Description_of_Xanthomonas_oryzae_pv._or.docx
-
Upload
isti-qomah -
Category
Documents
-
view
7 -
download
4
Transcript of Description_of_Xanthomonas_oryzae_pv._or.docx
TUGAS MATA KULIAH BAKTERI PATOGENIK TUMBUHAN
Diskripsi Sifat Khas Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Trimurti Habazar
MONITA PUSPITASARINIM. 1320282004
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
Diskripsi Sifat Khas Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
1. Penyebaran dan Klasifikasi
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yaitu bakteri patogen yang
menyebabkan penyakit Bacterial leaf blight (BLB), Hawar Daun Bakteri (HDB)
atau Hawar Bakteri (HB) pada padi. HDB merupakan salah satu penyakit utama
padi di Indonesia dan negara-negara penghasil padi lainnya di Asia. Penyakit ini
juga dilaporkan telah ditemukan di beberapa negara Amerika latin, Australia
Utara dan Amerika Serikat (Mew, 1989). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di
Prefektur Fukuoka, Jepang pada tahun 1884. Bakteri ini merupakan penyebab
penyakit yang mempunyai sebaran yang luas di daerah tropis dan sub-tropis.
Bakteri ini sebelumnya diberi nama sebagai Pseudomonas oryzae, Xanthomonas
campestris pv. oryzae, Xanthomonas oryzae, Xanthomonas itoana, Xanthomonas
kresek, dan Xanthomonas translucens f.sp. oryzae (OEPP/EPPO, 2007).
Kemudian nama bakteri tersebut direvisi menjadi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo), dengan klasifikasi sebagai berikut (Agrios, 2005):
Kingdom : Bacteria,
Divisi : Gracilicutes,
Kelas : Proteobacteria,
Ordo : Pseudomonadales,
Family : Pseudomonadaceae,
Genus : Xanthomonas.
Gambar 1. Distribusi geografis Bacterial leaf blight (BLB) dan bacterial leaf streak (BLS) pada padi di dunia; daerah di mana BB dan atau BLS yang biasa ditemukan, meskipun bakteri BLB telah dilaporkan juga di Amerika Selatan. BLB ditemukan di Prefektur Fukuoka, Jepang (bintang putih) pada tahun 1884 dan BLS di Filipina (bintang kuning) pada tahun 1918. BLB didistribusikan di kedua daerah beriklim sedang dan tropis, tapi BLS lazim terutama di daerah tropis (Bogdanove et al., 2006).
1
2. Ciri-ciri
Bakteri Xoo mempunyai ciri-ciri berupa sel berbentuk batang pendek,
tidak membentuk spora dan bisa bergerak (motil) dengan 1 flagel. Sel-sel individu
ukurannya bervariasi dengan panjang sekitar 0,7 μm-2,0 μm dan lebar sekitar 0,4
μm-0,7 μm. Bakteri ini termasuk gram negatif (Bradbury, 1984). Sel-sel bakteri
tersebut menghasilkan extracellular polysaccharide (EPS) sebagai sumber
“xanthan gum” pada medium yang mengandung glukosa (Schaad et al., 2001).
EPS sangat penting dalam pembentukan eksudat bakteri dari daun terinfeksi,
melindungi dari kekeringan, dan membantu penyebaran lewat hujan dan angin
(Liu et al., 2006). Rentang suhu untuk pertumbuhan koloni yaitu 5-40°C, namun
suhu optimal untuk pertumbuhan adalah antara 25-30°C (OEPP/EPPO, 2007).
