Instalasi Listrik

download Instalasi Listrik

of 23

Transcript of Instalasi Listrik

BAB II TEORI DASAR SISTEM KELISTRIKAN

1.1

Pendahuluan Instalasi listrik merupakan suatu rangkaian dari peralatan listrik yang

saling berhubungan antar satu dengan yang lain, dan berada dalam satu lingkup system ketenaga listrikan.Instalasi listrik yang lebih baik adalah instalasi yang aman bagi manusia dan akrab dengan lingkungan sekitarnya. Mengingat bahwa listrik dapat pula membahayakan manusia dan dapat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan, maka selalu diupayakan agar tenaga listrik yang didistribusikan dapat dilaksanakan secara: a. Aman bagi manusia dan peralatan b. Handal dalam arti mampu menyalurkan energy listrik dengan baik bagi konsumen.

1.2

Standarisasi Salah satu upaya untuk mendapatkan suatu sistem yang tepat yaitu dengan

ditentukannya suatu standarisasi yang bertujuan untuk mencapai keseragaman dengan maksud mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Dengan tercapainya standarisasi, maka peralatan-peralatan listrik dapat dipergunakan dengan baik dan lebih efisien. Dua organisasi internasional yang bergerak dibidang standarisasi ini adalah

1. International Electrotechnical Commission (IEC) untuk bidang teknik listrik. 2. International Organization For Standarisation (ISO) untuk bidangbidang lainnya. Organisasi tersebut menerbitkan publikasi-publikasi yang disebut standar atau norma. Untuk teknik listrik dikenal norma-norma IEC. Kegiatan standarisasi di Indonesia dilakukan oleh beberapa departemen untuk bidangnya masingmasing. Untuk bidang teknik listrik arus kuat usaha standarisasi diprakarsai oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan beberapa instansi lainnya. Peraturan instalasi yang pertama kali digunakan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene Voorcshriften Voor Electrische Sterkstrom Instalaties) yang diterbitkan sebagai Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian AVE 2004 ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 1964 sebagai Norma Indonesia NI6 yang kemudian dikenal sebagai Peraturan Umum Instalasi Listrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan penerbitan pertama dan kemudian dilanjutkan untuk PUIL 1977, 1987, dan 2000 sebagai penerbitan PUIL kedua hingga keempat. Yang merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari PUIL sebelumnya. Jika dalam penerbitan PUIL 1964, 1977, dan 1987 nama buku ini adalah Peraturan Umum Instalasi Listrik, maka pada penerbitan tahun 2000, namanya menjadi Persyaratan Umum Instalasi Listrik dengan tetap mempertahankan singkatannya yang sama yaitu PUIL.

1

Disamping itu, PUIL 2000 tidak menyebut pembagiannya dalam pasal, subpasal, ayat dan subayat seperti pada PUIL edisi sebelumnya. Pembedaan tingkatnya dapat dilihat dari sistem penomorannya dengan digit. Di samping PUIL 2000, harus diperhatikan peraturan-peraturan lain yang ada hubungannya dengan instalasi listrik (bagian 1.3 PUIL 2000) antara lain : a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta peraturan pelaksanaannya b. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan c. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi d. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfatan Tenaga Listrik e. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1993 tentang Usaha Penunjang Listrik f. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/

40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan g. Peraturan Mentri Pertambangan dan Energi Nomor

02.P/0322/M.PE/1995 tentang Standarisasi, Sertifikat Akreditasi Dalam Lingkungan Pertambangan dan Energi. h. Standar Perusahaan Listrik Negara (SPLN) Maksud dan tujuan Persyaratan Umum Instalasi ini adalah agar pengusahaan instalasi listrik terselenggara dengan baik, untuk menjamin keselamatan manusia dari bahaya kejut listrik, keamanan instalasi listrik beserta

