DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

101
DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN HIGH-MOBILITY GROUP BOX 1 (HMGB-1), SOLUBLE PROTEIN HMGB 1, SOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) DAN INTERLEUKIN 6 (IL 6) IMMUNOPATHOGENESIS OF PULMONARY TUBERCULOSIS : ANALYSIS EXPRESSION OF mRNA HIGH-MOBILITY GROUP BOX 1 (HMGB-1) GENE, SOLUBLE PROTEIN HMGB 1, sOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) AND INTERLEUKIN 6 (IL 6) TRI ARIGUNTAR WIKANNING TYAS ( NPM : P02003140450 ) PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019

Transcript of DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

Page 1: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

DISERTASI

IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN HIGH-MOBILITY

GROUP BOX 1 (HMGB-1), SOLUBLE PROTEIN HMGB 1, SOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) DAN

INTERLEUKIN 6 (IL 6)

IMMUNOPATHOGENESIS OF PULMONARY TUBERCULOSIS : ANALYSIS EXPRESSION OF mRNA HIGH-MOBILITY GROUP BOX 1 (HMGB-1) GENE, SOLUBLE PROTEIN

HMGB 1, sOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) AND INTERLEUKIN 6 (IL 6)

TRI ARIGUNTAR WIKANNING TYAS ( NPM : P02003140450 )

PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2019

Page 2: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

ii

IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN HIGH-MOBILITY

GROUP BOX 1 (HMGB-1), SOLUBLE PROTEIN HMGB 1, SOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) DAN

INTERLEUKIN 6 (IL 6)

IMMUNOPATHOGENESIS OF PULMONARY TUBERCULOSIS : ANALYSIS EXPRESSION OF mRNA HIGH-MOBILITY GROUP BOX 1 (HMGB-1) GENE, SOLUBLE PROTEIN

HMGB 1, sOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE RECEPTOR 4 (sTLR 4) AND INTERLEUKIN 6 (IL 6)

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Doktor

Program Studi Ilmu Kedokteran

Disusun dan diajukan oleh

TRI ARIGUNTAR WIKANNING TYAS P0200314050

Kepada:

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019

Page 3: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …
Page 4: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

iii

TIM PENILAI UJIAN PROMOSI

Promotor : Prof. dr. Muhammad Nasrum Massi , Ph.D

Ko-promotor : dr. Uleng Bahrun, Ph. D, Sp.PK(K)

Ko-promotor : Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P(K)

Penilai : Prof. Dr. dr. Muh. Amin, Sp.P(K)

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam,Sp.BS(K)

Prof. dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K)

Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes

Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, Sp.PD(K), Sp.P(K)

Dr. dr. Nursin Abdul Kadir, Sp.PK

Page 5: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tri Ariguntar Wikanning Tyas

Nomor Mahasiswa : P0200314050

Program Studi : Ilmu Kedokteran

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian yang saya tulis ini adalah

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Februari 2019

Yang menyatakan

Tri Ariguntar Wikanning Tyas

Page 6: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan disertasi ini. dengan judul

“IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU :

ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN HIGH-MOBILITY GROUP BOX 1

(HMGB1), SOLUBLE PROTEIN HMGB 1, SOLUBLE PROTEIN TOLL LIKE

RECEPTOR 4 (sTLR4) DAN INTERLEUKIN 6 (IL6)” sebagai salah satu

persyaratan mencapai gelar Doktor pada Program Studi S3 Ilmu Kedokteran

Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam

senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat dan pengikut-Nya hingga akhir zaman.

Pertama-tama penulis haturkan rasa hormat dan terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada orang tua saya tercinta, Almarhum Bapak Drs.

Gunanto dan almarhumah Ibunda Hj. Sutarsih yang semasa hidupnya

memelihara, mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang,

selalu mendukung dan memotivasi penulis, serta senantiasa mendoakan

kami dari kecil hingga mampu seperti sekarang ini. Semoga Allah SWT

mencatat amal ibadahnya dan diberi tempat yang layak disisiNya.

Page 7: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

vi

Penyusunan dan penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari

keterlibatan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis

dengan tulus menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kasih yang tak

terhingga kepada:

Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin. Prof. Dr. Budu, Ph.D, SpM-KVR, M.Med.Ed, selaku dekan

Fakultas kedokteran UNHAS dan Prof. Dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS(K),

selaku Dekan Fakultas Kedokterann FK UNHAS periode 2014-2018 atas izin

dan dukungannya dalam mengikuti pendidikan doktor. Dan selaku anggota

tim penilai, terima kasih yang tidak terhingga atas asupan dan koreksi yang

diberikan pada penulisan disertasi ini. dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med,

Ph.D, Sp.GK, selaku ketua Program studi S3 UNHAS dan Prof. dr. H.

Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K), selaku Ketua Program Studi S3

Kedokteran UNHAS sebelumnya dan anggota penilai, saya sampaikan rasa

hormat dan terima kasih yang tak terhingga atas atas segala bantuan,

dorongan, motivasi, bimbingan yang tiada lelah dalam menyelesaikan

penelitian ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan

membalas amal kebaikan mereka.

Prof. dr. Muhammad Nasrum Massi, Ph.D, selaku promotor dan guru

yang telah meluangkan waktu mengarahkan, mendorong, memotivasi,

memberikan ide dan saran untuk perbaikan dalam penyusunan dan

penyelesaian disertasi ini. dr. Uleng Bahrun, Ph.D, Sp.PK(K) dan Dr. dr.

Irawati Djaharuddin, Sp.P(K), selaku Co-Promotor dan guru, yang telah

Page 8: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

vii

meluangkan waktu dengan penuh kesabaran membimbing, mengarahkan

dan memotivasi penulis hingga penyelesaian disertasi ini. Saya ucapkan

terimakasih yang tak terhingga dan permohonan maaf yang sebesar-

besarnya kepada promotor dan kopromotor, bila selama bimbingan ada

kesalahan dan kekhilafan yang penulis perbuat, Semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan rahmat dan membalas amal kebaikan mereka.

Prof. Dr. dr. Muhammad Amin, Sp.P(K), selaku Penguji Eksternal yang

selalu menyempatkan waktu di sela kegiatannya yang padat untuk memberi

masukan dan perbaikan sejak persiapan hingga akhir penulisan disertasi ini.

Semoga Allah SWT mencatat semua amal kebaikan beliau.

Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.S., selaku penguji yang banyak

memberikan inspirasi, bimbingan dan koreksi khususnya bidang pengolahan

statistik dan metodalogi penelitian dari awal hingga penyelesaian disertasi

ini, Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, Sp.P(K), Sp.PD, dan Dr. dr. Nursin Abdul

Kadir, Sp.PK. atas kesediaannya membimbing sekaligus menjadi penguji.

Koreksian dan saran yang tajam membangun substansi disertasi ini. Semoga

Allah SWT, senantiasa melindungi dan mencatat seluruh amal kebaikan

mereka.

Page 9: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

viii

Kepada Prof. dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K) selaku kepala

Laboratorium Biomolekuler dan Imunologi FK Unhas beserta staff H. Romi

dan Pak Mus atas bantuan dan fasilitas selama penelitian. Semoga Allah

SWT membalas semua amal kebaikan mereka.

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta. Prof. Dr. Syaiful Bahri,

S.H., M.H. dan jajarannya atas dukungan baik moril muapun materi.. Dekan

FKK UMJ, dr. Muhammad Fachri, Sp.P sekaligus teman seperjuangan

dalam menempuh pendidikan S3, terima kasih atas dukungan, motivasi dan

bantuannya terutama bantuan dana selama pendidikan dan penelitian, dari

awal pendidikan hingga selesainya disertasi ini. Keluarga besar fakultas

kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta, Guru Besar, para Dosen

dan seluruh staf yang selama ini mendoakan dan memotivasi hingga

selesainya disertasi ini. Terima kasih yang tak terhingga. Semoga Allah SWT

membalas semua amal kebaikan mereka.

Direktur RSIJ Pondok Kopi dan Sukapura atas ijinnya sebagai tempat

pengambilan sampel penelitian selama pendidikan, seluruh perawat yang

telah membantu pengambilan sampel. Dr. Murtiyas Galuh, Sp.PK selaku

kepala Laboratorium Patologi Klinik di RSIJ Pondok kopi dan Sukapura dan

juga sebagai Ketua PDS PATKLIN cabang Jakarta,yang selalu mendorong

dan memotivasi serta membantu selama proses sampling dan penanganan

sampel penelitian. Terima kasih yang sebesar-besarnya semoga Allah SWT

membalas semua amal kebaikan mereka.

Page 10: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

ix

Para Direktur dan seluruh analis di RS Karya Medika Bantar Gebang,

RS Bhineka Bakti Husada, dan RS Kartika Husada Setu. Terima kasih yang

tak terhingga atas dukungan dan ijin selama menempuh pendidikan

sehingga penulis dapat mengikuti Program Doktor ini dengan baik.

dr. Amir Syafruddin, M.Med.Ed, dan dr. Slamet Sudi Santoso,

M.Pd.Ked, selaku rekan kerja sekaligus teman angkatan pendidikan S3

UNHAS, yang selalu memotivasi dan berbagi ilmui. dr. Indah Pratiwi yang

sangat membantu selama proses pengambilan sampel dan tabulasi data.

Terima kasih yang tak terhingga semoga Allah SWT membalas segala amal

baik mereka.

Staf Program S3 Ilmu Kedokteran UNHAS, Pak Akmal, Pak Mumu dan

Ibu Nur, atas dukungan dan bantuannya baik secara moril maupun secara

administratif.

Seluruh pasien maupun keluarga pasien serta sukarelawan yang secara

ikhlas tanpa paksaan, ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

Secara khusus kami sampaikan rasa terimakasih dan penghormatan tak

terhingga kepada Bapak dan ibu mertua saya, almarhum Prof. Dr.

Sudjinggo dan ibunda Hj. Lasmiyati atas dukungan moril serta doanya yang

senantiasa diberikan. Kepada Kakak-kakak & Adik-adikku yang selalu

mendukung dan mendoakan, Eko Ariguntar P, Dwi Ariguntar S, Catur

Ariguntar A, dan Panca Ariguntar W.

Tak terhingga ungkapan rasa syukur, telah memiliki Yoga Fortuna

Wisnu Wardana, S.E., M.M., suami tercinta yang penuh pengertian dan

Page 11: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

x

setia mendampingi dalam keadaan susah maupun senang. Kesabaran,

pengertian, dorongan serta doa yang senatiasa dipanjatkan yang sangat

mendukung terselesainya disertasi ini. Juga untuk ketiga putraku

Muhammad Reynaldi Anandita Ganing, Muhammad Reyzandi Anandita

Ganing, dan Muhammad Rafialdi Anandita Ganing sebagai penyemangat

dan penghibur selama menempuh pendidikan doktoral. Semoga perjuangan

Ibu dapat menjadi tauladan bagi kalian, serta disertasi ini menjadi motivasi

kalian untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya karena sesungguhnya “Allah

mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu” (QS. Al-

Mujadalah 58:11), semoga Ridho Allah senantiasa bersama kalian dan

menjadi anak-anak yang soleh dan sukses. Aamiin.

Kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

Pendidikan Doktor dan penerbitan disertasi ini, yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, dengan ketulusan hati, saya sampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT membalas

kebaikan Bapak, Ibu, saudara dan saudari sekalian dengan pahala yang

berlipat ganda. Aamiin.

Saya menyadari bahwa disertasi ini tidak luput dari kekurangan dan

keterbatasan, karena itu kritikan dan saran membangun sangat diharapkan

dari berbagai pihak untuk penyempurnaan disertasi ini.

Akhir kata, semoga dengan terbitnya disertasi ini dapat bermanfaat

untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan untuk kepentingan aplikasi klinis

Page 12: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xi

kepada masyarakat, khususnya dalam penanganan, pencegahan dan

penanggulangan tuberkulosis di Indonesia.

Aamiin, aamiin, Ya Rabbal Aalamiin.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Februari 2019

Tri Ariguntar Wikaning Tyas

Page 13: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …
Page 14: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …
Page 15: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

