BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non...

23
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif, terputusnya saraf, pengurangan aliran darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya rangsangan hormonal (Tambayong, 2000) Disuse atrofi otot merupakan tidak berkontraksinya serabut-serabut otot dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan-lahan akan mengecil (atrofi), dimana terjadi perubahan perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa (Guyton, 2007) Stroke non hemoragik adalah adanya proses pembekuan darah yang dapat menghambat aliran pembuluh darah sehingga bekuan tersebut memperlambat hingga menghentikan aliran darah, yang disebut dengan iskemik (National Stroke Association) Dari pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan pengertian dari disuse atrofi otot pada pasien stroke non hemoragik adalah adanya penciutan ukuran sel akibat imobilisasi yang terlalu lama sehingga menurunkan fungsi kontraksi otot-otot tersebut yang disebabkan oleh efek hemiparesis pada stroke non hemoragik.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik

1. Pengertian

Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

kurang aktif, terputusnya saraf, pengurangan aliran darah, kekurangan

nutrisi, atau hilangnya rangsangan hormonal (Tambayong, 2000)

Disuse atrofi otot merupakan tidak berkontraksinya serabut-serabut

otot dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan-lahan akan mengecil

(atrofi), dimana terjadi perubahan perbandingan antara serabut otot dan

jaringan fibrosa (Guyton, 2007)

Stroke non hemoragik adalah adanya proses pembekuan darah yang

dapat menghambat aliran pembuluh darah sehingga bekuan tersebut

memperlambat hingga menghentikan aliran darah, yang disebut dengan

iskemik (National Stroke Association)

Dari pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan pengertian dari

disuse atrofi otot pada pasien stroke non hemoragik adalah adanya

penciutan ukuran sel akibat imobilisasi yang terlalu lama sehingga

menurunkan fungsi kontraksi otot-otot tersebut yang disebabkan oleh efek

hemiparesis pada stroke non hemoragik.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

10

2. Konsep Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan salah gangguan

aliran darah otak yang disebabkan oleh ostruksi akibat bekuan (trombus)

yang terbentuk di dalam pembuluh darah otak atau pembuluh darah pada

bagian distal. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan

penyebab stroke pada orang berusia lanjut yang sering mengalami

pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi

penyempitan atau stenosis. Pangkal arteria karotis interna merupakan

tempat tersering terbentuknya aterosklerotik (Price, 2005).

Pada sistem vaskularisasi, darah akan terdorong akibat dari gradien

tekanan tetapi pada pembuluh darah yang menyempit, aliran darah akan

mengalir lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil. Semakin cepat aliran

darah tersebut maka akan menurunkan gradien tekanan di tempat

konstriksi tersebut. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis, maka

meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan akan menyebabkan

penurunan tajam kecepatan aliran darah (Price, 2005).

Stroke non hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh

darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan

glukosa ke otak. Stroke jenis ini merupakan stroke yang paling sering

terjadi, sekitar 80% dari semua stroke. Stroke non hemoragik sering

diakibatkan oleh trombosis plak aterosklerosis arteri otak atau emboli dari

pembuluh darah lain yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

11

antara lain syok atau hipovolemia dan berbagai penyakit lain (Sudoyo,

2006).

Menurut Price, (2005), stroke non hemoragik diklasifikasikan

berdasarkan penyebabnya, yaitu :

a. Stroke Lakunar

Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif

dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam

beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Stroke lakunar

merupakan stroke yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin

lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria

serebri media, atau arteria vertebralis dan basilaris (Smith et al., 2001).

Thrombosis yang terjadi di dalam pembuluh darah menyebabkan

daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lakuna.

