Isi Referat Nodul Tiroid

download Isi Referat Nodul Tiroid

of 14

description

nodul tiroid

Transcript of Isi Referat Nodul Tiroid

BAB IPENDAHULUANDi kepustakaan, selain istilah nodul tiroid sering digunakan pula istilah adenoma tiroid. Istilah adenoma mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal.[1]Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik. Karena lokasi anatomik kelenjar tiroid yang unik, yaitu berada di superfisial, maka nodul tiroid dengan mudah dapat dideteksi baik melalui pemeriksaan fisik maupun dengan menggunakan berbagai moda diagnostik seperti ultrasonografi, sidik tiroid (skintigrafi), atau CT scan. Yang menjadi kepedulian klinik adalah kemungkinan nodul tersebut ganas, disamping keluhan pasien seperti perasaan tidak nyaman karena tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya serta masalah kosmetik. Diperlukan uji saring yang cukup sensitif untuk mendeteksi keganasan mengingat kemungkinannya hanya sekitar 5% dari nodul yang ditemukan di klinik.[1]Dasar pemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah bagaimana mendeteksi karsinoma yang mungkin ditemukan hanya pada sebagian kecil pasien, serta menghindarkan pembedahan atau tindakan lain yang sebenarnya tidak perlu pada sebagian besar pasien lainnya. Untuk itu perlu dipahami patogenesis, karakteristik nodul serta penilaian risiko, manfaat spesifik dan keterbatasan alat uji diagnostik serta jenis tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan.[1]

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

A. Anatomi

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelanjar tiroid melekat pada trakea dan fasia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruangan antara fasia media dan prevertebralis.[2]

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

Gambar 2. Anatomi kelenjar tiroid

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri tiroidea superior kanan dan kiri, cabang dari arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang dari arteri brakialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plika vokalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior.[2]

Gambar 3. Vaskularisasi kelenjar tiroidB. Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).[2]Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus.[3]Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.[4]Jadi kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu: 1) Iodida trapping: penjeratan iodium oleh pompa NA+/K+ ATPase; 2) Oksidasi: iodium yang masuk ke dalam koloid mengalami oksidasi dan mencapai status valensi yang lebih tinggi, tahap ini melibatkan enzim peroksidase; 3) Iodinasi tirosin: dimana iodium yang teroksidasi akan beraksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase; 4) Perangkaian iodotironil: perangkaian dua molekul DIT menjadi T4 atau perangkaian MIT dan DIT menjadi T3; 5) Hidrolisis: dibantu oleh TSH tetapi di hambat oleh iodium, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel; 6) Tiroksin & triiodotirosin: keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH; 7) Deiodinasi: dimana MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi.[4]

Gambar 4. Fisiologi hormon tirosinSebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormone tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1. Efek pada laju metabolism: Hormon tiroid meningkatkan laju metabolism basal tubuh secara keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energy tubuh pada keadaan istirahat; 2. Efek Kalorigenik: Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas; 3. Efek metabolisme perantara: Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormone tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan; 4. Efek simpatomimetik: Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medulla adrenal; 5. Efek pada sistem kardiovaskuler: Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat; 6. Efek pada pertumbuhan: Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein structural baru dan pertumbuhan rangka; 7. Efek pada sistem saraf: Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama sistem saraf pusat (SSP).[4]BAB IIINODUL TIROIDSTRUMA NON TOKSIK NODUSA

A. EtiologiPenyebab paling banyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadic, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:Kekurangan iodium. Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/hari. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/ hari, biasanya terdapat hipotiroidisme dan kretinisme.Kelebihan iodium. Jarang dan pada umumnya didahului penyakit tiroid autoimun.Goitrogen. 1) Obat: Propylthiouracil, Lithium, Phenylbutazone, Aminoglutethimide, ekspektoran yang mengandung iodium; 2) Agen Lingkungan: Phenolic, derivat Phthalate Ester dan Resorcinol yang berasal dari tambang batu dan batubara; 3) Makanan: Sayur jenis Brassica (kubis, lobak cina, kecambah Brussels), padi-padian millet, singkong dan goitrin dalam rumput liarDishormonogenesis. Kerusakan dalam jalur biosintetik hormone kelenjar tiroid.Riwayat radiasi kepala dan leher. Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.[5]

B. Patogenesis

Lingkungan, genetic dan proses autoimun dianggap merupakan faktor-faktor penting dalam patogenesis nodul tiroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan sel-sel folikel tiroid menjadi nodul. Pada awalnya, terdapat hiperplasia yang seragam pada rongga epitel sel folikuler, yang disertai peningkatan massa tiroid. Selama kelainan ini berlangsung, tiroid kehilangan bentuknya, dengan perkembangan area involusi dan fibrosis diselingi dengan area hiperplasia fokal. Proses ini akan menghasilkan nodul multiple. Perkembangan nodul tiroid berhubungan dengan perkembangan otonomi fungsional dan penurunan kadar TSH.[5]