LEMBARAN PENGESAHAN II

TIM PENILAI PROMOSI III

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI IV

KATA PENGANTAR V

ABSTRAK XII

ABSTRACT XIII

DAFTAR ISI XIV

DAFTAR TABEL XVII

DAFTAR GAMBAR XVIII

DAFTAR SINGKATAN XIX

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Rumusan Masalah 6

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum 7

1.3.2. Tujuan Khusus 7

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Aspek Pengembangan Ilmu 8

1.4.2. Aspek Aplikasi Klinis 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi Tuberkulosis 10

2.1.2. Etiologi Tuberkulosis 11

2.1.3. Faktor Risiko Tuberkulosis 11

2.1.4. Cara penularan Tuberkulosis 12

2.1.5. Patogenesis Tuberkulosis 13

2.1.6. Klasifikasi TB 17

2.1.7. Gejala Klinis TB 22

2.1.8. Pemeriksaan Fisik TB 23

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang TB 24

2.1.10. Diagnosis TB 27

2.1.11. Pengobatan TB 29

2.1.12. Evaluasi Pengobatan TB 35

2.1.13. Pencatatan dan Pelaporan TB 36

2.2. Infeksi TB Laten (ITBL)

2.2.1. Definisi TB Laten 38

Page 16: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xv

2.2.2. Diagnosis TB Laten 39

2.2.3. Pemeriksaan TB Laten 40

2.2.4. Kelompok Risiko TB Laten 44

2.2.5. Kelompok Risiko Tinggi TB Laten 45

2.3. Sistem Imunitas Tubuh Terhadap Infeksi

2.3.1. Respon Imun Terhadap MTB 46

2.4. High Mobility Group Box 1 (HMGB1)

2.4.1. Definisi HMGB1 51

2.4.2. Struktur HMGB1 51

2.4.3. Fisiologi dan Peranan HMGB1 53

2.4.4. Peran Proimflamatorik HMGB1 56

2.4.5. Peran HMGB1 pada Infeksi 58

2.4.6. Peranan HMGB1 pada Infeksi TB 63

2.5. Penanda Biologis Interleukin 6 (IL6)

2.5.1. Definisi 74

2.5.2. Biosintesis dan Sekresi IL6 74

2.5.3. Aktivitas Biologi IL6 75

2.6. Penanda Biologis Toll Like Receptor 4 (TLR4)

2.6.1. Definisi 77

2.6.2. Peranan TLR4 sebagai reseptor

transmembran

78

2.6.3. Peranan TLR4 terhadap Patogen 79

BAB III KERANGKA TEORI 82

BAB IV KERANGKA KONSEP

4.1. Kerangkap Konsep 83

4.2 Hipotesis 83

BAB V METODA PENELITIAN

5.1. Disain Penelitian 84

5.2. Populasi 84

5.3. Tempat dan Waktu 84

5.4. Sampel Penelitian

5.4.1. Tehnik Sampling 85

5.4.2. Besar Sampel 85

5.4.3. Kriteria Sampel 86

5.5. Cara Kerja

5.5.1, Pemilihan Subjek Penelitia 87

5.5.2. Pengumpulan data Penelitian 88

5.5.3. Persiapan Alat dan Reagen 89

5.6. Etika Penelitian 103

5.7. Alur Penelitian TB Aktif 104

Page 17: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xvi

5.8. Alur Penelitian TB Laten 105

5.9. Definisi Operasional 106

5.10. Metoda Analisis Data 107

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1. Hasil Penelitian 109

6.2. Pembahasan 119

6.3. Keterbatasan Penelitian 130

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Ringkasan 131

7.2. Simpulan 132

7.3. Saran 133

PUSTAKA 134

LAMPIRAN 143

Page 18: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xvii

DAFTAR TABEL

2.1. Jenis dan dosis obat antituberkulosis (OAT) 32

2.2. Dosis Panduan OAT KDT kategori 1 33

2.3. Dosis Panduan OAT KDT kategori 2 34

2.4. Perbedaan TB Aktif dan TB Laten 40

2.5. Interpretasi test Tuberkulosis 42

6.1. Karakteristik dasar subjek penelitian 112

6.2. Hasil pemeriksaan parameter variabel yang diteliti 113

6.3. Hubungan antara ekspresi HMGB1, kadar protein HMGB1,

kadar TLR4 dan kadar IL6 pada TB aktif dan TB laten

115

6.4. Nilai rentang ekspresi gen HMGB1 dan kadar protein

HMGB1, TLR4 dan IL6 pada TB aktif dan TB laten

119

Page 19: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xviii

DAFTAR GAMBAR

1. Faktor risiko kejadian TB 12

2. Patogenesis TB 16

3. Spektrum infeksi MTB dan daur hidup MTB 17

4. Klasifikasi TB 20

5. Klasifikasi TB berdasarkan tipe kasus 22

6. Alur diagnosis TB 29

7. Imunitas Innate 50

8. Struktur HMGB1 52

9. Mekanisme sekresi dan peran HMGB1 55

10. Reseptor HMGB1 dan pengaktivan jalur transduksi

signal

56

11. Alat Real Time PCR 97

12. Kurva standar dan siklus amplifikasi RT PCR 98

13. Prinsip Elisa sanwich 100

14. Pengenceran sampel pemeriksaan HMGB1, TLR4, IL6 101

15. Pengenceran standar pemeriksaan HMGB1, TLR4, IL6 102

16. Mesin ELISA 104

17. Perbandingan ekspresi mRNA gen HMGB1 pada TB

aktif dan TB laten

114

18. Perbandingan kadar soluble protein HMGB1 pada TB

aktif dan TB laten

19. Perbandingan kadar protein TLR 4 pada TB aktif dan

TB laten

20. Perbandingan kadar protein IL6 pada TB aktif dan TB

laten

114

117

117

Page 20: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xix

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

BCG : Bacillus Calmette-Guerin

BTA : Basil Tahan Asam

CRP : C-Reactive Protein

DAMPs : Damaged assosiated molecular patterns

DNA : Deoxyribonucleic acid

EDTA : Etilen diamin tetra acetat

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

HMGB1 : High mobility group box 1

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IL : Interleukin

IFN : Interferon

IGRA : Interferon gamma release assay

IRF3 : Interferon respon factor 3

IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease

KDT : Kombinasi Dosis Tetap

LPS : Lipopolysaccharide

LTA : Lipoteichoic acid

MyD 88 : Myeloid differentiation primary respone protein 88

MMR : Macrophage Mannose Receptors

MIP : Macrophage Inflamatory Protein

mRNA : Messenger Ribonucleic acid

MTB : Mycobacterium tuberculosis

NFκβ : Nuclear Factor kappa beta

NK : Natural Killer

OAT : Obat Anti Tuberculosis

PAMPs : Pathogen assosiated moleculer patterns

Page 21: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

xx

PDPI : Persatuan Dokter Paru Indonesia

PI3K : Phosphatidyl Inositol 3 Kinase

PMO : Pengawas Minum Obat

PMN : Polymorphonuclear neutrophils

RT PCR : Real time polymerase chain reaction

RAGE : Receptors for advanced glycation end product

ROS : Reactive oxygen spesies

SAA : Serum Amyloid A

TIR : Toll interleukin 1 receptor

TLR4 : Toll like receptors 4

TNFα : tumor necroting factor alpha

TRIF : TIR domain containing adapter inducing IFNβ

TST : Tuberculin Skin Test

WHO : World Health Organization

VDR : Vitamin D Receptors

Page 22: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis (MTB). Terutama mengenai paru disebut TB

paru tetapi dapat juga mengenai organ lain disebut TB ekstraparu (PDPI.,

2011; WHO., 2015). Tuberkulosis merupakan satu dari sepuluh penyakit

penyebab kematian dan sebagai agen infeksi tunggal penyebab utama

kematian diatas Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS). Global Tuberculosis Report 2018

melaporkan terdapat 1,3 juta kematian pada orang dengan HIV negatif dan

300.000 kematian pada orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10

juta penderita TB pada 2017 di dunia: 5,8 juta pada pria, 3,2 juta pada

wanita dan 1 juta pada anak-anak dan lebih dari 90% pada orang dewasa,

lebih dari 15 tahun (WHO., 2018).

Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan Cina dengan

jumlah penderita TB sekitar 8% dari total jumlah kasus TB paru di dunia

(WHO., 2018). Hingga saat ini tuberkulosis masih menjadi masalah

kesehatan utama di Indonesia walaupun upaya pengendalian TB dengan

strategi Directly Observed Treatment Shorcourse chemotherapy (DOTS)

telah diterapkan sejak 1995. Laporan kementerian kesehatan Republik

Indonesia 2018, mendapatkan jumlah kasus baru TB sebesar 420.994

Page 23: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

2

kasus. Tingkat keberhasilan pengobatan (success rate) sebesar 85,1%.

Tingginya insiden TB ini akan berdampak terhadap ekonomi maupun sosial

yang akan membebani individu maupun negara. Masalah ini bertambah

dengan makin meningkatnya kasus HIV dan resistensi terhadap obat

antituberkulosis (Kemenkes RI., 2018).

Pasien TB dapat menyebarkan kuman MTB ke udara dalam bentuk

percikan dahak, yang sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 droplet

nuclei/percik renik. Dengan Imunitas yang baik seseorang yang terpapar

kuman MTB, dapat menghilangkan kuman MTB atau tidak akan

bermanifestasi klinik dan tidak menularkan kepada orang lain yang disebut

infeksi laten TB, akan tetapi saat imunitas tubuh menurun keadaan ini dapat

berkembang menjadi penyakit TB yang berpotensi menjadi sumber

penularan (Kemenkes., 2014). Sekitar 2-5% infeksi TB laten ini dapat

berkembang menjadi TB aktif dan merupakan reservoar paling besar untuk

menularkan kuman MTB. (Druszczynska M et al., 2012; Cliff J. M et al.,

2015; PDPI., 2016). Proses imunopatogenesis TB merupakan proses yang

dinamis yang melibatkan faktor pejamu dan agen. Faktor pejamu berupa

sistem imunitas, genetik, gizi dan lingkungan, sedangkan faktor agen

berupa virulensi dan jumlah kuman /bacterial load (Subowo, 2014). Oleh

karena itu perlu pemahaman tentang patomekanisme imun respons pada

infeksi TB, dengan harapan dapat mengurangi berkembangnya TB laten

menjadi TB aktif dan juga dapat menemukan secara dini kemungkinan

terjadinya proses reaktivasi TB laten menjadi aktif.

Page 24: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

3

Sistem imunitas sangat penting pada saat terjadinya infeksi oleh

kuman MTB. Mekanisme imun respons baik alami maupun adaptif berperan

untuk menentukan seseorang menjadi TB laten atau aktif. Respons

inflamasi lokal merupakan hal yang krusial dalam proses imunopatogenesis

tuberkulosis (Russel D.G., 2007). Infeksi MTB akan menyebabkan MTB

difagositosis oleh makrofag dan sel dendritik melalui berbagai reseptor

yang ada pada permukaan membran seperti Toll Like Reseptor 2 (TLR2),

TLR4, TLR9 dan Receptors for Advanced Glycalation End products

(RAGE). Ikatan dengan reseptor TLR4 yang kemudian akan mengaktivasi

jalur signal Natural Killer Kappa Beta (NK-κβ) untuk memproduksi sitokin

proinflamasi seperti Interleukin 6 (IL6) dan Tumor Necrosis Factor α (TNFα)

oleh makrofag (Magna M., et al., 2014). Sedangkan respons imun adaptif

terstimulasi saat makrofag dan sel dendritik yang terinfeksi MTB

mempresentasikan MTB ke sel limfosit T naive. Sel limfosit T kemudian

berproliferasi dan berdiferensiasi untuk memproduksi interferon gamma

(IFNɣ) yang berfungsi mematikan mikobakterial intrasel dalam makrofag.

Sekresi IFNɣ akan mengaktivasi makrofag untuk mengeluarkan berbagai

sitokin seperti IL1,TNFα, IL6, IL12 dan berperan dalam pembentukan

granuloma pada tempat infeksi (Dheda K et al., 2010; Subowo, 2014.,

PDPI., 2016). Respons inflamasi lokal berupa perekrutan makrofag maupun

sel-sel limfosit T yang kemudian akan memicu pelepasan limfokin dan

kemokin yang mengaktivasi pembentukan granuloma (Subowo., 2014;

Erika de witt., 2009; Van Crevel R., 2002).

Page 25: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

4

Selama proses infeksi MTB, berbagai mediator proinflamasi terlibat

dan berkontribusi terhadap pembentukan granuloma pada TB yang

merupakan pertahanan tubuh untuk membunuh MTB atau menghambat

pertumbuhan MTB oleh makrofag. Selain mengeluarkannya berbagai

sitokin, makrofag yang teraktivasi maupun yang nekrosis juga mensekresi

High mobility group box 1 (HMGB1). High mobility group box 1 adalah

protein inti non histon yang bertindak seperti sitokin proinflamasi yang

dilepaskan oleh monosit dan makrofag saat teraktivasi. Sel imun alami

termasuk makrofag, monosit, sel dendritik, sel mast, neutrofil, eosinofil, dan

sel natural killer merupakan produsen utama dari HMGB1 (Zeng JC et al.,

2015). Makrofag secara aktif mensekresi HMGB1 sebagai respons

terhadap infeksi MTB yang bertindak sebagai sinyal dari jaringan atau sel

yang cedera dan mempertinggi respons imun. Sel Nekrotik secara pasif

juga melepaskan HMGB1 ditempat kerusakan jaringan yang menginduksi

berbagai respons seluler, termasuk ekspresi mediator proinflamasi. Proses

ini dimediasi oleh RAGE, TLR2, TLR 4 dan TLR 9. Diantara berbagai

reseptor ini, terutama TLR4 menyebabkan aktivasi jalur signaling akhir

NFκB, interferon regulatory factor-3 (IRF 3) dan phosphatidylinositol 3-

kinase (PI3K) yang kemudian mengaktivasi pengeluaran sitokin

proinflamasi TNF α, IL 1 dan IL 6 oleh makrofag (Yu Y et al., 2015).

Interferon ɣ tidak hanya menstimulasi fragmentasi caspase yang tergantung

DNA dan apoptosis pada infeksis berat makrofag, tetapi juga meningkatkan

kerusakan mitokondria dan pelepasan LDH yang mengindikasikan

Page 26: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

5

nekrosis, dan proses ini juga akan meningkatkan pelepasan protein

HMGB1 dan TLR4, sehingga soluble protein HMGB1 dan protein TLR4

dapat dipakai sebagai penanda nekrosis atau rusaknya makrofag (Lee J.,

2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Agnieszka M, dkk menunjukkan

bahwa HMGB1 dapat terdeteksi pada aliran darah berbagai penyakit paru

dengan konsentrasi tertinggi pada pasien dengan infeksi MTB (aktif dan

laten). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi HMGB1

mengalami peningkatan pada pasien dengan aktif tuberkulosis

47,5 ng/mL dibandingkan pada pasien dengan penyakit paru lainnya

36,87 ng/mL (Magrys A et al., 2013). Penelitian lain oleh Jin-Cheng Zeng,

dkk menunjukkan bahwa HMGB1 terdeteksi pada plasma dan sputum

pasien yang memiliki hasil kultur MTB positif dan mengalami peningkatan

dibandingkan dengan kelompok sehat selain itu juga terdapat peningkatan

kadar IL-6, IL-10, dan TNF-α pada plasma, darah dan sputum subjek

dengan infeksi TB (Zeng JC et al., 2015). Penelitian Houben, dkk

memperlihatkan sitokin proinflamasi (TNF α, IL 1 dan IL 6) berperan

memediasi proses inflamasi dan bertanggung jawab terhadap kerusakan

jaringan akibat tuberkulosis pada hewan coba (Grover A. et al., 2008;

Houben et al., 2006). Studi in vitro dan studi percobaan hewan

menunjukkan bahwa MTB dan Mycobacterium bovis BCG dapat secara

efektif menginduksi sekresi HMGB1 yang menyebabkan hiperaktivasi

sitokin dan kerusakan jaringan paru (Kim SY et al., 2017).

Page 27: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

6

Strategi eliminasi TB yang disebut End TB Strategy mempunyai misi

untuk mencapai angka zero TB pada 2050. Target di 2020 adalah

penurunan angka kematian TB 35% dan penurunan angka kejadian TB

20% dibanding tahun 2015. Kecepatan penurunan ini tergantung pada

terobosan teknologi yang bisa secara substansial mengurangi risiko

berkembangnya infeksi TB laten ke arah penyakit TB aktif. Terobosan

tehnologi tersebut termasuk pembuatan vaksin yang efektif pasca

vaksinasi, pengobatan yang singkat, manjur dan aman untuk infeksi TB

laten serta teknologi diagnostik yang cepat dan efektif dalam mendiagnosis

TB dan pengembangan regimen obat dan vaksin (WHO., 2018). Sehingga

diperlukan penanda/biomarker yang baik, yang dapat menjelaskan proses

imunopatogenesis infeksi tuberkulosis, khususnya perubahan TB laten

menjadi TB aktif. Ekspresi gen HMGB1 sebagai penanda terstimulasinya

makrofag akibat infeksi MTB akan memicu sekresi sitokin proinflamasi IL6

dan antiinflamasi IL10, serta menstimulasi proses apoptosis maupun

kerusakan/nekrosis makrofag yang ditandai dengan pelepasan soluble

protein HMGB1 dan protein TLR4 kedalam serum. Sitokin yang dihasilkan

selanjutnya akan menstimulasi kembali makrofag. Berdasarkan hal tersebut

peneliti ingin mengetahui peranan ekspresi mRNA gen HMGB1, soluble

protein HMGB1, TLR4 dan IL6 pada imunopatogenesis tuberkulosis serta

kemungkinan soluble protein HMGB1, protein TLR 4 dan protein IL 6

digunakan sebagai penanda reaktivasi TB.

Page 28: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

7

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka

permasalahan penelitian ini, dirumuskan dalam pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

“ Bagaimanakah peranan ekspresi mRNA gen HMGB1, soluble protein

HMGB1, TLR4 dan IL6 pada imunopatogenesis tuberkulosis paru baik yang

aktif maupun yang laten dan dapatkah dipakai sebagai penanda proses

reaktivasi TB? “

Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan ekspresi mRNA gen HMGB1 antara TB aktif

dan TB laten ?

2. Apakah ada perbedaan kadar soluble protein HMGB1 antara TB aktif

dan TB laten ?

3. Apakah ada perbedaan kadar protein TLR4 antara TB aktif dan TB

laten ?

4. Apakah ada perbedaan kadar protein IL 6 antara TB aktif dan TB

laten ?

5. Apakah ada korelasi antara ekspresi mRNA gen HMGB1 dengan

kadar soluble protein HMGB1 pada infeksi tuberkulosis ?

6. Apakah ada korelasi antara kadar soluble protein HMGB1 dengan

kadar protein TLR4 pada infeksi tuberkulosis ?

Page 29: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

8

7. Apakah ada korelasi antara kadar soluble protein HMGB1 dengan

kadar protein IL6 pada infeksi tuberkulosis ?

8. Apakah ada korelasi antara kadar protein IL6 dengan ekspresi

mRNA gen HMGB1 pada infeksi tuberkulosis ?

9. Apakah ekspresi mRNA gen HMGB1, soluble protein HMGB1,

protein TLR4 dan protein IL6 terlibat pada mekanisme

Imunopatogenesis TB dan dapat dipakai sebagai penanda proses

reaktivasi TB laten ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan umum

Untuk mengetahui imunopatogenesis tuberkulosis baik TB aktif

maupun TB laten yang melibatkan ekspresi gen HMGB1, TLR4 dan

IL6; serta kemungkinan ekspresi mRNA gen HMGB1, soluble

protein HMGB1, protein TLR4 dan protein IL6 dijadikan biomarker

penanda proses reaktivasi TB laten menjadi TB aktif.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Diketahuinya perbedaan ekspresi mRNA gen HMGB1 antara TB

aktif dan TB laten.

