Case Tifoid Susy

29
Case report Demam Tifoid pada Anak Oleh: Susy Novita Siregar 06120020 Preseptor: Dr. Didik Hariyanto , Sp. A (K)

Transcript of Case Tifoid Susy

Page 1: Case Tifoid Susy

Case report

Demam Tifoid pada Anak

Oleh:

Susy Novita Siregar06120020

Preseptor:

Dr. Didik Hariyanto , Sp. A (K)

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2012

Page 2: Case Tifoid Susy

BAB I

DEMAM TIFOID

Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistenik akut yang disebabkan oleh

Salmonella enteric serotype thypi, dapat juga disebabkan oleh salmonella enteric

serotype paratypi A, B, atau C (demam paratifoid). Ditandai dengan adanya demam 7

hari atau lebih, gejala saluran pencernaan, bradikardi, splenomegali, leukopeni dan

gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran).

 

Etiologi

Sebagian besar kasus demam tifoid disebabkan oleh organisme yang berasal dari

genus Salmonella adalah agen penyebab berbagai infeksi, mulai dari gastroenteritis

yang ringan sampai dengan demam tifoid yang berat disertai dengan bakteremia.

Salmonella diklasifikasikan delam 3 spesies yaitu Salmonella choleraesuis, Salmonella

typhi dan Salmonella enteridis. Penyebab utama dari demam tifoid adalah Salmonella

typhi, merupakan bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, fakultatif anaerob. Bakteri ini mati pada suhu 56’ C, bertahan hidup

selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.

S.typhi mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, antigen

flagelar (H) yang terdiri dari protein dan antigen envelope (K) yang terdiri dari

polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk

lapisan luar dari dinding sel yang dinamakan endotoksin.

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting diberbagai negara

sedang berkembang dan salah satu penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah

tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai

dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah.

Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-

negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian

wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara,

Page 3: Case Tifoid Susy

Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO tahun 2003, diperkirakan terjadi 17 juta

kasus per tahun di seluruh dunia dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian.

Sedangkan di Indonesia, demam tifoid ini merupakan penyakit endemis. Di

daerah pedesaan kasus demam tifoid sebanyak 358 dari 100.000 penduduk per

tahunnya, dan didaerah perkotaan sebanyak 760 dari 100.000 penduduk per tahun.

Umur penderita yang dilaporkan antara 3 – 19 tahun mencapai 91 % kasus. Dibagian

IKA FKUI RSCM Jakarta sebagian besar dari penderita 80 % yang dirawat berumur

diatas 5 tahun.

Patogenesis dan Patologi

Penularan Salmonella thyposa adalah melalui feco-oral, dibutuhkan sejumlah

105-109 bakteri untuk menyebabkan infeksi.

Dimana faktor yang mempengaruhi infeksi adalah :

1.pH, kalau pH lambung asam dapat mencegah infeksi

2.Waktu pengosongan lambung

Setelah bakteri berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid

usus halus (terutama plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah

menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat bakteri lewat pembuluh limfe

masuk ke darah (Bakteremia I) menuju organ retikulo endothelial system terutama

hati dan limpa. Di tempat ini bakteri difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan bakteri

yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari

bakteri masuk kembali ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia II) dan

sebagian bakteri masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang

selanjutnya bakteri tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga

usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini bakteri

mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan somatik antigen

(lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya

gejala-gejala demam tifoid.

Kelainan utama terjadi di ilium terminal dan plak peyeri yang hiperplasi (minggu

I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III) serta bila sembuh tanpa adanya

jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang

usus dimana ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.

Page 4: Case Tifoid Susy

PATOLOGI

HCL dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp

bakteri usus lainnya. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi

pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme

penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu

terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam usus

penderita dengan mudah. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikel limfe

yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan

cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella spp

memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian

terjadilah bakteremia pada penderita

Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung

empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli

empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu

yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat

daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas

pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam

tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan

toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya

sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil,

kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada

usus kecil, hanya kadang-kadang pada kolon bagian atas.

Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis

superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau karena matinya pembuluh-

pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid. Mukosa yang nekrotik dalam

minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau

lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada

umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar

ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran

serosa. Pada waktu jaringan nekrosis lepas dari mukosa dan terbentuk ulkus, maka

perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus

Page 5: Case Tifoid Susy

Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan

penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid.

Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan

beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat

sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah

terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan

bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan

dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi

Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap

mengandung bakteri Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita

merupakan urinary karier penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik,

otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi

jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga

bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid

Gejala klinis

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah

10-14 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidak khas, berupa

demam, diare, anoreksia, malaise, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor,

gangguan perut . Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1.Demam

Terjadi karena bakteri menyerang sistem retikulo endothelial dan septikemia,

bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu

tubuh berangsur-angsur meningkat setiap sore dan malam hari. Dalam minggu

kedua penderita terus berada dalam keadaan demam, anak besar/dewasa febris

continua. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal

kembali pada akhir minggu ketiga.