Perubahan-perubahan pada pembuluh darah ini hampir selalu

disebabkan oleh disfungsi endotel karena penyakit hipertensi persisten

(Smith, 2001). Pasien dengan stroke lakunar umumnya berusia lebih

tua, memiliki kadar kolesterol lebih tinggi, dan mengidap diabetes

dibandingkan dengan mereka yang mengalami perdarahan

intraserebrum (Labovitz, 2001). Terdapat empat sindrom lakunar yang

sering ditemukan, yaitu :

1. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna

posterior

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

12

2. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula

interna

3. Stroke sensorik murni akibat infrak thalamus

4. Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan

yang canggung akibat infark pons basal

b. Stroke Trombotik Pembuluh Besar

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, pasien relatif

mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini

berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan

atau stenosis di arteria karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal

arteria serebri media. Pasien ini kemungkinan sudah mengalami

beberapa kali serangan transcien iscemic attack tipe lakunar

sebelumnya.

Aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit

perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau

tekanan darah sistemik. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat

menyebabkan penurunan generalisata cerebral blood flow (CBF),

iskmemia otak, dan stroke. Penurunan tekanan mungkin sudah dapat

menyebabkan gangguan perfusi melalui arteri-arteri yang bergantung

pada tekanan perfusi minimal untuk mempertahankan CBF.

c. Stroke Embolik

Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit

neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

13

biasanya serangan terjadi pada saat pasien beraktivitas. Trombus mural

jantung merupakan sumber tersering infark miokardium, fibrilasi

atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan

kardiomiopati iskemik (Smith, 2001). Embolus berasal dari bahan

trombotik yang terbentuk di dinding rongga atau katup mitralis.

d. Stroke Kriptogenik

Sebagian pasien dapat mengalami oklusi mendadak pembuluh

intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas, disebut stroke

kriptogenik. Sumber penyebabnya bisa tersembunyi, bahkan setelah

dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.

Stroke yang tidak dapat diketahui penyebabnya biasanya terjadi pada

pasien yang catatan medisnya tidak dapat dibedakan dengan

aterotrombosis.

3. Fisiologi disuse atrofi otot

Sekitar 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka dan sekitar 10%

lainnya adalah otot polos dan otot jantung. Semua susunan otot rangka

dibentuk oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar dari 10 sampai 80

mikrometer. Pada sebagian besar otot, serat-seratnya membentang di

seluruh panjang otot kecuali sekitar 2% serat hanya dipersarafi oleh satu

ujung saraf (Guyton, 2007).

Sarkolema adalah membran sel dari serat otot yang terdiri dari

membran sel sebenarnya yang disebut dengan membran plasma dan

sebuah lapisan luar yang terdiri dari lapisan tipis bahan polisakarida yang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

14

mengandung sejumlah serat kolagen tipis. Pada ujung serat otot, lapisan

permukaan sarkolema ini bersatu dengan serat tendon dan serat-serat

tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membentuk tendon

otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang. Setiap serat otot

mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu miofibril yang terletak

berdampingan (Guyton, 2007).

Terdapat sekitar 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang

merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk

kontraksi otot. Filamen miosin dan aktin sebagian saling bertautan

sehingga menyebabkan miofibril memiliki pita terang dan gelap yang

berselang-seling. Pita-pita terang hanya mengandung filamen aktin dan

disebut pita I karena mereka bersifat isotropik terhadap cahaya yang

dipolarisasikan, sedangkan pita-pita gelap mengandung filamen miosin

yang disebut pita A karena mereka bersifat anisotropik terhadap cahaya

yang dipolarisasikan (Guyton, 2007).

Miofibril-miofibril yang terpendam dalam serat otot di dalam suatu

matriks yang disebut sarkoplasma, yang terdiri dari unsur-unsur

intraselular. Terdapat mitokondria dalam jumlah yang banyak terletak di

antara dan sejajar dengan miofibril. Hal tersebut menunjukkan bahwa

miofibril-miofibril yang berkontraksi membutuhkan sejumlah besar

adenosin trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria (Guyton, 2007).

Sarkoplasma juga terdapat banyak reticulum endoplasma yang berada

di dalam serat otot, disebut dengan retikulum sarkoplasmik. Retikulum ini

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

15

mempunyai susunan khusus yang sangat penting dalam pengaturan

kontraksi otot. Semakin cepat kontraksi suatu otot, maka ia mempunyai

banyak retikulum sarkoplasmik, hal itu menunjukkan bahwa struktur ini

penting untuk menimbulkan kontraksi otot yang cepat (Guyton, 2007).

