FISIOLOGI RESPIRASI

download FISIOLOGI RESPIRASI

of 32

description

Fisiologi Respirasi

Transcript of FISIOLOGI RESPIRASI

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Fungsional Respirasi

2.2 Fisiologi RespirasiRespirasi menyediakan oksigen ke jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan. Empat fungsi utama dari respirasi adalah :

1. Ventilasi pulmoner, yang berarti aliran masuk dan keluar udara antara atmosfer dan alveolus di paru paru,2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveolus dan darah,3. Transport oksigen dan karbon dioksida di darah dan cairan tubuh, dan4. Regulasi ventilasi dan sisi lain dari pernapasan2.2.1 Ventilasi Pulmoner

Mekanisme ekspansi dan kontraksi paruParu paru dapat dikembangkan dan dikempiskan melalui dua metode gerakan, yaitu dengan gerakan naik dan turun dari diafragma untuk memperpanjang atau memperpendek rongga dada, dan dengan gerakan elevasi serta depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dada.

Pernapasan tenang yang normal dapat dicapai hampir seluruhnya hanya dengan metode gerakan pertama, yaitu pergerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi dari diafragma menarik permukaan bawah dari paru paru semakin ke bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma berelaksasi yang diikuti dengan elastic recoil dari paru, rongga dada, serta struktur abdomen, sehingga mengkompresi paru dan membuat udara keluar dari paru. Sedangkan selama pernafasan berat, kekuatan dari elastic recoil tidak cukup kuat untuk melakukan ekspirasi dengan cepat, sehingga kekuatan ekstra dibutuhkan, utamanya dengan kontraksi dari otot otot abdomen yang mendorong isi abdomen ke atas mendorong diafragma, sehingga mengkompresi paru. Metode gerakan kedua untuk pengembangan paru adalah dengan ekspansi rongga dada. Ekspansi rongga dada dapat mengembangkan paru karena dalam posisi istirahat, rusuk mengarah ke bawah, sehingga membuat sternum terdorong ke belakang ke arah tulang belakang. Saat rongga dada elevasi, tulang rusuk terprkyeksi ke anterior, menjauh dari tulang belakang, sehingga membuat diameter anteroposterior 20% lebih lebar saat insiprasi maksimal dibandingkan dengan saat ekspirasi.

Otot otot yang mengangkat rongga dada diklasifikasikan sebagai otot otot inspirasi dan otot otot yang mendepresi rongga dada diklasifikasikan sebagai otot otot ekspirasi. Otot inspirasi yang terpenting adalah otot interkostalis eksterna, dan otot lain yang membantu adalah otot sternokleidomastoideus yang mengangkat sternum ke atas, otot serratus anterior yang mengangkat beberapa tulang tulang rusuk, dan otot skaleni yang mengangkat dua rusuk pertama. Sedangkan otot ekspirasi utama adalah otot rektus abdominalis yang memiliki kekuatan besar untuk menarik rusuk bagian bawah ke kaudal dan di secara simultan bersamaan dengan otot abdomen yang lain mengkompresi isi perut ke atas melawan diafragma, selain otot rektus abdominalis, ekspirasi juga dibantu otot interkostalis interna.

TEKANAN YANG MEMBUAT PERGERAKAN UDARA MASUK DAN KELUAR DARI PARU

Paru paru adalah struktur elastik yang mengempis seperti balon dan mengeluarkan udara melalui trakea saat tidak ada tenaga yang membuatnya tetap mengembang. Tidak ada perlekatan antara paru dan dinding dari rongga dada, kecuali dimana paru ditahan pada hilum dari mediastinum, sisanya paru paru mengambang di rongga dada, dikelilingi oleh lapisan tipis cairan pleura yang melubrikasi pergerakan paru paru di dalam rongga dada. Suction kontinyus dari cairan yang berlebih melalui saluran limfatik menjaga agar slight suction antara permukaan pleura viseral dan parietal di rongga dada.

TEKANAN PLEURA DAN PERUBAHANNYA SELAMA RESPIRASI Tekanan pleura adalah tekanan cairan yang berada di ruang sempit antara pleura paru dan pleura rongga dada. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada kondisi normal terdapat sligh suction antara keduanya, yang berarti terdapat sedikit tekanan negatif. Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cmH2O, yaitu suction yang diperlukan untuk menahan paru tetap mengembang saat istirahat. Lalu, saat inspirasi normal, ekspansi rongga dada menarik paru keluar dengan kekuatan yang lebih besar dan membuat tekanan yang lebih negatif lagi, menjadi sekitar -7,5 cmH2O.

Hubungan antara tekanan pleura dan perubahan volume paru didemonstrasikan dalam gambar berikut, dimana saat peningkatan tekanan negatif bertambah dari -5 menjadi -7,5 cmH2O terjadi peningkatan volume rongga dada sebanyak 0,5 liter. Selanjutnya saat ekspirasi, terjadi hal yang sebaliknya.

TEKANAN ALVEOLI

Tekanan alveolus adalah tekanan udara di dalam alveolus. Saat glotis terbuka dan tidak ada udara yang masuk ke dalam atau keluar paru, tekanan di semua bagian respirasi sampai ke alveolus sama dengan tekanan atmosfer yang dikatakan sebagai zero reference pressure dalam saluran nafas, yaitu 0 cmH2O. Untuk membuat udara masuk ke dalam alveoli saat inspirasi, tekanan alveoli harus turun menjadi dibawah nol.

Di kurva kedua pada gambar 37-2 mendemonstrasikan saat inspirasi normal, tekanan alveolus menurun -1 cmH2O. Tekanan negatif yang menurun ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik yang dibutuhkan saat inspirasi normal tenang. Selama ekspirasi, tekanan yang berkebalikan terjadi, peningkatan tekanan menjadi +1 cmH2O dan hal ini mendorong 0,5 liter udara keluar dari paru selama 2 3 detik ekspirasi.

TEKANAN TRANSPULMONERFinally, note in Figure 37-2 the difference between the alveolar pressure and the pleural pressure. This is called the transpulmonary pressure. It is the pressure difference between that in the alveoli and that on the outer surfaces of the lungs, and it is a measure of the elastic forces in the lungs that tend to collapse the lungs at each instant of respiration, called the recoil pressure.

COMPLIANCE PARU Sejauh mana paru akan mengembang untuk tiap unit peningkatan tekanan transpulmoner (apabila terdapat waktu untuk mencapai kesetimbangan) disebut sebagai compliance paru. Compliance kedua paru bila disatukan pada manusia dewasa normal adalah sekitar 200 mm udara per sentimeter tekanan transpulmoner air. Yaitu, setiap tekanan transpulmoner meningkat 1 cmH2O, volume paru setelah 10 20 detik akan mengembang 200 mm.Hubungan antara perubahan volume saat inspirasi dan ekspirasi terhadap tekanan transpulmoner adalah berbeda, sehingga terdapat dua kurva yaitu kurva compliance inspirasi dan kurva compliace ekspirasi, dan seluruh diagram disebut sebagai diagram compliance paru. Karakteristik dari diagram compliance ditentukan oleh kekuatan elastisitas paru. Hal ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) kekuatan elastisitas jaringan paru dan 2) kekuatan elastisitas yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang melapisi bagian dalam alveoli dan rongga udara paru lainnya. Kekuatan elastisitas jaringan paru ditentukan utamanya oleh fiber elastin dan kolagen yang menyusun parenkim paru. Pada paru yang deflasi, fiber ini akan secara elastis berkontraksi dan menyusut, dan saat paru berinflasi, fiber ini memanjang, sehingga mengelongasi dan mengerahkan lebih banyak lagi kekuatan elastis.Kekuatan elastisitas yang disebabkan oleh tegangan permukan lebih kompleks. Kepentingan dari tegangan permukaan diperlihatkan dalam gambar 37.4, yang membandingkan antara diagram compliance paru saat terisi cairan salin dan saat terisi udara. Saat paru terisi udara, terdapat antar muka antara cairan alveoli dan udara di dalam alveoli. Sedangkan saat paru terisi cairan salin, tidak ada antar muka antara udara dan cairan, sehingga dapat disimpulkan efek dari tegangan permukaan tidak ada saat paru terisi cairan, dan pada keadaan ini hanya terdapat kekuatan elastisitas jaringan paru. Ingatlah bahwa tekanan transpleural yang dibutuhkan untuk mengekspansi paru yang terisi udara tiga kali lebih besar daripada tekanan yang dibutuhkan untuk mengekspansi paru yang terisi cairan salin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan elastisitas jaringan cenderung menyebabkan kolaps dari paru yang terisi udara merepresentasikan hanya 1/3 dari elastisitas paru, sedangkan kekuatan tegangan permukaan udara-air di alveolus merepresentasikan 2/3 elastisitas paru. Kekuatan tegangan permukaan udara-air di paru juga meningkat banyak saat surfactant tidak ada pada cairan alveoli..

