahaan serupa dalam industri yang sama dapat mengindikasikan pengelolaan aktiva lancar yang tidak efiien. Bauran aktiva lancar adalah proporsi berbagai unsur yang membentuk aktiva lancar. Bauran ini akan berdampak pada seberapa cepat aktiva lancar dapat dikonversikan menjadi kas.

Rasio Cepat (Acid Test Ratio) Aktiva cepat Rasio cepat = ------------------------------------- Kewajiban jangka pendek

Rasio cepat menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva cepatnya. Aktiva cepat adalah aktiva yang dapat segera dikonversikan menjadi kas. Rasio ini dihitung dengan membagi jumlah kas, surat berharga, dan piutang dagang bersih dengan kewajiban jangka pendeknya. Rasio cepat merupakan pelengkap penting untuk rasio lancar. Banyak kreditor yang lebih menyukai rasio cepat daripada rasio lancar sebagai ukuran solvensi jangka pendek perusahaan karena rasio cepat tidak menyertakan persediaan dan beban dibayar di muka sebagai dasar aktiva lancarnya, karena persediaan dan beban dibayar di muka merupakan aktiva lancar yang paling tidak likuid.

Page 22: JBM September 2006

19

RASIO-RASIO PROFITABILITAS

Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan leberhasilan perusahaan. Laba, atau kurangnya laba akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan, dan kemampuan perusahaan untuk berubah. Profitabilitas (kemampulabaan) sering dipakai sebagai tes akhir efektifitas opasei manajemen. Profitabilitas perusahaan sangat terkait dengan likuiditasnya karena pendapatan pada akhirnya akan menghasilkan arus kas. Rasio profitabilitas antara lain rasio marjin laba (profit margin ratio), rasio putaran aktiva (asset turnover), rasio imbalan aktiva (return on asset ratio), earning per share (EPS), Price/Earning ratio, dividend yield ratio, dividend Payout ratio.

Profit Margin Ratio

Rasio marjin laba merupakan suatu ukuran persentase dari setiap rupiah penjualan yang menghasilkan laba bersih (net income). Hubungan laba bersih dengan penjualan bersih kerap dipakai untuk mengevaluasi efisiensi perusahaan dalam negendalikan biaya dan beban yang berkaitan dengan penjualan. Kelemahan rasio ini adalah bahwa rasio ini tidak mempertimbangkan investasi (jumlah aset atau ekuitas pemegang saham) yang diperlukan untuk menghasilkan penjualan dan laba.

laba bersih Rasio marjin laba = -------------------------------- Penjualan bersih

Rasio Imbalan Aktiva

Rasio ini mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan laba. Tingkat imbal hasil atas total aktiva dihitung dengan rumus:

Laba bersih --------------------------------- Jumlah rata-rata aktiva

Rasio ini merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan besaran relatif sumber dana tersebut (kreditor jangka pendek, kreditor jangka panjang, pemegang saham, pemegang obligasi). Rasio ini sering digunakan majemen puncak untuk mengevaluasi unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan multidivisional.

Page 23: JBM September 2006

20

Sales to Total Asset Ratio

Rasio penjualan bersih terhadap aktiva adalah ukuran profitabilitas yang menunjukkan seberapa efektif suatu perusahaan menggunakan aktivanya. Atau mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Sebagai contoh, dua perusahaan yang bersaing memiliki aktiva yang sama. Jika penjualan salah satu perusahaan berjumlah dua kali dari perusahaan lainnya, maka perusahaan yang nilai penjualannya lebih besar telah menggunakan aktivanya dengan lebih baik. Dalam menghitung rasio ini sebaiknya setiap invetasi jangka panjang tidak dimasukkan ke dalam total aktiva, karena investasi seperti itu tidak berhubungan dengan operasi normal yang berhubungan dengan penjualan barang dan jasa.

RASIO-RASIO SOLVENSI

Rasio solvensi (solvency ratios) mengukur kemampuan perusahaan untuk bertahan hidup selama jangka waktu yang panjang. Kreditor jangka panjang dan pemegang saham yang berkepentingan dalam solvensi jangka panjang, yaitu kesanggupannya dalam membayar bunga dan pokok pinjamannya pada saat jatuh tempo. Tujuan analisis solvensi jangka panjang adalah mendeteksi sinyal awal bahwa perusahaan sedang berada di ambang kebangkrutan. Krisis moneter yang melanda Indonesia berimbas pada banyaknya perusahaan yang mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Kegagalan atau kerugian besar sebenarnya bisa dicegah kalau saja tersedia informasi yang lebih baik menyangkut solvensi perusahaan. Ada dua rasio yang memberikan informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya yaitu rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) dan rasio waktu perolehan bunga (times interest earned).

Debt to Equity Ratio

jumlah kewajiban Debt to equity ratio = ------------------------------------ Jumlah ekuitas pemilik

Debt to equity ratio melihat struktur keuangan perusahaan dengan mengaitkan jumlah kewajiban dengan jumlah ekuitas pemilik. Rasio ini mengindikasikan sejauhmana perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus membahayakan kepentingan kreditornya. Dari sudut pandang kreditor, jumlah ekuitas dalam struktur permodalan perusahaan dapat dianggap sebagai katalisator, membantu memastikan bahwa terdapat aset yang memadai untuk menutup klaim pihak lain. Rasio yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa klaim pihak lain relatif lebih besar ketimbang aset yang tersedia untuk

Page 24: JBM September 2006

21

menutupnya, meningkatkan resiko bahwa klaim kreditor kemungkinan tidak akan tertutup secara penuh bilamana terjadi likuidasi.

Times Interest Earned Ratio

Laba sebelum beban bunga dan pajak penghasilan TIER = ------------------------------------------------------------------------ Beban bunga

Untuk mengevaluasi lebih lanjut besarnya utang perusahaan, analis dapat mengamati hubungan beban bunga dengan pendapatan. DER yang tinggi dari sebuah perusahaan mengindikasilan pinjaman yang besar, namun bila pendapatannya memadai untuk menutupi beban bunga atas utangnya, maka analis boleh berpendapat bahwa situasinya lumayan menguntungkan.

Mengukur kemampuan untuk membayar hutang jangka panjang

kewajiban total Rasio hutang = ---------------------------- Aktiva total

Menunjukkan persentase aktiva yang dibiayai dengan pinjaman. Jika rasio sebesar 1, maka hutang telah digunakan untuk membiayai semua aktiva. Rasio kewajiban sebesar 0.5 artinya perusahaan telah menggunakan utangnya untuk membiayai setengah aktivanya. Pemilik usaha telah membiayai setengah yang lain. Semakin besar rasio kewajiban, semakin sulit untuk membayar bunga tiap tahun dan jumlah pokoknya saat jatuh tempo. Semakin rendah rasionya, semakin sedikit kewajiban masa depan perusahaan tersebut.

2.3. Perusahaan Delisting di BEJ

Peraturan Delisting di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini menggunakan perusahaan delisting di BEJ sebagai proksi perusahaan yang bangkrut. Perusahaan yang di-delisting dari Bursa Efek Jakarta artinya perusahaan tersebut dihapuskan atau dikeluarkan dari daftar perusahaan di BEJ, dikarenakan alasan-alasan tertentu. Delisting dapat dilakukan atas permintaan perusahaan yang menerbitkan saham atau atas perintah BEJ. Delisting atas perintah BEJ biasanya karena perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban dan aturan yang telah ditetapkan.

Page 25: JBM September 2006

22

Kriteria Delisting

Kriteria delisting adalah sebagai berikut sebagaimana terdapat pada website Jakarta Stock Exchange (www.jsx.co.id):

1. Delisting dapat terjadi atas permintaan perusahaan yang menerbitkan saham atau atas perintah bursa efek. Jika delisting atas perintah bursa efek, maka sebelumnya telah mendapat rekomendasi dari securities listing committee.

2. Delisting atas permintaan perusahaan yang menerbitkan saham hanya dapat terjadi jika telah disetujui dalam general meeting yang dilakukan oleh shareholders, dan pihak perusahaan telah menyelesaikan semua kewajibannya terhadap bursa efek.

3. Permintaan delisting oleh perusahaan penerbit saham harus dikumpulkan 2 bulan sebelum tanggal efektif delisting, berikut alasan delisting dan melampirkan secara detail hasil dari general meeting shareholders.

4. Bursa efek harus mengumumkan rencana delisting paling lambat 30 hari sebelum tanggal efektif delisting.

5. Perusahaan yang terdaftar di bursa akan di-delisting oleh bursa efek jika mengalami kondisi berikut:

a. Selama tiga tahun berturut-turut menderita kerugian keuangan, atau kerugian 50% atau lebih dari modal disetor yang terlihat pada neraca perusahaan pada akhir tahun terakhir.

b. Selama tiga tahun berturut-turut tidak membayar deviden saham secara tunai dan telah 3 kali gagal memenuhi kewajiban obligasi.

c. Total ekuitas shareholders kurang dari 3 milyar rupiah.

d. Jumlah shareholders kurang dari 100 investor dalam tiga bulan berturut-turut. Setiap satu investor atau institusi individu harus memiliki sekurangnya satu unit pedagangan (satu unit perdagangan = 500 saham).

e. Tidak terjadi transaksi selama 6 bulan berturut-turut.

f. Laporan keuangan tidak sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum dan regulasi yang ditetapkan BAPEPAM.

g. Pelanggaran terhadap regulasi pasar modal secara umum dan regulasi bursa efek khususnya.

Page 26: JBM September 2006

23

h. Tindakan perusahaan membahayakan kepentingan publik sehubungan dengan keputusan yang dibuat.

i. Perusahaan mengalami likuidasi disebabkan merger, konsolidasi, bangkrut, pembubaran dana investasi, atau alasan lainnya.

j. Perusahaan dinyatakan bangkrut oleh pengadilan.

k. Perusahaan menghadapi gugatan yang secara material mempengaruhi kondisi dan ketahanan hidup perusahaan.

6. Khusus untuk dana investasi, nilai aktiva bersih mengalami penurunan sampai 50% dari nilai pokoknya disebabkan kerugian operasi.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beaver (1966) melaporkan sebuah studi yang membandingkan masing-masing rasio-rasio perusahaan bangkrut dengan perusahaan yang tidak bangkrut yang dilakukan terhadap kondisi lima tahun sebelum kebangkrutan. Ada lima rasio yang digunakan Beaver dalam memprediksi kegagalan perusahaan, yaitu: cash flow to total debt ratio, net income to total asset ratio, current asset to current liabilities ratio, total debt to total asset ratio, working capital to total asset ratio. Penelitian ini membuktikan bahwa analisa rasio keuangan dapat berguna untuk memprediksi kebangkrutan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Edward I Altman pada tahun 1968, menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis dengan lima jenis rasio keuangan yaitu working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan seles to total asset. Penelitian ini menggunakan sampel 66 perusahaan yang terbagi dua masing-masing 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Hasil studi Altman ternyata mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan. Untuk data dua tahun sebelum kebangkrutan 72%.

Penelitian prediksi kebangkrutan yang lain dilakukan oleh Ohlson (1980) dengan menggunakan model analisa logit kondisional dengan sampel amatan 105 perusahaan bangkrut dan 2058 perushaan tidak bangkrut pada periode 1970 – 1976. Hasilnya menunjukkan bahwa model size merupakan prediktor yang paling penting dalam memprediksi kebangkrutan, dengan ketepatan prediksi untuk seluruh variabel laporan keuangan sebesar 96,3%.

Penelitian di Indonesia berkenaan dengan prediksi kebangkrutan perusahaan dilakukan oleh Surifah (1996) menguji manfaat rasio keuangan dalam

Page 27: JBM September 2006

24

memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Sampel terdiri atas 26 bank bangrut dan 26 bank tidak bangkrut. Alat stasistik yang digunakan model statistik logit. Hasilnya menunjukkan bahwa (a) rata-rata rasio CAMEL bank yang tidak gagal lebih besar dari rata-rata rasio CAMEL bank yang gagal pada tahun-tahun sebelum mengalami kegagalan maupun ketidakgagalan, (b) rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan suatu bank. Aryati (2000) melakukan penelitian yang bertujuan menguji rasio-rasio keuangan yang diukur dengan rasio CAMEL apakah ada perbedaan antara bank sehat dengan bank yang gagal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan untuk data lima tahun sebelum kebangkrutan adalah CAR, RORA, ROA, rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Variabel yang lain yaitu NPM dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional ternyata tidak signifikan. Atas dasar hasil-hasil penelitian terdahulu dan dilandasi teori yang ada maka hipotesis ditetapkan sebagai berikut:

Hipotesis:

Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Page 28: JBM September 2006

25

Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada Rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.

2. Untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.

3. Untuk membandingkan karakteristik rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.

3.2. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan rasio-rasio keuangan mana saja yang dapat memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan, agar bagi pihak intern perusahaan dapat mengambil langkah preventiv yang tepat

2. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para pemakai informasi laporan keuangan seperti para pengambil keputusan agar mempertimbangkan rasio-rasio keuangan dalam berinvestasi

3. Meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan pembaca mengenai manfaat rasio-rasio keuangan.

Page 29: JBM September 2006

26

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis, sumber data, dan metode pengumpulan data

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang telah tersedia di BEJ.

Kriteria pemilihan sampel:

1. Perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut yang terdaftar di BEJ pada tahun 1997 – 2005. Semua perusahaan tersebut tidak dibatasi jenis atau klasifikasi perusahaannya.

Perusahaan bangkrut diwakili oleh perusahaan yang di-delisting di BEJ selama periode tahun 2000-2006.

Perusahaan tidak bangkrut merupakan control group sebagai sampel pembanding. Perusahaan pembanding adalah perusahaan yang tidak bangkrut yang sejenis atau dalam bidang usaha yang sama dengan perusahaan yang bangkrut. Sampel pembanding diambil pada periode yang sama dengan perusahaan bangkrut.

2. Laporan keuangan tersedia lengkap untuk satu sampai tiga tahun terakhir sebelum kebangkrutan.

IV.2. Sampel Penelitian

No. Nama Perusahaan Bangkrut Tahun Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut

1 Bank Global Internasional tbk 2005 Bank Artaniaga Kencana 2 Dankos Laboratories Darya Varia Lab 3 Komatsu Indonesia Texmaco Perkasa Engineering 4 Bank Danpac tbk 2004 Bank Bumiputra Indonesia tbk 5 Bank Pikko tbk BCA tbk 6 Aryaduta Hotels tbk Hotel sahid Jaya 7 Indosiar Visual Mandiri tbk Tempo Inti Media 8 Wahana Jaya Perkasa Asia Plust Industri 9 Bayer Indonesia 2003 Dankos Laboratoies 10 Manly Unitama Finance tbk Siwani Trimitra 11 Procter & Gamble Indonesia Mustika Ratu 12 Tri Polyta Indonesia Budi Acid Jaya 13 Itamaraya Gold Industri tbk Alumindo Light Metal Industry 14 Panca Overseas Finance tbk BBL Dharmala Finance 15 Anwar Sierad tbk 2001 Charoen Phokphan Indonesia 16 Concord Benefit Entertaintment Argo Pantes tbk

Page 30: JBM September 2006

27

No. Nama Perusahaan Bangkrut Tahun Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut

17 Bank Tiara Asia 2000 Bank CIC Internasional 18 Fiskaragung Perkasa tbk Aqua Golden Misissippi 19 Bank PDFCI BNI 20 Putra Surya Multidana tbk Mandiri Intifinance tbk 21 Aster Dharma Industri Astra Graphia tbk

4.3. Variabel Penelitian

1. Net income to total asset ratio

2. Total debt to total asset ratio

3. Sales to total asset

4.4. Teknik pengujian / analisis

Penelitian ini menggunakan alat analisis uji beda yaitu Independent Sampel T test (uji T untuk dua sampel independen). Teknik pengujian sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan uji beda, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian ini untuk menentukan jenis uji beda yang akan dipakai.

2. Jika data tidak normal maka uji beda dilakukan dengan uji beda nonparametrik yaitu Mann- Whitney U test, namun jika data normal maka digunakan uji T. Uji beda dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada beberapa tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.

3. Ho diterima apabila probabilitas > 0.05. Ha diterima apabila probabilitas < 0.05.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Data Rasio Keuangan Perusahaan Bangkrut dan Tidak Bangkrut

Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan bangkrut pada beberapa tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan:

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Bangkrut

Tahun Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA

1 Bank Global Internasional tbk 2005 10/1795 1295/1795 121/1795 2 Dankos Laboratories 34/436 128/436 222/436

Page 31: JBM September 2006

28

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Bangkrut

Tahun Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA

3 Komatsu Indonesia (18)/2587 2125/2587 27/2587 4 Bank Danpac tbk 2004 11/1302 1165/1302 160/1302 5 Bank Pikko tbk (40)/1488 1395/1488 133/1488 6 Aryaduta Hotels tbk 95/284 196/284 91/284 7 Indosiar Visual Mandiri tbk 80/1649 750/1649 152/1649 8 Wahana Jaya Perkasa (30)/1463 605/1463 91/1463 9 Bayer Indonesia 2003 26/453 240/453 430/453 10 Manly Unitama Finance tbk 0.1/97 40/97 1/97 11 Procter & Gamble Indonesia 3/141 36/141 387/141 12 Tri Polyta Indonesia 319/2160 3055/2160 810/2160 13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/62 45/62 15/62 14 Panca Overseas Finance tbk (47)/909 1020/909 10/909 15 Anwar Sierad tbk 2001 (269)/1658 3047/1658 461/1658 16 Concord Benefit Entertaintment (60)/91 558/91 107/91 17 Bank Tiara Asia 2000 (437)/4389 3891/4389 445/4389 18 Fiskaragung Perkasa tbk (54)/622 396/622 167/622 19 Bank PDFCI 23/1808 1438/1808 250/1808 20 Putra Surya Multidana tbk 406/2184 2606/2184 353/2184 21 Aster Dharma Industri (86645)/292564 386643/292564 46879/292564

Tahun 2 tahun sebelum bangkrut

No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA 1 Bank Global Internasional tbk 2005 10/2245 1749/2245 225/2245 2 Dankos Laboratories 97/772 404/772 875/772 3 Komatsu Indonesia 30/690 85/690 408/690 4 Bank Danpac tbk 2004 3/818 697/818 74/818 5 Bank Pikko tbk (24)/495 1394/495 88/495 6 Aryaduta Hotels tbk 19/278 193/278 57/278 7 Indosiar Visual Mandiri tbk 94/1014 442/1014 431/1014 8 Wahana Jaya Perkasa (11)/1774 1672/1774 105/1774 9 Bayer Indonesia 2003 5/408 233/408 502/408 10 Manly Unitama Finance tbk 1/97 39/97 5/97 11 Procter & Gamble Indonesia 4/203 97/203 116/203 12 Tri Polyta Indonesia 471/(2994) 3974/(2994) 964/(2994) 13 Itamaraya Gold Industri tbk (5)/68 52/68 36/68 14 Panca Overseas Finance tbk (47)/909 1020/909 10/909 15 Anwar Sierad tbk 2001 337/921 2351/921 379/921 16 Concord Benefit Entertaintment 11/95 435/95 96/95 17 Bank Tiara Asia 2000 (457805(/5998360 6263393/5998360 473344/5998360 18 Fiskaragung Perkasa tbk (316574/766479) 585343/766479 64733/66479 19 Bank PDFCI (199853)/4029745 4009246/4029745 171802/4009246 20 Putra Surya Multidana tbk (3108893)/3650029 6001428/3650029 3650029/435640 21 Aster Dharma Industri (86645)/292564 386643/292564 46879/292564

3 tahun sebelum bangkrut

No. Nama Perusahaan Bangkrut Tahun Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA

1 Bank Global Internasional tbk 2005 2/1748 1410/1748 114/1748 2 Dankos Laboratories 49/653 397/653 486/653

Page 32: JBM September 2006

29

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Bangkrut

Tahun Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA

3 Komatsu Indonesia 4/626 82/626 292/626 4 Bank Danpac tbk 2004 11/791 674/791 94/791 5 Bank Pikko tbk (1)/1109 993/1109 49/1109 6 Aryaduta Hotels tbk (3)/293 208/293 82/293 7 Indosiar Visual Mandiri tbk 115/899 644/899 589/899 8 Wahana Jaya Perkasa (79)/1837 1598/1837 143/1837 9 Bayer Indonesia 2003 65/329 140/329 502/329 10 Manly Unitama Finance tbk 1/78 40/78 7/78 11 Procter & Gamble Indonesia 72/175 90/175 458/175 12 Tri Polyta Indonesia (408)/2133 2383/2133 1193/2133 13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/71 36/71 46/71 14 Panca Overseas Finance tbk 28/277 400/277 30/277 15 Anwar Sierad tbk 2001 (2092625)/1302860 371323/1302860 474239/1302860 16 Concord Benefit Entertaintment (256033)/156004 500474/156004 107253/156004 17 Bank Tiara Asia 2000 30.1/2554 2267/2554 286/2554 18 Fiskaragung Perkasa tbk 80.2/510 77/510 252/77 19 Bank PDFCI 42.3/2591 2207/2591 249/2591 20 Putra Surya Multidana tbk 105.1/2723 1478/2723 313/2723 21 Aster Dharma Industri (3.2)/148 104/148 131/148

Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan tidak bangkrut sebagai sampel pembanding:

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Tahun

Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA 1 Bank Artaniaga Kencana 2005 4/924 811/924 49/924 2 Darya Varia Lab 34/436 128/436 222/436 3 Texmaco Perkasa Engineering (18)/2587 2125/2587 27/2587 4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 16/3277 822/3277 334/3277 5 BCA tbk 1667/127609 109393/122609 10399/122609 6 Hotel sahid Jaya 27/778 600/778 66/778 7 Tempo Inti Media (11)/127 41/127 80/127 8 Asia Plust Industri 1/293 146/293 117/293 9 Dankos Laboratoies 2003 49/653 397/653 486/653 10 Siwani Trimitra 6/319 211/319 2/319 11 Mustika Ratu 15/311 76/311 125/311 12 Budi Acid Jaya 25/961 772/961 399/961 13 Alumindo Light Metal Industry 2002 46/1095 706/1095 913/1095 14 BBL Dharmala Finance 27/909 1169/909 102/909 15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 87/1832 1176/1832 2045/1832 16 Argo Pantes tbk (337)/2674 2974/2674 791/2674 17 Bank CIC Internasional 2000 1/2218 2043/2218 360/2218 18 Aqua Golden Misissippi 13/204 134/204 294/204 19 BNI (4618)/108846 101226/108846 7919/108846 20 Mandiri Intifinance tbk (12)/126 199/126 12/126