2

perlengkapannya,

keamanan gedung dari kebakaran akibat listrik,

dan

perlindungan lingkungan (bagian 1.1 PUIL 2000). Persyararan Umum Instalasi Listrik ini berlaku untuk semua pengusahaan instalasi listrik tegangan rendah arus bolak-balik sampai dengan 1000V, arus searah 1500 V dan tegangan menengah sampai dengan 35 KV dalam bangunan dan sekitarnya baik perancangan, pemasangan, pemeriksaan dan pengujian, pelayanan, pemeliharaan maupun pengawasannya dengan memperhatikan ketentuan yang terkait. (Bait 1.2.1 PUIL 2000). Di samping itu, dengan adanya standarisasi tersebut diatas, maka dapat menjamin tersedianya peralatan-peralatan listrik yang memenuhi standar dipasaran dan dapat mendorong industri dalam negeri untuk memproduksi peralatan peralatan listrik.

1.3

Macam-Macam Instalasi Dalam sistim kelistrikan dikenal dua macam sistim instalasi antara lain : 1. Instalasi Dalam yaitu instalasi dalam adalah instalasi yang digunakan untuk pelayanan tenaga listrik yang terpasang di dalam gedung gedung seperti perumahan yang mendapatkan supplai tenaga listrik dari instalasi jaringan luar. 2. Instalasi Luar yaitu instalasi listrik yang dipasang diluar bangunan seperti penyalur tenaga listrik dari jaringan distribusi ke konsumen. Instalasi luar ada dua macam yaitu jaringan tegangan menengah (JTM) dan jaringan tegangan rendah (JTR).

3

y

Jaringan tegangan menengah adalah instalasi listrik penyalur tenaga listrik yang berawal dari gardu induk sampai ke trafo distribusi. Tingkat tegangan saluran primer (saluran tegangan menengah) yang umumnya dipakai di Indonesia adalah tegangan 20 KV.

y

Jaringan tegangan rendah adalah instalasi listrik jaringan distribusi sekunder, dimana jaringan distribusi tersebut langsung terhubung ke Kwh meter konsumen. Tingkat tegangan rendah saluran sekunder (saluran tegangan rendah) yang umum dipakai di Indonesia adalah tegangan 380/220 Volt.

Adapun jenis instalasi terbagi atas 1. Instalasi Penerangan 2. Instalasi Daya

1.3.1 Instalasi Daya Instalasi daya merupakan instalasi listrik yang menggunakan tenaga listrik untuk melayani mesin-mesin listrik seperti pada motor-motor listrik, pendingin ruangan, lift dan lain-lain. Adapun peralatan-peralatan yang digunakan pada instalasi daya antara lain : a. Pengaman b. Penghantar c. Kontak-kontak d. Tombol tekan

4

e. Kontaktor f. Panel

1.3.2 Instalasi Penerangan Instalasi penerangan adalah instalasi listrik yang khusus dipergunakan untuk melayani beban penerangan. Untuk pencahayaan suatu ruangan didasarkan pada fungsi daripada ruangan tersebut. Kebutuhan peralatan instalasi penerangan antara lain sebagai berikut : a. Lampu penerangan b. Saklar c. Kontak-kontak d. Pipa e. Penghantar f. Pengaman g. Kotak sambung h. Panel hubung bagi (PHB) i. Fitting

1.4

Penghantar Penghantar adalah bahan yang digunakan untuk menghubungkan suatu

titik ketitik yang lain. Penghantar yang digunakan untuk instalasi listrik adalah berupa kawat berisolasi atau kabel. Jenis penghantar yang lazim digunakan adalah tembaga dan aluminium.