SURFACTANT, SURFACE TENSION, AND COLLAPSE OF THE ALVEOLI PRINCIPLE OF SURFACE TENSION Saat air membentuk permukaan dengan udara, molekul air di permukaan air akan memiliki ikatan lebih kuat satu dengan lainnya. Sebagai hasilnya, permukaan air menjadi selalu berusaha untuk berkontraksi. Hal inilah yang menyebabkan adanya tetesan air hujan. Hal yang sama terjadi pada alveoli. Hal ini menyebabkan, saat udara akan dikeluarkan dari alveolus akan menyebabkan alveolus berusaha untuk mengecil. Efek bersihnya adalah menyebabkan kekuatan kontraksi elastik dari seluruh paru, yang disebut sebagai kekuatan elastis tegangan permukaan. SURFACTANT AND ITS EFFECT ON SURFACE TENSION Surfactant adalah agen permukaan aktif di air, yang berati, ia mengurangi tegangan permukaan air secara signifikan. Surfactant disekresi oleh sel epitel yang secara spesial pengeluarkan surfactant yang dikenal sebagai sel epitel alveolar tipe II, yang mengkonstitusikan 10 persen dari area permukaan alveoli. Sel ini adalah sel granuler yang berisikan inklusi lipid yang disekresikan surfactant ke dalam alveoli.Surfactant adalah campuran kompleks dari beberapa fosfolipid, protein, dan ion. Komponen terpentingnya adalah fosfolipid dipalmitoylphosphatidylcholine, apoprotein surfactant dan ion kalsium. Fosfolipid dipalmitoylphosphatidylcholine dan beberapa fosfolipid lainnya bertanggung jawab untuk mengurangi tegangan permukaan. Surfactant melakukan hal ini dengan cara melarutkan diri secara tidak merata di permukaan alveolus. Permukaan ini membentuk 1/12 sampai dari tegangan permukaan dari permukaan air.Dalam kuantitatif, tegangan permukaan dari cairan permukaan yang berbeda adalah sebagai berikut: air murni 72 dynes/cm; cairan normal yang melapisi alveoli tanpa surfactant, 50 dynes/cm, cairan normal dari alveolus dengan jumlah surfaktan normal antara 5 30 dynes/cm.

PRESSURE IN OCCLUDED ALVEOLI CAUSED BY SURFACE TENSION Bila aliran udara dari alveoli terblokir, tegangan permukaan di alveoli cenderung akan mengkolapskan alveoli. Hal ini membuat tegangan positif di alveoli yang membuat udara terdorong keluar. Jumlah tekanan yang dikumpulkan dalam cara ini dalam alveolus dapat dihitung dengan rumus berikut:

Tekanan = 2 x tegangan permukaan / radius alveoli

Untuk alveolus dengan ukuran rata rata yang memiliki radius kurang lebih 100 mikrometer dan dilapisi oleh surfaktan normal, tekanannya sekitar 4cmH2O. Apabila alveoli dilapisi oleh air murni tanpa surfaktan, tekanananya akan meningkat menjadi 18 cmH2O, 4,5x lebih besar. Hal ini menunjukan seberapa pentingnya surfaktan dalam mengurangi tegangan permukaan alveoli sehingga membantu menurunkan usaha otot respirasi untuk mengembangkan paru. EFEK RADIUS ALVEOLAR PADA TEKANAN YANG DISEBABKAN OLEH TEGANGAN PERMUKAAN

Dapat dilihat pada rumus sebelumnya, bahwa radius alveoli berbanding terbaring dengan tekanan yang dihasilkan oleh tegangan permukaan alveoli, Sehingga pada alveoli beradius kecil tekanan yang dihasilkan juga bertambah besar. Hal ini terutama penting pada bayi bayi prematur. Karena surfaktan normalnya diproduksi hanya dari bulan keenam atau ketujuh gestasi sehingga banyak bayi preamtur yang mengalami kolaps paru dan menyebabkan kondisi yang disebut dengan respiratory distress syndrome of newborn yang fatal bila tidak ditangani terutama dengan aplikasi pernafasan tekanan positif kontinyu.

EFEK RONGGA DADA TERHADAP EKPSANSIBILITAS PARU

Rongga dada memiliki karakteristik elastik dan viskositas tersendiri, walaupun tak ada paru di dalam rongga dada, kontraksi otot tetap diperlukan untuk mengembangkan rongga dada. COMPLIANCE BERSAMA THORAKS DAN PARU

Compliance dari sistem pulmoner (paru dan rongga dada) diukur saat ekspansi paru pada manusia yang paralisis atau rileks total. Untuk melakukan hal ini udara dimasukan secara paksa ke dalam paru sedikit demi sedikit sambil secara simultan pengukur tekanan dan volume parunya. Untuk mengembangkan sistem pulmoner ini secara total dibutuhkan tekanan 2x lebih banyak dibandingan dengan paru tanpa rongga dada. Sehingga, compliance dari sistem paru-thoraks adalah dari compliance paru. 110 ml/cmH2O dibandingkan dengan 200 ml/cmH2O. Lebih jauh lagi saat paru dikembangkan pada volume tinggi atau rendah, limitasi dari dada menjadi ekstrim, sehingga compliance-nya akan turun menadi 1/5 complinace paru. KERJA PERNAPASAN

Kontraksi otot pernapasan terjadi saat inspirasi, sedangkan saat ekspirasi terjadi proses pasif yang disebabkan oleh elastic recoil dari paru dan rongga dada. Sehingga saat istirahat, otot otot respirasi bekerja saat inspirasi saja dan tidak bekerja saat ekspirasi.

Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) kerja elastis (kerja yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru melawan kekuatan elastisitas paru dan rongga dada), (2) kerja tahanan jaringan (kerja yang dibutuhkan untuk melawan viskositas paru dan struktur rongga dada), (3) kerja resistensi jalan nafas (kerja yang dibutuhkan untuk melawan resistensi jalan nafas untuk menggerakan udara ke paru).

ENERGI YANG DIBUTUHKAN UNTUK RESPIRASI

Selama respirasi normal yang tenang, dibutuhkan 3 5% dari total energi yang dibutuhkan tubuh untuk ventilasi pulmoner. Namun saat olahraga berat, energi yang dibutuhkan bisa meningkat sebanyak 50 kali lipat, terutama saat seseorang memiliki peningkatan resistensi jalan napas atau compliance paru yang menurun. Sehingga, salah satu batasan besar dari intensitas olahraga yang mampu dilakukan seseorang bergantung pada kemampuan orang tersebut untuk menyediakan energi yang cukup agar otot respirasinya tetap bekerja.

VOLUME DAN KAPASITAS PARU

MEREKAM PERUBAHAN VOLUME PARU - SPIROMETRIVentilasi pulmoner dapat dipelajari dengan merekam pergerakan volume udara masuk dan keluar paru, suatu metode yang dinamakan spirometri.