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-

tahap berikut ini :

a. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang saraf motorik sampai ujung

pada serat otot.

b. Pada setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmiter yaitu

asetilkolin dalam jumlah sedikit.

c. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk

membuka banyak saluran gerbang asetilkolin melalui molekul-molekul

protein dalam membran serat otot.

d. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion

natrium untuk mengalir ke bagian dalam membran serat otot pada titik

terminal saraf sehingga menimbulkan potensial aksi dalam serat otot.

e. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serat otot dalam

cara yang sama.

f. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot dan

berjalan secara dalam di dalam serat otot.

g. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin

dan miosin yang menyebabkan bergerak secara bersama-sama dan

menghasilkan proses kontraksi.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

16

h. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam

retikulum sarkoplasma sampai potensial aksi otot yang baru datang

lagi.

Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang berasal dari

dua lempeng Z berurutan saling tumpang tindih dan menjadi lebih dekat

dengan filamen miosin. Pada keadaan kontraksi, filamen aktin telah

tertarik ke dalam di antara filamen miosin sehingga saling tumpang tindih

secara luas. Selama kontraksi yang kuat, filamen aktin dapat ditarik

bersama-sama begitu eratnya sehingga ujung-ujung filamen miosin

melekuk, menyebabkan mekanisme pergeseran filamen (Guyton, 2007).

Sebuah filamen aktin murni tanpa adanya kompleks troponin-

tropomiosin, akan berikatan secara cepat dan kuat dengan kepala molekul

miosin bila terdapat ion magnesium dan ATP yang terdapat di dalam

miofibril. Setelah filamen aktin menjadi teraktivasi oleh ion-ion kalsium,

kepala jembatan penyeberangan dari filamen miosin menjadi tertarik ke

bagian aktif dari filamen aktin yang akan menyebabkan kontraksi.

Kelompok kekuatan intramolekular antara kepala dan lengan

menyebabkan kepala miring ke arah lengan dan menarik filamen aktin,

sehingga disebut dengan power stroke (Guyton, 2007).

Sebuah kontraksi otot memerlukan sejumlah ATP yang dipecah

membentuk ADP selama proses kontraksi. Semakin hebat kerja yang

dilakukan oleh otot, semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan, disebut

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

17

dengan efek Fenn. Berikut rangkaian proses ATP sebagai sumber energi

untuk kontraksi, yaitu :

a. Sebelum terjadi kontraksi, aktivitas ATPase dari kepala miosin segera

memecah ATP tetapi meninggalkan hasil pemecahan.

b. Kompleks troponin-tropomiosin berikatan dengan ion-ion kalsium,

bagian aktif pada filamen aktin menjadi tidak tertutup dan kemudian

kepala miosin berikatan.

c. Ikatan antara kepala jembatan penyeberangan dan bagian aktif filamen

aktin menyebabkan perubahan kedudukan kepala, yaitu miring ke arah

lengan jembatan penyeberangan dan memberikan kedudukan power

stroke untuk menarik filamen.

d. Adanya pelepasan ATP yang sebelumnya melekat pada kepala saat

kepala jembatan penyeberangan miring.

e. Setelah kepala terpisah dari aktin, sebuah molekul ATP yang baru

dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan power stroke.

Sebagian besar energi dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme

berjalan dimana jembatan penyeberangan menarik filamen-filamen aktin.

Tetapi sejumlah kecil energi dibutuhkan untuk memompa kalsium dari

sarkoplasma ke dalam retikulum sarkoplasmik setelah kontraksi berakhir

dan memompa ion-ion natrium dan kalium melalui membran serat otot

untuk mempertahankan lingkungan ionik yang cocok untuk pembentukan

potensial aksi. Sumber energi pertama yang digunakan untuk menyusun

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

18

kembali ATP adalah substansi keratin fosfat, yang membawa ikatan fosfat

berenergi tinggi yang serupa dengan ATP (Guyton, 2007).

