Hiv, Pulmonologi

24
INFEKSI HIV / AIDS INFEKSI HIV / AIDS PENGERTIAN PENGERTIAN Pasien dinyatakan terbukti ternfeksi Pasien dinyatakan terbukti ternfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang HIV bila dari pemeriksaan penunjang DIAGNOSIS DIAGNOSIS Adanya faktor risiko penularan Adanya faktor risiko penularan Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali r r e e aktif dengan reagen yang berbeda aktif dengan reagen yang berbeda

Transcript of Hiv, Pulmonologi

Page 1: Hiv, Pulmonologi

INFEKSI HIV / AIDSINFEKSI HIV / AIDS INFEKSI HIV / AIDSINFEKSI HIV / AIDS

PENGERTIANPENGERTIAN

Pasien dinyatakan terbukti ternfeksi HIV bila Pasien dinyatakan terbukti ternfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjangdari pemeriksaan penunjang

DIAGNOSISDIAGNOSIS

Adanya faktor risiko penularanAdanya faktor risiko penularan

Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali rDiagnosis HIV : tes ELISA 3 kali reeaktif aktif dengan reagen yang berbedadengan reagen yang berbeda

Page 2: Hiv, Pulmonologi

Stadium WHO:• Stadium 1

• Stadium 2

Asimtomatik, limfadenopati generalisata

• Berat badan turun <10%• Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)• Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir• Infeksi saluran napas atas rekuren

• Stadium 3• Berat badan turun >10%• Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan• Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan), >1 bulan• Kandidiasis oral• Oral haity leucoplakia• Tuberculosis paru• Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)

Page 3: Hiv, Pulmonologi

• Stadium 4• HIV wasting syndrome• Pneumonia Pneumocystis carinii• Toksoplasma serebral• Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan• Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV)• Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral• Progressive multifocal leucoencephalopathy• Mikosis endemic diseminata• Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus• Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru• Septikemia salmonela non-tifosa• Tuberkulosis ekstrapulmonar• Limfoma• Sarkoma kaposi• Ensefalopati HIV

Page 4: Hiv, Pulmonologi

DIAGNOSIS BANDING Penyakit imunodefisiensi primer

PEMERIKSAAN PENUNJANG Anti-HIV ELISA Anti-HIV Western Blot Antigen p-24 HitungCD4 Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik.

Page 5: Hiv, Pulmonologi

TERAP I

Konseling Terapi suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan

penanganannya Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS Terapi pasca paparan HIV (post-exposure prophylaxis) Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan

hepatitis B

Page 6: Hiv, Pulmonologi

KOMPLIKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan

manifestasi HIV pada organ lain

PROGNOSIS Tergantung stadium penyakit

WEWENANG RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan

PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -

Divisi Alergi-Imunologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Page 7: Hiv, Pulmonologi

REFERENSI

1. Bartlett JG, Gallant JE. 2004 Medical Management of HJV Infection. Muryland. John Hopkins University School of Medicine, 2004.

2. Goldman L, Ausiello D, editors, Cecil Text hook of Medicine, 22’’edition.Philade1phia: Saunders, 2004

3. WHO. Scaling up antireiroviral therapy in resource-limited settings: treatment guidelines for apublic heatlh approach. 2003 revision.

Page 8: Hiv, Pulmonologi

RENJATAN ANAFILAKSISRENJATAN ANAFILAKSIS

PENGERTIANPENGERTIAN Renjatan anafilaksis adalah keadaan Renjatan anafilaksis adalah keadaan

gawat darurat yang ditandai dengan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan darah (hipotensi) penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respons sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E)antigen dengan antibodi Ig E)

Page 9: Hiv, Pulmonologi

DIAGNOSISDIAGNOSIS

Reaksi sistemik ringan rasa geli/gatal serta hangat, rasa Reaksi sistemik ringan rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen.antigen.

Reaksi sistemik sedang: seperti reaksi sistemik ringan, Reaksi sistemik sedang: seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, ge1isahnset seperti reaksi anafilaktik ringan.ge1isahnset seperti reaksi anafilaktik ringan.

Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak, seperti reaksi Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat. sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak napas, slanosis, henti napas. Edema dan sesak napas, slanosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit rnenelan, hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit rnenelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmiajantung, koma.umum. Gangguan kardiovaskular, aritmiajantung, koma.

Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa :disertai gejala klinis lain berupa :

Page 10: Hiv, Pulmonologi

DIAGNOSIS BANDINGDIAGNOSIS BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan Renjatan kardiogenik, renjatan

hipovolemikhipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANGPEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit,

analisis gas darah, EKGanalisis gas darah, EKG

Page 11: Hiv, Pulmonologi

TERAPI

A. Untuk renjatan: Adrenalin larutan 1: 1000, 0,3 - 0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas

atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan andrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengata di kepala, leher, tangan dan kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan I ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya.

Pasang tourniqet proksimal dan suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit.

Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 1/menit dengan sungkup atau kanul nasal

Antihistamin intravena, intramuskular atau oral. Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan

dengan terapi: IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaC1 2-3 1/m2 permukaan tubuh Dopamin 0,3-1,2 mg/kg BB/jam bila tekanan darah tidak membaik Kortikosteroid 7-10mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap

6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam.

Page 12: Hiv, Pulmonologi

B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis. Jika spasme bronkus menetap aminofilin 4-6 mg/kg BB dilarutkan dalam NaC1 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam.