5

1. Kabel Tembaga Tembaga yang digunakan untuk penghantar pada umumnya tembaga elektrostatis dengan kemurnian 99,5 %. Tahanan jenis () yang telah dijadikan standar internasional sama dengan 0,017241 Ohm mm2/m pada suhu 200 C. 2. Kabel Aluminium Aluminium untuk beban penghantar harus pula aluminium murni, yaitu dengan kemurnian sekurang kurangnya 99,5 %, juga dengan tahanan jenis tidak boleh melebihi 0,028264 Ohm mm2 /m pada suhu 20o C. berat aluminium jauh lebih ringan dibanding berat tembaga. 3. Rel ( busbar ) Rel mempunyai sifat kaku dan merupakan penghantar pejal yang dibuat dari berbagai bentuk seperti segi empat, batang, pipa persegi maupun berongga. Rel dapat dipasang sebagai penghantar tunggal (satu rel perfasa) atau berbagai penghantar ganda yakni dua rel atau lebih perfasa. Aluminium lebih ringan dibanding tembaga, namun kekuatan tarik aluminium lebih kecil dibanding kekuatan tarik tembaga. Untuk itu penghantar aluminium yang ukurannya besar dan pemasangannya direntangkan memerlukan penguat baja atau paduan aluminium pada bagian tengahnya.

1.4.1 Pemilihan Jenis dan Ukuran Penghantar

6

Ukuran luas penampang penghantar dan jenis penghantar yang dipasang dalam suatu instalasi penerangan maupun instalasi daya ditentukan berdasarkan : 1. Kemampuan Hantar Arus (KHA) dari penghantar. 2. Jatuh tegangan yang diperbolehkan. 3. Temperatur Sekitar dan Sifat Lingkungan. 4. Kekuatan Mekanis Penghantar. 5. Kemungkinan perluasan. Dalam suatu instalasi baik instalasi daya maupun instalasi penerangan digunakan berbagai jenis kabel, antara lain : 1. Kabel NYM Kabel NYM adalah penghantar yang terbuat dari tembaga polos berisolasi PVC, yang uratnya satu hingga lima. Kalau lebih dari satu, uraturatnya dibelit menjadi satu dan kemudian diberi lapisan pembungkus inti dari karet atau plastik lunak supaya bentuknya menjadi bulat. Lapisan pembungkus inti harus lunak, supaya mudah dikupas pada waktu pemasangan. Sesudah itu baru diberi selubung PVC berwarna putih. Untuk pemasangan kabel NYM berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. NYM boleh dipasang langsung menempel pada plesteran atau kayu atau ditanam langsung pada plesteran, juga diruang lembab atau basah, ditempat kerja atau gudang dengan bahaya ledakan atau kebakaran. 2. NYM boleh juga dipasang langsung pada bagian-bagian lain dari ruangan konstruksi, rangka dan sebagainya, asalkan cara

pemasangannya tidak merusak selubung luar kabelnya.

7

3. NYM tidak boleh dipasang langsung dalam tanah.

2. Kabel NYY Pada prinsipnya susunan kabel NYY sama dengan susunan kabel NYM. Hanya saja tebal isolasi dan tebal luarnya serta jenis kompon PVC yang digunakan berbeda. Warna selubung luarnya hitam, uratnya juga dapat berjumlah satu sampai lima. Kabel NYY banyak digunakan untuk instalasi industri didalam gedung maupun dialam terbuka, disaluran kabel dan didalam lemari hubung bagi, apabila diperkirakan tidak ada gangguan mekanis. NYY juga dapat ditanam dalam tanah, asalkan diberi pelindung secukupnya terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis.

8

3. Kabel NYFGbY Penghantar ini adalah jenis penghantar/kabel tanah thermoplastic berperisai yang paling banyak digunakan di Indonesia. Uratnya terdiri dari penghantar tembaga tanpa lapisan timah putih,dengan isolasi PVC. Jumlah uratnya kebanyakan tiga atau empat dan kadang-kadang dua. Urat-uratnya ini dibelit menjadi satu, Kemudian diberi lapisan pembungkus inti dari karet atau plastik lunak, dan perisai kawat baja pipih berlapis seng. Perisai kawat baja ini didikat dengan spiral pita baja berlapis seng. Untuk melindungi perisai dari korosi, kabelnya diberi selubung luar PVC berwarna hitam. Perisai dan kawat baja itu juga berfungsi sebagai pelindung elektrostatis yang baik, kerena kabel ini kurang fleksibel, kawat baja pipih ini tidak dapat digunakan perisai kabel ukuran kecil.