Sumber energi berikutnya yang digunakan untuk menyusun kembali

keratin fosfat dan ATP adalah glikogen yang sebelumnya telah disimpan

dalam sel otot. Pemecahan glikogen secara enzimatik menjadi asam

piruvat dan asam laktat yang berlangsung dengan cepat akan

membebaskan energi yang digunakan untuk mengubah ADP menjadi

ATP. Lebih dari 95% energi yang digunakan oleh otot untuk kontraksi

jangka panjang yang dipertahankan berasal dari metabolisme oksidatif

(Guyton, 2007).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi disuse atrofi otot

a. Imobilisasi

Gangguan mobilitas fisik (imobilisasi) menurut North American

Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah ketidakmampuan

dari energi baik dari segi fisik maupun psikis dalam memenuhi

aktivitas sehari-hari. Bisa disebabkan oleh gangguan masalah

peredaran darah ataupun adanya gambaran iskemik. Tingkat mobilisasi

fisik dapat disebabkan oleh instruksi pembatasan gerak volunter atau

kehilangan fungsi motorik (Potter and Perry, 2006).

Pengukuran antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot,

menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta data laboratorium

untuk mengevaluasi status cairan, dan elektrolit. Pengkajian rentang

gerak juga penting dilakukan sehingga hasilnya bisa dibandingkan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

19

untuk mengevaluasi terjadinya kehilangan mobilisasi sendi.

Imobilisasi dapat menimbulkan pengaruh yang bermakna pada tingkat

kesehatan, kemandirian, dan status fungsional (Potter and Perry, 2006).

b. Status Kesehatan

Beberapa masalah kesehatan yang timbul pada otot adalah atrofi

otot, hipertrofi, dysplasia, hyperplasia, metaplasia, cedera dan

kematian sel, iskemik, trombosis, embolisme, infark, nekrosis,

kematian somatik, rigor mortis, livor mortis, argor mortis. Perubahan

ini akibat stimulus berbahaya yang dialami oleh jaringan. Metode ini

digunakan oleh sel-sel untuk tetap hidup dan menyesuaikan beban

kerja dengan kebutuhan (Tambayong, 2000).

c. Status Nutrisi

Pemberian vitamin D dosis rendah setiap harinya dapat

mempertahankan kekuatan otot serta mencegah terjadinya atrofi otot

pada serat otot. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan terjadinya

atrofi jaringan lemak, usus dan pancreas, dan otot. Kekurangan energi

protein sangat berpengaruh terhadap terjadinya atrofi karena

kecukupan sumber energi sangat dibutuhkan untuk kontraksi, serta

kecukupan asupan protein khususnya protein esensial yang sangat

penting untuk sintesa DNA dan pertumbuhan sel otot (Potter and

Perry, 2006).

Pasien dengan imobilisasi memerlukan diet tinggi protein, tinggi

kalori dengan tambahan vitamin B dan C. Protein diperlukan untuk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

20

mengganti jaringan yang rusak dan membangun kembali cadangan

protein yang kurang sedangkan asupan tinggi kalori memberikan

cukup energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan

menggantikan jaringan subkutan. Tambahan vitamin C diperlukan

untuk menggantikan cadangan protein dan vitamin B komplek

dibutuhkan untuk keutuhan kulit dan penyembuhan luka, jika pasien

tidak bisa makan maka nutrisi bisa diberikan melaui parenteral atau

enteral (Potter and Perry, 2006).

d. Hilangnya Persarafan

Hilangnya persarafan otot, menyebabkan terjadinya atrofi otot.

Pada kelemahan (hemiparesis), hilangnya persarafan seluruh daerah

anggota tubuh dapat juga menyebabkan atrofi (disuse). Keadaan ini

dapat menyebabkan terjadinya atrofi sebagai hasil dari anoksia

jaringan yang juga bisa karena lambatnya dan berkurangnya aliran

darah (Guyton, 2007).

e. Usia

Perubahan terkait usia pada sendi dan jaringan penyambungan

menyebabkan terganggunya gerakan fleksi dan ekstensi, menurunnya

fleksibilitas, dan berkurangnya bantalan perlindungan sendi (Miller,

1999). Usia 20-30 tahun baik laki-laki dan wanita akan mencapai

puncak kekuatan otot, namun di atas usia tersebut akan mengalami

penurunan kecuali diberikan latihan. Kondisi melemahnya otot pada

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

21

lansia dan penurunan daya tahan tubuh dapat muncul dengan cepat

karena efek biokimia dan fisiologis (Carpenito, 2009).