Untuk menggambarkan dengan mudah kejadian selama ventilasi pulmoner, udara dalam paru dibagi menjadi empat volume dan empat kapasitas. VOLUME PULMONER

Keempat volume paru ini apabila ditambahkan sama dengan volume maksimal paru dapat mengembang. Berikut adalah pengertian dari masing masing volume paru: 1. Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau ekspirasi selama pernafasan normal. Berjumlah 500 ml pada laki laki dewasa normal.

2. Volume cadangan inspirasi adalah volume ekstra udara yang bisa diinsiprasi diluar volume tidal saat seseorang inspirasi dengan kekuatan penuh. Berjumlah 3000 ml pada laki laki dewasa normal. 3. Volume cadangan ekspirasi adalah volume ekstra maksimum udara yang dapat diekspirasikan dengan ekspirasi maksimal setelah ekspirasi tidal. Berjumlah 1100 ml pada laki laki dewasa normal.4. Volume residual adalah volume udara yang tersisa di paru setelah ekspirasi paling maksimal seseorang. Berjumlah 1200 ml pada laki laki dewasa normal.

KAPASITAS PARU

Dalam mendeskripsikan siklus pulmoner, terkadang dibutuhkan lebih dari satsu volume paru. Kombinasi tersebut disebut dengan kapasitas paru.1. Kapasitas inspirasi adalah volume tidal + volume cadangan inspirasi (3500 ml). Ini adalah jumlah udara yang dapat dihirup seseorang setelah ekspirasi normal.2. Kapasitas residual fungsional adalah volume cadangan ekspirasi + volume residual (2300 ml). Ini adalah jumlah udara yang tersisa di paru setelah ekspirasi normal. 3. Kapasitas vital adalah volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume cadangan ekspirasi (4600 ml). Ini adalah jumalh maksimum udara yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru setelah inspirasi maksimum dan melakukan ekspirasi maksimum.4. Kapasitas paru total adalah volume maksimum paru bisa mengembang dengan usaha paling maksimal (5800 ml), sama dengan kapasitas vital ditambah kapasitas residual fungsional.Semua volume dan kapasitas paru 20 25% lebih rendah pada wanita dibandingan dengan laki laki, dan lebih besar pada atlet dibandingkan dengan manusia yang berperawakan kecil dan astenik. Spirometri adalah salah satu dari pengukuran yang dapat digunakan oleh tenaga medis. Banyak dari pengukuran ini yang bergantung pada perhitungan matematis. Untuk memudahkan penghitungan ini, singkatan singkatan dan simbol standard telah dibuat.

Kapasitas residual fungsional adalah volume yang penting karena perubahan nilainya menandakan beberapa tipe penyakit paru. Kapasitas paru ini tidak dapat diukur langsung oleh spirometri sehingga harus diukur secara indirek, biasanya menggunakan metode dilusi helium dilution. VOLUME RESPIRASI PER MENIT SAMA DENGAN LAJU PERNAPASAN DIKALI VOLUME TIDAL.Volume respirasi per menit, adalah total dari udara luar yang pindah ke saluran respirasi setiap menitnya yang sama dengan volume tidal dikalikan dengan laju pernafasan. Volume tidal normal adalah 500 ml dan laju pernapasan normal adalah sekitar 12 kali per menit. Sehingga volume respirasi per menit adalah sekitar 6L/menit. Seseorang dapat hidup dalam waktu singat dengan volume respirasi per menit serendah 1,5 L/menit dan laju pernafasan 2 sampai 4 kali per menit.Laju pernafasan dapat meningkat sampai 40 50 kali per menit dan volume tidal dapat menjadi sebesar kapasitas vital, sekitar 4600 ml pada laki laki dewasa muda. Hal ini dapat memberikan volume respirasi per menit lebih besar dari 200L/menit atau 30 kali lebih besar daripada normal. Pada sebagian besar orang, mereka tidak bisa bertahan pada 2/3 nilai ini lebih dari satu menit. VENTILASI ALVEOLAR

Pentingnya ventilasi pulmoner adalah agar terjadi pertukaran udara terus menerus pada area pertukaran gas di paru, dimana udara berdekatan dengan darah pulmoner. Area ini meliputi alveoli, sakus alveoli, duktus alveoli, dan bronkiolus respiratorius. Kecepatan udara mencapai area ini disebut dengan ventilasi alveolar.

"DEAD SPACE" DAN EFEKNYA PADA VENTILASI ALVEOLAR

Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah mencapai area pertukaran gas dah hanya mengisi jalur respirasi dimana pertukaran gas tidak terjadi seperti pada hidung, faring, dan trakea. Udara ini disebut sebagai dead space air karena tidak berguna untuk pertukaran gas. Dalam ekspirasi, udara di dead space akan diekspirasikan terlebih dahulu sebelum udara di area pertukaran gas, sehingga hal ini dapat merugikan.

PENGUKURAN DEAD SPACE VOLUMEMetode simpel yang dapat digunakan untuk mengukurnya adalah dengan nitrogen meter. Volume dead space yang normal pada laki laki dewasa muda adalah sekitar 150 ml dan meningkat seiring usia. Terdapat dua jenis dead space, yaitu secara anatomi dan fisiologis. Metode yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk mengukur dead space digunakan juga untuk mengukur volume seluruh ruang sistem pernafasan selain alveoli dan area pertukaran gas disekitarnya; ruang ini disebut dead space anatomi. Terkadang, beberapa alveoli tidak fungsional atau fungsional sebagian karena aliran darah tidak ada atau kurang melalui kapiler paru yang berdekatan. Oleh karena itu, dari sudut pandang fungsional, alveoli ini juga harus dipertimbangkan sebagai dead space. Ketika dead space alveolar termasuk dalam pengukuran dead space total, ini disebut dead space fisiologis, berlawanan dengan dead space anatomi. Pada orang normal, dead space anatomi dan fisiologis hampir sama karena semua alveoli fungsional dalam paru-paru normal, namun pada orang dengan alveoli fungsional sebagian atau nonfungsional di beberapa bagian paru-paru, dead space fisiologis mungkin sebanyak 10 kali volume dead space anatomi, atau 1 sampai 2 liter. LAJU VENTILASI ALVEOLARVentilasi alveolar per menit adalah total volume udara baru yang memasuki daerah pertukaran gas alveoli dan sekitarnya setiap menit. Hal ini sama dengan laju pernapasan dikalikan jumlah udara baru yang masuk wilayah ini setiap napas. Dimana VA adalah volume ventilasi alveolar per menit, Freq adalah frekuensi respirasi per menit, Vt adalah volume tidal, dan Vd adalah volume dead space fisiologis.

Dengan demikian, dengan volume tidal normal 500 mililiter, dead space normal 150 mililiter, dan laju pernapasan 12 napas per menit, ventilasi alveolar sama dengan 12 (500 - 150), atau 4200 ml / menit.

Ventilasi alveolar adalah salah satu faktor utama yang menentukan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli. FUNGSI DARI JALAN NAFAS

Trachea, Bronchi, and Bronchioles

Salah satu tantangan dalam jalan nafas adalah untuk membuatnya tetap terbuka dan mengizinkan udara keluar dan masuk alveoli dengan mudah. Untuk menjaga trakea agar tidak kolaps, cincin kartilage multipel berjejer sepanjang 5/6 jalan trakea. Pada dinding bronki,lempengan kartilage yang berbentuk kurva juga menjaga rigiditas dari bronki namun tetap mengizinkan pergerakan bronki untuk menyusut dan mengembang dengan optimal. Lempengan ini menjadi semakin sedikit pada cabang bronki selanjutnya dan hilang sepenuhnya pada bronkiolus yang biasanya memiliki diameter kurang dari 1,5 mm. Bronkiolus tidak dihalangi untuk menjadi kolaps oleh dindingnya, namun mereka tetap terbuka akibat dari tekanan transpulmoner yang membuka alveoli, dimana saat alveoli mengembang, bronkiolus juga ikut membesar namun tak sebanyak alveoli. Pada semua area trakea dan bronki yang tidak terisi lempengan kartilage, dindingnya disusun oleh otot polos. Sedangkan dinding dari bronkiolus sepenuhnya disusun oleh otot halus dengan perkecualian pada bronkiolus terminal yang disebut sebagai bronkiolus respiratorik, yang sebagian besar disusun oleh epitel pulmonal dan jaringan ikat di bawahnya serta beberapa jaringan otot polos. Banyak penyakit obstruktif paru dihasilkan dari penyempitan bronkus kecil dan bronkiolus besar sehingga menyebabkan kontraksi dari otot polos yang eksesif.