C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien dilakukan intubasi dan trakeostomi

D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

Page 13: Hiv, Pulmonologi

KOMPLIKASIKOMPLIKASI Renjatan ireversibel, kegagalan multi organ Renjatan ireversibel, kegagalan multi organ failurefailure

PROGNOSISPROGNOSIS Tergantung organ yang terlibat dan beratnya Tergantung organ yang terlibat dan beratnya

gejalagejala

WEWENANGWEWENANG RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dan PPDS Penyakit Dalamdan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit

DalamDalam

Page 14: Hiv, Pulmonologi

UNIT YANG MENANGANIUNIT YANG MENANGANI RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam — Divisi Alergi-imunologiDalam — Divisi Alergi-imunologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit

DalamDalam

UNIT TERKAITUNIT TERKAIT • • RS pendidikan: ICU / RS pendidikan: ICU / medical High Caremedical High Care • • RS non pendidikan: ICURS non pendidikan: ICU

Page 15: Hiv, Pulmonologi

REFERENREFERENSISI

1.1. Djauzi S. Syok anafilakok. In: Subekti I, Lydia A, Djauzi S. Syok anafilakok. In: Subekti I, Lydia A, Runiende CM, Syani Suprohaita, Mansjoer A, Runiende CM, Syani Suprohaita, Mansjoer A, editors. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang editors. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2000.p.9 7-100.FKUI: 2000.p.9 7-100.

2.2. Mahdi AD. Syok anafilaktik. Jn:Setiaii S, Alwi 1, Mahdi AD. Syok anafilaktik. Jn:Setiaii S, Alwi 1, Matyantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Matyantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; J999.p. 8-10.J999.p. 8-10.

Page 16: Hiv, Pulmonologi

ASMA BRONKIAL

PENGERTIAN

Asina bronkiaL adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan epitel

Page 17: Hiv, Pulmonologi

DIAGNOSISDIAGNOSIS

• Asma iniermiten, gejala asma < I kali/minggu, asimptornatik, APE diantara serangan normal, asma malarn < 2 kalilbulan, APE> 80%, variabilitas <20%

• Asma persisien ringan, gejala asma > 1 kali/minggu , < 1 kali/hari, asma malam >2 kali/bulan, APE>80%, variabilitas 20-30%

• Asma persisien sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta-2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam > I kali/ minggu, APE >60% dan < 80% prediksi atau variabilitas >30%

• Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, akitivitas terbatas, dan APE < 60% prediksi atau variabilitas > 30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma.

Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dadamengi dan rasa berat di dada akibat fakior akibat fakior pencelus. Asma brokial dibagi menjadipencelus. Asma brokial dibagi menjadi

Page 18: Hiv, Pulmonologi

DIAGNOSIS BANDING Penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), gagal

jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : jumlah eosinofil darah dan

sputum, foto toraks, spirometri, uji tusuk kulit (skin prick test/SPT), uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi

Page 19: Hiv, Pulmonologi

TERAPI 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali2. Asma pensisten ringan memerlukan obat pengendali

kontikostenoid inhalasi (500 ug BDP atau ekuivalennya) atau pilihan lainnya : teofihin lepas lambat, krornolin, antileukotrien.

3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan (> 1000 ug BDP alau ekuivalennya) atau kontikosteroid inhalasi 500-1000ug BDP atau ekuivaIennya) antileukotrien.

Page 20: Hiv, Pulmonologi

4. Asma persisten berat memerlukan kontikosteroid

Inhalasi (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA

inhalasi + salah satu pilihan berikut: ~ teofilin lepas lambat ~ antileukotrien ~ LABA oral

Page 21: Hiv, Pulmonologi

BDP= Budesonide propionat.

Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis kerja singkat tetapi tidak boleh Iebih dan 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofihin lepas lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:

1. Oksigen2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya

tergantung respons terapi awal3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromida) setiap 4-6 jam terutama

pada obstruksi berat (atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta-2)

4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg/hari setara prednison

5. Aminofilin tidak dianjurkan ( bila diberikan dosis awal 5-6 mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam)

6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder

Page 22: Hiv, Pulmonologi

7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 han) : inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.

8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan risiko tinggi: pemeriksaan fisik tambah berat, APE (ants puncak ekspirasi)> 50% dan <70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dan basil analisis gas darah) pasien harus dirawat.

Pasien dirawat di ICU bila tidak berespons terhadap upaya pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah beratnya serangan/buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar pO2 < 60 mmHg dan/atau pCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen yang adekuat.

Page 23: Hiv, Pulmonologi

KOMPLIKASIKOMPLIKASI Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal

jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks.terjadi gagal napas dan pneumotoraks.

PROGNOSISPROGNOSIS Tergantung beratnya gejalaTergantung beratnya gejala

WEWENANGWEWENANG RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit

Dalam dan PPDS Penyakit DalamDalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit

DalamDalam

Page 24: Hiv, Pulmonologi

UNIT YANG MENANGANIUNIT YANG MENANGANI RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Divisi Alergi-imunologi, Divisi Dalam Divisi Alergi-imunologi, Divisi PulmonologiPulmonologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit DalamDalam

UNIT TERKAITUNIT TERKAIT RS pendidikan ICU/medical High CareRS pendidikan ICU/medical High Care RS non pendidikan: ICURS non pendidikan: ICU