atrofi papil
-
Upload
putriyuriandiniyulsam -
Category
Documents
-
view
124 -
download
1
description
Transcript of atrofi papil
Bed site teaching
ATROFI PAPIL
Oleh:
Lydia Sarah Shabrina 0810313198
Eka Putri Rahmadhani 0910312077
Preseptor:
dr. Weni Helvinda, Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RSUP Dr. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Anatomi dan Fisiologi Nervus Optikus1
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya
nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari
sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan
yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion
(lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan
serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus
tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a.
oftalmika.
Gambar 1. Lapisan Neuron pada Retina
2
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber
sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing
masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain
membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan
kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut
saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut
saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan
refleks opsomatik seperti refleks pupil.
Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal)
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls
penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus
genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer
tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri
posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls
lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
3
pandang atas.
Gambar 3. Radiatio Optika
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan
berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus
Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat
konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil.
Secara umum saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf
optikus / opticdisc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian
laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada di
belakang lamina kribrosa.
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan menjulur
dari bola mata sampai ke apeks orbita.
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm.
4
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma optikum
dan traktus optikus (10 mm).
Cahaya datang yang berasal dari optalmoskop mengalami refleksi internal total melalui
serat aksonal dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan disk, sehingga menimbulkan
warna kuning-merah muda sebagai karakteristik disk optik sehat. Akson yang tidak memiliki
optik yang baik, menyebabkan penampilan pucat pada disk. Menurut teori lain, hilangnya kapiler
dalam menyebabkan atrofi optik disk pucat muncul.
Gambar 4. Optik disc normal
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus (optic
disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini tidak dapat
berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan
memiliki diameter sekitar 1,5 mm.
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan
funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup-discratio
dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa kekuningan,dengan
batas yang jelas, non-elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.
5
1.2. Definisi Atrofi Papil2,3
Atrofi papil saraf optikus didefinisikan sebagai kerusakan saraf optikus
yangmenyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan ini dikenal
sebagai pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson danselubung
myelin saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi. Atrofi optik bisa sangat ringan
dengan gangguan visus dan lapang pandang yang sangat ringan ( hidden visualloss ) sampai hilangnya visus
dan lapang pandangan secara total.
1.3. Epidemiologi Atrofi Papil4
Menurut Tielsch dkk, prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus diAmerika
Serikat adalah 0,8%. Menurut Munoz dkk, prevalensi gangguan penglihatan dankebutaan yang
timbul akibat atrofi nervus optikus masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%. Atrofi
nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai proses penyakit. Dengan
demikian, morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik tergantung pada etiologi. Berdasarkan ras,
atrofi nervus optikus lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%) dibandingkan dengan kulit
putih (0,05%). Tidak ada kecenderungan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian atrofi
nervus optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi optik terlihat dalam setiap kelompok usia.
1.4. Etiologi Atrofi Papil4
1. Herediter: ini dibagi menjadi atrofi bawaan atau infantil optik (bentuk resesif atau
dominan), atrofi optik Behr Herediter (autosomal resesif), dan atrofi optik Leber.
6
2. Atrofi konsekutif: merupakan tipe atrofi yang biasanya mengikuti penyakit koroid
atau retina (misalnya, chorioretinitis, distrofi pigmen retina, degenerasi
cerebromacular).
3. Artrofi sirkulasi: merupakan neuropati optik iskemik diamati ketika tekanan
perfusi dari korpus siliar turun di bawah tekanan intraokular. Terjadi karena
oklusi arteri retina sentral, oklusi arteri karotis, dan arteritis kranial.
4. Atrofi Metabolik: disebabkan oleh gangguan seperti tiroid, juvenile diabetes
mellitus, tembakau, alkohol, dan obat-obatan (misalnya, etambutol, sulfonamid).
5. Atrofi demielinasi pada penyakit seperti multiple sclerosis dan penyakit Devic.
6. Atrofi tekanan atau traksi pada penyakit seperti glaukoma dan papil edema.
7. Atrofi post inflamasi pada penyakit seperti neuritis optik, perineuritis sekunder
pada peradangan dari meninges, dan selulitis orbital.
8. Neuropati optik Trauma: trauma dapat mengakibatkan avulsi saraf optik,
hematoma selubung saraf optik, dan tubrukan saraf optik oleh benda asing atau
penetrasi fragmen tulang yang dapat menyebabkan atrofi optik.
1.5. Patofisiologi Atrofi Papil5
Pada nervus optikus terdapat sebanyak 1.2 juta axon yang berasal dari lapisan retina.
Akson- akson pada nervus optikus ini terdiri atas serabut bermielin oligodendrit dan bila
terjadinya kerusakan pada akson ia tidak akan regenerasi kembali . Pada akson yang
berdegenerasi, ia kehilangan kemampuan optik dimana pada diskus optikus yang normal terdapat
karakteristik warna kekuningan sedangkan pada diskus yang atrofi bewarna pudar.