RESISTENSI JALAN NAFAS PADA SUSUNAN BRONKUS

Pada kondisi respirasi normal, udara masuk melalui jalan nafas sangat muadh sehingga perbedaan gradien 1 cmH2O dari alveoli dan atmosfer saja sudah cukup untuk mengalirkan udara yang dibutuhkan pernafasan normal yang tenang. Resistensi jalan nafas paling besar terjadi bukan pada bronkiolus terminal, namun pada bronkiolus yang lebih besar dan bronki di dekat trakea. Alasannya adalah karena karena jumlah dari bronki besar ini secara relatif lebih sedikit jika dibandingkan terminal bronkiolus. Namun dalam kondisi penyakit tertentu, bronkiolus kecil sering memiliki peran yang lebih besar dalam menentukan resistensi jalan nafas karena ukurannya yang kecil dan mudahnya bronkiolus kecil ini tersumbat, baik oleh kontraksi otot polos di dindingnya, edema yang terjadi pada dindingnya, atau terakumulasinya mukus pada lumen bronkiolus ini. PERSARAFAN DAN KONTROL LOKAL DARI OTOT BRONKIOLUS DILATASI SIMPATETIS BRONKIOLUS

Kontrol langsung dari bronkiolus oleh serabut saraf simpateteik relatif lemah karena hanya sedikit dari serabut saraf ini yang masuk ke bagian sentral paru. Bagaimanapun, susunan bronkial sangat banyak terpapar oleh norefinefrin dan efinefrin yang dikeluarkan ke darah oleh stimulasi simpatetik medula kelenjar adrenal. Kedua hormon ini, terutama epinefrin, karena stimulasi yang lebih besar dari reseptor beta-adrenergik, menyebabkan dilasi dari susunan bronkial.

KONSTRIKSI PARASIMPATIS BRONKIOLUS

Beberapa serabut saraf parasimpatik yang berasal dari nervus vagus memasuki parenkim paru. Saraf ini mensekresi asetilkolin dan saat teraktivasi menyebabkan konstriksi ringan sampai sedang dari bronkiolus. Saat terdapat penyakit seperti asma yang menyebabkan konstriksi bronkiolus, stimulasi terhadap saraf parasimpatis sering memperburuk keadaan. Saat hal ini terjadi, obat obatan yang memblok efek dari asetilkolin, seperti atrofin terkadang dapat merilekskan dan membuka jalan nafas.

Terkadang saraf parasimpatis juga diaktivasi oleh reflek reflek yang berasal dari paru. Sebagian besar berawal dari iritasi membran epitel di jalan napas, yang dapat diinisiasi oleh gas beracun, debu, asap rokok, infeksi bronkial. Selain itu, refleks konstriksi bronkiolar juga sering terjadi saat terdapat mikroemboli yang menyumbat arteri pulmoner kecil.Faktor Sekresi Lokal Sering menyebabkan Konstriksi bronkiolus

Beberapa zat yang dibentuk di paru sering menyebabkan konstriksi bronkiolus. Dua yang paling penting adalah histamin dan slow reacitve substance of anaphylaxis. Kedua zat ini dilepaskan di jaringan paru oleh sel mast selama reaksi alergi, terutama yang disebabkan oleh serbuk sari di udara. Sehingga, mereka memiliki peran penting dalam menyebabkan obstruksi jalan nafas yang terjadi pada asma alergika, ini terutama benar adanya pada slow reactive substance of anaphylaxis. Iritan yang sama yang dapat menyebabkan refleks konstriksi parasimpatis pada jalan nafas adalah asap, debu, sulfur dioksida, dan beberapa elemen asam yang sering secara langsung bekerja pada jaringan paru untuk menginisiasi reaksi lokal non-nervus yang menyebabkan konstriksi obstruktif pada jalan napas.MUKUS YANG MELAPISI JALAN NAPAS DAN AKSI SILIA UNTUK MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS

Pada semua jalan nafas, dari hidung sampai ke bronkiolus terminal, dijaga kelembabannya oleh selapis mukus yang melapisi semua permukaan. Mukus disekresi oleh sel goblet sebagian pada jalan nafas dan sebagian pada kelenjar submukosa kecil. Mukus juga memiliki fungsi tambahan yaitu untuk menangkap partikel partikel kecil yang tak diinginkan dan luput dari penyaringan di hidung agar tak sampai di alveoli. Mukus sendiri diekskresikan dari jalan nafas melalui jalur berikut : seluruh permukaan jalan nafas baik di hidung sampai ke bronkiolus terminal dilapisi oleh epitelium bersilia dengan silia sebanyak 200 pada setiap sel epitel. Silia ini berdenyut secara kontinyus sebanyak 10 20 kali per detik dan arah dari denyutannya selalu ke arah faring. Sehingga silia pada paru berdenyut ke atas, sedangkan silia pada hidung berdenyut ke bawah. Denyutan kontinyu ini menyebabkan mukus bergerak perlahan dengan kecepatan beberapa milimeter per menit menuju faring. Selanjutnya mukus dan partikel yang tertangkap akan tertelan atau dibatukan ke luar.REFLEK BATUK

Bronki dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga sedikit saja bahan asing atau penyebab iritasi lain dapat menginisiasi refleks batuk. Laring dan karina lebih sensitif. Bronkiolus terminal dan bahkan alveoli sensitif terhadap bahan kimia korosif seperti gas sulfur dioksida atau gas klorin.

Impuls saraf aferen melewati jalan nafas utamanya melalui nervus vagus menuju medula dari otak, dan beberapa urutan kejadian terjadi dipicu oleh sirkuit neuron di medula yang menyebabkan efek sebagai berikut : Pertama 2,5 liter udara akan dengan cepat diinsiprasi; kedua, epiglotis akan tertutup dan pita suara akan tertutup rapat untuk mengurung udara di paru; ketiga, otot abdomen akan berkontraksi dengan kuat, mendorong diafragma, dimana otot ekspirasi lain, seperti interkostalis interna juga berkontraksi dengan kuat. Sebagai akbiatnya, tekanan dalam paru meningkat cepat sampai dengan 100 mmHg atau lebih; keempat, pita suara dan epiglotis akan terbuka tiba tiba sehingga udara yang beradap pada tekanan tinggi di paru akan terdorong kuat ke luar.

Kompresi kuat pada paru membuat bronkus dan trakea kolaps sehingga menyebabkan bagian nonkartilage dari dindingnya berinvaginasi kedalam sehingga sebenarnya udara yang terdorong keluar itu meelewati bronkial dan traceal slits. Udara yang masung dengan cepat biasanya membawa bahan asing yang ada di bronkus atau trakea.