2. Diketahuinya perbedaan kadar soluble protein HMGB1 antara TB

aktif dan TB laten.

3. Diketahuinya perbedaan kadar protein TLR4 pada TB aktif dan TB

laten.

Page 30: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

9

4. Diketahuinya perbedaan kadar protein IL 6 pada TB aktif dan TB

laten.

5. Diketahuinya korelasi antara ekspresi mRNA gen HMGB1 dengan

kadar soluble protein HMGB1 pada infeksi Tuberkulosis.

6. Diketahuinya korelasi antara kadar soluble protein HMGB1 dengan

kadar TLR4 pada infeksi Tuberkulosis.

7. Diketahuinya korelasi antara kadar soluble protein HMGB1 dengan

kadar IL6 pada infeksi Tuberkulosis.

8. Diketahuinya korelasi antara kadar protein IL6 dengan ekspresi

mRNA gen HMGB1 pada infeksi Tuberkulosis

9. Diketahuinya ekspresi mRNA gen HMGB1, kadar soluble protein

HMGB1, kadar protein TLR4 dan kadar protein IL6 sebagai penanda

reaktivasi TB laten.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat dari aspek pengembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih

lengkap tentang peranan mRNA gen HMGB1, soluble protein HMGB1,

soluble protein TLR4 dan IL6 pada respons imun penderita tuberkulosis

paru.

1.4.2. Manfaat dari aspek aplikasi klinis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam

memahami mekanisme molekuler respons imun penderita TB Paru yang

melibatkan HMGB1, TLR4 dan IL6, serta membantu klinisi untuk

Page 31: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

10

memperoleh biomarker penanda reaktivasi TB laten untuk pertimbangan

pemberian profilaksis antituberkulosis pada penderita TB laten.

Page 32: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI., 2011). Suspek TB adalah

seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB paru adalah

batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernafasan (sesak

nafas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu

makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah). Dalam

menentukan suspek TB harus dipertimbangkan faktor seperti usia pasien,

imunitas pasien, status HIV atau prevalensi HIV dalam populasi (Kemenkes

RI., 2014).

Kasus TB adalah seorang pasien yang setelah dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga didiagnosis TB oleh dokter

maupun petugas kesehatan dan diobati dengan paduan dan lama

pengobatan yang lengkap (PDPI., 2011).

Kasus TB pasti adalah pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium

tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan,

cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur. Pada negara dengan

keterbatasan kapasitas laboratorium dalam mengidentifikasi MTB maka

Page 33: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

12

kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan satu atau lebih dahak

dengan BTA positif (PDPI., 2011).

2.1.2. Etiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

yang berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron dan lebar 0,2 – 0,6

mikron (Kemenkes., 2014). Mycobacterium tuberculosis memiliki dinding

yang sebagian besar terdiri atas asam lemak (lipid) peptidoglikan dan

arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap

asam (asam alkohol) sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta lebih

tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Amir B., 2014). Mycobacterium

tuberculosis sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar

ultraviolet/UV (paparan langsung dari sinar UV dapat membunuh kuman

dalam waktu beberapa menit), tetapi dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada suhu 40C sampai minus 700 C (Kemenkes RI., 2014).

2.1.3. Faktor Risiko Tuberkulosis

Faktor risiko terjadinya TB paru adalah usia produktif 15 – 50 tahun,

daya tahan tubuh rendah (HIV/AIDS), malnutrisi/gizi buruk, DM, pemakaian

immunosupresan, jumlah/konsentrasi kuman dan lama kontak dengan

penderita TB paru. Selain itu, faktor perilaku hidup bersih dan sehat serta

faktor lingkungan seperti ventilasi, kepadatan penduduk dan keadaan

dalam ruangan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

timbulnya penyakit TB paru (Kemenkes RI., 2011; Kemenkes RI., 2014).

Page 34: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

13

Faktor risiko kejadian TB secara ringkas dapat dijelaskan pada

gambar berikut:

Gambar 1. Faktor risiko kejadian TB (Kemenkes RI, 2011)

2.1.4. Cara Penularan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif yang pada

saat batuk atau bersin dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan dahak (droplet nuclei/ percik renik), sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Infeksi akan terjadi apabila

orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang

infeksius tersebut. Pasien TB paru dengan BTA negatif juga masih memiliki

kemungkinan untuk menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB

paru BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur

positif adalah 26% dan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks

positif adalah 17% (Kemenkes RI., 2014).

Page 35: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

14

2.1.5. Patogenesis Tuberkulosis

Setelah terhirup, droplet infeksius berada pada seluruh saluran

pernafasan.Sebagian besar basil terjebak di bagian atas saluran

pernafasan di mana sel goblet akan mensekresi mukus. Mukus yang

dihasilkan akan menangkap benda asing, dan silia pada permukaan sel

bergerak secara terus menerus untuk mengeluarkan mucus yang berisi

benda asing tersebut (Frieden TR et al., 2003). Tubuh mempunyai sistem

pertahanan fisik awal yang dapat mencegah infeksi pada kebanyakan

individu yang terpapar kuman tuberculosis (Jensen PA et al., 2005).

Bakteri dalam droplet menembus sistem mukosiliar dan mencapai

alveoli , kemudian secara cepat akan dikelilingi dan difagosit oleh makrofag

alveolar, sebagai efektor imun paling banyak pada daerah alveolar tersebut

(CDC.,2009; Frieden TR et al.,2003). Makrofag, merupakan pertahanan

tubuh berikutnya, yang merupakan bagian dari sistem imun alami/innate

yang memberikan tubuh kemampuan untuk menghancurkan mikrobakteri

yang menyerang dan mencegah infeksi akibat mikrobakteri tersebut (Van

Crevel R., 2002).

Makrofag merupakan sel fagosit yang tersedia dalam melawan

banyak patogen tanpa membutuhkan paparan sebelumnya dengan

patogen. Beberapa mekanisme dan reseptor makrofag terlibat dalam

proses fagositosis mikobakterium (Van Crevel R., 2002).

Lipoarabinomannan mikobakteri adalah ligan kunci untuk receptor

makrofag. Sistem komplemen juga berperan dalam fagositosis bakteria

Page 36: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

15

(Nicod LP., 2007). Komplemen protein C3 mengikat dinding sel dan

meningkatkan pengenalan MTB oleh makrofag. Opsonisasi oleh C3

berlangsung cepat, bahkan di rongga udara tubuh tanpa paparan

sebelumnya oleh MTB (Ferguson JS., 2004). Proses fagositosis oleh

makrofag berikutnya menginisiasi kaskade yang menyebabkan suksesnya

kontrol terhadap infeksi, diikuti dengan TB laten, atau pengembangan

menjadi penyakit aktif, yang disebut tuberkulosis progresif primer. Hasil

infeksi MTB pada dasarnya ditentukan oleh kualitas pertahanan tubuh dan

keseimbangan yang terjadi antara pertahanan tubuh dan invasi MTB (van

Crevel R., 2002; Goyot-revol V., 2006). Setelah difagosit oleh makrofag,

mikobakteri terus untuk memperbanyak diri secara lambat. dengan

pembelahan sel bakteri terjadi setiap 25-32 jam (CDC., 2009).

Terlepas dari apakah infeksi terkontrol atau menjadi progresif,

perkembangan awal akan melibatkan produksi enzim proteolitik dan sitokin

oleh makrofag dalam upaya untuk menghilangkan bakteria (van Crevel R.,

2002; Nicod LP., 2007). Sitokin yang dikeluarkan akan menarik limfosit T

ketempat infeksi, sel-sel ini merupakan bagian dari imunitas seluler.

Makrofag kemudian mempresentasikan antigen mikobakterium permukaan

selnya ke sel limfosit T ( van Crevel R., 2002 ). Proses imunitas awal

berlangsung selama 2 sampai 12 minggu; mikroorganisme terus tumbuh

sampai mereka mencapai jumlah yang cukup untuk sepenuhnya

mendapatkan respons imun seluler dan dapat dideteksi dengan

pemeriksaan skin test (Freiden TR et al., 2003; van Crevel R., 2002 ). Pada

Page 37: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

16

orang dengan imunitas seluler yang baik, tahap pertahanan selanjutnya

adalah pembentukan granuloma yang mengelilingi MTB terlihat pada

Gambar 1. Lesi tipe nodular ini terbentuk dari akumulasi limfosit T yang

teraktivasi dan makrofag, yang membuat lingkungan mikro yang membatasi

replikasi dan menyebaran mikobakterium ( Freiden TR et al.,2003; Nicod

LP., 2007). Lingkungan ini menghancurkan makrofag dan menghasilkan

awal nekrosis padat di pusat lesi. Basil dapat beradaptasi untuk bertahan

hidup, bahkan MTB dapat mengubah ekspresi fenotip mereka, seperti

regulasi protein, untuk meningkatkan hidupnya (Dheda K et al., 2005).

Lingkungan nekrotik dalam 2 atau 3 minggu, menjadi menyerupai keju

lembut, sering disebut nekrosis caseous, dan ditandai dengan tingkat

oksigen rendah, pH rendah, dan nutrisi yang terbatas. Kondisi ini

membatasi pertumbuhan lanjut dan keadaan laten yang tetap yang berupa

infeksi TB laten. Lesi pada orang dengan sistem imunitas tubuh baik secara

umum akan menjadi fibrosis dan kalsifikasi, keberhasilan mengendalikan

infeksi yang menjadikan basil menjadi dorman, dan lesi hilang . Orang

dengan kekebalan tubuh yang kurang efektif, akan menjadi tuberkulosis

progresif primer (Frieden TR.,2003; Dheda K.,2005). Orang dengan

imunokompeten, pembentukan granuloma dimulai, namun akhirnya tidak

berhasil membendung basil tuberkulosis. Jaringan nekrotik mengalami

pencairan, dan hilangnya integritas struktur dinding fibrous. Bahan nekrotik

semicair kemudian mengalir ke dalam bronkus atau pembuluh darah di

dekatnya, meninggalkan rongga/ cavitas berisi udara di tempat asal. Pada

Page 38: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

17

pasien yang terinfeksi dengan MTB, droplet dapat dibatukkan dari bronkus

dan menginfeksi orang lain. Jika cairan masuk ke pembuluh darah dapat

terjadi tuberkulosis ekstrapulmoner. Basil juga dapat masuk ke sistem

limfatik dan berkumpul di kelenjar getah bening trakeobronkial yang

mempengaruhi paru-paru, di mana organisme dapat membentuk

granuloma caseous baru (Dheda K.,2005).

Gambar 2. Patogenesis tuberkulosis: A. Infeksi Laten, B. Tuberkulosis Aktif (Koch A et al.,2018).

Page 39: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

18

Lima puluh sampai 70% individu yang terpajan MTB diperkirakan

dapat mengatasi infeksi tersebut melalui mekanisme imun bawaan atau

adaptif. Sisanya 30-50% akan berkembang menjadi TB aktif (5%) dan TB

laten (95%). Infeksi TB laten sekitar 2-15% dapat berkembang menjadi TB

aktif (PDPI. ,2016; Getahun H., 2015).

Gambar 3. Spektrum infeksi MTB dan daur hidup MTB (Dheda K.,2010).

2.1.6. Klasifikasi Tuberkulosis

Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan:

1) Berdasarkan letak anatomi penyakit

Page 40: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

19

a) Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim

paru. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya

yang terletak dalam paru.

b) Tuberkulosis ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ

lain selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk

mediastinum dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius,

kulit, sendi, tulang dan selaput otak (PDPI., 2011).

2) Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi

a) Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :

Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan

dahak menunjukan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat

quality external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak

tersebut berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia sudah memiliki

beberapa laboratorium yang memenuhi syarat EQA. Pada negara atau

daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat EQA, maka TB

paru BTA positif adalah:

1. Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau

2. Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung

hasil pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB

yang ditetapkan oleh klinisi, atau

3. Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil

kultur MTB positif (PDPI., 2011).

Page 41: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

20

b) Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila :

Hasil pemeriksaan dahak negatif (sedikitnya dua hasil

pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat

EQA) tetapi hasil kultur positif (dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil

pemeriksaan dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama

pada daerah dengan prevalensi HIV > 1% atau pasien TB dengan

kehamilan ≥ 5%).

1. Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah

yang belum memiliki fasilitas kultur MTB.

2. Jika hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan

disertai salah satu dibawah ini : Hasil pemeriksaan HIV positif

atau secara laboratorium sesuai HIV, atau jika HIV negatif

(atau status HIV tidak diketahui atau prevalensi HIV rendah),

tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian antibiotik

spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti

TB seperti fluorokuinolon dan aminoglikosida) (PDPI., 2011).

c) Kasus bekas TB, apabila :

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan

gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif atau foto

serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat

Pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan

gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2

Page 42: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

21

bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran

radiologi. (PDPI., 2011).

Gambar 4. Klasifikasi TB (PDPI., 2011).

3) Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat

risiko resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan

pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT. Tipe pasien berdasarkan

riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :

a) Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan

OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA

positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun.

b) Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien

yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya

minimal selama satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau

negatif dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun (PDPI., 2011).

TB paru BTA (-)

TB Ekstraparu

TB paru TB paru BTA (+)

TB

Page 43: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

22

3. Kasus kambuh adalah pasien yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik

karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

4. Pasien lalai/putus berobat (default/lost to follow-up) adalah

pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up.

5. Pasien gagal (failure) adalah pasien TB yang pernah diobati

dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. (Kemenkes.,

2011; Kemenkes., 2014).

c) Pasien pindah (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan ke

register lain untuk melanjutkan pengobatannya (Kemenkes.,

2011).

d) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi kriteria

diatas (Kemenkes., 2011; Kemenkes., 2014; PDPI., 2011).

4) Berdasarkan status HIV

Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk

keputusan pengobatan

Page 44: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

23

Gambar 5. Klasifikasi TB berdasarkan tipe kasus (PDPI, 2011).

2.1.7. Gejala Klinis Tuberkulosis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

sesuai organ yang terlibat dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena

adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (PDPI., 2011).

1) Gejala respiratori

Batuk ≥ 2 minggu, Batuk darah,Sesak nafas,Nyeri dada. Gejala

respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang

pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus

belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak

ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang

dahak keluar (PDPI., 2011).

2) Gejala sistemik

Riwayat pengobatan sebelumny

a

Baru

Pindah

Kasus lain

TIPE Lalai

Kambuh

Gagal

Page 45: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

24

Demam , Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam,

anoreksia dan berat badan menurun (PDPI., 2011).

2.1.8. Pemeriksaan Fisik Tuberkulosis

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari

organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak

(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya

terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen

posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada saat

inspeksi dapat ditemukan tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan

mediatinum, sedangkan saat auskultasi dapat ditemukan suara nafas

bronchial yang melemah, ronki basah dan amforik (PDPI., 2011). Ronki

basah muncul karena terbentuknya sekret dan jaringan nekrotik (semakin

banyak sekret dan semakin besar bronkus tempat sekret berada, semakin

kasar suara ronki yang terdengar, sedangkan amforik timbul karena

terbentuknya kavitas pada jaringan paru biasanya disertai dengan suara

timpani pada saat perkusi kedua lapang paru (Danusantoso., 2014).

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis

Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak

merupakan metode baku emas (gold standard), namun pemeriksaan

kultur merlukan waktu lebih lama, paling cepat sekitar 6 minggu dan

mahal. Pemeriksaan 3 spesimen dahak secara mikroskopis nilainya

identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.

Page 46: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

25

Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang

paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya

dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung

kinerja penanggulangan TB, diperlukan ketersediaan laboratorium TB

dengan manajemen yang baik agar terjamin mutu laboratorium

tersebut (Kemenkes., 2011).