2.Gangguan saluran cerna

Bibir kering, pecah-pecah, nafas berbau tidak sedap, lidah ditutupi selaput

putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

Page 6: Case Tifoid Susy

Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati

dan limpa membesar serta disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapati

konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan diare, diare karena

enterotoksinnya.

3.Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu

apati sampai somnolen.

Dapat pula ditemukan gejala-gejala berupa roseola pada punggung dan anggota

gerak. Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula

ditemukan epistaksis.

Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi

yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,

anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut

lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung

dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti

Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada

penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.

Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen

disalah satu sisi dan tidak merata,bercak-bercak (makula merah tua) ukuran 2-4 mm,

berkelompok, berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Timbul

paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan

memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat

dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi

Minggu Kedua

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi

(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari

berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita dibandingkan peningkatan

Page 7: Case Tifoid Susy

suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita

yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak

kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,

sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat

terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.

Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan

lain-lain

Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal

itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-

gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada

saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya

jaringan nekrosis dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana

toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,

otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan

timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri

perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat

disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah

terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan

kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.

Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian

penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai

adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis

Relaps

Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya

menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung

dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer

Page 8: Case Tifoid Susy

tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh

persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps

Diagnosis kerja

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis ‘observasi demam

tifoid’. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium

sebagi berikut :

1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis

a. Pemeriksaan darah tepi

Baik pada minggu I (bakteri meningkat). Terdapat gambaran leukopenia,

limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Pada kebanyakan

kasus demam tifoid, jumlah leukosit dalam batas normal. Laju endap darah pada

umumnya meningkat.

b. Pemeriksaan urine

Proteinuria ringan dapat terjadi karena pengaruh demam.

c. Pemeriksaan tinja

Kelainan pada tinja umumnya tidak menyolok. Adanya lendir dan darah pada

tinja merupakan peringatan agar waspada akan bahaya perdarahan usus atau

perforasi.

d. Pemeriksaan sum-sum tulang

Tidak rutin dilakukan. Terdapat gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktifitas

RES dengan adanya sel macrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis

dan trombopoesis berkurang.

2.Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis

a. Biakan empedu

b. Pemeriksaan Widal

Page 9: Case Tifoid Susy

Uji serologi untuk mendeteksi antibody terhadap antigen salmonella thypi

dan menetukan adanya antigen spesifik dari salmonella thypi.

Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi

terhadap bakteri salmonella thypi yaitu uji widal. Uji widal telah digunakan

sejak tahun 1896. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen

bakteri salmonella thypi dengan antibodi yang disebut agglutinin. Prinsip uji

widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah

dengan antigen dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi

maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum

pendrita tersangka demam tifoid, yaitu :

Agglutinin O (dari tubuh bakteri )

Aglutinin H ( flagel bakteri )

Agglutinin Vi ( simpai bakteri )

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan

terinfeksi bakteri ini.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi

H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun,

sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, agglutinin

O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih lama

anatra 9 bulan – 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat dan biasanya menghilang

setealh penderita sembuh dari sakit. Antigen Vi biasanya tidak dipakai untuk

menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan pengidap

salmonella thypi

Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Didapatkan titer yang bernilai

1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan 4 kalli lipat dari fase akut ke fase

konvalesen.

Page 10: Case Tifoid Susy

Pengobatan

Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi demam tifoid dan diberikan

pengobatan sebagai berikut :

- Perawatan

Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.

Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, tetapi tidak harus tirah baring

sempurna.

- Diet

Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,

kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan

penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai

dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein,

elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas

selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran

maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.

- Obat-obatan

Obat pilihan adalah kloramfenicol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang

dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek samping : - Anaplastik anemia

Obat lain : - Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)

- Ampisilin

- Amoxicillin

Komplikasi

Dapat terjadi pada :

1.Usus halus, berupa perdarahan usus, perforasi dan peritonitis.

2.Di luar usus berupa meningitis, kolestitis, enselopati dan bronkopneumonia

karena infeksi sekunder.