REFLEKS BERSIN

Refleks bersin mirip dengan refleks batuk, namun hal ini terjadi pada jalan nafas nasal dibandingkan reflek batuk yang terjadi pada jalan nafas bawah. Stimulus yang menginisiasi refleks bersin adalah iritasi pada jalan nafas hidung, dimana impuls aferen akan melewati nervus kranialis trigeminalis ke medula, di mana di medula refleks ini dipicu. Reaksi yang sama dengan refleks batuk terjadi, namun, karena uvula didepresi, sebagian besar udara secara cepat masuk melalui hidung sehingga membantu untuk membersihkan jalan nafas di hidung dari benda asing.FUNGSI RESPIRASI NORMAL HIDUNG

Saat udara melewati hidung, terdapat tiga fungsi berbeda yang dilakukan oleh hidung, yaitu:

1. Air dihanggatkan oleh permukaan luas septum dan konka dengan luas tital sebanyak 160 cm2

2. Melembabkan udara hampir sepenuhnya

3. Filtrasi udara parsial

Fungsi ini bersama sama disebut sebagai fungsi air-conditioning dari saluran pernafasan atas. Secara umum, temperatur dari udara meningkat 1 derajat farenheit dari temperatur tubuh dan berada pada 2 3% saturasi maksimal dari uap air sebelum sampai di trakea. Saat seseorang mengalami trakeostomi, orang tersebut tidak akan mampu berbicara sendiri, akan mengalami efek pengeringan pada paru bawah dapat menyebabkan terjadinya krusta dan infeksi.

FUNGSI FILTRASI HIDUNG

Rambut rambut yang ada di saat amsuknya hidung sangat penting untuk memfiltrasi benda asing. Dan lebih penting lagi, adalah adanya pembersihan partikel oleh presipitasi turbulen. Udara yang melewati nasal menabrak banyak baling baling obstruksi, seperti konkhae (yang juga disebut turbinate karena mereka menyebabkan turbulensi pada udara), septum nasi, dan dinding faring. Setiap waktu udara menyentuh salah satu obstruksi ini, udara harus merubah arah gerakannya. Partikel yang tertahan di udara memiliki masa dan momentum lebih berat dari udara sehingga tidak dapat merubah arah secepat udara dan tetap berjalan ke depan dan menabrak permukaan obstruksi sehingga terperangkap di mukus dan ditransportasikan silia ke faring untuk ditelan.

UKURAN PARTIKEL YANG TERPERANGKAP DI JALAN NAFASMekanisme turbulensi dalam nasal untuk menghilangkan partikel dari udara sangat efektif sehingga hampir tidak ada partikel dengan diameter yang lebih dari 6 mikrometer yang dapat memasuki paru melalui hidung. Ukuran ini lebih kecil daripada ukuran sel darah merah. Dari partikel yang tersisa, banyak dari partikel yang berukuran 1 sampai 5 mikrometer yang terperangkap di bronkiolus kecil sebagai hasil dari presipitasi gravitasi. Karena itu gangguan bronkiolus terminal umum dirasakan oleh pekerja tambang batu bara karena partikel debu yang terperangkap di bronkiolus terminal. Beberapa partikel lebih kecil dari satu mikrometer berdifusi melawan dinding alveoli dan menempel pada cairan alveolar. Namun banyak partikel yang berdiameter lebih kecil dari 0,5 mikrometer tetap berada di udara alveolar dan dikeluarkan saat ekspirasi. Sehingga, karena asap rokok berdiameter sekitar 0,3 mikrometer dan tidak ada dari partikel ini yang mengendap di jalan nafas sebelum mereka sampai di alveolus. Sayangnya, 1/3 dari partikel ini mengendap di alveoli dengan proses difusi. Banyak dari partikel yang terperangkap di alveoli dihancurkan oleh makrofag dan beberapa dibawa oleh limfatik paru. Kelebihan dari partikel dapat menyebabkan pertumbuhan jaringan fibrosa pada septa alveolar yang menyebabkan kelemahan permanen.

VOKALISASI

Bicara tidak hanya melibatkan sistem respirasi tapi juga kontrol saraf spesifik yang mengontrolnya di korteks serebri, kontrol respirasi di batang otak, dan struktur artikulasi dan resonansi di mulut dan kavitas nasi. Bicara terdiri dari dua fungsi mekanik, yaitu 1) fonasi, yang dihasilkan oleh laring, dan artikulasi yang dihasilkan oleh struktur pada mulut.FONASI

Laring beradaptasi dan berfungsi sebagai vibrator. Elemen yang bervibrasi adalah pita suara. Pita suara berprotusi dari dinding lateral laring menuju ke tengah glotis dan ditopang oleh otot otot laring. Selama nafas normal, pita suara terbuka lebar untuk memudahkan udara masuk, sedangkan selama fonasi pita suara bergerak bersama sehingga udara akan menyebabkan vibrasi. Pola titi nada dari vibrasi ditentukan oleh tingkat regangan dan kerapatan pita suara. Pita suara dapat teregang ke arah rotasi anterior kartilage atau rotasi posterior ke kartilago arytenoid. Otot thyroarytenoid melemaskan pita suara. ARTIKULASI DAN RESONANSI

Terdapat tiga organ mayor untuk artikulasi, yaitu bibir, lidah, dan palatum mole. Resonatornya termasuk mulut, hidung dan sinus nasal, faring, dada, dan kavitas dada. SIRKULASI PULMONER,EDEMA PARU DAN CAIRAN PLEURA

Paru paru memiliki dua sirkulasi, yaitu 1) sirkulasi tekanan tinggi, aliran rendah yang mensuplai darah arteri sistemik ke trakea dan susunan bronkus termasuk bronkiolus terminal, jaringan penyokong paru, dan adventitia dari arteri dan vena pulmoner. Arteri bronkial yang bercabang dari aorta toraks memberi perdarahan dari sebagian besar darah arteri sistemik pada suatu tekanan yang sedikit lebih rendah dariapda tekanan aorta, 2) sirkulasi tekanan rendah, aliran tinggi yang mensuplai darah vena dari semua bagian tubuh ke kapiler alveoli dimana oksigen ditambahkan dan karbon dioksida dihilangkan. Arteri pulmoner yang menerima darah dari ventrikel kanan dan cabang arterinya membawa darah ke kapiler alveoli untuk pertukaran gas dari vena pulmoner lalu selanjutnya mengembalikan darah ke atrium kiri untuk dipompa ke ventrikel kiri menuju sirkulasi sistemik. ANATOMI FISIOLOGIS DARI SISTEM SIRKULASI PULMONER

Pembuluh darah pulmoner

Arteri pulmoner memanjang hanya 5 sentimeter dari apeks ventrikel kanan lalu bercabang menjadi cabang utama kanan dan kiri yang memberi perdarahan pada kedua paru. Arteri pulmoner adalah arteri tipis dengan ketebalan dinding hanya 1/3 dari dinding aorta. Cabang arteri pulmoner sangat pendek, dan semuanya memiliki diameter yang besar bahkan arteriolnya jika dibandingkan dengan arteri sistemik. Hal ini digabungkan dengan fakta bahwa pembuluh darahnya kecil dan lentur memberi arteri pulmoner compliance yang besar dengan rata rata 7ml/mmHg yang sama dengan seluruh pembuluh darah sistemik. Compliance yang besar ini mengizinkan arteri pulmoner untuk mengakomodasi stroke volume output dari ventrikel kanan.