1) Pemeriksaan bakteriologi

a) Bahan pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis

(PDPI., 2011).

b) Cara pengumpulan bahan pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi dengan menggunakan dahak sebagai

bahan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang berupa dahak sewaktu-pagi-

sewaktu (Kemenkes., 2014). Pemeriksaan bakteriologi terbaru

sesuai dengan kemenkes 2018 pemeriksaan sputum hanya 2 kali

yaitu sputum sewaktu dan pagi hari (Kemenkes., 2018)

c) Cara pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain

(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan

lambung, BAL, urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk BJH))

dapat dilakukan dengan cara :

Page 47: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

26

1. Pemeriksaan mikroskopis MTB

Pemeriksaan mikroskopis biasa yaitu pewarnaan Ziehl-

Nielsen.

2. Pemeriksaan mirkoskopis fluoresens yaitu pewarnaan

auramin-rhodamin (PDPI., 2011).

Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan

mikroskopis dibaca dengan skala International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD). Skala IUATLD yaitu :

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.

b. Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah

kuman yang ditemukan.

c. Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).

d. Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+).

e. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+).

3. Biakan MTB

4. Uji molekular MTB

5. Uji kepekaan MTB

6. Uji serologi MTB

2) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain

sesuai indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik atau CT-scan.

Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran

bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang

Page 48: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

27

dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah : Bayangan berawan/nodular di

segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior

lobus bawah. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh

bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier.

Umumnya Efusi pleura unilateral atau bilateral tetapi jarang.

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif adalah :

Fibrotik, Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura (PDPI., 2011).

Gambaran luluh paru (destroyed lung) adalah gambaran

radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat.

Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/

multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas

lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan

aktivitas proses penyakit (PDPI., 2011).

3. Pemeriksaan Penunjang Lain

a) Analisis cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan

pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu

menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang

mendukung diagnosis TB adalah uji rivalta positif dan kesan

cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel

limfosit dominan dan glukosa rendah (PDPI, 2011).

b) Pemeriksaan histopatologi jaringan

Page 49: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

28

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah

pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya

diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan

salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta

sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi

(PDPI., 2011).

c) Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan

indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam

pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator

penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB.

Limfosit juga kurang spesifik (PDPI., 2011).

2.1.10. Diagnosis Tuberkulosis

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB

paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan

pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud

adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat molekular.

Apabila pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan

diagnosis TB paru dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil

pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto

toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Pada

Page 50: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

29

rumah sakit dengan sarana yang terbatas untuk penegakkan diagnosis

secara klinis, penegakkan diagnosis dapat dilakukan setelah pemberian

terapi antibiotika spektrum luas (non OAT dan non kuinolon) yang tidak

memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru

hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin, pemeriksaan serologis, atau

hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak selalu

memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat

menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis (Kemenkes.,

2014).

Page 51: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

30

Gambar 6 Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru (Kemenkes., 2011).

2.1.10. Pengobatan Tuberkulosis

1) Tujuan pengobatan TB (PDPI., 2011)

a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup

dan produktivitas.

Page 52: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

31

b. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek

lanjutannya

c. Mencegah kekambuhan.

d. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.

2. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya. Prinsip

pengobatan TB :

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi.

b. Diberikan dalam dosis yang tepat.

c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Minum Obat) sampai selesai pengobatan.

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup

terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan (intensif) untuk

mencegah kekambuhan (Kemenkes., 2014).

3. Tahapan pengobatan TB

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal

dan tahap lanjutan dengan maksud :

a) Tahap awal (fase intensif)

Pengobatan pada tahap ini diberikan setiap hari dengan

tujuan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada

dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian

kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien

Page 53: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

32

mendapatkan pengobatan. Pengobatan pada tahap awal pada

semua pasien baru harus diberikan selama 2 bulan.

b) Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting

untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh

khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan

mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes., 2014).

4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a) Jenis obat lini pertama adalah :

INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin.

b) Jenis obat lini kedua adalah :

Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin, Kuinolon, Sikloserin,

Etionamid/Protionamid, Para-Amino Salisilat (PAS), Obat-

obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid, Amoksisilin +

Asam Klavulanat, Linezolid, Clofazimin) (PDPI., 2011).

Obat Anti Tuberkulosis lini kedua hanya digunakan untuk

kasus resistensi obat, terutama TB multidrug resistant (MDR).

Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS

belum tersedia di pasaran Indonesia tetapi sudah digunakan pada

pusat pengobatan TB-MDR (PDPI., 2011).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terdiri dari dua kemasan yaitu:

Page 54: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

33

a. Obat tunggal yaitu obat yang disajikan secara terpisah,

masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol dan

streptomisin.

b. Obat Kombinasi Dosis Tetap/KDT (Fixed Dose

Combination/FDC) adalah obat dengan kombinasi dosis tetap

yang terdiri dari 2 – 4 obat dalam satu tablet (PDPI., 2011).

Tabel 2.1. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat Dosis (mg/

kgBB/ hari)

Dosis yang dianjurkan Dosis maks/

hari (mg)

Dosis (mg)/berat badan

(kg)/hari

Harian (mg/

kgBB/ hari)

Intermitten (mg/kgBB/hari)

<40 40 – 60

>60

R 8 – 12 10 10 600 300 450 600

H 4 – 6 5 10 300 300 300 300

Z 20 – 30 25 35 750 1000 1500

E 15 – 20 15 30 750 1000 1500

S* 15 – 18 15 15 1000 Sesuai

BB

750 1000

*pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500

mg perhari Sumber: (PDPI, 2011)

c. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Paduan yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia (sesuai dengan

rekomendasi WHO dan ISTC) yang terdiri dari 2 kategori, yaitu

a) Kategori 1 (2RHZE/4H3R3)

Paduan OAT kategori ini diberikan untuk pasien baru :

Page 55: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

34

1. Pasien TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis

2. Pasien TB paru terdiagnosis klinis

3. Pasien TB ekstra paru (Kemenkes., 2014).

Tabel 2.2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1

Berat Badan

Tahap Intensif

(setiap hari selama 56

hari)

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

(3 kali seminggu

selama 16 minggu)

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Sumber: (Kemenkes, 2014)

4. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3)

Paduan OAT kategori ini diberikan untuk pasien BTA positif

yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) :

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal pada pengobatan dengan OAT kategori 1

sebelumnya

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat

(Kemenkes., 2014).

Page 56: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

35

Tabel 2.3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensif (setiap hari)

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E

(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg

2 tab 4 KDT + 500 mg Streptomisin

inj. 2 tab 4 KDT

2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol

38 – 54 kg

3 tab 4 KDT + 750 mg Streptomisin

inj. 3 tab 4 KDT

3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol

55 – 70 kg

4 tab 4 KDT + 1000 mg

Streptomisin inj. 4 tab 4 KDT

4 tab 2 KDT + 4 tab Etambutol

≥ 71 kg

5 tab 4 KDT + 1000 mg

Streptomisin inj. 5 tab 4 KDT

5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol

Sumber: (Kemenkes, 2014)

d. Efek samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek

samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan (PDPI.,

2011).

e. Terapi pembedahan

Indikasi mutlak dilakukannya terapi pembedahan/operasi

pada pasien TB paru adalah:

1. Pasien batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan

cara konservatif.

2. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak

dapat diatasi secara konservatif.

Page 57: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

36

Indikasi relatif dilakukannya terapi pembedahan/operasi pada

pasien TB paru adalah :

a. Pasien dengan dahak negatif tetapi mengalami batuk darah

berulang.

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan disertai keluhan.

c. Sisa kavitas yang menetap (PDPI., 2011).

2.1.11. Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi dan

efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

1) Evaluasi klinis

a. Pasien dievaluasi secara periodik.

b. Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek

samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.

c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan dan

pemeriksaan fisis (PDPI., 2011).

2) Evaluasi bakteriologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)

a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.

b. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan

uji kepekaan.

c. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu

pada saat sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan

pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan

(PDPI., 2011).

Page 58: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

37

3) Evaluasi radiologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)

a. Sebelum pengobatan.

b. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga

dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan

pengobatan).

c. Pada akhir pengobatan (PDPI., 2011)

4) Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap

dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi

adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila

ada gejala) (PDPI., 2011).

2.1.13. Pencatatan dan Pelaporan Tuberkulosis

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi program TB paru,

diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan

dengan baik dan benar dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk

diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk

dimanfaatkan sebagai dasar perbaikan program. Data yang dikumpulkan

harus memenuhi standar yang meliputi:

1. Lengkap, tepat waktu dan akurat.

2. Data sesuai dengan indikator program.

Page 59: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

38

3. Jenis, sifat, format, basis data yang dapat dengan mudah

diintegrasikan dengan sistem informasi kesehatan yang generic

(Kemenkes., 2014).

Dasar untuk program pengendalian TB diperoleh dari sistem

pencatatan dan pelaporan TB. Pencatatan menggunakan formulir standar

secara manual didukung dengan sistem informasi secara elektronik,

sedangkan pelaporan TB menggunakan sistem informasi eleketronik.

Penerapan sistem informasi TB secara elektronik disemua fasilitas

kesehatan dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan

ketersediaan sumber daya di wilayah tersebut. Sistem pencatatan dan

pelaporan TB secara elektronik menggunakan Sistem Informasi TB

Terpadu yang berbasis web dan terintegrasi dengan sistem informasi

kesehatan secara nasional (Kemenkes., 2014). Dinas kesehatan Kab/Kota

menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan : Register TB Kab/Kota

(TB.03). Laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB (TB.07).

Laporan triwulan hasil pengobatan (TB.08). Laporan triwulan hasil konversi

dahak akhir tahap intensif (TB.11). Formulir pemeriksaan sediaan untuk uji

silang dan analisis hasil uji silang kabupaten (TB.12) dan Laporan OAT

(TB.13).

Dinas kesehatan Provinsi menggunakan formulir pelaporan sebagai

berikut :Rekapitulasi penemuan dan pengobatan pasien TB per Kab/Kota.

Rekapitulasi hasil pengobatan per Kab/Kota. Rekapitulasi hasil pengobatan

gabungan TB dan TB resistan obat di tingkat Provinsi. Rekapitulasi hasil

Page 60: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

39

konversi dahak per Kab/Kota.Rekapitulasi analisis hasil uji silang provinsi

per Kab/Kota.Rekapitulasi laporan OAT per Kab/Kota.Rekapitulasi data

situasi public-private mix (PPM) dalam pelayanan TB (Kemenkes., 2014).

2.2. Tuberkulosis Laten (ITBL)

2.2.1 Definisi Infeksi TB Laten (ITBL)

Infeksi tuberkulosis Laten adalah suatu kondisi adanya infeksi MTB

tanpa adanya tanda dan gejala klinik serta tidak dapat menularkan kepada

orang lain. Hasil foto toraks paru normal dan hasil uji imunologik seperti tes

uji tuberkulin atau interferon Gamma Release Assay (IGRA) positif..Tidak

ada gejala dan tanda Klinis TB aktif di paru maupun ekstraparu

(PDPI.,2016; CDC., 2013; WHO., 2015).

Setelah terpapar MTB diperkirakan 30% dari individu akan

berkembang menjadi ITBL berdasarkan diagnosis tes kulit tuberkulin

(tuberculin skin test/TST) positif. Lima sampai 10% dari orang sehat

dengan TST positif akan berkembang dari ITBL menjadi TB aktif (reaktivasi)

(Kahwati L C et al., 2016).

2.2.2. Diagnosis Infeksi TB Laten (ITBL)

Pada infeksi TB laten tidak didapatkan adanya gejala sehingga

Diagnosis ITBL dilakukan melalui tes kulit tuberkulin atau IGRA. Sebagai

penanda infeksi TB dilakukan pemeriksaan imunologis pada individu ITBL

karena pada kondisi tersebut terjadi induksi imun respons seluler Th-1 yang

cukup kuat dan merupakan penanda(marker) yang sensitif terhadap bakteri

Page 61: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

40

tuberkulosis yang dorman (CDC., 2013; WHO., 2015). Saat ini

pemeriksaan imunologi untuk ITBL ada 2 cara yaitu pemeriksaan “in vivo”

berupa uji tuberkulin dan pemeriksaan “ex vivo” yaitu IGRA (PDPI., 2016).

Diagnosis ITBL juga harus dilakukan untuk menyingkirkan tidak

terdapatnya gambaran TB aktif melalui anamnesis, riwayat pengobatan,

foto thorax, pemeriksaan fisik dan pada kondisi tertentu sputum

mikrobiologi, selain TST atau IGRA. Untuk penegakan Diagnosis ITBL baik

IGRA maupun uji tuberkulin memiliki kemampuan yang sama tetapi tidak

untuk diagnosis TB aktif (PDPI., 2016).

Tabel 2.4. Perbedaan TB aktif dan ITBL (WHO ., 2015)

TB Aktif Infeksi TB Laten

1. Memiliki gejala sakit yaitu

demam, batuk, nyari dada,

berat badan menurun, keringat

malam, hemoptisis,lemah dan

nafsu makan menurun

Tidak ada gejala

2. Merasa sakit Tidak merasa sakit

3. Tes Tuberkulin atau IGRA

positif

Tes tuberkulin atau IGRA positif

4. Dapat menular Tidak menular

5. Foto thoraks abnormal tetapi

bisa normal pada orang

imunokompromis atau TB

ekstraparu

Foto thoraks normal

6. Hasil pemeriksaan Mikrobiologi

dapat positif atau negatif,

termasuk TB ekstraparu

Hasil pemeriksaan mikrobiologi

(BTA, kultur dan gene Xpert)

negatif

7. Perlu pengobatan sesuai

standar terapi TB

Perlu terapi pencegahan pada

kondisi tertentu

Page 62: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

41

2.2.3. Pemeriksaan Infeksi TB Laten (ITBL)

Untuk penegakan diagnosis ITBL dapat dilakukan tes tuberkulin

dan IGRA, yang mempunyai kemampuan yang sama (CDC., 2013).

2.2.3.1. Tes Tuberkulin

Merupakan pengukuran Imunitas seluler delayed type

hipersensitifity (DTH) terhadap purified protein derevative (PPD)

tuberkulin, yang merupakan antigen berbagai mikobacteria

termasuk MTB, BCG MTB, BCG M bovis dan berbagai

mikobakteria di lingkungan. Reaksi DTH ini terjadi 2-3 minggu

setelah seseorang terinfeksi bakteri TB. Pengukuran reaksi pada

manusia dilakukan dengan mengukur diameter indurasi yang

terjadi pada kulit 48-72 jam setelah penyuntikan antigen (PDPI.,

2016).

Tes tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan

tuberkuloprotein 0.1 mL PPD 5 TU, secara intradermal

menggunakan jarum yang kecil pada daerah volar lengan bawah

(PDPI.,2016). Prosedur tindakan tes tuberkulin :

1. Bersihkan sepertiga tengah sisi volar lengan bawah

menggunakan akuabides steril, kemudian keringkan dengan

menggunakan kasa steril.

2. Suntukkan 0,1 mL PPD 5 TU secara intradermal dari arah

distal sampai terjadi benjolan dengan diameter ± 5 mm

Page 63: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

42

kemudian buat tanda melingkari benjolan tersebut

menggunakan spidol tahan air

3. Bekas suntikan jangan ditekan atau diusap dengan kapas

alkohol atau kasa steril

4. Baca Indurasi yang terjadi setelah 48-72 jam dengan

mengukur diameter transversal dan lihat terjadi bula atau

tidak. Tes tuberkulin positif bila terjadi bula atau vesikel atau

terjadi konversi.