Page 33: JBM September 2006

30

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Tahun

Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA 21 Astra Graphia tbk 211319/1565758 1256624/1565758 741888/1565758

2 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Tahun Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA

1 Bank Artaniaga Kencana 2005 3/928 822/928 92/928 2 Darya Varia Lab 42/400 132/400 303/400 3 Texmaco Perkasa Engineering (18)/2587 2125/2587 27/2587 4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 *9/2055 1829/2055 175/2055 5 BCA tbk (24)/1495 1394/1495 88/1394 6 Hotel sahid Jaya 91/784 611/784 41/784 7 Tempo Inti Media (5)/112 15/112 39/112 8 Asia Plust Industri 1/301 25/53 96/301 9 Dankos Laboratoies 2003 55/541 336/541 568/541 10 Siwani Trimitra (3)/323 211/323 3/323 11 Mustika Ratu 23/279 44/279 166/279 12 Budi Acid Jaya 13/982 791/982 595/982 13 Alumindo Light Metal Industry 2002 17/1041 676/1041 895/1041 14 BBL Dharmala Finance (107)/890 1081/890 88/890 15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 144/2300 1841/2300 1764/2300 16 Argo Pantes tbk (70)2701 2777/2701 819/2701 17 Bank CIC Internasional 2000 316/1884856 1728921/1884856 284478/1884856 18 Aqua Golden Misissippi 9634/181028 130195/181028 252269/181028 19 BNI 70677/124135188 120662910/124135188 8234309/124135188 20 Mandiri Intifinance tbk (42018)/259969 257248/259969 11520/259969 21 Astra Graphia tbk 211319/1565758 1256624/1565758 90384/1565758

3 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Tahun

Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA 1 Bank Artaniaga Kencana 2005 4/779 672/779 56/779 2 Darya Varia Lab 36/403 204/403 311/403 3 Texmaco Perkasa Engineering (6)/4556 5392/4556 60/4556 4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 159/23703 21007/23703 2044/23703 5 BCA tbk 1866/99980 91046/99980 10593/99980 6 Hotel sahid Jaya (26)/806 683/806 123/806 7 Tempo Inti Media 8/117 12/117 37/117 8 Asia Plust Industri 5.65/238 79/238 120/238 9 Dankos Laboratoies 2003 37/457 297/457 397/457 10 Siwani Trimitra (1)/151 189/151 4/151 11 Mustika Ratu 28/273 50/273 145/273 12 Budi Acid Jaya (40)/879 646/879 282/879 13 Alumindo Light Metal Industry 2002 58/938 561/938 659/938 14 BBL Dharmala Finance (44)/1154 1345/1154 117/1154 15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 (368301)/2059546 2099191/2059546 1171955/2059546 16 Argo Pantes tbk (354005)/3125849 3515739/3125849 1208744/3125849 17 Bank CIC Internasional 2000 17/809 649/809 95/809 18 Aqua Golden Misissippi 85/121 79/121 150/121 19 BNI 283.8/44426 41287/44426 3590/44426

Page 34: JBM September 2006

31

1 tahun sebelum bangkrut No. Nama Perusahaan Tahun

Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA 20 Mandiri Intifinance tbk 3.4/248 177/248 25/248 21 Astra Graphia tbk 5.8/847 686/847 521/847

5.2. Deskriptif Data Rasio Perusahaan Bangkrut dan Tidak Bangkrut pada Beberapa Tahun Sebelum terjadi Kebangkrutan

Group Statistics

Rasio Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Bangkrut 21 2.4286E-03 .19387 4.2306E-02 NITA1 tidak bangkrut 21 2.4714E-02 5.7072E-02 1.2454E-02 bangkrut 21 1.07100 1.22483 .26728 TDTA1 tidak bangkrut 21 .74376 .33409 7.2904E-02 bangkrut 21 .37557 .61998 .13529 SLTA1 tidak bangkrut 21 .38300 .38941 8.4976E-02 bangkrut 21 -5.53333E-02 .23899 5.2152E-02 NITA2 tidak bangkrut 21 1.5667E-02 7.2680E-02 1.5860E-02 bangkrut 21 1.05133 1.15804 .25271 TDTA2 tidak bangkrut 21 .74162 .27686 6.0416E-02 bangkrut 21 .75762 1.79530 .39177 SLTA2 tidak bangkrut 21 .36838 .40003 8.7294E-02 bangkrut 21 -.11290 .51534 .11246 NITA3 tidak bangkrut 21 3.7714E-02 .16548 3.6111E-02 Bangkrut 21 .79714 .63214 .13794 TDTA3 tidak bangkrut 21 .77462 .31114 6.7896E-02 Bangkrut 21 .64438 .85589 .18677 SLTA3 tidak bangkrut 21 .36586 .33552 7.3216E-02

Keterangan:

NITA 1 : Net income to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut TDTA1 : Total debt to total asset Ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut SLTA 1 : Sales to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut

NITA 2 : Net income to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut TDTA 2 : Total debt to total asset Ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut SLTA 2 : Sales to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut

NITA 3 : Net income to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut TDTA 3 : Total debt to total asset Ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut SLTA 3 : Sales to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut

Page 35: JBM September 2006

32

5.2.1. Deskriptif data Net income to total asset ratio

Net income to total asset ratio menunjukkan tingkat pengembalian aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan laba. Pada perusahaan bangkrut nilai rata-rata NITA tiga tahun sebelum bangkrut sebesar – 0,1, dua tahun sebelum bangkrut –0,05, satu tahun sebelum bangkrut 0,002. Nilai ratio mines disebabkan nilai rata-rata net income perusahaan yang bangrut nilainya mines, artinya perusahaan bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga tahun sebelum bangrut. Nilai ini lebih kecil daripada nilai rata-rata NITA perusahaan yang tidak bangkrut. Pada perusahaan tidak bangkrut nilai rata-rata NITA tidak mines. Pada tiga tahun sebelum bangkrut nilai rata-rata NITA 0,038, dua tahun sebelum bangkrut 0,0158, satu tahun sebelum bangkrut 0,025.

5.2.2. Deskriptif data Total debt to total asset Ratio

Rasio ini menjelaskan proporsi aktiva perusahaan yang telah dibiayai dengan hutang. Pada perusahaan bangkrut, nilai rata-rata TDTA tiga tahun sebelum bangkrut nilainya 0,644, dua tahun sebelum bangkrut 1,051, satu tahun sebelum bangkrut 1,071. Nilai TDTA lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih besar dari aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan bangkrut maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang perusahaan. Nilai TDTA semakin mendekati tahun bangkrut nilainya semakin besar, artinya hutang semakin besar. Semakin besar aktiva yang dibiayai dengan hutang. Hal ini ini tidak baik karena semakin besar rasio ini, perusahaan akan semakin sulit untuk membayar bunga tiap tahun dan jumlah pokoknya saat jatuh tempo. Semakin rendah rasionya, semakin sedikit kewajiban masa depan perusahaan tersebut. Jika perusahaan memiliki hutang yang banyak, atau rasio TDTA yang tinggi, biasanya para kreditur mengenakan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap pinjaman baru perusahaan, yang artinya perusahaan akan semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman.

Pada perusahaan tidak bangkrut nilai TDTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,366, dua tahun sebelum bangkrut 0,742, satu tahun sebelum bangkrut 0,744. Semakin mendekati tahun kebangkrutan, nilai TDTA juga semakin besar tetapi nilainya masih dalam tahap wajar.

5.2.3. Deskriptif data Sales to total asset ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Pada perusahaan bangkrut nilai rata-rata SLTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,644, dua tahun sebelum bangkrut 0,758, satu tahun sebelum bangkrut 0,376. Pada perusahaan tidak bangkrut, nilai

Page 36: JBM September 2006

33

SLTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,365, dua tahun sebelum bangrut 0,368, satu tahun sebelum bangkrut 0,383.

5.3. Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil uji beda dengan Independent Sample t test antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Variabel F Sig Kesimpulan NITA 1 3.969 0.053 Hipotesis ditolak TDTA 1 2.665 0.110 Hipotesis ditolak SLTA 1 0.351 0.557 Hipotesis ditolak NITA 2 5.027 0.031 Hipotesis diterima TDTA 2 7.257 0.010 Hipotesis diterima SLTA 2 2.286 0.138 Hipotesis ditolak NITA 3 4.838 0.034 Hipotesis diterima TDTA 3 1.002 0.323 Hipotesis ditolak SLTA 3 3.891 0.055 Hipotesis ditolak

5.3.1. Pengujian Rasio Net income to Total Asset satu sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.053. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.031. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Page 37: JBM September 2006

34

Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.034. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

5.3.2 Pengujian Rasio Total debt to total asset satu sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.110. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.01. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.323. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Page 38: JBM September 2006

35

5.3.3 Pengujian Rasio Sales to total asset satu sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.557. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.138. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.055. Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pengolahan uji data diperoleh hasil bahwa pada beberapa tahun sebelum terjadi kebangkrutan, rasio keuangan yang memiliki perbedaan signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut adalah rasio net income to total asset (yaitu dua dan tiga tahun sebelum terjadi kebangkrutan), dan rasio total debt to total asset (yaitu pada dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan).

Artinya rasio net income to total asset dapat digunakan untuk memprediksi terjadiya kebangkrutan perusahaan karena nilainya berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Pada perusahaan bangkrut, satu sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan, nilai rata-rata net income mines, artinya perusahaan bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga

Page 39: JBM September 2006

36

tahun sebelum bangkrut. Hal ini menyebabkan rasio net income to total asset mines.

Rasio total debt to total asset pada dua tahun sebelum kebangkrutan juga berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut artinya rasio ini dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Pada perusahaan bangkrut, rasio TDTA pada satu sampai dua tahun sebelum bangkrut nilainya lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih besar dari aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan bangkrut maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang perusahaan. Pada perusahaan tidak bakrut nilai TDTA masih dalam tahap wajar.

Investor maupun manajemen perusahaan dapat melihat kondisi perusahaan melalui nilai rasio ini. Bagi pihak manajemen, rasio ini digunakan sebagai early warning atau peringatan awal untuk dapat memperbaiki kondisi perusahaan agar jangan sampai terjadi kebangkrutan. Bagi pihak investor agar berhati-hati jika hendak menanamkan modalnya pada perusahaan, dapat mengevaluasi rasio keuangan perusahaan terlebih dahulu.

Rasio SLTA tidak berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut, artinya rasio ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, E., “Financial Ratio Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy”, Journal of Finance, Vol XXIII, No.4, Sept, 1968.

Aryati dan Manao, “Rasio Keuangan sebagai Prediktor Bank Bermasalah di Indonesia” , Seminar Nasional Akuntansi, Jakarta, 2000.

Beaver, W., “Financial Ratios as Predictors of Failure, Empirical Research in Accounting: Selected Studies”, Supplement, Vol. 5, Journal of Accounting Research, 1966.

Belkaoui, Ahmed, 1998, Accounting Theory, Penerjemah Marwata, dkk., Salemba Empat, Jakarta.

Dajan, Anto, 1996, Pengantar Metode Statistik. Edisi kesebelas. LP3ES, Jakarta.

IAI, 1999, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

Page 40: JBM September 2006

37

Hongren, dkk., Akuntansi di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Machfoedz, M., “Financial Ratios Analysis and the Prediction of Earning Changes in Indonesia”. Kelola, No. 7/III, 1994.

Mongid, “Accounting Data and bank Failiure”, Seminar Nasional Akuntansi, Jakarta, 2000.

Niswonger, Fess, Warren, 1993, Prinsip-prinsip Akuntansi, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Ohlson, J.A, “Financial Ratios and The Prediction of Corporate Bankcruptcy” , Journal of Accounting Research, Spring, 1980.

Wilopo,” Prediksi Kebangkrutan Bank”, Seminar Nasional Akuntansi, Jakarta, 2000.

Simamora, Henry, Akuntansi: Basis Pengambilan Keputusan Bisinis, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Sutanto, Singgih,1999, SPSS: Mengolah Data Statistik secara Profesional, PT Elex Medis Komputindo, Jakarta.

Page 41: JBM September 2006
Page 42: JBM September 2006

INDENTIFIKASI POTENSI RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Moneyzar Usman3

ABSTRAK Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana tersebut relatif terbatas.

Penerimaan daerah merupakan hal penting dalam membangun kemandirian finansial, maka diperlukan upaya untuk menggali kemungkinan yang dapat ditindak lanjuti dengan tidak membebani ekonomi masyarakat. Hasil pengamatan diperkirakan ada tiga kelompok retribusi yang akan dikaji lebih mendalam dan menyeluruh yang terkait dengan dinas kesehatan, pasar, dan perhubungan.

Atas dasar tersebut dan dengan memperhatikan pertimbangan letak geografis Kabupaten Lampung Selatan yang sangat strategis maka Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Selatan memandang perlu melakukan Idetifikasi Potensi Penerimaan Retribusi utama di kabupaten Lampung Selatan.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pola Umum Pembangunan Nasional merupakan program pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu, berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil makmur yang merata materil dan spirituil. Upaya merealisasikan tujuan tersebut pada tingkat pusat dijabarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

3 Staf pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan FE Unila

Page 43: JBM September 2006

40

Negara (RAPBN) sedangkan di propinsi dijabarkan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). APBN dan APBD menjadi landasan operasional bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk melaksanakan pembangunan. Dengan demikian pembangunan nasional maupun daerah menjadi rangkaian program yang dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan (continouse improvment) yang membutuhkan pendanaan besar, sementara dana yang tersedia sangat terbatas.

Seiring dengan pelaksanaan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah daerah harus dapat menyesuaikan terutama dengan terjadinya perubahan paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi yang substansinya adalah demokratisasi dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan jalannya pemerintahan.

Konsekuensi dari UU No 32 tahun 2004 adalah “Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain”. Hal ini berarti eksistensi dan prospek daerah kembali pada inisiatif, kreativitas dan inovasi daerah dalam menggalang dan mendayagunakan berbagai potensi aset dan akses ke arah yang lebih produktif dan ekonomis.

Otonomi daerah menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah. Kesiapan dan keseriusan dalam melaksanakan otonomi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan melaksanakan otonomi daerah. Ketersediaan dana pembangunan menjadi permasalahan umum yang dihadapi dalam melaksanakan otonomi daerah. Sesuai dengan paradigma otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang yang luas dalam mengatur penggunaan dana pembangunan, termasuk didalamnya adalah menggali sumber-sumber penerimaan dana atau pendapatan daerah.

Sesuai dengan Undang-undang No.33 Tahun 2004, pada dasarnya pendapatan daerah dikelompokan menjadi :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak, retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD.

2. Dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah

3. Pinjaman daerah

4. Lain-lain pendapatan daerah yang syah

Page 44: JBM September 2006

41

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana tersebut relatif terbatas.

Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, pemerintah daerah dituntut memiliki kejelian, inovasi dan kreatifitas dalam melihat dan menggali sumber-sumber potensial dalam rangka meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam kerangka otonomi daerah memegang peranan penting terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran publik.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki letak yang cukup menguntungkan karena kedekatannya dengan ibu kota negara dan penyangga Kota Bandar Lampung. Dampak positif dari letak ini adalah spread effect ekonomis dan informatif. Posisi geografis yang strategis memberi dampak ekonomis yang cukup tinggi karena di wilayah timur sebagai pintu gerbang pulau Sumatera dari pulau Jawa sehingga lalu lintas barang, dan orang melalui kabupaten ini cukup tinggi. Melihat potensi ini berbagai jenis layanan dapat disediakan untuk mendapatkan penghasilan bagi daerah. Jenis layanan apa yang patut disediakan sangat tergantung dengan kemampuan melakukan desain dengan harapan layanan tersebut tetap memenuhi syarat cost recovery namun tetap pula memenuhi syarat-syarat kepatutan, tidak membangun kembali high cost economy, selaras dengan rasa keadilan dipelihara sehingga memberi dampak menyenangkan (feel benefit).

Dana yang diperlukan untuk membangun sistem penerimaan daerah melalui percepatan perputaran uang cukup besar. Hasil kajian sementara terlihat bahwa peningkatan penerimaan daerah terutama dari restribusi belum optimal. Pada tahun 2004 PAD Lampung Selatan mencapai 93,72 persen dari target yang ditetapkan sebanyak Rp 12,73 Milyar. Sementara pencapaian restribusi utama mencapai 106,75 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 2,05 Milyar. Perkembangan rencana anggaran tahun 2004 turun sebesar 16,04 persen dibanding dengan realisasi anggaran PAD tahun sebelumnya (tahun 2004).

Rencana anggaran restribusi utama yang direncanakan pemerintah daerah turun sebesar 6,24 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi restribusi utama tahun 2004 terhadap PAD pada tahun yang sama sebesar 2,79 persen.

Karena penerimaan daerah merupakan hal penting dalam membangun kemandirian finansial, maka diperlukan upaya untuk menggali kemungkinan yang dapat ditindak lanjuti dengan tidak membebani ekonomi masyarakat.

Page 45: JBM September 2006

42

Hasil pengamatan diperkirakan ada tiga kelompok retribusi yang akan dikaji lebih mendalam dan menyeluruh yang terkait dengan dinas kesehatan, pasar, dan perhubungan:

1. Retribusi yang terkait dengan Dinas Kebersihan :

(a) Retribusi pelayanan persampahan (perda no. 14 tahun 2001)

(b) Retribusi penyedotan tinja (perda nomor. 19 tahun 2000)

2. Retribusi yang terkait dengan Dinas Pasar :

(a) Retribusi Pasar (perda nomor. 9 tahun 2001)

(b) Retribusi izin peruntukan penggunaan tanah (sewa

toko/kios/los/hamparan diatur perda no. 11 tahun 2001).

(c) Retribusi Kebersihan dilingkungan pasar (perda nomor.10 tahun 2001).

3. Retribusi yang berkaitan dengan Dinas Perhubungan terdiri dari :

(a) Retribusi Terminal (perda Nomor 16 tahun 2000)

(b) Retribusi Parkir :

Retribusi Parkir di pinggir jalan umum (ketetapan bupati)

Retribusi Parkir ditempat khusus (perda No 15 tahun 2000)

(c) Retribusi Izin Trayek (perda Nomo. 17 tahun 2000)

(d) Retribusi Pengujian Kendaraan bermotor (perda no 20/2001)

(e) Retribusi yang terkait dengan pelabuhan penyeberangan Bakauheni (retribusi jasa peron dan parkir dalam wilayah pelabuhan)

Berkenaan dengan hal ini Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan memandang perlu melakukan identifikasi potensi peningkatan penerimaan retribusi utama dikabupaten Lampung Selatan.

I.2. Tujuan

Tujuan kegiatan yang ingin dicapai ialah :

1. Teridentifikasinya retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

Page 46: JBM September 2006

43

2. Mengukur potensi retribusi utama di kabupaten Lampung Selatan

3. Menentukan besaran estimasi penerimaan retribusi di Kabupaten Lampung Selatan.

1.3 Keluaran/Output

Secara keseluruhan keluaran/ouput kegiatan ini ialah laporan kajian identifikasi jenis retribusi dalam bentuk hasil kajian berupa:

1. Teridentifikasinya potensi retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

2. Terukurnya potensi retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

3. Terukurnya besaran estimasi penerimaan retribusi dari masing-masing potensi yang dikaji disertai dengan rencana tindakan.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Lingkup Pekerjaan

a. Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan diseluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan

b. Lingkup Kajian

Lingkup Kajian ini adalah :

1. Melakukan survei atas subyek dan obyek retribusi utama dalam rangka mengukur potensi dan penetapan target retribusi di Kabupaten Lampung Selatan.

2. Menyusun rekomendasi untuk mendukung pengembangan penerimaan retribusi daerah.

2.2 Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini memerlukan waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kerja atau setara dengan 6 (enam) bulan. Jadwal Terlampir.

Page 47: JBM September 2006

44

2.3. Analisis Data

Estimasi Besaran Retribusi melalui dua perdekatan :

(1). Model pertama : Definitional Equation (persamaan identitas)

Eti = Pi x Qi (estimasi optimis)

Eti = Estimasi Penerimaan retribusi jenis i Pi = Tarif persatuan retribusi jenis i.

Qi = Kuantitas potensi utama retribusi jenis i periode mendatang

Catatan : (i = 1, 2, …n)

(2). Model kedua : Behavioral Equation ( analisis regresi) dan trend method (analisis tren)

a) Ey = ƒ (Qi) Ey =b0 + b1Q1 + b2Q2 + …… + bnQn

Eri = b0 + b1 Qi

b0 = Parameter konstanta

b1 = Koefisien pengaruh Variabel potensi utama

Qi = Kuantitas potensi utama restribusi jenisi, periode yang lalu.

Qi = Kuantitas potensi utama restribusi jenis i periode mendatang

EY = Penerimaan restribusi jenis i periode yang lalu

Eri = Estimasi penerimaan restribusi jenis “i” (estimasi rendah)

Catatan : (i = 1, 2, …n)

b) Analisis Trend Linear

Q = f (t)

Q = a0 + at

Keterangan : Q = Variabel yang di estimasi

t = Variabel waktu

Λ

Λ

Page 48: JBM September 2006

45

2.5 Sistem Pelaporan

Output yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya dokumen kajian identifikasi potensi restribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

Sistim pelaporan kegiatan ini terdiri atas 4 (empat) tahap pelaporan yaitu:

- Laporan Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang dilakukannya Kajian identifikasi potensi restribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan serta rencana kegiatan yang akan dilakukan tahap berikutnya.. Laporan Pendahuluan dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar.