Pada vena pulmoner, sama seperti arteri pulmoner juga pendek, mereka dengan cepat mengosongkan darahnya ke atrium kiri. Pembuluh darah bronkial

Darah mengalir dari paru ke arteri bronkial kecil yang berasal dari sirkulasi sistemik yang merupakan 1 2 persen dari kardiak output. Darah arteri bronkial ini berisi darah teroksigenasi, berbanding terbalik dengan darah terdeoksigenasi secara parsial di arteri pulmoner. Pembuluh darah ini memperdarahi jaringan penunjang dari paru, seperti jaringan ikat, septum, dan bronkus besar dan kecil. Setelah darah arteri dan bronkial ini melewati jaringan ikat, pembuluh darah ini mengosongkan isinya ke vena pulmoner dan masuk ke atrium kiri. Sehingga aliran ke atrium dan ventrikel kiri 1 2 persen lebih besar jika dibandingkan dengan atrium dan ventrikel kanan. LimfatikPembuluh darah limfa ada di semua jaringan penunjang paru, berawal dari ruang jaringan ikat yang mengelilingi bronkiolus terminal, menuju ke hilum, lalu menuju ke duktus limfatik torakik. Partikel yang memasuki alveolus sebagian diekskresikan melalui jaringan limfa dan protein plasma yang bocor dari kapiler paru juga dibersihkan dari jaringan paru melalui jaringan limfa sehingga membantu untuk menghindari edema paru. TEKANAN PADA SISTEM PULMONER

Kurva Tekanan Pulsasi pada Ventrikel kanan

Kurva tekanan pulsasi ventrikel kanan dan arteri pulmoner berbeda demgam kurva tekanan pada aorta. Tekanan sistolik pada ventrikel kanan di manusia normal adalah sekitar 25 mmHg, dan tekanan diastoliknya sekitar 0 1 mmHg, yang merupakan 1/5 dari tekanan di ventrikel kiri.

Tekanan pada Arteri Pulmoner

Selama sistol, tekanan di arteri pulmoner sama dengan ventrikel kiri. Namun setelah katup pulmoner tertutup di akhir sistol, tekanan ventrikel turun perlahan seiring dengan berjalannya darah ke kapiler paru. Tekanan darah sistolik arteri pulmoner pada manusia normal adalah sekitar 25 mmHg, tekanan darah diastolik arteri pulmoner pada manusia normal adalah sekitar 8 mmHg, dengan mean arterial pulmoner adahal sekitar 15 mmHg.

Tekanan Kapiler Pulmoner

Rata rata dari tekanan kapiler pulmoner adalah sekitar 7 mmHg. Pentingnya tekanan rendah ini berkaitan dengan fungsi pertukaran cairan dari kapiler pulmoner. Tekanan Atrium Kiri dan Vena Pulmoner

Tekanan rata rata pada atrium kiri dan vena pulmoner mayor adalah 2 mmHg pada posisi terlentang, bervariasi dari 1 5 mHg. VOLUME DARAH PARU

Volume darah paru adalah sekitar 450 ml atau sekitar 9 persen dari total volume darah di sistem sirkulasi. Kurang lebih, 70 ml dari volume darah pulmoner ini berada di kapiler pulmonal, dan sisanya dibagi secara merata pada arteri dan vena pulmoner.

Paru sebagai Reservoar DarahPada beberapa kondisi fisiologis dan patologis, kuantitas darah di paru dapat bervariasi menjadi normal sampai 2 kali normal. Misalnya, saat orang meniupkan udara dengan kuat seperti saat bermain terompet, 250 ml darah dapat dikeluarkan dari sirkulasi pulmoner menuju sirkulasi sistemik. Selain itu kehilangan darah dari sirkulasi sistemik karena perdarahan juga dapat dikompensasi dengan perpindahan darah otomatis dari paru paru ke pembuluh darah sistemik.

Patologi kardiak dapat membuat perpindahan daarah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonar.Kegagalan jantung kanan atau peningkatan resistensi aliran darah melalui katup mitral sebagai akibat dari stenosis katup mitral atau regurgitasi katup mitral dapat menyebabkan darah tertahan di sirkulasi pulmoner, terkadang meningkatkan volume darah paru sampai 100% dan menyebabkan peningkatan yang tinggi dari tekanan vaskular pulmoner. Karena volume dari sirkulasi sistemik adalah sembilan kali volume sistem pulmoner, perpindahan darah dari satu sistem ke sistem lainnya mempengaruhi paru secara signifikan namun memiliki pengaruh ringan terhadap sirkulasi sistemik.ALIRAN DARAH MELALUI PARU DAN DISTRIBUSINYA

Aliran darah melalui paru sama pentingnya dengan cardiac output. Dan faktor faktor yang mempengaruhi cardiac output juga mempengaruhi aliran darah pulmoner. Pada sebagian besar kondisi, pembuluh darah paru bersifat sebagai pipa pasif dan elastis yang membesar dengan peningkatan tekanan dan mengecil dengan penurunan tekanan. .Untuk aerasi yang optimal, penting agar darah terdistribusi ke segmen paru yang memiliki alveoli yang teroksigenasi dengan baik. Hal ini tercapai dalam jalan sebagai berikut : Penurunan Oksigen Alveolar Menurunkan Aliran darah lokal alveolar dan regulasi distribusi aliran darah pulmoner

Saat konsentrasi oksigen di udara alveoli menurun di bawah norla (terutama saat turun 70% di bawah normal, yaitu dibawah 73 mmHg Po2), pembuluh darah sekitarnya akan berkonstriksi dan terjadi peningkatan resistensi vaskular lebih dari lima kali saat level oksigen sangat rendah. Hal ini berkebalikan dengan yang terjadi pada pembuluh darah sistemik yang cenderung berdilatasi daripada berkonstriksi apabila merespon terhadap kadar oksigen erndah. Hal ini dipercaya terjadi karena konstentrasi rendah oksigen menyebabkan zat zat vasokonstriktor yang belum ditemukan untuk dikeluarkan dari jaringan paru sehingga mempromosikan konstriksi dari arteri kecil dan arteriol. Dapat disimpulkan bahwa saat paru mengalami hipoksia sel epitel alveolar menyebabkan vasokonstriksi. Efek dari resistensi vaskular pulmoner terhadap kadar oksigen yang rendah memiliki fungsi penting: untuk mendistribusikan aliran darah di tempat yang efektif, yaitu apabila beberapa alveoli tidak memiliki ventilasi yang baik sehingga konstentrasi oksigen menjadi rendah, konstriksi lokal dari pembuluh darah sekitarnya terjadi. Hal ini menyebabkan darah menuju ke area paru yang teraerasi dengan baik sehingga memberikan kontrol otomatis untuk mendistribusikan darah ke area pulmoner dengan proporsinya pada tekanan oksigen alveoli.EFEK GRADIEN TEKANAN HIDROSTATIK DI PARU PADA ALIRAN DARAH PARU REGIONAL

Pada manusia yang sedang berdiri tekanan darah di kaki dapat mencapai 90 mmHg lebih besar dibandingkan dengan tekanan darah di jantung. Hal ini disebabkan karena tekanan hidrostatik karena berat dari darah itu sendiri di dalam pembuluh darah. Efek yang sama namun dalam derajat yang lebih rendah, terjadi di paru. Pada manusia normal yang sedang berdiri, titik terendah paru adalah 30 cm di bawah titik tertinggi. Hal ini merepresentasikan perbedaan tekanan sebanyak 23 mmHg. Tekanan arteri pulmoner di bagian paling atas paru pada orang berdiri adalah 15 mmHg lebih rendah dibandingkan tekanan arteri pulmoner di level setara jantung, dan tekanan pada bagian bawah paru adalah 8 mmHg lebih tinggi. Perbedaan tekanan ini memiliki efek yang besar pada aliran darah yang melalui area berbeda di paru. Pada orang yang sedang istirahat dalam posisi berdiri terdapat sedikit aliran ke atas paru, namun lima kali lebih banyak pada bagian bawah. Untuk mempermudah penjelasan dari perbedaan ini, seringkali paru dibagi menjadi tiga area. Pada tiap area, pola aliran darah sangat berbeda. Kapiler di dinding alveoli dikembangkan oleh tekanan darah di dalamnya, namun secara simultan ditekan oleh tekanan udara alveolar di luarnya. Maka dari itu kapanpun tekanan udara alveolar paru menjadi lebih besar daripada tekanan darah kapiler, kapiler akan tertutup dan tidak ada aliran darah. Pada kondisi lainnya, dapat ditemukan tiga pola yang mungkin dalam peredaran darah pulmoner, sebagai berikut : Zona 1: tidak ada aliran darah selama semua siklus kardiak karena tekanan kapiler alveolar lokal di daerah paru tersebut tidak pernah melebihi tekanan udara alveolar pada semua siklus jantung.