Page 11: Case Tifoid Susy

Prognosa

Umumnya prognosa tifus abdominalis pada anak baik, asal penderita cepat

berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang

baik atau buruk jika terdapat gejala klinik yang berat seperti :

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua

2. Kesadaran menurun sekali (stupor), koma atau delirium

3. Terdapat komlikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia dan lain-lain

4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein)

Page 12: Case Tifoid Susy

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : DSB

Umur : 5 tahun 1 bulan

Jenis kelamin : Laki- laki

Alamat : Perum Nyiur Melambai

ANAMNESIS (diberikan oleh ibu kandung pasien)

Seorang pasien laki-laki berumur 5 tahun 1 bulan dirawat di Bangsal Anak RSUP

Dr.M. Djamil Padang pada tanggal 6 Desember 2012 dengan:

Keluhan utama :

Demam sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Demam sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit, demam lebih tinggi

terutama sore dan malam hari, tidak terus menerus, , tidak menggigil dan tidak

berkeringat.

- Berat badan pasien tidak bertambah sejak 2 bulan yang lalu

- Nafsu makan menurun sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit dan anak hanya

mau makan 1 kali sehari, sebanyak 2-3 sendok makan. Dan lebih suka jajan dan

minum susu kemasan yang dibeli di warung.

- Sesak nafas ada

- BAB tidak ada sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, biasanya pasien BAB

sekali 2 hari

- Tampak bercak keputihan dimulut sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

- Batuk berdahak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada.

- Anak telah dibawa berobat ke bidan 9 hari sebelum masuk rumah sakit,

mendapat obat batuk syrup 3 x 1 sendok teh, obat puyer 3x 1 bungkus. Karena

keadaan pasien belum membaik, pasien dibawa berobat ke rumah sakit swasta 3

hari setelah itu dan mendapat 4 macam obat : syrup antibiotic 4 x ¾ sendok,

Page 13: Case Tifoid Susy

syrup multivitamin 2x 1sendok, 2 jenis puyer yang tidak diketahui nama obat

dan jenisnya. Namun anak belum sembuh juga dan di bawa ke IGD Rsup. M.

Djamil dan dianjurkan untuk dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Anak tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

- Kakek pasien menderita batuk lama dan tinggal bersama pasien

Riwayat Sosial Ekonomi :

- Anak ke 4 dari 4 bersaudara, lahir dengan seksio sesaria, BBL 3700 gr, PBL 50

cm, langsung menangis kuat.

- Riwayat imunisasi tidak lengkap, boster tidaka ada.

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal

- Higine dan sanitasi lingkungan kurang.

Riwayat Perumahan dan Lingkungan :

Tinggal di rumah semi permanen, perkarangan cukup luas, sumber air minum

PDAM, jamban WC dalam rumah, sampah dibakar.

Kesan : hygiene dan sanitasi lingkungan kurang.

PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : sakit sedang Sianosis (-)

Kesadaran : sadar Ikterus (-)

Tekanan darah : 100/70 mmHg Edema (-)

Frekuensi nadi : 118 x/menit Anemis (-)

Page 14: Case Tifoid Susy

Frekuensi nafas : 61 x/menit Berat badan : 14 kg

Suhu : 37, 6o C Tinggi badan : 106 cm

BB/U : 77,2 % Kesan : gizi kurang

TB/U : 92 %

BB/TB : 82,4%

Pemeriksaan Sistemik:

Kulit : Teraba hangat

Kepala : Bentuk bulat simetris, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2 mm,

reflek cahaya +/+ normal

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung: Tidak ditemukan kelainan

Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, lidah kotor ada, tremor tidak ada

Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis

Faring : Tidak hiperemis

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB di region colli dextra et sinistra, multiple

dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm

Thorax:

Paru Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus kiri=kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing

tidak ada

Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial linea midclavicularis

sinistra RIC V

Perkusi : batas atas RIC II, kanan linea sternalis dekstra, kiri

Page 15: Case Tifoid Susy

1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC V

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen:

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Genitalia : tidak ada kelainan, status pubertas A1M2P1

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Extremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, reflek fisiologis +/+, Reflek

patologis -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 6 januari- Darah rutin :

Hb : 13,5 gr% Hematokrit: 40,2%

Leukosit : 2500 /mm3 Trombosit: 120.000 /mm3

DC : 0/0/6/53/36/5

DIAGNOSIS KERJA :

- Suspek demam tifoid

- Kandidiasis oral

- Gizi kurang

DIAGNOSIS BANDING:

- TB paru

TERAPI :

- ML DSP 1350 Kalori

Page 16: Case Tifoid Susy

- KaEN I B 85 cc/ KgBB/ Hari

- Kloramfenikol 4x375mg

- Kandistatin 4 x 2 ml drop

- Paracetamol 150 mg (bila demam)

Pemeriksaan Anjuran :

- Test Widal

- Kultur darah

- Kultur empedu

- Kultur urin

- Mantoux test

Test widal: s. thypi – H :1/ 60

s. thypi : - O : 1/ 60

FOLLOW UP

Tanggal 9 Januari 2012

S/ : Demam ada malam hari, tinggi

mual dan muntah (-), sakit perut (-)

batuk (+), sesak nafas (-)

nafsu makan belum ada,dan dicoba pasang NGT, toleransi baik.

