GANGGUAN TIDUR
-
Upload
yonatha-novara-liem -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of GANGGUAN TIDUR
PENDAHULUAN
Sejak zaman purbakala manusia tertarik pada masalah mimpi dan tidur. Hobson, 1989,
mengemukakan bahwa : lebih banyak dipelajari mengenai tidur selama 60 tahun belakangan ini dibanding
seluruh waktu 6000 tahun sebelumnya, tidur merupakan perilaku dinamis, bukan hanya tiadanya bangun.
Tidur adalah suatu aktifitas aktif khusus dari otak, dikelola oleh mekanisme yang rumit dan tepat. Lebih dari
60 juta dari masyarakat Amerika memiliki keluhan yang berhubungan dengan tidur, dan sekitar 20% dari
pasien-pasien yang berperan sebagai praktisi umum mengalami gangguan tidur. Insomnia adalah keluhan
gangguan tidur yang tersering; setiap tahun, antara 20% dan 50% orang dewasa melaporkan kesulitan dalam
tidur, dan sekitar 17% dipertimbangkan sebagai masalah yang serius.
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang
berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin,
berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada
siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung,
depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri
atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih
sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah
penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan
masalah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat hipnotik,
tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan
masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan
tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
PEMBAHASAN
A. POLA TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan
homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam
pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak.
Dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon
normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras
seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara
burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi
berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang disebut
1
GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter
(penghantar sinyal saraf).
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan otak, khususnya
serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk
mengingat, memvisualkan, serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu.
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan tatanan rapi, bantal enak
dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5
menit langsung tertidur. Salah satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari
aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus ini
terdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola
tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur.
Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang
dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah,
sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi
bervoltase rendah.
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan diserati dengan
pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih
panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama
sampai fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin berkurang dan disertai
fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa
mereka mengalami masa tidur yang tidak terlalu nyenyak.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara
4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian
menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan
gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun
dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1 NREM adalah
perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi
2
penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah,
sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas
bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas teta, voltase rendah-
sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan
frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh
gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik.
Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur
dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan
disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih
lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat
atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara
sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami
deprivasi tidur.
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang terjadi bersamaan
dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle tone. Periode REM akan disertai dengan
frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized
sleep.
Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90 menit sebelum periode
pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal
siklus adalah sebagai berikut : NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus
REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.
Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Periode REM pada bayi
berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa
berlangsung 70-100 menit selama masa remaja.
Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa neonatus sekitar 50%
waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13
jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda
membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai
batas lansia.
3
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain
serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan
seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity
System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun,
orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas
neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino trypthopan. Dengan
bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan
keadaan mengantuk / tidur. Bila serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan
tidak bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada
nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe
dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di
batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya
REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan
menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi
episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
• Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH,
dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui
hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
4
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang dari enam
jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari
sembilan jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud disini adalah
irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan
faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras
eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.
B. GANGGUAN POLA TIDUR
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan
tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan
usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia
lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri,
ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-
penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-
50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan
perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus
(<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%). Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur masih
terus berkembang seiring dengan penelitian yang ada.
Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.
I. GANGGUAN TIDUR PRIMER
I.1 Dissomnia
I.1.a Insomnia primer
I.1.b Hipersomnia primer
I.1.c Narkolepsi
I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan
I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)
I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan
I.2 Parasomnia
II.2.a Gangguan mimpi buruk
II.2.b Gangguan teror tidur
II.2.c Gangguan tidur berjalan
II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan
5
II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN
MENTAL LAIN
II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
III. GANGGUAN TIDUR LAIN
III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum
III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur
III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan
dengan tidur
III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur
III.1.d Asma berhubungan dengan tidur
III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur
III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal
Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat
III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
III.2.b Obat antimetabolit
III.2.c Obat kemoterapi kanker
III.2.d Preparat tiroid
III.2.e Anti konvulsan
III.2.f Anti depresan
III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral; alfa metil dopa; obat
penghambat beta.