Zona 2: aliran darah intermiten terjadi saat puncak tekanan arteri pulmoner, karena tekanan sistolik lebih besar dibandingkan tekanan udara alveolar, namun tekanan diastolik lebih rendah daripada tekanan udara alveolar. Zona 3 : aliran darah kontinyus karena tekanan kapiler alveolar selalu lebih tinggi daripada tekanan udara alveolar selama semua siklus kardiak.

Normalnya, paru hanya memiliki sirkulasi pola 2 dan 3, pola 2 di daerah apeks dan pola 3 di daerah bawah. Sebagai contoh, saat seseorang sedang dalam posisi duduk, tekanan arteri pulmoner di apeks adalah sekitar 15 mmHg lebih rendah dibandingkan paru yang setara jantung, sehingga darah mengalir menuju kapiler apeks pulmoner selama sistol kardiak. Kebalikannya, saat diastol, tekanan diastolik di sebanyak 8 mmHg pada paru yang selevel jantung tidak cukup untuk memompa darah melawan gradien tekanan hidrostatik sebanyak 15 mmHg yang dibutuhkan untuk mengalirkan aliran kapiler diastolik. Sehingga aliran darah melalui bagian apeks adalah intermitent, dengan aliran selama sistol namun penghentian aliran selama diastol, ini disebut sebagai aliran darah pola 2. Pola 2 dimulai pada 10 cm di atas batas tengah jantung dan memanjang ke atas paru. Di bagian bawah paru, tekanan arteri pulmoner selama sistol dan diastol selalu lebih besar dari pada tekanan udara alveolar. Karena itu aliran kontinyu ke kapiler alveoli atau pola 3. Dan pada saat terlentang, karena tidak ada paru yang jauh lebih tinggi dari paru, aliran darah pada paru seluruhnya berada di pola 3 termasuk di bagian apeks. Aliran darah zona 1 terjadi hanya pada kondisi abnormal

Aliran darah pola 1, yang berarti tidak ada darah yang masuk ke paru selama siklus kardiak, terjadi saat tekanan arteri sistolik pulomner terlalu rendah atau tekanan alveolar terlalu tinggi untuk mengadakan aliran darah. Hal ini dapat terjadi saat seseorang mengalami kehilangan darah. Efek Olahraga pada aliran darah yang melewati bagian paru berbeda

Saat olahraga terjadi peningkatan aliran darah ke semua bagian paru. Peningkatan aliran darah ke bagian atas paru bisa sampai 700 800 persen, sedangkan di bagian bawah paru tidak lebih dari 200 sampai 300 persen. Hal ini terjadi karena tekanan vaskuler pulmoner meningkat cukup banyak selama olahraga untuk merubah aliran darah pola dua menjadi pola tiga. Peningkatan Cardiac Output saat Olahraga berat

Peningkatan output kardiak selama olahraga berat normalnya diakomodasi oleh sirkulasi pulmoner tanpa peningkatan yang besar dari tekanan arteri pulmoner. Selama olahraga berat, aliran darah melalui paru meningkat empat kali sampai tujuh kali lipat. Aliran darah ekstra ini diakomodasi di paru dalam tiga cara, yaitu 1) dengan penambahan jumlah kapiler yang terbuka sampai 3x lipat 2) pelebaran pembuluh darah kapiler dan peningkatan dari laju aliran darah ke setiap kapiler, sampai 2x lipat 3) peningkatan tekanan arteri pulmoner. Pada manusia normal, dua perubahan pertama menurunkan resisten vaskuler paru sangat banyak sehingga tekanan arteri pulmoner hanya meningkat sedikit saja, bahkan saat olahraga maksimal. Kemampuan paru untuk berakomodasi meningkatkan aliran darah selama olahraga tanpa meningkatkan tekanan darah pulmoner sehingga menghemat energi dari jantung kanan. Kemampuan ini juga mencegah peningkatan signifikan dari tekanan kapiler pulmoner sehingga mencegah perkembangan edema paru. Fungsi Sirkulasi Pulmoner saat Tekanan Atrium Kiri Meningkat Akibat Gagal Jantung Kiri

Tekanan atrium kanan pada manusia normal hampir tidak pernah meningkat lebih dari 6 mmHg, bahkan saat olahraga berat sekalipun. Perubahan kecil dari tekanan atrium kiri tidak memiliki efek pada fungsi sirkulasi pulmoner karena ia membuka venula dan arteri sehingga darah terus mengalir dengan mudah dari arteri pulmoner. Saat terjadi gagal jantung kiri, darah mulai terbendung di atrium kiri, sehingga tekanan atrium kiri meningkat sampai 40 50 mmHg. Peningkatan awal dari tekanan atrium sampai 7 mmHg memiliki efek sangat sedikit pada fungsi sirkulasi pulmoner. Namun saat tekanan atrium kiri meningkat lebih dari 7 8 mmHg, peningkatan tekanan atrium kiri akan menyebabkan peningkatan beban dari jantung kanan. Saat tekanan atrium kiri di atas 30 mmHg, hal ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan menyebabkan edema paru.

Dinamik Kapiler Pulmoner

Dinding alveoli dilapisi oleh banyak kapiler sehingga kapiler kapiler hampir saling bersentuhan satu sama lain. Dan sering dikatakan bahwa aliran darah kapiler di dinding alveolus adalah selembar aliran.

Tekanan Kapiler Pulmoner

Tekanan kapiler pulmoner diukur menggunakan isogravimetrik adalah sekitar 7 mmHg yang berada diantara tekanan arteri pulmoner dan tekanan kapiler pulmoner.

Lamanya Darah Diam di Kapiler Paru

Dari penelitian fisiologis dapat dihitung bahwa saat cardiac output normal, darah melewati kapiler pulmonal dalam waktu 0,8 detik. Dan saat curah jantung meningkat waktu ini dapat lebih singkat sampai 0,3 detik. Waktu ini dapat lebih singkat lagi karena kapiler yang pada kondisi normal kolaps terbuka.

Pertukaran Cairan di Kapiler dalam paru dan Dinamik Cairan interstisial pulmoner.

Dinamik dari pertukaran cairan melewati membran kapiler paru secara kualitatif sama dengan jaringan perifer. Namun secara kuantitatif berbeda.

Tekanan kapiler pulmoner rendah jika dibandingkan dengan jaringan perifer. Tekanan cairan interstitial di paru lebih negatif daripada di jaringan subkutan. Kapiler pulmoner secara relatif lebih bocor terhadap molekul protein, sehingga tekanan osmotik koloid dari cairan interstitial pulmoner adalah sekitar 14 mmHg dengan setengah kurang dari angka ini berada di jaringan perifer. Dinding alveolar sangat tipis dan epitel alveolar yang menutupi permukaan alveolar sangat lemah sehingga dapat ruptur pada tekanan positif di ruangan interstitial yang lebih besar dari tekanan udara alveolar (> 0 mmHg), yang mengizinkan cairan terdorong dari ruangan interstitial ke alveoli. Hubungan antara Tekanan Cairan Interstitial dan Tekanan lainnya di Paru

Maka dari itu, gaya keluar normal sedikit lebih besar daripada gaya ke dalam, memberikan tekanan filtrasi rerata di membran kapiler pulmoner.

Tekanan filtrasi ini menyebabkan aliran kontinyus dari kapiler pulmoner ke ruang interstitial kecuali sejumlah kecil udara yang menguap di alveoli, cairan ini akan dipompakan kembali ke sirkulasi melalui sistem limfatik pulmoner. Tekanan Negatif Interstisial Pulmoner dan Mekanisme untuk mempertahankan alveoli keringSalah satu masalah paling penting pada fungsi paru adalah untuk memahami mengapa alveoli pada keadaan normal tidak terisi penuh oleh cairan. Kita cenderung pertama kali berpikir bahwa epitel alveolus cukup kuat dan cukup kontinyu untuk menjaga agar cairan tidak bocor dari ruang interstitial ke dalam alveoli. Hal ini tidak benar, karena percobaan telah membuktikan bahwa selalu ada lubang yang terbuka di antara sel epitel alveolus yang bahkan dapat dilalui oleh molekul protein besar, serta air, dan elektrolit.