BAB belum ada

BAK jumlah cukup dan warna biasa

O/ KU Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu

Sedang sadar 90/60 104x/i 28x/i 38.2o C

Mata : konjungtiva tak anemis, sclera tak ikterik

Thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal

Mulut : lidah kotor ada, tremor tidak ada

Leher : kaku kuduk (-)

Abdomen : distensi (-),bising usus (+) normal

Extremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, Rf +/+, Rp -/-

Page 17: Case Tifoid Susy

WD/ : Observasi febris + intake sulit

Th/ : -

- KaEN I B 85 cc/ KgBB/ Hari

- ML DSP 600 Kalori

- MC 8 X 100 cc

- Kloramfenikol 4x375mg

- Kandistatin 4 x 2 ml drop

- Paracetamol 150 mg (bila demam)

- Ambroxol 3 x 7,5 mg

Tanggal 10 Januari 2012

S/ : Demam ada sore hari, tidak tinggi

mual dan muntah (-), sakit perut (-)

batuk (+), sesak nafas (+)

nafsu makan belum ada,masih terpasang NGT, toleransi baik.

BAB ada

BAK jumlah cukup dan warna biasa

O/ KU Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu

Sedang sadar 100/70 100x/i 41x/i 37.6o C

Mata : konjungtiva tak anemis, sclera tak ikterik

Thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal

Mulut : lidah kotor ada, tremor tidak ada

Leher : kaku kuduk (-)

Abdomen : distensi (-),bising usus (+) normal

Extremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, Rf +/+, Rp -/-

WD/ : masih observasi febris + intake masih sulit

Th/ : -

- KaEN I B 85 cc/ KgBB/ Hari

Page 18: Case Tifoid Susy

- ML DSP 600 Kalori

- MC 8 X 100 cc

- Kloramfenikol 4x375mg

- Kandistatin 4 x 2 ml drop

- Paracetamol 150 mg (bila demam)

Ambroxol 3 x 7,5 mg

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang anak laki-laki unur 5 1/12 tahun dengan diagnosa

suspek demam tifoid dan gizi kurang dengan diagnosa banding TB Paru. Pasien masuk

dengan keluhan demam lama >10 hari sebelum masuk rumah, tinggi, tidak menggigil

dan disertai dengan nyeri ulu hati. Dari gejala yang ada tersebut menunjukkan

kecurigaan diagnosa kearah demam tifoid.

Dari pemeriksaan Widal didapatkan hasil titer O dan H 1/160 dan ini

berdasarkan literatur tidak sesuai untuk diagnosis demam tifoid dimana seseorang di

Indonesia dikatakan menderita demam tifoid jika ditemukan titer O ≥ 1/40. Dari hasil

tersebut dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif

96% yang berartinya apabila hasil positif 96% kasus benar sakit tifoid tetapi apabila

negatif tidak menyingkirkan diagnosa demam tifoid. Tetapi secara literatur dikatakan

bahwa pemeriksaan serologis widal masih menghadapi kendala karena sensitifitasnya

64% dan spesifisitasnya 76%. Sehingga untuk penegakkan diagnosa lebih lanjut perlu

dilakukan kultur darah dan kultur empedu. Pada pasien terdapat gizi kurang, dimana

ditemukan hasil BB/TB sebesar 82,4%.

Pada pasien ini ditatalaksana dengan pemberian kloramfenikol karena

berdasarkan literatur penggunaan obat ini baik untuk demam tifoid karena selain harga

yang murah, tingkat kesembuhan dengan kloramfenikol mencapai ±90%. Kloramfenikol

selain mempunyai keuntungan, juga mempunyai beberapa efek samping seperti depresi

sum-sum tulang, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin secara berkala.

Page 19: Case Tifoid Susy

Pada pasien diberikan diet ML DSP 135O kkal disesuaikan dengan kebutuhan kalori

pasien.

Page 20: Case Tifoid Susy

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Dalam : Tifus abdominalis .buku kuliah

Ilmu Kesehatan Anak FKUI,Jakarta 1985: hal 593-598

2. Shai Ashkenazi,Cleary.GT :Demam enterik, infeksi Salmonella, dalam:

Behrman,Kliegman,Arvin.Ilmu Kesehatan Anak Nelson, edisi 15 vol.2 , penerbit

buku Kedokteran EGC,Jakarta : 970-973

3. Rampengan,TH.Laurentz IR. Demam tifoid. dalam : Penyakit infeksi tropik pada

anak, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1990 : 53-71

4. Mansjoer.A, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani,.W.Setiowulan. Tifus Abdominalis.

dalam:Ilmu Kesehatan Anak , Kapita selekta Kedokteran, Media Aeusculapius, edisi

ketiga jilid 2, FKUI Jakarta 2000,:432-433