- Laporan Kemajuan, berisikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahap awal, hasil kegiatan serta rencana kegiatan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya. Laporan Kemajuan dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar.

- Laporan Akhir, merupakan laporan final tahapan kegiatan secara keseluruhan Laporan Akhir dibuat sebanyak 15 (lima belas) eksemplar.

- Executive Summary, merupakan summary dari laporan final, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.

III. PEMBAHASAN

Retribusi dari Dinas Kebersihan di Kabupaten Lampung Selatan dituangkan dalam 2 (dua) PERDA yaitu :

a. Retribusi pelayanan persampahan (perda No 14 Tahun 2000)

b. Retribusi penyedotan Tinja (perda No 19 Tahun 2000)

Pada tahun 2004, ada 5 (lima) kecamatan diwilayah Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi simpul potensi retribusi dinas kebersihan yaitu :

a. Kalianda

b. Penengahan

c. Sidomulyo

d. Tanjung Bintang dan

e. Natar

Page 49: JBM September 2006

46

Retribusi kebersihan yang cukup potensial baik dari upaya pelayanan persampahan ataupun penyedotan tinja teridentifikasi dari 3 (tiga) objek retribusi yaitu :

a. Bangunan sosial sebanyak 1.585 Unit

b. Bangunan Industri sebanyak 307 Unit

c. Bangunan Tempat Tinggal sebanyak 78.631 Unit

Secara rinci digambarkan pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Jumlah Bangunan Sosial, Industri, dan Bangunan Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Pelayanan Persampahan dan Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004

No Kecamatan Bangunan

Sosial (unit) *

Bangunan Industri

(unit)

Bangunan Tempat

Tingal (unit) Total (Unit) %

1 Kalianda 211 56 14,700 14,967 19 2 Penengahan 200 16 9,648 9,864 12 3 Sidomulyo 340 108 16,008 16,456 20 4 Tanjung Bintang 365 51 10,833 11,249 14 5 Natar 469 76 27,442 27,987 35

Jumlah 1,585 307 78,631 80,523 100 Rata-rata 317 61 15,726 16,105

Sumber : Lampung Selatan dalam Angka, 2005

Dengan memperhatikan objek retribusi kebersihan, bangunan tempat tinggal adalah potensi retribusi yang sangat penting (78.631 unit) meskipun sifat dan karakternya sangat bervariasi. Dari ketiga identifikasi potensi retribusi ini, Kecamatan Natar memiliki prosentase yang tertinggi dari kecamatan lainnya yaitu 35 persen dan secara berurutan diikuti oleh Kecamatan Sidomulyo dan Kalianda. Keadaan ini memang ditunjukkan dengan karakter populasi yang tinggi serta daerah ini merupakan pusat aktivitas kegiatan ekonomi.

1. Identifikasi Potensi Retribusi Persampahan

Penerimaan retribusi dari persampahan di Kabupaten Lampung Selatan diperoleh dari 3 (tiga) identifikasi golongan retribusi yaitu dari :

a. Rumah Tangga b. Rumah teratur dan c. Perkantoran

Page 50: JBM September 2006

47

Tabel 4.2 Realisasi Retribusi Sampah Menurut Golongan Bangunan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2001 – 2004

Persentase Kontribusi (%) Tahun Rumah

Tangga Rumah teratur Perkantoran dll Industri Total (Rp)

2001 (2.07) (9.64) (15.06) (73.33) 144,997,500 2002 (2.58) (11.72) (14.64) (71.05) 174,733,028 2003 (3.58) (15.35) (14.04) (67.03) 175,858,050 2004 (11.73) (15.49) (10.83) (61.95) 189,209,939

Jumlah (19.96) (52.20) (54.57) (273.36) Rata-rata (4.99) (13.05) (13.64) (68.34)

Sumber : 1. APBD Kabupaten Lampung Selatan tahun 2004 2. Laporan Dinas Kebersihan Lampung Selatan Tahun 2004

Selama 4 (empat) tahun (2001-2004) rata-rata kontribusi retribusi sampah yang terbesar diperoleh dari golongan industri. Setiap tahunnya sebesar 68,34 persen, setelah itu dari perkantoran dan rumah teratur yang relatif rata-rata hampir sama besar yakni 13 persen. Setiap tahun jenis retribusi ini realisasinya terus meningkat dari Rp144.997.500 tahun 2001 menjadi Rp189.209.939 pada tahun 2004. Khususnya ditahun 2004 ada peningkatan yang signifikan. Realisasi retribusi (sampah) dari rumah tangga yang mencapai 11,73 persen jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sebesar 3,58 persen pada tahun 2003.

Realisasi retribusi dari persampahan di Kabupaten Lampung Selatan selama 5 (lima) tahun terakhir (2000-2004) pencapaianya telah melampaui target yang ditentukan seperti yang terlihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3. Target dan Realisasi Retribusi Persampahan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 1998 - 2004

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) % Pencapaian Target 1997/1998 125,000,000 83,511,000 66.81 1998/1999 78,600,000 48,386,500 61.56

2000 69,000,000 71,415,000 103.50 2001 97,004,000 114,947,500 118.50 2002 170,972,000 174,733,028 102.20 2003 174,846,000 175,858,050 100.58 2004 188,121,050 189,209,939 100.58

Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Meskipun realisasi penerimaan retribusi persampahan telah melampaui target namun dasar penentuan target masih dikatagorikan dalam ukuran yang

Page 51: JBM September 2006

48

dibenarkan, sebab kelebihan realisasi retribusi dalam batas normal (tidak melampaui 10 persen) dari target semula.

Hal yang menarik dalam kajian identifikasi dan estimasi potensi adalah bahwa telah terjadi pergeseran retribusi sampah menurut golongan bangunan pada tahun 2004. Pada tahun ini meski realisasi retribusi sebesar Rp.189.209.939 yang melampaui target Rp.188.121.050 sesungguhnya potensi golongan industri yang semula menjadi andalan kontribusinya turun dari 67,03 persen tahun 2003 menjadi 61,95 persen pada tahun 2004. Demikian juga retribusi dari perkantoran, 14,04 persen tahun 2003 menjadi 10,83 persen tahun 2004. Retribusi sampah dari golongan rumah tangga memiliki kontribusi yang cukup besar dari 3,58 persen tahun 2003 menjadi 11,73 persen tahun 2004.

Perkembangan dan realisasi retribusi persampahan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 1997/1998 sampai dengan tahun 2004 sangat berfluktuatif, seperti digambarkan pada Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4. Perkembangan dan Realisasi Retribusi Persampahan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 1998 - 2004

Tahun Realisasi (Rp) % Perkembangan 1997/1998 83,511,000 - 1998/1999 48,386,500 -42.06

2000 71,415,000 47.59 2001 114,947,500 60.96 2002 174,733,028 52.01 2003 175,858,050 0.64 2004 189,209,939 7.59

Jumlah 126.74 Rata-rata 18.11

Sumber : Laporan Dinas Kebersihan, 2004

Perkembangan dan realisasi retribusi sampah (Tabel 4.4.) relatif kecil. Rata-rata selama enam tahun hanya berkembang 18,11 persen,. Indikasi ini menunjukkan penerimaan retribusi sampah yang terealisasi dari seluruh potensi yang ada belum optimal bahkan pemberdayaannya cendrung menurun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2003 penurunan retribusi hampir setengahnya yaitu hanya 0,64 persen saja. Indikasi ini disebabkan kontribusi retribusi sampah dari industri meski masih dominan akan tetapi terus menurun dari 71,05 persen tahun 2002 menjadi 67,03 persen tahun 2003. Perkembangan realisasi retribusi persampahan yang cukup berarti hanya pada tahun 2001 sebesar 60,96 persen dan tahun 2002 sebesar 52,01 persen.

Page 52: JBM September 2006

49

2. Identifikasi Potensi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan

Pada Tabel 4.5 Target dan realisasi retribusi penyedotan tinja di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2000 sampai dengan 2004 relatif sangat kecil.

Tabel 4.5 Target dan Realisasi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2000 – 2004

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) % Pencapaian Target 2000 3,000,000 1,958,000 65.27 2001 3,000,000 3,000,000 100.00 2002 5,000,000 2,600,000 52.00 2003 6,000,000 6,000,000 100.00 2004 6,000,000 5,000,000 83.33

Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Retribusi kebersihan dari penyedotan tinja di Kabupaten Lampung Selatan belum tergali secara optimal. Ini terindikasi dari kecilnya nilai retribusi yang ditargetkan dan rendahnya realisasi selama 5 (lima) tahun (2000 – 2004)

Pelayanan jasa ini hanya tahun 2001 dan tahun 2003 realisasinya mencapai target sedangkan tahun 2000 dan 2003 jauh dibawah target, masing-masing 65,27 persen, 52 persen dan 83,33 persen yang dibawah batas toleransi 90 persen.

Dari sejumlah bangunan sosial, bangunan industri, rumah tangga, rumah teratur serta fasilitas umum dilima kecamatan terbesar di Kabupaten Lampung Selatan perkembangan dan pertumbuhannya sangat pesat. Potensi jasa publik masih memiliki peluang untuk dapat ditingkatkan sebagai sumber penerimaan daerah (retribusi) dimasa-masa mendatang.

Perkembangan realisasi penyedotan tinja di Kabupaten Lampung Selatan selama 5 (lima) tahun 2000 – 2004 pemungutannya relatif kecil rata-rata 30,8 persen dan sangat bervariasi, seperti yang digambarkan pada Tabel 4.6 di bawah ini :

Page 53: JBM September 2006

50

Tabel 4.6 Perkembangan Realisasi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2000 - 2004

Tahun Realisasi (Rp) % Perkembangan

2000 1,958,000 - 2001 3,000,000 53.22 2002 2,600,000 -13.33 2003 6,000,000 130.77 2004 5,000,000 -16.67

Jumlah 153.99 Rata-rata 30.80

Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Realisasi retribusi dari penyedotan tinja pada tahun 2001 perkembangannya mencapai 53,22 persen, lonjakan perkembangan ini terjadi setelah ditetapkannya PERDA No 19 tahun 2000. dan di tahun 2002 perkembangannya menurun (-13,33 persen). Perkembangan yang cukup tinggi pada tahun 2003 mencapai 130,77 persen walupun pada tahun 2004 menurun (-16,67 persen). Fluktuasi perkembangan jenis retribusi ini masih ada peluang peningkatannya dengan diiringi peningkatan pelayanan jasa publik.

Tabel 4.7 Pendapatan Dinas Kebersihan dari Retribusi Sampah dan Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2001 -2004

Jenis Retribusi Tahun Persampahan Penyedotan Tinja Jumlah Relaisasi

Penerimaan 2001 114,947,500 3,000,000 117,947,500 2002 174,733,028 2,600,000 177,333,028 2003 175,858,050 6,000,000 181,858,050 2004 189,209,939 5,000,000 194,209,939

Rat-rata 163,687,129 4,150,000 167,837,129

4.1.2 Estimasi Penerimaan Retribusi Persampahan dan Penyedotan Tinja

Dengan memperhatikan perkembangan jumlah bangunan sosial yang saat ini sebanyak 1.585 Unit, bangunan Industri sebanyak 307 Unit, bangunan tempat tinggal sebanyak 78.631 Unit, maka potensi penerimaan retribusi dari persampahan dan penyedotan tinja masih mungkin untuk ditingkatkan . Melalui formula trend dapat diestimasi jumlah penerimaan untuk masing-masing komponen tersebut seperti yang digambarkan pada Tabel 4. 8 dibawah ini

Page 54: JBM September 2006

51

Tabel 4.8 Estimasi Penerimaan Retribusi Persampahan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Tahun Estimasi Retribusi (Rp) Perkembangan (%)

2005 219,059,851.71 15.78 2006 257,447,193.12 17.52 2007 283,352,679.37 10.06 2008 304,064,844.47 7.31 2009 324,992,506.86 6.88

Rata-rata 277,783,415.11 11.51 Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel diatas, estimasi penerimaan retribusi persampahan secara rata-rata akan mengalami peningkatan sebesar 11,51 persen setiap tahunnya, atau penerimaan rata-rata dari retribusi persampahan ini sebesar Rp.277.783.415 rupiah setiap tahunnya.

Tabel 4.9 Estimasi Penerimaan Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Tahun Estimasi Retribusi (Rp) Perkembangan (%) 2005 6,436,800 28.74% 2006 7,389,440 14.80% 2007 8,489,952 14.89% 2008 8,874,042 4.52% 2009 10,178,417 14.70%

Rata-rata 8,273,730 15.53%

Estimasi Pendapatan dari retribusi penyedotan tinja secara-rata rata sebesar 15,53 persen atau secara-rata rata sebesar Rp10.178.417 setiap tahunnya.

Tabel 4.10 Estimasi Pendapatan Dinas Kebersihan dari Retribusi Sampah dan Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 -2009

Jenis Retribusi Tahun Persampahan Penyedotan Tinja Jumlah Relaisasi

Penerimaan 2005 219,059,851.71 6,436,800 225,496,652 2006 257,447,193.12 7,389,440 264,836,633 2007 283,352,679.37 8,489,952 291,842,631 2008 304,064,844.47 8,874,042 312,938,886 2009 324,992,506.86 10,178,417 335,170,924

Rata-rata 277,783,415.11 8,273,730.20

Page 55: JBM September 2006

52

4.2. Identifikasi Dan Estimasi Potensi Retribusi Dinas Pasar

4.2.1. Identifikasi dan Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar

1. Identifikasi dan Estimasi Potensi Retribusi Pasar

Berdasarkan PERDA No 9 tahun 2001 pasar adalah suatu lahan atau lokasi yang ditentukan oleh bupati dengan atau tanpa bangunan dalam batas-batas tertentu dan dipergunakan penjual dan pembeli untuk jual beli dan atau melakukan pekerjaan jasa secara langsung dalam suatu pengelolaan baik oleh pemerintah, pihak ketiga dan atau kerjasama antar keduanya.

Retribusi pasar dikenakan pada semua toko, kios dan los untuk jasa pemeliharaan pasar. Dengan demikian besar kecilnya penerimaan retribusi sangat tergantung pada jumlah pasar dan banyaknya kios, toko, los dan hamparan tempat terjadi perdagangan.

Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan data yang ada terdapat 8 unit pasar (tahun 2004). Dari 8 unit pasar tersebut terdapat 1.113 unit toko, kios, los dan hamparan. Jika diperhatikan perkembangan dari masing-masing jenis objek retribusi tersebut selama lima tahun terakhir cendrung mengalami peningkatan, rata-rata naik 3,4 persen pertahun.

Jika dilihat dari masing-masing jenis bangunan yang ada dipasar, nampak jenis bangunan yang berupa los mendominasi lokasi pasar. Secara rinci seperti yang terlihat pada Tabel 4.11 berikut ini

Tabel 4.11. Jumlah Pasar dan Bangunan dalam pasar di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2000 - 2004

Tahun Jumlah Pasar Toko Kios Los Hamparan Jumlah %

Perkembangan 2000 5 110 226 287 267 890 2001 6 120 245 364 283 1012 13.71% 2002 6 120 245 364 283 1012 0.00% 2003 8 162 249 419 283 1113 9.98% 2004 8 162 249 419 283 1113 0.00%

Rat-rata 134.8 242.8 370.6 279.8 1028

Berdasarkan data lapangan aktivitas perdagangan yang terjadi dipasar berlangsung setiap hari (1 bulan = 30 hari). Untuk menentukan besarnya retribusi yang harus dipungut telah ditetapkan dalam PERDA yakni :

Page 56: JBM September 2006

53

a. Toko dikenai retribusi Rp.1.500/hari/toko b. Kios dikenakan retribusi Rp. 750/hari/kios c. Los dikenakan retribusi Rp. 500/hari/los d. Hamparan dikenakan retribusi Rp. 300/hari/hamparan

Dengan memperhatikan perkembangan jumlah bangunan yang ada di pasar selama 5 tahun terakhir, maka perkembangan jumlah bangunan berdasarkan kelompoknya untuk masa yang akan datang dapat diestimasi dengan formulasi matematis (Analisis Trend Linier):

Y = ao + bX

Keterangan : Y = Jumlah Bangunan(unit)

X = Periode Estimasi (tahun)

Berdasarkan formulasi tersebut diperoleh persamaan garis trend linier sebagai berikut:

a. Toko Y’ = 105,60 + 14,60 X

b. Kios Y’ = 232,80 + 5 X

c. Los Y’ = 306,80 + 31,9 X

d. Hamparan Y’ = 273,40 + 3,20 X

Berdasarkan persamaan garis trend tersebut maka dapat diperkirakan jumlah bangunan di pasar sampai dengan tahun 2009 sebagai berikut:

Tabel 4.12 Estimasi Jumlah Bangunan berdasarkan Kelompok Bangunan di Lingkungan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 – 2009

Jumlah bangunan (Unit) Tahun Toko Kios Los Hamparan Total % kenaikan

2005 193 263 498 293 1.247 - 2006 208 268 530 296 1.302 4,41 2007 222 273 562 299 1.356 4,15 2008 237 278 594 302 1.411 4,06 2009 252 283 626 305 1.466 3,90

Rata-rata 4,13

Berdasarkan tabel di atas diperkirakan jumlah bangunan secara keseluruhan di pasar untuk 5 tahun yang akan datang (2005 – 2009) dapat ditingkatkan rata

Page 57: JBM September 2006

54

4,13 % per tahun, dengan asumsi kondisi perekonomian 5 tahun yang akan datang sama dengan kondisi saat ini..

2. Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar

Memperhatikan ketentuan dalam Perda No.09 Tahun 2001 tentang tarif retribusi pasar, dan dengan memperhatikan jumlah bangunan yang ada, maka diperkirakan untuk masa yang akan datang penerimaan retribusi ini masih mungkin untuk ditingkatkan. Dengan asumsi bahwa tarif retribusi tidak mengalami perubahan, dan dengan memperhatikan perkiraaan perkembangan jumlah bangunan untuk masa yang akan datang, maka penerimaan retribusi pasar dapat diestimasi dengan pendekatan matematis:

TR = P.Q

Keterangan: TR = Penerimaan Retribusi P = Jumlah Bangunan Q = Tarif

Dengan menggunakan formulasi tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13 Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Estimasi Penerimaan (Rp) Tahun Toko Kios Los Hamparan Total % Kenaikan

2005 104.220.000 71.010.000 89.640.000 21.644.000 286.514.000 - 2006 112.320.000 72.360.000 95.400.000 31.968.000 312.048.000 8,91 2007 119.880.000 73.710.000 101.160.000 32.292.000 347.042.000 4,80 2008 127.980.000 75.060.000 106.920.000 32.616.000 342.576.000 4,75 2009 136.080.000 76.410.000 112.680.000 32.940.000 358.110.000 4,53

Rata-rata 5,75

Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan retribusi pasar untuk masa yang akan datang masih memungkinkan untuk ditingkatkan (rata-rata 5,75% per tahun) hingga tahun 2009. Dasar pertimbangan analisis ini adalah perkembangan jumlah bangunan di lingkungan pasar yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun demikian analisis ini berlaku apabila tarif yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan.

Page 58: JBM September 2006

55

4.2.2. Identifikasi Potensi dan Estimasi Retribusi Kebersihan Pasar

1. Identifikasi dan Estimasi Potensi Retribusi Kebersihan Pasar

Berdasarkan Perda No.10 Tahun 2001 tentang retribusi kebersihan di lingkungan pasar bahwa pemungutan retribusi atas kebersihan pasar dikenakan kepada beberapa objek yaitu: (a) Toko, (b) Kios, (c) Los, dan (d) hamparan.

Pengenaan retribusi terhadap objek-objek tersebut dilakukan secara bulanan dan dianggap para pedagang yang menempati masing-masing jenis lokasi memanfaatkan fasilitas tersebut setiap hari. Dengan demikian besar kecilnya penerimaan dari retribusi ini sangat ditentukan oleh jumlah pasar yang dikelola, jumlah bangunan yang dikelola seperti toko, kios, los dan hamparan.

Bedasarkan Perda N0.10 Tahun 2001 besarnya tarif yang dikenakan atas pemakaian fasilitas di lingkungan pasar dalam wilayah kabupaten Lampung Selatan adalah:

a. Toko Rp 10.000,00 per bulan, atau Rp 120.000,00 per tahun b. Kios Rp 7.500,00 per bulan, atau Rp 90.000,00 per tahun c. Los Rp 5.000,00 per bulan, atau Rp 60.000,00 per tahun d. Hamparan Rp 350,00 per hari, atau Rp 126.000,00 per tahun Berdasarkan data di lapangan jumlah pasar yang dikelola oleh Dinas Pasar Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 8 unit pasar pada tahun 2003. Sedangkan jumlah bangunan berdasarkan pengelompokannya sampai dengan akhir tahun 2003 adalah Toko sebanyak 162 unit, kios sebanyak 249 unit, los sebanyak 419 unit, dan hamparan sebanyak 283 unit. Secara rinci perkembangan jumlah pasar dan bangunan yang dikelola oleh Dinas Pasar Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1999 hingga 2003 sebagai berikut:

Tabel 4.14 Jumlah Pasar dan Bangunan di Lingkungan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 1999 - 2003

Tahun Jumlah Pasar Toko Kios Los Hamparan Total % kenaikan

1999 5 110 226 287 267 890 - 2000 6 120 245 364 283 1.012 3,60 2001 6 120 245 364 283 1.012 0,00 2002 8 162 249 419 283 1.113 10,00 2003 8 162 249 419 283 1.113 0,00

Rata-rata 3,40

Page 59: JBM September 2006

56

Dari tabel di atas nampak bahwa perkembangan jumlah pasar di kabupaten Lampung Selatan relatif statis. Jumlah bangunan yang terdapat di lingkungan pasar nampak kelompok los yang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Semantara kelompok bangunan yang lain relatif statis. Secara keseluruhan jumlah bangunan dari berbagai kelompok yang ada di lingkungan pasar di kabupaten Lampung Selatan rata-rata mengalami kenaikan 3,4 % pertahun selama 5 tahun terakhir.