Koloni bakteri pada media padat yang mengandung glukosa (glucose yeast
extract agar) berbentuk bulat, cembung, berlendir dan berwarna kuning karena
memproduksi pigmen xanthomonadin yang menjadi karakteristik dari genus ini
(Bradbury, 1984). Koloni bakteri pada media NA berbentuk lingkaran, halus,
cembung, tidak tembus cahaya, dan warna awalnya kuning pucat kemudian
berubah warna menjadi kuning jerami. Koloni mencapai 1-2 mm setelah 5-7 hari
dan kelangsungan hidup bakteri pada media padat pendek. Pembentukan koloni
dari sebuah sel tunggal sering gagal tumbuh di banyak media, namun dapat
ditingkatkan dengan penambahan ekstrak daging sapi, metionin, atau asam
glutamat. Pertumbuhan koloni pada Potato Sucrose Agar lebih cepat yaitu,
mencapai 2 mm dalam 3-4 hari dengan warna koloni kuning madu, dan lebih lama
hidupnya. Jika koloni ditumbuhkan pada media Nutrient Broth Yeast Extract Agar
(NBY) maka bentuknya melingkar, raised, berlendir dan berwarna kuning pucat.
Pada media Peptone Sucrose Agar (PSA), koloni berwarna kuning pucat,
berlendir dan mengkilap, dan pada media Growth Factor Agar (GF), koloni
sangat kecil, warna kuning dan mengkilap. Namun, pada media Modified XOS
Agar (mXOS), koloni memiliki karakteristik warna pink mawar, berlendir, raised
dan berkilau setelah 3-5 hari (OEPP/EPPO, 2007).
2
Gambar 2. Sel bakteri Xoo berbentuk batang dengan 1 flagel (courtesy K. Tsuchiya).
Gambar 3. Koloni Xoo; a. pada glucose yeast extract agar (courtesy K. Tsuchiya), b. Growth Factor Agar, c. Modified XOS Agar (OEPP/EPPO, 2007).
Bakteri kelompok Xanthomonas mempunyai sifat oksidase negatif dan
bersifat patogen pada tanaman (Schaad et al., 2001). Sebagian besar bakteri
kelompok Xanthomonas mempunyai sifat katalase positif (Liu et al., 2006).
Menurut Schaad et al. (2001), bahwa pertumbuhan X. oryzae menunjukan reaksi
negatif terhadap 0,1% TZC. Patovar X. oryzae mempunyai kemampuan
menghidrolisis pati (Moffett & Croft, 1983; Rudolph et al., 1990) atau aktivitas
amilase (Fahy & Hayward, 1983). Semua spesies dari kelompok Xanthomonas
merupakan patogen tanaman dan ditemukan hanya berasosiasi dengan tanaman
dan bahan organik (Agrios, 2005).
3
a b
c
Tabel 1. Sifat biokimia dan fisiologi bakteri uji
Bakteri Xoo dan Xanthomonas oryzae pv. oryzicola (Xoc) (bacterial leaf
streak) merupakan patovar dari X. oryzae. Kedua patovar ini juga terdapat
perbedaannya, yaitu (a) ketahanannya terhadap 0,001% Cu(NO3)2. Patogen HDB
yang ditumbuhkan pada medium SPA mengandung 0,001% Cu(NO3)2
menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan koloni berwarna kuning dan
berbentuk bulat, sehingga Xoo mempunyai respon positif terhadap 0,001%
Cu(NO3)2 dan Xoc berespon negatif terhadap 0,001% Cu(NO3)2 (Liu et al., 2006).
Selain itu, (b) produksi acetoin (Xoo - , Xoc +), (c) pertumbuhan pada L-alanine
sebagai satu-satunya sumber karbon (Xoo - , Xoc +), dan (d) pertumbuhan pada
0,2% vitamin asam kasamino bebas (Xoo - , Xoc +) (Gossele et al., 1985). Koloni
Xoo tumbuh lebih lambat pada NA daripada Xoc. koloni Xoc tersebut halus, tidak
tembus cahaya, berkilau, melingkar, dan cembung, awalnya berwarna keputihan
kemudian menjadi kekuning-kuningan hingga kuning pucat, dengan diameter
sekitar 1 mm dalam tiga hari (OEPP/EPPO, 2007).