GANGGUAN TIDUR PRIMER
DISSOMNIA
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur ( failling as
sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi
diantaranya. Gambaran penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur.
Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi gangguan tidur pada awal dan pemeliharaannya;
hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur
berhubungan dengan pernafasan; dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian
antara pola tidur seseorang dengan pola tidur normal lingkungannya.
INSOMNIA PRIMER
6
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk dapat tidur atau
mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, “keadaan tidur yang tenang/sedang tidur” ataupun bangun
saat pagi sebelum waktunya (hal ini dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis
terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.
Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun tetapi prevalensi tertinggi
dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit
organik atau akibat penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia
primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :
Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali tidak berhubungan
dengan berbagai stres maupun kejadian.
Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri, kecemasan obat, depresi, atau
stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai atau mempertahankan
tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan
mental, keadaan medikal umum, dan penggunaan zat.
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke
dokter. Kesulitan tidur lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan
status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.
Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal. Bentuk insomnia ini terjadi
bersamaan dengan adanya stres piskologis akut, seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk
sembuh sendiri.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih.
Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis,
gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism. Namun
demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein,
alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari
lainnya, dan stres kronik.
a. Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan
dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang
sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
7
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara
normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur
dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun,
merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur
bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat
menyebabkan insomnia pada beberapa orang :
Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
Kekhawatiran tidak dapat tidur
Menkonsumsi kafein secara berlebihan
Minum alkohol sebelum tidur
Merokok sebelum tidur
Tidur siang/sore yang berlebihan
Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
b. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari
merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan berbagai cara :
Sulit untuk tidur
Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun)
Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang dialami waktu siang hari
adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat, gampang tersinggung.
c. Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-
obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya : perceraian,
kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur
seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa
hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur
maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis.
Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau
myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan psikiatrinya. Riwayat medis
harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat penggunaan obat dan pengobatan.
8
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan insomnia kronis. Pengukuran
ini meliputi :
- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari, kalau hal ini akan
mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung kafein, rokok dan obat-
obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun demikian, cukup
banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini.
d. Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah insomnia, tetapi
dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obat-obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama
untuk merawat transient dan insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk
dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat
pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi
estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 – 15 mg malam hari;
temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 – 0,25 mg malam hari. Non benzodiazepin
alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini
menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen
seharian.
Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg), hipnotik-sedatif
golongan non barbiturat akan meningkat potensinya bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin
diphenhydramine (25-100 mg) dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone
(50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita
insomnia primer.
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang
tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
9
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan
pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan
depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
HIPERSOMNIA PRIMER
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita mempunyai kemungkinan
sakit yang sama.
Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi serangan tidur
ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit
organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia. Seringkali
penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur
lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu
tidurnya melebihi
1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu
serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-tan kesadaran, dan
pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran sleep hygiene, obat-
obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan
kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di
minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan. Modafinil, yang
digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer.
Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat
menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.
Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan
(atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau
episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari.
B. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
10
C. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-
mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan
pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah
tidur yang tidak adekuat.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
NARKOLEPSI
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering terjadi. Narkolepsi adalah
gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan
pengobatan dokter ahli jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan dengan keinginan tidur
yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep
paralysis, atau hypnagogic hallucinations. Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita
pria yang sama dengan wanita. Narkolepsi mungkin merupakan penyakit herediter karena setengah pasien
narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir dari beberapa detik hingga
30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga dapat mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama
percakapan atau pada keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah 25
tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana terjadi kehilangan kontrol otot
secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran. Keadaan ini
dapat terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau kejutan.
Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy. Sleep paralysis akan
menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat sementara sehingga menimbulkan ketidakmampuan
untuk bergerak. Hyponagonic hallucination merupakan penerimaan halusinasi yang menyenangkan,
biasanya melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi ketika orang-orang jatuh tidur (hypnopompic
hallucinations terjadi hanya setelah bangun). Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa tahun
setelah gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam menegakkan narkolepsi.
Polysomnography dengan MSLT digunakan untuk
menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan gangguan tidur lain seperti
gangguan pernafasan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan mengalami
masalah-masalah psikologis, yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan
interaksi sosial.
11
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk serangan tidur dan gejala
auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya
yang singkat dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat
untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis
tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan dengan
dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang
terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai
alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya
sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani
cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan
untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati
depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari).
Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan keluarganya. Rekan kerja dan
lingkungan sosial harus juga diberikan pengeta-huan mengenai gejala dari narkolepsi. Kerjasama dan
pertolongan dari lingkungan sosial diperlukan untuk mengurangi kesulitan kerja dan membantu menurunkan
tingkat kebutuhan pasien terhadap obat-obatan stimulan.
PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung
pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan
dengan gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat potensial
menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5
tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur.
Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan
kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3
dan 4.
Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur berjalan (atau somnambulism). Ketiga
gangguan tersebut relatif sering terjadi pada anak-anak. Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir
masa remaja teapi dapat juga berlanjut ke masa dewasa.
12
GANGGUAN MIMPI BURUK (MIMPI CEMAS)
Gangguan mimpi buruk adalah suatu kegelisahan atau ketakutan yang amat sangat pada waktu
malam, dan mimpi semacam ini akan selalu diingat oleh pasien sebagai sesuatu yang sangat mencekam.
Keadaan ini terjadi pada 5% manusia dari seluruh penduduk dan akan berlangsung menjadi kronis.
Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini dapat terjadi setiap waktu selama malam
hari tetapi lebih sering terjadi pada setengah jam kedua dari satu periode tidur, dimana siklus REM
meningkat dalam frekuensi dan lamanya. Pada anak-anak, mimpi buruk sering dihubungkan terhadap fase
perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah dan awal sekolah. Pada kelompok usia
tersebut, anak-anak mungkin tidak mampu untuk membedakan kenyataan dari mimpi yang dialami.
Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit demam dan delirium, terutama pada usia
lanjut dan pada orang-orang yang menderita penyakit kronis. Gejala putus obat, seperti benzodiazepin, akan
juga menyebabkan mimpi buruk. Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau alkohol
sering dihubungkan dengan meningkatnya intensitas bermimpi dan mimpi buruk. Saat ini, penggunaan
inhibitor serotonin (seperti : citalopram, fluoxatine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline) dan gejala putus
obat dapat dihubungkan dengan mimpi buruk.
Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk adalah penyakit psikiatri mayor yang
mempunyai kecenderungan untuk mimpi buruk (misalnya mayor depression), efek pengobatan, dan putus
obat atau alkohol.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut DSM-IV-TR
A. Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan ingatan yang terinci
tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan,
biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri. Terjaga biasanya
terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur.
B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan sadar (berbeda dengan
konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi.
C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara khas atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental lain (misalnya, delirium,
gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
GANGGUAN TEROR TIDUR
Episode dari gangguan ini terjadi selama dua pertiga dari masa tidur dan sering dimulai dengan
teriakan yang keras diikuti oleh kecemasan yang hebat dengan tanda-tanda autonomic hyperousal, seperi
13
takikardia dan nafas yang cepat. Orang-orang dengan teror tidur tidak sepenuhnya kembali sadar setelah
suatu episode, dan biasanya tidak mempunyai ingatan yang mendetil tentang kejadian yang terjadi.
Penyebab gangguan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi gangguan ini sering terjadi bersamaan
dengan tidur berjalan. Kedua keadaan dimulai pada masa anak-anak dan akan berakhir pada masa dewasa.