1.4.2 Kemampuan Hantar Arus ( KHA ) Yang dimaksud dengan kemampuan hantar arus adalah kemampuan dari suatu penghantar untuk mengalirkan nilai arus secara terus menerus pada kondisi tertentu, tanpa menimbulkan perubahan suhu yang melebihi ketentuan. Berdasarkan PUIL 2000 nomor 7.3 mengenai pembebanan penghantar, setiap penghantar harus mempunyai kemampuan hantar arus tidak kurang sama dengan arus yang akan mengalir melaluinya, yaitu yang ditentukan dengan arus maksimum yang dihitung atau ditaksir. Dengan kata lain KHA maksimum lebih

9

besar atau sama dengan daripada arus maksimum. KHA (maks) = I (maks) KHA (maks) = FK KHA sebenarnya I maks In FK Dimana : In S V I maks FK FKt FKp = Arus nominal = Daya aktif = Tegangan = I sebenarnya = Faktor Koreksi = Faktor koreksi temperatur = Faktor koreksi penempatan = 1,25 In = S/V = FKt FKp

Sedang perhitungan arus nominal (In) dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Perhitungan untuk 3

...............................................

(2.1)

atau

......................................................

(2.2)

2. Perhitungan untuk 1

...................................................

(2.3)

atau

...........................................................

(2.4)

10

Dimana : In = P = S = VLL = VLN = Cos J = Arus nominal Daya aktif (Watt) Daya Semu (VA) Tegangan fasa fasa Tegangan fasa-netral Faktor daya

1.4.3 Jatuh Tegangan Yang dimaksud dengan jatuh tegangan atau rugi tegangan adalah tegangan yang hilang pada penghantar pada saat arus mengalir atau selisih antara tegangan ujung pengirim dan tegangan ujung penerima. Makin besar arus dan tahanan pada penghantar, makin besar pula tegangan yang terjadi. Menurut PUIL 1987 Pasal 412.A.5 susut tegangan antara hubung bagi utama pada setiap titik beban tidak boleh melebihi 5% dari tegangan pada panel hubung bagi utama. Jatuh tegangan penghantar dapat dihitung dengan persamaan :

............................................................... .................................................................

(2.5) (2.6)

Dimana : V I R V L A = Jatuh Tegangan (Volt) = Arus Beban (Ampere) = Resistansi Penghantar (;) 2 = Resistansi Jenis Penghantar (;/mm ) = Panjang Penghantar (m) = Luas Penampang Penghantar (mm2 )

11

1.4.4 Temperatur Sekitar Penghantar Adanya perbedaan temperatur dari suatu tempat juga menyebabkan adanya perbedaan kemampuan hantar arus dari penghantar, dimana untuk temperature sekitar yang berbeda, maka kemampuan hantar arusnya dipengaharui oleh faktor koreksi temperatur.

1.4.5 Cara Penempatan Penghantar Cara penempatan penghantar pada suatu instalasi ada beberapa macam, baik secara berkelompok maupun tunggal, terbungkus ataupun telanjang. Yang mana penghantar tersebut dapat dipasang langsung pada, di dalam, di bawah plesteran, atau dalam ruangan, bangunan, konstruksi, rangka, tanah, udara dan sebagainya, asalkan lapisan pelindungnya tidak menjadi rusak karena cara pemasangan (tergenjet, sobek) dan jika dipasang dalam beton harus menggunakan pipa instalasi yang memenuhi syarat. Pemasangan penghantar pada pipa instalasi tidak boleh ada sambungan penghantar. Penyambungan suatu penghantar harus dilakukan pada kotak sambung atau kotak cabang yang diperuntukkan bagi maksud tersebut. Untuk kabel yang berbentuk pipih (NYIFY) tidak boleh dipasang pada bahan yang mudah terbakar, menumpukkan kabel, dipasang pada ruangan yang terbuat dari kayu dan hanya boleh terpasang pada ruangan kering dan di bawah plesteran kecuali di dalam rongga pada loteng dan dinding terbuat dari beton, batu atau bahan lain yang tidak dapat terbakar.