Tabel 2.5. Interpretasi Tes Tuberkulin (PDPI.,2016)

Hasil Uji Tuberkulin positif Kelompok Pasien

Indurasi > 5 mm Pasien HIV

Kontak dengan TB aktif yang infeksius (BTA positif) dalam waktu dekat

Pasien dengan gambaran fibrotik pada foto toraks disertai riwayat TB sebelumnya

Pasien dengan Transpalantasi organ dan pasien dengan gangguan sistem imun

Indurasi > 10 mm Pasien dari negara endemik TB dalam 5 tahun terakhir

Pengguna narkoba suntik

Individu atau pekerja ditempat dengan kepadatan tinggi (RS,Penjara,rumah singgah,panti)

Pekerja Laboratorium Mikrobiologi

Pasien dengan risiko tinggi menjadi TB aktif (DM, malnutrisi)

Anaka yang kontak dengan individu berisiko TB

Indurasi > 15 mm Individu dengan risiko rendah terinfeksi TB (untuk skrining atau syarat masuk sekolah atau bekerja)

Page 64: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

43

2.2.3.2. Interferon-Gamma Release Assays (IGRA)

Interferon Gamma Release Assay adalah pemeriksaan

laboratorium diagnostik in vitro dengan cara enzyme-linked immunosorbent

assay (ELISA) yang mengukur reaksi pembentukan interferon-γ dalam

darah pasien dikaitkan dengan infeksi kuman MTB. Dilakukan untuk

menentukan ITBL dengan mengukur respons imun seluler terhadap antigen

spesifik MTB dalam darah. Termasuk early secretory antigenic target-6

(ESAT-6), culture filtrate protein 10 (CFP-10), dan antigen TB7.7. Saat ini

terdapat 2 jenis pemeriksaan IGRA yang terdapat dipasaran yaitu

QuantiFERON-TB Gold In-Tube assay (QFT-GIT) dan T-SPOT-TB .

(ECDC Guidance.,2011). Hasil pemeriksaan IGRA adalah berdasarkan

jumlah IFN ɣ yang dikeluarkan.

Cara Pemeriksaan QFT- GIT (brosur QFT.,2014) :

a. Siapkan 3 tabung darah yaitu tabung Nil, tabung TB Antigen, dan

tabung Mitogen. Tabung TB Antigen berisikan campuran cocktail

peptida yang menyerupai protein-protein ESAT-6, CFP-10, dan

TB7.7 (p4) untuk merangsang sel limfosit T yang memproduksi IFN

ɣ dalam darah heparin tersebut.

b. Tabung-tabung tersebut kemudian segera diinkubasi pada suhu

37 oC dalam jangka waktu 16 jam sejak pengambilan. Inkubasi

selama 16-24 jam, lalu plasma dipisahkan dengan cara pemusingan

(centrifuge). Tabung Mitogen menjadi kontrol positif dan juga untuk

mengetahui apakah prosedur penanganan spesimen darah serta

Page 65: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

44

inkubasi sudah benar. Plasma diperiksa dengan cara ELISA

terhadap kadar interferon-γ (IFN-γ) yang dikaitkan dengan infeksi

MTB.

Interpretasi hasil QFT :

Pemeriksaan IGRA menggunakan purified antigens M. Tuberculosis

untuk menstimulasi limfosit darah perifer memproduksi IFN-γ. Interpretasi

pemeriksaan IGRA Quantiferon (QFT) berdasarkan jumlah IFN-γ yang

dikeluarkan menggunakan ELISA. Pada T-SPOT TB dengan menghitung

jumlah sel yang mengeluarkan IFN-γ menggunakan ELISPOT

(PDPI., 2016).

Uji dianggap positif bila kadar IFN-γ yang terbentuk pada tabung TB

Antigen lebih banyak secara bermakna (dalam IU/mL) daripada tabung Nil.

Tabung Mitogen dapat dipakai sebagai kontrol positif. Bila responss rendah

terhadap Mitogen dan hasil tabung TB Antigen juga negatif maka

dinyatakan sebagai indeterminate. Ini dapat dijumpai pada keadaan

limfosit sedikit, keaktifan limfosit rendah karena penanganan spesimen

yang kurang baik. Tabung kosong dipakai untuk menilai latar belakang

(background), pengaruh antibodi heterofil, atau IFN-γ tidak spesifik dalam

darah. Hasil positif menunjukkan amat mungkin ada infeksi TB (baik TBC

aktif maupun LTBI). Hasil negatif menunjukkan tidak sesuai dengan infeksi

TB dan Hasil indeterminate memerlukan penilaian lebih lanjut atau uji

ulangan (Brosur QFT., 2014).

Page 66: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

45

Laboratorium harus melaporkan kedua data kuantitatif (berupa angka

meliputi antigenrespons antigen, nil dan mitogen) dan kualitatif (berupa

positif, negatif dan intermediate atau boderline (PDPI., 2016).

2.2.4. Kelompok risiko infeksi TB laten

Terdapat kelompok orang yang berisiko untuk menjadi ITBL,

kelompok tersebut adalah mereka yang berhubungan erat dengan

penderita TB aktif atau tersangka TB, berada pada tempat berisiko

tinggi untuk tertular TB seperti lembaga pemasyarakatan,

penampungan tunawisma, bangsal perawatan jangka panjang untuk

penderita TB. Kelompok risiko tinggi yang lain adalah bayi, anak-

anak dan dewasa muda yang terpajan atau terpapar orang dewasa

yang berisiko tinggi terinfeksi TB aktif (CDC., 2010; PDPI., 2016).

2.2.5. Kelompok risiko tinggi TB laten menjadi TB aktif

Proses reaktivasi ITBL menjadi Tb aktif membutuhkan keadaan

bakteri M.tb tidak berada dalam fase dorman. Ada beberapa sebab yang

dapat memicu proses reaktivasi ini. Keadaan tersebut antara lain (PDPI.,

2016; WHO., 2015)

1. Infeksi HIV

2. Bayi dan anak usia < 5 tahun

3. Pasien yang mendapat pengobatan immunoterapi misal Tumor

Necrosis Faktor-alfa (TNF α) antagonis, kortokosteroid sistemik,

terapi immunosupresi pada transplantasi organ

Page 67: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

46

4. Individu dengan riwayat terinfeksi tuberkulosis pada 2 tahun

terakhir

5. Individu tidak pernah mendapatkan pengobatan TB tetapi pada

foto thorax ada fibrotik

6. Pasien diabetes mellitus, silikosis, gagal ginjal kronik,

leukemia,limfoma atau kanker kepala, leher atau paru

7. Pasien yang telah dilakukan operasi gastrektomi atau by pass

usus halus

8. Individu yang berat badannya < 90% berat ideal

9. Tuna wisma, perokok, peminum alkohol atau penyalah gunaan

obat

10. Warga binaan lembaga pemasyarakatan

11. Petugas dan tenaga medis

2.3. Sistem Imunitas Tubuh pada Infeksi

Tubuh manusia mengembangkan mekanisme yang cukup canggih

untuk menghadapi patogen yang memiliki potensi invasi ke dalam tubuh.

Mekanisme tersebut merupakan bentuk dasar dari pertahanan alami,

sistem kekebalan alami (nonspesifik) adalah pertahanan lini pertama tubuh

terhadap infeksi yang diaktifkan bila patogen masuk ke dalam tubuh

manusia melewati barier pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi tubuh.

Patogen yang dimaksud termasuk endotoksin lipopolysaccharida (LPS),

peptidoglycan (PG), lipoteichoic acid (LTA), flagelin, mannan, Zymosan dan

Page 68: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

47

RNA virus. Sistim kekebalan yang didapat (spesifik) akan membantu sistim

kekebalan alami melalui aktivitas sel limfosit. Limfosit T bersifat seluler dan

limfosit B bersifat humoral.

2.3.1. Respons imun terhadap infeksi Mycobakterium tuberculosis

Respons imun terhadap infeksi tuberkulosis ada 2 macam yaitu

respons imun seluler (sel T dan makrofag yang teraktivasi) bersama

sejumlah sitokin dan respons imun humoral (antibodi-mediated). Respons

imun seluler memegang peranan utama sebagai pertahanan tubuh

terhadap infeksi tuberkulosis, sedangkan respons imun humoral tidak

bersifat protektif (Bothamley G.H., 1995). Tuberkulosis merupakan penyakit

yang unik respons seluler baru terdeteksi cukup lama setelah 2-12 minggu

setelah infeksi (Fogel N., 2015).

Saat MTB masuk ke paru-paru melalui inhalasi aerosol droplet nuclei

yang selanjutnya akan berinteraksi dengan berbagai reseptor termasuk

pattern recognition receptors seperti toll-like receptors (TLR), complement

receptor, mannose receptor, scavenger receptor. DC-specific intercellular-

adhesion-molecule-3-grabbing non-integrin, pada permukaan makrofag

dan sel dendritik. Reseptor ini mengenali komponen MTB seperti

lipoprotein, CpG-containing DNA, mannose-capped lipoarabinomannan

dan phosphatidylinositol mannoside. Protein D surfaktan paru berikatan

dengan lipoarabinomannan permukaan MTB dan menghambat

pertumbuhan intraselular dari MTB dengan peningkatan fusi fagosom-

lisosom. Selain itu, ikatan cytosolic nucleotide dan oligomerisasi reseptor

Page 69: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

48

seperti NOD2 yang mengenali muramyl peptide dan juga C-type lectin

dectin-1 yang berinteraksi dengan MTB bekerja sama dengan TLR-2 untuk

mengaktiviasi NF-kB dan aktivasi jalur vitamin D (Dheda K et al., 2010).

Aktivasi dari jalur TLRs - NFkB mempromosikan translokasi nukleus

NF-kB dan aktivasi jalur vitamin D yang menyebabkan :

1. Aktivasi NF-kB menyebabkan produksi dan sekresi dari berbagai

mediator proinflamasi termasuk sitokin TNF-α, IL-1. IL-12. IL-18 dan

kemokin yang akan mengundang neutrofil, sel NK, sel T, sel

dendritik, dan makrosfag ke lokasi infeksi

2. Aktivasi TLR juga melakukan upregulasi ekspresi reseptor vitamin D

(VDR) yang selanjutnya menyebabkan induksi dari peptida

antimicrobial cathelicidin dan beta-defensin untuk membunuh

mycobacteria intraselular (Dheda K et al., 2010).

Interferon-γ yang disekresikan dari sel T yang teraktivasi dan sel NK

memiliki kemampuan untuk aktivasi makrofag dan mempromosikan

pembunuhan bakteri dengan cara melakukan maturasi fagosomal dan

produksi intermediate nitrogen antimicrobial reaktive dan intermediate

oksigen reaktive. Studi terkini juga menemukan bahwa IFN-γ dan jalur

sinyal TLR menginduksi autofagi pada makrofag yang akan meningkatkan

kemampuan lisosom. Sitokin Th1 IFN-γ memfasilitasi fusi fagosom-lisosom

(autofagi) melalui jalur sinyal sel IRGm1 (LRG-47) dan PI3K dimana sitokin

Th2, IL-4 dan IL-13 memfasilitasi autofagi daan autofagi yang memediasi

pembunuhan MTB. Selain IFN-γ, TNF-α juga berperan dalam membunuh

Page 70: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

49

MTB intraselular melalui intermediate nitrogen reaktif bersamaan dengan

IFN-γ dan terlibat dalam pembentukan granuloma. TNF dibutuhkan untuk

mengontrol infeksi laten tuberkulosis sebagai antibodi anti-TNF infliximab

yang meningkatkan risiko aktivasi infeksi TB laten melalui neutralisasi

langsung TNF dan juga deplesi subset granulysin-expressing CD45RA+

dari sel T CD8+ memori efektor yang berkontribusi dalam membunuh MTB

intraselular (Dheda K et al., 2010).

Peran neutrofil dalam pertahanan host melawan MTB masih

kontroversial. Polymorphonuclear neutrophils (PMN) merupakan sel

pertama yang direkrut ke lokasi masuknya mikroba dan mengekspresikan

sejumlah reseptor dan molekul efektor pada makrofag. Sebagian besar

percobaan pada PMN manusia menyebutkan bahwa PMN dapat teraktivasi

dalam responss terhadap MTB dan memiliki kemampuan untuk membatasi

pertumbuhan mikobakterial secara in vitro. Sebagai contoh, PMN

memproduksi human neutrophil peptides 1–3 dan cathelicidin LL-7 dan

lipocalin 2 yang memiliki kemampan untuk membatasi pertumbuhan MTB.

Selanjutnya PMN akan mengaktivasi makrofag melalui pelepasan protein

granulasi dan heat shock protein 72 dari neutrofil apoptotic (Dheda K et al.,

2010).

Page 71: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

50

Gambar 2.7. Imunitas innate terhadap infeksi tuberculosis.

Mycobacterium tuberculosis difagosit oleh makrofag dan sel dendritik

melalui reseptor-terikat membran seperti CR3, reseptor scavenger, MMR,

TLR, NOD2 dan DC-SIGN. Hal ini menyebabkan aktivasi dari jalur pesinyal

makrofag (NF-kB), yang menyebabkan sekresi dari sitokin pro-inflamatorik,

kemokin, molekul antimikrobial, dan aktivasi VDR yang mana menginduksi

ekspresi dari peptide antimikrobial cathelicidin dan β-defensin. Selain itu,

induksi autofagi memediasi aktivitas antimikrobial. Sel PMN mengenali dan

memakan M.tuberculosis dan mensekresikan peptida antimikrobial untuk

membunuh bakteri. Sel NK, sel T γδ dan sel CD1-restricted juga diaktivasi

oleh ligan spesifik dan sitokin, menghasilkan faktor sitotoksik dan

mensekresikan IFN-γ yang mengaktivasi makrofag. CR3 : reseptor

komplemen 3; DC-SIGN : sel dendritik-intraselular spesifik-molekul-adesi-

3-grabbing-non-integrin; INF : interferon; MMR : macrophage mannose

receptor ; NK : natural killer ; PMN : polymorphonuclear neutrophils; TLR :

toll-like receptors; TNF : tumour necrosis factor ; VDR : vitamin D receptor

(Dheda K et al. 2010).

Page 72: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

51

2.4. High Mobility Group Box 1 (HMGB 1)

2.4.1. Definisi HMGB 1

High Mobility Group Box 1 (HMGB1) merupakan protein pengikat

DNA nuklear. HMGB1 merupakan salah satu Danger Associated Molecular

Patterns (DAMPSs) yang mengaktivasi sistem imun bawaan dan bagian

dari keluarga High Mobility Group (Kang R et al., 2014).

2.4.2. Struktur HMGB 1

Gen HMGB1 manusia terletak di kromosom 13q12 dan enam lokus

polimorfik di seluruh lokus gen yang diidentifikasi baru-baru ini (Chen Q et

al., 2016). Protein HMGB1 mempunyai berat molekul 25--30 kDa terdiri dari

dua domain DNA-binding homolog yaitu kotak A dan kotak B, masing-

masing terdiri dari sekitar 80 residu asam amino dan ujung C terminal asam

bermuatan negatif yang terdiri dari sekitar 30 residu asam aspartat dan

glutamat. Struktur HMGB1 pada Gambar 2.8 memperlihatkan protein

HMGB1 terdiri dari 215 asam amino dalam tiga domain struktural: kotak A

(1--79), kotak B (89--162), dan ujung C terminal asam (186--215). Fungsi

Kotak A adalah pengikatan DNA dan menginduksi efek anti-inflamasi,

sedangkan domain kotak B memainkan peran penting dalam pengiktan

DNA dan merangsang respons proinflamasi. Domain kotak B terdiri dari dua

tempat pengikatan penting untuk TLR4 dan RAGE yang memediasi

pelepasan sitokin proinflamasi. Secara khusus, 20 asam amino tempat

mengikat TLR4 (89--108) adalah urutan minimal yang diperlukan untuk

Page 73: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

52

menginduksi aktivitas sitokin. Dua wilayah peptida (1--15, 80--96) dari

HMGB1 mengikat LPS dan LPA (Lee SA et al., 2014).

Domain Box A dari HMGB1 berperan dalam pengikatan HMGB 1

dengan DNA yang rusak dan bertindak sebagai antagonis spesifik

HMGB 1, menunjukkan efek antiinflamasi. Hal ini juga terlihat pada domain

pengikatan heparin dan tempat pemecahan yang dimediasi thrombin. Disisi

lain, domain box B berhubungan dengan aktivitas sitokin pada sepanjang

lengan HMGB 1 yang distimulasi oleh pelepasan Tumor necrosis factor α

(TNF α) dan berbagai sitokin proinflamasi dalam makrofag, selain perannya

dalam pengikatan DNA. Terdapat dua tempat pengikatan penting yaitu Toll

like receptor4 (TLR4) (89 - -108) dan Receptor for advanced glycalation end

products (RAGE) (105 - -183) yang krusial dalam aktivasi pelepasan sitokin

oleh makrofag, dimana 20 residu pertama mewakili jumlah minimum

peptida yang diperlukan untuk menginduksi respons inflamasi (Lee SA.,

2014).