7
Atrofi optic merupakan tanda utama kerusakan pada sel- sel ganglion retina. Kerusakan
dapat terjadi pada mana- mana bagian dari sel neuron, yaitu dari badan sel sehingga ke bagian
sinapsnya pada badan genikulatum lateral. Atrofi optic tidak terjadi secara mendadak dimana
diperlukan 4- 6 minggu dari waktu terjadinya kerusakan akson.
Perubahan histopatologi pada atrofi papil
Peyusutan atau kehilangan myelin dan silinder aksis
Gliosis
Lebih dalamnya cup fisiologis dengan barring lamina cribrosa
Pelebaran ruang subarachnoid
Pelebaran septa pial
Pembengkakan bulbus aksonal ( Cajal end Bulb)
1.6. Gejala dan tanda6
Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang mendasari.
Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:
Penurunan visus
Gangguan persepsi warna
Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.
Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta fisiologik
bisa terjadi;
8
Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf optic, dan
oklusi arteri retina sentral
Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua mata, khas
pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma kiasma.
Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan bagian
temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat TIK meninggi.
Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua mata,
pada lesi temporal
Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat terjadi
pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan kelainan korteks .
1.7. Diagnosis5,6
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa keluhan subjektif pasien dan
kemungkinan faktor risiko yang diderita pasien. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan
fisik yang menginterpretasikan adanya gangguan pada nervus optikus, yaitu:
1. Gangguan lapangan pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus optikus
akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan
karena penyumbatan arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun
9
arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri
centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang
disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan
hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim
kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia
superior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral.
Gambar 5. Kelainan lapangan pandang
2. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang
mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada refleks pupil atau refleks
cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk diantaranya :
10
Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan
vitreus pada pasien diabetes melitus.
Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.
Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan
atrofi nervus optikus.
Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak
Penyakit atau kelainan pada batang otak
Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare
Gangguan pada N.optikus (nervus II) dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras aferen
pupil/RAPD (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara
alternatif (swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan
berkontraksi, kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit,
konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.
3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah
papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Terdapat dua macam atrofi optik (atrofi papil) yaitu atrofi optik primer dan atrofi optik
sekunder.
1. Atrofi papil primer
Atrofi optik primer, disebut juga atrofi simpleks yaitu hilangnya serabut saraf optik
dengan gliosis yang minimal karena tidak didahului peradangan diskus optikus atau papil edema.
11
Pada atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum (misalnya pada
tumor hipofisis). Secara mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson saraf dan selubung
myelin. Selalu ditemukan sedikit proliferas isel-sel glia astrosit dan bertambahnya jaringan
kolagen.
Gambar 6. Atrofi Primer
2. Atrofi papil Sekunder
Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papilitis dan papiledema. Atrofi
sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien yang menderita tekanan
tinggi intracranial yang lama. Pada atrofi sekunder, warna papil juga pucat tetapi batasnya tidak
tegas. Terjadi akibat peradangan akut atau lesi vaskuler saraf optic yang terletak dekat dengan
bola mata serta menimbulkan reaksi aktif sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang
terjadi terisi oleh proliferasi astrosit, jaringan ikat atrofi dan ditemukan pembuluh darah yang
menghilang.
12
Gambar 7. Atrofi Sekunder
1.8. Diagnosis Banding8
Saraf optic pit
Hypoplasia saraf optik
Diskus optic drusen
Myopic cresent
Myelinated nerve fibers
1.8. Tatalaksana Atrofi papil4
Tidak ada pengobatan yang terbukti untuk atrofi optik. Namun, pengobatan yang dimulai
sebelum atrofi optik berkembang dapat membantu menyelamatkan visus. Peran steroid intravena
terbukti dalam kasus neuritis optik atau neuropati optik iskemik anterior arteritic. Diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat dapat membantu pasien dengan neuropati toksik dan bersifat
kompresif.
13
Idebenone, analog kuinon, telah digunakan baru-baru ini dalam beberapa kasus Leber
neuropati optik untuk memperbaiki jaring sintesis ATP dengan menyediakan jalur alternatif.
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata teratur,
terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya inflamasi
atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi. Pasien yang secara genetic
berisiko menderita leber’s hereditary optic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi vitamin
c, vitamin atau anti oksidan lainnya serta menghindari paparan terhadap zat beracun dan
mencegah malnutrisi untuk menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau
nutritional.
1.9. Prognosis Atrofi papil1,2,4
Pengobatan dini dan intensif pada neuropati optik akibat nutrisi dapat memberikan pasien
dengan visus mendekati normal. Tapi setelah cadangan nutrisi habis terjadi perubahan kecil
akibat hilangnya serat saraf dimana menyebabkan penurunan yang signifikan dalam penglihatan.
Deteksi dini adalah kunci karena kita tidak dapat menggantikan akson mati. Degenerasi
dan atrofi papil saraf optic merupakan keadaan yang bersifat irreversible dan perlu tindakan
pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus dan kemungkinan perbaikan fungsi
penglihatan tergantung dari penyebab.