C. Diagnosis

AnamnesisRiwayat yang bersangkutan dari nodul tiroid harus selalu mencakup durasi, cara penemuan, rasa nyeri dan perubahan suara. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemik defisiensi iodium, atau pernah mengkonsumsi iodium yang berlebihan dari obat-obatan. Biasanya penderita mengeluh gejala kompresif berupa dispnea atau disfagia. Terkadang penderita dapat menentukan lokasi gejala pada tiroid tetapi tidak dapat menjelaskan gejala dengan akurat. Penderita mungkin akan mendeskripsikan adanya sensasi tekanan pada leher, rasa tercekik, sulit dalam menemukan posisi tidur yang nyaman atau batuk yang mengganggu. Riwayat seperti terpapar radiasi pada area kepala dan leher juga perlu ditanyakan, terutama pada masa kanak-kanak, karena secara signifikan meningkatkan resiko penyakit nodul tiroid yang bersifat jinak maupun ganas. Riwayat penyakit tiroid pada keluarga sangat penting dalam mengevaluasi penderita goiter.[5][6]

Pemeriksaan FisikPenemuan pada pemeriksaan fisik yang bersangkutan hanya terbatas pada evaluasi bentuk, asimetris, ukuran, dan konsistensi pada nodul goiter. Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah benjolan tersebut benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan: 1) lokasi: lobus kanan, kiri atau ismus; 2) ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang; 3) jumlah nodul; soliter atau multiple; 4) konsistensi: lunak, kenyal atau keras; 5) terdapat nyeri saat dilakukan palpasi atau tidak; 6) mobilitas: apakah terdapat perlengketan terhadap trakea; 7) kelenjar getah bening disekitar tiroid membesar atau tidak. Disamping itu, jika nodulnya cukup besar akan menyebabkan deviasi trakea.[5]Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dari nodul tiroid ganas yang memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: 1) Konsistensi keras dan sukar digerakkan dapat dicurigai nodul ganas dan sebaliknya; 2) infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan petanda keganasan; 3) 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multiple jarang bersifat ganas; 4) nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas; 5) nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.[6]Pemeriksaan PenunjangLaboratorium. Tes fungsi tiroid dengan serum TSH dapat dilakukan untuk menentukan apakah terdapat hipertiroid dan hipotiroid dengan gejala yang tidak tampak. Jika kadar TSH meningkat, dapat dicurigai hipertidoid klinik atau subklinik. Pemeriksaan lanjutan seperti antibody tiroid perlu dilakukan. Jika kadar TSH menurun, perlu dilakukan pengukuran kadar T3 dan T4 bebas untuk memastikan diagnosis tirotoksiksitas (hipertiroid).[5][6]Ultrasound Scan. Pemeriksaan ini sudah mulai sering dilakukan oleh ahli bedah, ahli endokrin maupun ahli radiologi. Nodul tiroid dapat diperiksa dengan ultrasound scan untuk menilai ukuran, kistik atau solid, lokasi dan karakteristik nodul. Karakteristik yang mengarah ke keganasan termasuk batas yang ireguler, mikrokalsifikasi, vaskularisasi internal, hilangnya tanda halo pada koloid, hipoekoik dan kecurigaan pada kelenjar getah bening. Jika terdapat dua atau lebih dari karakteristik diatas, maka meningkatkan resiko keganasan.[6]Skintigrafi. Prinsip dasar pemeriksaan ini adalah kemampuan tiroid dalam menangkap iodium radioaktif. Pemeriksaan ini dapat menilai ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama adalah fungsi dari bagian-bagian tiroid. Tiroid skintigrafi hanya dilakukan jika terdapat kecurigaan terhadap hiperfungsional pada kelenjar tiroid. Dari hasil skintigrafi, dapat dibedakan 3 sifat nodul tiroid: 1) Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang disbanding sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah; 2) nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih; 3) nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.[5][6]CT-Scan. CT-scan dengan kontras adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk massa tiroid yang besar, keganasan, limfadenopati atau pada pemeriksaaan fisik leher dan tiroid yang sulit dilakukan.[6]MRI. MRI lebih mahal daripada CT-scan, tetapi MRI dapat menghasilkan informasi anatomi dan jaringan lunak yang bagus dan dapat menampilkan pandangan yang multidimensi tanpa kontras.[6]BAJAH. Dengan menggunakan jarum suntik no. 22-27 untuk mendapatkan spesimen pada nodul tiroid. Sensitivitas pada pemeriksaan ini berkisar antara 65-98% dan spesifisitas mencapai 72% hingga 100%. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan keganasan sebelum pembedahan, sehingga pasien dan ahli bedah dapat menghindari pembedahan yang tidak diperlukan.[6]Diagnosa BandingToxic adenoma / Toxic Multinodular Goiter. 1) Etiologi: otonomi dari fungsi produksi hormon tiroid sehingga hipersekresi T3 dan T4. Dapat berupa nodul soliter ataupun multipel (Plummers disease); 2) Gejala klinik: goiter dengan perubahan jaringan adenomatosa, takikardi, gagal jantung, aritmia, penurunan berat badan, gelisah, lemas, tremor dan banyak berkeringat. Atrial fibrilasi lebih umum pada penderita berusia lanjut; 3) Pemeriksaan penunjang: pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar TSH yang rendah, kadar T3 dan T4 yang tinggi. Dengan skintigrafi didapatkan uptake pada nodul yang meningkat dibandingkan jaringan tiroid di sekitar; 4) Terapi: bisa diterapi dengan agen antitiroid seperti PTU. Sering memerlukan propanolol untuk terapi simptomatik. Dapat juga menggunaka pembedahan sebagai terapi lini pertama.[7]