Gambar 8. Struktur HMGB 1 (Lee SA.,2014)

Page 74: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

53

2.4.3. Fisiologi dan Peranan HMGB 1

HMGB1 merupakan bagian dari keluarga HMG. Beberapa Keluarga

HMG diantaranya adalah HMGA, HMGN, dan HMGBs. HMGB1 termasuk

pada kelompok HMGB yang paling banyak diespresikan (Kang R et al.,

2014).

Peran HMGB1 ada tiga bentuk nuklear, sitosol/sitoplasma dan

ekstraseluler. Bentuk HMGB1 nuklear memiliki peran pada banyak

kegiatan DNA, yaitu replikasi, perbaikan, rekombinasi, trankripsi DNA serta

stabilitas genomic (Kang R et al., 2014). Dalam sitoplasma, HMGB1

mengambil bagian dalam mengatur autophagy dan menjaga keseimbangan

antara autophagy dan apoptosis (Tang D et al., 2010). Selain itu HMGB 1

juga mempromosikan proses autofagi melalui jalur degradasi lisosom.

Dalam beberapa kasus HMGB 1 yang berada di membran sel berkontribusi

pada aktivasi trombosit dan adesi sel (Yu Y et al., 2015).

High Mobility Group Box 1 ekstraseluler memiliki peranan pada

proses inflamasi, imunitas, pertumbuhan sel, proliferasi dan kematian sel.

Fungsi HMGB 1 ekstraseluler untuk aktivasi sitokin dan kemokin, dimediasi

oleh RAGE dan toll like receptors seperti TLR2, TLR 4 dan TLR 9, untuk

mengaktivasi jalur signaling akhir seperti nuclear factor kappa β (NFκβ),

interferon regulatory factor-3 (IRF 3) dan phosphatidylinositol 3-kinase yang

kemudian mengaktivasi pengeluaran sitokin proinflamasi Tumour necrosis

factor α (TNF α), interleukin 1 (IL 1) dan interleukin 6 (IL 6) oleh makrofag

(Yu Y et al., 2015).

Page 75: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

54

Translokasi HMGB1 ke lingkungan ekstraseluler melalui dua

mekanisme sekresi: sekresi aktif oleh sel inflamasi atau sekresi pasif oleh

sel nekrotik atau apoptosis. Secara aktif HMGB1 dalam nukleus disekresi

ketika sel-sel imunokompeten diaktifkan oleh stimulus inflamasi dan

mengalami modifikasi paska-translasi seperti asetilasi, fosforilasi, metilasi,

dan perubahan redoks. Sekresi pasif HMGB1 dimediasi oleh kematian sel

nekrotik dan apoptosis yang disebabkan oleh cedera, salah satunya akibat

infeksi MTB. Sekresi HMGB1 memicu responss inflamasi dalam tubuh.

Aktivitas inflamasi akibat sekresi HMGB1 ekstraseluler tergantung pada

keadaan redoksnya. Bentuk HMGB1 terdiri dari tiga residu sistein yaitu

C23, C45 dan C106 yang dimodifikasi selama perubahan redoks pada

Gambar 2.9. Bentuk HMGB1 tereduksi pada semua kelompok tiol

mendefinisikan aktivitas kemokin dari HMGB1, sedangkan bentuk disulfida

HMGB1 pada C23 dan C45, membentuk ikatan disulfida antarmolekul,

menginduksi aktivitas sitokin. Bentuk teroksidasi penuh dari HMGB1

dengan sistein bentuk sufonat berfungsi sebagai imunitas tubuh dalam sel

(Lee SA., 2014).

Page 76: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

55

Gambar 9. Mekanisme sekresi dan peranan HMGB1 (Lee SA.,2014)

Interaksi HMGB1 dengan transduksi signal selular RAGE, TLR2,

TLR4, dan TLR 9 melalui jalur umum yang selanjutnya akan mengaktivasi

NF- κβ pada gambar 2.10.. Interaksi HMGB1 dengan LPS, LTA, dan CpG

meningkatkan signal yang dimediasi TLR4, TLR2, dan TLR9 dan mengarah

ke signal akhir aktivasi NF-κβ dan produksi sitokin proinflamasi.

Diaktifkannya NF- κβ akan melepaskan lκβ, kemudian akan bertranslokasi

ke nukleus dan berikatan dengan DNA dalam bentuk bentuk heterodimer

p65 / p50. Interaksi HMGB1 dengan CXCL12, yang mengikat CXCR4 akan

menginduksi kemotaksis dan perekrutan sel inflamasi (Lee S. A.,2014).

Page 77: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

56

Gambar 10. Reseptor HMGB1 dan pengaktifan jalur tranduksi signal (Lee S. A., 2014)

2.4.4. Peran pro-inflamatorik HMGB1

Interaksi HMGB1 dengan molekul lainnya (contoh LPS bakterial)

atau berikatan ke reseptor untuk mengaktivasi berbagai gen

proinflamatorik. HMGB1 dihasilkan oleh sel hidup maupun sel mati pada

berbagai jaringan. Sekresi HMGB1 ke lingkungan ekstraselular dari sel

nekrotik maupun makrofag yang teraktivasi, akan menginduksi berbagai

sitokin proinflamatorik termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin

Page 78: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

57

(IL)-1α, IL-1β, IL-6, IL-8, macrophage inflammatory protein (MIP)-1α, dan

MIP-1β, yang akan mempromosikan terjadinya proses inflamasi kronik.

Sekresi HMGB1 disebut juga mediator fase lambat dari inflamasi yang

diinduksi oleh sitokin proinflamatorik dini dan memicu efek imunosupresif

dan patologikal yang mengikuti pengeluaran sitokin selanjutnya seperti

TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, and IL-8 selama infeksi (Kim SY et al., 2017).

Peran proinflamatorik yang kuat dari HMGB1 ditunjukkan pada

penyakit autoimun, trauma, sepsis, pneumonia bakterialis dan kondisi

patologis termasuk aterosklerosis, arthritis, cedera paru akut seperti infeksi

TB. Studi ilmiah menunjukkan bahwa kadar serum HMGB1 mengalami

peningkatan pada pasien dengan tuberkulosis (TB). Sekresi HMGB1 yang

oleh makrofag paru merupakan mediator inflamatorik yang penting dan

terlibat dalam sekresi sitokin proinflamatorik dan pengeluaran Nitric Oxide

(NO) selama TB paru. Sebagai tambahan terhadap pelepasan sitokin

inflamatorik contohnya TNF-α, HMGB1 akan mengaktivasi fungsi sel imun

dan menginduksi maturasi sel tersebut seperti monosit dan sel dendritik

myeloid/plasmacytoid (Kim SY et al., 2017).

Selama awal infeksi, makrofag yang teraktivasi akan memproduksi NO

yang akan menghasilkan lingkungan oksidasi tinggi. Produksi NO oleh

makrofag yang teraktivasi akan mengoksidasi HMGB1 dan secara temporer

menekan inflamasi yang berlebih dan menurunkan imunitas protektif.

Selanjutnya, lingkungan oksidatif mengalami penurunan yang diakibatkan

oleh melemahnya aktivasi makrofag, produksi NO yang menurun dan

Page 79: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

58

penurunan apoptosis makrofag, menyebabkan penurunan produksi

HMGB1 (Kim SY et al., 2017).

2.4.5. Peran HMGB1 pada infeksi dan cedera

Pelepasan HMGB1 terjadi selama infeksi atau cedera dengan

mekanisme aktif dan pasif. Pengeluaran pasif diinisiasi oleh adanya

kerusakan pada integritas selular yang terjadi secara

langsung.Pengeluaran aktif dinisiasi oleh transduksi sinyal selular melalui

interaksi reseptor membrane plasma dengan produk ekstraselular yang

terjadi lebih lambat. Sekresi aktif dari HMGB1 terjadi ketika monosit,

makrofag, sel Natural-killer, sel dendritik, sel endothelial, platelet, dan sel

komponen imunologis lainnya yang terpajan microbe associated molecular

patterns (MAMPs), pathogen-associated molecular patterns (PAMPs), dan

mediator inflamasi yang berasal secara endogen termasuk TNF, IL-1 dan

INF-γ (Anderson U et al., 2011). Sebagai salah satu mediator proinflamasi

responss lambat HMGB1 disekresi oleh makrofag 20 jam setelah aktivasi

oleh LPS dari bakteri (Wang et al.,1999).

Sel lainnya yang dapat menstimulasi pelepasan HMGB1 secara aktif

termasuk neurons, astrosit, sel eritroleukemia, sel neuroblastoma, dan sel

tumor lainnya. Sebagian besar sel termasuk monosit dan makrofag dapat

mengekspresikan protein HMGB1 dan mRNA HMGB1 pada kondisi basal.

Akibat aktivasi makrofag oleh LPS, kadar mRNA HMGB1 akan meningkat

dalam beberapa jam dan akan tetap terus meningkat selama 24 hingga 48

jam. Sekresi aktif HMGB1 ke ekstraselular dimulai 8 – 12 jam setelah ligasi

Page 80: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

59

dengan TLRs dan terus meningkat selama 18-36 jam (Anderson U et al.,

2011).

Pelepasan HMGB1 yang terjadi selama kematian sel terprogram

berasal dari paling tidak 2 sumber : 1) Secara langsung dari sel apoptotik

dan 2) Oleh monosit yang teraktivasi untuk mensekresikan HMGB1

mengikuti pajanan terhadap sel apoptotik. Bukti terakhir menunjukkan

bahwa sel yang mengalami apoptosis dapat menghasilkan sejumlah

HMGB1 yang immunodetectable namun secara imunologikal bersifat

inaktif, oleh karena itu makrofag yang berkaitan akan gagal menstimulasi

pengeluaran TNF dibandingkan dengan saat terjadinya pengeluaran

HMGB1 secara pasif selama nekrosis sel. Hal ini disebabkan adanya

Reactive Oxygen Species (ROS) yang dihasilkan oleh miktokondria pada

sel apoptotik yang dapat menekan aktivitas inflamatorik dari HMGB1

dengan mengoksidasi cystein pada posisi 106. Mekanisme ini memberikan

pemahaman yang penting mengapa apoptosis gagal untuk mengaktivasi

responss inflamatorik yang bermakna karena adanya hambatan pada

tahapan oksidasi HMGB1 yang penting dalam respons inflamatorik. Hasil

sebelumnya yang menunjukkan bahwa HMGB1 endogen (yang didapat dari

sel nekrotik) dibutuhkan untuk stimulasi pengeluaran TNF monosit dan

HMGB1 rekombinan (rHMGB1) yang secara imunologis bersifat inaktif

mengonfirmasi pentingnya C106 pada mekanisme molekular dari inflamasi

yang dimediasi oleh HMGB1. Peran fungsional HMGB1 endogen sangat

penting sebagai molekul pemberi sinyal yang menginformasikan sel lain

Page 81: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

60

bahwa kerusakan atau invasi patogen telah terjadi (Anderson U et al.,

2011).

Reseptor pertama yang diimplikasikan merupakan binding-partner

untuk HMGB1 adala Receptor for advanced glycation end products

(RAGE). Reseptor RAGE merupakan anggota superfamili immunoglobulin

transmembran, berada di permukaan sel. Ikatan HMGB1 dengan RAGE

memberikan sinyal untuk memediasi kemotaksis dan stimulasi

pertumbuhan sel, diferensiasi sel imun, migrasi sel imun dan sel otot polos

serta up-regulasi reseptor sel permukaan termasuk RAGE dan TLR4.

Ikatan HMGB1 dengan TLR4-MD2 melalui tranduksi sinyal yang akan

menstimulasi pengeluaran TNF dari makrofag. Pengikatan dan sinyal

keduanya membutuhkan suasana redoks-sensitif pada cystein posisi 106

dan penggantian pada posisi cystein ini akan mencegah pengikatan

HMGB1 terhadap TLR4. Reseptor TLR4 merupakan reseptor primer dari

HMGB1 dalam memediasi aktivasi makrofag, pengeluaran sitokin, dan

kerusakan jaringan (Anderson U et al., 2011).

High Mobility Group Box 1 merupakan mediator awal pada injuri steril

dan merupakan mediator lanjut pada infeksi. Infeksi akan mengaktivasi sel

imun bawaan untuk memproduksi HMGB1 yang bermakna dan kemudian

akan menurun pada kemunculan responss TNF awal. Selama iskema dan

bentuk lain dari kerusakan sel steril, HMGB1 dihasilkan sebagai mediator

dini yang akan mengaktivasi pengeluaran lanjut TNF dan sitokin lainnya

(Anderson U et al., 2011).

Page 82: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

61

High Mobility Group Box 1 merupakan protein nuklear non-histon

yang memiliki peran penting sebagai minor-groove binding enhancer.

Secara struktural, HMGB1 terdiri dari 2 kotak dasar yang berperan dalam

pengikatan DNA dan ujung terminal C yang bersifat asidik. (Keyel et al.,

2011) Berkebalikan dengan sitokin, HMGB1 berikatan dengan banyak

reseptor, yang paling utama adalah TLR4 dan receptor for advanced

glycation end products (RAGE). Dalam banyak kasus, pengikatan ini

ditingkatkan atau dipotensiasi oleh ikatan pada pathogen associated

molecular patterns (PAMPs) seperti LPS dan sitokin, termasuk IL-1.

Walaupun HMGB1 berikatan dengan berbagai macam reseptor, namun

bersifat spesifik dan memiliki interaksi afinitas yang rendah. Sebagai

contoh, HMGB1 tidak berikatan dan tidak bersinergi dengan IL-18. Hal ini

disebabkan oleh modifikasi post-translasi dan status redoks (Keyel et al.,

2011).

2.4.5.1 Aktivitas sitokin oleh HMGB1

High Mobility Group Box 1 secara aktif dihasilkan dari sel imun

termasuk makrofag, monosit, sel NK, sel dendritik, sel endothelial, dan

platelet. Sekresi HMGB1 secara pasif dihasilkan dari sel nekrotik dan sel

yang rusak. Kedua mekanisme dapat memproduksi pengeluaran sejumlah

HMGB1 ekstraselular (Yang H et al., 2010). High Mobility Group Box 1

ekstraseluler mempunyai banyak fungsi seperti aktivasi sitokin dan

kemokin, dimana proses ini dimediasi oleh receptor for advanced glycation

end products (RAGE) dan toll like receptors TLR2, TLR 4 dan TLR 9 untuk

Page 83: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

62

mengaktivasi jalur signaling akhir seperti NF κβ, interferon regulatory factor-

3 (IRF 3) dan phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) yang kemudian

mengaktivasi pengeluaran sitokin proinflamasi (Tumour necrosis factor α

(TNF α), interleukin 1 (IL 1) dan interleukin 6 (IL 6) oleh makrofag (Yu Y et

al., 2015). Aktivitas inflamatorik dari HMGB1 bergantung pada status

oksidasi dari cysteine 106 yang terletak pada B box DNA-binding domain

dari HMGB1, yaitu wilayah yang penting dalam stimulasi pengeluaran

sitokin dan inflamasi. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa cysteine 106

dibutuhkan untuk proses sinyal HMGB1 melalui TLR4 untuk menstimulasi

pengeluaran sitokin dan inflamasi (Yang H et al., 2010).