12

Untuk kabel telanjang hanya boleh dipasang dengan menggunakan isolator yang berkonstruksi baik dan tepat, baik dipandang dari segi beban mekanis maupun elektris, kecuali untuk pembumian pada ruang domestik perumahan. Jarak antara penghantar telanjang dan dinding, serta bagian bangunan konstruksi rangka harus sekurang-kurangnya 5 cm.

1.5

Pengaman Pengaman adalah suatu peralatan yang digunakan pada instalasi listrik

yang berfungsi untuk melindungi manusia atau peralatan yang tersambung pada instalasi itu jika terjadi arus gangguan akibat dari keadaan yang tidak normal. Pemilihan pengaman yang baik adalah apabila dalam suatu instalasi listrik terjadi suatu gangguan, maka hanya pengaman yang paling dekat dengan gangguan itu saja yang bereaksi. Arus nominal dari pengaman tidak boleh melebihi kemampuan hantar arus dari penghantar dari tempat yang dilindungi, kecuali bila tidak terdapat pengaman yang mempunyai arus nominal sama dengan kemampuan hantar arus penghantar, maka dapat digunakan pengaman yang lebih besar atau setingkat. Adapun pengaman yang digunakan dalam suatu sistem kelistrikan antara lain : 1. Pengaman Lebur ( Fuse) 2. Miniatur Circuit Breaker ( MCB ) 3. Moulded Case Circuit Breaker (MCCB) 4. No Fuse Breaker (NFB)

13

5. Thermal Overlay Relay ( TOR )

1.6

Panel Hubung Bagi (PHB) Panel hubung bagi adalah kotak yang terbuat dari bahan yang tidak mudah

terbakar, tahan lembab dan kokoh dimana tempat meletakkan dan pemasangan dari peralatan-peralatan seperti penghantar, MCB, MCCB, NFB, TOR., busbar, panel indikator dan lain sebagainya. Instalasi-instalasi kecil hanya memiliki satu perlengkapan hubung bagi, yaitu dipasang di dekat alat ukur PLN atau KWh. Panel hubung bagi terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar, tahan lembab dan kokoh. Instalasi-instalasi kecil hanya memiliki satu perlengkapan hubung bagi, yaitu dipasang di dekat alat ukur PLN. Instalasi konsumen dimulai sesudah alat ukur ini. Pada saluran masuk suatu perlengkapan hubung bagi yang berdiri sendiri, harus ada sekurang-kurangnya satu saklar. Kemampuan hantar arus saklar masuk ini harus sekurang-kurangnya sama dengan arus nominal pengamannya.

14

1.7

Penerangan Dalam Ruangan Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu objek

secara visual. Pada banyak industri, penerangan mempenyai pengaruh terhadap kualitas produk. Tingkat penerangan, baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan syaraf. Untuk memperoleh kualitas penerangan yang optimal IES (Illumination Engineering Society) menetapkan standar kuat penerangan untuk ruangan. Pada saat merencanakan penerangan dalam ruangan yang harus diperhatikan pertama kali adalah kuat penerangan, warna cahaya yang diperlukan, dan arah pencahayaan sumber penerangan. Kuat penerangan akan menghasilkan luminasi karena factor pantulan dinding maupun lantai ruangan. Pancaran cahaya perlu mendapat perhatian pada perencanaan disamping warna yang dihasilkan sumber cahaya. Sumber cahaya adalah satuan penerangan lengkap yang terdiri dari lampu beserta perlengkapannya baik untuk operasi kelistrikan maupun untuk mengatur distribusi cahaya, memposisikan lampu, melindungi serta menghubungkan lampu pada sumber tegangan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian perancang penerangan di dalam ruangan anatara lain. a. Ekonomi. Jika yang menjadi pertimbangan ekonomi adalah daya (W) maka efikesi (lm/W) lampu yang akan digunakan harus menjadi pertimbangan.