4
Tabel 2. Diskriminasi tes bakteriologis untuk identifikasi awal dan perbedaan antar patovar X. oryzae
Ujib Xoo Xoc
Pewarnaan Gram
Uji oksidase
Produksi 2-ketogluconate
Fluoresensi pada media King’B
Reduksi nitrat
Oksidasi-fermentasi glukosa
Hidrolisis gelatinc
Hidrolisis patic
Sensitivitas terhadap 0,001% Cu(NO3)2
Pertumbuhan pada L-alanin sebagai sumber karbon
Produksi acetoind
Pertumbuhan pada 0,2% vitamin-asam kasamino bebas d
-
-a
-
-
-
O / -
- /v
-
+
-
-
-
-
-a
-
-
-
O / -
+ / v
+
-
+ / v
+
+
+ = Positif, - = negatif, O = oksidatif, v = variabelaSebuah reaksi positif lemah dapat diamatibMew & Misra (1994); cBradbury (1986); dVera-Cruz et al. (1984)
3. Gejala Serangan
Patogen ini dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase
pertumbuhan, mulai dari pesemaian sampai menjelang panen (Suparyono et al.,
2004). Patogen menginfeksi tanaman padi pada bagian daun melalui luka daun
atau lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun (Ponciano et al.,
2003). Kondisi ini menyebabkan kemampuan tanaman dalam fotosintesis
menurun. Apabila penularan penyakit terjadi pada fase generatif maka proses
pengisian gabah kurang sempurna (Suparyono et al., 2003).
Ada dua macam gejala penyakit HDB, yaitu gejala yang terjadi pada
tanaman muda berumur kurang dari 30 hari setelah tanam disebut kresek,
sedangkan gejala yang timbul pada tanaman mencapai stadia anakan sampai
pemasakan disebut hawar (blight). Kresek merupakan gejala yang paling merusak
dari penyakit HDB, sedangkan gejala yang paling umum dijumpai adalah gejala
hawar (IRRI, 2010).
5
Gejala kresek sangat mirip dengan gejala sundep yang timbul akibat
serangan hama penggerek batang pada tenaman fase vegetatif umur 1-4 minggu
setelah tanam. Mula-mula pada tepi atau bagian daun yang luka tampak garis
bercak kebasahan, kemudian berkembang meluas, berwarna hijau keabu-abuan,
seluruh daun keriput, dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Gejala yang
khas adalah penggulungan helaian daun dan warna daun menjadi hijau pucat atau
ke abu-abuan (Ou, 1985; Mew, 1989; Suparyono dan Sudir, 1992).
Gejala daun dari HDB biasanya terlihat jelas pada tahap anakan, hijau
bintik-bintik water-soaked berwarna hijau di ujung dan pinggir daun. Bintik-
bintik berkembang seiring pembuluh darah, bergabung, dan menjadi klorotik dan
kemudian nekrotik, bentuk buram, lesi berwarna putih keabu-abu yang biasanya
dari ujung bawah daun sepanjang vena dan tepi-tepi daun (Goto, 1992; Mew et
al., 1993). Pada tanaman yang rentan, gejala ini terus berkembang hingga seluruh
daun menjadi kering dan kadang-kadang sampai pelepah. Pada pagi hari saat
cuaca lembap dan berembun, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak
berupa cairan berwarna kuning dan pada siang hari setelah kering menjadi
bulatan kecil berwarna kuning. Eksudat ini merupakan kumpulan massa bakteri
yang mudah jatuh dan tersebar oleh angin dan gesekan daun. Percikan air hujan
menjadi pemicu penularan yang sangat efektif (Ou, 1985; Mew, 1989; Suparyono
dan Sudir, 1992).
Gejala kresek maupun hawar dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-
abuan dan lama-lama daun menjadi kering. Pada varietas rentan, gejala menjadi
sistemik dan mirip gejala terbakar. Apabila penularan terjadi pada saat tanaman
berbunga maka gabah tidak terisi penuh bahkan hampa (Sudir et al., 2012).