2.4.5.2. Reseptor yang memediasi aktivitas HMGB1

High Mobility Group Box 1 dapat berikatan dengan reseptor

permukaan sel termasuk RAGE, TLR2, TLR4 dan TLR9. Interaksi HMGB1

dengan reseptor ini menyebabkan transduksi sinyal intraselular dan

memediasi responss selular termasuk perpindahan sel kemotaktik dan

pelepasan sitokin pro inflamatorik (misalnya TNF dan IL-1) secara in vitro

dan inflamasi akut secara in vivo (Yang H et al., 2010). Target utama dari

HMGB1 ekstraseluler adalah TLR4, yang mengarahkan translokasi faktor

nuklir kappa B (NFkB) ke nukleus, dan aktivasi faktor regulasi interferon 3

(IRF3) dan activator protein 1 (AP-1) untuk menghasilkan repertoar sitokin

inflamasi. HMGB1 adalah mediator lambat dari kerusakan infeksi, tetapi

awal salah satu kerusakan steril. Selama aktivasi sel imunitas, HMGB1

diekspresikan dan disekresi sekitar 8-12 jam. Umpan positif HMGB1

Page 84: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

63

memperkuat respons imun melalui induksi sitokin selama stres, infeksi, atau

hipoksia (Asavarut P et al., 2013).

Receptor for Advanced Glycation End products (RAGE) merupakan

protein transmembran dan diekspresikan pada sel endothelial, sel otot

polos vascular, neurons,dan makrofag/monosit. Percobaan in vivo

menunjukkan bahwa interaksi HMGB1/RAGE penting dalam pembentukan

tumor dan proliferasi. Terdapat 2 jenis Toll-like receptors (TLRs) yang

terlibat dalam sinyal HMGB1, yaitu TLR2 dan TLR4. TLR4 berperan

sebagai reseptor primer dalam memediasi aktivasi makrofag, pelepasan

sitokin dan injuri jaringan. Sinyal HMGB1 melalui TLR4 pada sel darah

manusia dan makrofag primer akan menginduksi pelepasan sitokin.

HMGB1 dapat juga menghasilkan sinyal selular melalui TLR2. Park, dkk

mengamati bahwa TLR2 dan TLR4 terlibat dalam aktivasi seluler oleh

HMGB1. Fluorescent resonance energy transfer (FRET) dan analisis

immuno-presipitasi pada makrofag menunjukkan bahwa HMGB1 berikatan

dengan TLR2 dan TLR4 pada permukaan sel namun bukan pada RAGE

(Yang H et al., 2010).

2.4.6. Peranan HMGB 1 pada Infeksi tuberkulosis

Infeksi MTB berhubungan erat dengan respons inflamasi lokal yang

mungkin merupakan hal yang krusial dalam proses imunopatogenesis

tuberculosis (Russel D.G et al., 2007). Selain berperan sebagai

proinflamatorik pada penyakit infeksi, HMGB1 juga memiliki peran pada

infeksi Tuberkulosis. Berbagai mediator proinflamasi terlibat dan

Page 85: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

64

berkontribusi terhadap pembentukan granuloma pada TB, salah satu yang

terdeteksi dan disekresi jika terjadi infeksi MTB adalah HMGB 1 (Orme I.M

et al., 2001). Sel imunitas bawaan (innate) aktif mensekresi HMGB1

sebagai respons terhadap infeksi mikobakterial yang menstimulasi

mediator proinflamasi. HMGB1 yang disekresi oleh makrofag selama

tuberkulosis dapat bertindak sebagai sinyal dari jaringan atau sel yang

cedera dan mempertinggi respons imun. Sel Nekrotik juga melepaskan

HMGB1 ditempat kerusakan jaringan yang menginduksi berbagai respons

seluler, termasuk ekspresi mediator proinflamasi (Grover A. et al.,2008).

Studi in vitro dan studi percoobaan hewan menunjukkan bahwa MTB dan

M.bovis BCG dapat secara efektif menginduksi sekresi HMGB1 yang

menyebabkan hiperaktivasi sitokin dan kerusakan jaringan paru (Kim SY et

al., 2017).

Penelitian Houben dkk memperlihatkan sitokin proinflamasi (TNF α, IL

1 dan IL 6) mempunyai peran memediasi proses inflamasi dan bertanggung

jawab terhadap kerusakan jaringan oleh tuberkulosis pada hewan coba

(Houben et al.,2006). Penelitian Grover A dkk memperlihatkan pelepasan

HMGB 1 oleh makrofag paru merupakan mediator penting dari respons

inflamasi dan membantu sekresi sitokin proinflamasi (TNF α dan IL 1β)

dan pelepasan NO selama tuberkulosis. Interaksi berbagai mediator

proinflamasi ini berkontribusi pada pembentukan granuloma pada

tuberkulosis (Grover A et al.,2008).

Page 86: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

65

Studi yang dilakukan oleh Kim Su Young, dkk menunjukkan bahwa

terdapat peningkatan sitokin pro-inflamatorik dan aktivasi dari jalur sinyal

HMGB1/RAGE pada tuberkulosis paru aktif, yang mana berkorelasi dengan

keparahan klinik/radiologi. Stimulasi HMGB1 oleh antigen MTB akan

meningkatkan responss inflamasi. Penelitian tersebut juga mendapatkan

adanya jalur sinyal HMGB1/RAGE pada tuberkulosis paru aktif. Gen

HMGB1 dan RAGE keduanya mengalami upregulasi begitu pula ekspresi

transmembran RAGE pada permukaan sel imun, juga mengalami

peningkatan pada infeksi TB aktif. Walaupun hanya terjadi peningkatan

sedikit pada kadar HMGB1 yang bersirkulasi hal ini tetap dapat terdeteksi,

sedangkan reseptor RAGE larut dan hilang disirkulasi . Ekspresi RAGE

meningkat begitu pula kadar sitokin plasma pada perluasan konsolidasi

paru, hasil serupa di dapatk untuk HMGB1. Pada analisis multivariat yang

terkontrol untuk cofounder klinis dan kadar sitokin, HMGB1 diketahui

menjadi prediktor independen untuk hasil yang buruk (Kim Sy et al., 2017).

Kadar HMGB1 serum/plasma dalam banyak studi, dilaporkan

sebesar 1,12 - 3,9 ng/mL lebih besar dibandingkan dengan rerata atau

median subjek kontrol yang sehat (Kim SY et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Jin-Cheng Zeng et al., menunjukkan

bahwa kadar plasma HMGB1 pasien tuberkulosis aktif lebih tinggi

bermakna dibandingkan dengan kelompok sehat. Penelitian tersebut juga

menunjukkan bahwa adanya peningkatan kadar plasma dari IL-6 dan

TNF-α pada pasien tuberkulosis aktif yang konsisten dengan studi pada

Page 87: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

66

pasien TB sebelumnya. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa

kadar HMGB1 dan TNF-α pada sputum secara signifikan lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok sehat (Zeng JC et al., 2015). Temuan

tersebut menunjukkan bahwa HMGB1, IL-10 dan TNF-α mungkin terlibat

dalam responss inflamatorik dinamik terhadap infeksi TB pada darah dan

jalan napas atau parenkima paru. Utamanya pada jalan napas, pelepasan

HMGB1, IL-10 dan TNF-α dapat menjadi penanda yang berguna untuk

menilai jalur napas atau responss inflamasi parenkima paru terhadap

infeksi TB (Zeng JC et al., 2015).

Sel innate termasuk makrofag, monosi, sel dendritik, sel mast,

neutrofil, eosinofil, dan sel natural killer merupakan produsen utama dari

HMGB1, IL-10, TNF-α dan IL-6 pada infeksi pulmonal. Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Jin-Cheng Zeng et al., menunjukkan bahwa HMGB1

terdeteksi pada plasma dan sputum pasien yang memiliki hasil positif pada

kultur MTB sputum dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan

kelompok sehat. Terlebih lagi, peningkatan kadar IL-6, IL-10, dan TNF-α

juga terdeteksi pada plasma, darah dan sputum subjek dengan infeksi TB

(Zeng JC et al., 2015).

Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar HMGB1 secara positif

berkorelasi dengan kadar IL-6 baik pada plasma dan sputum dari pasien

tuberkulosis aktif, pada saat yang sama, baik HMGB1 dan IL-6

berhubungan dengan monosit namun tidak dengan responss dinamik

neutrofil atau limfosit pada pasien tuberkulosis aktif. Hal ini menunjukkan

Page 88: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

67

bahwa HMGB1 berperan pada keterlibatan IL-6 dalam responss

inflamatorik dinamis monosit terhadap infeksi TB (Zeng JC et al., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Rogelio,dkk menunjukkan bahwa

adanya sekresi aktif dan tinggi dari HMGB1 selama infeksi awal dari TB

paru yang diikuti dengan produksi yang rendah dan konstan selama fase

lanjut. Sekresi aktif dari HMGB1 terlihat pada banyak jenis sel seperti

monosit, makrofag, sel dendritik, hepatosit, sel endothelial, sel glial dan

neuron. Sekresi HMGB1 mengalami peningkatan ke puncak tertinggi nya

setelah hari pertama infeksi diikuti dengan penurunan tajam pada hari

ketiga dan meningkat lagi pada hari ketujuh namun 3 kali lipat lebih kecil

dibandingkan dengan hari pertama dan konsentrasi rendah ini terjaga

konstan hingga tahapan lanjut penyakit. Immunostaining HMGB1 paling

jelas terlihat selama infeksi awal yang ditunjukkan oleh sejumlah makrofag

yang teraktivasi sehingga elemen dari imunitas bawaan seperti epithelium

bronchial dan makrofag merupakan sumber yang penting dari HMGB1

selama infeksi TB dini dan epithelium jalan napas dipertimbangkan sebagai

sel yang aktif mensekresikan protein ini ( Hernandez-Pando R et al., 2015).

Secara khusus, ketika HMGB1 dilepaskan dari sel nekrotik dan

setelah berikatan dengan RAGE dan TLR4 maka akan menginduksi

maturasi dari sel dendritik dan sekresi IL-12 dan IFN-γ. Interaksi HMGB1

dengan TLR4 dibutuhkan untuk aktivasi pelepasan sitokin dari makrofag.

Stimulasi neutrofil dan monosit oleh HMGB1 akan menginduksi pelepasan

Page 89: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

68

sitokin dan mempromosikan migrasi sel ke jaringan yang mengalami

inflamasi seperti aktivasi endotelium ( Hernandez-Pando R et al., 2015).

Selama fase awal infeksi MTB, kondisi lingkungan oksidatif pada

paru akan membantu produksi dari HMGB1 yang teroksidasi dengan

aktivitas immune-toleragenik. Hal ini terkonfirmasi dengan pemberian

antibodi yang menghambat secara spesifik sejak hari pertama infeksi.

Aktivitas hambatan pada HMGB1 selama minggu pertama infeksi

menginduksi ekspresi yang lebih rendah dari TNF-α, IFN-γ dan IL-17,

menunjukkan aktivitas pro-inflamatorik HMGB1 tertentu namun pada hari

ke-14, ketika bentuk teroksidasi dari HMGB1 dihasilkan dan aktivitasnya

dihambat, terdapat penurunan yang singnifikan pada muatan basil di paru

serta adanya ekspresi yang lebih tinggi dari sitokin pro-inflamatorik.

Responss berkebailkan terlihat ketika rekombinan HMGB1 diberikan

selama infeksi awal maka akan menginduksi peningkatan yang signifikan

dari muatan basil seiring dengan ekspresi rendah dari sitokin

proinflamatorik dan ekspresi yang tinggi mendadak dari IL10 pada sejumlah

sel. Hal ini mengonfirmasi efisiensi HMGB1 dalam melakukan rekruitmen

dan aktivasi dari jenis sel ( Hernandez-Pando R et al., 2015).

Selama fase lanjut infeksi, pada hari ke-28 dan hari ke-60, area

ekstensif dari pneumonia, epithelium bronchial pada zona ini menunjukkan

adanya penurunan immunostaining HMGB1 dan didapatkan makrofag

sebagai sel imunoreaktif yang paling banyak dan padat. Pemberian

penghambat antibodi pada hari ke-60 infeksi menginduksi adanya

Page 90: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

69

peningkatan yang signifikan dari beban basil paru seiring dengan ekspresi

rendah dari sitokin pro-inflamatorik. Hal ini menunjukkan bahwa produksi

dari HMGB1 pada fase lanjut infeksi memiliki aktivitas proinflamatorik dan

berkontribusi dalam melakukan kontrol pada pertumbuhan basil.

Menariknya, pemberian rekombinan HMGB1 dengan konsentrasi tinggi

menginduksi muatan basil yang lebih tinggi dan signifikan, kerusakan

jaringan yang lebih ekstensif, ekspresi yang lebih rendah dari sitokin

proinflamatorik dengan ekspresi yang tinggi dari IL-10, seiring dengan

sejumlah sel T regulatorik, menunjukkan bahwa tidak hanya jenis HMGB1,

reduksi atau oksidasi, namun juga jumlah protein penting untuk meregulasi

responss imun dan interaksinya dengan subtype sel T spesifik. Reseptor

RAGE diekspresikan lebih banyak pada sel T regulatorik dibandingkan

pada sel T konvensional sehingga HMGB1 menginduksi migrasi dan

memperpanjang ketahanan hidup dari sel T regulatorik dengan

meningkatkan pelepasan IL-10. Sebagai tambahan, HMGB1 dapat

menekan secara langsung pelepasan IFN-γ dengan sel T efektor dan

menghambat proliferasinya melalui TLR4 pada kondisi inflamatorik kronis

seperti yang dihasilkan oleh infeksi MTB. Oleh karena itu, HMGB1

dilepaskan selama infeksi TB dan dapat memodifikasi respons imun,

mempromosikan atau menekan inflamasi bergantung pada keadaan redoks

dan konsentrasinya ( Hernandez-Pando R et al., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Grace Lui et al., menunjukkan bukti

bahwa adanya aktivasi jalur sinyal HMGB1/RAGE pada tuberkulosis aktif.

Page 91: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

70

Peningkatan ekspresi RAGE dan HMGB1 berkorelasi dengan kadar sitokin

plasma, dan perluasan konsolidasi paru. Pada percobaan hewan dengan

TB aktif, peningkatan ekspresi dari HMGB1 sebagai sitokin pro-infalamtorik

terlihat pada paru, berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan. Sebagai

reseptor terhadap HMGB1, sinyal melalui RAGE akan mengaktivasi jalur

NF-κβ (mungkin melalui ERK dan p38-mAPK) yang mana akan

mempromosikan transkripsi dari gen pro-inflamatorik (contohnya IL8 /

CXCL8 / IL6 / TNF-α) pada paru dan sel imun. Selain itu, data percobaan

hewan terkini menunjukkan bahwa RAGE berperan penting dalam kontrol

mikobakterial. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa mekanisme imun

bawaan memiliki peran patogenik penting pada TB aktif ( Lui G et al., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Agnleszka et al., menunjukkan bahwa

HMGB1 dapat terdeteksi pada aliran darah berbagai penyakit paru dengan

konsentrasi tertinggi pada pasien dengan infeksi MTB aktif dan laten.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi HMGB1

mengalami peningkatan pada pasien dengan tuberculosis aktif

47,5 ng/mL dibandingkan pada pasien dengan penyakit paru lainnya

36,87 ng/mL( Magrys A et al., 2013).

Pada grup pasien dengan penyakit paru non-TB, hasil menunjukkan

bahwa adanya perbedaan yang secara statistik signifikan pada konsentrasi

TNF-α dan HMGB1 antara pasien dengan infeksi TB laten dan pasien tanpa

infeksi TB laten ( p<0,05). Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya

korelasi positif yang bermakna secara statistik antara TNF-α dan HMGB1

Page 92: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

71

pada pasien dengan infeksi TB Laten, r = 0.7, p = 0.04. Korelasi positif yang

bermakna juga terlihat jika membandingan HMGB1 serum dan kadar

TNF-α pada pasien penyakit paru non-TB, r= 0.71, p = 0.0006

( Magrys A et al., 2013).

Penelitian tersebut dapat dilihat bahwa HMGB1 serum secara

substansial mengalami peningatan pada TB aktif dan laten bahkan setelah

dilakukan penyesuaian terhadap usia dan jenis kondisi penyerta yang

mengindikasikan peran mediator ini pada tuberkulosis. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kadar HMGB1 serum secara bermakna meningkat

pada pasien dengan TB dibandingkan pada pasien dengan penyakit paru

lainnya dan subjek sehat. Telah diketahui bahwa subjek sehat memiliki

ekspresi HMGB1 yang sangat rendah bahkan tidak ada namun akan

mengalami peningkatan secara dramatis selama kondisi patologis tertentu

( Magrys A et al., 2013).