15

b. Umur lampu (Life time). Umur lampu dapat dijadikan pertimbangan penggantian lampu hanya bila ada lampu yang mati dan seberapa ekonomis penggantian secara berkelompok c. Memperhitungkan arus cahaya minimum yang akan terjadi selama pemakaian. d. Warna cahaya lampu e. Alat bantu yang diperlukan, misalnya : armature, pengontrol. f. Efek yang mungkin ditimbulkan, antara lain : bayangan, stroboskopis, silau.

1.7.1 Sistem Penerangan Tidak selalu cahaya dari suatu sumber cahaya dipancarkan langsung ke suatu objek penerangan atau bidang kerja. Menurut IES terdapat 5 klasifikasi system pancaran cahaya dari sumber cahaya yaitu: 1. Penerangan Tak Langsung Pada penerangan tak langsung 90 hingga 100% cahaya dipancarkan kelangit-langit ruangan sehingga yang dmanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tak langsung dapat pula dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah cahaya pantulan dari dinding. 2. Penerangan Setengah Tak Langsung

16

Pada penerangan tak langsung 60 hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit.Distribusi cahaya pada penerangan ini mirip dengan distribusi penerangan tak langsung tetapi lebih efisien dan kuat penerangannya lebih tinggi. Perbandingan kebeningan antara sumber cahaya dan sekelilingnya tetap memenuhi syarat tetapi pada penerangan ini timbul bayangan walaupun tidak jelas. 3. Penerangan Menyebar (Difus) Pada penerangan difus distribusi cahaya keatas dan bawah relative merata yaitu berkisar 40 hingga 60%. Perbandingan ini tidak tepat masing-masing 50% karena armature yang berbentuk bola yang digunakan ada kalanya terbuka pada bagian bawah atau atas. Armatur terbuat dari bahan yang tembus cahaya, antara lain: kaca embun, fiberglas, plastic. Penerangan difus menghasilkan cahaya teduh dengan bayangan lebih jelas disbanding yang dihasilkan 2 penerangan yang dihasilkan sebelumnya. Penggunaan penerangan difus antara lain pada: tempat ibadah. 4. Penerangan Setengah Langsung Penerangan secara langsung 60 hingga 90% cahayanya diarahkan kebidang kerja selebihnya diarahkan kelangit-langit.Penerangan jenis ini adalah efisien. Pemakaian penerangan setengah langsung antara lain pada: kantor, kelas, took, dan tempat kerja lainnya. 5. Penerangan Langsung

17

Pada penerangan langsung 90 hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja. Pada penerangan langsung terjadi efek terowongan (tunneling effect) pada langit-langit yaitu:tepat diatas lampu terdapat bagian yang gelap. Penerangan langsung dapat dirancang menyebar atau terpusat, tergantung reflector yang digunakan.

1.7.2 Kebutuhan Lampu Untuk Ruangan Aspek pencahayaan menentukan kebutuhan lampu, demikian pula teknik instalasi penerangan dan perawatannya. Rekayasa penerangan dan factor pemakai perlu diperhitungkan agar didapat kualitas penerangan yang memadai. Factor yng menentukan kualitas penerangan adalah: kuat penerangan (Lux), distribusi cahaya, silau seminimal mungkin, arah pencahayaan dan tata letak lampu, warna cahaya dan efek pencahayaan. Untuk kebutuhan daya dan jumlah lampu di dalam ruangan, yang perlu ditentukan kuat penerangan yang diperlukan. Standar untuk kuat penerangan pada berbagai ruangan merujuk pada ESI (Equal Sphere Illumination). Jumlah sumber penerangan yang diperlukan (n) pada suatu ruangan dapat dihitung menggunakan persamaan 2.1.

..........................................................

(2.7)

Persamaan 2.7 dapat dinyatakan dengan bentuk lain sebagaimana persamaan 2.8.