2. Estimasi Penerimaaan Retribusi Kebersihan di lingkungan Pasar

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya penerimaan retribusi kebersihan pasar adalah jumlah bangunan yang dikelola oleh Dinas Pasar. Meperhatikan perkiraan jumlah bangunan untuk 5 tahun yang akan datang seperti pada tabel di atas, maka penerimaan retribusi kebersihan pasar untuk 5 tahun yang akan datang dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan matematis .

TR = P.Q

Keterangan : TR = Penerimaan Retribusi

P = Tarif Q = Jumlah bangunan

Jika besarnya tarif tidak mengalami perubahan, maka perkiraan jumlah penerimaaan dari retribusi pasar sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.15 Estimasi Penerimaaan Retribusi Kebersihan di lingkungan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 – 2009

Penerimaan Retribusi Kebersihan (Rp) Tahun Toko Kios Los Hamparan Total % kenaikan

2005 23.160.000 23.670.000 29.880.000 36.918.000 113.628.000 - 2006 24.960.000 24.120.000 31.800.000 37.296.000 118.176.000 4,00 2007 26.640.000 24.570.000 33.720.000 37.674.000 122.604.000 3,75 2008 28.440.000 25.020.000 35.640.000 38.052.000 157.152.000 3,71 2009 30.240.000 25.470.000 37.560.000 38.430.000 131.300.000 3,58 Rata-rata 3,76

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa penerimaan retribusi kebersihan pasar untuk 5 tahun yang akan datang masih memungkinkan untuk ditingkatkan (rata-rata 3,76% per tahun). Pertimbangan yang mendasari nya adalah berdasarkan perkembangan jumlah bangunan.

Page 60: JBM September 2006

57

4.3.2. Estimasi Penerimaan Retribusi Dilingkungan Dinas Perhubungan

1. Estimasi Penerimaan Retribusi Terminal

Seperti uraian terdahulu, sebagian terminal di Kabupaten Lampung Selatan berfungsi melayani kendaraan umum, angkutan pedesaan. Oleh karena itu jumlah kendaraan dalam wilayah kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu variabel yang turut menentukan perkembangan penerimaan retribusi terminal disamping faktor lainnya. Dengan memperhatikan perkembangan jumlah kendaraan dapat dirumuskan persamaan regresi sederhana sebagai berikut :

Y = C0 + C1 X + et

Y= -2,478.385.717 + 948.281,7056 X

Y= Retribusi terminal (Rp)

X = Jumlah Kendaraan (Unit)

Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat disajikan perkembangan retribusi terminal dimasa datang pada tabel berikut :

Tabel 4. 31 Estimasi Penerimaan retribusi Terminal di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Tahun Estimasi Retribusi (Rp)

Perkembangan (%)

2005 2,318,104,228 0 2006 2,787,584,750 20.25 2007 3,257,065,273 16.84 2008 3,726,545,795 14.41 2009 4,196,026,317 12.60

Rata-rata 3,257,065,273 12.82

Berdasarkan tabel diatas, estimasi penerimaan retribusi terminal tahun 2005 mencapai Rp.2.318.104.228 dengan rata-rata mencapai 12,82 persen setiap tahunnya.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki wilayah yang cukup luas, dan merupakan penghubung utama antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Oleh karena kondisi geografisnya yang cukup luas dan memiliki jarak tempuh antara satu kecamatan dengan kecamatan lain, maka mobilitas barang maupun orang sangat terpengaruh oleh tersedianya kendaraan terutama kendaraan roda empat atau lebih. Berdasarkan data yang ada perkembangan jumlah kendaraan terutama kendaraan roda empat atau lebih cenderunga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (rata-rata 9,06% pertahun antara tahun 1998 hingga 2003).

Page 61: JBM September 2006

58

V. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

1.1 Simpulan

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah yang ada di tiga dinas yaitu Dinas perhubungan, kebersihan dan dinas pasar sangat potensial, dan dapat di gali guna mendukung pembiayaan pembangunan Kabupaten Lampung Selatan

b. Potensi retribusi dilingkungan Dinas Kebersihan (retribusi persampahan, dan penyedotan tinja) seperti jumlah rumah tangga, rumah teratur dan bangunan industri cendrung meningkat. Jika diimbangi peningkatan penyediaan fasilitas, tenaga pengelola, dan manajemen pengelolaan yang semakin efektif akan dapat meningkatkan penerimaan retribusi dimasa datang.

c. Potensi Retribusi dilingkungan Dinas Pasar (retribusi pasar, sewa bangunan, dan retribusi kebersihan dilingkungan pasar) seperti jumlah dan luas bangunan dipasar (toko, kios, los dan hamparan) secara rata-rata meningkat 3,4 persen setiap tahunnya. Jika diimbangi peningkatan fasilitas, kualitas dan kuantitas tenaga pengelola, serta manajemen pengelolaan yang semakin efektif akan dapat meningkatkan penerimaan retribusi dilingkungan dinas pasar.

d. Potensi penerimaan retribusi dilingkungan Dinas Perhubungan (retribusi terminal, izin trayek, pengujian kendaraan bermotor, dan retribusi parkir) seperti junmlah kendaraan penumpang dan barang cendrung meningkat, yaitu rata-rata sebesar 10,85 persen. Jika diimbangi dengan pembenahan internal dan manajemen pengelolaan yang semakin baik dapat meingkatkan penerimaan retribusi dimasa datang.

e. Penentuan estimasi retribusi daerah untuk masing-masing dinas selama lima tahun terakhir terjadi penyimpangan antara target dan realisasi melampaui batas toleransi 10 persen

f. Estimasi penerimaan retribusi dilingkungan dinas kebersihan pada tahun 2005 masih dapat ditingkatkan menjadi Rp277,80 juta untuk retribusi persampahan dan Rp.6,4 juta untuk penyedotan tinja, dan secara rata-rata dimasa datang masih dapat ditingkatkan sebesar 11,51 persen untuk retribusi persampahan dan 15,53 persen untuk penyedotan tinja.

g. Estimasi penerimaan retribusi dilingkungan dinas pasar pada tahun 2005 masih dapat ditingkatkan menjadi Rp 286,51 juta untuk retribusi pasar, Rp

Page 62: JBM September 2006

59

120,60 juta untuk sewa bangunan, dan Rp113,63 juta untuk retribusi kebersihan dilingkungan pasar; dan secara rata-rata dimasa datang masih dapat ditingkatkan sebesar 5,75 persen untuk retribusi pasar, 6,2 persen untuk sewa bangunan, dan 3,76 persen untuk retribusi kebersihan dilingkungan pasar.

h. Manajemen pengelolaan sumber keuangan daerah khususnya pengelolaan retribusi Daerah di tiga dinas tersebut telah dilakukan, namun belum optimal.

5.2 Saran

Upaya pencapaian penerimaan dimasa yang akan datang hendaknya diikuti dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia dan manajemen pengelolaan retribusi.

Daftar Pustaka

Agung, IGN. “Metode Penelitian Sosial”, Jakarta, Penerbit PT. Gramcdia Pustaka Utama, 1998.

Kasali, Rhenald’ Menbidik Pasar Indonesia, Segmentasi, Targeting dan Positioning”, Jakarta, PT. Grarnedia Pustaka Utama, 1998.

Kotler,Philip,”Marketing Management; The Melleniuni Edition”, Upper Saddle River, NewJersey, Ncw York, 2003.

Machfoedz, M., “Financial Ratios Analysis and the Prediction of Earning Changes in Indonesia”. Kelola, No. 7/III, 1994.

Sutanto, Singgih,1999, SPSS: Mengolah Data Statistik secara Profesional, PT Elex Medis Komputindo, Jakarta.

Pawitra, Teddy,”Kepuasan Pelanggan Sebagai Keunggulan Daya Saing: Konsep, Pengukuran, dan Implikasi Strategik”, Dalam Pemasaran; Dimense Falsafah, Disiplin dan Keahlian”, Jakarta; Penerbit Seklah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya, 1993.

Page 63: JBM September 2006
Page 64: JBM September 2006

Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis Mobile Banking Network

(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung)

Aida Sari4

ABSTRACT BCA is a transactional bank, which have been founded in 1957. Since its establishment, BCA attempted to develop its service quality with customer satisfaction oriented. Along with the information system progress, BCA also does the effort to create its product and service based on that need. Therefore, BCA launched mobile banking service named m-BCA on October 21, 2001. But, after about five years applying, the user is still in a low number even not more than 10% of the whole BCA’s customer who use BCA’s paspor card.

Regarding, the researcher wants to measure the customer satisfaction, especially the m-BCA user. It is expected that after the research, the researcher is able to suggest some input to BCA related to the improvement of m-BCA user satisfaction. Besides, the researcher does hope that this paper can inspire the next researchers who want to put their enthusiasm in exploring more about mobile banking product. The methods that are used to analyze the customer satisfaction are Importance and Performance Matrix as quantitative analysis, and also qualitative analysis that is based on the marketing theory.

Keywords : transactional, service, improvement

PENDAHULUAN

Era globalisasi memberikan gambaran perkembangan sektor kehidupan yang sangat kompleks. Perkembangan-perkembangan tersebut terjadi di setiap lini, baik itu ekonomi, sosial, perpolitikan sampai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru mejadi faktor terkuat dalam mempengaruhi perubahan dan perkembangan sektor kehidupan yang lain. Hal ini tentu saja karena memang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diterapkan pada setiap sektor kehidupan yang membutuhkannya.

4 Dosen Jurusan Manajemen, FE Unila

Page 65: JBM September 2006

62

Perkembangan kemampuan sumber daya manusia yang sangat inovatif dan kreatif memicu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan akselerasi yang tinggi. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang paling booming pada akhir tahun 1990-an adalah media internet. Internet merupakan jaringan besar yang dibentuk oleh interkoneksi jaringan komputer dan komputer tunggal di seluruh dunia, lewat saluran telepon, satelit dan sistem telekomunikasi lainnya. (Ellsworth, Jill H & Matthew V. 1997 : 3). Hampir bersamaan dengan itu, berkembang pula teknologi telephone selular, dimana hanya dengan sebuah pesawat telephone selular (ponsel), pengguna bisa mengadakan komunikasi jarak jauh, baik berupa komunikasi aktif ataupun berupa pesan singkat tertulis atau yang lebih dikenal dengan short message service (sms).

Perkembangan teknologi inipun diantisipasi oleh perusahaan-perusahaan, baik penyedia barang ataupun jasa. Terobosan-terobosan baru harus dirancang agar dapat terus berkembang dan bersaing, atau paling tidak mempertahankan eksistensi. BCA sebagai salah satu institusi perbankan sangat menyadari bahwa pelayanan kepada nasabah harus pula dengan menyesuaikan pada kemajuan teknologi, artinya dengan bersentuhan pada teknologi maka BCA akan tetap dapat bersaing. Oleh karena itu, tepat pada tanggal 11 Oktober 2001, BCA meluncurkan layanan mobile banking dengan nama m-BCA.

Saat ini jenis pelayanan pada m-BCA diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan nasabah yaitu :m-Info dimana nasabah dapat memperoleh berbagai macam informasi seperti saldo rekening, mutasi rekening dan lain-lain. m-Transfer dimana nasabah dapat melakukan transfer antar rekening BCA maupun ke bank lainnya. m-Payment: dimana nasabah dapat melakukan transaksi pembayaran berbagai macam tagihan seperti tagihan CBN, telepon, asuransi dan lain-lain. m-Commerce dimana nasabah dapat melakukan berbagai macam transaksi pembelian dan pembayaran seperti pulsa isi ulang, saham dan lain-lain. m-Admin dimana nasabah dapat melakukan berbagai transaksi administrasi seperti ganti PIN dan lain-lain.

Peluncuran layanan m-BCA membuat nasabah BCA yang menggunakan layanan tersebut merasa memiliki ATM BCA dalam gengaman tangan dimana berbagai transaksi perbankan dapat dilakukan melalui ponsel, semudah bertransaksi di ATM BCA. Apakah harapan tersebut tercapai atau tidak masih menjadi pertanyaan. BCA tentu saja terus berusaha mengembangkan pelayanannya dengan sebaik mungkin agar para nasabah puas dan sesuai dengan konsep pemasaran, nasabah tersebut akan terus mempercayai BCA untuk transaksi keuangannya.

Page 66: JBM September 2006

63

Dari jumlah nasabah tahapan BCA cabang Bandarlampung, persentase pengguna layanan m-BCA masih sangat minim. Dari sekitar lima puluh sembilan ribu nasabah, pengguna layanan m-BCA pada BCA cabang Bandarlampung hanya berkisar 105 nasabah (sumber : pimpinan BCA cabang Bandarlampung). Sementara upaya untuk mempromosikan layanan m-BCA sudah dilakukan pihak BCA dengan media iklan dan penayangan program khusus. Hal ini tentunya mengundang pertanyaan, faktor apakah yang menyebabkan masih rendahnya jumlah pemakai m-BCA. Karena upaya promosi telah dilakukan, maka faktor lain yang menjadi pertanyaan adalah tentang kepuasan nasabah pengguna m-BCA. Sejauh manakah kepuasan nasabah yang sudah menggunakan layanan m-BCA, sehingga tidak begitu mempengaruhi nasabah lain (yang belum menggunakan layanan m-BCA) untuk menikmati layanan yang mengaplikasikan high-tech itu.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menarik perhatian dan rasa ingin tahu peneliti untuk di analisis adalah “Bagaimana tingkat kepuasan nasabah atas layanan m-BCA pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung”.

Tujuan dan manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah :

• Menganalisis kepuasan nasabah pengguna layanan m-BCA

• Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak manajemen BCA khususnya manajemen m-BCA dalam upaya meningkatkan kepuasan nasabah pengguna layanan m-BCA

• Sebagai sumber inspirasi dan referensi peneliti berikutnya yang ingin meneliti tentang mobile banking

TINJAUAN PUSTAKA

• Konsep pemasaran pada jasa perbankan berorientasi pada kepuasan nasabah. Sehingga kepuasan nasabah dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan manajemen pemasaran pada suatu usaha perbankan. Perbankan sebagai penyedia jasa harus memahami empat karakteristik utama pemasaran jasa yaitu :

• Tidak berwujud

• Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli

• Tidak dapat dipisahkan

Page 67: JBM September 2006

64

JASA DIHASILKAN DAN DIKONSUMSI SECARA BERSAMAAN

• Keanekaragaman

• Jasa sangat beraneka ragam tergantung kepada siapa yang menyediakan dan kapan serta di mana jasa itu dilakukan

• Tidak tahan lama

• Jasa tidak dapat disimpan

(Kotler, Philip. 2000 : 550)

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1999 : 23) dalam memberikan pelayanan yang baik terdapat lima kriteria penentu kualitas jasa pelayanan, yaitu :

• Tangible : Tampilan fisik pelayanan perusahaan

• Empathy : kemampuan perusahaan memahami keinginan pelanggan

• Reliability : kemampuan perusahaan untuk mewujudkan janji

• Responsiveness : ketanggapan perusahaan dalam memberikan pelayanan

• Assurance : kemampuan perusahaan memberikan jaminan pelayanan

Gambar 1. Skema Konsep Kepuasan Konsumen Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

Tujuan perusahaan

Produk

Nilai produk bagi pelanggan

Kebutuhan dan keinginan pelanggan

Harapan pelanggan terhadap produk

Tingkat kepuasan pelanggan

Page 68: JBM September 2006

65

METODE PENELITIAN

Secara umum, objek penelitian ini adalah Bank Central Asia cabang Bandarlampung yang terdiri dari cabang utama dan cabang pembantu. Sementara secara spesifik, objek penelitian ini adalah nasabah Bank Central Asia cabang Bandarlampung yang telah menggunakan layanan m-BCA.

Definisi operasional variabel merupakan definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasi yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Dalam hal ini definisi operasi yang akan digunakan adalah definisi operasi yang diukur, yaitu suatu cara yang dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana suatu variabel diukur.

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Indikator

Pelayanan Kepuasan Pelanggan Tangible Reability Responsiveness Assurance Empathy

Jasa yang diberikan kepada para pelanggan sebelum, saat atau sesudah transaksi Suatu keadaan dimana pelanggan mendapatkan pelayanan yang diharapkan atau melebihi kebutuhan pelanggan Tampilan fisik pelayanan perusahaan Kemampuan perusahaan untuk mewujudkan janji Ketanggapan perusahaan dalam memberikan pelayanan Kemampuan perusahaan untuk memberikan jaminan pelayanan Kemampuan perusahaan memenuhi keinginan pelanggan

Kejelasan menu transaksi (T1) Kerapihan penampilan karyawan (T2) Desain tampilan layanan pada ponsel (T3) Kejelasan informasi baik transaksi finansial maupun transaksi non finansial (T4) Kecepatan akses (R1) Kelengkapan jenis layanan transaksi (R2) Online 24 jam (R3) Biaya transaksi yang terjangkau (R4) Kemudahan registrasi (R5) Kecepatan dan ketepatan pelayanan (RES1) Kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapi pengguna m-BCA dalam menggunakan m-BCA (RES2) Keramahan karyawan dalam memberikan pelayanan pada saat registrasi (RES3) Sistem proteksi yang maksimal (ASS1) Kecepatan pelayanan registrasi (ASS2) Kepedulian karyawan terhadap kepuasan nasabah (EMP1)

Sumber : Kotler, Phillip (1997 : 93)

Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian pustaka dan penelitian lapangan.Penentuan sample dilakukan secara acak (random sampling) dan penentuan besarnya sample diambil berdsasarkan estimasi proporsi, sehingga sampel yang dihasilkan adalah 51 orang. Maka sampel minimal yang harus diambil adalah 51 orang nasabah pengguna layanan m-BCA. Metode analisis data dilakukan dengan metode reliabilitas dan validitas. Reliabilitas adalah

Page 69: JBM September 2006

66

ketepatan atau tingkat posisi suatu ukuran atau alat pengukur (Nasir, M. 1999 : 162). Untuk mengetahui alat ukur tersebut apakah sudah reliable digunakan penguji alpha. Validitas alat ukur dapat dicari dengan menggunakan rumus Product-Moment Co-efficient of Correlation (Supranto, J., 1997 : 151).

Pada analisis kuantitatif digunakan Importance dan Performance Matrix sebagai berikut

High

Importance

Low

Performance

Gambar 2. Importance and Performance Matrix Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

Kuadran I (attribute to improve), berada pada sebelah kiri atas

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor tersebut belum sesuai seperti apa yang diharapkan. Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan, caranya adalah perusahaan melakukan perbaikan secara terus-menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.

Kuadran 2 (maintain performance), berada pada sebelah kanan atas

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya realtif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan jasa tersebut unggul di mata pelanggan.

Attribute to improve Maintain performace

Kuadran I Kuadran II Attribute to maintain Main priority Kuadran III Kuadran IV

Page 70: JBM September 2006

67

Kuadran 3 (attribute to maintain), berada pada sebelah kiri bawah

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.

Kuadran 4 (main priority), berada pada sebelah kanan bawah

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.

Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan-pendekatan teoritis mengenai kepuasan konsumen atau teori pelayanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji reliabilitas dan validitas terhadap kuisioner importance, data pertanyaan kuisioner dinyatakan reliabel dimana nilai reliabilitas itu sendiri lebih besar dari nilai alpha pada tingkat kepercayaan 95%. Namun terdapat tiga variabel pertanyaan yang tidak valid yang nilainya kurang dari r table. Varibel tersebut adalah variabel T1, R3 dan ASS1. Maka diputuskan untuk tidak memakai varibel tersebut. Sementara uji reliabiltas dan validitas terhadap kuisioner performance menunjukkan bahwa semua variabel reliabel dan valid. Namun untuk mensinergiskan dengan kusioner importance, maka ketiga variabel tersebut di atas tidak dipakai.

Dari hasil perhitungan nilai indeks kinerja kualitas layanan m-BCA, baik importance maupun performance, didapat nilai rata-rata untuk Importance yaitu y = 47,4 dan untuk performance x = 40,1. Dengan demikian garus nilai rata-rata tersebut akan saling memotong sumbu x dan y. Berikut gambar Importance and Performance Matrix dari perhitungan masing-masing variabel pada kuisoner Importance dan Performance.

Page 71: JBM September 2006

68

40.1

High

Importance 47,4

Low

Performance

Gambar 2. Importance and Performance Matrix Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

TANGIBLE

T2. Penampilan karyawan yang rapi (interaksi saat register)

Variabel ini masuk pada kuadran IV. Artinya penampilan karyawan yang rapi pada saat nasabah melakukan registrasi m-BCA di BCA cabang Bandarlampung perwujudannya sudah sangat baik. Namun pada dasarnya variabel ini tidak dianggap begitu penting bagi nasabah. Jadi pada variabel ini tidak diperlukan peningkatan kinerja secara besar-besaran.

T3. Desain tampilan layanan pada ponsel menarik.

Variabel ini berada pada kuadran III. Dapat dianalisis bahwa desain tampilan yang menarik pada ponsel tidak begitu penting bagi nasabah pengguna layanan m-BCA dan pada kenyataannya pihak BCA pun tidak begitu memuaskan dalam memenuhi kebutuhan ini.

T4. Kejelasan informasi baik transaksi finansial maupun non financial

Variabel ini berada pada kuadran I. Artinya pengguna m-BCA memandang informasi/bukti transaksi yang jelas sebagai faktor yang penting dan signifikan. Namun pada kenyataannya mereka tidak puas atas pelayanan variabel tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian BCA harus memperhatikan poin ini untuk peningkatan kualitas pelayanannya.