6
Gambar 4. Gejala HDB; a, b. Close-up gejala HDB, c. Pada fase pembibitan, d. daun kuning pucat disebabkan oleh patogen Xoo (courtesy of T. Mew, reprinted from the Compendium of Rice Diseases, 1992, American Phytopathological Society, St. Paul, MN), d. Pada fase pematangan (courtesy of C. Vera Cruz), e. Lanjutan gejala HDB (courtesy of V. Verdier) (Bogdanove et al., 2006).
Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah penyakit HDB
telah meningkat sejalan dengan meningkatnya areal pertanaman padi yang
ditanami varietas unggul namun rentan terhadap penyakit HDB seperti varietas
IR64 (Hifni et al., 1996). Pada tahun 2006, serangan penyakit HDB mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, luas serangan mencapai 74.243 Ha, dimana 61 Ha
diantaranya dilaporkan mengalami puso (Ditlintan, 2007). Kehilangan hasil akibat
penyakit HDB bervariasi, bergantung pada stadia tanaman tertular penyakit
(Suparyono et al., 2003). Penyakit ini dapat menurunkan hasil sampai 36%.
Penyakit HDB dilaporkan terjadi pada musim hujan maupun kemarau yang basah,
7
e
a
c
f
d
b
terutama pada kondisi lahan sawah yang selalu tergenang air, dan dipupuk dengan
pupuk N dalam jumlah yang banyak (Mew, 1989). Di samping mengurangi hasil,
penyakit ini juga dapat mempengaruhi kualitas gabah dengan mengganggu dengan
pematangan (Goto, 1992; Ou, 1985).
4. Proses Infeksi Xoo
Bakteri Xoo masuk ke daun padi biasanya melalui hidatoda-hidatoda yang
berada di ujung daun dan pinggir daun (Ou, 1985). Sel bakteri masuk ke dalam
permukaan daun dengan tersuspensi dalam cairan gutasi yang menetes pada
malam hari dan masuk ke tanaman dengan berenang, atau pasif sebagai cairan
yang ditarik ke dalam daun pada pagi hari (Curtis, 1943). Bakteri menggandakan
diri dalam ruang antar sel dari dasar epitheme, kemudian masuk dan menyebar ke
dalam tanaman melalui xilem (Noda dan Kaku, 1999). Xoo juga dapat masuk ke
xilem melalui luka atau bukaan yang disebabkan oleh akar yang muncul di dasar
pelepah daun (Ou, 1985). Dalam xilem, Xoo ternyata berinteraksi dengan sel-sel
parenkim xilem (Hilaire et al., 2001). Patogen bergerak secara vertikal melalui
daun melalui pembuluh utama, tetapi juga berlangsung lateral melalui
commissural veins. Dalam beberapa hari sel-sel bakteri dan EPS mengisi
pembuluh xilem dan oose keluar dari hidatoda, membentuk manik-manik atau
helai eksudat pada permukaan daun, ini merupakan tanda karakteristik penyakit
dan sumber inokulum sekunder (Mew et al., 1993). Eksudat bakteri atau oose
berwarna susu atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari. Oose bakteri
tersebut kemudian mengering dan menjadi manik-manik kecil bewarna
kekuningan di bawah daun. Untuk memperoleh oose tersebut maka bisa
memotong daun yang bergejala ditempatkan dalam wadah kaca yang transparan
dengan air jernih. Setelah beberapa menit, wadah (didekatkan dengan cahaya)
akan menunjukkan cairan keruh yang dipancarkan dari ujung potongan daun
tersebut. cairan keruh tersebut yang merupakan Eksudat atau oose bakteri (IRRI,
2010).
