CBD 1 ODS Hipermetropia ODS Presbiopia

21
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. UL Umur : 67 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Banongan, Magelang. Status Menikah : Menikah Tanggal Masuk Poli : 29 Januari 2013 No. RM : 00-64-17 B. ANAMNESIS Keluhan Utama Penglihatan kabur pada saat melihat jauh maupun dekat. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli mata dengan keluhan penglihatannya kabur pada saat melihat jauh maupun dekat. Keluhan ini sudah dirasakan sejak ± 1 tahun yang lalu. Pasien juga sering mengeluh pusing setelah membaca dalam waktu yang lama. Selain itu pasien juga merasa mata cepat lelah saat membaca, dan terkadang disertai nrocos. Pasien pernah membeli obat tetes mata insto di warung, namun keluhan tidak 1

description

hipermetropia dan presbiopia

Transcript of CBD 1 ODS Hipermetropia ODS Presbiopia

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Status Menikah Tanggal Masuk Poli No. RM

: Tn. UL : 67 tahun : Laki-laki : Banongan, Magelang. : Menikah : 29 Januari 2013 : 00-64-17

B. ANAMNESIS Keluhan Utama Penglihatan kabur pada saat melihat jauh maupun dekat. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli mata dengan keluhan penglihatannya kabur pada saat melihat jauh maupun dekat. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga sering mengeluh pusing setelah membaca dalam waktu yang lama. Selain itu pasien juga merasa mata cepat lelah saat membaca, dan terkadang disertai nrocos. Pasien pernah membeli obat tetes mata insto di warung, namun keluhan tidak berkurang. Pasien mengaku menderita penyakit hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan kontrol rutin ke bagian penyakit dalam. Riwayat Penyakit Dahulu o Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini o Riwayat Hipertensi diakui sejak 2 tahun yang lalu o Riwayat Diabetes Mellitus disangkal o Sudah pernah memakai kacamata sebelumnya

1

Riwayat Penyakit Keluarga o Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamsostek. Kesan ekonomi cukup. C. PEMERIKSAAN FISIK Status Umum

Kesadaran Aktivitas Kooperatif Status gizi

: Composmentis : Normoaktif : Kooperatif : Baik

Vital Sign

TD Nadi RR

: 150/90 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit

Suhu : 36,50C Status Ophthalmicus

No. 1.

Pemeriksaan Visus

Oculus Dexter 6/15 S + 1,00 6/6 BC Add S + 3,00 Gerak bola mata baik ke segala arah

Oculus Sinister 6/20 S + 1,25 6/6 BC Add S + 3,00 Gerak bola mata baik ke segala arah

2. 3.

Bulbus Okuli Palpebra Edema

(-)

(-)

2

Hematom Hiperemi Entropion / Ektropion Blefarospasme Nyeri tekan 4. Konjungtiva Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar Sekret Bangunan patologis Perdarahan 5. subkonjungtiva Kornea Kejernihan Infiltrat Keratic precipitates Ulkus Sikatrik Pannus 6. COA Kejernihan Kedalaman Isi (Hifema / Hipopion) 7. Iris Kripte Sinekia

(-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-)

Jernih (-) (-) (-) (-) (-)

Jernih (-) (-) (-) (-) (-)

Jernih Cukup (-)

Jernih Cukup (-)

(+) (-)

(+) (-)3

8.

Pupil Diameter Reflek pupil Bentuk 3 mm (+) Bulat 3 mm (+) Bulat

9.

Lensa Kejernihan Jernih Jernih

10.

Corpus Vitreum Kejernihan Jernih (+) cemerlang Tidak didapatkan kelainan crossing phenomenon dan perbandingan arteri vena masih dalam batas normal Jernih (+) cemerlang Tidak didapatkan kelainan crossing phenomenon dan perbandingan arteri vena masih dalam batas normal N

11. 12.

Fundus Refleks Funduskopi

13.