Apabila episode ini terjadi pada masa remaja dan dewasa, maka biasanya juga disertai gangguan psikiatrik
yang lain.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Teror Tidur menurut DSM-IV-TR
A. Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi selama sepertiga bagian pertama episode
tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.
B. Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti takikardia, nafas cepat, dan berkeringat,
selama tiap episode.
C. Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita tersebut selama
episode.
D. Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk episode.
E. Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
F. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.
Pada teror tidur yang utama adalah daya ingat pasien tentang mimpi tadi. Menurut Kandouw, ada
perbedaan mimpi buruk dan teror tidur. Ketika mengalami mimpi buruk, penderita sadar dan bisa
berorientasi dengan sekitarnya. Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat
dan menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata.
Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi di sepertiga awal tidur. Episode teror ini
berulang-ulang, dimana penderita bangun dan berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan
hiperaktif. Namun, penderita kurang bisa mengingat kejadian yang telah dialami. Penderita juga mengalami
disorientasi.
TIDUR BERJALAN (SOMNAMBULISM)
Orang yang tidur berjalan didefinisikan sebagai episode pengulangan dari tidur dan berjalan. Hal ini
biasanya terjadi selama sepertiga waktu tidur. Selama tidur berjalan, orang biasanya tidak tahu arah, relatif
tidak memberikan respon terhadap komunikasi seseorang, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha
keras. Pada saat sadar, orang tersebut tidak dapat mengingat kejadiannya. Episode tidur berjalan dan mimpi
buruk terjadi dalam waktu tiga jam setelah jatuh tidur. Rekaman EEG memperlihatkan gelombang lambat
dengan amplitudo tinggi yang mendahului aktivasi otot yang akan memacu timbulnya serangan; tidur
berjalan terjadi selama tahap 3 dan 4 NREM tidur.
14
Tidur berjalan cirinya terjadi dalam waktu kurang dari 10 menit. Orang-orang akan berjalan tanpa
tujuan, tanpa menghiraukan keadaan lingkungan sekitarnya. Pasien tidur berjalan dapat melakukan
kegiatan-kegiatan ringan seperti membuka pintu atau jendela sehingga dapat membahayakan jiwanya.
Hal penting dalam mengatasi pasien tidur berjalan adalah melindungi pasien dari bahaya. Usaha
untuk mengintervensi episode serangan akan membingungkan dan menakutkan pasien. Cara terbaik adalah
dengan mengunci pintu dan memasang alarm, dan menempatkan tempat tidur pasien di lantai satu.
Gangguan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hampir 15% anak-anak
pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode dari tidur berjalan, dan lebih dari 3% disertai dengan
gangguan mimpi buruk. Kurang lebih 5% dari orang dewasa sehat dilaporkan pernah mengalami tidur
berjalan. Orang tua perlu diberitahukan bahwa kelainan yang dialami anaknya mungkin akan bertambah
berat pada akhir masa remaja. Pada orang dewasa, tidur berjalan sering berhubungan dengan gangguan
kejiwaan yang berat seperti depresi.
Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti benzodiazepin (misalnya diazepam 5-10 mg
tiap malam), dapat diberikan untuk orang dewasa yang mengalami tidur berjalan dan mimpi buruk. Relaps
dapat terjadi ketika obat-obatan dihentikan atau pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya
impramine, 50-100 mg malam hari) juga bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari tidur berjalan dan
mimpi buruk. Obat-obat juga dapat diberikan untuk anak-anak meskipun dosis yang digunakannya lebih
rendah.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Tidur Berjalan menurut DSM-IV-TR
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan berkeliling terjadi selama sepertiga
bagian pertama episode tidur utama.
B. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap, relatif tidak responsif
terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan dapat dibangunkan hanya dengan
susah payah.
C. Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi harinya), pasien mengalami amnesia untuk
episode tersebut.
D. Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak terdapat gangguan aktivitas
mental atau perilaku (walaupun awalnya mungkin terdapat periode konfusi atau disorientasi yang
singkat).
E. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
15
GANGGUAN MENTAL LAIN
Kategori gangguan tidur yang dihubungkan dengan gangguan mental lain dihubungkan dengan
gangguan mental spesifik, termasuk psikotik, mood, dan gangguan kecemasan. Gangguan tidur juga dapat
dihubungkan dengan keadaan medis umum atau efek fisik langsung dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat, pengobatan).
Gambaran Electroencephalogram Gangguan Tidur yang berhubungan dengan Gangguan Mental
Lain
—————————————————————————————————
Diagnosis Penemuan Umum dalam Tidur
—————————————————————————————————
Psikosis
Schizophrenia Tanda yang bervariasi dalam kontinuitas tidur.
Pengurangan REM tidur setelah REM tidur dihilangkan.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Gangguan afektif Gangguan kontinuitas tidur.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Pergantian REM tidur yang lebih awal pada malam hari.
Gangguan cemas Kesulitan untuk memulai tidur.
Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.
Gangguan panik Kesulitan untuk memulai tidur.
Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.
Serangan panik diwaktu tidur terjadi pada tahap 2 atau tahap 3 dari tidur.
Penggunaan Alkohol
Penggunaan akut Pengurangan waktu bangun dan REM tidur, dengan peningkatan
gelombang delta tidur pada setengah jam pertama dimalam hari, pantulan
dari REM tidur dan peningkatan terbangun pada setengah jam kedua
dimalam hari.
Penggunaan kronis Fragmentasi tidur dengan seringnya waktu terbangun.
16
Abstinensi Fragmentasi yang berkelanjutan dan pengu-rangan gelombang tidur
lambat.
Gangguan Kepribadian
Borderline REM tidur mengalami perubahan yang berhubungan dengan gangguan
keadaan hati.
Demensia Kontinuitas tidur terganggu.
Jadwal tidur-bangun yang polifasik
—————————————————————————————————
II.1 GANGGUAN PSIKOTIK
Gangguan tidur utama pada pasien psikotik adalah insomnia dan hipersomnia. Pasien schizophrenia,
misalnya dapat mengalami gangguan berat pada tidur mereka selama terjadinya peristiwa psikotik.
Perubahannya meliputi pengurangan waktu tidur, variabilitas dalam waktu REM dan peningkatan densitas
REM. Berkurangnya tahap 4 NREM tidur merupakan bentuk yang paling sering ditemukan.
II.2 GANGGUAN AFEKTIF
Insomnia pada depresi digambarkan sebagai bangun sangat pagi sebelum waktunya (misalnya
bangun lebih awal dibanding biasanya dan kemudian tidak dapat tidur kembali). Hipersomnia kadang-
kadang perlu diobservasi, terutama pada pasien dengan bipolar depresi atau dysthymia. Pasien dengan
manic dan hypomanic dapat tidak tidur dan tidur lebih singkat dibanding orang normal, karena mereka
hanya membutuhkan waktu tidur yang singkat.
Perubahan polysmonographic pada pasien depresi meliputi lamanya masa tidur, meningkatnya
kesadaran di malam hari, dan kesadaran di awal pagi, gelom-bang tidur (tahap 3 dan 4); perubahan pada
REM tidur, meliputi terjadinya REM tidur lebih awal pada malam hari (Misalnya masa laten REM lebih
pendek) dan peningkatan frekuensi dari pergerakan bola mata selama REM tidur.
GANGGUAN KECEMASAN
Gangguan cemas sering dihubungkan dengan masalah tidur yang ada. Gambaran polysomnographic
meliputi perubahan nonspesifik pada masa laten tidur, penurunan efisiensi tidur, peningkatan sejumlah tahap
1 dan 2 tidur, penurunan gelombang tidur.
17
Stress pasca trauma berperan penting dalam terjadinya insomnia dan gangguan tidur, tetapi
perubahan polysomnographic nya tidak spesifik. Gangguan panik dapat dihubungkan dengan terbangun
tiba-tiba dari tidur, yang sering dikeluhkan pasien. Gambaran polysomnographic meliputi peningkatan masa
laten tidur dan penurunan efisiensi tidur.