Semua otot tubuh secara terus menerus dibentuk kembali untuk

menyesuaikan fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh otot dan perubahan ini

seringkali berlangsung cepat dalam waktu beberapa minggu. Bila massa

total suatu otot menjadi menurun, maka proses tersebut disebut atrofi otot.

Bila suatu otot tidak digunakan selama waktu yang lama maka kecepatan

penghancuran protein kontraktil juga jumlah miofibril yang timbul akan

berlangsung lebih cepat dari pada kecepatan penggantinya, sehingga

terjadi disuse atrofi otot (Guyton, 2007).

Bila suatu otot kehilangan suplai sarafnya, maka otot itu tidak lagi

menerima sinyal kontraksi yang dibutuhkan untuk mempertahankan

ukuran otot yang normal. Pada tahap akhir dari atrofi akibat denervasi,

sebagian besar serat otot akan dirusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa

dan jaringan lemak. Karena itu, satu masalah yang paling penting dalam

melakukan terapi fisik adalah mempertahankan otot yang sedang

mengalami atrofi agar tidak mengalami kelemahan (debilitating) dan

kontraktur yang merusak bentuk (Guyton, 2007).

Untuk memastikan suatu otot mengalami disuse atrofi atau tidak, maka

pengukuran lingkar otot dapat dilakukan sesuai dengan letaknya dan dalam

keadaan relaks. Dalam penelitian ini, lingkar otot yang akan diteliti adalah

lingkar otot biceps dan triceps, lingkar otot esktensor carpi radialis,

femuralis, lingkar otot gastrocnemius dan soleus. Penentuan pemeriksaan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

22

lingkar otot biceps dan triceps adalah pada pertengahan antara pangkal

lengan dan ujung siku, pengukuran lingkar ekstensor carpi radialis pada

bagian distal dari siku, pengukuran lingkar otot femuralis pada

pertengahan trochanterion dan lateral tibia, sedangkan untuk pengukuran

lingkar otot gastrocnemius dan soleus pada aspek lateral tungkai.

5. Penanganan pasien stroke

Menurut National Stroke Foundation (2010), terdapat beberapa terapi

secara medik dan bedah pada pasien stroke, yaitu :

a. Trombolisis

1. Terapi dengan tissue plasminogen activator (TPA) intravena pada

stoke non hemoragik harus dilakukan pada pasien dengan kriteria

inklusi dan eksklusi yang spesifik.

2. Terapi TPA intravena harus diberikan segera mungkin dalam

keamanan pasien dengan stroke non hemoragik dengan efek

tergantung waktu dari trombolisis. Terapi harus diberikan saat

beberapa jam pertama mungkin sekitar 4,5 jam setelah awitan

terjadi.

3. Terapi TPA intravena harus diberikan dibawah perintah oleh

physical training dan dan pengalaman dalam stroke non

hemoragik.

4. Setting minimal untuk mengidentifikasi data dari semua tindakan

pasien dengan trombolisis harus dicatat untuk memonitoring,

melihat, dan membandingkan hasil yang ingin dicapai.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

23

5. Permulaan pemberian aspirin untuk pasien yang mendapatkan

trombolisis harus diberikan selama 24 jam.

b. Neuroproteksi

1. Intra arterial trombolisis selama 6 jam terakhir bisa dipilih secara

aman oleh pasien.

2. Setiap bagian harus mempertimbangkan keuntungan fasilitas dan

sistem untuk intra arterial trombolisis.