Beberapa studi sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan

kadar HMGB1 pada kondisi inflamasi seperti kanker, COPD, atau asthma.

Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar HMGB1 dan

peningkatan jumlah sel yang menghasilkan HMGB1 telah teridentifikasi

pada lokasi spesifik inflamasi dan pada plasma (Hernandez-Pando R et al.,

2015). Tidak ada peningkatan yang signifikan pada konsentrasi HMGB1

pada pasien dengan penyakit paru non-TB. Oleh karena itu, kami

menyimpulkan bahwa peningkatan kadar HMGB1 pada kelompok

Page 93: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

72

tuberkulosis aktif sebagaimana dengan kasus infeksi TB laten merupakan

hasil dari infeksi MTB ( Magrys A et al., 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Qiu-yue Liu et al., menunjukkan

bahwa sebanya 124 pasien dengan TB paru menunjukkan adanya

upregulasi sel imun pada serum. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa

kadar konsentrasi serum dari limfosit, plasmasit, neutrofil, dan monosit

secara signifikan meningkat pada pasien dengan infeksi MTB dibandingkan

dengan subjek kontrol sehat (p<0,01). Sebagai tambahan, hasil studi juga

mengindikasikan bahwa makrofag, sel mast dan sel endothelial juga

mengalami peningkatan pada jaringan paru pasien dengan infeksi MTB

dibandingkan dengan subjek kontrol sehat. (Liu QY et al., 2016)

Selanjutnya, studi tersebut juga menunjukkan bahwa kadar ekspresi

HMGB1 yang tinggi secara signifikan mengalami upregulasi pada jaringan

paru pasien dengan infeksi MTB dibandingkan dengan subjek sehat

(p<0,01) yang mana hal ini merupakan kontribusi inflamasi pada pasien.

tersebut juga menunjukkan bahwa adanya asosiasi antara faktor inflamasi

dan MTB, kadar serum faktor inflamasi yang diukur pada pasien dengan TB

paru di ICU dengan subjek sehat sebagai kontrol. Kadar konsentrasi serum

dari IL-1, IL-6, IL-10 dan IL-12 secara signifikan mengalami upregulasi pada

pasien dengan TB paru di ICU dibandingkan dengan subjek sehat (p<0,01).

Akan tetapi, kadar serum dari IL-2 dan IL-15 secara bermakna lebih rendah

pada pasien dengan TB paru dibandingkan dengan subjek sehat (p<0,01).

Hal ini menunjukkan bahwa faktor inflamasi mengalami peningkatan pada

Page 94: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

73

serum sementara faktor anti-inflamasi mengalami penurunan pada pasien

dengan infeksi TB paru di ICU (Lui G et al., 2016).

Faktor inflamasi yang dihasilkan dari sel inflamatorik dilaporkan

berhubungan dengan patogenitas dan keparahan dari TB paru dan

mungkin menginduksi penyakit yang berhubungan dengan tuberkulosis

lainnya. Kadar ekspresi dari IL-1, IL-6, IL-10 dan IL-12 diinvestigasi pada

pasien dengan TB paru. Studi tersebut menunjukkan bahwa kadar serum

dari IL-6 berperan sebagai biomarker yang potensial dari kemajuan

penyakit pada tuberkulosis paru setelah terapi obat anti tuberkulosis. Dari

studi tersebut juga diketahui adanya peningkatan kadar serum IL-6 pada

pasien dibandingkan dengan subjek control ( Liu QY et al., 2018).

High Mobility Group Box 1 yang secara pasif dihasilkan oleh sel

apoptotik dan secara aktif dihasilkan oleh sel imun yang teraktivasi memiliki

perbedaan yang signifikan pada modifikasi molekular dan menunjukkan

fungsi yang berbeda. Pelepasan HMGB1 secara pasif dapat menginduksi

toleransi imun sementara HMGB1 yang dilepaskan secara aktif memiliki

efek proinflamatorik ( Ding J et al., 2017).

Bacillus Calmette–Guerin (BCG) dapat secara efektif menginduksi

produksi HMGB1 pada sel phorbol myristate acetate (PMA)-treated THP-1.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa HMGB1 dapat menjadi adjuvant

untuk subunit vaksin tuberkulosis untuk meningkatkan efikasi protektif dan

respons imun seluler dan efek ini tidak bergantung pada interaksi antara

HMGB1 dan reseptor. Hal ini menunjukkan bahwa HMGB1 dapat bertindak

Page 95: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

74

sebagai biomarker untuk diagnosis aktif tuberkulosis dan prognosis dan

meningkatkan efikasi subunit vaksin sebagai adjuvant ( Ding J et al., 2017).

2.5. Penanda biologis IL-6

2.5.1. Definisi

Interleukin-6 (IL-6) merupakan sitokin proinflamatorik dan sitokin

immunoregulatorik yang berperan dalam pertahanan host dalam melawan

infeksi dan cedera jaringan. Interleukin IL-6 disebut juga sebagai faktor

stimulator sel-B yang meningkatkan sintesis immunoglobulin oleh sel B

yang teraktivasi (Kishimoto T et al., 2015).

2.5.2. Biosintesis dan Pengeluaran IL 6

Interleukin 6 manusia merupakan glikoprotein yang memiliki 212

asam amino. Pada kondisi inflamasi infeksi, IL-6 dihasilkan oleh monosit

dan makrofag setelah stimulasi terhadap Toll-like receptors (TLRs) dengan

pola molekular terkait patogen yang berbeda sementara pada kondisi

inflamasi non-infeksi seperti luka bakar atau cedera trauma, damage

associated molecular patterns (DAMPs) dari sel yang rusak atau mati

menstimulasi TLRs untuk memproduksi IL-6. Sebagai tambahan, IL-6 dapat

diproduksi oleh sel dendritik, sel T dan sel B, neutrofil, sel mast, fibroblast,

sel sinovial, keratinosit, sel endotelial, sel stromal, sel mesangial, sel glia,

neuron, kondrosit, osteoblast, sel otot polos, adiposit, dan sel lainnya

termasuk sel tumor (Kishimoto T et al., 2015).

Page 96: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

75

Sintesis IL-6 secara ketat diregulasi oleh mekanisme transkripsional

dan post-transkripsional. Faktor transkripsional meliputi Nuclear factor

kappa B (NF-κβ), nuclear factor IL-6 (NF-IL6), activation protein 1, and

interferon regulatory factor 1 mengaktivasi gen IL-6. Sementara itu,

glukokortikoid, estrogen, aryl hydrocarbon menekan ekspresi gen IL-6

(Tanaka T et al., 2014).

2.5.3. Aktivitas Biologis IL 6

Interleukin 6 merupakan mediator inflamasi yang penting. Diproduksi

oleh lesi infeksi atau lesi yang mengalami kerusakan dan memberikan

sinyal ke seluruh tubuh. Ketika IL-6 memberikan stimulasi terhadap

hepatosit, IL-6 secara kuat akan menginduksi protein fase akut spectrum

luas seperti C-reactive protein (CRP), serum amyloid A (SAA), fibrinogen,

hepcidin, haptoglobin, dan antichymotrypsin dimana protein ini akan

menurunkan albumin, cytochrome p450, fibronectin, dan transferin. Protein

CRP merupakan biomarker inflamasi yang cukup dikenal dan digunakan

untuk mengevaluasi keparahan inflamasi dimana peningkatan IL-6

ditemukan sebelum adanya peningkatan serum CRP yang mengikuti infeksi

akut dan operasi abdominal. Kadar hepsidin tinggi akan menghambat

ferroportin pada makrofag, hepatosit, dan sel epithelial usus yang

menyebabkan hipoferremia dan anemia yang berkaitan dengan inflamasi

(Gantz T et al., 2011). Interleukin IL-6 berperan penting dalam inflamasi

lokal dengan stimulasi produki IL-8 oleh sel endothelial, protein

kemoatraktan monosit, dan ekspresi molekul adesi yang menyebabkan

Page 97: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

76

rekruitmen leukosit ke lesi inflamasi. Pada respons imun acquired, IL-6

menginduksi diferensiasi sel B menjadi sel immunoglobulin-producing dan

mempromosikan pertumbuhan plasmablast dan sel myeloma, selain itu

IL-6 juga berperan dalam diferensiasi naïve CD4 positive T cells menjadi

sel T efektor spesifik. Bersama dengan TGF-β, IL-6 mempromosikan

diferensiasi menjadi sel yang memproduksi IL-17 (Th-17) dimana IL-6

menghambat perkembangan TGF-b-induced regulatory T cell (T-reg).

Ketidakseimbangan antara Th17/Treg menyebabkan eradikasi dari

toleransi imunologis dan kepentingan patologikal untuk perkembangan

autoimun dan penyakit inflamasi kronik. Selanjutnya, IL-6 mempromosikan

perkembangan dari T follicular helper cell dan produksi IL-21 yang

berperan dalam meningkatkan sintesis immunoglobulin ( Awasthi A. Et al.,

2009).

2.6 . Penanda Biologis TLR4

2.6.1. Definisi

Toll-like Receptors (TLRs) merupakan pola reseptor pengenal yang

merupakan bagian dari imunitas bawaan yang dapat mengenali dan

menyerang mikroorganisme yang melakukan invasi. Reseptor TLRs dapat

berikatan dengan damage-associated molecular patterns(DAMPs) yang

diproduksi oleh sel yang mengalami apoptosis atau jaringan yang rusak.

Reseptor TLRs dapat membangun koneksi antara imunitas bawaah dan

Page 98: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

77

autoimunitas. Terdapat 5 adaptor terhadap TLRs yaitu Myeloid

differentiation factor 88 (MyD88), TIR-related adaptor protein inducing

interferon (TRIF), TIR domain containing adaptor protein (TIRAP)/ MyD88

adaptor like (MAL), TRIF-related adaptor molecule (TRAM) dan Sterile-

alpha and Armadillo motif-containing protein (SARM). Reseptor TLRs

merekrut adaptor spesifik untuk menginisiasi jalur sinyal sehingga terjadi

produksi sitokin dan kemokin inflamasi (Liu Y et al., 2014).

2.6.2. Peranan TLR4 sebagai reseptor transmembran

Toll Like Receptors dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu TLR

transmembran dan TRL intraselular ( Portou MJ et al., 2015). Reseptor

TLRs secara efisien dapat mengenali berbagai komponen patogen yang

berperan dalam metabolisme patogen tersebut, mencegah mutasi yang

menyebabkan patogen menjadi tidak terdeteksi. Reseptor TLRs 1,2, dan 6

mampu mengenali dinding sel bakteri gram positif seperti lipoprotein,

peptidoglikan, asam lipotechoic. Reseptor TLR4 diaktivasi oleh komponen

dinding sel bakteri gram negatif yaitu Lipopolisakarida (LPS) dan flagelin

bacterial. Reseptor TLRs intraselular 3, 7, dan 8 mampu mengenali RNA

virus ds dan ss, dan TLR9 mengenali non-methylated CpG dinucleotides

yang terdapat pada DNA bakteri (Mukherjee S et al., 2016).

Toll Like Receptor 4 merupakan bagian dari sub-kelompok TLR

transmembran. Reseptor TLRs transmembran atau TLRs yang berada

pada sel membran menunjukkan domain ekstraselular yang kaya akan

leucine yang dapat mengenali PAMPs yang berbeda dan domain toll-

Page 99: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

78

interleukin 1 (IL-1) receptor (TIR) yang dapat mengaktivasi transcription

factor nuclear factor-B (NF-B) dalam menginduksi sitokin pro-inflamatorik

dan kemokin serta melakukan up-regulasi molekul co-stimulator pada sel

antigen-presenting atau APC seperti makrofag, sel dendritik yang pada

akhirnya dapat mensensitisasi aktivasi sel-T (Portou MJ et al., 2015).

2.6.3. Peran TLR4 terhadap patogen

Peran TLR-4 mampu mensensitisasi PAMPs dari berbagai

organisme mikro dan makro. Penjelasan yang paling mungkn dari aktivasi

TLR pada permukaan sel adalah adanya presentasi dan pengikatan

Lipopolisakarida (LPS) terhadap TLR4. Kompleks LPS-LPB akan bersatu

dengan glycosyl phosphatidyl inositol linked CD14 yang kemudian akan

berikatan dengan kompleks TLR4-MD2. Reseptor TLR4 akan membentuk

kompleks dengan MD2 pada permukaan sel yang berperan dalam

komponen pengikatan LPS yang utama. Kompleks TLR4-MD2-LPS

menyebabkan inisiasi transduksi sinyal dengan cara rekruitmen molekul

adaptor intrasel seperti MyD88, TRIF, TRAM, TIRAP atau MAL dan SARM

(Portou MJ et al., 2015).

Toll Like Receptor 4 diekspresikan pada berbagai sel imun

termasuk neutrofil, monosit dan DCs. Diantara sel-sel ini, neutrofil pertama

kali akan bermigrasi ke lokasi infeksi, melakukan sensitisasi patogen dan

menghasilkan respons imun. Akan tetapi, aktivasi responss adaptif yang

terkoordinasi dimediasi melalui ikatan pada ligan spesifik pada monosit atau

DCs yang juga dimediasi oleh TLR2 dan TLR4. Setelah mengenali PAMPs

Page 100: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

79

oleh TLR2 dan 4 pada jenis sel tertentu, domain TIR dan adaptor terkait

(MyD88, TRIF, SARM) teraktivasi yang selanjutnya akan mengarahkan

pada aktivasi dari faktor transkripsi termasuk NF-kB dan atau IRF3. Aktivasi

dari TLRs ini mendorong 2 jalur pesinyal yang berbeda yaitu MyD88

depended dan MyD88 independen atau jalur dependen TRIF. MyD88,

TRIF, TRAM, MAL dan SARM merupakan 5 adaptor yang penting dalam

aktivasi TLR. Adaptor MyD88 merupakan adaptor pertama yang digunakan

oleh semua TLRs kecuali TLR3. Pada aktivasi TLR, MyD88 merekrut

interleukin 1 receptor associated kinase 4 (IRAK-4) yang memfosforilasi

IRAK1 yang mana akan mengaktivasi TNF Receptor-Associated Factor 6

(TRAF6). Kedua protein tersebut meninggalkan kompleks reseptor dan

berinteraksi dengan TGF activated kinase 1 (TAK1) dan 2 protein pengikat

TAK1 yaitu TAB1 dan TAB2. Protein TAK1 terfosforilasi dan selanjutnya

akan mengaktivasi kompleks I-kB kinase (IKK) sehingga akan terjadi

translokasi NF-kB ke nukleus dan menginduksi ekspresi sitokin IL-6, IL-12

dan TNF-α (Oeckinghaus A et al., 2011; Kagan JC et al.,2006). Adaptor

MAL dan TIRAP merupakan adaptor kedua yang mentransmisikan sinyal

dari TLR4 an TLR2 dengan cara memfasilitasi perpindahan MyD88 ke TLR4

untuk mengaktivasi faktor transkripsi seperti NF-kB, JNK, dan Extracellular

regulated kinases 1(ERK-1). Adaptor TRIF merupakan adaptor ketiga pada

TLR4 yang mengaktivasi Interferon regulatory factor 3 (IRF3) dengan cara

mengaktivasi kinase TBK1 dan I-kB kinase. Adaptor TRAM merupakan

adaptor ke 4 yang terlibat dalam transmisi sinyal TLR4 dan menyebabkan

Page 101: DISERTASI IMUNOPATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU : …

80

produksi dari MyD88 independent interferon-β. Adaptor kelima adalah

SARM yang terutama akan berinteraksi dengan TRIF dan secara negatif

meregulasi NF-kB dan mengaktivasi IRF3 ( Babu S et al., 2011; Carpenter

S et al., 2007) .