R1 R2 T4 ASS2 EMP 1 R5 RES2 R4 Kuadran I Kuadran II RES1 RES3 T3 T2 Kuadran III Kuadran IV

Page 72: JBM September 2006

69

RELIABILITY

R1. Akses cepat

Variabel ini termasuk dalam kuadran I. Kenyataan ini cukup memprihatinkan, karena para nasabah sangat berharap bahwa layanan m-BCA bisa diakses dengan cepat, namun karena keterbatasan kemampuan jaringan akses untuk bertransasksi dengan m-BCA ternyata masih lambat. Oleh karena itu variabel ini amat sangat perlu ditingkatkan pelayanannya sehingga pengguna m-BCA akan puas dan layanan inipun menjadi berdayaguna.

R2. Jenis transaksi lengkap

Variabel ini menempati kuadran II, sehingga dapat dinyatakan bahwa pengguna layanan m-BCA sudah puas dengan kelengkapan jenis transaksi yang tersedia. Dengan demikian BCA harus mempertahankan kondisi ini dengan terus memelihara kepuasan pengguna m-BCA dan tentu saja meningkatkan kualitas variabel ini.

R4. Biaya transaksi yang terjangkau

Menempati posisi pada kuadran II dapat dinyatakan bahwa tidak ada masalah yang berarti untuk biaya transaksi. Biaya transaksi yang terjangkau membuat para pengguna layanan m-BCA nyaman menggunakan layanan ini, sehingga mereka tidak segan untuk bertransaksi karena biayanya yang tidak menguras pulsa.

R5. Kemudahan registrasi

Variabel ini menempati kuadran II, dengan demikian nasabah pengguna layanan m-BCA menganggap registrasi layanan tersebut cukup mudah dan tidak begitu rumit. Jadi BCA tidak perlu khawatir untuk mengundang nasabah-nasabah pemegang paspor BCA yang belum registrasi untuk segera mengaplikasi layanan m-BCA karena syarat dan proses tidak sulit.

RESPONSIVENESS

RES1. Karyawan cepat dan tepat dalam pelayanan administrasi

Dapat dilihat pada matrix bahwa variabel ini masuk dalam kuadran III. Maka dapat dikatakan bahwa pengguna m-BCA sudah cukup puas dengan kesigapan karyawan dalam pelayanan admnistrasi, namun tetap saja BCA harus

Page 73: JBM September 2006

70

memelihara dan mengembangkan kualitas sumber daya manusianya agar nasabah tetap puas dan kualitas layananpun tetap terjaga.

RES2. Karyawan peduli terhadap masalah yang dihadapi pengguna dalam menggunakan m-BCA

Variabel ini cukup unik karena berada pada garis yang memotong kuadran I dan kuadran III. Namun setelah merujuk pada jawaban mayoritas responden, mereka menyatakan bahwa kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapi pengguna dalam menggunakan m-BCA merupakan hal yang penting, tetapi pada kenyataannya beberapa pengguna m-BCA merasa ragu-ragu merasa ragu-ragu dalam menilai puas atau tidak. Dengan demikian variabel ini masuk dalam kategori kuadran I dimana tingkat performance masih di bawah rata-rata tetapi tingkat kepentingannya cukup tinggi.

RES3. Keramahan karyawan dalam meberikan pelayanan pada saat register

Variabel ini masuk ke wilayah kuadran IV. Walaupun variabel ini tidak dianggap begitu penting namun BCA tetap berusaha memberikan pelayanan yang handal untuk nasabahnya. Dengan demikian BCA sudah memuaskan para nasabahnya dalam hal keramahan dalam pelayanan.

ASSURANCE

ASS2. Layanan registrasi cepat

Variabel kecepatan layanan masuk dalam wilayah kuadran II. Maka untuk kecepatan layanan registrasi dapat dinilai bahwa nilai kepentingan yang cukup tinggi sudah dapat dipenuhi BCA dengan nilai kepuasan yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu tentu saja BCa harus tetap mempertahankan kualitas layanannya sehingga tetap unggul dalam persaingan layanan mobile banking.

EMPATHY

EMP1. Kepedulian terhadap kepuasan nasabah

Variabel kepedulian BCA terhadap kepuasan nasabah (pengguna m-BCA) berada pada kuadran I. Berarti kepedulian BCA terhadap kepuasan nasabah masih belum sesuai dengan harapan karena kesenjangan antara keduanya cukup jauh. Sehingga variabel ini perlu ditingkatkan karena kepuasan nasabah merupakan kunci utama loyalitas mereka.

Page 74: JBM September 2006

71

SIMPULAN

a. Dari hasil analisis dan pembahasan data-data yang diperoleh selama penelitian maka dapat disimpulkan bahwa secara umum pengguna layanan m-BCA pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung sudah cukup puas dengan pelayanan yang diberikan Bank Central Asia. Kesenjangan antara harapan yang dituangkan dalam kuisioner importance dengan kenyataan yang dituangkan dalam kuisioner performance tidak begitu signifikan, terbukti dengan sedikitnya variabel yang masuk dalam kuadran dimana nasabah pengguna layanan m-BCA tidak terpuaskan.

b. Menjawab permasalahan yang diuraikan pada pendahuluan bahwasannya ada pertanyaan besar mengapa pengguna layanan m-BCA pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung masih sangat kecil jumlahnya, bahkan presentasi pengguna layanan m-BCA dari jumlah pemegang paspor BCA belum mencapai 1%, dapat dijawab bahwa kepuasan nasabah bukanlah permasalahan yang crusial yang menjadi faktor penyebab sedikitnya jumlah pengguna m-BCA di BCA cabang Bandarlampung. Dengan demikian, keadaan tersebut bisa saja disebabkan oleh faktor-faktor lain.

c. Demi peningkatan kualitas layanan m-BCA, peneliti memberikan saran kepada pihak BCA untuk meningkatkan variabel-varibel pelayanan berupa kecepatan akses, kejelasan informasi/bukti transaksi, kepedulian karyawan terhadap masalah pengguna dalam menggunakan m-BCA dan kepedulian BCA terhadap kepuasan nasabah. Untuk kecepatan akses transaksi, BCA bisa mengupayakan peningkatan kualitas sistem jaringan kerjasama dengan operator-operator cellular. Untuk variabel-variabel lain yang sudah memenuhi harapan pelanggan, BCA hendaknya terus mempertahankannya, namun seiring perkembangan kebutuhan dan harapan pengguna layanan m-BCA, BCA tentu saja diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas layanannya agar tetap terpercaya, eksis dan berkompetisi dalam dunia perbankan modern.

DAFTAR PUSTAKA

Zeithhaml. Valarie., A. Parasuraman, and Leonard L. Berry. 1999. Delivering Quality Service, Balancing Customer Perception and Expectation. The Free Press A. Division of Macmillan Inc.

Zeithaml. Valarie and Mary Jo Bitner. 2000. Services Marketing, integrating customer focus across the firm. Mc Graw-Hill. United States of America

Page 75: JBM September 2006

72

Ellsworth, Jill. H. & Matthew V. 1997. Marketing on the Internet. Grasindo. Jakarta

Kasmir. 2003. Dasar-dasar Perbankan. Rajawali Pers. Jakarta

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran – Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1 dan 2. Edisi Milenium. PT Salemba Empat. Jakarta

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran – Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid I dan II. Edisi VIII. PT Salemba Empat. Jakarta

Moh. Nasir. 1999. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction – Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan plus Analisis Kasus PLN – JP. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Supranto, J. 1997. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Rineka Cipta. Jakarta

Swastha, Bashu dan Irawan. 1999. Manajemen Pemasaran Modern edidi kedua. Liberty. Jakarta

Warta Ekonomi. No. 44/XIII/5 November 2001. “Ambisi BCA di M-Banking”

www.klikbca.com

Page 76: JBM September 2006

ANALISIS PERANCANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS KARET

Erlina5

ABSTRACT

Membangun system dan usaha-usaha pertanian san agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi keseimbangan antar sector dan antar wilayah

Analisis meliputi perancangan agroindustri berbasis karet yang memberdayakan petani kebun agar dapat meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan alternative pengolahan karet yang menambah pendapatan petani. Selain itu diperlukan sebuah struktur kelembagaan formal bagi petani untuk meningkatkan posisi tawar

Indonesia bersama dengan Malaysia dan Thailand mendominasi ekspor karet alam dunia yang mencapai 82,56% dari total ekspor dunia dan pangsa Indonesia mencapai 28% dari total ekspor dunia dan lebih dari 90% karet Indonesia diekspor dalam bentuk crumb rubber (FAO, 2000). Dari total produksi karet Indonesia, sekitar 81% dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Data ini memperlihatkan bahwa karet rakyat telah menjadi tulang punggung perkebunan karet nasional

Keywords : agroindustri, ekspor, keseimbangan

Pendahuluan

Strategi pembangunan Indonesia seharusnya didasarkan pada keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Hal ini berarti pembangunan perekonomian nasional harus dikembangkan dengan bertumpu pada sector yang didukung oleh sumberdaya domestic dan memiliki peluang usaha, yang merupakan sinergi antara pertanian, agroindustri, dan jasa-jasa yang menunjang pertanian. Membangun system dan usaha-usaha pertanian san agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi keseimbangan antar sector dan antar wilayah.

5 Dosen pada jurusan Manajemen FE Unila

Page 77: JBM September 2006

74

Salah satu sector yang sangat ditunjang oleh sumberdaya domestic adalah sector agroindustri. Membangun agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan dan keseimbangn antar sector dan antar wilayah. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan agroindustri salah satunya adaalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah serta akan menumbuhkan industri di pedesaan dan memperluas lapangan pekerjaan di desa.

Indonesia merupakan salah satu produsen karet utama dunia memiliki keunggulan komparatif untuk mengembangkan sector agroindustri karet yang dapat diandalkan dan ditunjang oleh sumberdaya domestic. Luas perkebunan karet di Indonesia merupakan lahan karet terluas didunia.

Kekuatan sumber daya luas lahan yang besar tersebut tidak diimbangi dengan nilai ekonomi yang seharusnya diperoleh. Untuk itu perlu dilakukan diversifikasi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah karet yaitu dengan mengolah karet menjadi produk yang bernilai tinggi. Oleh karena itu perlu adanya suatu perencanaan agroindustri karet yang dapat memberdayakan petani karet. Usaha yang dikembangkan perlu mempertimbangkan kemampuan petani dari segi financial, skala usaha dan teknologi yang dikembangkan. Selain itu perlu juga dibentuk suatu wadah bersama bagi petani untuk dapat meningkatkan skala usaha dan memberikan kemungkinan untuk petani memeiliki posisi tawar yang lebih baik. Diharapkan dengan adanya industri karet rakyat ini akan meningkatkan peran karet sebagai penghasil devisa negara, nilai tambah produk serta meningkatkan kesejahteraan petani karet.

Agroindustri karet rakyat merupakan permasalahan yang kompleks sehingga perlu dikaji lebih luas dan mendalam secara kesisteman yakni dengan system pengambilan keputusan sehingga mampu menghasilkan keputusan yang baik. Sistem ini juga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai peertimbangan kebijakan yang akan diambilnya. Dalam proses penunjang keputusan perlu dikembangkan model system manajemen ahli untuk pengembangan agroindustri karet rakyat ini.

Ruang Lingkup

Analisis meliputi perancangan agroindustri berbasis karet yang memberdayakan petani kebun agar dapat meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan alternative pengolahan karet yang menambah pendapatan petani. Selain itu diperlukan sebuah struktur kelembagaan formal bagi petani untuk meningkatkan posisi tawar.

Page 78: JBM September 2006

75

TINJAUAN PUSTAKA

Karet Alam

Karet alam (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) merupakan salah satu hasil perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data FAO (2000). Luas areal perkebunan karet Indonesia tahun 2000 mencapai 2,4 juta Ha dan merupakan negara yang memiliki luas areal kebun karet terbear didunia. Dari luas areal tersebut lebih dari 80% merupakan perkebunan karet milik rakyat (Ditjenbun, 2001). Karer merupakan sumber pencaharian baik secara langsung maupun tidak langsung bagi 15 juta jiwa penduduk Indonesia (Ditjenbun, 1998).

Indonesia bersama dengan Malaysia dan Thailand mendominasi ekspor karet alam dunia yang mencapai 82,56% dari total ekspor dunia dan pangsa Indonesia mencapai 28% dari total ekspor dunia dan lebih dari 90% karet Indonesia diekspor dalam bentuk crumb rubber (FAO, 2000). Dari total produksi karet Indonesia, sekitar 81% dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Data ini memperlihatkan bahwa karet rakyat telah menjadi tulang punggung perkebunan karet nasional

Tabel 1. Perkembangan produksi karet alam nasional menurut status pengusahaannya

Produksi (000 ton) Proporsi (%) Tahun Perkebunan besar

Perkebunan rakyat

Jumlah Perkebunan besar

Perkebunan rakyat

1995 341,0 1.113,5 1.454,5 23,4 76,6 1996 334,6 1.192,4 1.527,0 21,9 78,1 1997 309,8 1.195,0 1.504,8 20,6 79,4 1998 330,9 1.383,1 1.714,0 19,3 80,7 1999 303,7 1.295,5 1.599,2 19,0 81,0 2000 300,0 1.256,0 1.556,0 19,3 80,7

Sumber IRSG (2001).

Pada tahun 2000 nilai ekspor karet Indonesia mencapai 881,42 juta dollar AS. Nilai ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 1995 yang mampu mencapai 1,92 milliar dollar AS. Harga karet alam terutama crumb rubber dan ribbed sheet smoked akhir-akhir ini mendapat tekanan yang cukup berat sampai mencapai titik terendah selama sejarah perdagangan karet (Gapkindo, 2001). Hal ini mengakibatkan dampak langsung terhadap produsen karet alam yaitu penurunan pendapatan secara nyata.

Page 79: JBM September 2006

76

Dampak dari penurunan harga karet dunia memunculkan adanya perjanjian konsorsium tripartite karet alam (International Tripartite Rubber Company) dari tiga negara pengekspor besar guna menghindari spekulasi harga karet alam. Dalam perjanjian tersebut ditetapkan harga karet alam dunia sebesar 1 USD $/kg serta menetapkan mekanisme pelepasan stok untuk mencegah distorsi pasar. Berkurangnya stok dari ketiga negara diperkirakan akan meningkatkan harga jual karet alam. Untuk itu perlu dilakukan strategi untuk mengembangkan ekspor karet selain dari crumb rubber yaitu dengan membuat industri karet rakyat yang bernilai ekonomi tinggi. Karet mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk olahan primer dan olahan lanjut. Produk olahan primer yang dihasilkan dari lateks adalah lateks pekat, crumb rubber, sheet dan crepe. Produk olahan lanjut karet meliputi produk untuk aplikasi industri seperti karet siklo, lateks DPNR, busa, ban dan sebagainya seperti terlihat pada pohon industri.

Pipa karet tidak ivulkanisasi Lateks Benang dan tali pekat vuvulkani lateks Tabung, pipa, slang divulka Karet Crumb rubber Ban Pelengkapan kendaraan Sheet Karet kesehatan dan farmasi crepe Pakaian dan alas kaki Barang lain dari karet kayu

Gambar 1. Pohon industri karet Sumber: www.bi.go.id/sipuk/siabe

Page 80: JBM September 2006

77

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan EksponensialMetode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitas pendapat seseorang dalam skala tertentu. Keuntungan metode MPE adalah nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena merupakan fungsi eksponensial, sehingga urutan prioritas laternatif keputusan lebih nyata (Manning, 1984). Langkah-langkah dalam menggunakan MPE sebagai berikut:

1. Menyusun kriteria yang akan dikaji

2. menentukan derajat kepentingan relative setiap criteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambilan keputusan

3. Menentukan derajat kepentingan relative setiap pilihan keputusan pada setiap criteria keputusan

4. Menentukan total skor pada setiap alternative

5. Mengurutkan total skor pada setiap alternative

6. Mengurutkan total skor setiap alternative dari nilai tertinggi sampai nilai terendah.

Metode Proses Hierarki Analisis (PHA)

Metode PHA membantu membuata keputusan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan banyak krteria. PHA mempunyai prinsip-prinsip dekomposisi, nilai perbandingan (comparative judgment) dan sintesis prioritas (syntesis of priorities). Langkah-langkah pemecahan masalah menggunakan PHA san pemakainya (Saaty, 1993) sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, criteria dan alternative-alternatif pada level hierarki paling bawah (proses dekomposisi).

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan.

Page 81: JBM September 2006

78

4. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking alternative dari pembobot yang didapatkan

5. Memeriksa konsistensi matrik penilaian

6. mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking alternative dari pembobot yang didapatkan.

7. Mengkalikan nilai pembobot alternative dengan pembobot criteria

8. Memilih nilai pembobot alternative paling tinggi dari hasil perkalian tersebut.

Kelayakan Usaha Agroindustri

Ukuran dasar dalam pengambilan keputusan mengenai kelayakan usaha yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis dan aspek ekonomi dan financial yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) , Payback Periode (waktu pengembalian modal) dan analisis sensitivitas.

Aspek Finansial

Pengkajian terhadap aspek ekonomi dan financial memperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan proyek (Sutojo, 2000). Dari sisi financial, proyek dinyatakan layak apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Menurut Kusnadi (1998), analisis financial mencakup:

1. NPV (Net Present Value)

NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari keuntungan dan biaya.

Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :

n NPV = Σ (Bt – Ct)/ (1 + i)t

t=1 Dengan: Bt = Penerimaan kotor tahun ke-t N = Umur ekonomi Ct = Biaya kotor tahun ke-t I = tingkat suku bunga

Page 82: JBM September 2006

79

Nilai NPV yang positif menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut layak untuk dilaksanakan sementara nilai NPV negative berarti proyek tidak layak dilakukan (Horne, 1977).

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang menunjukkan nilai sekarang nettp (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Formulasi dari IRR adalah:

n Σ (Bt – Ct)/ (1 + IRR)t = 0 t=1

Dengan : Bt = Keuntungan kotor tahun ke-t

N = Umur ekonomi Ct = Biaya kotor tahun ke-t

Nilai IRR yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Horner, 1977).

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara nilai total sekarang dari pendapatan bersih pada periode saat pendapatan bernilai positif dengan total nilai sekarang pendapatan bersih pada saat pendapatan bersih negative. Rumus perhitungannya adalah:

n Net B/C = Σ (Bt /(1 + i)t) / (Ct/ (I + i)t) T=0

Dengan: Bt = Penerimaan tahun ke-t

Ct = Biaya tahun ke-t

Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu maka proyek atau industri dinyatakan layak (Husna dan Suwarsono, 1999).

Page 83: JBM September 2006

80

4. Waktu Pengembalian Modal (Payback Period)

PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi awal (Newman. 1990). Secara sederhana PBP dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Formula PBP adalah:

PBP = Investasi awal x l Tahun

Penerimaan periode

1. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai factor ekster dan intern terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil penjualan dan keuntungan. Faktor ekstern misalnya perkembangan harga produks sejenis di pasar. Contoh factor intern adalah biaya pokok produk yang dihasilkan (Sutojo, 2000). Dengan analisis ini akan diketahui sejauh mana proyek akan tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan pada factor-faktor tersebut.

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang system penunjang keputusan yang akan membantu pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk memilih alternative industri dalam perencanaan agroindustri karet yang memberdayakan petani.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada pemerintah dan stakeholder untuk pengambilan keputusan dalam bidang kebijakan industri kaaret yan memberdayakan rakyat.

4. METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Karet merupakan salah satu komoditas ekspor yang menyumbang devisa bagi negara. Pada saat ini petani karet memperoleh penghasilan hanya dari menjual bokar dan petani hanya sebagai price taker. Untuk itu perlu usaha untuk menyeimbangkan pendapatan dari seluruh pelaku yang terkait dalam tata niaga

Page 84: JBM September 2006

81

karet. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari factor-faktor yang berpengaruh di dalam tata niaga karet agar dapat dicari alternative pemecahan masalah yang dofokuskan pada kesejahteraan petani karet.

Dalam penelitian ini dikembangkan sebuah system agroindustri karet secara menyeluruh dengan melakukan diversifikasi produk lateks. Dalam pengembangan agroindustri karet ini menggunakan pendekatan system. Kerangka pikir tersebut tersaji pada gambar 2.

Metoda pendekatan system analisa kebutuhan Formulasi permasalahan

Identifikasi system

Mulai pemilihan alternative industri MPE Berdasar pohon industri Pemilihan alternative industri AHP Berdasar kesesuaian petani

Lokasi agroindustri SMART

Ketersediaan bahan baku regresi linier Kelayakan agroindustri B/C ratio, NPV, IRR, PBP

Gambar 2. Tata laksana penelitian

Formulasi masalah

Perkebunan rakyat merupakan salah satu produsen lateks/bokar yang memiliki lahan yang paling luas dibandingkan dengan perusahaan swasta tetapi

Page 85: JBM September 2006

82

memiliki produksi yang paling rendah. Perencanaan agroindustri karet bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani kebun. Hal tersebut perlu dilakukan karena harga bokar sangat berfluktuasi antar Rp 4000-5000/kg karet kering. Petani sebagai salah satu rantai tataniaga karet belum mendapatkan insentif yang tinggi.

Selain itu pola kemitraan dan pembinaan terhadap petani karet belum berjalan dengan baik, sehingga para petani memilki kesulitan terhadap akses berbagai informasi dan pengetahuan. Keadaan ini juga menyebabkan petani tidak memiliki posisi tawar dalam perdagangan karet.

Identifikasi system

Identifikasi system merupakan rantau hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan. Identifikasi system terdiri dari diagram input output.

Input tak terkendali input lingkungan output dikehendaki 1. harga karet peraturan pemerintah 1. kesejahteraan petani 2. kualtas karet 2. pendapatan meningkat 3. pangsa pasar 3. peningkatan industri 4. peningkatan posisi tawar System penunjang keputusan Agroindustri karet Input terkendali output yang tdk dikehendaki 1. lahan karet 1. biaya produksi tinggi 2. teknologi yang dipakai 2. harga jual rendah 3. petani tidak sejahter

Gambar 3. Diagram input output

Page 86: JBM September 2006

83

Tata laksana penelitian

Tata laksana pengumpulan data Telaah literature observasi telaah Pustaka lapang pakar Jurnal Pengembangan sistem Basis basis basis mekanisme infer data model Knowledge inferensi

Implementasi

verifikasi

Gambar 4. Tata laksana pengumpulan data dan penelitian

Pemodelan system

A. Sub model DSS rubber 1

Sub model ini merupakan tahap pemodelan yang digunakan untuk memilih alternative industri dari pohon industri dari pohon karet. Berdasarkan pohon

Page 87: JBM September 2006

84

industri terlihat bahwa lateks/getah merupakan komponen dominant yang paling banyak dimanfaatkan.