3. Tidak cukup bukti untuk merekomendasikan untuk menggunakan

sistem menghilangkan bekuan dan praktek kliniknya.

c. Terapi antitrombosis

1. Aspirin oral, nasogastric tube atau suppositorial harus diberikan

segera mungkin setelah tanda-tanda stroke terjadi. Dosis pertama

pemberian sebanyak 150 sampai 300 mg dan setelah itu bisa

diturunkan menjadi 100 mg perhari.

2. Penggunaan antikoagulan secara rutin pada pasien stroke non

hemoragik tidak direkomendasikan.

d. Terapi penurunan tekanan darah

1. Pada stroke non hemoragik, jika tekanan darah lebih dari 220/120

mmHg, antihypersensitivitas dapat diberikan untuk menurunkan.

2. Pada intracerebral hemoragik dengan tingkat hipertensi berada

pada level sedang dapat diberikan 24 sampai 48 jam setelah awitan

terjadi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

24

3. Setelah itu terapi antihipersensitivitas dapat dilanjutkan tetapi

jangan sampai pasien mengalami hipotensi.

e. Terapi pembedahan untuk stroke hemoragik dan managemen edema

cerebral

1. Pasien dengan arteri cerebral infark harus segera dilakukan bedah

saraf untuk menurunkan decompressive hemicraniectomy.

2. Corticosteroid tidak direkomendasikan untuk managemen pasien

dengan edema otak dan tekanan intrakranial.

B. Latihan Otot pada Stroke Non Hemoragik

1. Pengertian

Menurut Michael, et al., (2008), latihan didefinisikan sebagai

subkelompok latihan fisik berupa gerakan tubuh yang terencana,

terstruktur dan repetitif (berulang) untuk memperbaiki atau memelihara

satu atau lebih komponen kebugaran fisik. Rekomendasi latihan fisik pada

orang dewasa menekankan pada akumulasi latihan fisik yang sedang

selama 30 menit dan dilakukan setiap hari. Ketika menilai latihan fisik,

paling tidak terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus perhatian

latihan, yaitu :

a. Tipe

Tipe atau cara latihan fisik mengacu pada berbagai latihan spesifik

yang dilakukan oleh pasien. Tipe latihan yang sering dilakukan dapat

berupa jalan-jalan kecil dan lari yang cukup berkontribusi dalam

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

25

penguatan otot. Latihan dengan intensitas yang lebih tinggi cukup

berkontribusi dalam pengeluaran energi.

b. Frekuensi dan Durasi

Frekuensi latihan fisik mengacu kepada jumlah sesi latihan fisik

per satuan waktu. Durasi latihan fisik merupakan lamanya waktu yang

dihabiskan ketika melakukan latihan ini. Secara teoritis, frekuensi dan

durasi latihan fisik tampak mudah dinilai karena sebagian besar subjek

penelitian melakukan latihan fisik secara teratur.

c. Intensitas Aktivitas Fisik

Intensitas latihan fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan,

sedang atau moderate, keras atau vigorous, dan sangat keras atau

strenuous. Kategori intensitas ini dapat difenisikan dengan pengertian

absolut dan relatif, pengelompokan absolut yang sering dipakai untuk

intensitas latihan fisik adalah metabolic energy turnover (MET).

Latihan fisik dapat dinilai dalam bentuk total volume latihan fisik atau

pengeluaran energi yang berkaitan dengan latihan fisik.

Pemberian latihan fisik bertujuan untuk menilai kekuatan otot dan

ketahanan otot yang bersifat spesifik untuk otot atau kelompok otot

serta tipe kontraksi otot, dan kecepatan kontraksi otot. Kebugaran otot

secara langsung berkaitan dengan berat badan total dan jumlah massa

otot yang tidak berlemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi

penampilan otot menurun adalah kelelahan otot, pengaruh obat-obatan,

durasi latihan, keadaan emosional pasien (Donald, et al., 2003)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

26

2. Jenis Pelatihan Kekuatan Otot

Latihan fisik dengan segala metodenya dapat membantu memperbaiki

fungsi saraf dan otot serta memperlancar aliran darah, sehingga sangat

bermanfaat bagi pasien pasca stroke. Hasil penelitian menurut Potempa

(1995), bahwa hanya kelompok latihan yang memperlihatkan peningkatan

signifikan pada konsumsi oksigen maksimal, beban kerja dan lama latihan.