Sel bakteri tumbuh dan berkembangbiak sangat cepat. Pada awal
pertumbuhannya (dalam waktu 2-4 hari) baik dalam daun padi varietas tahan
maupun rentan, sel bakteri berkembangbiak dari 103-104 menjadi 107-108 sel/ ml.
8
Selanjutnya, perkembangbiakan Xoo dalam daun varietas tahan lebih lambat
daripada dalam daun varietas rentan. Hal ini sebagai dampak ketahanan varietas
terhadap perkembangan penyakit di lapangan (Leach et al., 1989).
5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan dan Penyebaran Patogen
Wabah HDB lebih mungkin terjadi selama musim hujan dari lautan
selatan-timur Asia dan India (dari Juni sampai September) dibandingkan pada
bulan lain (Mew et al., 1993). Angin dan hujan menyebarluaskan bakteri dari padi
yang terinfeksi, sisa-sisa tanaman serta jerami padi terkontaminasi dari musim
tanam sebelumnya yang sebagai sumber yang paling penting dari inokulum
primer. Epidemi yang parah sering terjadi setelah angin topan, hujan deras, hujan
angin dan hujan batu es yang dapat melukai tanaman padi dan menyebarkan
bakteri. Bakteri juga dapat disebarkan melalui air irigasi (Nyvall, 1999), serta oleh
manusia, serangga dan burung (Nyvall, 1999; Ou, 1985). Patogen Xoo dapat
ditularkan melalui biji dan dapat bertahan hidup dalam biji selama semusim,
bahkan di India sampai 11 bulan. Disamping biji dan bibit, sumber penular Xoo
adalah jerami dan gulma inang (Mew et al., 1989).
Suhu tinggi, kelembaban tinggi, cuaca hujan dan pemakaian pupuk N
berlebihan mendorong perkembangan dan penyebaran HDB (Ou, 1985).
Pertanaman yang diairi secara terus-menerus membentuk kondisi lingkungan yang
menyebabkan penyakit berkembang lebih baik. Begitu pula tanaman yang terlalu
rapat, sangat mendukung perkembangan penyakit (Sudir et al., 2002, Sudir, 2011
cit Sudir et al., 2012). Pertanaman dengan jarak tanam rapat selain menciptakan
kondisi lingkungan dengan kelembapan tinggi juga akan mempermudah penularan
dari satu tanaman ke tanaman lain. Terjadinya pergesekan antardaun yang sudah
terinfeksi dengan daun yang masih sehat akan mempercepat terjadinya infeksi
patogen (Ou, 1985; Sudir, 2011 cit Sudir et al., 2012).
Inang lain dari Xoo termasuk beberapa spesies padi liar (O. sativa, O.
rufipogon, O. australiensis) dan beberapa gulma (Oryzoides leersia dan Zizania
latifolia, Leptochloa spp. dan Cyperus spp.) (Moffett dan Croft, 1983). Di daerah
beriklim sedang, Xoo dapat bertahan pada musim dingin di gulma genus
Leersia dan Zizania serta pangkal batang dan akar tunggul padi (Mizukami dan
Wakimoto, 1969). Selain itu, di daerah subtropis, Xoo dapat bertahan dalam tanah
9
selama 1-3 bulan tergantung pada kelembaban tanah dan keasaman, hal ini tidak
dianggap sebagai sumber penting inokulum. Xoo dapat melewati musim dingin
ditumpukan jerami juga. Di daerah tropis, temperatur tinggi, kelembaban dan
berlimpahnya tanaman inang biasanya memungkinkan Xoo untuk bertahan
sepanjang tahun (Ou, 1985).
6. Keragaman Xoo
Patotipe adalah sinonim dari strain, form, variant, pathovar, dan ras
(race), yaitu populasi patogen yang semua anggota individunya mempunyai
kemampuan yang sama sebagai parasit. Patotipe ditentukan berdasarkan reaksinya
atau virulensinya terhadap satu perangkat varietas diferensial terpilih (Mew et al.,
1989, Suparyono et al., 2003). Selama ini patotipe patogen HDB tidak dapat
dibedakan berdasarkan bentuk morfologi patogen maupun gejala yang
ditimbulkan (Suparyono et al., 2003). Bakteri Xoo memiliki keragaman strain
yang sangat luas. Berdasarkan virulensinya terhadap satu set varietas padi
diferensial yang mengandung gen ketahanan HDB yang berbeda (varietas
diferensial Jepang, Indonesia, dan IRRI), strain Xoo Indonesia dikelompokkan
dalam ras (patotipe) (Vera-Cruz and Mew, 1989).
Suparyono et al. (2004) dan Sudir et al. (2009) melaporkan bahwa
berdasarkan virulensinya terhadap seperangkat varietas diferensial (Kinmase,
Kogyoku, Tetep, Wase Aikoku dan Java 14) di sentra produksi padi di Jawa
ditemukan tiga kelompok patotipe bakteri Xoo yang dominan, yaitu patotipe III,
IV, dan VIII dengan komposisi dan dominasi bervariasi. Patotipe III adalah
kelompok isolat bakteri Xoo yang memiliki virulensi tinggi terhadap varietas padi
diferensial yang memiliki gen tahan Xa-1 dan Xa-12 (Kogyoku) dan varietas
diferensial yang memiliki gen tahan Xa-3 dan Xa-2 (Tetep), tetapi virulensinya
rendah terhadap varietas padi diferensial yang memiliki gen tahan Xa-3 dan Xa-12
(Wase Aikoku), serta varietas padi diferensial yang memiliki gabungan gen tahan
Xa-1, Xa-2, dan Xa-12 (Java 14). Kelompok isolat patotipe IV terdiri atas isolat-
isolat Xoo yang memiliki virulensi tinggi terhadap semua varietas diferensial,
sedang isolat patotipe VIII memiliki virulensi tinggi terhadap varietas padi
diferensial yang memiliki gen tahan Xa-1 dan Xa-12, varietas padi diferensial
yang memiliki gen tahan Xa-3 dan Xa-2, serta varietas padi diferensial yang
10
memiliki gen tahan Xa-3 dan Xa-12, tetapi virulensinya rendah terhadap varietas
padi diferensial yang memiliki gabungan gen tahan Xa-1, Xa-2, dan Xa-12
(Suparyono et al., 2003).
Waktu atau fase infeksi masing-masing ras berbeda: ras VIII umumnya
menginfeksi tanaman antara stadia anakan maksimum dan pembungaan, ras III
pada saat menjelang panen. Untuk stadia masak pada musim kemarau didominasi
oleh ras III dan pada musim hujan didominasi oleh ras VIII (Kadir et al., 2009).
Tabel 3. Perkembangan ras HDB di Indonesia (Kadir et al., 2009).
Tabel 4. Gen ketahanan varietas padi diferensial terhadap HDB (Ogawa, 1993)
11
Tabel 5. Varietas padi tahan penyakit HDB yang dilepas Balai Penelitian Tanaman Padi periode 1996-2003 (Las, 2002)
12
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant pathology. 5th ed. Elsevier Academic Press. California.
Bogdanove, A.J., Ronald, P.C., and Niño-Liu, D.O. 2006. Pathogen profile Xanthomonas oryzae pathovars: model pathogens of a model crop. USA. Molecular Plant Pathology (2006) 7(5), 303–324. Doi: 10.1111/J.1364-3703.2006.00344.X.
Bradbury, J.F. 1984. Genus II. Xanthomonas Dowson. In: Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Krieg, N.R. and Holt, J.G., eds), pp. 199–210. Baltimore: Williams & Wilkins.
Curtis, L.C. 1943. Deleterious effects of guttated fluid on foliage. Am. J. Bot. 30, 778–781.