14
BAB 2
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien :
Nama : Ny E
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Guru Bahasa Indonesia SMP
Alamat : Padang
No MR : 84.75.52
Anamnesis :
Seorang pasien perempuan berusia 55 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 4 November 2013 dengan :
Keluhan Utama:
- Mata kiri tidak bisa melihat sejak 5 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Mata kiri tidak bisa melihat sejak 5 tahun yang lalu
- Awalnya,mata kiri tidak bisa melihat jika melirik ke kiri, lama- lama semakin gelap
dan tidak bisa melihat disemua arah lirikan.
- Riwayat penglihatan sukar membedakan warna disangkal
- Riwayat silau jika melihat cahaya disangkal
- Riwayat trauma kepala sampai tak sadar ada tahun 2008
- Riwayat sakit kepala ada, mual (-), muntah (-)
- Riwayat nyeri bola mata bila digerakkan (-)
- Riwayat pre eklamsia-eklamsia di setiap kali hamil (3x hamil)
- Riwayat DM disangkal
15
- Riwayat pengobatan, pasien sudah pernah berobat 5 tahun yang lalu ke salah satu
tempat praktek dokter mata dikatakan terdapat kelainan pada saraf mata pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat memakai kacamata sebelumnya ada
- Riwayat menderita penyakit mata maupun infeksi mata tidak ada
- Riwayat operasi mata sebelumnya tidak ada
- Riwayat penyakit keganasan tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, DM mauun penyakit keganasan
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Pernafasan : teratur, frekuensi 20 x/mnt
Nadi : 82x/ mnt
Suhu : afebris
Status Lokalisata : Status Oftalmikus
16
17
STATUS
OFTALMIKUS
OD OS
Visus tanpa koreksi 5/10 1/∞ Proyeksi salah
1/300 di nasal
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus (+) (+)
Silia/supersilia Madarosis (-), trichiasis (-) Madarosis (-), trichiasis (-)
Palpebra superior Edema (-), Ptosis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Edema (-), Ptosis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Palpebra inferior Edema (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Edema (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Aparat lakrimalis Hiperlakrimasi Hiperlakrimasi
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil halus (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil(-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil(-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Sklera Putih putih
Kornea Jernih Jernih
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil isokhor, ukuran 2-3 mm, isokhor, ukuran 3-4 mm,
Diagnosis Kerja: Atrofi papil OS ec ?
Pemeriksaan Anjuran: - laboratorium
- Uji ishihara
- Perimetri
- CT scan orbita
- Brain CT scan
Anjuran terapi: -
Prognosis:
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad sanam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
18Gambar 2.1. foto fundus OS pasien
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien perempuan umur 55 tahun datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit M Djamil Padang pada tanggal 4 November 2013 dengan keluhan utama Mata kiri
tidak bisa melihat sejak 5 tahun yang lalu. Faktor risiko atrofi papil (atrofi optik) yang
didapatkan pada pasien ini berdasarkan literatur antara lain trauma. Akan tetapi belum jelas
trauma penyebab atrofi papil karena belum dilakukan pemeriksaan CT scan. Faktor lain seperti
riwayat diabetes melitus disangkal.
Awalnya pasien merasakan pandangan mata kiri mulai kabur sejak 5 tahun yang lalu.
Ketika mata kanan ditutup mata kiri tidak bisa melihat jika melirik ke kiri kemudian lama- lama
19
Gambar 2.2. foto fundus OD pasien
semakin gelap dan tidak bisa melihat disemua arah lirikan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
bahwa visus mata kanan 5/10 dan mata kiri 1/300 nasal dan 1/∞ proyeksi salah, RAPD (+), dan
pada funduskopi menggambarkan papil yang pucat dengan batas tegas. Hal ini sesuai dengan
tanda dan gejala kerusakan nervus optikus (atrofi papil) yaitu gangguan lapangan pandang,
gangguan refleks pupil (RAPD), dan kelainan funduskopi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa pasien telah mengalami atrofi
papil pada mata kiri.
Anjuran terapi pada pasien ini belum ada karena penyebab dari atrofi papilnya belum
dapat ditegakkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rashmin Gandhi, MBBS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg); Optic atropy. Diunduh pada
tanggal 3 Juni 2013 http://emedicine.medscape.com/article/1217760-followup#showall.
2. Optic atrophy. Diunduh pada tanggal 3 Juni 2013http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy
3. Montgomery TM. Anatomy, and Pathology of the human eye. Diunduh pada tanggal 3
juni 2013 http://www.tedmontgomery.com/the _eye/optcnrve.html
4. Haddad W.Intraocular Anatomy. Diunduh pada tanggal 3 juni 2013
www.eyeweb.org/anatomy.htm
5. Lanning B. Kline, MD ; Neuro Opthalmology ; American Acedemy of Opthalmology
section 5.2008- 2009; p87
20
6. Cécile Delettre-Cribaillet, PhD, Optic Atrophy Type 1.Diunduh pada tanggal 3 Juni
2013.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1248/?report=printable
7. Optic atrophy. Di unduh pada tanggal 3 juni 2013
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/tranorm.jsp/
requestURL=/healthatoz/Atoz/ency/optic_atrophy.jsp.
21