Setelah terjadi serangan stroke pada seseorang akan timbul efek primer

berupa paresis, paralisis, spastisitas, dan disfungsi perseptual sensori

karena adanya kerusakan upper motor neuron, sedangkan efek

sekundernya adalah kontraktur dan atrofi otot akibat tidak dipakai (disuse

atrofi otot).

Stroke dengan hemiparesis akan menimbulkan perubahan fisiologis di

serabut otot dan metabolisme otot selama latihan. Beberapa latihan telah

mengukur kapasitas latihan puncak pada pasien hemiparesis dan secara

konsisten dapat diamati bahwa penderita stroke mempunyai kapasitas

fungsional yang rendah. Latihan daya tahan (endurance exercise)

merupakan komponen penting dalam rehabilitasi, rata-rata kenaikan

konsumsi oksigen maksimal pada penderita stroke adalah 13,3% apabila

pasien mengikuti program latihan selama 10 minggu (NICE, 2013).

Pasien dengan stroke non hemoragik harus mendapatkan program

latihan aktif setelah pasien bedrest total dan memerlukan latihan berdiri,

jalan, dan lebih aktif lagi. Mobilisasi dini secara layak dan aman dengan

intervensi yang masih dapat ditoleransi dan dengan frekuensi yang lebih

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

27

banyak. Penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi dapat dimulai dalam

hitungan jam atau hari setelah awitan stroke terjadi dan mobilisasi dini

dapat menurunkan tingkat depresi pada hari ke empat atau ke lima

(National Stroke Foundation, 2010).

Bentuk latihan otot yang dapat diberikan pada pasien stroke dengan

hemiparesis adalah latihan isometrik. Latihan isometrik dilakukan dengan

kerja otot melawan tahanan atau beban yang tidak bergerak atau menahan

suatu objek pada suatu posisi statik. Penambahan kekuatan sebesar 5% per

minggu diperoleh melalui satu kontraksi isometrik selama 6 detik pada 2/3

kekuatan isometrik maksimum dan dilakukan sekali sehari.

Kontraksi otot dikatakan isometrik bila otot tidak memendek selama

kontraksi, dan dikatakan isotonik bila otot memendek dan tekanan pada

otot tetap konstan. Pada sistem isometrik, otot berkontraksi melawan

tranduser kekuatan tanpa mengurangi panjang otot sedangkan pada sistem

isotonik, otot memendek melawan beban yang ada. Gambaran khas

kontraksi isotonik bergantung pada beban yang dilawan oleh kontraksi

otot juga pada inersia beban, sebaliknya sistem isometrik merekam secara

tepat perubahan pada kekuatan kontraksi otot itu sendiri (Guyton, 2007).

Sebelum dilakukan latihan sebaiknya dilakukan pemeriksaan kekuatan

otot pasien untuk memastikan fungsi otot dalam kondisi baik atau tidak.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kemampuan pasien untuk

menerima atau merespon rangsangan merupakan dasar untuk dilakukan

latihan, berupa melakukan pergerakan minimal atau pun adanya tahanan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

28

minimal (National Stroke Foundation, 2010). Kriteria penilaian kekuatan

otot adalah (0) tidak ada gerakan, (1) kontraksi otot minimal tanpa adanya

pergerakan, (2) otot dapat digerakkan apabila tidak diberikan gaya berat,

(3) gerakan otot mampu melawan gaya berat namun tidak bisa menahan,

(4) adanya pergerakan otot dan mampu melawan arah gravitasi, (5)

gerakan otot maksimal.