PEMAKAIAN ATAU KETERGANTUNGAN ALKOHOL
Ketergantungan alkohol dapat berkembang menjadi insomnia atau hipersomnia. Efek alkohol ini
berbeda-beda, pada penggunaan akut akan menimbulkan rasa ingin tidur dan mengurangi kesadaran selama
3-4 jam pertama dari tidur, yang kemudian akan meningkatkan kesadaran dan mimpi yang berhubungan
dengan kecemasan pada pertengahan malam. Pada penggunaan alkohol kronis, tidur menjadi terputus-putus
dengan periode singkat dari tidur dalam yang diselingi oleh periode terbangun singkat. Dengan abstinensi,
tidur pada awalnya akan terganggu; insomnia dan mimpi buruk dapat terjadi, tetapi kemudian akan
mengalami perbaikan bertahap.
GANGGUAN PSIKIATRIK LAINNYA
Delirium berperan terhadap terjadinya agitasi selama awal sore atau malam hari. Secara klinis, tidur
akan terputus-putus dengan frekuensi terbangun yang sering, awal insomnia, atau terbangun di awal pagi
hari. Polysomnographic akan memperlihatkan tidur yang terputus-putus, rendahnya efisiensi tidur,
penurunan tahap 3 dan 4 tidur, penurunan presentasi REM tidur.
GANGGUAN TIDUR LAIN
GANGGUAN TIDUR KARENA KONDISI MEDIS UMUM
Berbagai keadaan medis dan neurologis memegang peranan terhadap gangguan tidur. Contohnya
meliputi hipertensi atau cardiovascular insuffisiensy, hipertiroid, rematik, penyakit parkinson, esophageal
reflux, asma, trauma kepala, penyakit pernafasan, penyakit arteri koroner, angina pectoris, dan artritis.
Wanita hamil dapat mengalami kesulitan tidur sebab seringnya kencing, pergerakan janin, dan masalah yang
berkaitan dengan kenyamanan posisi.
Berbagai zat legal dan ilegal, mempunyai kemampuan untuk menimbulkan gangguan tidur. Sebagai
contoh, stimulus yang berlebihan (misalnya kokain) dapat menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pengobatan
juga dapat menimbulkan gangguan tidur; sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin
dilaporkan akan tidur berlebihan.
18
Keadaan Medis dan Neurologis dan Penggunaan Zat yang berhubungan dengan Gangguan Tidur
—————————————————————————————————
Gangguan Medis dan Neurologis Substansi
—————————————————————————————————
Penyakit Alzheimer Alkohol
Angina Anti Kejang
Asma Anti Depresan
Penyakit Artei Koroner Anti Psikotik
Diabetes Melitus Lithium
Eczema Opioid
Gastrointestinal Reflux Psychostimulants
Hipertensi Hipnotik-sedatif
Hipertiroid
Distrofi Otot
Distrofi Miotonik
Penyakit Paru Obstruktif
Pain Syndromes
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Ulkus Peptikum
Kehamilan
Progressive Supranuclear Palsy
Shy-Drager Syndrome
Uremia
—————————————————————————————————
C. PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:
• Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat
• Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
• Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan
mental
• Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
2. Konseling dan Psikotherapi
19
Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi,
kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah
gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.
3. Sleep hygiene terdiri dari:
a. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
b. Hindari tidur pada siang hari/sambilan
c. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
d. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
e. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
f. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
g. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
h. Hindari rasa cemas atau frustasi
i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal, juga dapat
diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik
merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada
berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti
depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis,
juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat jangka panjang dapat menimbulkan over
dosis dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan
jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek,
bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal
kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam
penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab
yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari
problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada
pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang
mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari problem
gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus berhati-hati pada pemakain obat
20
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta
akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi penyebab yang
mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya
diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek
mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal.
Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan
tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi
kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka
panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan terapi withdrawal.
21