D. Tatalaksana

Terapi Iodida Radioaktif. Terapi dengan iodium radioaktif dilakukan pada nodul tiroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Keberhasilan lebih banyak pada kasus penderita yang lebih muda, riwayat yang lebih pendek dan ukuran goiter yang lebih kecul. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien, yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya tiroiditis radiasi (jarang) dan disfungsi tiroid pasca radiasi seperti hipertiroidisme dan hipotiroidisme.[5][8]Terapi supresi dengan Levotiroksin. Terapi supresi dengan hormone tiroid merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermanfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama dan sampai kadar TSH yang ingin dicapai. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan levotiroksin tidak diberikan. Efek pada terapi levotiroksin dosis tinggi menyebabkan penurunan densitas tulang dan dalam beberapa kasus menimbulkan atrial fibrilasi. Nodul tiroid tumbuh kembali setelah terapi dihentikan.[8]Suntikan Etanol perkutan. Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dan kemudian secara bertahap jaringan tiroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol, tidak banyak center yang melakukan hal ini secara rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi. Dalam waktu 6 bulan, ukuran nodul bias berkurang sebesar 45%. Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, rembasan alcohol ke jaringan ekstra tiroid, juga ada risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara.[8]Pembedahan. Pasien yang dipertimbangkan pembedahan adalah pasien dengan gejala kompresif pada jalan nafas maupun esophagus, pertumbuhan nodul kearah substernal dan pada pemeriksaan sitopatologi menunjukkan keganasan maupun dicurigai keganasan. Jika nodulnya jinak, hemitiroidektomi dapat dilakukan. Terapi levotiroksin pada paska bedah hanya pada pasien hipertiroid. Komplikasi seperti hipoparatiroid paska bedah dan cedera nervus rekurens laringeus jarang terjadi jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman.[6][8]E. Prognosis

Prognosisnya baik, pada umumnya nontoksis goiter tumbuh sangat lambat. Jika terdapat nodul yang tumbuh dengan cepat, perlu dievaluasi apakah terdapat perdarahan pada nodul atau curiga ke neoplasma. Pada penderita dengan pertumbuhan goiter yang cepat sering mengeluh disfagia dan dispnea sehingga perlu dievaluasi untuk tiroidektomi subtotal. Pada beberapa penderita perlu dipertimbangkan terapi iodide radioaktif, terutama pada penderita yang lebih tua.[5]

BAB IVRESUMEStruma non toksik nodusa adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa disertai gejala-gejala hipertiroid.Etiologi penyakit ini paling banyak disebabkan oleh kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Penyebab lain dapat berupa kelebihan iodium (jarang), goitrogen, dishormonogenesis dan riwayat terpapar radiasi pada area kepala-leher pada masa kanak-kanak.Gejala klinis yang sering dikeluhkan berupa adanya sensasi tekanan pada area leher, rasa tercekik, sulit atau nyeri menelan makan padat atau pil yang berukuran besar, sulit dalam menemukan posisi tidur yang nyaman atau batuk yang mengganggu.Terdapat berbagai pilihan terapi pada struma non toksik nodusa, diantaranya adalah terapi supresi dengan hormon tiroksin, penyuntikan etanol secara perkutan, pembedahan atau terapi iodida radioaktif untuk pasien yang kontraindikasi terhadap prosedur pembedahan.DAFTAR PUSTAKA1. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 20092. Sjamsuhidajat. R, De Jong. W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. 20053. John E. Hall, Arthur C. Guyton. Guyton and Hall: Textbook of Medical Physiology. 12th Edition. USA: Elsevier Inc. 20104. Sherwood.L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Edition. Canada: Brooks/Cole, 20115. Stephanie L Lee, MD, PhD. 04 Febuary 2013, Nontoxic Goiter. Medscape.com. http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview, 16 July 2015.6. John L. Cameron, Andrew M. Cameron. Current: Surgical Therapy. 11th Edition. USA: Elsevier Inc. 20147. Hansraj.P, Ragunathan.S, Zhu.T. Toronto Notes. 28th Edition. Toronto: Type & Graphic Inc. 20128. Laszlo Hegedus, M.D. October 2004, The Thyroid Nodule. The New English Journal of Medicine. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp031436, 16 July 2015.14