Berikut beberapa bentuk latihan yang dapat dilakukan pada pasien

stroke, yaitu :

a. Pengaturan Posisi (Properpositioning)

Pasien dengan gangguan fungsi sistem skeletal, saraf atau otot dan

peningkatan kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan

bantuan orang lain untuk memperoleh kesejajaran tubuh ketika berada

di tempat tidur ataupun duduk. Terdapat banyak alat bantu yang dapat

digunakan untuk mengatur posisi tubuh pasien untuk mempertahankan

kesejajaran tubuh pasien yang baik selama diposisikan. Fungsi

dilakukannya pengaturan posisi pada pasien stroke adalah untuk

meningkatkan kenyamanan, mendukung ventilasi curah jantung,

menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan ekstremitas pada

posisi fungsional untuk mencegah kontraktur (Potter and Perry, 2005).

b. Blader Training

Kemampuan pasien untuk berkemih tergantung pada adanya rasa

desakan untuk berkemih, kemampuan mengontrol sfingter uretra, dan

kemampuan untuk rileks selama berkemih. Teknik blader training

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

29

adalah dengan cara mengikat selang kateter selama beberapa waktu

untuk melatih kontraksi blader menghasilkan urine. Ketidakmampuan

pasien untuk berkemih secara normal akibat adanya gangguan saraf

atau masalah pada reproduksi (Potter and Perry, 2005).

c. Range of Motion Exercise

Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk

mempertahankan kesehatan jasmani, meningkatkan kondisi tubuh dan

untuk memperbaiki deformitas atau mengembalikan seluruh tubuh ke

status kesehatan maksimal. Jumlah maksimum gerakan yang mungkin

dilakukan sendi terdiri dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, frontal,

dan transversal (Potter and Perry, 2005).

Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke

belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan

frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi

bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis

horisontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Potter

and Perry, 2005).

Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-

jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan

frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai)

dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya

adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

30

(lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki) (Potter and Perry,

2005).

d. Latihan Brief Repetition Isometric Maximum Exercise (BRIME)

Konsep dasar dari Brief Repetition Isometric Maximum Exercise

(BRIME) adalah menggunakan 6-12 kali kontraksi isometrik dengan

kekuatan maksimal berlangsung selama 6-10 detik setiap repetisi,

dilakukan sebanyak 1-3 set selama 5 hari perminggu. Selama proses

latihan, otot tersebut diberikan kesempatan istirahat selama 2 hari

untuk memberi stimulasi kepada sel untuk menyeimbangkan proses

remodeling otot sehingga terjadi eliminasi dan dekomposisi protein

kontraktil dengan jumlah yang sama dan menurunkan sirkulasi darah

ke otot. Latihan dengan teknik repetitif dapat meningkatkan kekuatan

otot mencapai 203% dibandingkan dengan latihan tunggal (Artana,

2013).

Latihan BRIME memiliki tingkat keefektifan yang hampir sama

dengan latihan isotonik. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil

pemeriksaan elektromiografi, dimana kontraksi otot isotonik lebih

menggunakan motor performance. Pada setiap kontraksi, koordinasi

neuromuscular dapat dihasilkan lebih baik karena inervasi pada nerve

muscle lebih kompleks sehingga tidak terlalu mengalami kelelahan.

Program latihan ini sudah diprogram untuk memaksimalkan

kekuatan otot dan meningkatkan massa otot itu sendiri. Peningkatan

massa otot dapat dilihat dari berapa lama dilakukan kontraksi dan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disuse atrofi otot pada stroke non hemoragik 1. Pengertian Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat

31

berapa lama otot itu mengalami istirahat. Latihan yang progesif dapat

meningkatkan serabut-serabut saraf untuk berkontraksi dan

meningkatkan kontraksi otot.

3. Efek Latihan Dalam Mencegah Disuse Atrofi Otot

Efek yang dirasakan setelah latihan adalah peningkatan koordinasi

intermuscular dengan meningkatkan kerjasama antara group otot yang

berbeda agar terjadi peningkatan koordinasi gerakan yang efisien,

perubahan ini terjadi selama 2 sampai 3 minggu setelah latihan rutin.

Terdapat juga peningkatan hipertrofi otot yang merupakan restrukturisasi

pada jaringan otot sebagai peningkatan fungsional pada massa otot.

Hipertrofi otot secara langsung berhubungan dengan sintesis material

selular, terutama pada protein elemen kontraktil yang berhubungan dengan

peningkatan jumlah volume mitokondria dalam sel otot (Hardjono, 2008).