Pada tahap ini digunakan metode perbandingan eksponensial. Nilai yang diberikan berkisar 1 sampai 5. Penentuan bobot ditetapkan pada setiap parameter untuk menunjukkan tingkat kepentingan suatu parameter. Nilai tingkat kepentingan yang diberikan berkisar 1-5, semakin tinggi nilai tingkat kepentingan, maka criteria semakin penting. Parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dan skor yang digunakan dalam MPE

No Parameter yang digunakan Keterangan (1-5) 1 Modal Besar-kecil 2 Kebutuhan tenaga kerja Banyak-sedikit 3 Teknologi yang digunakan Tinggi -sederhana

Sub model Dss rubber 2

Merupakan tahap untuk memilih agroindustri berdasarkan kesesuaian dengan karakteristik petani kebun dengan jalan kerjasama membentuk koperasi petani karet. Metode yang digunakan adalah proses hifrarki analitik. Tujuan yang ingin dicapai adalah memilih alternative agroindustri sedangkan criteria yang digunakan addalah kemampuan produksi, proses pengolahan, permintaan pasar, serta aspek teknis teknologis. Hirarki masalah dapat di lihat pada Gambar 5.

Page 88: JBM September 2006

85

Fokus Alternative Aktor Tujuan

Alternative

Gambar 5. Struktur hirarki pemilihan agroindustri karet berdasarkan kesesuaian dengan petani kebun

Kriteria yang digunakan mempertimbangkan keadaan petani kebun sehingga diharapkan alternative industri yang dipiluh sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Pada umumnya petani karet memiliki tingkat produksi yang rendah, tidak memiliki kemampuan untuk mengolah serta kualitas sumberdaya manusia yang rendah.

Sub model DSS rubber 3

Digunakan untuk menilai kelayakan lokasi dengan melakukan wawncara dengan metode SMART dengan criteria berdasarkan kemudahan memperoleh bahan baku, kemudahan transportasi, kedekatan dengan pasar, kemuddahan mendapatkan tenaga kerja dan sebagainya.

Memilih alternative industri yang sesuai dengan karakteristik petani kebun

Kemampuan teknis

Proses pengolahan produksi

Peluang pasar

Aspek teknologi

Pemerintah Petani Industri Koperasi

Meningkatkan pendapatan

petani

Meningkatkan daya saing

ekspor

Memperluas lapangan

kerja

Meningkatkan devisa negara

Lateks DPNR Karet busa Perekat

Page 89: JBM September 2006

86

Sub model DSS rubber 4

Digunakan untuk memperkirakan kecukupan bahan baku dengan melihat trend produksi dan luas lahan petani karet.

Sub model DSS rubber 5

Sub ini digunakan untuk menghitung kelayakan usaha dari alternative industri terpilih. Perhitungan yang digunakan adalah pay back period. Internal rate of return, dan net B/C ratio. Metode ini digunakan sebagai indicator kelayakan usaha yang dijalan apakah menguntungkan atau tidak.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sub Model DSS rubber 1.

Pada tahap ini dgunakan model perbandingan eksponensial. Nilai yang diberikan berkisar 1 sampai 5. Penentuan bobot ditetapkan pada setiap parameter untuk menunjukkan tingkat kepentingan suatu parameter. Nilai tingkat kepentingan yang diberikan berkisar 1-5, semakin tinggi nilai tingkat kepentingan maka criteria semakin penting. Hasil analisis secara otomatis akan memilih dua alternative dengan nilai terbesar.

Tabel 3. Hasil analisa dengan Metode Perbandingan Ekponensial

Matriks keputusan untuk pemilihan industri berdasarkan pohon industri Criteria nilai keputusan Alternative

Modal tenaga kerja teknologi MPE rangking crumb rubber 1 1 1 10 6 Sheet 1 1 1 10 5 lateks DPNR 3 3 3 30 1 Karet siklo 2 2 2 18 4 Perekat 3 2 2 25 2 karet busa 3 2 2 25 3 bobot Bayes 0.5 0.2 0.3 bobot MPE 5 2 3

Hasil analisa didasarkan pada dua nilai terbesar. Hal ini dimaksudkan agar alternative terpilih masih dapat dibandingkan pada model selanjutnya. Alternatif yang terpilih pada tahap ini adalah industri lateks DPNR, perekat dan karet busa.

Page 90: JBM September 2006

87

Sub model DSS Rubber 2 Sub model DSS rubber 2 adalah tahap untuk memilih agroindustri berdasarkan kesesuaian dengan karakteristik petani kebun. Model ini dimaksudkan agar alternative industri terpilih dapat dilakukan oleh kelompok petani kebun (koperasi). Metode yang digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (AHP). Tujuan yang diinginkan adalah memilih alternative agroindustri yang sesuai dengan koperasi petani kebun, sedangkan criteria yang digunakan adalah kemampuan produksi, proses pengolahan, aspek teknis dan teknologis serta peluang pasar. Fokus Alternative Aktor Tujuan

Alternative

Gambar 6. Struktur hirarki pemilihan agroindustri karet berdasarkan kesesuaian dengan petani kebun

Dari hasil analisis dapat terlihat bahwa lateks DPNR memiliki prioritas tertinggi yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini disebabkan industri yang dicari adalah industri yang dapat memberi penghasilan tambahan bagi petani yang selama ini menjual bokar dengan harga murah.

Memilih alternative industri yang sesuai dengan karakteristik petani kebun

Kemampuan teknis (0,11)

Proses pengolahan produksi

(0,16)

Peluang pasar (0,29)

Aspek teknologi

(0,46)

Pemerintah (0,31)

Petani (0,22)

Industri (0,36)

Koperasi (0,12)

Meningkatkan pendapatan

petani (0,29)

Meningkatkan daya saing

ekspor (0,196)

Memperluas lapangan

kerja (0,25)

Meningkatkan devisa negara

(0,27)

Lateks DPNR (0,61)

Karet busa (0,26)

Perekat (0,139)

Page 91: JBM September 2006

88

Industri menjadi actor yang memberi pengaruh tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini dapat diebabkan karena hasil pengolahan ini akan dijual kembali ke industri pengolahan lebih lanjut. Kriteria yang mendapat prioritas tertinggi adalah aspek teknis teknologis. Aspek ini mempunyai pengaruh menyeluruh dalam kelayakan usaha karena meliputi rencana kapasitas, pemilihan teknologi, desain lay out pabrik dan skala produksi.

Sub model DSS Rubber 3 Sub model ini digunakan untuk menentukan lokasi agroindustri unggulan. Lokasi agroindustri unggulan yang dipilih adalah lokasi yang diharapkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah:

1. Ketersediaan dan kedekatan dengan bahan baku 2. kedekatan dengan daerah pemasaran 3. kemudahan dalam memperoleh fasilitas produksi 4. ketersediaan tenaga kerja 5. ketersediaan sarana dan prasarana penunjang 6. harga tanah 7. tingkat UMR setempat 8. keterimaan masyarakat sekitar 9. kebijakan pemerintah

Hasil analisis mengginakan SMART memperlihatkan hasil seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis SMART terhadap keputusan pemilihan lokasi

Alternative lokasi No Criteria Sumatera

Selatan Kalimantan

Barat Riau Jambi 1 Ketersediaan bahan baku 0,2 0,15 0,2 0,15 2 Kedekatan dengan pemasaran 0,15 0,1 0,1 0,1 3 Ketersediaan sarana dan

prasarana produksi 0,075 0,075 0,05 0,05

4 Kemudahan dalam memperoleh fasilitas produksi

0.075 0,075 0,05 0,075

5 Kebijakan pemerintah 0,05 0,05 0,05 0,05 6 Keterimaan masyarakat 0,05 0,05 0,025 0,025 7 Others 0,1 0,1 0,075 0,075 Total 0,7 0,6 0,55 0,525 Ranking 1 2 4 3

Page 92: JBM September 2006

89

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 4 propinsi yang menjadi lokasi yang sesuai untuk agroindustri lateks DPNR adalah Sumatera Selatan. Sub model perkiraan ketersediaan bahan baku Sub model ketersediaan bahan baku digunakn untuk menentukan perkiraan ketersediaan bahan baku karet. Dari Grafik dapat dilihat bahwa trend produksi karet petani relative konstan tiap tahun dan tidak mengalami penurunan yang berarti sehingga diharapkan kontinuitas bahan baku tatap tersedia (Gambar 7 dan 8).

produksi karet petani

050

100150200250300350400450500

tahun

prod

uksi

(000

ton)

xy

x 1995 1996 1997 1998 1999 2000

y 341 334.6 309.8 330.9 303.7 300

1 2 3 4 5 6

Gambar 7. Produksi karet rakyat Indonesia

Page 93: JBM September 2006

90

Jumlah Produksi Karet Rakyat

y = -7.9029x + 16106

300

305

310

315

320

325

330

335

340

345

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

Tahun

Prod

uksi

(rib

u to

n)

Gambar 8. Persamaan Linier produksi karet rakyat

Sub kelayakan financial agroindustri

Sub model ini digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha agroindustri dilihat dari aspek financial. Asumsi yang digunakan untuk pendirian agroindustri lateks DPNR ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Asumsi yang digunakan untuk agroindustri lateks DPNR

No Asumsi Nilai 1 Umur proyek agroindustri lateks DPNR 10 tahun 2 Jumlah produksi/hari 10.000 kg 3 Bunga bank saat ini 20% 4 Harga bahan baku lateks Rp 2300/kg llateks 5 Harga jual DPNR Rp 8000/kg 6 Biaya dan harga selama 10 tahun dihitung konstan 7 Persentase biaya penyusutan 10% 8 Persentase biaya pemeliharaan 2% 9 Persentase biaya asuransi 0,5% 10 Persentase produksi:

Tahun 1 50%

Page 94: JBM September 2006

91

No Asumsi Nilai Tahun ke 2 Tahun ketiga dan seterusnya

80% 100%

11 Modal investasi: 50% modal sendiri dan 50% modal pinjaman

Hasil analisis kelayakan

Tabel 6. Analisis kelayakan dan snsitivitas agroindustri lateks pekat DPNR

Criteria investasi Kondisi normal Harga jual turun 10%

Harga bahan baku naik 17,4%

NPV 3,711,260,002 1,665,409.275 0 IRR 40% 30 20% B.C ratio 1,9 1,4 1 Payback periode 3,2 thn 4,3 5,06

KESIMPULAN

1. Basis model yang dikembangkan dalam DSS Rubber adalah model pemilihan alternative industri karet berdasarkan pohon industri karet, pemilihan agroindustri berdasarkan kesesuaian dengan karakteristik petani kebun, pemilihan lokasi yang sesuai, penentuan kecukupan bahan baku dan kelayakan usaha agroindustri karet.

2. Hasil verifikasi model DSS Rubber di Indonesia dan analisa menunjukkan bahwa:

a. Alternatif industri yang terpilih berdasarkan pohon industri di Indonesia adalah: lateks DPNR, perekat dan karet busa.

b. Agroindustri yang sesuai dengan karakteristik petani kebun berdasarkan analisis AHP adalah DPNR (0,61), karet busa (0,26) dan perekat (0,139).

c. Lokasi yang terpilih yang sesuai untuk pengembangan lateks DPNR berdasarkan analisis SMART adalah Sumatera Selatan.

Page 95: JBM September 2006

92

d. Berdasarkan analisis kelayakan, agroindustri layak untuk dikembangkan dengan nilai NPV 3,711,260,002, IRR 40%, BC ratio 1,9 dan Pay back Periode 3,2 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

DitjenBun. 2000. Rubber Commodity Outlook, Jakarta.

DitjenBun. 2001. Statistik Perkebunan Indonesia : Karet, Jakarta.

Eriyatno. 1996. Analisa Sistem Ahli di Bidang Pertanian dalam Ilmu Sistem. Penerbit IPB, Bogor.

Gapkindo. 2001. Buletin Karet. Informasi pasar, perkembangan karet Indonesia. No. 02 Tahun 23. 20 Januari 2001. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta.

IRSG. 2001. Rubber Statistica Bulletin. International Rubber Study Group. Wembley, UK.

Manning, W.A. 1984. Decision Making : How a microcomputer aids the process Portland State University.

Makridakis, S. Steven C, Wheelwright dan Victor E. Mc Gee. 1995. Metode aplikasi peramalan terjemahan Erlangga, Jakarta.

Marimin . 2002. Teori dan aplikasi system pakar dalam teknologi manajerial. IPB Press, Bogor.

Minch, R.P dan J.R Burn. 1983. Conceptual of Decicion Support System Utilizing Management Science Model IEEE Transaction on System Mac ND Gybermatic, USA.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin. Proses hirarki analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks. Terjemahan. PT Pustakan Binaman Pressindo, Jakarta.

Sutojo, S. 2000. Strudi Kelayakan Proyek, teori dan praktek. Gramedia, Jakarta.

Turban, E. 1990. Decision Support System and Expwert System. Mc Millan Publ, New York.

www.FAO.org

www.bi.go.id/sipuk/siabe

www.agroindonesia.com

Page 96: JBM September 2006

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung

Ribhan6

ABSTRAK

Brand Switching is the time when a customer or a group of customerchange their loyalty from one brand of product to another. The other definition of Brand Switching is brand movement done by customer for times employment, brand switching level.

The data obtained through the istribution of quisioner with sampling method done by Stratified Random Sampling, where sub popilation in this research is consist of nine (9) sub population/ major. Sample amount in this research is counted based on the opinion of Hair and friends in Augusty Ferdinand (2002:47-48), 117 sample.

Based on research about the factors influence brand switching to SIM Card user in Economics Faculty Lampung University, some suggestion served as consideraton material for SIM card provider to face customer brand switching. Firstly, from result test could be seen that brand switching is unsignificantly influenced by product attributes offered, furthermore the effort should be done by provider is limited to necessary product attributes improvement insteaf of inovatively. Secondly, cellular operator should put more attention to determine low price in every price variable inovation offered, because this is evidently prooved so effective in influencing customer brand switching in every buying times. Thirdly, cellular operator sholud be more active in setting their promotion activity, such as increasing advertisement frecuency, choosing more attractive and ear cacthcy words in the advertisement and other type of promotion, etc. Fourthly, if cellular provider increase their promotion activity actively, then it must be followed by increasement of inventories in selling rack, and widen the distribution line because these are evidently prooved to be so effective in influencing customer brand switching in every buying times.

Keywords : Brand Switching, SIM Card, promotion

6 Dosen pada Jurusan Manajemen FE Unila

Page 97: JBM September 2006

94

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa globalisasi seperti sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus informasi yang semakin maju dan cepat mendorong timbulnya laju persaingan dalam dunia usaha. Melihat banyaknya produk yang ditawarkan maka konsumen akan mulai melihat merek mana yang memenuhi kebutuhannya. Jadi kebutuhan konsumen tidak terbatas pada fungsi utama yang bisa diberikan pada suatu produk (primary demand), tetapi berkembang menjadi kebutuhan sekunder (secondary demand) yaitu keinginan pada suatu merek. Reicheld (1996) mengemukakan bukti bahwa dari para pelanggan yang puas atau sangat puas, antara 65% sampai 85% akan berpindah ke produk lain (meraih loyalitas pelanggan, pdf article). Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa dengan hanya memuaskan pelanggan tidak cukup menjaga pelanggan agar tetap loyal, sementara di lain pihak pelanggan tetap bebas dalam membuat pilihan suatu merek. Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia. Awal kelahiran Industri seluler di Indonesia didominasi oleh dua operator selular besar yang berbasis GSM (Global System for Mobile Communication), yaitu PT. Telkomsel (Telekomunikasi Seluler Indonesia) dan PT. Satelindo (Satelit Palapa Indonesia). Beberapa tahun kemudian hadir operator seluler dengan nama PT. Exelcomindo Pratama. Adanya beberapa operator seluler menimbulkan persaingan yang semakin ketat pada industri telekomunikasi seluler, produk telekomunikasi seluler semakin bertambah dan beraneka ragam. Persaingan ini membawa dampak positip buat konsumen. Ketika operator berlomba menawarkan produknya, konsumen dapat memilih sesuai kebutuhan. Murahnya harga kartu perdana membuat konsumen dapat berganti-ganti kartu sesering mungkin (brand switching). Tingkat pengguna yang berguguran di tengah jalan juga tinggi, diperkirakan mencapai 30% (Majalah Trend & Telecomunication, 15 : Juli 2005). Menyadari fenomena tersebut, masing-masing operator seluler berusaha menciptakan inovasi terhadap fitur-fitur baru agar pelanggan tetap loyal. Saat ini operator seluler tidak hanya mengandalkan produk dan harga saja, tetapi perlu menciptakan nilai tambah yang dapat dinikmati pelanggan sesuai dengan kenginan dan kebutuhan pelanggan. Data dari hasil riset majalah SWA menunjukkan total pelanggan seluler di Indonesia hingga Maret 2004 sebesar 21,6 juta pelanggan. Dari jumlah tersebut,

Page 98: JBM September 2006

95

PT. Telkomsel menduduki market share peringkat pertama sebesar 44% untuk kartu Simpati, disusul kartu Mentari dari PT. Indosat sebesar 24%, kemudian berturut-turut PT. Exelcomindo dengan kartu Pro XL sebesar 15%, dan 17% gabungan dari seluruh operator seluler yang ada di Indonesia (Majalah SWA Seluler, 33 : November 2004). Data penjualan beberapa merek SIM Card dari ketiga operator seluler di Bandar Lampung pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Rekapitulasi Penjualan Kartu Prabayar di Bandar Lampung

SIM Card Mentari Simpati Pro XL Lainnya Bulan

Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Januari 233.442 427.977 145.901 165.355 Februari 226.030 414.388 141.269 160.105 Maret 272.339 499.288 170.212 192.907 April 303.976 557.289 189.985 215.316 Mei 358.586 657.408 224.116 253.998 Juni 364.694 668.606 227.934 258.325 Juli 425.591 780.250 265.994 301.460 Agustus 403.487 739.726 252.179 285.803 TOTAL 2.588.145 4.744.932 1.617.590 1.833.269

Sumber : Database Indosat Lampung 2006 Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa total penjualan SIM Card terbesar terbesar di Bandar Lampung dipimpin oleh operator seluler dangan pangsa pasar terbesar di Indonesia yaitu PT. Telkomsel. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa pada masing-masing operator seluler selain mengalami peningkatan juga pernah mengalami penurunan volume penjualan. Indikasi ini memperlihatkan bahwa pelanggan pada masing-masing operator seluler kerapkali berpindah kesetiaannya, karena tertarik atau ingin mencoba menggunakan merek SIM Card lain yang dinilai mampu memberikan nilai tambah. Selain itu, dapat dilihat bahwa pada bulan Agustus terjadi penurunan volume penjualan, yang artinya pada bulan ini siklus hidup produk (PLC) dari masing-masing operator seluler berada pada tahap penurunan. Konsumen pada tahap ini sedang mengalami kejenuhan, kondisi ini medorong masing-masing operator seluler melakukan penurunan harga. Konsumen yang telah berpindah kesetiaannya selain berganti-ganti merek SIM Card pada tiap waktu pembeliannya juga tedapat konsumen yang setiap waktu pembeliannya menggunakan lebih dari satu merek SIM Card yang berbeda.