TIO

N

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 118 mg/dLE. DIAGNOSIS BANDING

Oculus Dexter Sinister1. ODS Hipermetropia

Dipertahankan karena pada pasien terdapat keluhan melihat jauh dan dekat kabur, disertai rasa pusing, mata cepat lelah, nrocos dan dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif.2. ODS Presbiopia

4

Dipertahankan karena sebelumnya pasien sudah pernah memakai kacamata baca dan sekarang dapat dikoreksi dengan lensa add S + 3,00.3. ODS Miopia

Disingkirkan karena pada miopia melihat jarak jauh penglihatan menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa sferis negatif. 4. ODS Astigmatisma Disingkirkan karena pada astigmatisma ditemui gejala penglihatan kabur, sakit di sekitar mata, dan dikoreksi dengan lensa silindris. 5. ODS Retinopati Hipertensi Disingkirkan karena pada pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan kelainan berupa crossing phenomenon dan perbandingan arteri vena yang masih dalam batas normal.

F. DIAGNOSIS

ODS Hipermetropia ODS Presbiopia G. TERAPI Medikamentosa o Topikal

R/ Cendo Asthenof ED BT I

S 3 dd gtt I ODS o Oral

R/ Neurodex tab No. X

S 1 dd tab I Non medikamentosa resep kacamata

o

Hipermetropia

OD : S + 1,005

OS : S + 1,25 o Presbiopia ODS : add S + 3,00 H. EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien agar menggunakan kacamata untuk membantu penglihatan karena visus turun. Menjaga pola hidup yang sehat dengan minum obat dan kontrol secara teratur karena pasien memiliki penyakit hipertensi.

I.

PROGNOSIS Oculus Dexter Dubia ad Bonam Bonam Dubia ad Bonam Bonam Bonam Oculus Sinister Dubia ad Bonam Bonam Dubia ad Bonam Bonam Bonam

Prognosis Quo ad visam Quo ad sanam Quo ad functionam Quo ad vitam Quo ad kosmetikam

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIPERMETROPIA 1. Definisi Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat. Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi dan memfokuskan bayangan di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada selaput jala (retina) sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia.

2. Etiologi Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang retina atau selaput jala. Sebab atau jenis hipermetropia: Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.7

Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang berkurang.

3. Bentuk Hipermetropia Hipermetropia dikenal dalam bentuk:1) Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan

kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia maksimal.2) Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

fakultatif.

Hipermetropia

manifes

didapatkan

tanpa

sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.3) Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.

8

4) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau

dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5) Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

4. Gejala Hipermetropia Biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian dan lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dioptri dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kacamata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk9

melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas, dan tertekan. Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah mata lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur melihat dekat. Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

5. Pengobatan Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda

10

ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak terdapat daya akomodasi. Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kacamata dan penyesuaian kacamata. Biasanya resep kacamata dikurangkan 12 dioptri daripada ukuran yang didapatkan dengan pemberian sikloplegik. Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+). Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anakanak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat. Pada pasien diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.

6. Penyulit Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal. Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat

11

hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.

PRESBIOPIA 1. Definisi Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Diterangkan bahwa : terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.

2. Etiologi Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :

Kelemahan otot akomodasi Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa12

3. Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

4. Gejala Klinis Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.

5. Pemeriksaan a. Alat Kartu Snellen

Kartu baca dekat13

Sebuah set lensa coba

Bingkai percobaan b. Teknik Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat) Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca) Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu c. Nilai Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur biasanya :

40 sampai 45 tahun 1.0 dioptri 45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri > 60 tahun 3.0 dioptri

6. Penatalaksanaan

14

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50.

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1) kacamata baca untuk melihat dekat saja 2) kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3) kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah4) kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh,

tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

15

DAFTAR PUSTAKA Ilyas, S. 2008. Pemeriksaan Hipermetropia dalam Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 31-34. Ilyas, S. 2009. Hipermetropia dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 35-45. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga. Hal: 35. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. Hal: 401-402.

16