Gossele, F., Cruz, C.M.V., Outryve, M.F.V., Swings, J. and Ley, J.D. 1985. Differentiation between the bacteria causing bacterial blight (BB), bacterial leaf streak (BLS), and bacterial brown blotch on rice. Int. Rice Res. Newslett. 10, 23–24.
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. San Diego: Academic Press.
Hilaire, E., Young, S.A., Willard, L.H., McGee, J.D., Sweat, T., Chittoor, J.M., Guikema, J.A. and Leach, J.E. 2001. Vascular defense responses in rice: peroxidase accumulation in xylem parenchyma cells and xylem wall thickening. Mol. Plant–Microbe Interact. 14, 1411–1419.
IRRI. 2010. Bacterial blight. http://www.knowledgebank.irri.org
Kadir, T.S., Y. Suryadi, Sudir, dan M. Machmud. 2009. Penyakit bakteri padi dan cara pengendaliannya.
Liu, Z.K., Arif, M., Zhong, D.B., Fu, B.Y., Xu, J.L., Domingo-Rey, J., Ali, J. and Vijayakumar, C.H.M., Yu, S.B. and Khush, G.S. 2006. Complex genetic networks underlying the defensive system of rice (Oryza sativa L.) to Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Proc. Natl Acad. Sci. USA, doi: 10.1073/pnas.0507492103.
Mew, T.W., Alvarez, A.M., Leach, J.E. and Swings, J. 1993. Focus on bacterial blight of rice. Plant Dis. 77, 5–12.
Mew, T.W. and Mistra, J.K. 1994. A Manual of Rice Seed Health Testing. IRRI, Manila (PH).
13
Moffett, M.L. and Croft, B.J. 1983. Xanthomonas. In: Plant Bacterial Diseases (Fahy, P.C. and Persley, G.J., eds), p. 393. New York: Academic Press.
Noda, T. and Kaku, H. 1999. Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in planta and in guttation fluid of rice. Ann. Phytopathol. Soc. Japan, 65, 9–14.
OEPP/EPPO. 2007. Xanthomonas oryzae. Bulletin OEPP/EPPO 37, 543–553.
Ou, S.H. 1985. Rice Diseases. Kew, Surrey: Commonwealth Agricultural Bureau.
Ponciano, G., Ishihara H., Tsuyumu S. and Leach, J.E. 2003. Bacterial effectors in plant disease and defense: Keys to durable resistance. J. of Plant Disease 87(11): 1272-1282.
Rudolp, K., Roy, M.A., Sasser, M., Stead, D.E., Davis, M., Swings, J. and Gossele, F. 1990. Isolation of bacteria. Pp. 45–86 In: Klement, Z., Rudolp, K. and Sands, D.C., eds. Methods in Phytobacteriology. Akodemial Kiado, Budapest.
Schaad, N.W., Jones, J.B. and Chun, W. 2001. Laboratory Guide for identification of Plant Pathogenic Bacteria, 3rd edition. APS Press, St Paul (US).
Sudir, Nuryanto, B. dan Kadir, T.S. 2012. Epidemiologi, Patotipe, dan Strategi Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan vol. 7 no. 2 2012.
Suparyono dan Sudir. 1992. Perkembangan penyakit bakteri hawar daun pada stadia tumbuh yang berbeda dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Media Penelitian Sukamandi 12: 6-9.
Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2003. Komposisi patotipe patogen hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian 22(1): 45-50.
Suparyono, Sudir dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolates from the rice Ecosystem in Java. Indonesian Journal of Agriculture Science 5: 63–69.
Vera-Cruz, C.M., Gossele, F., Kersters, K., Segers, P., Van den Mooter, M., Swings, J. and De Ley, J. 1984. Differentiation between Xanthomonas campestris pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola and the bacterial ‘brown blotch’ pathogen on rice by numerical analysis of phenotypic features and protein gel electrophoregrams. J. Gen. Microbiol. 130, 2983–2999.
14