Page 99: JBM September 2006

96

Mengingat hal ini, akan diperlihatkan juga data jumlah pelanggan pada Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Jumlah Pelanggan Kartu Prabayar di Bandar Lampung

SIM Card Mentari Simpati Pro XL Lainnya Bulan

Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber Januari 179.585 329.239 112.241 127.206 Februari 159.785 292.939 99.866 113.181 Maret 156.859 287.575 98.037 111.108 April 173.823 318.675 108.639 123.125 Mei 186.466 341.854 116.541 132.080 Juni 185.847 340.719 116.154 131.642 Juli 187.116 343.046 116.947 132.540 Agustus 183.724 336.827 114.827 130.138

Sumber : Database Indosat Lampung 2006 Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah pelanggan dan jumlah penjualan pada masing-masing operator seluler selain mengalami peningkatan juga pernah terjadi penurunan kuantitas. Terlihat pada tabel yaitu di bulan Februari dan Maret terjadi penurunan jumlah pelanggan Mentari, setelah adanya layanan Free Talk yang diluncurkan pada bulan April terjadi peningkatan jumlah pelanggan Mentari. Free Talk merupakan layanan tambahan berupa telepon gratis selama lima jam dari Mentari ke seluruh operator Indosat. Pelanggan bebas memilih merek SIM Card mana yang mampu menawarkan nilai tambah yang dapat diperoleh pelanggan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Perbandingan tarif yang ditawarkan dari masing-masing kartu prabayar dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tedapat perbedaan penetapan tarif pada masing-masing operator seluler. Tarif percakapan yang ada merupakan tarif yang berlaku pada waktu peak (sibuk). Pengenaan tarif percakapan pada waktu offpeak dari masing-masing operator seluler yaitu lebih rendah dari tarif waktu peak. Pemberlakuan itu merupakan usaha dari tiap operator seluler dalam rangka memperluas market share dan menawarkan nilai tambah yang dapat diperoleh pelanggan sesuai keinginan dan kebutuhan guna menjaga pelanggan tetap loyal dalam setiap waktu pembeliannya. Masing-masing operator seluler dalam pengenaan tarif percakapan memiliki pembagian waktu bicara, yaitu waktu peak (sibuk) dan waktu offpeak (tidak sibuk). Tarif percakapan kartu prabayar Simpati pada waktu peak (07.00-23.00)

Page 100: JBM September 2006

97

dan waktu offpeak (23.00-07.00). Tarif percakapan kartu prabayar XL Jempol pada waktu peak (06.00-22.00) dan waktu offpeak (22.00-06.00). Kartu Prabayar Mentari setelah ada layanan free talk, pembagian waktu berbicara berubah menjadi waktu peak (07.00 s/d 23.00) dan waktu offpeak (23.00 s/d 24.00) serta waktu free talk (24.00 s/d 05.00). Tabel 3. Perbandingan Tarif kartu Simpati, Mentari, Xl Jempol

Kartu Seluler Tarif SMS dan Layanan Simpati Mentari Xl Jempol

a. SMS sesama Rp.350,-/pesan Rp.350,-/pesan Rp 99,-/pesan b. SMS lintas operator Rp.350,-/pesan Rp.350,-/pesan Rp 299,/pesan c. SMS internasional Rp.600,-/pesan Rp.500,-/pesan Rp 499,-/pesan d. MMS sesama Rp.500,-/kb Rp.1.375/50 Kbytes Rp 500/100 kb e. MMS lintas operator Rp.500,-/100kb Rp.1.375/50 Kbytes Rp 1.250/100 kb f. MMS internasional Rp.3..250,-/Kbytes Rp.1.375/50 Kbytes Rp 3.300/100 kb g. GPRS Rp.7-/Kbytes Rp.5,-/Kbytes Rp 10/kb h. Voice mail Tarif Lokal Rp.776,5/menit Tarif lokal ke PSTN i. Layanan info GRATIS GRATIS GRATIS j. Customer sevice GRATIS GRATIS Rp 399 Tarif Percakapan a. Sesama local Rp.1.500,-/menit Rp.500/menit Rp 500/30 detik b. Sesama SLJJ Rp.4.000,-/menit Rp.500/menit Rp 500/30 detik c. PSTN local Rp.950,-/menit Rp.900/menit Rp 350/30 detik d. PSTN SLJJ Rp3.720,-/menit Rp.3.200/menit Rp 1.000/30detik e. Operator lain local Rp.1.600,-/menit Rp.1.500/menit Rp 750/30 detik f. Operator lain SLJJ Rp.4.000,-/menit Rp.3.200/menit Rp1.000/30detik

Tarif Isi Ulang pulsa 10.000; 25.000; 50.000; 100.000

10.000; 20.000; 50.000; 100.000

5.000; 10.000; 15.000; 25.000; 35.000; 50.000; 100.000

Sumber : www.satelindo.com; www.telkomsel.com; www.xl.co.id tahun 2007

Perbandingan fitur dan layanan yang ditawarkan dari masing-masing kartu prabayar dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Perbandingan Fitur dan Layanan kartu Simpati, Mentari, XL, Jempol

SIM Card Fitur & Layanan Mentari Simpati XL Jempol SMS (Short Message Service) √ √ √ MMS, GPRS, 3G √ √ √ Bebas Roaming Nasional √ √ √ Layanan data √ √ √ Caller ID (CLI) √ √ √

Page 101: JBM September 2006

98

SIM Card Fitur & Layanan Mentari Simpati XL Jempol CLIR (Calling Line Identification Restriction) √ - - Call Waiting √ √ √ Call Hold √ √ √ Voice Mail √ √ √ Who Called √ √ √ Kapasitas Phone Book √ √ √ Cek Saldo & isi ulang cepat √ √ √ Pulsa tdk hangus pd ms tenggang √ √ √ Nomor akses khusus bebas pulsa √ √ √ MPC (Multy Party Calling) - √ - Forum untuk pelanggan - √ - Layanan Nada Tunggu √ √ √ Zona Luas √ √ √ Voice SMS √ - √

Sumber : www.satelindo.com; www.telkomsel.com; www.xl.co.id tahun 2007

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat perbandingan fitur dan layanan yang diberikan oleh masing-masing operator seluler. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian dengan tidak berpindah-pindah merek, walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing. Data mengenai fenomena brand switching yang terjadi pada Mahasiswa S1 reguler dan D3 Fakultas Ekonomi Universitas Lampung tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Fenomena Brand Switching Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Universitas Lampung

Lama Pemakaian Operator, Sim card ≤1 bln (2 s/d 6)

bln (7 s/d 12)bln > 12 bln Total

Mentari 3.81% 4.05% 3.13% 3.81% 14.80% IM3 2.38% 5.73% 2.63% 3.34% 14.08% Indosat

Matrix 0.24% 0.24% - 0.71% 1.19% Star one 1.67% 0.47% - 0.24% 2.38% Jempol 4.06% 7.40% 2.86% 5.73% 20.05% Bebas 2.86% 3.11% 1.67% 1.67% 9.31% Excelcomindo

X Plor 0.95% 0.48% 0.24% - 1.67% Simpati 2.63% 4.77% 3.10% 7.88% 18.38%

As 1.91% 5.49% 2.86% 6.21% 16.47% Telkomsel Halo - 0.48% 0.24% 0.95% 1.67%

Sumber : Data hasil penyebaran 117 kuesioner, Mei 2007.

Page 102: JBM September 2006

99

Berdasarkan Tabel 5 dan kuesioner (Tabel i) yang terdapat pada Lampiran 1 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 117 kuesioner yang telah disebar, yakni terdapat 419 jawaban (yang diberi tanda X). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata seorang responden pernah atau sedang menggunakan sebanyak 3 atau 4 merek SIM Card dalam berbagai jangka waktu pemakaian. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa Kartu Jempol dari PT. Excelcomindo merupakan merek SIM Card yang paling banyak dipilih oleh responden, namun dengan waktu pemakaian yang relatif tidak lama yaitu antara 2 s/d 6 bulan (persentase sebesar 7.40%). Hasil survei yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa fenomena brand switching terjadi pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Definisi dari brand switching adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co). Peralihan merek (brand switching) ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Konsumen merupakan penerima informasi pasif (information catching) ketika konsumen tersebut melihat iklan di televisi, surat kabar, majalah, dan media luar ruang seperti spanduk, umbul-umbul, billboard, dan lain-lain. Promosi periklanan (reminder advertising) menciptakan keakraban merek (brand familiarity) dan bukan keyakinan merek (brand conviction). Melalui Personal selling, mengadakan promosi penjualan dengan cara program bundling kartu perdana dengan merek handphone tertentu, serta melakukan hubungan masyarakat (Humas) dengan cara press release dan sponshorship juga dapat menciptakan keakraban merek pada pengguna SIM Card. Pemasar juga dapat melakukan strategi sepeti menjaga agar jangan sampai kehabisan stok. Sekali kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Ini jelas harus dicermati dengan baik oleh para pemasar agar perusahaan dapat mempertahankan dan meningkatkan pasar guna mengungguli para pesaing dengan produk atau merek yang ditawarkan. 1.2 Permasalahan Ketatnya situasi persaingan yang sedang terjadi pada Industri Telekomunikasi sedang dirasakan oleh masing-masing operator seluler dari berbagai merek SIM Card, khususnya di Bandar Lampung. Masing-masing operator seluler bersaing dalam hal menawarkan fitur dan layanan produk yang inovatif, tarif pulsa dan harga yang rendah serta strategi promosi dan distribusi yang efektif. Data penjualan pada akhir tahun 2006 menunjukkan adanya masalah, yaitu penurunan volume penjualan pada masing-masing operator seluler, dimana pada saat itu Product Life Cycle (PLC) dari berbagai merek SIM Card yang ada di Bandar Lampung sedang berada pada tahap penurunan. Konsumen dari

Page 103: JBM September 2006

100

masing-masing SIM Card pada tahap itu sedang mengalami kejenuhan, dan implikasi yang terjadi ditemukan bahwa konsumen tersebut berpindah kesetiaannya dari satu merek produk ke merek produk lainnya (brand switching). Perilaku konsumen brand switching lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian. Mengingat bahwa konsumen ini memiliki keterlibatan yang rendah dalam setiap pembeliannya, masing-masing operator seluler berlomba-lomba melakukan serangkaian kegiatan promosi untuk menjelaskan keistimewaan produknya dan menjaga persediaan di setiap rak penjualan pada setiap saluran distribusi yang ada untuk menghindarkan terjadinya celah distribusi yang nantinya dapat memberikan keuntungan pada pesaing. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peralihan merek (brand switching) dapat dilihat dari banyak indikator, antara lain atribut produk (product attributes), harga (price), promosi (promotion), dan persediaan produk (product distribution). Indikator-indikator tersebut dapat pula dikategorikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi brand switching. Dan timbul suatu permasalahan yaitu:

1. ”Apakah atribut produk (product attributes) memiliki pengaruh yang positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”

2. ”Apakah harga produk memiliki pengaruh yang positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”

3. ”Apakah promosi (promotion) memiliki pengaruh yang positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”

4. ”Apakah persediaan produk (product distribution) memiliki pengaruh yang positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1.3.1 Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh product attributes terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

Page 104: JBM September 2006

101

2. Pengaruh harga produk terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

3. Pengaruh promosi terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

4. Pengaruh persediaan produk (product distribution) terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

1.3.2 Manfaat Penulisan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

1. Memberikan informasi atau bahan masukan yang berguna bagi perusahaan penyedia SIM Card, dalam hal ini yakni para pemasar didalam merumuskan strategi pemasaran yang tepat.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, khususnya jurusan Manajemen pemasaran dalam kaitannya dengan studi kasus yang berkaitan dengan implementasi bauran pemasaran dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sebagai bahan referensi bagi penulis untuk penelitian selanjutnya.

1.4 Kerangka Pemikiran Model Pengaruh variabel product attributes, price, promotion, dan product distribution terhadap variabel brand switching dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Page 105: JBM September 2006

102

Gambar 1. Tata hubung antar variabel yang mempengaruhi Brand Switching

Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas merek yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-pindah atau peralihan merek (brand switching).

Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their allegiance from one brand of a certain type of product to another (Sticky-Marketing.com monthly magazine).

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal (Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co). Menurut David A Aaker (1996: 23)

There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the performance of the product or service is not improved.

Atribut Produk

(X1)

Harga (X2)

Promosi (X3)

Brand Switching (Y)

Persediaan Produk

(X4)

Page 106: JBM September 2006

103

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat suatu resiko dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena mungkin saja konsumen memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya. Menurut Rangkuti (2002:61)

tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).

Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal. Menurut David A Aaker (1996:22)

Active management requires efforts to avoid distribution gaps or out-of-stocks that might precipitate a decision to switch brands.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan manajemen lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan celah distribusi (out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen memutuskan untuk berpindah-pindah merek (brand switching). Konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (Variety Seeking Buying Behavior), hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

KETERLIBATAN Tinggi Rendah

Banyak Complex Buying Behavior Variety Seeking Buying Behavior

Perb

edaa

n Me

rek

Sedikit Dissonance Reducing Buying Behavior Habitual Buying Behavior

Gambar 2.Tipe-tipe perilaku konsumen Sumber: Panduan Riset Perilaku Konsumen, Bilson Simamora (2004:22)

Page 107: JBM September 2006

104

Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa peralihan merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction), tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand familiarity). Menurut Aaker, yang dikutip oleh Rangkuti (2002:39)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya meraih kualitas kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha membangun identitas merek (brand identity) dan berusaha membentuk citra merek (brand image building) dalam benak konsumen. Menurut Philip Kotler (2005 : 84)

Identitas merek dibangun dari beberapa elemen, yaitu nama, logo, warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan desain produk itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli. Memiliki brand position dan identitas yang konsisten (Consistency over time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek yang kuat. Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pemasaran, apakah itu untuk tujuan menaikkan penjualan, membentuk citra merek (brand image building),

Page 108: JBM September 2006

105

mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing lainnya. Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering disebut juga bauran promosi, yaitu Periklanan, Promosi Penjualan, Hubungan Masyarakat dan Publisitas, Penjualan secara pribadi, dan Pemasaran Langsung. 1.5 Hipotesis Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang digunakan adalah :

1. Product attributes berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

2. Harga produk berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

3. Promosi berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

4. Persediaan produk (product distribution) berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Ekuitas Merek dan Konsep Merek Dewasa ini, satu-satunya atribut yang sulit ditiru adalah merek yang kuat. Produk yang memiliki merek yang kuat cenderung lebih mudah memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan. Alasan penting lainnya adalah merek lebih bermakna daripada sekedar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik, sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara spesifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible seperti emosional, keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan. Menurut Kotler (2002:460)

Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut dmaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dan jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan membedakan dari produk pesaing.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika suatu perusahaan tersebut tidak melihat tujuan merek hanya sebagai nama, perusahaan tersebut tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian merek adalah mengembangkan suatu kumpulan makna yang mendalam untuk

Page 109: JBM September 2006

106

merek tersebut. Batasan-batasan mengenai merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya, dan kepribadian yang tercermin dari merek itu. Pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek menurut Rangkuti (2002:3) memiliki enam tingkat pengertian.

1. Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.

2. Manfaat

Merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen.

3. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Mereka yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. 5. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya. Diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.

6. Pemakai Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya.

Menyeleksi nama merek yang baik bukan merupakan tugas yang mudah. Sebuah merek yang baik harus memiliki karakteritik-karakteristik di bawah ini sebanyak mungkin, meskipun dalam kenyataannya sukar sekali untuk memiliki semuanya. Menurut Rangkuti (2002:37) sebuah merek harus:

1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. Nama yang

singkat sangat membantu.

Page 110: JBM September 2006

107

3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa

asing. 5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan

mendapat perlindungan hukum.

Perusahaan harus melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-masing merek guna membedakan produk dengan produk pesaing,. Para pemasar harus mampu menciptakan personality untuk merek yang dimilikinya dan terus menerus memperbaiki kesan personalitas merek agar tidak ketinggalan jaman. Merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang tidak dimilikinya di pasar. Pada suatu sisi terdapat merek yang tidak dikenal oleh sebagian besar pembeli di pasar, terhadapnya pembeli memiliki tingkat kesadaran merek (brand awerenes). Akhirnya ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek (brand loyality) yang tinggi. Menurut Durianto dan Sitinjak (2001:4)

Ekuitas merek (brand equaity) adalah seperangkat alat dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, symbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa pada perusahaan maupun pelanggan.

Suatu nama merek perlu dikelola dengan cermat agar ekuitas merek tidak mengalami penyusutan. Hal ini membutuhkan pemeliharaan atau peningkatan kesadaran merek dan asosiasi merek yang positif. Menurut Aaker, yang dikutip oleh Rangkuti (2002:39)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya meraih kualitas kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha membangun identitas merek (brand identity) dan berusaha membentuk citra merek (brand image building) dalam benak konsumen. Menurut Philip Kotler (2005 : 84)

Page 111: JBM September 2006

108

Identitas merek dibangun dari beberapa elemen, yaitu nama, logo, warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan desain produk itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli. Memiliki brand position dan identitas yang konsisten (Consistency over time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek yang kuat. Menurut Aaker yang dikutip Rangkuti (2002:43)

Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau cara untuk mengkomunikasikannya, hal itu dapat membentuk citra merek atau brand image dalam benak konsumen. Loyalitas merek (Brand Loyalty) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. 2.2 Brand Switching Konsep yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas merek yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-pindah atau peralihan merek (brand switching).

Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their allegiance from one brand of a certain type of product to another (Sticky-Marketing.com monthly magazine).

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal (Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co).

Page 112: JBM September 2006

109

Menurut Bilson Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (Variety Seeking Buying Behavior). Peralihan merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction), tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand familiarity). 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Brand Switching Menurut Rangkuti (2002:61)

tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).

Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal. Menurut David A Aaker (1996: 23)

There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the performance of the product or service is not improved.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat suatu resiko dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena mungkin saja konsumen

Page 113: JBM September 2006

110

memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya. Menurut David A Aaker (1996:22)

Active management requires efforts to avoid distribution gaps or out-of-stocks that might precipitate a decision to switch brands.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan manajemen lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan celah distribusi (out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen memutuskan untuk berpindah-pindah merek (brand switching). Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pemasaran, apakah itu untuk tujuan menaikkan penjualan, membentuk citra merek (brand image building), mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing lainnya. Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering disebut juga bauran promosi, yaitu :

1) Periklanan 2) Promosi Penjualan 3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas 4) Penjualan secara pribadi 5) Pemasaran Langsung

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey/sample, yaitu mengambil hanya sebagian unit populasi guna dijadikan unit observasi. 3.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Penelitian pustaka, yaitu dengan membaca buku/literatur atau karya

ilmiah lainnya dan sumber data lain yang mempunyai hubungan dengan penulisan penelitian ini.

3.2.2 Penelitian Lapangan, yaitu dengan cara memberikan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada responden untuk dijawab, kemudian jawaban dari setiap pertanyaan tersebut ditentukan skornya dengan menggunakan

Page 114: JBM September 2006

111

Skala Likert yaitu : (1, 2, 3, 4, 5) dengan kriteria umum untuk skor yang digunakan untuk jawaban adalah : • Sangat setuju, skor = 5 • Setuju, skor = 4 • Netral, skor = 3 • Tidak setuju, skor = 2 • Sangat tidak setuju, skor = 1

3.3 Metode Penarikan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Mengingat sangat besarnya jumlah populasi dalam penelitian ini, maka pengambilan sampelnya menggunakan Stratified Random Sampling. Populasi dibagi ke dalam beberapa sub populasi, kemudian pada setiap sub populasi dilakukan pengambilan sampel secara acak. Sub populasi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan banyaknya jurusan yang ada dalam Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sub Populasi Penelitian

No SUB POPULASI/JURUSAN 1. SI Manajemen 2. S1 Akuntansi 3. S1 IESP 4. D3 Pemasaran 5. D3 Keuangan dan Perbankan 6. D3 Akuntansi 7. D3 Perpajakan 8. D3 Koperasi 9. D3 Perencanaan Pembangunan

Besarnya sampel dalam penelitian ini dapat dihitung berdasarkan pendapat Hair dkk dalam Augusty Ferdinand (2002:47-48) bahwa ukuran sampel minimum yang digunakan dalam Structural Equation Modeling (SEM) adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Penelitian ini menggunakan 23 indikator, maka berdasarkan rumus tersebut di atas besarnya sampel dalam penelitian ini adalah :

Total sampel = 23 x 5 = 115 responden

Jumlah sampel untuk tiap sub populasi (sub sampel) ditentukan secara rata-rata. Alasan penentuan ini dikarenakan bahwa tiap-tiap sub populasi/jurusan

Page 115: JBM September 2006

112

mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh dhasil sebaga berikut :

Sampel untuk tiap sub populasi (sub sampel) = Besarnya sampel n sub populasi = 115 responden 9 = 12,77 ≈ 13 responden

3.4 Definisi Operasional Variabel

3.4.1 Observed Variables

3.4.1.1 Variabel Independen (X)

• Product attributes (X1) • Price (X2) • Promotion (X3) • Product distribution (X4)

3.4.1.2 Variabel Dependen (Y)

Yaitu Brand switching

3.4.2 Unobserved Variables

e1, e2, e3, e4, e5

Peralihan merek (Brand switching) adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya (Sticky-Marketing.com monthly magazine). Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan brand switching menurut David A. Aaker (1996) yaitu product attributes, price, dan product distribution. Menurut Sutisna (2001) yaitu konsumen yang melakukan brand switching merupakan konsumen yang low involvement, konsumen tersebut dalam perilaku pembeliannya dipengaruhi oleh ingatan yang kuat akan merek tertentu. Menurut Philip Kotler (1999), Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh membentuk citra merek (brand image building). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan

Page 116: JBM September 2006

113

bahwa promosi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi brand switching.

Atribut produk (product attributes). Meliputi aspek produk dan non-produk dari produk SIM Card yang ditawarkan. Aspek produk meliputi variasi produk, kualitas (daya tahan, keandalan jangkauan sinyal), nama merek, logo, warna, slogan, symbol, desain kemasan, desain produk itu sendiri, dan nomor cantik. Aspek non produk meliputi fitur dan layanan yang ditawarkan.

Harga (Price). Merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan. Indikator harga pada produk SIM Card meliputi harga katalog, tarif pulsa, bonus pulsa, sampel gratis.

Promosi (Promotion). Disebut juga bauran komunikasi. Menurut Philip Kotler (1999: 205) terdapat lima cara komunikasi utama, yaitu periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, penjualan secara pribadi, dan pemasaran langsung.

Persediaan produk (product distribution). Meliputi tersedianya produk SIM Card di setiap rak-rak penjualan, counter penjualan, atau gerai pejualan dan jumlah saluran distribusi yang ada pada berbagi daerah distribusi.

3.5 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur

3.5.1 Uji Validitas

Pengukuran validitas menggunakan uji Spearman dengan bantuan SPSS sampai diperoleh hasil yang valid. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukurnya secara tepat dan benar. Proses pengujian spearman dilakukan berulang kali dengan menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig. (2 tailed) diatas 0.01, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-tailed) dibawah 0.01.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien Alpha Croanbach. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan ketepatan pengukuran, bila pengukuran dilakukan pada objek yang sama berulang kali dengan instrumen yag sama. Hasil uji reliabilitas dengan nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel (Ferdinand, Agusty , 2002:63).

Page 117: JBM September 2006

114

3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Analisis Kualitatif

Menganalisis data dengan menguraikan hasil daftar pertanyaan yang diperoleh dari para responden dengan menggunakan pendekatan konsep pemasaran, khususnya teori-teori yang berkaitan dengan ekuitas merek dan perilaku konsumen.

3.6.2 Analisis kuantitatif

Model analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis jalur memiliki kemampuan untuk menampilkan sebuah model komprehensif bersamaan dengan kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi atau faktor dari sebuah konsep melalui indikator-indikator empiris (Confirmatory Factor Analysis) serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh antar faktor yang secara teoritis ada (Analisis Regresi).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Uji Normalitas Data baik secara univariat maupun multivariate. Mengingat bahwa teknik estimasi model yang digunakan adalah Maximum Likelihood Estimation (ML), teknik ini memprasyratkan dipenuhinya asumsi normalitas.