......................................................= arus cahaya tiap lampu (lm) = efekisi (lm/W)

(2.8)

Dimana:

* L

18

1,25

A E fkc kp n1

= Faktor pengali, karena E Lampu baru lebih besar sekitar 1,25 kali E nominal akibat pengaruh pengotoran dan umur pemakaian = Luas bidang yang diterangi (m2 ) = Kuat penerangan (lx) = Faktor kerugian cahaya = Koefisien pemakaian = Banyak lampu tiap sumber cahaya

metode pertihungan penerangan untuk keperluan penerangan di dalam ruangan dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu: 1. Metode perhitungan dengan indeks ruang 2. Metode perhitungan dengan daerah ruang (zonal cavity) Metode yang pertama lazim digunakan di Negara: Nederland, Jerman dan beberapa Negara Eropa. Sedangkan metode yang kedua lazim digunakan di Amerika Serikat.

1.7.2.1 Metode Indeks Ruang Untuk menentukan kebutuhan sumber penerangan suatu ruangan perlu memperhitungkan indeks bentuk atau indeks ruang. Besarnya indeks ruang dinyatakan dengan persamaan:

............................................................= panjang ruang (m) = lebar ruang (m) = tinggi ruang (m) = indeks ruang

(2.9)

Dimana:

p l t k

1.7.2.2 Metode Daerah Ruang (Zonal Cavity)

19

Pada metode ini dibagi menjadi 3 daerah ruang, yaitu: daerah ruang langitlangit, daerah ruang kamar dan daerah ruang lantai. Langkah perhitungannya sebagai berikut: 1. Daerah ruang langit-langit adalah ruang antara sumber penerangan dengan langit-langit, daerah ruang lantai adalah ruang antara lantai dengan bidang kerja, sedangkan daerah ruang kamar adalah ruang antara bidang kerja dengan sumber penerangan.

Gambar 2.1 Pembagian Daerah Ruang

2. Jika panjang, lebar dan tinggi suau ruangan diketahui, maka perbandingan ruang (PR) secara umum menggunaan persamaan sebagai berikut:

..................................

(2.10)

Sehingga untuk ruang berbentuk persegi panjang:

.............................................Sehingga untuk ruang berbentuk lingkaran:

(2.11)

.........................................

(2.12)

20

Perbandingan ruang langit-langit:

...............................................Perbandingan ruang kamar:

(2.13)

...............................................Perbandingan ruang lantai:

(2.14)

.................................................

(2.15)

3. Untuk mendapatkan nilai pantulan efektif langit-langit menggunakan tabel koefisien pemakaian berbagai jenis sumber penerangan. 4. Untuk mendapatkan nilai pantulan lantai menggunakan tabel factor pengali selain reflektasi lantai. 5. Menentukan factor pemakaian (fp) berdasarkan data dari pabrik lampu.

1.7.2.3 Penerangan Pada Bagunan Publik Bangunan publik adalah bangunan yang digunakan oleh masyrakat umum seperti hotel, rumah sakit, arena olah raga dan pusat perbelanjaan. Ruang medis di suatu rumah sakit dikategorikan menjadi 3, yaitu: 1. Kategori 1 meliputi ruang fisoterapi, perawatan, hidroterapi, ruang praktek dokter umum dan gigi,pemeriksaan angiografi dan dialisa. 2. Kategori 1E meliputi ruang pembedahan kecil, ruang bersalin, bedah rawat jalan, dan pemeriksaan intensif. 3. Kategori 2E meliputi ruang persiapan bedah, bedah, pemulihan, bedah gips, kateterisasi jantung dan bersalin klinis.

21

Kuat penerangan untuk meja operasi di rumah sakit distandarkan 10,000 hingga 50,000 lx, sedangkan untuk ruang terapi 1000 lx, 100 lx untuk sal, untuk koridor sekitar ruang pasien 3-5 lx, dan lampu tidur 0.1 lx. Khusus untuk penerangan ruang operasi disiapkan Genset cadangan sebagai catu daya pengganti khusus (CDPK) atau UPS dengan maksud agar sumber listrik untuk ruang operasi tidak terputus walaupun terjadi gangguan suplai listrik dari perusahaan listrik.

22