Namun jika kita ingat bahwa secara normal kapiler paru dan sistem limfatik paru mempertahankan sedikit tekanan negatif dalam ruang interstitial, maka jelaskah bawha kapanpun terdapat cairan ekstra dalam alveoli maka cairan itu akan diisap secara mekanis ke dalam interstitium paru melalui lubang kecil di atara sel epitel alveolus. Kemudian kelebihan cairan akan dibawa oleh limfatik paru atau diabsorpsi ke dalam kapiler paru. Jadi, pada keadaan normal, alveolus tetap kering, kecuali untuk sejumlah kecil cairan yang merembes dari epitel ke permukaan alveolus untuk menjaga kelembabannya.

Cairan dalam rongga pelura

Bila paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas normal, maka paru bergerak ke depan dan belakang dalam rongga pleura. Untuk memudahkan pergerakan ini, terdapat lapisan tipis cairan mukoid yang terletak di antara pelura parietalis dan viseralis. Membran pleura merupakan membran serosa mesenkimal yang berpori pori, tempat sejumlah kecil cairan interstitial bertransudasi secara terus menerus ke dalam ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan yang memberi sifat mukoid pada cairan pleura sehingga memungkinkan pergerakan paru berlangsung dengan sangat mudah.

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa milimeter. Bila umlah ini menjadi lebih dari cukup untuk menciptakan suatu aliran dalam rongga pleura, kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik yang terbuka secara langsung dari rongga pleura ke dalam mediastinum, permukaan atas diafragma, dan permukaan lateral pleura parietalis. Oleh karena itu ruang pleura disebut ruang potensial karena ruang ini normalnya begitu sempit hingga bukan merupakan ruang fisik yang nyata. Tekanan negatif dalam cairan pleura

Selalu diperlukan tekanan negatif pada sisi luar paru untuk mempertahankan pengembangan paru. Tekanan ini disebabkan oleh tekanan negatif dalam ruang pleura yang normal. Penyebab dasar adanya tekanan negatif ini adalah pemompaan cairan dari ruang pleura oleh saluran limfatik. Karena normalnya paru cenderung akan kolaps pada tekanan sektiar 4 mmHg, maka tekanan cairan pleura paling sedikit harus selalu 4 mmhg untuk mempertahakan pengembangan apru. Pengukuran yang sebenarnya telah membuktikan bahwa tekanan ini biasanya sekitar 7mmHg, yaitu beberapa mililiter lebih negatif, kecuali pada lapisan cairan mukoid yang sangat tipis yang bertindak sebagai pelumas.

2.1.2 Difusi Oksigen dan Karbon Dioksida melalui membran pernapasan

Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dari proses pernapasan adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbon dioksida dalam arah sebaliknya, keluar dari pembuluh darah. Selain mekanisme terjadinya difusi, kecepatan difusi juga penting untuk diperhatikan dalam pernapasan.

FISIKA DIFUSI GAS DAN TEKANAN PARSIAL GAS

Difusi gas berdasarkan molekul

Semua gas yang berhubungan dengan fisiologi pernapasan adalah molekul sederhana yang dapat bergerak bebas. Ini juga terlihat dari gas yang terlarut dalam cairan dan jaringan tubuh.

Untuk terjadinya difusi, harus ada sumber energi. Energi dihasilkan oleh gerakan molekul itu sendiri, kecuali pada suhu nol, semua molekul bergerak secara terus menerus pada setiap waktu. Untuk molekul bebas yang secara fisik tidak berikatan dengan molekul lainnya, hal ini berarti terdapat gerakan linier dengan kecepatan tinggi sanpai molekul tersebut berbenturan dengan molekul lainnya. Kemudian molekul itu melambung ke arah lain dan begitu selanjutnya. Dengan cara ini molekul bergerak cepat dan acak antara satu sama lain.

Difusi netto gas dalam satu arah efek gradien konsentrasi

Jika sebuah tabung gas atau larutan dengan konsentrasi gas tertentu yang tinggi pada suatu ujung tabung sedangkan pada ujung lain konsentrasinya rendah, difusi gas akan terjadi dari konsentrasi tinggi menyuju konsentrasi rendah. Tekanan Gas dalam campuran gas Tekanan parsial dari masing masing gas

Tekanan disebabkan oleh berbagai benturan dari molekul yang bergerak melawan permukaan. Oleh karena itu tekanan gas pada permukaan saluran pernapasan dan alveoli adalah sebanding dengan jumlah kekautan benturan dari seluruh molekul gas yang membentur permukaan pada keadaan tertentu. Ini berarti bahwa tekanan bernading langsung dengan konsentrasi molekul gas.

Pada fisiologi pernapasan, terdapat banyak campuran gas yang memiliki kecepatan difusi masing masing. Kecepatan difusi berbanding langsung dengan tekanan yang disebabkan gas itu sendiri, yang disebut dengan tekanan parsial gas.

Tekanan gas terlarut dalam air dan jaringan

Gas yang terlarut dalam air atau jaringan tubuh juga menggunakan tekanan, sebab molekul gas yang terlarut bergerak secara acak dan memiliki energi kinetik. Selanjutnya bila molekul gas yang terlalurt dalam cairan mengenai pemrukaan seperti membran sel, molekul gas itu menggunakan tekanan parsialnya sendiri seperti halnya dengan suatu gas dalam fase gas.

Faktor yang menentukan tekanan parsial gas terlarut dalam cairan

Tekanan parsial gas dalam larutan ditentukan oleh konsentrasinya, koefisien kelarutan gas. Beberapa tipe molekul seperti karbon dioksida secara fisika atau kimiawi ditarik oleh molekul air sedangkan lainnya tidak. Bila ditarik oleh air maka akan banyak zat terlarut tanpa menghasilkan tekanan parsial berlebihan, sedangkan bila ditolak akan terjadi sebaliknya. Hal ini dapat digambarkan dalam hukum Henry.

Difusi gas antara fase gas dalam alveoli dan fase terlarut dalam darah paru

Tekanan parsial memaksa molekul gas untuk masuk ke larutan di dalam darah alveolus, namun saat telah terlarut dalam darah, molekul gas akan memantul secara acak dan beberapa masuk kembali ke alveoli. Kecepatannya sebanding dengan tekanan parsialnya di dalam darah. Ke arah mana difusi netto gas terjadi ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial antara kedua tempat. Jika lebih besar di alveoli maka akan lebih banyak molekul yang berdifusi ke dalam darah.

Tekanan uap air

Tekanan uap air pada suhu tubuh adalah 47 mmHg. Tekanan uap air bergantung seluruhnya pada suhu air.

Menghitung kecepatan netto difusi dalam cairan

Selain perbedaan tekanan, beberapa faktor lain juga memengaruhi kecepatan difusi gas dalam cairan, seperti daya larut gas dalam cairan, luas penampang cairan, jarak yang harus dilalui gas sewaktu difusi, berat molekul gas, dan suhu cairan. Makin besar daya larut gas makin banyak jumlah molekul yang tersedia untuk difusi, makin besar luas penampang, makin banyak jumlah molekul yang terdifusi, makin jauh jarak yang ditempuh makin lama waktu yang dibutuhkan untuk berdifusi, makin berat molekul gasnya makin lama sedikit yang berdifusi. Karbon dioksida memiliki koefisien difusi relatif terhadap oksigen 20,3 kali lebih besar.

Difusi gas melalui jaringan

Gas yang penting dalam pernapasan memiliki daya larut tinggi dalam lipid, dan sebagai akibatnya juga memiliki daya larut tinggi dalam membran sel.