2. Uji Goodness-of-fit , uji ini dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian model, untuk mengetahui apakah menerima model atau menolak model. Uji ini dilakukan melalui telaah terhadap beberapa kriteria goodness-of-fit, yaitu Chi-square, Significance Probability, RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), GFI (Goodness of Fit Index), AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), TLI ((Tucker Lewis Index) , CFI (Comparative Fit Index), indeks CMIN/DF.

3. Uji Regression Weight (Loading Factor) uji ini dilakukan untuk menguji hipotesa dengan melihat signifikansi koefisien jalur (path coefficients) yaitu melihat nilai CR yang identik dengan t-hitung dengan membandingkan dengan t-tabel atau dengan melihat nilai Probabilitas (P). P < 0,05 dianggap signifikan.

4. Terakhir adalah melakukan analisis atas Direct effect dan indirrect effect.

Page 118: JBM September 2006

115

IV. PEMBAHASAN

4.1 Validitas Daftar Pertanyaan

Setelah proses skoring, dilakukan uji validitas terhadap 30 kuesioner yang telah dikoreksi (dapat dilihat pada Lampiran 2). Proses pengujian spearman dilakukan dengan menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig. (2-tailed) diatas 0.01 atau 0.05, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-tailed) dibawah 0.01 atau 0.05. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7. Hasil Uji Validitas

No Variabel Jml item

pertanyaan sebelum

Uji Validitas

No. Item pertanyaan

yang dihilangkan

Jml item Pertanyaan yang

tidak valid

Jml item pertanyaan yang valid

1. Brand Switching (Y) 6 1, 3 2 4 2. Product Attributes (X1) 13 9, 10, 14, 17, 18 5 8 3. Price (X2) 4 - - 4 4. Promotion (X3) 8 26, 27, 29 3 5

5. Product Distribution (X4) 2 - - 2

Berdasarkan Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa dari 33 item pertanyaan, hanya 23 pertanyaan yang valid. Tingkat signifikansi dari 10 item pertanyaan yang tidak valid dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengolahan lebih lanjut yaitu menghilangkan 10 item pertanyaan yang tidak valid dan dilakukan pengelompokkan terhadap item-item pertanyaan yang valid guna melihat interpretasi hasil validitas dari masing-masing kelompok variabel (Lampiran 3). Interpretasi hasil validitas menunjukkan bahwa pada kolom total diperoleh tingkat kevalidan yang sangat tinggi pada masing-masing variabel yang diteliti.

4.2 Realibilitas Daftar Pertanyaan

Setelah melakukan uji validitas, kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan dengan menggunakan koefisien Alpha Croanbach untuk menunjukan stabilitas dan konsistensi alat ukur. Hasil uji reliabilitas dengan nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel (Ferdinand, Agusty , 2002:63) dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :

Page 119: JBM September 2006

116

Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Croanbach

Variabel No. Item pertanyaan Jml. Item pertanyaan

Alpha Croanbachs

Y Brand Switching 2, 4, 5, 6 4 0,767 X1 Product Attributes 7,8,11,12,13,15,16,19 8 0,828 X2 Price 20,21,22,23 4 0,752 X3 Promotion 24,25,28,30,31 5 0793 X4Product Distribution 32,33 2 0,797

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai Alpha Croanbach diatas 0,5 untuk semua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator-indikator yang digunakan memiliki kesesuaian atau reliabilitas yang baik . Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 4.

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Analisis Hasil Uji Normalitas Data

Sebelum melakukan uji normalitas data, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas outliers. Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate (Augusty Fedinand 2002 : 97). Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :

Nilai – z =

N

Skewness6

Dimana N adalah ukuran sampel (Ferdinand, Agusty , 2002 :95).

Observasi-observasi yang mempunyai nilai z-score ≥ 3,0 akan dikategorikan sebagai outliers. Berdasarkan Tabel Descriptive Statistics dan Tabel Mahalanobis Distance (pada Lampiran 5), diketahui bahwa data 117 kuesioner yang digunakan terdapat outliers univariate dan multivariate yang harus dihilangkan. Terdapat 27 outliers atau kuesioner yang harus dihilangkan guna terpenuhinya asumsi normalitas data.

Uji normalitas data dilakukan setelah 27 outliers dihilangkan, sehingga jumlah observasi atau kuesioner yang digunakan adalah sebanyak 90 kuesioner dari

Page 120: JBM September 2006

117

117 kuesioner yang disebar, dapat dilihat pada lampiran 5. Uji normalitas data 90 kuesioner yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Assesment of Normality

Assessment of normality

Variable min Max Skew c.r. kurtosis c.r. X4 4.000 10.000 -.022 -.084 -.741 -1.434 X3 9.000 22.000 -.242 -.937 -.197 -.381 X2 11.000 20.000 -.381 -1.475 -.165 -.319 X1 17.000 34.000 -.211 -.817 -.349 -.676 Y 8.000 20.000 -.436 -1.689 -.056 -.109 Multivariate -3.142 -1.781

Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa baik melalui pengujian univariat maupun pengujian multivariate, terbukti bahwa data yang digunakan berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data secara univariat dapat dilihat pada kolom c.r dimana tidak ada angka nilai yang lebih besar dari ± 1.96 pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5% (Ferdinand, Agusty, 2002 :95). Hasil uji normalitas data secara multivariate dapat dilihat pada kolom C.r, dimana angka nilai C.r adalah dibawah ±1.96 pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%.

4.3.2 Analisis Hasil Uji Phat Model

Langkah awal yang dilakukan adalah Confirmatory Factor Analysis, yaitu menguji sebuah konsep yang dibangun dengan menggunakan indikator terukur product Attributes (X1), price (X2), promotion (X3), product Distibution (X4), dan brand switching (Y). Pengujian model dilakukan dengan menggunakan program Amos yang dihubungkan dengan SPSS, dapat dilihat pada Lampiran 6. Evaluasi terhadap Path Model (i) pada lampiran 6 dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Nilai Hasil Pengukuran Path Model (i)

Kriteria Cut Of value

Hasil Model Evaluasi Model

χ2 - Chi – square Diharapkan kecil

77,427 Tidak Baik χ2 - tabel dengan DF 6 adalah 12,591 sehingga terlihat bahwa hasil model lebih besar dari χ2 - tabel

Probability ≥ 0,05 0,000 Tidak Baik

Page 121: JBM September 2006

118

CMIN/DF ≤ 2,00 12,905 Tidak Baik GFI ≥ 0,90 0,729 Kurang Baik AGFI ≥ 0,90 0,324 Tidak Baik TLI ≥ 0,95 0,020 Tidak Baik CFI ≥ 0,95 0,412 Tidak Baik RMSEA ≤ 0,08 0,366 Tidak Baik

Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (i) pada Tabel 10 menunjukkan bahwa model kurang dapat diterima, seperti dijelaskan :

• χ2 _Chi-square sebesar 77,427 lebih besar dari χ2 -tabel yaitu sebesar 12,591 yang berarti model yang diuji kurang dapat diterima, karena menandakan tidak adanya perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.

• Probability sebesar 0,000 lebih kecil sama dengan 0,05 yang berarti model yang diuji tidak baik atau kurang dapat diterima.

• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,729 dimana lebih kecil sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi kurang baik.

• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0,324 dimana lebih kecil sama dengan 0,90, sehingga model ini kurang dapat diterima.

• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 0,020 dimana lebih kecil sama dengan 0,95, sehingga model ini kurang dapat diterima.

• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 0,412 dimana seharusnya lebih besar sama dengan 0,95, sehungga model ini kurang dapat diterima.

• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,366 dimana lebih besar sama dengan 0,08, sehingga model ini kurang dapat diterima.

Hasil pengukuran Path Model (i) menunjukkan bahwa model kurang dapat diterima karena minimnya total sampel yang digunakan setelah melalui uji normalitas data, yaitu hanya 90 responden. Menurut Hair dkk dalam Augusty Ferdinand (2002:47-48) menyarankan bahwa ukuran sampel minimum yang digunakan dalam Structural Equation Modeling (SEM) adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Penelitian ini menggunakan 23

Page 122: JBM September 2006

119

indikator, jadi besarnya sampel minimum dalam penelitian ini seharusnya adalah 115 sampel. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengolahan lebih lanjut, yakni dengan melakukan modifikasi indeks guna dihasilkan Path Model yang dapat diterima atau memenuhi kriteria goodness-of-fit indeks.

Pengolahan yang dilakukan menghasilkan terbentuknya model baru, yakni Path Model (ii), dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya evaluasi terhadap model pada lampiran 7 dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini :

Tabel 11. Nilai Hasil Pengukuran Path Model (ii)

Kriteria Cut Of value Hasil Model

Evaluasi Model

χ2 - Chi – square Diharapkan kecil

1,438 Baik χ2 - tabel dengan DF 2 adalah 5,991 sehingga terlihat bahwa hasil model lebih kecil dari χ2 - tabel

Probability ≥ 0,05 0,487 Baik CMIN/DF ≤ 2,00 0,719 Baik GFI ≥ 0,90 0,994 Baik AGFI ≥ 0.90 0.952 Baik TLI ≥ 0,95 1,023 Baik CFI ≥ 0,95 1,000 Baik RMSEA ≤ 0,08 0,000 Baik

Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (ii) pada Tabel 11 menunjukkan bahwa model dapat diterima, seperti dijelaskan berikut :

• χ2 _Chi-square sebesar 1,438 lebih kecil dari χ2 -tabel yaitu sebesar 5,991 yang berarti model yang diuji dapat diterima, karena menandakan adanya perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.

• Probability sebesar 0,487 lebih besar sama dengan 0,05 yang berarti model yang diuji baik atau dapat diterima.

• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,994 dimana lebih besar sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample yang terestimasi baik.

Page 123: JBM September 2006

120

• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0.952 dimana lebih besar sama dengan 0,90, sehingga model ini dapat diterima.

• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 1,023 dimana lebih besar sama dengan 0,95, sehingga model ini dapat diterima.

• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 1,000 dimana lebih besar sama dengan 0,95, sehungga model ini dapat diterima.

• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,000 dimana lebih kecil sama dengan 0,08, sehingga model ini dapat diterima.

4.3.3 Analisis Hasil Uji Regression Weight

Uji Regression Weight (Loading Factor) dilakukan untuk menguji hipotesis dengan melihat signifikansi nilai probabilitas (P), yakni cut off value sebesar p < 0,05 dianggap signifikan. Hasil uji regression weight dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini :

Tabel 12. Regression Weight

Estimate S.E. C.R. P Label

Y <--- X1 -.026 .069 -.373 .709 par_4 Y <--- X2 .510 .097 5.236 *** par_1 Y <--- X3 .300 .098 3.069 .002 par_3 Y <--- X4 .295 .138 2.134 .033 par_2 X3 <--- X1 .389 .058 6.688 *** par_7 X4 <--- X1 .176 .049 3.552 *** par_8 X3 <--- X2 .282 .103 2.727 .006 par_5

X4 <--- X3 .141 .071 1.991 .047 par_6 Keterangan :

C.R = t-hitung Estimate = Coeficient P = Probabilitas

Berdasarkan Tabel 12 serta Lampiran 8 dapat dijelaskan hasil perhitungan regression weight, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap Brand Switching (Y).

Page 124: JBM September 2006

121

2. Variabel Price (X2) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Brand Switching (Y).

3. Variabel Promotion (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand Switching (Y).

4. Variabel Product Distribution (X4) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand Switching (Y).

Keempat hasil analisis tersebut merupakan hasil uji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, namun dari hasil perhitungan Tabel 12 juga didapatkan berberapa hasil analisis, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel Product Attributes (X1) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Variabel Promotion (X3).

2. Variabel Product Attributes (X1) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Variabel Product Distribution (X4).

3. Variabel Price (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Variabel Promotion (X3).

4. Variabel Promotion (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Variabel Product Distribution (X4).

4.3.4 Analisis Atas Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Hasil analisis atas Direct effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Pengaruh Variabel secara Langsung

X1 X2 X3 X4 X3 .389 .282 .000 .000 X4 .176 .000 .141 .000 Y -.026 .510 .300 .295

Berdasakan Tabel 13 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap Brand Switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu -0,026, namun variabel product Attributes (X1) memiliki pengaruh positif secara langsung

Page 125: JBM September 2006

122

terhadap variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4) yaitu masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176, yang berarti bila variabel product attributes (X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4) masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176.

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y) dan variabel promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282, yang berarti bila variabel price (X2) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching (Y) dan variabel promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282

3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y) dan variabel product distribution (X4) yaitu masing-masing sebesar 0,300 dan 0,141, yang berarti bila variabel promotion (X3) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching (Y) dan variabel product distribution (X4) masing-masing sebesar 0,300 dan 0,141.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y) yaitu sebesar 0,295, yang berarti bila variabel product distribution (X4) meningkat 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching (Y) sebesar 0,295.

Hasil analisis atas Indirect effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Pengaruh Variabel secara Tidak Langsung

X1 X2 X3 X4 X3 .000 .000 .000 .000 X4 .055 .040 .000 .000 Y .185 .096 .041 .000

Berdasarkan Tabel 14 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) memiliki pengaruh positif secara tidak langsung terhadap Brand Switching (Y) yaitu sebesar 0,185, yang berarti bila product Attributes (X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand Switching (Y) sebesar 0,185, namun variabel product attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap variabel product Distribution (X4) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,055.

Page 126: JBM September 2006

123

2. Price (X2) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung baik terhadap variabel product distribution (X4) maupun brand switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu masing-masing 0,040 dan 0,096.

3. Promotion (X3) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap brand switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,041.

4. Product Distribution (X4) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap brand switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,000.

4.4 Pengaruh Product Attributes, Price, Promotion, Product Distibution Terhadap Brand Switching Pada Pengguna SIM Card

Berdasarkan hasil analisis Regression Weight dan pengujian hipotesis, serta pengaruh langsung dan tidak langsung ditemukan bahwa :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185 . Kondisi ini menunjukkan bahwa semua merek SIM Card dinilai menawarkan fitur dan layanan yang saat ini relatif sudah semakin sama (dapat dlihat pada Tabel 4). Selain itu, atribut-atribut produk lainnya yang ditawarkan masing-masing merek SIM Card, seperti warna, symbol, logo, nama merek, desain kemasan, desain produk itu sendiri, nomor cantik, dan lain-lain bagi konsumen brand switching dinilai bukan merupakan faktor pendorong untuk berpindah merek SIM Card. Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat suatu resiko dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan produk atau layanannya tidak diperbaiki (David A.Aaker, 1996).

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand Switching (Y) sebesar 0,510 dan nilai P yang dihasilkan yaitu sangat signifikan (0,000). Kondisi ini menunjukan bahwa konsumen yang melakukan brand switching sangat dipengaruhi oleh variabel harga yang ditawarkan, seperti tarif SMS dan percakapan, harga katalog, bonus pulsa serta sampel gratis yang ditawarkan. Semakin murah tarif pulsa dan harga yang ditawarkan akan semakin meningkatkan jumlah permintaan akan merek SIM Card tertentu. Banyaknya penawaran akan variabel harga oleh masing-masing merek SIM Card akan mempercepat keputusan konsumen untuk melakukan brand switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa konsumen lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian (Freddy Rangkuti, 2002).

Page 127: JBM September 2006

124

3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand Switching (Y), yaitu sebesar 0,300 dan nilai P signifikan yaitu sebesar 0,002 (P < 0.05). Kondisi ini menunjukkan bahwa para pengguna SIM Card dipengaruhi secara langsung melalui serangkaian kegiatan promosi, seperti promosi periklanan (reminder advertising), personal selling, promosi penjualan dengan cara program bundling kartu perdana dengan merek handphone tertentu, hubungan masyarakat (Humas) dengan cara press release dan sponshorship. Hasil ini sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa konsumen brand switching tidak secara aktif mencari informasi mengenai suatu merek, dan promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang secara efektif dapat membangun brand awerenesss dalam benak konsumen.

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel product attributes (X1) terhadap variabel promotion (X3) yaitu sebesar 0,389 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa apabila para operator seluler melakukan peningkatan inovasi pada variabel product attributes (X1), maka sebaiknya harus diikuti dengan upaya melakukan kegiatan promosi secara aktif, karena promosi terbukti mampu menyampaikan informasi mengenai inovasi produk terbaru secara efektif.

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif secara langsung antara variabel price (X2) terhadap variabel promotion (X3) yaitu sebesar 0,282 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa apabila para operator seluler melakukan peningkatan variabel price (X2), seperti pemberlakuan tarif, harga catalog SIM Card, bonus pulsa, dan lain-lain, maka sebaiknya harus diikuti dengan upaya melakukan kegiatan promosi secara aktif, karena promosi terbukti mampu menyampaikan informasi secara efektif mengenai inovasi variabel harga yang ditawarkan.

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaiknya peningkatan kegiatan promosi yang aktif dapat dilakukan, antara lain dengan meningkatkan frekuensi penayangan iklan pada waktu off-peak, lebih memperhatikan pemilihan bahasa yang jelas, menarik, dan terutama mudah diingat pada berbagai media promosi yang digunakan serta meningkatkan program-program promosi penjualan yang lebih inovatif dan efektif sehingga dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y) sebesar 0,295 dan nilai P signifikan yaitu sebesar 0.033 (P<0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa pengguna SIM Card dipengaruhi oleh faktor persediaan produk (product distribution) dalam melakukan brand

Page 128: JBM September 2006

125

switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tindakan manajemen lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan celah distribusi (out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen memutuskan untuk brand switching (David A. Aaker, 1996).

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif secara langsung antara variabel product attributes (X1) terhadap variabel product distribution (X4) yaitu sebesar 0,176 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa sebaiknya apabila para operator seluler berupaya melakukan peningkatan variabel product attributes (X1), maka sebaiknya diikuti peningkatan variabel product distribution (X4).

Berdasarkan hasil uji juga menunjukkan bahwa variabel promotion (X3) berpengaruh positif secara langsung terhadap variabel product distribution (X4) yaitu sebesar 0,141 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa sebaiknya para operator seluler apabila meningkatkan kegiatan promosi secara aktif hendaknya diikuti upaya dengan peningkatan variabel product distribution (X4).

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaiknya peningkatan variabel product distribution (X4), antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah persediaan di rak-rak penjualan dan memperluas saluran disribusi karena terbukti efektif mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian yang kemudian telah dianalisa dengan menggunakan Path Analysis terlebih dahulu, maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185.

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching (Y) yaitu sebesar 0,510, yang berarti bila variabel harga meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching sebesar 0,510.

Page 129: JBM September 2006

126

3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand switching (Y) yaitu sebesar 0,300, yang berarti bila variabel promosi meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching sebesar 0,300.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching (Y) yaitu sebesar 0,295 yang berarti bila variabel product distribution meningkat 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching sebesar 0,295.

5. Berdasarkan uji analisis yang dilakukan maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan model analisis jalur atau Path Model (ii) yang baik dan terpenuhinya asumsi normalitas data sehingga hasil uji yang diperoleh mengenai adanya pengaruh variabel harga (X2), promosi (X3), dan persediaan produk (X4) terhadap brand switching (Y) pada pengguna SIM Card, yaitu pada Mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung dapat diterima.

5.2 Saran

Sehubungan dengan diadakannya penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi brand switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut :

1. Melihat hasil uji bahwa konsumen brand switching tidak secara nyata dipengaruhi oleh atribut-atribut produk yang ditawarkan, maka sebaiknya upaya yang dilakukan perusahaan hanya sebatas pada kegiatan perbaikan atribut produk yang dianggap perlu dan bukan bersifat inovatif.

2. Sebaiknya para operator seluler lebih memperhatikan pada kebijakan penetapan harga rendah dalam setiap inovasi variabel harga yang ditawarkan, seperti pengenaan tarif, harga produk, bonus pulsa, dan lain-lain, karena hal ini terbukti sangat efektif mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian.

3. Sebaiknya para operator seluler lebih melakukan peningkatan kegiatan promosi secara aktif, apabila dilakukan upaya peningkatan inovasi atribut produk dan variabel harga. Mengingat bahwa pengguna SIM Card yang melakukan brand switching merupakan konsumen yang memiliki keterlibatan rendah (low involvement). Konsumen tidak secara aktif mencari informasi mengenai berbagai merek SIM Card yang ditawarkan, melainkan sebagai penerima informasi pasif (information catching) ketika konsumen tersebut melihat iklan di televisi, surat kabar, majalah, dan media luar ruang

Page 130: JBM September 2006

127

seperti spanduk, umbul-umbul, billboard, dan lain-lain. Peningkatan kegiatan promosi yang aktif dapat dilakukan, antara lain dengan meningkatkan frekuensi penayangan iklan pada waktu off-peak, lebih memperhatikan pemilihan bahasa yang jelas, menarik, dan terutama mudah diingat pada berbagai media promosi yang digunakan serta meningkatkan program-program promosi penjualan yang lebih inovatif dan efektif sehingga dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian.

4. Sebaiknya para operator seluler lebih meningkatkan jumlah persediaan di rak-rak penjualan serta memperluas saluran distribusi, apabila akan melakukan inovasi pada variabel atribut produk dan kegiatan promosi secara aktif , karena hal ini terbukti sangat efektif mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian. Tersedianya SIM Card pada rak-rak penjualan dan mudah terjangkau di mana saja terbukti dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam tiap pembelian SIM Card.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. 1996. Building Strong Brands. Penerbit Division of Simon & Schuster Inc. New York

Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Penerbit BP UNDIP. Semarang.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Salemba Empat, Jakarta.

Mardalis, Ahmad. 2004. Meraih Loyalitas Pelanggan, pdf. Penerbit www.google.com

----------------. Brand Switching, pdf. Penerbit http://www.Sticky

Marketing.net/glossary /consumer.htm

Peter, J.Paul dan Jerry C. Olson. 2000. Consumer Behavior. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung.